Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
“EJAAN”

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Belinda Dwi Utami (20600119002)
Ari Febrian (20600119014)
Nurlina Sari (20600119076)
Zulfayani (20600119080)

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan dengan baik makalah yang diberi judul “Ejaan”.

Makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca


untuk lebih memahami tentang ejaan, bagaimana sejarah perkembangannya,
perubahan apa saja yang ada pada kaidah-kaidah ejaan yang berlaku, karena
sebagai warga negara yang baik tentunya harus mengetahui sejarah penggunaan
bahasa yang digunakan saat ini.

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Maka dari itu, penulis
dengan senang hati menunggu saran-saran dan kritikan yang membangun yang
dapat meningkatkan dan menjadikan makalah ini lebih baik dari sebelumnya.

Gowa, 19 Maret 2020

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
Sampul...................................................................................................................i

Kata Pengantar.......................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Pengertian Ejaan......................................................................................3
B. Sejarah Perkembangan Ejaan..................................................................4
C. Perbedaan Kaidah-kaidah Ejaan yang Pernah Berlaku di Indonesia......10
D. Fungsi Ejaan............................................................................................11
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................13
B. Saran........................................................................................................14
Daftar Pustaka.......................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara, bangsa maupun daerah memiliki bahasa tersendiri yang
menjadi ciri khas masing-masing. Indonesia misalnya, memiliki bahasa
persatuan yang diakui warganya, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
yang digunakan saat ini tentunya memiliki aturan dalam penggunaannya,
dalam artian bahasa tersebut telah diatur dalam kaidah-kaidah yang sudah
ditetapkan dan disahkan secara resmi oleh negara. Mengapa harus ada kaidah-
kaidah semacam itu? Ya, tentunya untuk memudahkan masyarakat dalam
menyampaikan informasi ataupun berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan informasi, tentunya dibutuhkan
kecakapan berbahasa yang baik. Disinilah peran aturan baku yang harus
digunakan, selaku warga negara yang baik tentunya sudah menjadi kewajiban
untuk memperhatikan rambu-rambu tata bahasa yang baik dan benar. Rambu-
rambu yang dimaksud disini adalah penggunaan ejaan, dimana ejaan ini
merupakan dasar dalam penggunaan bahasa. Karena merupakan dasar dalam
penggunaan bahasa yang baik dan benar, tentunya kaidah ejaan ini memiliki
peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis
sehingga penting untuk dipelajari dan dipahami secara mendalam.
Pembuatan makalah yang berjudul “Ejaan” ini bertujuan agar pembaca
mampu mengetahui dan memahami pengertian ejaan, sejarah perkembangan
ejaan yang telah ada di Indonesia, serta fungsi ejaan untuk kehidupan
masyarakat yang tentunya sangat bermanfaat sehingga dapat menambah
wawasan dan referensi pengetahuan.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ejaan?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ejaan di Indonesia?
3. Apa saja perbedaan antara kaidah-kaidah ejaan yang pernah berlaku di
Indonesia?
4. Apa fungsi ejaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ejaan.
2. Untuk memahami sejarah perkembangan ejaan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perbedaan antara kaidah-kaidah ejaan yang pernah
berlaku di Indonesia.
4. Untuk mengetahui fungsi ejaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ejaan
Secara bahasa, merupakan penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan
sebagainya) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan
memiliki maknanya masing-masing. Jika dibahas secara teknis, ejaan yang
dimaksud disini adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda
baca.
Soetarman (1998: 32) dalam buku Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Indonesia karya Hamsiah Djafar menyatakan bahwa ejaan adalah keseluruhan
aturan dan tatacara untuk menulis suatu bahasa, baik yang menyangkut
lambang, bunyi, penulisan kata, penulisan kalimat maupun penggunaan tanda
baca.1 Jadi, pengertian ejaan adalah kaidah atau sistem penggambaran bunyi
bahasa (kata, kalimat, dan sebagainya) yang dimana penggambaran tersebut
dituangkan dalam penulisan huruf, penulisan kata, serta pemakaian tanda
baca, yang berfungsi sebagai landasan pembakuan tata bahasa agar
memudahkan dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Dapat dipahami bahwa permasalahan ejaan berkaitan dengan penggunaan
ragam bahasa tulis. Ejaan ada untuk menyeragamkan penggunaan bahasa
Indonesia. Mengapa demikian? Karena jika kaidah tersebut tidak ada,
tentunya akan sulit untuk menyampaikan informasi ataupun berkomunikasi
dengan orang lain, disebabkan karena perbedaan penggunaan bahasa ataupun
aturan yang diyakini juga berbeda.
Ejaan yang ada saat ini telah melalui banyak perubahan untuk
menciptakan kesempurnaan kaidah-kaidahnya. Dengan memperhatikan tahap
perkembangan zaman, ejaan pun juga harus mengikuti perkembangan zaman
yang ada. Dan tidak menutup kemungkinan kaidah ejaan juga akan terus
berubah, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

1
Hamsiah Djafar, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia (Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2013), h. 12.

3
4

B. Sejarah Perkembangan Ejaan


Selama pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia, telah tercatat
beberapa kali perubahan, dimana perubahan ini dibuat untuk
menyempurnakan kaidah-kaidah sebelumnya. Adapun tahapan perubahan
tersebut, dimulai dari ejaan terdahulu sampai sekarang ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan van Ophuysen merupakan pedoman resmi ejaan pertama yang
diterbitkan pada tahun 1901. Pada masa itu, bahasa Indonesia masih
disebut sebagai bahasa Melayu. Oleh karena itu, ejaan ini merupakan
pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan menggunakan huruf latin
yang pengembangannya sendiri dilakukan oleh ahli bahasa berkebangsaan
Belanda, yaitu Prof. Charles van Ophuysen. Ia dibantu oleh Engku
Nawawi yang bergelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim.
Karena pada masa itu Indonesia masih dijajah oleh Belanda, maka ejaan
ini banyak dipengaruhi oleh ejaan Belanda.
Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:
a. Huruf ‘ї’ untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan
karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong, seperti mulaї
dengan ramai. Huruf tersebut juga digunakan untuk menuliskan huruf
‘y’, seperti pada kata Soerabaїa.
b. Huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata jang, pajah, dan
sajang.
c. Huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata goeroe, itoe,
dan oemoer (kecuali huruf diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’).
d. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
bunyi hamzah, seperti pada kata ma’moer, ‘akal, ta’, dan pa’.
e. Huruf ‘dj’ untuk menuliskan bunyi ‘j’, seperti pada kata djoedjoer.
f. Huruf ‘tj’ untuk menuliskan bunyi ‘c’, seperti pada kata tjoetjoe dan
tjantik.
5

g. Huruf ‘nj’ untuk menuliskan bunyi ‘ny’, seperti pada kata njanji dan
njonja.
h. Huruf ‘sj’ untuk menuliskan bunyi ‘sy’, seperti pada kata sjarat dan
Sjahrir.
i. Huruf ‘ch’ untuk menuliskan bunyi ‘kh’, seperti pada kata chawatir.
j. Angka ‘2’ untuk menandakan kata ulang, seperti pada kata poera2 dan
koera2.
Ejaan ini digunakan sampai pada tahun 1947, dan digantikan oleh ejaan
Republik, tepatnya pada tanggal 17 Maret 1947.

2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi merupakan pedomaan ejaan kedua di Indonesia yang
diresmikan pada tanggal 17 Maret 1947. Ejaan ini disebut ejaan Soewandi,
karena mengikut pada nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada
waktu itu, Mr. Raden Soewandi. Nama resmi dari ejaan ini adalah ejaan
Republik, akan tetapi lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.
Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:
a. Huruf ‘oe’ diganti dengan huruf ‘u’, seperti pada kata guru, itu, dan
umur.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan huruf ‘k’, seperti pada
kata pak, tak, dan rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka ‘2’, tetapi tetap memperhatikan
letak bagian pengulangannya, seperti pada kata anak2 dan ber-jalan2.
d. Tanda trema dihilangkan, seperti pada kata taät menjadi taat.
e. Huruf ‘e’ disamakan sehingga tidak perlu ada pemberian garis di bagian
atas.
f. Awalan ‘di-‘ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan
kata yang mendampinginya.
g. Penghapusan tanda diakritik atau pembeda antara huruf vokal tengah.
6

h. Penghapusan tanda apostrof yang diganti menjadi huruf ‘k’ atau tidak
ditulis sama sekali, seperti pada kata Jum’at menjadi Jumat, dan ra’yat
menjadi rakyat.
Ejaan Soewandi ini digunakan hingga tahun 1957 dan digantikan
dengan ejaan yang lebih diperbaharui lagi demi terciptanya kaidah ejaan
yang baik dan benar.

3. Ejaan Pembaharuan
Ejaan Pembaharuan merupakan sistem ejaan bahasa Indonesia ketiga
yang digunakan di Indonesia, yang dirancang oleh sebuah panitia yang
diketuai oleh Prijono dan E. Katoppo sebagai hasil keputusan Kongres
Bahasa Indonesia II. Ejaan ini dibuat pada tahun 1957, akan tetapi tidak
pernah dilaksanakan.
Ejaan pembaharuan ini disusun untuk memperbaharui ejaan
sebelumnya, yakni ejaan Republik. Meskipun tidak diumumkan secara
resmi dan tidak diberlakukan, tetapi ejaan ini dikatakan menarik. Mengapa
demikian? Karena pada ejaan ini huruf-huruf yang berupa gabungan huruf
konsonan disederhanakan menjadi huruf tunggal.
Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:
a. Gabungan huruf konsonan ‘dj’ diubah menjadi ‘j’.
b. Gabungan huruf konsonan ‘tj’ diubah menjadi ‘ts’.
c. Gabungan huruf konsonan ‘ng’ diubah menjadi ‘ŋ’.
d. Gabungan huruf konsonan ‘nj’ diubah menjadi ‘ń’.
e. Gabungan huruf konsonan ‘sj’ diubah menjadi ‘š’.
f. Gabungan huruf vokal ‘ai’, ‘au’, dan ‘oi’ ditulis berdasarkan
pelafalannya, yaitu menjadi ‘ay’, ‘aw’, dan ‘oy’.
Meskipun ejaan ini tidak diumumkan secara resmi, tetapi ejaan ini
dikatakan sebagai cikal bakal diberlakukannya Ejaan Yang
Disempurnakan, sehingga tentunya ejaan ini juga berpengaruh dalam
sejarah perkembangan ejaan yang ada.
7

4. Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia)


Ejaan Melindo merupakan sistem ejaan Bahasa Indonesia yang dibuat
sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf latin di Indonesia
dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian
Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Akan tetapi, sistem
ejaan ini tidak pernah diterapkan.
Ejaan ini dibuat dengan tujuan untuk menyeragamkan ejaan yang
digunakan oleh Indonesia dan Malaysia, karena pada dasarnya bahasa
kedua negara ini tidak berbeda jauh. Akan tetapi, akibat adanya
ketegangan politik pada masa itu akhirnya ejaan ini gagal diresmikan.
Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:
a. Gabungan konsonan ‘tj’, seperti pada kata tjinta, diganti menjadi huruf
‘c’.
b. Gabungan konsonan ‘nj’, seperti pada kata njonja, diganti menjadi
huruf ‘nc’.
Hal yang menarik dari sistem ejaan ini adalah perubahan kaidah ejaan
yang dilakukan tersebut terbilang masih baru, karena pada ejaan
Pembaharuan kedua gabungan konsonan tersebut juga diperbaharui.
Perubahan huruf yang dianggap aneh itupun menjadi mustahil
dilaksanakan dan pada akhirnya dengan cepat ditinggalkan.

5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan


Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (Ejaan LBK) merupakan
sistem ejaan bahasa Indonesia yang secara resmi dikeluarkan pada tahun
1967. Ejaan ini diresmikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan saat itu, Sarino Mangunpranoto, tepatnya pada tanggal 19
September 1967. Panitia penyusun ejaan ini juga berasal dari campuran
antara Indonesia dan Malaysia.
Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:
a. Huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari huruf i, u, e, ǝ, o, dan a.
8

b. Istilah-istilah asing sudah mulai dikenal, seperti pada kata ekstra


(extra).
c. Huruf ‘tj’ diganti menjadi huruf ‘c’.
d. Huruf ‘j’ diganti menjadi huruf ‘y’.
e. Huruf ‘nj’ diganti menjadi huruf ‘ny’.
f. Huruf ‘sj’ diganti menjadi huruf ‘sy’.
g. Huruf ‘ch’ diganti menjadi huruf ‘kh’.
h. Huruf asing ‘z’, ‘y’, dan ‘f’ disahkan menjadi ejaan dalam bahasa
Indonesia, dikarenakan penggunaannya yang sangat produktif.
i. Huruf ‘e’ tidak dibedakan pepet atau bukan, dikarenakan tidak banyak
kata yang berpasangan dengan variasi huruf ‘e’ yang dapat
menimbulkan salah pengertian.
Pada penggunaan ejaan ini, sudah banyak perubahan ejaan yang telah
disempurnakan, sehingga pada dasarnya tidak banyak perbedaan antara
ejaan LBK ini dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidahnya.

