Anda di halaman 1dari 21

PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

Ila Alawiyah, Akmal Azrialdi Chandra, Faisal Hambali, Mudrikatun Nisa, Zamza
Prilanita

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

abstrak

Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama (PKB) merupakan dua dokumen yang
penting dalam menjalankan hubungan kerja di suatu perusahaan. Peraturan perusahaan adalah
aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menentukan tata tertib dan
perilaku yang harus diikuti oleh karyawan. Sementara itu, PKB adalah kesepakatan antara
perusahaan dan serikat pekerja yang mengatur hak dan kewajiban karyawan serta perusahaan.
Kedua dokumen ini memiliki peran yang penting dalam menjaga hubungan kerja yang sehat dan
produktif antara perusahaan dan karyawan. Peraturan perusahaan memberikan panduan tentang
perilaku yang diharapkan dari karyawan di tempat kerja, sedangkan PKB menentukan hak dan
kewajiban karyawan serta perusahaan, seperti upah, tunjangan, dan jaminan sosial. Penegakan
peraturan perusahaan dan PKB harus dilakukan secara konsisten dan adil oleh perusahaan agar
karyawan merasa dihargai dan didukung. Perusahaan juga harus menginformasikan karyawan
tentang peraturan dan PKB secara jelas dan transparan. Dalam kesimpulannya, peraturan
perusahaan dan PKB adalah instrumen penting dalam menjaga hubungan kerja yang sehat dan
produktif antara perusahaan dan karyawan. Penegakan dan penerapan keduanya secara konsisten
dan adil akan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.

Kata kunci: peraturan perusahaan ; perjanjian kerja bersama ; serikat buruh

abstract

Company regulations and collective labor agreements (PKB) are two important documents in
carrying out work relations in a company. Company regulations are rules or policies issued by
the company that determine the rules and behavior that must be followed by employees.
Meanwhile, PKB is an agreement between a company and a labor union that regulates the rights
and obligations of employees and the company. These two documents play an important role in
maintaining a healthy and productive working relationship between the company and employees.
Company regulations provide guidance on the behavior expected of employees in the workplace,
while CLA define the rights and obligations of employees and the company, such as wages,
benefits and social security. Enforcement of company regulations and CLA must be carried out
consistently and fairly by the company so that employees feel valued and supported. Companies
must also inform employees about regulations and CLA in a clear and transparent manner. In
conclusion, company regulations and CLA are important instruments in maintaining a healthy
and productive working relationship between companies and employees. Enforcement and
application of both consistently and fairly will create a harmonious and productive work
environment.

Keywords: company regulations ; collective labor agreement ; labour union

Pendahuluan

Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama adalah dua hal yang sangat penting dalam
konteks hubungan industrial di perusahaan. Peraturan perusahaan merupakan aturan-aturan yang
dibuat oleh perusahaan untuk mengatur perilaku karyawan dalam lingkup pekerjaan, sementara
perjanjian kerja bersama adalah kesepakatan antara perusahaan dan serikat pekerja yang
mengatur kondisi kerja karyawan.

Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama menjadi penting karena karyawan dan
perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dalam hubungan kerja. Karyawan ingin
memperoleh upah yang adil, kondisi kerja yang layak, dan hak-hak lain yang diakui oleh
undangundang. Di sisi lain, perusahaan ingin memperoleh keuntungan yang maksimal dari
produktivitas karyawan.

Meskipun peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama memiliki tujuan yang sama,
yaitu mengatur hubungan kerja yang adil dan seimbang, seringkali terjadi konflik antara
perusahaan dan serikat pekerja dalam hal pengaturan dan pelaksanaan aturan-aturan tersebut. Hal
ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan tentang prioritas dan hak-hak masing-masing
pihak.

Dalam beberapa kasus, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama juga dapat
menjadi tidak efektif jika tidak diterapkan secara konsisten dan transparan oleh perusahaan. Ini
dapat mengakibatkan ketidakpuasan karyawan, konflik antara karyawan dan perusahaan, dan
bahkan dapat menghambat produktivitas dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Pertama, permasalahan yang sering terjadi pada peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama adalah kesenjangan antara ketentuan dalam peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama adalah kesenjangan antara ketentuan dalam peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu contoh permasalahan yang sering terjadi di lapangan yaitu pada saat sebuah
perusahaan memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa jam kerja adalah 12 jam sehari,
sedangkan peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa jam kerja maksimal adalah 8 jam
sehari. Hal ini dapat menimbulkan masalah hukum dan menimbulkan sengketa antara perusahaan
dan karyawan. Selain itu, perusahaan juga dapat mengalami kesulitan dalam menentukan
ketentuan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terus berkembang dan
berubah. Sehingga, diperlukan pembaruan dan revisi secara berkala untuk menghindari
terjadinya permasalahan seperti ini.

