Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 3

PENGAWASAN TERHADAP PERUSAHAAN HOTEL CITY IIN YANG

TIDAK MEMBAYAR GAJI PEKERJA SESUAI UPAH MINIMUM

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

3.1. Kronologi Kasus

Dikutip dari Kalteng Antar News tepatnya tahun 2016, telah terjadi di

Provinsi Kalimantan Tengah yakni Kota Palangkaraya. Dimana sebuah

perusahaan Jasa yakni Hotel City Iin yang mengupah karyawan jauh

dibawah Upah Minimum Provinsi. Seharusnya jika dilihat dari Peraturan

Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Upah

Minimum Kota dan Upah Minimum Sektoral Kota Tahun 2016 kota

Palangkaraya , maka telah ditentukan sebesar Rp. 2.129.431.- bagi para

pekerja. Namun pihak Perusahaan Jasa tersebut hanya mengupah pekerjanya

sebesar Rp.1.000.000.- Hal ini menyebabkan para pekerja yang merasa telah

bekerja lebih dari 1 tahun merasa tidak terima dan melaporkan kejadian

tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Palangkaraya (Disnaker) dengan

harapa Disnaker dapat menjadi pihak ketiga yang dapat menjembatani

permasalahan antara perusahaan dan pekerja.

Hal ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah melalui Dinas

Ketenagakerjaan, bahwa seharusnya perusahaan tidak melakukan hal yang

bersimpangan dengan peraturan yang berlaku. Seharusnya dengan beberapa

peraturan yang dibentuk, pemerintah telah berusaha mengutamakan hak

pekerja dan melindungi hak pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.

13
2

Pemerintah juga mengatur agar perusahaan membayarkan upah pekerja

dengan layak. Karena upah yang diterima pekerja dipergunakan sebagai

penunjang hidup para pekerja bagi dirinya maupun bagi keluarga pekerja

(Asyhadie, 2019)

Permasalahan seperti kasus di atas, memerlukan bantuan dari

pemerintah untuk dapat menjadi pihak ketiga sebagai jembatan antara

pekerja dan perusahaan. Dalam konflik diatas dapat diambil Langkah

penyelesaian dengan mempertimbangkan peraturan yang ada, seperti Pergub

Kalteng No 32 Tahun 2019 yang telah jelas mengatur mengenai Upah

Minimum Provinsi, dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang jelas mengatur bahwa perusahaan wajib membayar

Upah Minimum yang telah ditentukan dan akan dikenakan sanksi jika

melanggar.

3.2. Analisis Kasus

Penegakan Hukum Ketenagakerjaan terhadap pelanggaran

membayar upah di bawah UMK Kalimantan Tengah dalam penelitian ini

didapatkan langsung dari wawancara terhadap informan 1 Pengawas

Ketenagakerjaan. Di posisi ini DisnakerTrans berperan sebagai badan yang

menjembatani antara Pengusaha dengan pekerja.

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus PPNS melaksanakan

tugas dan penanganan kasus/perkara sesuai dengan jenjang jabatannya yaitu

melakukan pemeriksaan, pembinaan, pengujian, dan penyidikan di bidang

ketenagakerjaan. Kasus/perkara yang kerap terjadi khususnya di Provinsi


3

Kalimantan Tengah adalah pemberian upah dibawah ketentuan pada Tahun

2016 terdapat 272 Kasus. Dan berkurang menjadi 70 kasus pada Tahun

2017. Salah satu contoh perkara/kasus yang di selesaikan secara tindakan

represif yustisial yaitu Hotel City Iin melakukan pelanggaran hak normatif

yaitu membayar upah pekerja/buruh dibawah ketentuan UMK Palangkaraya

Tahun 2016 tanpa adanya penangguhan.

Berdasarkan pelanggaran hak normatif tersebut, serikat

pekerja/serikat buruh Hotel City Iin melakukan pengaduan ke Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Tengah dan berdasarkan Surat Perintah

Tugas (selanjutnya disebut SPT) dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah mulai dilakukan penanganan

secara bertahap mulai dari tindakan preventif edukatif dan tindakan represif

non yustisial. Apabila setelah dilakukan tindakan preventif edukatif dan

represif non yustisial pengusaha/pemberi kerja tetap tidak melakukan

kewajibannya, maka akan ditindaklanjuti dengan tindakan represif yustisial.

Atas kejadian ini, para pekerja melaporkan Hotel City Iin ke Disnaker

Propinsi Kalimantan Tengah dan Transmigrasi di Palangkaraya.

