Anda di halaman 1dari 15

BAHAN AJAR MANDIRI

BAHASA DAN PENULISAN JURNALISTIK


3 SKS
Modul 1 : Konsep Dasar Bahasa Jurnalistik
Modul 2 : EYD Dan Kendala Dalam Menggunakan Bahasa
Jurnalistik, Kebijakan Redaksional Dan Style Book
Modul 3 : Kata, Diksi, Kalimat Dan Paragraf Dalam Bahasa
Jurnalistik
Modul 4 : Kata Mubazir, Bahasa Yang Tepat Makna, Dan Bias
Modul 5 : Gaya Bahasa Jurnalistik
Modul 6 : Bahasa Jurnalistik Media Massa Cetak dan Media Online
(Media Siber)
Modul 7 : Bahasa Jurnalistik Radio
Modul 8 : Bahasa Jurnalistik Televisi
Modul 9 : Dimensi Etika dan Moral Dalam Penggunaan Bahasa
Jurnalistik

OLEH

MONIKA WUTUN,S.SOS.,M.I.KOM
HENNY L.L. LADA,S.SOS.,M.I.KOM

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2024
MODUL 4.

KATA MUBAZIR,
BAHASA YANG TEPAT MAKNA, DAN BIAS

Pendahuluan
Bahasa jurnalisttik mengisyaratkan prinsip efisiensi dengan cara menghindari
kata-kata mubazir, bahasa yang tidak tepat makna, serta bias yang dapat
mengaburkan makna atau pesan berita. Karena itu, untuk membuat mahasiswa
memamahi dengan tepat terkait ketiga bahasan tersebut maka Modul 4 akan
menguaraikan secara rinci bagian perbagian.

Dalam prinsip menghindari kata mubazir, terdapat juga prinsip hemat kata
secara gramatikal. Hemat kata dapat dilakukan secara morfologi dan sintaksis. Prinsip
ini tentu saja membantu meminimalisir bias terutama dalam karya jurnalistik.

4.1. Penanggalan Kata Mubazir


Kata mubazir ialah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu
kelancaran komunikasi. Kata mubazir ialah kata yang sifatnya terasa berlebih-
lebihan. Kata mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan
akan membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat lebih kuat
kesannya. Bahasa jurnalistik ialah bahasa yang membuang kata mubazir. Dengan
begitu tercapailah efisiensi dalam bahasa. Efisiensi merupakan syarat penting yang
harus dipenuhi bila hendak menulis berita yang baik (Anwar, 2004:27).

a. Hari, Tanggal, Bulan dan Tahun


Kata hari, tanggal, bulan, dan tahun adalah kata-kata yang menyatakan waktu.
Untuk menerapkan prinsip hemat kata, kata-kata itu bisa ditanggalkan karena tidak
akan mengganggu makna kalimat dan kelancaran komunikasi (Chaer, 2010:50).
Simak contoh berikut ini:
(1) Rapat akan diadakan pada hari Jumat tanggal 22 bulan Januari tahun 2010.
(2) Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan pada hari Senin tanggal 18 bulan Januari
tahun 2010.

57
Dengan menanggalkan kata-kata hari, tanggal, bulan dan tahun akan direvisi
sebagai berikut:
(1) Rapat akan diadakan Jumat, 22 Januari 2010.
(2) Jaksa penuntut umum membacakan tuntannya Senin, 18 Januari 2010.

Penghilangan kata hari, tangal, bulan, dan tahun ternyata tidak memperngaruhi
apa-apa pada kalimat dan tetapi bisa dipahami seperti kalimat.