Kedua, permasalahan lain yang sering terjadi pada peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama adalah kurangnya kejelasan dan ketepatan dalam formulasi ketentuan yang dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda di antara karyawan dan manajemen. Contohnya,
sebuah ketentuan dalam peraturan perusahaan menyatakan bahwa karyawan yang sering
terlambat akan diberikan sanksi, tetapi tidak dijelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan
"sering terlambat". Hal ini dapat menimbulkan perbedaan pendapat antara karyawan dan
manajemen mengenai frekuensi terlambat yang dianggap "sering", sehingga dapat memunculkan
konflik di antara keduanya.

Dengan demikian, penelitian yang mendalam tentang peraturan perusahaan dan perjanjian
kerja bersama dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang bagaimana mengatasi konflik
dan menciptakan hubungan kerja yang seimbang dan produktif antara perusahaan dan karyawan.
Penelitian ini juga dapat memberikan pandangan tentang bagaimana perusahaan dapat
menerapkan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama secara efektif untuk mencapai
tujuan bisnisnya dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan hak-hak karyawan. Maka dari itu,
penulis tertarik untuk meneliti tentang “PROBLEMATIKA PERATURAN PERUSAHAAN
DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM IMPLEMENTASI PERGERAKAN
SUATU PERUSAHAAN”
Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan


PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang?
2. Hambatan-hambatan apa saja dalam pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan
Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang?
3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan
PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional
IV Semarang?

Tujuan

1. Untuk mengetahui pelaksanaan PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen


Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan PKB antara Serikat
Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional IV Semarang.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan
PKB antara Serikat Karyawan dengan Manajemen Perusahaan PT. Telkom Devisi Regional
IV Semarang.

PEMBAHASAN

A. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)


1. Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Materi PKB diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dalam Bab XI
mengenai hubungan industrial yaitu dalamBagian Ketiga. Kemudian dalam Pasal 133
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa mengenai persyaratan serta
tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan, dan pendaftaran PKB diatur dengan
keputusan menteri. Adapun keputusan menteri yang dimaksud adalah Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-
48/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Perjanjian Perburuhan / Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau istilah yang
dipergunakan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 adalah Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Collective Labour
Aggrement (CLA), atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Collective Arbeids
Overemkomst (CAO), perjanjian ini dikenal dalam khasanah hukum Indonesia
berdasarkan ketentuan dalam hukum KUHPerdata. Sedangkan pengertian perjanjian
perburuhan menurut Lotmar, Tarifvertrage ialah suatu perjanjian antara seorang
majikan atau lebih dengan sekelompok buruh yang memuat syarat-syarat upah dan
kerja untuk perjanjian-perjanjian kerja yang akan diadakan kemudian1.
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1
angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
48/MEN/IV/2004, PKB yaitu perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja / serikat buruh atau beberapa serikat pekerja / serikat buruh yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak2.
Dari pengertian diatas terdapat kesamaan yaitu bahwa baik perjanjian
perburuhan atau Perjanjian Kerja Bersama adalah dimaksudkan untuk mengatur
hubungan antara kedua belah pihak dalam melakukan hubungan kerja antara pekerja
/ buruh dengan majikan / pengusaha. Begitu juga bahwa hal tersebut dimaksudkan
juga sebagai acuan dasar atau sebagai induk dalam membuat perjanjian kerja. Namun
demikian dapat dilihat bahwa pengertian PKB dalam Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 mempunyai pengertian yang lebih luas.
2. Kewenangan Pembuatan PKB
Kewenangan pembuatan PKB adalah berkaitan dengan pihak yang dapat dan
mempunyai wewenang untuk membuat PKB. Dari pengertian PKB tersebut diatas
sudah dapat diketahui siapa saja para pihak yang dapat melakukan pembuatan PKB.
Para pihak tersebut adalah Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Pengusaha / gabungan
pengusaha.
a. Serikat Pekerja / Serikat Buruh
PKB hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung

1
F.X. Djumialdji & Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan PerburuhanPancasila (Jakarta : Bina
Aksara, 1987), hal 13.
2
Happy Budyana Sari, ibid, hal 33
oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para
pihak atau subjek yang membuat PKB adalah dari pihak buruh / pekerja diwakili
oleh serikat pekerja / buruh atau beberapa serikat pekerja / buruh di perusahaan itu
dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha. Maksud dengan perwakilan tersebut
supaya pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan
karena pengurus serikat pekerja umumnya dipilih orang yang mampu
memperjuangkan hak dan kepentingananggotanya3.
b. Pengusaha / Gabungan Pengusaha
Adapun yang dimaksud dengan pengusaha terdapat dalam Pasal 1 ayat (5)
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004, adalah:
1) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri,
2) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya,
3) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan a dan b tersebut diatas, yang berkedudukan diluar
wilayah Indonesia
Selain pengertian pengusaha tersebut juga terdapat pengertian Pemberi Kerja
yaitu orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang
memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Pengertian Pemberi Kerja ini dimaksudkan untuk menghindari orang yang
bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha khususnya
bagi pekerja pada sektor informal. Maka dapat diambil kesimpulan pengusaha
bentuknya orang perseorangan, sedangkan beberapa pengusaha bentuknya adalah
persekutuan, selanjutnya perkumpulan pengusaha bentuknya adalah badan hukum4.
3. Tata Cara Pembuatan PKB
a. Prosedur Pembuatan PKB
Untuk mengetahui tata cara pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu

3
Lalu Husni, ibid, hal 67
4
Happy Budyana Sari, ibid, hal 37
sebagai berikut5:
a. Salah satu pihak (serikat pekerja / serikat buruh atau pengusaha) mengajukan
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
b. Minimal keanggotaan serikat pekerja / serikat buruh 50 % (limapuluh
persen) dari jumlah pekerja / buruh yang ada pada saat pertama pembuaran
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
c. Perundingan dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan
tertulis.
d. Pihak-pihak yang berunding adalah pengurus SP/SB dan pimpinan
perusahaan yang bersangkutan dengan membawa surat kuasa masing-
masing.
e. Perundingan dilaksanakan oleh tim perunding dari kedua belah pihak
masing-masing 5 (lima) orang.
f. Batas waktu perundingan bipartit 30 (tigapuluh) hari sejak hari pertama
dimulainya perundingan.
g. Selama proses perundingan masing-masing pihak; (a) dapat berkonsultasi
kepada pejabat Depnaker; (b) wajib merahasiakan hal-hal yang sifatnya
belum final sebagai keputusan perundingan.
h. Bila sudah 30 (tigapuluh) hari perundingan bipartit tidak menyelesaikan
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), salah satu pihak wajib
melaporkan kepada Kantor Depnaker untuk diperantarai atau dapat melalui
Lembaga Arbitrase.
i. Batas waktu pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase maksimal 30
(tigapuluh) hari.
j. Bila 30 (tigapuluh) hari pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase tidak
berhasil, maka pegawai perantara harus melaporkan kepada Menteri Tenaga
Kerja.
k. Menteri Tenaga Kerja menempuh berbagai upaya untuk menetapkan
langkah-langkah penyelesaian pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

5
Abdul Khakim, ibid, hal 56-57
maksimal 30 (tigapuluh) hari.
l. Sejak ditandatangani oleh wakil kedua belah pihak, Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) sah dan resmi berlaku serta mengikat kedua belah pihak dan
anggotanya.
m. Setelah disepakati dan ditandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
tersebut wajib didaftarkan kepada Depnaker. Kedua belah pihak wajib
menyebarluaskan isi dan makna Perjanjian Kerja Bersama (PKB) kepada
semua pihak dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dalam hal disatu perusahaan
hanya terdapat satu serikat pekerja / serikat buruh, maka serikat pekerja / serikat
buruh tersebut berhak mewakili pekerja / buruh dalam perundingan pembuatan
PKB dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50 %
(limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja / buruh diperusahaan yang
bersangkutan (Pasal 19 ayat (1)). Dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat
satu serikat pekerja / serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi
tidak memiliki anggota lebih dari 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh
pekerja / buruh di perusahaan, maka serikat pekerja / serikat buruh dapat
mewakili pekerja / buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha
apabila serikat pekerja /serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat
dukungan lebih 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja / buruh di
perusahaan melalui pemungutan suara (Pasal 19 ayat (2)). Dalam hal dukungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja /
serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk
merundingkan PKB dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6
(enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti
prosedur semula6.
Jika dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat
pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja / buruh melakukan
perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaanya lebih dari 50%
(limapuluh persen) dari seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut

6
Lalu Husni, ibid, hal 68
(Pasal 120 ayat (1)). Dalam hal ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka serikat
pekerja / buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50%
(limapuluh persen) dari seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut
untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha (Pasal 120 ayat (2)).
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak terpenuhi, maka serikat
pekerja/ serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaanya
ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing
serikat pekerja / serikat buruh (Pasal 120 ayat (3))7.
b. Perubahan, Perpanjangan serta Pembaharuan PKB
Dalam hal PKB yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau
diperbaharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja /
serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan PKB tidak
mensyaratkan ketentuan dalam pasal 119 (Pasal 130 ayat (1)). Dalam hal PKB
yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan
di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja / serikat buruh
dan serikat pekerja / serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi
ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan
PKB dilakukan oleh serikat pekerja / serikat buruh yang anggotanya lebih 50%
(limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja / buruh di perusahaan bersama-
sama dengan serikat pekerja / serikat buruh yang membuat PKB terdahulu
dengan membentuk tim perunding secara proporsional (Pasal 130 ayat (2)).
Kemudian Pasal 130 ayat (3) dalam hal PKB yang sudah berakhir masa
berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut
terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja / serikat buruh dan tidak satupun
serikat pekerja / serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1),
maka perpanjangan atau pembuatan atau pembuatan pembaharuan PKB
dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan (3).
c. Masa Berlakunya PKB
Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat
diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan

7
ibid, hal 11
tertulis antara serikat pekerja / serikat buruh dan pengusaha66. Selain perjanjian
perburuhan berakhir karena waktunya sudah habis, dapat juga perjanjian
perburuhan berakhir sewaktu-waktu yaitu adanya kemungkinan untuk mohon
kepada pengadilan agar perjanjian perburuhan itu dinyatakan berakhir karena
alasan-alasan yang memaksa yaitu bilamana tidak diperhatikan menimbulkan rasa
tidak adil8.
B. Peraturan Perusahaan
Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.
02/MEN/1976 disebutkan bahwa peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang
dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat- syarat
kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan dan memuat tata tertib perusahaan.
Sejalan dengan pengertian tersebut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga
memberikan pengertian Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa peraturan perusahaan dibuat secara sepihak
oleh pengusaha yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan
pengusaha dan tata tertib perusahaan. Dengan kata lain peraturan perusahaan merupakan
petunjuk teknis dari PKB maupun perjanjian kerja yangdibuat oleh pekerja/serikat pekerja
dengan pengusaha. Syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan peraturan
perusahaan adalah9: 1) harus disetujui secara tertulis oleh buruh, 2) selembar lengkap
peraturan perusahaan harus diberikan secara cuma-cuma kepada buruh, dan harus
ditempelkan pada tempat yang dapat dibaca oleh umum (buruh); 3) selembar lagi yang
ditandatangani oleh majikan harus diserahkan kepada Departemen Tenaga Kerja; 4)
peraturan perusahaan hanya boleh berlaku palinglama dua tahun; 5) pada perusahaan yang
telah dibuat perjanjian perburuhan maka peraturan perusahaannya tidak boleh
bertentangan dengan perjanjian perburuhan tersebut.

8
F.X. Djumialdji & Wiwoho Soejono, ibid, hal 25.
9
Zainal Asikin, H. Agusfiar Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie, Dasar-Dasar HukumPerburuhan (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1994), hal 61
C. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama antara Serikat Karyawan dan PT. Telkom
1. Peran dan Fungsi Serikat Karyawan Dalam Perjanjian Kerja Bersama
Berkaitan dengan peran yang dilakukan oleh Serikat Karyawan Telkom dalam
pembuatan PKB secara normatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Pasal 116 ayat 2. Dari rumusan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa peran
Serikat Karyawan PT. Telkom.Tbk adalah membuat, merumuskan serta
menandatangani Perjanjian Kerja Bersama dengan Manajemen PT. Telkom.Tbk.
Dalam penyusunan Perjanjia Kerja Bersama tersebut dilakukan secara musyawarah
dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan bagi para karyawan nantinya.
Dari mulai terbetuknya Serikat Karyawan PT. Telkom.Tbk pada tahun 2000
sampai saat ini sudah tiga kali dilakukan penyusunan Perjanjian Kerja Bersama.
Perjanjian Kerja Bersama yang pertama telah disusun dan tandatangani pada Juni
2002. Dari Perjanjian Kerja Bersama pertama kali tersebut tidak dilakukan
perpanjangan. Adapun Materi yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama tersebut
dilakukan revisi serta penambahan untuk menjadi Perjanjian Kerja Bersama yang
baru. Hasil dari revisi dan penambahan Perjanjian Kerja Bersama tersebut disepakati
dan ditandatangani pada Desember 2004. Sehingga Perjanjian Kerja Bersama
tersebut berlaku sampai dengan Desember 2006. Perjanjian Kerja Bersama ini pun
tidak diperpanjang namun dilakukan revisi serta penambahan yang kemudian
melahirkan Perjanjian KerjaBersama yang ditandatangani pada bulan Juni 200710.
Tujuan dibentuknya Serikat Karyawan adalah untuk memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan
yang layak bagi karyawan dan keluarganya11. Maka dengan adanya tujuan tersebut
peran dan fungsi Serikat Karyawan dyang dapat dijalankan diantaranya adalah12:
a. Pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial,
b. Mewakili karyawan dalam lembaga kerjasama di bidang ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatannya,

11
Pasal 6 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama PT. Telkom Tbk
12
Pasal 6 ayat (2) Perjanjian Kerja Bersama PT. Telkom Tbk
c. Sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,dinamis, dan berkeadilan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
d. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya,
e. Perencana, pelaksana dan penaggung jawab pemogokan karyawan sesuai dengan
peraturan perundang-undanganyang berlaku,
f. Mewakili karyawan dalam memperjuangkan kepemilikan saham karyawan di
Telkom
2. Pelaksanaan Upah
Pengaturan upah yang termuat dalam Perjanjian Kerja Bersama PT. Telkom.Tbk
terlihat Pasal 20 yaitu:
a. Dalam 1 (satu) tahun takwim, pada dasarnya setiap karyawan berhak menerima
12 (dua belas) kali gaji bulanan ditambah Tunjangan Hari Raya Keagamaan
(THR) dan Tunjangan Cuti Tahunan.
b. Pembayaran gaji dilakukan pada tanggal 1 (satu) setiap bulan sebelum Karyawan
Tetap melakukan pekerjaannya, sedangkan untuk Karyawan Dalam Masa
Percobaan dibayarkan pada tanggal 1 bulan berikutnya setelah melakukan
pekerjaannya, dan apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka
pembayaran gaji dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
c. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran gaji oleh TELKOM, maka gaji yang
dibayarkan kemudian ditambah dengan denda dan bunga sesuai dengan ketentuan
perundang-undanganyang berlaku.
d. Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini terdiri dari
Gaji Dasar, Tunjangan Dasar dan Tunjangan Posisi
e. Pembayaran tunjangan Cuti Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini terdiri dari Gaji Dasar, Tunjangan Dasar, dan Tunjangan Posisi
f. Disamping gaji Karyawan sebagaimana dimaksud ayat (1) s/d ayat (5) Pasal ini
TELKOM membayarkan penghasilan lain dalam bentuk termasuk namun tidak
terbatas pada:
1) Excellent Achiever (Insentif) merupakan variable pay dan dibayarkan sesuai
kinerja.
2) Besaran pada butir a di atas disepakati bersama antara Telkom dengan
Sekar.
3) Jasa produksi/bonus, ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh TELKOM dan
SEKAR.
4) Bantuan anak sekolah yang dibayarkan setiap pertengahan bulan Juni.
5) Uang pakaian seragam yang diberikan setiap tahun berdasarkan
posisi/jabatan karyawan yang besarannya ditetapkan lebih lanjut oleh
TELKOM.
g. Karyawan yang ditempatkan di lokasi kerja tertentu (daerah terpencil dan daerah
konflik) diberikan tunjangan khusus yang besarnya diatur lebih lanjut oleh
TELKOM.
h. Untuk karyawan yang bekerja di luar wilayah operasi DIVRE II, III, IV, dan V
diberikan tunjangan retensi yang perinciannya sbb:
1) Jumlah anggaran retensi masing-masing wilayah per bulan untuk tahun 2007
merupakan hasil perkalian antara jumlahkaryawan wilayah tersebut
2) Besaran retensi minimal sama dengan yang telah diterima per bulan pada
tahun 2007 oleh karyawan wilayah dimaksud;
3) Jumlah anggaran retensi masing-masing wilayah per bulan untuk tahun 2008
merupakan hasil perkalian antara jumlahkaryawan wilayah tersebut
4) Mekanisme distribusi besaran dilakukan berdasarkan kesepakatan antara
SEKAR & TELKOM.
Dari rumusan Pasal 20 tersebut dapat diketahui bahwa gaji/upah yang diterima
karyawan adalah gaji bulanan ditambah dengan tunjangan hari raya keagamaan serta
tunjangan cuti tahunan. Tunjangan hari raya terdiri dari gaji dasar, tunjangan dasar
dan tunjangan posisi. Sedangkan tunjangan cuti tahunan juga terdiri dari gaji dasar,
tunjangan dasar dan tunjangan posisi. Selain itu karyawan juga mendapatkan Excellent
achiever (intensif) serta bonus berdasarkan kinerja. Dimana besaran atau nilainya
tersebut disepakati bersama antara Telkom dan Sekar.
Terhadap keterlambatan pembayaran gaji yang dilakukan oleh Telkom maka
akan dikenakan denda dan bunga sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 1981. Dimana besaran denda yaitu 5% dibayar untuk tiap hari
keterlambatan selama empat hari sampai delapan hari keterlambatan pembayaran
gaji. Setelah hari kedelapan untuk tiap hari keterlambatan ditambah 1% namun tidak
melebihi 50% untuk satu bulan.