Informan Pengawas menyebut, ada 25 perusahaan yang mengajukan

penangguhan UMK. Rinciannya dari Kota Palangkaraya 15 perusahaan,

Pangkalan bun dua perusahaan dan Kuto Besar delapan perusahaan,.

Perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang tekstil, klinik swasta,

percetakan, konstruksi dan industri alas kaki. Alasan penangguhan yang

diajukan, karena kapitalisasi perusahaan tidak cukup untuk membayar


4

UMK. Jika penetapan oleh Pengawas Ketenagakerjaan tidak dapat diterima,

maka salah satu pihak yang keberatan dapat meminta perhitungan dan

penetapan ulang kepada Menteri Ketenagakerjaan yang merupakan putusan

final dan wajib dilaksanakan. Dalam hal ini, apabila pengusaha/pemberi

kerja mengabaikan tindakan preventif edukatif yang dilakukan oleh

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS maka

diberikan Nota Pemeriksaan I yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak

diterima.

Jika pengusaha/pemberi kerja tidak memberikan Kalimantanban atas

Nota Pemeriksaan I serta tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS akan

memberikan Nota Pemeriksaan II sebagai peringatan terakhir yang berlaku

selama 14 (empat belas) hari. Apabila dalam waktu yang ditentukan

pengusaha/pemberi kerja memberikan Kalimantanban akan memenuhi

kekurangan hak pekerja/buruh dan patuh terhadap peraturan

ketenagakerjaan maka status kasus/perkara selesai. Sebaliknya apabila

pengusaha/pemberi kerja tetap mengabaikan Nota Pemeriksaan I dan II

maka akan dilanjutkan ke tindakan represif yustisial.

Untuk memastikan pengusaha/pemberi kerja melakukan pelanggaran

di bidang ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Kalimantan Tengah mengadakan Gelar Kasus sesuai ketentuan Pasal 14

ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Pengawasan Ketenagakerjaan, sebagai salah satu pertimbangan Pengawas


5

Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS membuat Laporan

Kejadian. Nota Pemeriksaan I, Nota Pemeriksaan II dan Penetapan

merupakan syarat pengajuan kasus/perkara yang diminta Koordinasi dan

Pengawasan yaitu Penyidik Polri dan Kejaksaan sebagai bukti apabila

pengusaha/pemberi kerja tidak melakukan kewajiban yang telah ditetapkan

dan telah dilakukan upaya preventif edukatif dan represif non yustisial oleh

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS namun tidak

berhasil Apabila dalam pengumpulan bukti-bukti pengusaha/pemberi kerja

tidak bersedia memberikan data yang diperlukan, maka Pengawas

Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS dapat meminta bantuan

kepada Polisi dengan mengajukan surat permintaan penggeledahan ke

Kepolisian Daerah sebab PPNS tidak mempunyai kewenangan untuk

melakukan penggeledahan. Sedangkan jika ada berkas yang kurang atau

perlu barang bukti tambahan yang harus dilakukan penyitaan maka

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS dapat

membuat surat permohonan penyitaan ke Pengadilan Negeri agar dibuatkan

persetujuan melakukan penyitaan barang bukti ke perusahaan. Jika berhasil

melengkapi berkas dan bukti-bukti, maka PPNS membawa pelaku kepada

Korwas Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, yang selanjutnya

diserahkan ke Kejaksaan.

Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil ketenagakerjaan berdasarkan

kewenangan diatur dalam Pasal 182 ayat (1) dan(2) Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Disamping itu, tindakan lain


6

dalam penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan yaitu pengawasan yang

dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan. Kegiatan mengawasi dan

menegakkan bertujuan untuk menjamin terlaksananya peraturan perundang–

undangan. Pengawasan Ketenagakerjaan yang wilayah pengawasannya di

Provinsi Kalimantan Tengah dari 38 (tiga puluh delapan) Kabupaten/Kota

kemudian dibagi menjadi 6 (enam) Koordinasi Wilayah (selanjutnya disebut

Korwil)

Data perusahaan dan tenaga kerja di 38 Kabupaten/Kota se-

Kalimantan Tengah diperoleh dan berpedoman pada Laporan pelaksanaan

pengawasan ketenagakerjaan sesuai Permenakertrans Nomor

Per.09/Men/V/2005 dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Undang-Undang

ini mengisyaratkan, dalam rangka perluasan kesempatan kerja dan

perlindungan tenaga kerja sebagai bentuk kebijakan pokok yang bersifat

menyeluruh, serta diperlukannya data yang dapat memberikan gambaran

ketenagakerjaan di perusahaan. Ketentuan Wajib Lapor Ketenagakerjaan

Perusahaan (WLKP) tidak hanya berlaku bagi perusahaan (bentuk usaha

yang mempekerjakan buruh dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak,

baik milik swasta maupun milik negara), melainkan juga bagi usaha- usaha

sosial dan usaha lainnya yang tidak berbentuk perusahaan. Usaha-usaha

yang dimaksud akan diperlakukan sama apabila mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain selayaknya perusahaan mempekerjakan buruh.

