Anda di halaman 1dari 6

Kasus: Buruh PT Arim Thread Menggugat

Dasar Negara Indonesia mengamanatkan dalam UUD 1945, dalam hal perburuhan amanat tersebut di
implementasikan pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 21 Tahun
2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI). Serta UU yang terkait juga seperti Pasal 39 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, tujuannya adalah melindungi dan mengatur tentang hak dan kewajiban antara
buruh dengan pemberi kerja/pengusaha, namun masih banyaknya buruh di Tangerang yang hidup jauh
dari layak, yang mengakibatkan tingkat kriminalitas tinggi, upaya pemerintah mengatasi pengangguran
dengan cara menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan adalah langkah yang di lakukan
oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.

Faktanya, masih banyak pelanggaran yang bersifat Normatif sering terjadi di tingkat perusahaan,
diantara faktor tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan dari bagian Pengawas Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi yang tidak berfungsi dengan baik, sehingga membuka peluang pada pengusaha untuk
melakukan pelanggaran – pelanggaran. Contoh fakta dalam hal tersebut, penulis menganggap
‘Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Tangerang Mandul Dalam Menjalankan Tugas dan
Fungsinya’.

Kesempatan ini penulis menceritakan kasus pada PT ARIM THREAD (Lokasi, produksi, brand, dan jumlah
buruh), bahwa dasar pembentukan serikat buruh FSB Garteks SBSI di PT. ARIM THREAD bertujuan untuk
menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara Buruh dan perusahaan, namun dalam kenyataan
yang ada, serikat buruh dipandang seperti duri atau benalu yang ada di dalam perusahaan. Pada tanggal
11 November 2014 telah terjadi kesepakatan bersama antara pihak perusahaan PT. ARIM THREAD
dengan pihak buruh, dengan isi kesepakatan diantaranya perusahaan siap menjalankan UMK 2014,
Perhitungan upah lembur, hak cuti, BPJS, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku, serta
akan mempekerjakan kembali pengurus maupun anggota yang sebelumnya ditolak bekerja.
Namun dengan berjalanya waktu perusahaan dengan terang –terangan menurunkan jabatan terhadap
pengurus komisariat di tingkat perusahaan dan memutus hubungan kerja 2 (Dua) anggota FSB Garteks
SBSI PT ArimThread dengan alasan habis kontrak. Pemutusan Hubungan Kerja sepihak yang dilakukan
oleh Manajemen PT. ARIM THREAD tanpa adanya Penetapan tertulis dari Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial adalah hal yang sangatlah lumrah dan semakin menjamur bahkan
sudah mendarah daging dimata pengusaha nakal seperti yang dilakukan Management PT. ARIM THREAD
dengan mengkebiri UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan demikian, implementasi dari hak berserikat belum mendapatkan perhatian serta tindakan yang
konkrit dari pemeritah, hal ini membuat pengusaha selalu memberikan sanksi kepada buruhnya yang
berserikat. Pada hakekatnya pengusaha mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan adalah
bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia tapi kurang tegasnya penegak hukum
bahkan hukum dimainkan oleh penegak hukum itu sendiri.

Secara herarki UU lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Peraturan Perusahaan, namun pada
kenyataannya Implementasi dari UU tidak sesuai dengan tujuan dari pembuatan UU itu sendiri agar bisa
berjalan secara MUTATIS MUTANDIS, hanya retorika yang digaungkan para penegak hukum dalam
pelaksanaan UU, perubahan tak berarti.

Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap anggota kami, yang tidak
disertai dengan penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indutrial (LPPHI) maka
berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka PHK tersebut batal demi hukum dan
mutasi serta penurunan jabatan/tingkatan kerja (demosi) yang dilakukan management PT. ARIM
THREAD terhadap pengurus komisariat di tingkat perusahaan, kami anggap sebagai bentuk kampanye
anti serikat buruh di perusahaan karena bertentangan dengan Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000 jo Pasal 28
UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang SP/SB berbunyi Siapapun dilarang menghalang-halangi atau
memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak
menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
manjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau


melakukan mutasi ;

Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh ;

Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;

Melakukan kampanye anti pementukan serikat pekerja/serikat buruh.”