Besaran atau jumlah gaji bagi karyawan merupakan kebijakan yang ditetapkan
oleh Telkom seperti terlihat dalam Pasal 21 yaitu:
1) Besaran Gaji Dasar ditetapkan oleh TELKOM.
2) Gaji Dasar merupakan komponen untuk menentukan iuran danManfaat Pensiun.
3) Karyawan yang diangkat sebagai karyawan tetap sejak 1 Juli 2002 diikutsertakan
dalam Program Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang ditunjuk oleh
SEKAR dan TELKOM, dengan iuran bulanan yang ditanggung oleh TELKOM.
Penentuan gaji dasar oleh Telkom merupakan kebijakan yang didasarkan pada
standar upah minimum. Artinya bahwa gaji yang diterima oleh karyawan sudah
mengacu pada aturan pemberian upah. Ditambah lagi Telkom sebagai perusahaan
BUMN selalu memperhatikan dan memenuhi hak-hak karyawan berkaitan dengan
gaji. Tentunya dengan tetap memperhatikan kemampuan dari keuangan perusahaan
yang sampai saat ini tidakada masalah.
Ketentuan yang berbeda adalah pemberian gaji bagi karyawan dalam masa
percobaan. Hal ini dapat dilihat dari rumusan Pasal 23 mengenai pemberian gaji untuk
karyawan masapercobaan yaitu:
1) Selama masa percobaan karyawan diberi gaji sebesar 80 % (delapan puluh
prosen) dari gaji bulanan Karyawan Tetapsesuai Band dan Kelas posisinya.
2) Pembayaran gaji sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan pada
tanggal 1 (satu) bulan berikutnya.
Bagi Karyawan Yang Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) pemberian
gaji ditetapkan dalam Pasal 24 sebagai berikut:
1) Karyawan yang mengikuti DIKLAT, tetap menerima penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 Perjanjian ini.
2) Bagi Karyawan yang sedang mengikuti program pendidikan atas inisiatif
TELKOM diberikan tunjangan tugas belajar sesuai ketentuan yang berlaku selain
gaji sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini.
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan
Pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Pasal 44 yaitu:
a. Guna memberikan perlindungan kepada karyawan, TELKOM wajib
menyelenggarakan program keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Karyawan wajib mengikuti seluruh ketentuan yang ditentukan oleh TELKOM
dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Dalam rangka pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja, TELKOM
membentuk Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang
anggotanya terdiri dari wakil- wakil TELKOM dan SEKAR, dengan tugas:
1) Menyusun pedoman dan program keselamatan dan kesehatan kerja
(HYPERKES/Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja);
2) Menerapkan dan mengawasi pelaksanaan ketentuan dimaksud butir a ayat
(3) Pasal ini.
Standar keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di perusahaan sudah
menerapkan standar sesuai yang peraturan perundangan. Sehingga secara normatif
penerapan peraturan perundangan berjalan dengan baik. Penyusunan standar
keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada lingkup kerja atau tugas pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan.
4. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan
Guna mendukung bagi peningkatan produktifitas kerja dan sekaligus
memberikan jaminan bagi pelaksanaan kerja maka perusahaan memberikan jaminan
sosial dan kesejahteraan bagi karyawan. Pengaturan jaminan sosial dan kesejahteraan
dalam PKB merupakan pengaturan normatif yang ada dalam peraturan mengenai
ketenagakerjaan. Maka dapat dikatakan bahwa materi dari PKB adalah penjabaran
dari peraturan ketenagakerjaan secara khusus yaitu Undang-Undang Nomor 13
Tahun 200380. Adapun wujud dari jaminan sosial dan kesejahteraan diantaranya
adalah:
a. Fasilitas Kesehatan
b. Fasilitas Perumahan
c. Fasilitas Program Tabungan Hari Tua
d. Fasilitas Dana Pensiun
e. Fasilitas Kebijakan Manfaat Pensiun
f. Fasilitas Keluarga Berencana
g. Fasilitas Tabungan Wajib Perumahan
h. Fasilitas Usaha Koperasi
i. Fasilitas Sumbangan Akibat Terkena Musibah
j. Fasilitas Sumbangan Kematian
k. Fasilitas Bantuan Perkawinan Pertama
l. Fasilitas Bantuan Menghadiri Pemakaman dan Biaya Mengantarkan Jenazah
m. Fasilitas Penghargaan
n. Fasilitas Jaminan Sosial
5. Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama antara Serikat
Karyawan dan PT. Telkom
Secara keseluruhan pelaksanaan PKB mulai dari berlakunya PKB yang pertama
sampai dengan PKB yang sekarang berlaku tidak mengalami banyak masalah dalam
hal kuantitas masalah yang dihadapi baik oleh Manajemen Perusahaan, karyawan dan
Sekar. Hal demikian dapat dimengerti karena dirasa bahwa produk PKB yang ada telah
mencerminkan dari hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan secara utuh dengan
memperhatikan semua kepentingan. Namun demikian untuk beberapa hal yang
menyangkut dengan kebijakan dari manajemen perusahaan berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan dan juga penjatuhan sanksi disiplin oleh perusahaan karena
adanya pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan seringkali menimbulkan masalah.
Adapun masalah-masalah yang ada diantaranya yaitu:
a. Pembuatan atau penerbitan keputusan direksi yang menyangkut kesejahteraan
karyawan dimana dalam penerbitan atau pembuatan draf tidak melibatkan Sekar.
Sehingga pembuatan atau penerbitan keputusan hanya dilakukan oleh sepihak
saja. Alasan pembuatan keputusan dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan
Sekar adalah karena waktu mendesak dan anggaran yang banyak terserap. Jika
menilik pada PKB yang ada berkaitan dengan hal tersebut, maka telah terjadi
pelanggaran perjanjian dengan tidak dilaksanakannya ketentuan pasal dalam
PKB. Hal demikian dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) yang
menyatakan apabila dalam pengelolaan perusahaan, Telkom akan menetapkan
kebijakan manajemen yang berdampak terhadap kesejahteraan karyawan,
Telkom mengkoordinasikan terlebih dahulu dengan Sekar. Manajemen Telkom
berpendapat bahwa pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (3) bukan handak
menghilangkan peran Sekar dalam rangka menjalankan tugasnya. Karena
pelanggaran tersebut terdapat alasan yang mendukung dimana Sekar kemudian
dapat memakluminya.
b. Sering atau ada kalanya manajemen dalam penjatuhan sanksi disiplin terhadap
karyawan tidak mangajak atau melibatkan Sekar. Maka karyawan tersebut tidak
mendapatkan bantuan hukum dari Sekar guna membela kepentingan dan hak dari
karyawan. Contoh penjatuhan sanksi disiplin oleh manajemen yaitu sanksi berat
seperti penurunan pangkat atau dikeluarkan dari perusahaan.
Dari kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa peran dari Sekar tidak begitu
berjalan. Walaupun peran tersebut nantinya juga dilakukan setelah terjadinya
masalah yang dapat menciptakan perselisihan. Seharusnya Sekar tetap ditempatkan
sebagai sebuah perwakilan yang mempunyai peran sangat penting yaitu13:
a. Pertama, serikat pekerja mempunyai fungsi kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan
aspirasi, saran, pandangan, keluhan bahkan tuntutan masing-masing pekerja
kepada pengusaha. Dan sebaliknya, serikat pekerja berfungsi sebagai saluran
informasi yang efektif dari pengusaha kepada para pekerja.
b. Kedua, dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, pengusaha
dapat menghemat waktu yang cukup besar menangani masalah-masalah
ketenagakerjaan, dalam mengakomodasikan saran- saran mereka, serta untuk
membina paara pekerja maupun dalam memberikan perintah-perintah, daripada
melakukannya secara individu terhadap setiap pekerja.
c. Ketiga, penyampaian saran dari pekerja kepada pimpinan perusahaan dan perintah
dari pimpinan kepada para pekerja, akan lebih efektif melalui serikat pekerja,
karena serikat pekerja sendiri dapat menseleksi jenis tuntutan pekerja yang realistis
dan logis, serta menyampaikan tuntutan tersebut dalam bahasa yang dapat
dimengerti dan diterima oleh pimpinan perusahaan.
d. Keempat, dalam manajemen modern yang menekankan pendekatan hubungan
antar manusia (human relation approach), diakui bahwa hubungan non-formal
dan semi-formal lebih efektif daripada atau sangat diperlukan untuk mendukung
hubungan formal. Dalam hal ini serikat pekerja dapat berfungsi sebagai mitra
pengusaha dalam mengembangkan hubungan semi-formal.