Kewajiban melaporkan kondisi ketenagakerjaan di perusahaan secara


7

tertulis sesuai ketentuan dilakukan oleh pengusaha setelah mendirikan,

menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan secara berkala setiap

tahun sekali dan sebelum memindahkan, menghentikan atau membubarkan

perusahaan. Sejalan dengan peralihan Pengawas Ketenegakerjaan dari

Kabupaten/Kota ke Provinsi di Tahun 2017 maka Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah melakukan inovasi Pelayanan

WLKP secara online per 1 Desember Tahun 2017 melalui program

SiWALAN (Sistem Wajib Lapor Ketenagakerjaan)

Berdasarkan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan

Tengah mempunyai tugas mengawasi dan menegakkan pelaksanaan

peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas

Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan

dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan untuk mengawasi dan

menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan.

Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis adalah Pengawas

Ketenagakerjaan yang memiliki keahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri

untuk melakukan pengujian Norma Ketenagakerjaan sesuai peraturan

perundang-undangan. Pimpinan Unit Kerja Pengawasan Ketenagakerjaan

wajib menyusun rencana kerja Pengawasan Ketenagakerjaan. Rencana kerja

Pengawasan Ketenagakerjaan disusun setiap tahun dengan mengacu pada


8

kondisi ketenagakerjaan, sosial, ekonomi, dan geografis. Pengawas

Ketenagakerjaan wajib menyusun dan melaksanakan rencana kerja

pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 3 huruf b Kemnaker

Nomor 33 tahun 2016 paling sedikit 5 (lima) Perusahan setiap bulan.

Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 wajib menyusun dan melaksanakan

rencana kerja pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf

c Kemnaker No.33 tahun 2016 Kalimantanpaling sedikit 8 (delapan) obyek

pengujian norma K3 setiap bulan.

Pembinaan sebagaimana dapat dilakukan melalui kegiatan

penasehatan teknis, sosialisasi, pelatihan, temu konsultasi, diskusi dan

pendampingan. Pengawas Ketenagakerjaan wajib membuat laporan hasil

Pembinaan. Laporan hasil Pembinaan disampaikan kepada Pimpinan Unit

Kerja Pengawasan Ketenagakerjaan yang sekurang - kurangnya memuat :

a. tempat dan tanggal pelaksanaan pembinaan;

b. identitas Perusahaan;

c. materi Pembinaan;

d. hasil pembinaan;

e. kesimpulan dan saran;

f. tanda tangan dan nama terang Pengawas Ketenagakerjaan

Berkaitan dengan kasus pembayaran upah di bawah UMK yang kerap

kali terjadi di Kalimantan Tengah, dan Berdasarkan pemaparan hasil

penelitian pembayaran upah di bawah UMK perihal dugaan pelanggaran

hak normatif (Pimpinan Hotel City Iin membayar upah di bawah ketentuan
9

UMK Palangkaraya pada Tahun 2016, melanggar Pasal 90 ayat (1) Jo Pasal

185 UUK). Penanganan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan

dan/atau sekaligus sebagai PPNS pada kasus/perkara Hotel City Iin telah

melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud :

1. Dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pembinaan ditemui oleh

Direktur dan HRD Hotel City Iin, tim Pengawas Ketenagakerjaan

meminta copyan bukti daftar hadir dan slip gaji pekerja/buruh,

namun pihak manajeman belum bisa memberikan, tetapi berjanji

akan menyerahkan dokumen sesuai permintaan dan menyelesaikan

permasalahan dengan pekerja/buruh di Hotel City Iin.

2. Setelah ditunggu-tunggu berkas yang dijanjikan oleh manajeman

belum diberikan kepada Pengawas Ketenagakerjaan yang

memeriksa dan tidak ada kabar/informasi dari perusahaan sehingga

Pengawas Ketenagakerjaan beranggapan permasalahan sudah

diselesaikan oleh perusahaan.

3. Berdasarkan hal tersebut Pengawas Ketenagakerjaan mengeluarkan

Nota Pemeriksaan I dengan memberikan batas waktu pemenuhan

sesuai isi Nota Pemeriksaan.

4. Sampai batas waktu yang ditentukan dan diberikan kelebihan

waktu perusahaan belum melaporkan dan menyampaikan berkas-

berkas ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Kalimantan Tengah, sehingga Pegawas Ketenagakerjaan

mengeluarkan Nota Pemeriksaan II.


10

5. Selanjutnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan

Tengahmemberikan surat undangan kepada pimpinan Hotel City

Iin untuk hadir Di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Kalimantan Tengahtepatnya di Bagian Pengawasan

Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan

membawa berkas-berkas yang berkaitan dengan pekerja/buruh,

namun pihak perusahaan tidak hadir.

Menindaklanjuti Nota Pemeriksaan I dan II serta Kalimantanban Nota

Pemeriksaan mengenai pemberian upah dibawah UMK Tahun 2016

terhadap pekerja/buruh, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Kalimantan Tengah mengadakan gelar kasus dengan mengundang

Pengusaha Hotel City Iin serta mendatangkan Koordinasi Pengawas

(selanjutnya disebut Korwas) Kepolisian Provinsi Kalimantan Tengah,

Kejaksaan, Ahli dan Akademis di bidang hukum ketenagakerjaan.

Pengawas Ketenagakerjaan memiliki kewenangan untuk melakukan

tindakan represif yustisial ketika pimpinan unit kerja menerima laporan

bahwa Nota Pemeriksaan II tidak dilaksanakan oleh pengusaha/pemberi

kerja, dan berdasarkan hal tersebut mulai dilakukan penyidikan.

Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS sampai

diserahkannya pelaku yang diduga melakukan tindak pidana, bukti-bukti

yaitu hasil pemeriksaan, Nota Pemeriksaan I dan Nota Pemeriksaan II, hasil

mengadakan gelar kasus berupa keterangan akademisi dan ahli di bidang

ketenagakerjaan sebagai pertimbangan membuat laporan kejadian kepada


11

Korwas Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, karena Korwas

Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Tengahyang mempunyai

kewenangan menyerahkan pengajuan berkas kasus/perkara ke Kejaksaan.

Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau sekaligus sebagai PPNS telah

mengupayakan agar kasus/perkara Hotel City Iin dapat diselesaikan melalui

perundingan bipartit dan perundingan tripartit serta pembinaan kepada

pengusaha/pemberi kerja sebagai subyek ketenagakerjaan, tetapi upaya

tersebut tidak berhasil. Oleh sebab itu, dilakukan tindakan represif yustisial

terhadap Direktur Hotel City Iin, dan pada tanggal 22 maret 2016 PPNS

sekaligus sebagai Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah membawa berkas pengajuan

kasus/perkara Hotel City Iin, bukti-bukti dan Direktur Hotel City Iin kepada

Korwas Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, yang selanjutnya

Korwas Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah menyerahkan ke

Kejaksaan. Kasus/perkara Hotel City Iin saat ini sudah sampai proses P21

dan Direktur Hotel City Iin menjadi tahanan kota yang wajib absen ke

Kejaksaan 1 (satu) minggu 2 (dua) kali.

Berdasarkan pemaparan diatas maka pelaksanaan penegakan hukum

di bidang ketenagakerjaan dapat dikatakan berlaku efektif meski sebagian

orang menganggap penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan

menimbulkan kontradiktif karena melemahkan daya saing perekonomian

dan sebaliknya sebagian orang menganggap ancaman sanksi pidana di

bidang ketenagakerjaan membuat hukum semakin ditegakkan agar


12

mencapai tujuan yang diinginkan yaitu kondisi kerja yang layak.

Pelaksanaan penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan dapat dikatakan

berlaku secara efektif karena berdasarkan data yang diperoleh penulis yaitu

laporan kasus/perkara tahun 2020-2021 di Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah, sebagian besar dapat

diselesaikan melalui tindakan preventif edukatif dan/atau represif non

yustisial sedangkan sanksi pidana sebagai ancaman atau alat untuk memaksa

pengusaha/pemberi kerja agar patuh terhadap peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan dan melaksanakan kewajibannya dengan benar.

Maka Menurut penulis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah

melakukan kewenangan dan tugasnya Sebagai pengawas ketenagakerjaan

sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Kementerian Tenaga Kerja No.