b. Konjungsi bahwa
Dalam percakapan dan dalam tulisan kita sudah bisa memakai perkataan bahwa
sebagai penyambung antara dua kalimat yang di Minangkabau disebut bahasa.
Bahwa ialah kata sambung yang dipakai utnuk menggabungkan induk kalimat
dengan anak kalimat pengganti subjek atau objek sedara eksplisit (Anwar,2004:29-
31).
Contoh:
Trisno mengabarkan kepada kami, bahwa sebulan sesudah diwisuda dia akan bekerja di
Puskesma Bekasi.
Datuk Hitam menegaskan, bahasa adat yang kita warisi dari nenek moyang kita jangan
dianggap sebagai penghalayang kemajuan semata.
Kata bahwa atau bahasa sebenarnya dihilangkan pun tetap tidak merubah makna
kalimat. kata bahwa cenderung digunakan tanpa disadari sebagai kebiasaan
berbahasa. Pemakaian kata bahwa dalam karya jurnalistik perlu ditinjau lagi.
Dalam bahasa baku konjungsi bahwa harus digunakan secara konsisten; tetapi di
dalam bahasa jurnalistik demi hemat kata boleh saja ditanggalkan asal tidak
mengganggu komunikasi dan merusak makna kalimat (Chaer, 2010:51).
c. Konjungsi Adalah, Ialah, Yaitu, Yakni, dan Merupakan
Konjungsi adalah, ialah, yaitu, yakni, dan merupakan adalah konjungsi yang
secara semantik menghubungkan menyamakan dua buah klausa, atau antara klausa
dengan bagian klausa lain dalam sebuah kalimat. dalam bahasa baku kelima
konjungsi itu mempunyai fungsi penggunaan masing-masing (Chaer, 2010:52-54).
Contoh:
(1) Dia adalah seorang guru SD di Jakarta.
Kata adalah pada kalimat ini dapat dihilangkan menjadi Dia guru SD di Jakarta.
(2) Sukarno adalah presiden pertama Republik Indonesia.
Kata adalah pada kalimat ini tidak perlu direvisi. Kata adalah sebaiknya digunakan
kalau unsur subjek atau unsur predikat merupakan frase yagn panjang.

58
(3) Mereka berdebat sengit dalam sidang kasus Bank Century di DPR ialah Gayus Lumbuun
dan Ruhut Sitompul.
Kata ialah pada kalimat ini sebiknya jangan dianggalkan karena merupakan kata
pemisah antara subjek (yang cukup panjang) dengan prediket Gayus Lumbuun dan Ruhut
Sitompul.
(4) Bengawan Solo yakni sungai terpanjang di pulau Jawa bermuara di laut Jawa.
Kata yakni pada kalimat ini bisa ditanggalkan untuk tujuan hemat kata.diganti menjadi
Bengawan Solo sungai terpanjang di pulau Jawa, bermuara di laut Jawa.
(5) Anak beliau ada dua orang yaitu Ali dan Siti.
Kata yaitu pada kalimat diatas bisa diganti dengan (:) menjadi Anak beliau ada dua
orang: Ali dan Siti.
(6) Keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras kami.
Kata merupakan pada kalimat ini tidak boleh ditangalkan karena menjadi kata pemisah
antara subjek dan predikat.
d. Konjungsi Untuk, Guna, dan Bagi
Kata Untuk, Guna, dan Bagi adalah konjungsi untuk menghubungkan dua kalimat
atau klausa yang menyatakan tujuan atau peruntukan. Dalam upaya hemat kata
apakah ketika konjungsi ini dapat ditanggalkan (Chaer, 2010:54-55).
Contoh:
(1) Ibu ke pasar untuk membeli beras.
(2) Sutiyoso mendeklarasikan diri untuk menjadi bakal calon Presiden 2009-2014.
(3) Jalan layang dibangun guna melancarkan arus lalu lintas.
(4) Guna mengatasi banjir Pemda DKI bangun saluran banjir kanal timur.
(5) Bagi saya uang seribu rupiah besar artinya.
(6) Kami berdemo bagi penyelamatan uang negara.
Untuk melaksanakan prinsip hemat kata, maka kata untuk pada kalimat (1) dan
(2) ini harus ditanggalkan. Untuk kalimat (3) tidak dapat ditanggalkan, karena bila
ditanggalkan kalimat itu tidak jelas. Begitu juga kalimat (4), dan kata bagi pada
kalimat (5) dan (6).
Sedangkan untuk contoh kalimat dibawah ini, kata untuk demi prinsip hemat kata
harus ditangglakna.
(7) Jaksa Agung memutuskan untuk mencabut larangan itu.
Kalimat ini menjadi, Jaksa Agung memutuskan mencabut larangan itu.
(8) Rektor bermaksud untuk membicarakan kasus itu.
Kalimat ini menjadi, Rektor bermaksud membicarakan kasus itu.