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


Ejaan Yang Disempurnakan merupakan sistem ejaan bahasa Indonesia
yang dalam penggunaannya bisa dibilang menjadi sistem ejaan terlama
yang digunakan, yang berlaku sejak tahun 1972 sampai pada tahun 2015.
Buku Pedoman Umum untuk ejaan ini disusun berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 12 Oktober
1972, dimana dalam buku tersebut dipaparkan tentang kaidah ejaan yang
lebih luas dan mendalam. Selanjutnya, pada tahun 1988 diterbitkan
Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua,
tepatnya pada tanggal 9 September 1987, dan menyusul edisi ketiga yang
diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional.
Adapun kebijakan baru yang ditetapkan dalam ejaan ini, yaitu:
a. Perubahan cara baca huruf abjad a, ba, ca, da, dan seterusnya menjadi a,
be, ce, de, dan seterusnya.
9

b. Huruf ‘f’, ‘v’, dan ‘z’ yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing
diresmikan pemakaiannya.
c. Huruf ‘q’ dan ‘x’ yang sering digunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan tetap digunakan, seperti pada kata furqan dan xenon.
d. Penghilangan bunyi huruf ‘w’ menjadi ‘ua’, seperti pada kata kwalitas
menjadi kualitas.
e. Kata majemuk ditulis terpisah, seperti kereta api dan kamar tidur.
f. Akronim yang memiliki lebih dari dua huruf awal tidak memakai tanda
titik, seperti S.M.A menjadi SMA.
g. Penjelasan tentang pemenggalan kata di dalam konsonan diperluas.
h. Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Awalan ‘di-’
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan untuk kata
depan ‘di’ penulisannya dipisahkan dengan spasi.
i. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, jadi tidak
digunakan angka ‘2’ lagi sebagai penanda pengulangannya.
Secara umum, kaidah-kaidah yang diatur dalam ejaan ini, yaitu
penulisan huruf (termasuk huruf kapital dan huruf miring), penulisan kata,
penulisan tanda baca, penulisan singkatan dan akronim, penulisan angka
dan lambang bilangan, serta penulisan unsur serapan.

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)


Ejaan Bahasa Indonesia merupakan sistem ejaan yang digunakan
sekarang ini, yang mana ejaan ini ditetapkan secara resmi pada tahun
2015, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015, dan diterbitkan pada tanggal
26 November 2015. Latar belakang diresmikannya ejaan ini adalah karena
perkembangan pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga pemakaian
bahasa Indonesia tentunya juga semakin luas dan berkembang. Ejaan ini
dibuat sebagai bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya, yakni Ejaan
Yang Disempurnakan. Karena terbilang masih baru, tentunya banyak yang
mengira bahwa ejaan yang masih berlaku adalah EYD, bukan EBI.
10

Adapun ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu:


a. Huruf diftong yang berlaku adalah ‘ai’, ‘au’, ‘ei’, dan ‘oi’.
b. Lafal huruf ‘e’ menjadi tiga jenis, seperti pada kata petak, kena, dan
militer.
c. Penulisan cetak tebal digunakan untuk menegaskan bagian tulisan yang
sudah ditulis miring, dan bagian-bagian karangan seperti judul, bab, dan
subbab.
d. Huruf kapital digunakan pada nama julukan seseorang, seperti Pak Haji
Bahrudin.
e. Tanda elipsis (…) digunakan dalam kalimat yang tidak selesai dalam
dialog.

C. Perbedaan Kaidah-kaidah Ejaan yang Pernah Berlaku di Indonesia


Dalam penyusunan kaidah-kaidah ejaan yang baru, tentunya selalu ada
perubahan dan perbedaan mendasar yang dilakukan, dimana perubahan
tersebut dilakukan agar diperoleh kaidah ejaan yang dapat memudahkan
dalam penggunaannya di kehidupan sehari-hari.
Adapun perbedaan-perbedaan tersebut, yaitu sebagai berikut.
1. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dengan Ejaan-Ejaan Sebelumnya
Ejaan Ejaan Ejaan Yang
Van Ophuysen Soewandi Disempurnakan
tj tj C
dj dj J
j j Y
nj nj Ny
ch ch Kh
sj sj Sy
oe u U

2. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dengan Ejaan Bahasa Indonesia


(EBI)
Dalam hal perbedaan, tidak banyak perubahan yang dilakukan untuk
Ejaan Bahasa Indonesia yang digunakan sekarang ini. Mengapa demikian?
11

Karena Ejaan Yang Disempurnakan yang merupakan ejaan sebelumnya


tersebut sudah bisa dikatakan sebagai kaidah ejaan yang baik dan benar.
Dalam penggunaan hurufnya pun sudah praktis karena telah
disempurnakan sebelumnya dan tentunya sangat memudahkan dalam
penggunaannya. Hanya saja dilakukan beberapa perubahan yang tentunya
akan mempermudah penggunaan ejaan, dan juga sebagai ajang perubahan
mengikuti arus globalisasi yang mengharuskan adanya perkembangan
dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Adapun perbedaan antara Ejaan Yang Disempurnakan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia, yaitu:
Ejaan Yang Ejaan Bahasa
Perbedaan
Disempurnakan Indonesia
Penambahan huruf
vokal ai, au, dan oi ai, au, oi, dan ei
(diftong)
Menuliskan judul buku, bab,
Menuliskan judul buku, bab,
Penggunaan huruf dan semacamnya,
tebal mengkhusukan huruf, serta dan semacamnya, serta
menulis lema atau sublema mengkhusukan huruf
dalam kamus.

