NIM : 2112531080
Prodi : Administrasi Publik
Matkul : Kebijakan Komunikasi & Advokasi
1. Identifikasi Isu
A. Permasalahan Ketenagakerjaan
Undang-Undang Cipta Kerja telah membuka peluang semakin
meluasnya ruang lingkup pekerja Outsourcing atau pekerja alih daya, sehingga
keterjaminan atas pekerja tetap telah menghilang, peraturan terdahulu yakni
pada pasal 64 dan 65 Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan batasan
terkait pekerjaan apa saja yang dapat di gantikan oleh pekerja alih daya,
namun pada UU Cipta Kerja semua jenis pekerjaan dapat digantikan oleh
pekerja alih daya. Menurut Juliawan (2010) perluasan pekerja Outsourcing
terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja secara efektif.
Perluasan Outsourcing ini juga telah bertentangan dengan Pasal 33 ayat 1
UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan”. Hal tersebut dikarenakan perluasan
Outsourcing telah menurunkan tingkat kepastian pekerjaan jangka panjang,
mengurangi kemungkinan perusahaan membayar pesangon, serta mengurangi
beban perusahaan membayarkan tunjangan.
B. Permasalahan Lingkungan
Metode Perizinan perusahaan telah diubah oleh UU Cipta Kerja dari
berbasis izin lingkungan menjadi berbasis risiko dan skala perusahaan. Izin
usaha untuk usaha berisiko rendah hanya diperlukan untuk penerbitan Nomor
Induk Berusaha (NIB). Selain itu Penyelesaian sertifikasi standar dikenakan
untuk izin pendirian usaha risiko menengah. Pemerintah Pusat harus
menyetujui terlebih dahulu usaha yang menimbulkan risiko tinggi sebelum
mereka dapat membuka perusahaan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) khusus hanya diterapkan untuk kegiatan korporasi yang berisiko
tinggi terhadap lingkungan. Selain permasalahan tersebut konsen utama
penolakan masyarakat adalah dikuranginya keterlibatan masyarakat dalam
proses pengkajian perizinan. saat ini, dalam UU Cipta Kerja yang
diperbolehkan untuk ikut serta dalam penyusunan AMDAL hanyalah
masyarakat yang terkena dampak secara langsung, pihak pihak lain seperti
pemerhati lingkungan, tidak di izinkan dalam proses penyusunan AMDAL.
UU Cipta Kerja juga telah mengubah Pasal 34 UU tentang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan dan Kepentingan Umum, sehingga kini pemerintah
berpotensi melakukan pengambil alihan lahan dengan alasan kepentingan
umum dengan nilai ganti rugi yang ditentukan oleh pihak penilai.
2. Solusi
Solusi yang tepat atas berbagai kecacatan yang terdapat pada pengesahan UU
Cipta Kerja ini adalah dengan melayangkan Gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan
menawarkan uji formil maupun uji materiil pada pasal tersebut, selain itu juga
melakukan tuntutan bahwa dalam proses pembentukan Undang-Undang Omnibus
pertama di Indonesia haruslah melibatkan secara penuh unsur-unsur masyarakat
terkait (meaningfull participation). Berbagai macam ketentuan dalam pasal yang
merugikan harus mendapatkan perbaikan, sebagai contoh menghapus ketentuan
bahwa segala bentuk pekerjaan dapat digantikan dengan pekerja alih daya,
pembatasan harus jelas agar iklim pekerja baru Outsourcing yang dianggap hanya
akan memberikan kerugian kepada pekerja tidak menimbulkan kecenderungan baru.
Pengubahan sistem pesangon dari yang pro kepada pihak investor/perusahaan menjadi
pro terhadap buruh/pekerja. Dalam Aspek lingkungan ketentuan pasal mengenai izin
usaha yang berpotensi merusak lingkungan harus diperbaharui dan diperjelas
batasan-batasannya. Keterlibatan pemerhati lingkungan harus dikembalikan dalam
proses penyusunan AMDAL, hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat
terdampak untuk mengerti bagaimana kerusakan lingkungan yang akan di akibatkan
tentu tidak sebanding dengan pemerhati lingkungan yang memiliki konsen utama
untuk menjaga lingkungan hidup.
2. Penggunaan media
3. Lancarkan Tekanan
4. Melaksanakan Kebijakan
5. Evaluasi Kebijakan
Tahapan Evaluasi ini merupakan tahapan monitoring terhadap apa yang telah
dilakukan dan apa yang akan di lakukan. Pada proses ini evaluasi juga mengarah pada
seberapa jauh apa yang telah dilakukan dapat mempengaruhi kebijakan. Jika, apa
yang telah dilakukan hasilnya dirasa belum memenuhi standar keberhasilan gerakan
maka wacana gerakan-gerakan ataupun proses advokasi kebijakan selanjutnya perlu
di lakukan. Pada Kasus penolakan UU Cipta Kerja kemarin semua tahapan telah
dilakukan oleh para aktor advokasi kebijakan. Berbagai macam tuntutan yang
dilayangkan baik itu oleh masyarakat, komunitas, maupun mahasiswa belum secara
efektif mampu mempengaruhi kebijakan. Hanya beberapa kebijakan saja yang
mendapatkan perbaikan., namun perbaikan tersebut juga belum mampu memberikan
win-win solution bagi kepentingan pemerintah, terhadap kepentingan masyarakat.
Bahkan keputusan MK terkait UU yang cacat secara formil dan harus melibatkan
partisipasi masyarakat tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah, tetapi malah
menerbitkan PERPU yang sama cacat nya dalam proses pembentukan, dengan dalih
kegentingan yang memaksa. Berbagai macam penolakan golongan masyarakat juga
tidak diindahkan oleh DPR selaku lembaga legislatif, mereka menandatangani
PERPU yang bermasalah tersebut dan mengesahkannya menjadi Undang-Undang
tanpa adanya perubahan signifikan. oleh karena itu sudah sepatutnya proses advokasi
kebijakan kembali di lakukan oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA