Anda di halaman 1dari 11

1

Periode 28 s/d 12 Agustus 2023

LAPORAN AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SPACE OCCUPYING LESION


(SOL) DI RUANG MINA 1 RSUDZA KOTA
BANDA ACEH

Oleh :

Abrar Fazillah, S.Kep


1912101010107

Pembimbing :
Prof. Dr. Hajjul Kamil, S. Kp., M. Kep
NIP. 19680307199002 1 001

Ns.Andara Maurisa, MNS


NIP. 19830223 200901 2 101

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


BAGIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2023
2

LAPORAN PENDAHULUAN

A. SOL (Space Occupying Lesion)


SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses
otak dan tumor pada intracranial (Simamora dkk, 2017).

Tumor otak dalam pengeritan umum berarti benjolan, dalam istilah radiologisnya
disebut lesi desak ruang / Space Occupying Lesion (SOL) (Radinal & Neilan, 2014).
Sebaliknya, SOL adalah suatu kelompok besar yang menggambarkan adanya lesi pada
ruang intrakranial. Lesi intrakranial dapat berupa adanya pendarahan, abses ataupun
tumor pada intrakranial. Tumor otak merupakan pertumbuhan yang abnormal dari sel-
sel jaringan otak baik yang berasal dari otak ataupun meningen, baik bersifat jinak atau
ganas yang menyebabkan proses desak ruang. Pendesakan juga dapat diakibatkan adanya
edema di sekitar tumor yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial (Kapakisan dkk,
2022).

Tumor otak dibedakan menjadi tumor primer dan tumor sekunder atau metastasis.
Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput myelin.
Tumor sekunder adalah suatu metastasis yang tumor primernya berada diluar susunan
saraf pusat, bisa berasal dari paru-paru, mammae, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus.
Tumor yang ganas dapat masuk ke ruang tengkorak secara perkontinuitatum, yaitu
dengan melalui foramina basis kranii (Radinal & Neilan, 2014).

B. Etiologi
1. Riwayat trauma
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Kongenital (Aman dkk, 2017)
3

C. Manifestasi Klinis
Gejala terjadinya sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena, seperti :
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah
laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur
dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa kasar.

2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)


Pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang sempoyongan dengan
kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata berirama
tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.

3. Tumor korteks
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang
terletak pada satu sisi.

4. Tumor intra cranial


Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dengan
gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering
adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan
metastaseserebral dari bagian luar.

Namun, tanda dan gejala awal secara umum yag sering terjadi yaitu :
1. Nyeri kepala
2. Nausea atau muntah akibat ransangan pada medula oblongata
3. Papila udema
4. Kejang
5. Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus
6. Tinitus dan vertigo, akibat gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /vestibulochorlearis
/ oktavus)
7. Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan saraf
cranial ke V/trigemirus)
4

8. Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / facialis)


9. Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi
motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan.
(Kapkisan dkk, 2022)

D. Patofisiologi
5

E. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual (Aman dkk, 2017)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentangsistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan.

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor.

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang


ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal.
(Radinal & Neilan, 2014)

G. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif
Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi
neuroligik pasien. Terapi utama yang digunakan adalah antikonvulsan dan
kortikosteroid
a. Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan kepada pasien yang menunjukkan tanda-tanda seizure.
Phenytoin (300-400 mg/d) adalah yang paling umum digunakan.
6

b. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi udem dan mengurangi tekanan intrakranial. Efeknya
dapat mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah
kortikosteroid yng umum digunakan karena aktifitas mineralkortikoid yang
minimal.

c. Manitol
Digunakan untuk mengurangi peningkatan TIK.

2. Terapi definitive
a. Pembedahan
Bertujuan mengurangi efek massa dan edema, melindungi dan memperbaikifungsi
neurologis, mengurangi kejadian kejang, menjaga aliran cairan serebrospinal dan
memperbaiki diagnosis. Dasar terapi pembedahan yaitu :
1) Sifat dan stadium tumor primer, bila harapan hidupnya selama tiga sampai
enam minggu, terapi pembedahan terhadap tumor intrakranial tidak
dianjurkan.
2) Jumlah fokus tumor, dilakukan pada kasus tumor metastasis tunggal, tumor
dapat diangkat melalui kraniotomi tunggal.

b. Terapi radiasi
Terapi radiasi mengantarkan radiasi yang mengionisasi sel-sel tumor. Ionisasi ini
merusak DNA sel tumor dan menghentikan proses pembelahan sel tumor yang
pada akhirnya mematikan sel tumor.

c. Kemoterapi
Prosedur pengobatan atau terapi dengan memberikan obat-obatan untuk
menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel kanker.
(Radinal & Neilan, 2014)
7

H. Asuhan Keperawatan SOL


1. Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama,suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan askes
b. Keluhan utama : Nyeri kepala disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit sekarang : Demam, anoreksi, malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal
d. Riwayat penyakit dahulu : Pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit)
e. Aktivitas / istirahat : Malaise yang ditandai dengan ataksia, masalah berjalan,
kelumpuhan, gerakan involunter
f. Pemeriksaan Fisik Sirkulasi : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti
endokarditis yang ditandai dengan tekanan darah meningkat dan nadi menurun
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor)
g. Eliminasi : Adanya inkontinensia dan atau retensi.
h. Nutrisi : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut), anoreksia,
muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
i. Personal Hygiene : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan
j. Neurosensori : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan,
penurunan status mental dan kesadaran, kehilangan memori, sulit dalam
membuat keputusan, afasia, pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang
k. Nyeri / kenyamanan : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan,
leher/ pungung kaku

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial (D.0066)
b. Nyeri Akut (D.0077)
c. Defisit Nutrisi (D.0019)
8

d. Risiko Perfusi Serebral Tidak efektif (D.0017)


e. Ansietas (D.0080)
f. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

3. Intervensi Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)

Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Penurunan kapasitas Tujuan : Manajemen Peningkatan Tekanan
adaptif intrakranial b.d Setelah dilakukan Intrakranial
Space Occupaying Lesion tindakan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
diharapkan kapasitas adaptif peningkatan TIK
intrakranial menurun. 2. Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
Kriterian hasil : 3. Monitor ICP (Intra Cranial
1. Fungsi kognitif meningkat Pressure)
2. Sakit kepala menurun 4. Monitor CPP (Cerebral
3. Gelisah menurun Perfusion Cerebral)
5. Monitor gelombang ICP
6. Monitor status pernapasan
7. Monitor intake dan output
cairan
8. Monitor cairan serebrospinal
9. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
10. Berikan posisi semifowler
11. Hindari manuver Valsava
12. Cegah terjadinya kejang
13. Hindari penggunaan PEEP
14. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
15. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
16. Kolaborasi pemberian sedasi,
antikonvulsan, diuretik
osmosis, dan pelunak tinja
2. Nyeri akut b.d Agen Tujuan : Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi nyeri PQRST
keperawatan diharapkan nyeri 2. Indentifikasi skala nyeri
berkurang 3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
Kriteria hasil : 4. Identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri menurun memperberat nyeri
2. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
3. Kemampuan menuntaskan keyakinan tentang nyeri
9

aktivitas meningkat 6.
Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respons nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang telah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
10. Berikan teknik
nonfarmakologis
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Anjurkan berolahraga rutin
14. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
19. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
3.Gangguan mobilitas Tujuan : Dukungan Mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
fisik b.d Gangguan
keperawatan diharapkan keluhan fisik lainnya
neuromuskular gangguan mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
teratasi. melakukan pergerakan
3. Monitor tekanan darah
Kriteria hasil : sebelum memulai mobilisasi
1. Pergerakan ekstremitas 4. Monitor kondisi umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
2. Kekuatan otot meningkat 5. Fasilitasi melakukan
3. Rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat 6. Libatkan keluarga untuk
4. Kaku sendi menurun membantu pasien dalam
5. Kelemahan fisik meningkatkan pergerakan
menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
8. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi sederhana
10

DAFTAR PUSTAKA

Aman, R., Soenarya, M., Andriani, R., dkk. (2017). Tumor Otak. Jakarta : Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran.
Kapakisan, I., Kesanda, I., Adnyana, P. (2022). Space Occupying Lesion (SOL) Cerebri.
Bali : Ganesha Medicina Journal, 2(1).
Radinal YSP., Neilan, A. (2014). Primary Brain Tumor With Hemiparese Dextra and Parese
Nerve II, III, IV, VI. Lampung : Medula, 2(3).
Simamora, S., Zanariah, Z. (2017). Space Occupying Lesion. Lampung : Medula Unila
Journal, 7(1), 68-73.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.
11

Anda mungkin juga menyukai