Karena tidak banyaknya perbedaan antara kedua ejaan ini, wajar jika
masyarakat belum sepenuhnya mengetahui tentang ejaan terbaru dan
mengira bahwa ejaan yang digunakan masih merupakan EYD, bukan EBI.
Dan tidak menutup kemungkinan, ejaan ini akan diperbaharui lagi demi
kebutuhan masyarakat serta mengikuti perkembangan zaman yang
semakin canggih ini.

D. Fungsi Ejaan
Ejaan telah mengalami banyak perubahan dalam hal kaidah-kaidahnya,
dan tentunya dilakukan perubahan tersebut agar dapat menghasilkan kaidah
ejaan yang sempurna serta mempermudah masyarakat dalam hal menerima
informasi yang ada. Apalagi di zaman teknologi seperti saat ini, dimana
12

informasi mudah didapatkan dimana saja, sehingga dalam memberi atau


menerima informasi tentunya harus ada rambu-rambu yang membatasi agar
informasi tersebut dapat tersampaikan sebagaimana mestinya.
Jika ditinjau secara umum, ejaan berfungsi untuk menunjang pembakuan
tata bahasa Indonesia, baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan
peristilahan. Jika ditinjau secara khusus, ejaan memiliki beberapa fungsi,
yaitu sebagai landasan pembakuan tata bahasa Indonesia, sebagai landasan
pembakuan kosa kata dan peristilahan, sebagai alat penyaring masuknya
unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia, serta untuk
mempermudah pembaca dalam mencerna atau menerima informasi yang
disampaikan dalam bentuk tulisan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ejaan adalah kaidah atau sistem penggambaran bunyi bahasa (kata,
kalimat, dan sebagainya) yang dimana penggambaran tersebut dituangkan
dalam penulisan huruf, penulisan kata, serta pemakaian tanda baca, yang
berfungsi sebagai landasan pembakuan tata bahasa agar memudahkan
dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar.
2. Dalam perkembangannya, ejaan telah melalui tahap pembaharuan selama
enam kali, dimulai dari Ejaan Van Ophuysen (1901-1947), Ejaan
Soewandi (1947-1957), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo
(1959), Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (1967-1972), Ejaan
Yang Disempurnakan (1972-2015), dan Ejaan Bahasa Indonesia (2015-
sekarang).
3. Perbedaan kaidah-kaidah ejaan yang pernah berlaku di Indonesia yang
paling mencolok adalah penggunaan hurufnya, khususnya pada zaman
Ejaan Van Ophuysen sampai pada zaman Ejaan Yang Disempurnakan,
dimana dalam tahap pembaharuan kaidah ejaannya lebih terfokus pada
perubahan hurufnya. Sedangkan pada Ejaan Yang Disempurnakan dan
Ejaan Bahasa Indonesia, perbedaannya hanya terletak pada penambahan
huruf vokal dan penggunaan huruf tebal.
4. Ejaan berfungsi sebagai landasan pembakuan tata bahasa Indonesia,
sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan, sebagai alat
penyaring masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia,
serta untuk mempermudah pembaca dalam mencerna atau menerima
informasi yang disampaikan dalam bentuk tulisan.

13
B. Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak kekurangan yang masih perlu
untuk penulis perbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya. Maka dari itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari para
pembaca.
Bagi para pembaca, jika ingin menambah wawasan serta ingin mengetahui
lebih jauh tentang pokok-pokok ejaan serta tahap-tahap perkembangannya,
maka penulis menyarankan agar pembaca lebih banyak membaca buku-buku
lainnya yang berkaitan dengan ejaan, serta mencari informasi-informasi
terkait melalui internet atau media lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djafar, Hamsiah. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. Cet. I;


Makassar: Alauddin University Press, 2013.

Ermanto dan Emidar, Bahasa Indonesia: Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi. Cet. III; Depok: Rajawali Pers, 2018.

Sungguh, As’ad. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan


Istilah. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

15

Anda mungkin juga menyukai