Bagi pelanggar Pasal 28 dikenakan sanksi Pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima )
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp.
500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ) karena tindakan Pidana tersebut diatas merupakan tindakan
Pidana Kejahatan.

Jelas tindakan yang dilakukan oleh pihak managemen terkait dengan PHK, Mutasi serta Demosi yang
dilakukan pihak Management PT. ARIM THREAD terhadap Pengurus dan anggota kami, kami anggap
sebagai bentuk dari kampanye anti serikat buruh dan upaya pemberangusan why serikat Buruh (Union
Busting) dan Union Busting merupakan isu Nasional maupun Internasional.

Disnaker Kab. Tangerang menjadwalkan untuk mengklarifikasi permasalahan ketenagakerjaan, Pada hari
senin tanggal 22 Desember 2014 bertempat di PT ARIM THREAD Pkl. 13.00 WIB namun tidak ada
satupun pengawas dari disnaker Kab. Tangerang yang hadir pada hari dan jam tersebut, hanya seorang
mediator tanpa hasil apapun.
Hukum sebab akibat mendasari kita untuk menduga, akibat pengusaha yang dimanja oleh pemerintah
menjadikan pelanggaran yang dilakukan itu tidak bermasalah. Berdasarkan keterangan dari anggota dan
pengurus beberapa kali oknum pejabat Disnaker Kab. Tangerang hadir ke PT. ARIM THREAD namun
semua ketentuan yang bersifat normative belum ada yang dijalankan, ??? kalau sudah seperti ini seolah
olah pemerintah menerima keadaan tanpa ada tindakan berarti dalam mempresure Pengusaha Nakal
yang selalu membuat kesalahan atau melanggar hukum.

Ada apa Disnaker Kabupaten Tangerang !!!

Apabila permasalahan ini tidak segera diselesaikan maka kami dari Pihak DPC FSB GARTEKS SBSI
Tangerang Raya akan melaporkan ke permasalahan ini ke Kementerian Tenaga Kerja RI di Jakarta
terkait :

Kinerja Pengawas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang

Dugaan telah terjadinya pelanggaran pada Pasal 28 jo Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 tentang SP/SB dan
UNION BUSTING di PT. ArimThread yang beralamat di Jl. Millenium 12 Blok F. 12 No. 7 Ds. Peusar, Kec.
PanonganKab. Tangerang Banten Indonesia ke Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta ;

Koordinasi dengan Konfedersai dan Afiliasi di luar negeri untuk melakukan aksi solidaritas dan
memboikot produk dari PT. ArimThread yang beralamat di Jl. Millenium 12 Blok F. 12 No. 7 Ds. Peusar,
Kec. PanonganKab. Tangerang ;

Karyawan Minyak di Riau Mogok Tuntut Kenaikan Upah


Bisnis.com, PEKANBARU - Sekitar 300 buruh perusahaan jasa penunjang dari perusahaan minyak Badan
Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu melakukan aksi mogok kerja di beberapa wilayah
kerja di Provinsi Riau, kenaikan upah, Selasa (20/10/2015).

"Kami melakukan kerja kerja selama dua hari hingga tanggal 21 Oktober. Ada sekitar 300 pegawai yang
ikut kerja pada hari ini di area kerja Zamrud dan Pedada," kata Ketua Umum Serikat Buruh Cahaya
Indonesia Provinsi Riau, Adermi, kepada Antara di Pekanbaru.

PT Bumi Siak Pusako (BSP) merupakan perusahaan daerah di Provinsi Riau yang merupakan kantor
cabang CPP (Pesisir Pekanbaru) mulai 2002, setelah kawasan itu sebelumnya dikuasai PT Chevron Pasific
Indonesia. BSP menggandeng PT Pertamina Hulu dengan membentuk Badan Operasi Bersama (BOB)
untuk blok CPP, dengan perjanjian Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 6 Agustus 2002.

Berdasarkan catatan, ini bukan pertama kalinya buruh minyak BOB BSP-Pertamina Hulu melakukan kerja
kerja. Aksi serupa juga pernah terjadi pada September 2013 karena perusahaan tidak menepati janji
untuk pembayaran gaji kepada pekerja perusahaan jasa penunjang sesuai kesepakatan dan peraturan
yang tepat.

Perang kerja ini berlangsung dengan damai dimulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB. Ratusan pekerja yang
melakukan aksi berdiam diri dan berkumpul di depan gerbang masuk area Zamrud dan Pedada di
Kabupaten Siak, Riau.

Menurut dia, aksi mogok kerja merupakan akumulasi masalah yang tidak kunjung berlandaskan
manajemen BOB BSP-Pertamina Hulu. Proses negosiasi sudah dimulai sejak Mei 2015 hingga melibatkan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau, namun pihak manajemen justru keluar dari
pembicaraan negosiasi.

"Kami tidak melakukan pekerjaan kerja karena pemerintah saja sudah tidak mendukung manajemen
perusahaan. Mereka justru keluar dari proses negosiasi yang dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi
Riau dengan mengeluarkan surat bahwa masalah perusahaan jasa penunjang urusan manajemen BOB
BSP-Pertamina Hulu , "kata Adermi menyayangkan sikap manajemen perusahaan.

Ia mengatakan ada empat poin instruksi buruh yang diabaikan oleh manajemen.
Pertama, manajemen perusahaan yang menerapkan penerapan upah sesuai ketentuan yang berlaku
karena masih ada perusahaan jasa penunjang yang menetapkan upah di bawah aturan upah minimum
sektor migas Provinsi Riau 2015 yang sebesar Rp2.465.000 per bulan.

Kedua, manajemen perusahaan tidak mengindahkan ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang mengamanatkan bahwa perusahaan perlu meninjau kenaikan upah
sekurang-kurangya sekali. "Tapi sudah dua tahun terkahir tidak ada kenaikan sama sekali. Itu
menimbulkan masalah," tegas Adermi.

Ketiga, serikat buruh menuntut manajemen perusahaan memberikan pesangon buruh bagi perusahaan
jasa penunjang yang kontraknya diputus. Ia menilai hal ini tidak manusiawi, padahal perusahaan minyak
dan gas lainnya menerapkan kebijakan tersebut. "Terhitung sejak 2009 pekerja jasa penunjang tidak ada
lagi pesangon. Dasar hukum kebijakan ini juga tidak jelas," katanya.

Keempat, ia buruh meminta manajemen perusahaan menerapkan waktu kerja dan waktu istirahat
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Contoh kasus, lanjutnya, ada pegawai di bidang "layanan
kamp" dan "layanan kantor" yang diberlakukan 10 hari kerja dan 10 hari libur. Ia penilaian hal ini
bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.234 tahun 2003 tentang Waktu Kerja dan
Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan dan Energi.

Dalam itu, perusahaan seharusnya memberlakukan lima hari kerja dengan dua hari libur, 6 hari kerja
dan satu aturan libur, atau masa kerja dan libur dengan hitungan dua berbanding satu. "Akibatnya
pekerja dirugikan karena hanya dapat 15 hari kerja dan pendapatan berkurang. Buruh bukan butuh
waktu istirahat banyak-banyak tapi waktu kerja untuk mendapatkan tambahan pendapatan," katanya.

Hingga kini pihak manajemen BOB BSP-Pertamina Hulu belum menyatakan pernyataan resmi terkait aksi
mogok ini. Belum diketahui dengan pasti apakah kerja ini mempengaruhi produksi minyak perusahaan.

Produksi minyak perusahaan ternyata terus turun dari tahun ke tahun, setelah sebelumnya sempat
mencapai 34.000 barel per hari pada 2003. Berdasarkan data SKK Migas, produksi BOB BSP-Pertamina
Hulu rata-rata hanya sekitar 13.000 barel per hari

Anda mungkin juga menyukai