(MAN309)
MODUL SESI 3
PERATURAN PERUSAHAAN
DISUSUN OLEH
Dr.Ir. ROJUANIAH, MM
Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik
nasional maupun multinasional dalam menjalankan manajemen dan operasionalnya
sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu
peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh karyawan agar dapat
berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pengertian peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 1 angka 20 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh
pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan
pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan
Pada dasarnya, perusahaan membutuhkan suatu pedoman agar kegiatan operasional
dapat berjalan dengan baik. Terutama perusahaan yang sudah berkembang dan
sudah memiliki banyak karyawan, menjadi hal yang penting untuk membuat
peraturan internal yang mengatur berbagai kepentingan antara perusahaan dan
pekerja. Peraturan Perusahaan juga berguna untuk mengurangi potensi konflik
antara perusahaan dan pekerja, dengan adanya peraturan yang menjadi pedoman
maka peraturan tersebut memiliki konsekuensi hukum antara perusahaan dan
Hal yang patut diperhatikan adalah jika perusahaan memiliki cabang dan anak
perusahaan. Menurut Pasal 3 ayat (5) Permenaker 28/2014 dalam hal peraturan
perusahaan turunan belum disahkan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat, maka peraturan perusahaan
yang berlaku di cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan adalah peraturan
perusahaan yang berlaku pada perusahaan induk dari perusahaan di cabang/unit
kerja/perwakilan perusahaan. Selain itu jika beberapa perusahaan tergabung dalam
1 (satu) grup, menurut pasal 3 ayat (6) Permenaker 28/2014 peraturan perusahaan
dibuat oleh masing-masing perusahaan. Artinya, induk perusahaan yang menaungi
anak perusahaan, masing-masing wajib membuat peraturan perusahaan yang
disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang.
Peraturan perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah mendapat pengesahan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi
ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan pengesahan dari
Atas dasar diatas, peraturan perusahaan dianggap sah dan memiliki kekuatan
hukum mengikat jika sudah mendapatkan pengesahan dari Menteri atau Pejabat
yang berwenang, sesuai dengan Pasal 108 ayat (1) UU 13/2003 jo Pasal 7
Permenaker 28/2014.
Pengesahan peraturan perusahaan harus sudah diberikan dalam waktu paling lama
30 hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima. Jika peraturan perusahaan
telah sesuai dengan persyaratan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU
Ketenagakerjaan , maka dalam waktu 30 hari kerja sudah terlampaui dan peraturan
perusahaan belum disahkan, peraturan tersebut dianggap telah mendapatkan
pengesahan.
Adapun ketentuan lebih spesifik mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan
peraturan perusahaan diatur dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28
Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan
Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 28/2014
Pembuatan PP dilarang:
a) Menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya; dan
b) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Wajib
Ketentuan dalam PP mengenai syarat minimal harus sesuai dengan yang
diatur oleh ketentuan ketenagakerjaan
Boleh
Ketentuan dalam PP dapat mengatur hal-hal lain yang belum diatur dalam
perundang-undangan ketenagakerjaan sepanjang tidak melanggar ketentuan
yang sudah ditetapkan peraturan perundangan
Tidak Boleh
PP tidak boleh mengatur yang lebih rendah dari ketentuan minimum dalam
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Normatif
Isi PP adalah hal-hal yang diatur oleh ketentuan ketenagakerjaan yang
berlaku seperti : pengupahan minimum, jam kerja, cuti dan jam istirahat,
jaminan kesejahteraan, proses pemutusan hubungan kerja
Tidak Normatif
Hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan yang berlaku dengan tujuan memberikan keleuasaan
kepada perusahaan, namun tidak boleh lebih rendah dari ketentuan normatif
Apabila telah terbentuk SP/SB, maka wakil dari pekerja adalah serikat
tersebut. Dalam hal belum terbentuk SP/SB, maka wakil pekerja/buruh
adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili
kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Pembuatan PP dilarang:
a) Menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada
sebelumnya; dan
b) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Pembuatan PP merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab
pengusaha.
Masa berlaku PP paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah
habis masa berlakunya.
Tahap II
Pengusaha menyampaikan naskah PP kepada perwakilan pekerja untuk
mendapatkan saran dan pertimbangan (14 hari kerja) yang dilakuka secara
tertulis
Diperkuatkan dengan surat pernyataan dari perwakilan pekerka
Tahap III
Mengajukan permohonan secara tertulis untuk pengesahaan PP kepada
pejabat instansi ketenagakerjaan
Surat permohonan di ajukan dilengkapi dengan naskah PP (3 rangkap), akta
pendirian perusahaan atau perubahannya, bukti bahwa naskah telah
mendapatkan saran dan pertimbangan dari perwakilan pekerja, bukti
keikutsertaan program kesejahteraan, bukti lapor tenaga kerja
Permohonan tertulis memuat :
• Nama dan alamat perusahaan
• Nama pimpinan perusahaan
Tahap IV
Pejabat yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan melakukan
penelitian guna memeriksa agar PP tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Tahap V
Jika PP tersebut sudah memenuhi ketentuan, Surat Keputusan Pengesahan
akan diterbitkan dalam waktu 30 hari sejak diterimanya permohonan
Jika PP tersebut belum memenuhi kelengkapan atau terdapat materi yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka PP tersebut
harus direvisi dikembalikan secara tertulis dalam waktu 7 hari kerja ke
perusahaan
Dlam jangka waktu 14 hari kerja revisi PP harus dikembalikan kepada
instansi yang bertanggungjawab untuk diterbitkan Surat Keputusan
Pengesahan, jika pengusaha tidak mengajukan revisi, maka dianggap tidak
mengajukan pengesahan PP.
Tahap VI
“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111
ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp
Sedangkan peraturan mengenai waktu istirahat dibahas dalam Pasal 79 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan. Di pasal tersebut dikatakan bahwa istirahat antara jam kerja
sekurang-kurangnya adalah setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus
menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung jam kerja. Sehingga ketika perusahaan
memberlakukan masuk kerja pukul delapan pagi, istirahat seharusnya dilakukan
pada pukul 12 siang.
Dengan begitu, perusahaan yang melanggar hukum pengaturan jam kerja tanpa
pemberitahuan pada para karyawan bisa dikenakan sanksi pidana yang sudah diatur
pada Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dikutip sebagai berikut:
Perlakuan jam lembur dan persetujuannya dengan pegawai juga diatur pada Pasal
78 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Ada persetujuan dari karyawan yang bersangkutan; dan
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)
jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu)
minggu.”
Namun, perusahaan tak bisa serta merta membebankan lembur tanpa SPL (Surat
Penugasan Lembur) yang disetujui oleh pegawai. Jadi, ketika ada perusahaan yang
melanggar hukum di atas, akan dikenakan sanksi yang sama pada Pasal 187 ayat
Jika ini terjadi, hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata yang ada
pada Peradilan Umum (HIR/RBG). Namun, hal ini bisa berubah bila ada aturan
khusus UU mengenai PPHI. Untuk sanksi administratif memang belum diatur
secara khusus, tetapi ada beberapa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi yang bisa menjadi acuan untuk hal ini.
Semua hukum negara ini ditentukan karena adanya potensi eksplotasi tenaga kerja
di tiap sektor. Para pemilik perusahaan disarankan untuk melihat aturan-aturan yang
berlaku dan memperhatikan hak karyawan sebelum menentukan hukum perusahaan.
Selama perusahaan menaati jam kerja, upah, lembur, dan hal lainnya, seharusnya
tidak ada yang harus melanggar hukum dan menjadi masalah.