Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana berupa kejahatan yang dilakukan oleh perserikatan orang atau
badan hukum secara terorganisasi sangat sering terjadi. Kejahatan tersebut biasa
dikenal dengan istilah kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi tidak hanya
membahayakan nyawa seseorang tetapi juga dapat mengakibatkan kerugian bagi
pihak tertentu, memberikan dampak negatif bagi lingkungan seperti kebakaran di
Bromo (Bukit Teletubies), dan sebagainya. Adapun pada kesempatan kali ini, penulis
hendak mengangkat sebuah kasus kejahatan korporasi terhadap buruh.
Pemberian upah atau gaji yang layak merupakan hak konstitusional buruh,
sebagaimana ditekankan oleh Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang
mempekerjakannya. Konstitusi telah melahirkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut
untuk mengawal pelaksanaan pasal tersebut untuk menciptakan konkretisasi terhadap
pelaksanaan dalam lingkup ketenagakerjaan, yakni melalui Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan pidana telah dituangkan dalam
undang-undang tersebut untuk menghukum pihak yang melanggar ketentuan yang
ada.
Kasus yang hendak dianalisis melalui penulisan ini ialah perusahaan yang
mengupahi karyawan dengan tidak sesuai standar yang ada. Pelaku yang terjerat
pidana ialah Direktur PT. Panca Puji Bangun. Proses pemidanaan telah menempuh
upaya kasasi dan menguatkan bahwa pelaku terbukti bersalah dalam kejahatan berupa
pemberian gaji/upah di bawah standar yang ada. Melalui penulisan ini, penulis akan
melakukan kajian secara mendalam guna mengetahui kejahatan korporasi seperti
apakah yang dilakukan oleh pelaku serta kaitannya dengan teori korporasi

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana konsep kejahatan korporasi terhadap buruh?
2) Apakah tindakan yang dilakukan oleh Direktur PT. Panca Puji Bangun dapat
dikualifikasikan sebagai kejahatan korporasi terhadap buruh?
BAB II

PEMBAHASAN

a) Bagaimana konsep kejahatan korporasi terhadap buruh?

b) Tindakan Yang Dilakukan Oleh Direktur PT. Panca Puji Bangun Dapat
Dikualifikasikan Sebagai Kejahatan Korporasi Terhadap Buruh.

Kasus upah buruh di bawah UMR di Surabaya yang melibatkan PT Panca Puji Bangun,
melanggar beberapa hak asasi manusia salah satunya tentang ketenagakerjaan. Kasus ini
bermula saat PT Panca Puji Bangun memperkerjakan 35 orang karyawan di pabriknya di Jl.
Tanjung Anom, Surabaya pada tahun 2004. Selama tahun 2004-2010, PT Panca Puji Bangun
menggaji buruhnya di bawah UMR, upah terendahnya Rp. 680.000,- sebanyak 10 orang dan
upah tertingginya sebesar Rp. 1.200.000.

Salah satu karyawan yang bernama Yudi Santoso mendapatkan upah:

1. Gaji pokok Rp 300 ribu.


2. Tunjangan keluarga Rp 30 ribu.
3. Tunjangan rumah Rp 150 ribu.
4. Tunjangan transportasi Rp 6 ribu per kedatangan.
5. Uang premi Rp 50 ribu.

Pengupahan merupakan sisi yang paling rawan di dalam hubungan industrial maupun
sektor formal lainnya. Di satu sisi upah adalah merupakan hak bagi karyawan sebagai
imbalan atas jasa atau tenaga yang diberikan, di lain pihak pengusaha melihat upah sebagai
biaya. Kesepakatan atas upah yang diberikan dari pengusaha kepada karyawan biasanya
dituangkan dalam suatu perjanjian. Dalam hal ini tak jarang menimbulkan masalah seperti
contohnya pengusaha yang tidak membayarkan upah yang sesuai kepada karyawannya yang
menyebabkan pengusaha tersebut melakukan Wanprestasi. Tanggung jawab PT. Panca Puji
Bangun terhadap pekerja atau buruh yang mendapatkan upah dibawah upah minimum yakni
dengan mengganti kerugian yang di derita oleh pihak pekerja atau buruh. Pelaksanaan upah
minimum PT. Panca Puji Bangun Kota Surabaya jika dihubungkan dengan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yakni pelaksanaan pemberian upah
minimum oleh PT Panca Puji Bangun kepada 10 orang pekerja/buruh merupakan suatu
tindakan yang tidak sesuai jika dilihat berdasarkan Pasal 88 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penyelesaiannya bila pekerja atau
buruh yang belum memperoleh upah minimum dari PT. Panca Puji Bangun yakni dengan
melaporkan PT Panca Puji Bangun atas Wanprestasi yang telah dilakukan.