59
e. Kata Telah, Sedang, dan Akang
Kata telah (dengan padanannya sudah), sedang (dengan padanannya tengah), dan
akan adalah kata-kat ayang menyatakan kala atau tenses. Kata telah menunjukkan
sesuatu yang sudah terjadi atau berlangsung; kata sedang untuk menyatakan suatu
kejadian atau perbuatan sedang berlangsung, dan kata akan menyatakan sesuatu
belum tejadi atau akan terjadi (Chaer, 2010:55).
Contoh:
(1) Kemarin presiden telah meresmikan usaha peternakan lebah itu di Bogor.
Kata telah pada kalimat di atas demi prinsip hemat kata harus ditanggalkan, karena sudah
terdapat keterangan waktu. Kalimat itu menjadi Kemarin Presiden meresmikan usaha
peternakan lebah itu di Bogor.
(2) Dewasa ini KPK sedang sibuk memeriksa Anggoro Widjoyo.
Kata sedang pada kalimat ini dapat dihapus demi prinsip hemat kata. Kalimat akan
menjadi Dewasa ini KPK sibuk memeriksa Anggoro Widjoyo.
(3) Bulan depan Gubernur DKI Jakarta akan meresmikan proyek Panti Anak Jalanan.
Demi prinsip hemat kata, kata akan pada kalimat ini mesti dihilangkan. Kalimat akan
menjadi Bulan depan Gubernur DKI Jakarta meresmikan proyek Panti Anak
Jalanan.
f. Kata Dari dan Daripada
Dewasa ini kata dari dan daripada digunakan secara berlebihan yang tidak sesuai
dengan kaidah gramatikal bahasa baku (Chaer, 2010:56).
Contoh:
(1) Pidato dari presiden tidak menyebut-nyebut masalah perubahan kabinet.
(2) Pertemuan daripada para gubernur berlangsung di istana Bogor.

Untuk prinsip hemat kata, penggunaan kata dari dan daripada untuk contoh
kalimat diatas harus dihilangkan. Kalimat akan menjadi:

(1) Pidato presiden tidak menyebut-nyebut masalah perubahan kabinet.


(2) Pertemuan para gubernur berlangsung di istana Bogor.
g. Kata Bantu Bilangan
Dalam bahasa Indonesia lama / bahasa Melayu kita mengenal banyak sekali kata
bantu bilangan, yaitu orang, ekor, buah, pucuk, lembar, kaki, sisir, butir, biji,
potong, iris, suap, kerat, batang, bentuk, utas, dan lain-lain. Lalu dalam
perkembangan kata-kata tersebut sudah tidak digunakan lagi. Yang masih
digunakan, antara lain orang ekor, buah, biji, dan lembar (Chaer, 2010:57).

60
Contoh:
(1) Beliau orang kaya, mobilnya saja ada tiga buah.
(2) Adik menulis surat dengan sebatang pensil
Kata orang dan sebatang pada kalimat di atas dapat dihilangkan, karena tidak akan
mempengaruhi maksud kalimat. kalimat akan menjadi:
(1) Beliau kaya, mobilnya saja ada tiga buah.
(2) Adik menulis surat dengan pensil
h. Kata-kata Di mana, Darimana, Yang mana, Hal mana, Apa, dan Kepada siapa
Dalam bahasa sehari-hari sering kita dengar atau baca kata-kata di mana, dari
mana, yang mana, dan sebagainya digunakan orang. Kata-kata itu jika digunakan
pada kalimat dapat ditanggalkan (Chaer, 2010:59).
Contoh:
(1) Rumah di mana para tersangka teroris itu bersembunyi digerebek polisi.
(2) Orang dari mana sumber berita itu berasal telah menghilang.
(3) Keadaan di Timika sangat gawat yang mana mengancam keselamatan banyak orang.
(4) Tawuran pelajar di kota-kota besa sudah meresahkan masyarakat, hal mana telah
menjadi perhatian yang berwajib.
(5) Kata pejabat itu, hasil kerjanya telah sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat
banyak.
(6) Petugas kecamatan itu kepada siapa saya minta tolong tidak mau menolong kalau
tidak diberi apa-apa.
Demi pelaksanaan prinsip hemat kata, revisi dari kalimat tersebut menjadi:’
(1) Rumah tempat para tersangka teroris itu bersembunyi digerebek polisi.
(2) Orang tempat sumber berita itu berasal telah menghilang.
(3) Keadaan di Timika sangat gawat sehingga mengancam keselamatan banyak orang.
(4) Tawuran pelajar di kota-kota besa sudah meresahkan masyarakat, hal itu telah
menjadi perhatian yang berwajib.
(5) Kata pejabat itu, hasil kerjanya telah sesuai dengan yang diharapkan rakyat banyak.
(6) Petugas kecamatan itu yang saya minta tolong tidak mau menolong kalau tidak
diberi apa-apa.
i. Kata Penanda Jamak dan Bentuk Ulang
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang menyatakan jamak atau pluralis,
seperti kata-kata semua, sebagian, sejumlah, banyak, seluruh, sekalian, para, dan
sebagainya. Selain itu bentuk ulang yang berfungsi sebagai jamak dalam
masyarakat banyak ditemui kata jamak dan bentuk yang diulang digunakan
bersama sekaligus (Chaer, 2010:60).

