Anda di halaman 1dari 6

Content Marketing

Materi:6
Content marketing adalah strategi pemasaran yang fokus pada pembuatan,
publikasi, dan distribusi konten yang valuable dan relevan untuk menarik
dan mempertahankan audiens. Tujuannya adalah untuk membangun
kepercayaan audiens, mendatangkan audiens untuk memakai produk , dan
memperkuat hubungan dengan pelanggan.

Mehamai Content, Context dan Channel

Dalam strategi pemasaran konten, terdapat tiga hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitu content, context, dan channel. Content merujuk pada
pesan utama atau informasi yang ingin disampaikan kepada target
audiens. Context merujuk pada cerita atau storytelling yang melibatkan
audiens dalam konten tersebut. Sedangkan, channel merujuk pada
platform atau saluran yang digunakan untuk menyebarkan konten
tersebut.

Pentingnya memperhatikan ketiga hal ini karena konten yang baik dan
cerita yang menarik tidak akan efektif jika tidak disebarkan melalui saluran
yang tepat, yang sesuai dengan target pasar dan tujuan pemasaran.

Contoh:

Sebuah brand makanan sehat ingin mempromosikan produknya melalui


kampanye pemasaran konten.

A. Content (pesan utama): Brand tersebut dapat membuat konten


tentang produk makanan sehat, seperti spesifikasi nutrisi, manfaat, dan
keunggulan dibandingkan brand lain.
B. Context (storytelling): Untuk melibatkan audiens dalam konten,
brand tersebut dapat menggunakan storytelling dalam konten tersebut.
Misalnya, brand tersebut dapat membuat kampanye pemasaran yang
berfokus pada cerita tentang bagaimana makanan sehat dapat
meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup, dengan menggunakan gambar
dan konten visual yang menarik, seperti gambar tentang olahraga dan
aktivitas sehat. Dengan cara ini, brand dapat membangun cerita yang
terkait dengan produk makanan sehat mereka dan memotivasi audiens
untuk mencoba produk mereka.

C. Channel (media distribusi): Brand tersebut dapat memilih platform


pemasaran yang tepat untuk menjangkau target pasar mereka. Misalnya,
brand tersebut dapat menggunakan media sosial seperti Instagram dan
Facebook untuk menjangkau audiens yang lebih muda, atau menggunakan
platform email marketing untuk menjangkau audiens yang lebih tua dan
profesional. Selain itu, brand dapat memilih waktu posting dan strategi
promosi yang tepat untuk memaksimalkan efektivitas kampanye pemasaran
mereka.

Dengan memperhatikan ketiga hal ini, suatu brand dapat memastikan


bahwa pesan utama disampaikan dengan jelas, cerita atau storytelling
dapat membantu audiens terlibat dan memahami pesan tersebut, dan
konten didistribusikan melalui saluran yang tepat dan sesuai dengan
target pasar dan tujuan pemasaran.

Menentukan Content Marketing di Tiap Funnel

Setiap funnel marketing memiliki setidaknya tiga tahap utama, yaitu


tahap awareness, consideration, dan conversion. Oleh karena itu, dalam
setiap tahap tersebut, konten yang dibuat juga harus disesuaikan dengan
kebutuhan audiens pada tahap tersebut. Berikut adalah cara membuat
content marketing dalam setiap funnel marketing beserta contohnya:

A. Tahap Awareness
Pada tahap ini, audiens belum mengenal brand atau produk yang
ditawarkan. Oleh karena itu, konten yang dibuat harus fokus pada
memperkenalkan brand atau produk tersebut.

Contoh konten marketing pada tahap awareness:

 Infografik tentang topik yang berkaitan dengan industri atau


niche produk yang dijual.

 Video yang menjelaskan keuntungan dan manfaat dari produk


atau layanan.

 Konten blog yang memberikan informasi penting tentang industri


atau niche produk yang dijual.

B. Tahap Consideration

Pada tahap ini, audiens sudah mengenal brand atau produk yang
ditawarkan, namun belum sepenuhnya yakin atau belum memutuskan
untuk membeli. Oleh karena itu, konten yang dibuat harus memberikan
informasi yang lebih spesifik tentang produk atau layanan, serta membantu
audiens memutuskan untuk membeli.

Contoh konten marketing pada tahap consideration:

 Video review produk dari pelanggan yang sudah menggunakan


produk tersebut.

 E-book atau panduan tentang topik yang lebih spesifik dalam


industri atau niche produk yang dijual.

 Webinar atau seminar online yang membahas topik yang


berkaitan dengan produk atau layanan.

C. Tahap Conversion
Pada tahap ini, audiens sudah siap untuk membeli produk atau layanan
yang ditawarkan. Oleh karena itu, konten yang dibuat harus fokus pada
menjual dan memudahkan proses pembelian.