Kejahatan atau tindak pidana oleh korporasi terhadap pekerja dimungkinkan terjadi
mengingat semakin meningkatnya persaingan usaha ditengah menyempitnya lapangan kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa bentuk tindak pidana oleh korporasi dikategorikan berupa tindak
pidana kejahatan dan pelanggaran sedangkan penyelesaiannya belum dapat menjerat
korporasi secara langsung karena tindak pidana oleh korporasi terhadap pekerja merupakan
delik aduan yang berpotensi mengakibatkan kerugian yang lebih besar bagi korban tindak
pidana, selain itu profesionalitas dan kompetensi penegak hukum dibidang ketenagakerjaan
tidak berimbang dengan tingkat kompleksitas tindak pidana serta inkonsistensi peraturan
perundang-undangang mengakibatkan sulit terwujudnya penegakan hukum tindak pidana
oleh korporasi terhadap pekerja sehingga dibutuhkan terobosan hukum atau cara yang dapat
memulihkan hubungan diantara keduanya baik pelaku maupun korban.

Berdasarkan pasal 1 angka 30 UU Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa yang


dimaksud dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang
ditetapkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja,buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah dan/atau akan dilakukan. Komponen-komponen upah terdiri atas: upah pokok,
tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Kaitannya dengan pengupahan ini pada dasarnya
pengusaha tidak boleh memberikan upah di bawah upah minimum. Upah minimum terdiri
atas :

a. Upah minimum provinsi/kabupaten yaitu upah minimum yang berlaku pada


provinsi/kabupaten tertentu.
b. Upah minimum sektoral regional yaitu upah minimum yang berlaku pada sektor
usaha tertentu pada daerah tertentu tidak boleh lebih rendah dari upah minimum
daerah yang besangkutan.

Dalam hal pengusaha mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja yaitu 7 jam sehari dan 40
jam seminggu untuk 6 hari kerja atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari, maka
pengusaha wajib membayar upah lembur. Besarnya upah lembur ditentukan dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No…Kep72/MEN/1984 tentang dasar perhitungan upah lembur.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat diancam pidana kurungan paling singkat 1
bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah) dan sanksi itu tidak menghilangkan kewajiban bagi pengusaha untuk membayar hak-
hak dan/atau ganti kerugian kepada pekerja.
Bagoes selaku Direktur PT Panca Puji Bangun dilaporkan telah melanggar Pasal 91
ayat 1 jo Pasal 185 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal itu
berbunyi: Pasal 91 ayat 1 berbunyi, Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan
antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih
rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Adapun Pasal 185 berbunyi:

1. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal
143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan
paling banyak Rp 400 juta.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan. Kasus pun bergulir hingga ke pengadilan. Pada 30 Maret 2010, jaksa
menuntut Bagoes selama 18 bulan penjara. Gayung bersambut. Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya menghukum Bagoes selama 1 tahun penjara karena menggaji
karyawannya di bawah UMR. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya
pada 13 April 2010 dan kasasi pada 8 November 2011.

Tidak terima dengan putusan itu, Bagoes mengambil langkah hukum luar biasa yaitu
mengajukan peninjauan kembali (PK). Alasan Bagoes yang mengaku hanya karyawan ditepis
MA. Sebab, sebagai direktur, mempunyai kemampuan untuk menyatakan sistem penggajian
di perusahaan telah melanggar perundangan yang berakibat pidana, yang tidak boleh
dilanggar oleh perusahaan dan harus dipatuhi. "Terpidana tidak dapat mengajukan bukti
pernah mengajukan keberatannya kepada pemilik perusahaan, agar penggajian karyawan
diperbaiki sesuai aturan perundangan, karenanya permohonan PK tidak dapat dibenarkan,"
pungkas majelis pada 5 Mei 2015.

Dilihat dari kasus di atas, PT Puri Panca Pujibangun telah melakukan wanprestasi
karena pekerja/buruh diberikan upah tidak sesuai UMK, dan 2 orang pekerja dirumahkan
dengan alasan kinerja mereka yang kurang baik. PT Puri Panca Puji Bangun tersebut telah
melanggar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang tertuang dalam
peraturan perusahaan (PP), yaitu hak dan kewajiban pekerja. Oleh karena itu, penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dilakukan melalui proses pengadilan hubungan industrial
dan telah memiliki kekuatan hokum yang tetap dengan putusan bahwa Bagoes selaku
Direktur PT Panca Puji Bangun dihukum penjara 1 tahun. Putusan itu dikuatkan Pengadilan
Tinggi (PT) Surabaya pada 13 April 2010 dan kasasi pada 8 November 2011.

Anda mungkin juga menyukai