33 Tahun 2016. Upaya yang dilakukan pengawas ketenagakerjaan terhadap

perusahaan yang melakukan pelanggaran diantaranya :

a. Melakukan Konfirmasi, proses konfirmasi oleh SATWASKER

dilakukan untuk melihat kebenaran dan kecocokan antara data dan

lapangan apakah Perusahaan tersebut benar melaksanakan

pelanggaran

b. Melakukan Pembinaan, proses pembinaan dimaksudkan untuk

memberikan pemahaman kepada perusahaan agar dalam

melaksanakan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan

secara maksimal. Selanjutnya SATWASKER memberikan arahan


13

dan bimbingan bagi pemilik usaha agar memperbaiki proses

pemberihan upah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c. Memberikan Peringatan, proses selanjutnya yang dilakukan oleh

SATWASKER apabila terdapat pelanggaran oleh perusahaan

adalah akan diberikan peringatan yang akan dimasukkan ke dalam

nota pemeriksaan sampai jangka waktu 30 hari dan apabila sampai

batas waktu yang ditentukan belum dipenuhi oleh perusahaan maka

SATWASKER akan memberikan peringatan kedua.

d. Pembuatan Laporan Tindak Pidana, jika peringatan kedua masih

belum dipenuhi oleh pihak perusahaan maka SATWASKER akan

membuat laporan berita kejadian yang akan diserahkan kepada

penyidik dan proses selanjutnya akan diproses oleh pengadilan.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa, Peran Disnaker dalam

pelaksanaan dan pengawasan kebijakan upah minimum yang sudah

disahkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah kemudian disosialisasikan

keseluruh perusahaan diwilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Pelaksanaan

dan pengawasan kebijakan upah minimum juga berdasarkan adanya surat

wajib lapor perusahaan, dimana didalam berisi kodefikasi perusahaan,

keadaan perusahaan, keadaan ketenagakerjaan dan pengesahan. Setiap

laporan yang dikumpulkan oleh semua perusahaan yang berada wilayah

Kota Palangkaraya yang nantinya akan menjadi dasar dari bidang

pengawasan untuk mengambil tindakan guna melindungi tenaga kerja sesuai


14

dengan fungsinya yaitu melakukan pengawasan norma tenaga kerjain yang

berkenaan dengan pengupahan.

Pelaksanaan penegakan hukum tidak selamanya berjalan dengan

lancar meskipun penegak hukum telah melakukan tugas dan kewajibannya,

Penegakan hukum di Indonesia memiliki faktor guna menunjang

berjalannya tujuan dari penegakan hukum tersebut. Perlu juga diketahui,

dalam pelaksanaannya terkadang mengalami hambatan- hambatan yang

sangat mempengaruhi dalam kelancaran pelaksanaan penegakan hukum.

Adapun hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan penegakan

hukum yang dilakukan oleh Pengawas ketenegakerjaan terhadap

pelanggaran pembayaran upah di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah

adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya kesadaran: Banyak perusahaan atau pengusaha

mungkin tidak menyadari atau tidak memahami sepenuhnya

aturan upah minimum yang berlaku di wilayah tersebut. Ini

dapat mengakibatkan pembayaran upah di bawah standar yang

ditetapkan tanpa disengaja. Kurangnya kesadaran ini dapat

menjadi kendala dalam penegakan hukum karena perusahaan

mungkin perlu diingatkan atau diberi tahu tentang kewajiban

mereka.

b. Sumber daya yang terbatas: Penegakan hukum membutuhkan

sumber daya manusia, keuangan, dan infrastruktur yang

memadai. Namun, terkadang lembaga penegak hukum di


15

wilayah tersebut mungkin mengalami keterbatasan dalam hal

personel, anggaran, atau sarana dan prasarana. Hal ini dapat

mempengaruhi kemampuan mereka untuk secara efektif

mengawasi dan menegakkan aturan upah minimum.

c. Keterlibatan pihak ketiga: Beberapa pengusaha mungkin

menggunakan pihak ketiga, seperti subkontraktor atau agen

perekrutan, untuk mengelola tenaga kerja mereka. Ini dapat

menyulitkan penegakan hukum karena adanya keterlibatan

pihak ketiga yang mungkin tidak sepenuhnya mengikuti aturan

upah minimum. Menemukan tanggung Kalimantanb yang tepat

dan menegakkan aturan pada pihak ketiga ini dapat menjadi

kompleks.

d. Keterbatasan inspeksi dan pemantauan: Inspeksi dan

pemantauan lapangan yang efektif diperlukan untuk mendeteksi

pelanggaran upah minimum. Namun, keterbatasan sumber daya

atau jumlah inspektur yang tersedia dapat membuat sulit untuk

secara konsisten melakukan pemeriksaan yang komprehensif.