13
www.ab-fisip-upnyk.com
e. Kelima, sebagai mitra pengusaha, serikat pekerja dapat memobilisasikan seluruh
pekerja sebagai anggotanya untuk bekerja secara disiplin, bertanggung jawab dan
penuh semangat.
f. Keenam, serikat pekerja yang berfungsi dengan baik, akan menghindari
masuknya anasir-anasir luar yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi
dan ketenangan bekerja.
Sehingga dengan tetap diperhatikannya keberadaan Sekar oleh Manajemen
Telkom tentunya akan dapat meminimalisir perselisihan yang dapat terjadi didalam
perusahaan.Faktor dari luar perusahaan yang juga dapat mempengaruhi hubungan
kerja yang berdampak pada berlakunya PKB yaitu adanya rasa sungkan dari pihak
manajemen terhadap menteri dan dirjen. Hal ini terjadi pada saat perjuangan
penolakan kode akses SLJJ. Dimana Sekar tidak takut persaingan akan tetapi
kebijakan yang dikeluarkan regulator Badan Regulator Telkom Indonesia (BRTI)
merugikan sekali telkom, dikarenakan telkom sudah bersusah payah membangun
jaringan kabel dan pelanggan sedangkan kompetitor (indosat) tidak diwajibkan
membangun jaringan. Namun target yang diberikan indosat untuk bangun jaringan
tidak tercapai dan tidak dilanjutkan. Sehingga kebijakan tersebut berdampak indosat
akan mendompleng pelanggan dan jaringan yang sudah dirintis telkom sehingga jika
ada gangguan telpon telkom yang memperbaiki dan mengeluarkan biaya sedangkan
indosat yang menikmati jasa pulsa. Harapan sekar indosat bersaing membangun
jaringan dan pelanggan secara fear. Akibatnya sekar dan manajemen kontradiksi
kurang harmonis karena perjuangan Sekar kurang mendapat dukungan.
6. Upaya-Upaya Untuk Mengatasi Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Bersama antara Serikat Karyawan dan PT. Telkom.Tbk
Upaya yang telah dilakukan oleh Sekar dan Manajemen perusahaan diantaranya
adalah:
a. Wujud dari peran yang dilakukan oleh sekar berkaitan dengan masalah yang
muncul dengan adanya keputusan manajemen yang berakibat terhadap
kesejahteraan karyawan yaitu melakukan peringatan atau somasi kepada BOD
(Board Of Director). Dari somasi atau peringatan yang dilakukan oleh Sekar
tersebut BOD menyambut positif langkah yang diambil oleh Sekar dalam
menjalankan fungsi dan perannya. Dimana kemudian Sekar dan BOD duduk
bersama dalam forum bipartit dan melakukan pembicaraan bersama untuk
mengkoreksi keputusan atau kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh manajemen.
Untuk kebijakan atau keputusan yang sudah dikeluarkan oleh manajemen telkom
selama ini tidak pernah dilakukan pembatalan. Namun dilakukan koreksi dengan
jalan dilakukan revisi berkaitan dengan substansi dari keputusan atau kebijakan
yang merugikan karyawan. Bila menurut pertimbangan kebijakan tersebut sudah
sesuai dengan keadaan perusahaan maka Sekar tidak terlalu memaksakan
kehendak. Keadaan perusahaan yang dapat menjadi pertimbangan misalnya
kenaikan harga ataupun krisis yang tidak memungkinkan perusahaan untuk
memenuhi tuntutan dari Sekar. Kemudian dalam pertemuan bipartit tersebut
dibuatkan Minuta of Meeting atau Berita Acara yang akan dilampirkan dalam
keputusan direksi tersebut.
b. Sekar memberikan bantuan yaitu:
Langkah yang diambil Sekar dalam menyikapi penjatuhan sanksi disiplin oleh
manajemen kepada karyawan yaitu92:
1) Menanyakan kepada pegawai yang bersangkutan perihal penjatuhan sanksi
disiplin yang diterima. Pertanyaan yang diajukan Sekar yaitu mengenai
kasus posisi yang terjadi berkaitan dengan penjatuhan sanksi disiplin
tersebut. Kemudian apakah merasa keberatan atau tidak terhadap keputusan
penjatuhan sanksi tersebut.
2) Apabila dari jawaban atas penjatuhan sanksi adalah keberatan, maka sekar
melakukan upaya yaitu menyurati kepada manajemen (HRD) untuk
pendampingan advokasi lanjutan. Hal ini dilakukan karena kemungkinan
karyawan tersebut tidak mau didampingi oleh sekar dalam advokasinya yang
mana disebabkan karena faktor prestise. Sehingga dengan kata lain bahwa
peran Sekar dalam memberikan bantuan terhadap karyawan yang
bersangkutan juga tergantung dari keputusan apakah menerima bantuan dari
Sekar atau tidak.
Jika dilihat keefektivan dari Pelaksanaan PKB di PT. Telkom. Tbk Devisi
Regional IV sebagai sarana mengatur hubungan kerja, maka sesuai pandangan
dari Purnandi Purbacaraka bahwa unsur manusia adalah paling berpengaruh
karena menginggat manusia sebagai pembuat dan pelaksana dari peraturan
tersebut. Dalam pembuatan dan pelaksanaan PKB tersebut yang paling
menentukan dapat terlaksanannya PKB secara efektif adalah Sekar, karyawan
dan manajemen. Dari sisi peraturan, PKB sudah dapat menjadi acuan dan
pedoman bagi hubungan kerja yang ada karena dibuat secara sah. Kemudian jika
ditinjau dari sikap mental para pihak yang melaksanakan PKB cenderung dapat
tidak berjalan efektif karena banyak dipengaruhi oleh kondisi dari luar maupun
dari dalam karyawan. Kondisi dari dalam yang memicu pelaksaan PKB yaitu
tuntutan pribadi yang mengakibatkan adanya pelanggaran disiplin dalam
perusahaan. Sedangkan faktor dari luar yang dapat mengganggu terlaksananya
PKB adalah kondisi ekonomi maupun kebijakan pemerintah pusat yang
berdampak memburuknya hubunganantara Sekar dengan Manajemen.
Kesimpulan
a) Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Serikat Karyawan dengan Manajemen
Perusahaan PT. Telkom.Tbk Devisi Regional IV Semarang mulai dari PKB yang pertama
kali berlaku sampai dengan PKB yang terakhir berlaku tidak banyak terdapat pelanggaran
dari sisi kuantitas masalah. Namun demikian pelanggaran terhadap PKB tersebut juga
mengakibatkan kendala bagi hubungan kerja antara karyawan, Sekar dan manajemen
perusahaan.
b) Kendala-Kendala yang menjadi masalah tersebut yaitu tidak adanya koordinasi yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan Sekar dalam menentukan kebijakan yang
berdampak kepada kesejahteraan karyawan dan juga penjatuhan sanksi disiplin kepada
karyawan dikarenakan adanya pelanggaran disiplin oleh karyawan.
c) Terhadap masalah-masalah yang muncul selama ini cukup diselesaikan melalui forum
bipartit. Dimana dalam forum bipartit ini Sekar dalam menjalankan peran dan fungsinya
untuk membela kepentingan karyawan juga dipengaruhi oleh kondisi diluar perusahaan
seperti kondisi ekonomi dan juga krisis yang mengakibatkan menerima kebijakan yang
dikeluarkan oleh manajemen perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Djumialdji, F.X & Wiwoho Soejono, 1987, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan
Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta
Sari, Happy Budyana, 2006, Peranan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di PT.
FUMIRA Semarang Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Skripsi, Undip
Semarang
Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, edisi revisi, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Khakim, Abdul, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Asikin, Zainal, dkk, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja GrafindoPersada, Jakarta
Perjanjian Kerja Bersama antara Serikat Karyawan Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
Telekomunikasi Indonesia.Tbk Dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
Telekomunikasi Indonesia.Tbk Nomor PKB 130/ORG/DPP-SEKAR/2006 Nomor
TEL 289/PS000/UTA-00/2006 Periode Tahun 2006-2008
www.ab-fisip-upnyk.com, Hubungan Industrial.

Anda mungkin juga menyukai