61
Dalam upaya pelaksanaan hemat kata, hal ini tidak boleh terjadi. Berikut beberapa
contoh:
(1) Banyak guru-guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya.
(2) Saudara-saudara sekalian harap menunggu dengan tenang.
(3) Hampir semua peraturan-peraturan daerah perlu dikaji ulang.
(4) Indoneisa akan mengekspor berbagai barang-barang kerajinan ke Eropa.
(5) Sebagian besar dosen-dosen UNJ belum disertifikasi.
(6) Dikabarkan ribuan pengungsi-pengungsi korban gempa di Haiti mulai dihinggapi
berbagai penyakit.
Dalam rangka pelaksanaan prinsip hemat kata, kalimat di atas dapat direvisi
menjadi:
(1) Guru-guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya.
Banyak guru yang belum lulus sertifikasi mempertanyakan nasibnya.
(2) Saudara-saudara harap menunggu dengan tenang.
Saudara sekalian harap menunggu dengan tenang.
(3) Hampir semua peraturan daerah perlu dikaji ulang.
(4) Indoneisa akan mengekspor berbagai barang kerajinan ke Eropa.
Indoneisa akan mengekspor barang-barang kerajinan ke Eropa.
(5) Sebagian besar dosen UNJ belum disertifikasi.
(6) Dikabarkan ribuan pengungsi korban gempa di Haiti mulai dihinggapi berbagai
penyakit.
j. Kata Mengenai,Tentang, dan Perihal
Menurut kaidah tata bahasa Indonesia hubungan antara kata kerja aktif transistif
dan objek di dalam kalimat harus bersifat langsung. Atinya, antara keduanya tidak
boleh disisipi kata-kat apapun. Namun dalam penggunaanya sehari-hari sering kita
temui kata-kata mengenai, tentang dan perihal yang diletakkan di antara kata
kerja aktif transitif yang menjadi predikat sebuah kalimat dengan objeknya (Chaer,
2010:62).
Contoh:
(1) Tokoh politik itu membicarakan mengenai kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan
ekonomi.
(2) Tugas pansus hak angket DPR mengenai Bank Century adalah membahas tentang aliran
dana ynag berjumlah Rp 6,7 triliun itu.
(3) Para gubernur melaporkan perihal keadan daerahnya masing-masing.
Kata mengenai, tentang dan perihal pada kalimat di atas sepatutnya ditanggalkan.
Apalagi kehadirannya mengganggu kaidah bahasa Indonesia.

62
k. Kata Hipernimi dan Hiponimi
Di dalam kajian tentang makna dikenal istilah hipermini (disebut juga
superordinat) dan isitilah hiponimi (disebut juga subordinat). Hipernimi adalah
kata yang maknanya mencakupi makna jumlah kata lain. Misalnya kata ikan
mencakup makna seperti tongkol, kakap, cekalang, tenggiri, bandeng, dan lainnya.
Makna bunga mencakup melati, mawar, cempaka, asoika, kamboja, hebras, dan
lainnya (Chaer, 2010:63).
Kebalikan dari hipermini dalah hipomini, yakni sebuah kata yang maknanya
tercakup dalam makna kata lain yang lebih luas. Jadi kalau kata kakap maknanya
ikan; kata melati maknanya bunga.
Dalam rangka prinsip hemat kata dala menyebutkan hiponimi maka kata
hiperniminya tidak perlu disebutkan. Seperti ikan tongkol langsung saja tongkol,
atau perkutut dan tidak usah burung perkutut.

4.2. Hemat Kata Secara Gramatikal

1. Hemat Kata Secara Morfologi


Salah satu upaya hemat kata secara morfologi adalah dengan
menggunakan afiks (imbuhan) secara konsekuen, menurut kaidah gramatikal
yang ada, meskipun dalam berbahasa sehari-hari tidak atau belum digunakan
orang. Misalnya, salah satu makna gramatikal prefiks (awalan) ber- adalah
dalam arti ‘naik..’ kalau diimbuhkan pada bentuk dasar kata benda yang
menyatakan ‘kendaraan’. Contoh: berkuda berarti naik kuda, bersepeda berati
naik sepeda (Chaer, 2010:64-66).
Simak contoh berikut ini:
(1) Setiap pagi, sehabis shalat subuh, beliau melakukan olahraga sekitar setengah jam.
(2) Beliau tidak memberi izin kami untuk pulang segera.
Kedua kalimat tersebut, jika mengikuti kaidah gramatikal hemat kata secara
morfologis, maka menjadi:
(1) Setiap pagi, sehabis shalat subuh, beliau berolahraga sekitar setengah jam.
(2) Beliau tidak mengizinkan kami untuk pulang segera.
2. Hemat Kata Secara Sintaksis
Secara singkat kita dapat melaksanakan prinsip hemat kata dengan cara
melesapkan salah satu unsur kalimat atau lebih sehubungan dengan adanya
kesamaan kalimat (klausal) atau sehubungan dengan kalimat (klausa) lainnya

63
(Chaer, 2010:66-68). Umpamanya bagian yang tercetak miring yang
merupakan unsur subjek dan predikat pada kalimat di bawah ini bisa
ditanggalkan:
(1) Minggu ini pansus angket Bank Century DPR memeriksa wapres Budiono.
(2) Minggu depan pansus angket Bank Century DPR memeriksa Menkeu Sri Mulyani.
Kedua kalimat diatas dapat dilesapkan menjadi satu menjadi:
Minggu ini pansus angket Bank Century DPR memeriksa Wapres Budiono, minggu
depan Menkeu Sri Mulyani.
Sekarang perhatikan contoh berikut:
(1) Saya baru seminggu di Jakarta.
(2) Saya belum punya tempat tinggal tetap.
(3) Saya belum pergi ke mana-mana.
(4) Saya belum punya teman.
Keempat kalimat di atas jika disusun dengan prinsip hemat kata secara
sintaksi dapat menjadi:
Saya baru seminggu di Jakarta, belum punya tempat tinggal tetap, belum bisa ke mana-
mana, dan belum punya banyak teman.

4.3. Bahasa Yang Tepat Makna

Dalam berbagai literatur disebutkan salah satu ciri bahasa jurnalistik adalah
bersifat lugas sehingga mudah dimengerti atau mudah dipahami. Kata lugas sendiri
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka yang dikutip
(Chaer,2010:69) menyebutkan kata lugas diberi makna:

(1) Mengenai pokok-pokok (perlu-perlu) saja, tidak menyimpang ke sana-sini;


(2) Bersifat apa adanya, serba sederhana;
(3) Tidak berbelit-belit;
(4) Tidak bersifat pribadi, objektif.
Keempat makna lugas yang diberikan KBBI itu menyiratkan kesimpulan bahwa kata
lugas mudah dimengerti bahwa bahasa jurnalistik disajikan dengan prinsip tepat
makna.
Chaer (2010:69-88) menulis pada lembar yang sama terdapat lima prinsip tepat
makna yang dapat diterapkan dalam bahasa jurnalistik agar menghindari kata-kata
mubasir atau bias berita. Kelima prinsip tersebut diantaranya:

64
a. Kata-kata dengan kebenaran faktual
Yang dimaksudkan dengan kata-kata yang mengandung kebenaran faktual
adalah kata-kata yang sesuai objek empirisnya. Kalimat-kalimat berikut yang
tidak tepat makna karena tidak seusai empiris dapat dilihat pada contoh
dibawah ini:
(1) Cianjur terletak di Jawa Tengah.
(2) Penduduk kota Jakarta kurang lebih tiga juta jiwa banyaknya.
(3) Ambon adalah kota yang banyak dihuni oleh orang Batak.
(4) Sungai Musi bermuara di Laut Jawa.
Kalimat (1) tidak tepat makna karena Cianjur secara empiris terletak di Jawa
Barat. Kalimat (2) tidak tepat makna karena penduduk Jakarta dewasa ini
lebih dari 10 Juta jiwa. Kalimat (3) tidak tepat makna karena di Kota Ambon
tidak terdapat orang Batak. Kalimat (4) tepat makna karena sungai musim
memang bermuara di Laut Jawa.
b. Kata-kata dengan bentuk gramatikal yang tepat
Yang dimaksudkan dengan bentuk gramatikal yang tepat adalah kata-kata
yang memiliki gramatikal yang mendukung konsep makna yang tepat.
Mislanya, secara gramatikal kita mempunyai pasangan kata melemparkan dan
melempari; menghindarkan dan menghindari; pekerjaan dan pengerjaan;
serta terjemahan dan penerjemahan.
Kata melemparkan terkandung makna objek yang bergerak, sedangkan kata
melempari terkandung makna objek yang diam. Kata menghindarkan
terkandung makna menghindar akan, sedangkan kata menghindari terkandung
makna menghindari dari. Kata pekerjaan mengandung makna hal kerja atau
bekerja, tetapi kata pengerjaan mengandung makna hal mengerjakan.
Selanjutnya, kata terjemahan terkandung makna menerjemahkan, sedangkan
penerjemahan terkandung makna proses menerjemahkan.
Contoh:
Kalimat dengan gramatikal benar:
(1) Anggota Dewan yagn marah melemparkan botol minuman ke arah ketua sidang.
(2) Mereka melempari ketua sidang dengan botol minuman.
(3) Polisi berusaha menghindarkan tersangka copet dari amuk massa.
(4) Untuk menghindari kemacetan, kami mencari jalan lain. Orang datang berbondong-
bondong ke Jakarta mencari pekerjaan.
(5) Pengerjaan jalan layang itu memakan waktu 15bulan.

65
(6) Kitab Alquran terjemahan Mahmud Yunus banyak dibaca orang.
(7) Buku itu sangat penting, hanya sayang penerjemahannya kurang baik.
Contoh kalimat dengan gramatikal salah:
(1) Kebijakan salah yang mereka melakukan tidak dapat dibiarkan.
(2) Nilai-nilai kejujuran harus ditanami pada anak-anak itu.
(3) Kita harus bekerja sesuai dengan pengaturan yang berlaku.
(4) Peristiwa itu merupakan pengajaran berharga bagi kita.
(5) Jalannya diperlebarkan agar lalu lintas menjadi lancar.
c. Pilihan dari kata-kata bersinonim
Banyak orang berpendapat bahwa kata-kata yang bersinonim seperti mati,
wafat, meninggal, berpulang, tewas, gugur, dan mampus memiliki makna
yang sama; namun sebenarnya tidak. Yang sama adalah makna dasarnya yaitu
yang tadinya bernyawa menjadi tidak bernyawa lagi. Kata mati pada contoh
bisa dikenakan pada makhluk lain yang bukan manusia. Kata mati tidak bisa
dikenakan pada orang yang dihormati. Kata wafat, meninggal, dan berpulang
dapat dikenakan pada orang (terutama tentara atau polisi) yang meninggal
ketika menjalankan tugas. Lalu kata tewas dikenakna kepada musuh atau
penjahat; sedangkan kata mampus digunakan untuk memaki atau memarahi.
Perlu diingat makna kata-kata diberi contoh baru pada level leksikal saja,
padahal kata-kata tersebut juga mempunyai makna polisemi. Selain faktor
nuansa makna, dua buah kata yang sinonim tidak dapat dipertukarkan seca
bebas, bisa juga karena faktor waktu, seperti kata komandan yang cocok masa
kini bila dibandingkan dengan kata hulubalang yang cocok di masa lalu.
d. Meghindari bentuk-bentuk ambiguiti
Ambiguiti adalah bentuk frase atau kalimat yang mempunyai potensi untuk
ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna. Contoh:
(1) Anak dan bapaknya yang nakal
(2) Anggodo adiknya Anggoro.
Konstruksi kalimat (1) Anak dan Bapak yang nakal dapat ditafsirkan makna:
yang nakal anaknya dan bapaknya; yang nakal bapaknya, anakya tidak. Begitu
juga kalimat (2) bisa ditafsirkan Anggodo adik sedangkan Anggoro itu kakak;
atau sebaliknya Anggodo itu kak sedangkan Anggoro itu Adik. Karena itu
kalimat bisa diubah menjadi Anggodo, adik Anggoro atau Anggodo, kakak
Anggoro.