Hal ini dapat menyebabkan pelanggaran tidak terdeteksi atau

tidak segera ditindaklanjuti.

e. Perlawanan atau intimidasi: Beberapa pengusaha yang

melanggar upah minimum mungkin menggunakan taktik

intimidasi atau mempengaruhi para pekerja yang menjadi

korban untuk tidak melaporkan pelanggaran tersebut. Ini dapat


16

membuat para pekerja ragu atau takut melaporkan pelanggaran,

sehingga menghambat penegakan hukum.

Dalam konteks pembaharuan hukum ketengakerjaan dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang

selanjutnya disebut dengan UU Cipta Kerja maka dapat dilihat UU Cipta

Kerja menghilangkan ketentuan Pasal 89 Undang-Undang Ketenagakerjaan

sekaligus mempercabang Pasal 88 menjadi Pasal 88C. Tertuang dalam Pasal

88C ayat (1) UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa “Gubernur wajib

menetapkan upah minimum provinsi.” Selanjutnya dalam Pasal 88C ayat (2)

UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa “Gubernur dapat menetapkan upah

minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.” Diksi kata “dapat”

memanifestasikan bahwa gubernur berpotensi untuk menghiraukan

penetapan upah minimum kabupaten/kota, karena penetapannya bersifat

tidak wajib yang berpotensi memberikan dampak kepada buruh/pekerja

dalam penerimaan upah yang kurang.

Ketentuan dalam Pasal 88 ayat 2 UU Cipta Kerja juga dinilai hanya

memberikan kewajiban upah minimum Provinsi sedangkan upah minimum

di Kabupaten/Kota bersifat pilihan atau opsional. Namun, di antara ketiga

jenis upah minimum tersebut, upah minimum Provinsi memiliki nilai

terendah, mengingat upah minimum Kabupaten/Kota harus ditetapkan

dengan nilai yang lebih tinggi dari upah minimum Provinsi. Oleh karena itu,

upah minimum Provinsi tidak sepenuhnya mencerminkan standar kehidupan

yang layak di suatu Kabupaten/Kota. Hal ini dapat menyebabkan disparitas


17

dalam kondisi ekonomi-sosial antara Kabupaten/Kota yang berbeda di

dalam suatu Provinsi. Selain itu ketentuan upah minimum Kabupaten/Kota

yang memiliki syarat tertentu dapat mengakibatkan potensi merugikan

pekerja karena dapat mengurangi penghasilan pekerja di sektor masing-

masing.

Suatu regulasi atau kebijakan tentunya harus memiliki kekuatan

hukum atau supremasi hukum yang dapat mengikat pihak-pihak yang

dicantumkan dalam hukum tersebut. Kekuatan hukum yang dimaksud yaitu

kekuatan untuk mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan

juga kekuatan hukum dalam arti nilai pembuktian ketika perjanjian tersebut

dijadikan sebagai alat bukti. Supremasi hukum merupakan usaha untuk

menjaga dan menempatkan hukum pada posisi paling tinggi. Dengan

memastikan hukum ditempatkan dengan semestinya, hukum dapat

melindungi semua anggota masyarakat tanpa adanya campur tangan dari

pihak manapun, termasuk pihak penyelenggara negara. Oleh karena itu,

supremasi hukum tidak hanya berkaitan dengan keberadaan peraturan

hukum yang ditetapkan, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk

menegakkan prinsip-prinsip hukum. Dasar hukum yang menyatakan bahwa

Indonesia adalah negara hukum tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.

Dalam penelitian ini Hotel City Iin merupakan subjek penelitian yang

didasari oleh ketidaktentuan upah yang diberikan perusahaan yang tidak

sesuai dengan UMP Kalimantan Tengah dan UMK Kota Palangkaraya.


18

Diketahui bahwa untuk jabatan staff/karyawan perbulannya memperoleh

gaji yang berkisar Rp. 1.000.000.

Bila ditinjau dari ketentuan Upah Minimum Kota (UMP) Kota

Palangkaraya pada tahun 2016 yakni sebesar Rp. 2.129.431, akan tetapi

upah yang diberikan oleh Hotel City Iin sebesar Rp. 1.000.000 kepada

buruh/pekerja pada Perusahaan tersebut sangat jauh dengan ketentuan UMK

yang berlaku. Hal ini merupakan salah satu pelanggaran hukum

ketenagakerjaan dan pengupahan sebagaimana menurut Pasal 88A (4) UU

Cipta Kerja yang berbunyi:

“Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara

Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh

tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan.”.