Contoh konten marketing pada tahap conversion:

 Testimoni atau ulasan positif dari pelanggan yang sudah membeli


produk tersebut.

 Tawaran promo atau diskon untuk produk atau layanan yang


dijual.

 Halaman landing page yang menarik dan mudah dipahami, serta


memiliki tata letak yang memudahkan proses pembelian.

Dalam setiap tahap funnel marketing, konten yang dibuat harus


disesuaikan dengan kebutuhan audiens pada tahap tersebut. Dengan
membuat konten yang relevan dan bermanfaat, perusahaan dapat
meningkatkan brand awareness, mempertimbangkan audiens, dan
memudahkan proses pembelian untuk mencapai tujuan pemasaran yang
diinginkan.

STEPPS Framework dalam Membuat Konten:


Framework STEPPS adalah sebuah kerangka kerja yang dikembangkan oleh
Jonah Berger dalam bukunya yang berjudul “Contagious: Why Things Catch
On”. Framework STEPPS membantu menjelaskan mengapa beberapa
konten menjadi viral dan menyebar dengan cepat, sedangkan yang lain
tidak. Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen framework
STEPPS dan contohnya:

A. Social Currency (Kredibilitas Sosial):Orang cenderung


membagikan konten yang membuat mereka terlihat lebih baik di mata
orang lain. Konten yang memberikan nilai sosial positif kepada pelaku
sharing akan lebih mudah menyebar.
Contoh: Kampanye “Share a Coke” dari Coca Cola di mana orang dapat
membeli Coca Cola dengan label nama mereka sendiri. Kampanye ini
memungkinkan orang untuk membagikan foto dari botol Coke mereka
dengan nama mereka sendiri, dan menunjukkan kepada orang lain
betapa spesial mereka.

B. Triggers (Pemicu): Konten yang memiliki keterkaitan dengan suatu


topik atau hal yang populer saat itu dapat memicu orang untuk berbicara
tentangnya dan membagikannya. Terkadang, konten ini bertentangan
dengan norma atau kebiasaan yang membuat orang terdorong untuk
menimpalinya.

Contoh: Kampanye “Ice Bucket Challenge” yang dilakukan pada tahun


2014 di mana orang-orang di seluruh dunia menantang orang lain untuk
menuangkan ember berisi air es ke atas kepala mereka dan
menyumbangkan uang untuk amal untuk ALS (Amyotrophic Lateral
Sclerosis). Kampanye ini memanfaatkan popularitas media sosial untuk
menyebar dengan cepat dan berhasil mengumpulkan lebih dari $ 115 juta
untuk amal.

C. Emotion (Emosi): Konten yang menimbulkan emosi kuat seperti


senang, sedih, takut, atau marah, dapat membuat orang merasa terhubung
dan ingin membagikannya.

Contoh: Video “Puppyhood” dari Purina Puppy Chow yang menunjukkan


petualangan seorang pemilik anjing baru bersama dengan anjingnya.
Video ini berhasil menjadi viral karena menunjukkan hubungan yang
manis dan emosional antara pemilik dan anjingnya.

D. Public (Publik): Orang akan lebih cenderung berbagi konten yang


memang sudah ramai dibicarakan, seperti video yang populer atau hashtag
yang sedang tren. Konsep ini juga menjelaskan bahwa manusia cenderung
meniru orang lain di sekitarnya.
Contoh: Video “Gangnam Style” dari Psy menjadi viral karena banyak
orang di seluruh dunia telah menonton dan membagikannya.

E. Practical Value (Nilai Praktis): Konten yang memberikan nilai


praktis atau memberikan solusi masalah dapat membuat orang merasa
terbantu dan ingin membagikannya.

Contoh: Situs web BuzzFeed yang terkenal dengan daftar dan tips, seperti
“10 Tips for Cleaning Your House Quickly” atau “5 Resep Mudah untuk
Sarapan Sehat”, membantu orang menyelesaikan masalah sehari-hari
mereka.

F. Stories (Kisah): Konten yang disampaikan dalam bentuk kisah atau


narasi, dapat membuat orang merasa terhubung dan terinspirasi.

Contoh: Kampanye iklan Super Bowl “The Force” dari Volkswagen yang
menampilkan seorang anak kecil yang berpakaian sebagai Darth Vader
mencoba menggunakan “kekuatan” untuk mengendalikan mobil
Volkswagen, membuat orang merasa terhubung dan terinspirasi oleh
pesan kampanye tersebut.

Dengan menggunakan kerangka kerja STEPPS ini, kita dapat memahami


mengapa konten tertentu menjadi viral dan menyebar dengan cepat, serta
dapat membantu dalam merencanakan dan membuat konten yang lebih
menarik dan berpotensi menjadi viral.

Anda mungkin juga menyukai