66
e. Susunan kalimat yang cermat
Sebuah kalimat yang berdiri sendiri minimal harus mempunyai unsur subjek
dan unsur predikat. Juga harus ada objeknya kalau unsur predikat berupa kata
kerja aktif transitif. Sedangkan unsur keterangan (tempat, waktu, cara, dan
sebagainya) boleh ada boleh tidak sesuai dengan keperluan.
Dalam rangka menerapkan prinsip tepat makna, maka unsur subjek dan
predikat harus ada. Jika salah satu tidak ada maka ketepatan makna kalimat
terganggu. Simak kalimat berikut:
(1) Dalam sidang pansus hak angket Bank Century kemarin memeriksa Robert Tantular,
pemilik Bank Century itu.
Kalimat di atas tidak jelas makna, sebab subjeknya tidak ada. Kalimat itu
dimulai dengan keterangan tempat ‘dalam sidan pansus hak angket Bank
Century kemarin’. Untuk mendapatkan subjek, kata dalam yang ada pada
keterangan tempat harus dibuang sehingga menjadi subjek. Kalau direvisi
kalimat itu kan menjadi jelas dan memiliki sebuah subjek:
(1) Sidang pansus hak angket Bank Century kemarin memeriksa Robert Tantular,
pemilik Bank Century itu.
Dari kalimat di atas, kita dapat menangkap sebuah kalimat tunggal tidak
boleh diawali dengan sebuah kata konjungsi.

4.4. Bias2
Bias dalam bahasa Inggris, berbeda makna dengan bias dalam bahasa
Indonesia. Bias dalam bahasa Inggris bisa berarti prasangka (to be free form bias,
bebas dari prasangka). Contoh informasi yang berprasangka: Pembobol bank berkulit
kuning dan bermata sipit itu.... (arah kalimat ini menunjukkan tuduhan terhadap etnis
tertentu sebagai pembobol bank). Atau Pembobol yang berbadan tegap dan berambut
cepak itu...

Dalam bahasa Indonesia, kata bias menurut KBBI diartikan sebagai


1.simapangan; 2. belokan arah dari garis tempuhan karena menembus benda bening
lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada di air). Membiaskan

2
Materi ini diambil dari makalah pada Lokakarya Kode Etik Jurnalistk (Reporter) Lembaga Pers
Dr.Soetomo – Kedubes Kerajaan Norwegia di Kupang, 28 – 30 September 2011 yang disusun oleh T.D
Asmadi, Pengajar Lembaga Pers Dr.Soetomo.
Dan Heri Winarko dalam buku Mendeteksi Bias Berita Panduan Untuk Pemula yang diterbitkan tahun
200 oleh KlikR (2000) di Yogyakarta.

67
berarti 1.berbelok dari arah (seperti perahu yang dilanggar obat, hujan yang tertitup
angin); 1. berbelok arah dari garis tempuhan karena menembus benar bening yang
lain (seperti menembus kaca, bayangan yang berada dalam air), 3.(Kata sifat)
menyimpang (tentang nilai, ukuran) dari sebenarnya. Membiaskan (kata kerja)
.menyimbang (membelokkan) arah. Pembiasan (kata benda) berarti 1.proses, cara,
perbuatan membiaskan; 2.penyimpangan (pembelokan)... berkas cahaya yang keluar
dari prisma mengalami pembiasan.