Dalam Pasal 88E ayat (2) UU Cipta Kerja disebutkan bahwa:

“Pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari Upah minimum”.

Bila ditinjau dalam regulasi pemberian upah minimum pada UU Cipta Kerja

tersebut dapat kita ketahui bahwa Hotel City Iin telah melanggar ketentuan

upah minimum yang diberikan kepada buruh/pekerja yang diperkuat dengan

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 57 Tahun 2015 tentang

Upah Minimum Kota dan Upah Minimum Sektoral Kota Tahun 2016 kota

Palangkaraya.

Pada fenomena pemberian upah yang di bawah ketentuan upah

minimum di suatu wilayah merupakan salah satu pelanggaran UU Cipta


19

Kerja. Dalam hal ini Hotel City Iin juga telah melakukan pelanggaran

dengan memberikan upah kepada karyawan di bawah ketentuan UMK Kota

Palangkaraya tahun 2016. Pemberian upah di bawah ketentuan UMK

tersebut juga didasari oleh berbagai situasi dan kondisi, kemudian kebijakan

yang diambil oleh pihak manajemen Hotel City Iin.

Jika merujuk pada fakta perkara dari Hotel City Iin di atas, bahwa

pemberian upah di bawah ketentuan upah minimum UMK dimengerti oleh

pegawai karena disebabkan oleh tuntutan ekonomi (kemiskinan) berikut

dengan situasi dan kondisi susahnya mencari. Karyawan tersebut juga

memiliki rasa percaya yang cukup tinggi dengan kebijakan yang diambil

oleh perusahaan mengenai pengupahan, dimana perusahaan memiliki

alasan-alasan tersendiri dalam memberikan upah di bawah ketentuan UMK

Kota Palangkaraya.

Akan tetapi hal yang perlu menjadi sorotan adalah terkait dengan

pemberian upah kepada karyawan Hotel City Iin yang kurang dari ketentuan

UMK Kota Palangkaraya 2016. Pada prinsipnya pengusaha dilarang

membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang telah di tetapkan

sesuai aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 185 UU Cipta Kerja diatur

bahwa:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal

88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau

Pasal 160 ayat (41 dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1
20

(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda

paling sedikit Rp100.000.000.,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”.

Secara hukum, keabsahan perusahaan yang membayar upah kepada

pekerja di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) dapat ditinjau dari perjanjian atau kontrak yang

dibuat. Dalam hal ini, keputusan terkait dengan perjanjian atau kontrak kerja

tersebut bergantung pada pilihan calon pekerja untuk menerimanya atau

menolaknya. Sebab perjanjian atau kontrak kerja pada dasarnya

memerlukan kesepakatan antara kedua belah pihak agar dapat berlaku

secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu Undang-

undang nomor 13 tahun 2003 Pasal 51 ayat (2) “Perjanjian kerja yang

disyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Yang terjadi terhadap Hotel City Iin berdasarkan fakta dalam perkara

terdapat beberapa alasan yang menyebabkan mengapa belum dapat

memberikan upah kepada karyawannya sesuai Peraturan Gubernur

Kalimantan Tengah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Kota

dan Upah Minimum Sektoral Kota Tahun 2016 kota Palangkaraya

sebagaimana berikut:

1. Margine atau keuntungan yang didapat dari jasa hotel tidak terlalu

besar yaitu 5-10%


21

2. Masih adanya tanggungan terhadap bunga bank yang harus di

bayarkan karena Hotel City Iin masih memanfaatkan fasilitas kredit

dari bank dalam memperoleh Kredit Modal Kerja.

3. Masih adanya pinjaman leasing untuk kendaraan operational yaitu

kredit mobil dan motor.

4. Adanya potongan harga dalam bentuk discount, seperti cost

discount, quantity discount, dan reguler discount yang berada

dikisaran 2 sampai 4% juga sangat mempengaruhi terhadap profit

margine atau keutungan perusahaan, yang juga berpengaruh

terhadap pendapatan karyawan.

Berdasarkan fakta dapat diketahui bahwa pihak manajemen

perusahaan senantiasa memberikan yang terbaik bagi karyawannya akan

tetapi tetap memperhatikan aspek bisnis-bisnis yang dapat mempengaruhi

pendapatan yang diterima oleh perusahaan khususnya pada ratio

keuntungan, dan kerugian yang diterima oleh perusahaan dari proses atau

aktivitas bisnis Hotel City Iin.