Bias dalam bahasa Indonesia artinya penyimpangan, dalam bahasa Inggris


artinya deviation (‘the departure from a course or procedure of froma norm or
standard’ – menyimpang dari garis atau prosedur atau norma atau standar). Menurut
Paul Johnson dalam The Media Truth: is There a Moral Duty sebagaimana dikutip
T.D. Asmadi tujuh dosa besar media dalam menampilkan bias pada berita
diantaranya:

(1) Distorsi informasi


(2) Dramatisasi fakta palsu
(3) Mengganggu pivasi
(4) Pembunuhan karakter
(5) Eksploitasi seks
(6) Meracuni benak pikiran anak-anak
(7) Penyalagunaan kekuasaan.

Motchtar Pabottingi membagi empat sisi distorsif atau penyimpangan


penggunaan bahasa sebagai:

(1) Topeng: tarif dasar listrk tidak perlu disesuaikan.


(2) Proyek lupa:agar orang beralih fokus tertentu.
(3) Sebagian label atau simbol yang tidak digunakan sebagaimana mestinya.
(4) Pemaksa agar masyarakat mengakui kebenaran bahasa yang digunakan.

Agar tidak menyimpang (bias) berita diharapkan dituliskan berdasarkan:

(1) Tulisan berdasarkan fakta yang ada


(2) Jika berupa opini harus berdasarkan fakta.
(3) Gunakan bahasa yang lazim.
(4) Pilih kata dan susun kalimat yang baik dan benar, juga baku.

68
Heri Winarko (2000, 65-92) memetakan cara mendeteksi bias berita di media
massa melalui:

(1) Sumber berita


(2) Pluralitas dalam organisasi media
(3) Sudut pandang penulisan berita
(4) Standar ganda (media tetapkan standar ganda pada suatu golongan)
(5) Stereotip yang merugikan
(6) Prasangka-prasangka tersembunyi
(7) Pilihan bahasa dan cara penyampaian
(8) Bias waktu
(9) Konteks
(10) Keakuratan headline/judul
(11) Isu-isu dan fakta-fakta yang ditonjolkan
(12) Pemilik modal
(13) Perspektif penguasa politik
(14) Perspektif wartawan dan grup penerbitan

Bagaimana menyikapi bias berita?

1) Perbanyak sumber bacaan


2) Mencari tahu dapur redaksi
3) Mencari tahu tentang kecenderungan berita di media
4) Biasakanlah menangkap (memahami) sudut pandang berita
5) Mencoba berempati
6) Sensitif terhadap stereotip
7) Menulis surat pembaca

Kesimpulan
Kata mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan
akan membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat lebih kuat
kesannya. Bahasa jurnalistik ialah bahasa yang membuang kata mubazir. Karena itu
jika terdapat pengulangan kata dengan makna yang sama atau menambahkan
konjungsi yang yang tidak tepat, atau bahkan kehadiran kata itu tidak membawa

69
pengaruh bagi perubahan makna kata maka sebaiknya jangan ragu-ragu untuk
dhilangkan.
Sementara upaya hemat kata secara morfologi adalah dengan menggunakan
afiks (imbuhan) secara konsekuen, menurut kaidah gramatikal yang ada, meskipun
dalam berbahasa sehari-hari tidak atau belum digunakan orang. Sedangkan prinsip
hemat kata Sintaksis dengan cara melesapkan salah satu unsur kalimat atau lebih
sehubungan dengan adanya kesamaan kalimat (klausal) atau sehubungan dengan
kalimat (klausa) lainnya.

Pertanyaan Diskusi!

1. Apa yang anda ketahui tentang kata mubazir terkait berita di media massa?
2. Menurut anda apakah kata mubasir dapat mengurangi nilai berita atau makna
pesan dapat terdistorsi?
3. Buatlah contoh kalimat jurnalistik dengan menggunakan konjungsi yang
sudah dibahas pada Modul 4 ini!
4. Jelaskan pemahaman anda terkait hemat kata secara morfologi dan sintaksi!
5. Sebutkan cara-cara Heri Winarko mendeteksi bias berita di suatu media
massa?
6. Jelakan bagaimana cara anda sebagai mahasiwa jurnalistik menyikapi bias
berita!

70

Anda mungkin juga menyukai