Pada prinsipnya, sistem umum upah tetap dimaksudkan untuk

mengurangi eksploitasi pekerja. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMK)

merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin perlindungan tenaga

kerja. Adanya aturan bahwa pengusaha dilarang membayar upah di bawah

upah minimum, dalam hal penetapan upah minimum sebaiknya ada satu

pihak yang akan mengawasi masing-masing perusahaan. Dengan kerangka

ini diharapkan tidak ada lagi perusahaan yang mengadopsi upah di bawah
22

upah minimum. Namun, jika ada perusahaan yang tidak mampu membayar

berdasarkan UMP yang dikoreksi, perusahaan juga berhak meminta

penangguhan penerapan UMP atau UMK terhadap perusahaan tersebut.

Selain itu, permintaan penghentian persetujuan antara pengusaha,

pekerja serikat pekerja dan pekerja harus dilakukan secara tertulis.

Penangguhan tersebut juga harus disertai dengan persetujuan tertulis di

awal. Laporan keuangan perusahaan, neraca, perhitungan laba rugi selama

dua tahun terakhir. Kemudian salinan akta pendirian. Jika terjadi masalah

keuangan, perusahaan dapat menunda gaji hingga 1 tahun. Selain itu, gaji

harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku jika 12 bulan telah berlalu.

Dalam suatu peraturan yang telah ditetapkan, pentingnya suatu penegakan

dan pengawasan hukum merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan dari implementasi dari peraturan tersebut. Pada peraturan UU

Cipta Kerja yang mengatur kewajiban pembayaran upah yang berdasarkan

oleh tidak boleh kurang dari ketetapan UMP dan UMK di suatu wilayah.

Pada kasus pemberian upah Hotel City Iin terindikasi melakukan

pelanggaran hukum, dengan tidak menaati ketentuan pemberian upah

minimum yang didasari oleh ketentuan hukum yakni UU Cipta Kerja, PP

Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, dan Peraturan Gubernur

Kalimantan Tengah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Upah Minimum Kota

dan Upah Minimum Sektoral Kota Tahun 2016 kota Palangkaraya. Lantas

dalam implementasinya apakah UU Cipta Kerja berpengaruh dalam

pengupahan yang berdasarkan UMP, dan UMK yang ditetapkan oleh


23

Gubernur. Peneliti menyimpulkan bahwa upah Hotel City Iin belum sesuai

UMK Kota Kota Palangkaraya. Hotel City Iin tidak memenuhi

kewajibannya di mata hukum, sesuai Pasal 90 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bagi pengusaha

yang tidak mampu membayar upah minimum dapat mengajukan

penangguhan.

Adapun Tata cara penangguhan upah minimum diatur dalam

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor

KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan

Pelaksanaan Upah Minimum. Melihat kasus Hotel City Iin aspek hukum

pidana yang dikenakan sebagaimana ketentuan dari Pasal 185 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal

88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau

Pasal 160 ayat (41 dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda

paling sedikit Rp100.000.000.,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”.

Pada praktiknya, penegakan hukum pidana dalam konteks

ketenagakerjaan masih kurang dilakukan, terutama dalam kasus pengaduan

terkait pembayaran upah di bawah upah minimum. Kondisi pekerja atau

buruh yang rentan karena kebutuhan pekerjaan masih menjadi hambatan


24

utama yang menghalangi mereka untuk melaporkan pelanggaran pidana

terkait pembayaran upah.

Dalam hal permasalahan terkait pengupahan atau khususnya

penangguhan upah minimum. Peran dari pengawas ketenagakerjaan sangat

dibutuhkan. Kualitas dan kuantitas dari pengawas tersebut harus

ditingkatkan. Selain peran Dinas Ketenagakerjaan juga terdapat aparatur

lain yang bertindak sebagai pengawas sebagaimana telah disinggung dalam

Pasal 80 PP 36 Tahun 2021, yaitu:

“(5) Direktur jenderal atau kepala dinas sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) menyampaikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang

mengenakan sanksi administratif. (6) Menteri terkait, gubernur, bupati/wali

kota, atau pejabat yang ditunjuk memberitahukan pelaksanaan pengenaan

sanksi administratif kepada Menteri.” Saat ini, berdasarkan data dan fakta

lapangan kualitas dan kuantitas di Provinsi Kalimantan Tengah masih

sangat kurang. Hendaknya Pemerintah lebih memperhatikan tentang

kebijakan pengupahan untuk meningkatkan harkat dan martabat pekerja

Anda mungkin juga menyukai