Anda di halaman 1dari 40

EJAAN DALAM BAHASA INDONESIA

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas


Mata kuliah Bahasa Indonesia yang dibina oleh
Hety Diana Septika, M.Pd

Oleh
Sherly Prahesti Anggraini (2205116148)
Jiny (2205116154)
Novi Sri Lestari (2205116156)
Avivah Darrunimah (2205116158)
Karmilla Setyawati (2205116159)
Shela Mayangsari (2205116172)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
FEBRUARI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat


Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya. Shalawat dan
salam semoga tercurah selalu kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai
utusan Yang Maha Kuasa untuk mengabarkan kebenaran yang hakiki
di dunia ini, semoga kita semua mendapat syafaat Beliau di Yaumil
Mahsyar kelak. Amin ya Robbal’Alamin
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh mata
kuliah Bahasa Indonesia. Dengan makalah ini kami berharap dapat
menambah wawasan pembaca. Sehingga dapat bermanfaat menambah
pengetahuan dan pemahaman bagi siapa saja yang membutuhkan,
untuk mengetahui tentang Ejaan Dalam Bahasa Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna, serta mohon maaf
apabila masih ada banyak kesalahan dalam tulisan. Oleh karena itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan guna memperbaiki cara penulisan dan isi makalah ini. Kami
ucapkan terima kasih juga tak lupa ucapkan kepada bantuan teman-
teman yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, sehingga
dapat diselesaikan dengan baik.

Samarinda, 23 Februari 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN................................................................1
II. PEMBAHASAN................................................................. 2
A. Definisi Ejaan...................................................................................... 2
B. Perkembangan Ejaan di Indonesia....................................................... 2
a. Ejaan van Ophujisen...............................................................................3
b. Ejaan Republik.......................................................................................6
c. Ejaan Pembaharuan................................................................................7
d. Ejaan Melindo........................................................................................8
e. Ejaan Baru..............................................................................................9
f. EYD........................................................................................................10
g. PUEBI....................................................................................................14
C. Kaidah Ejaan.......................................................................................15
a.
Pemenggalan Kata..................................................................................15
b.
Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring..........................................17
c.
Penulisan Kata........................................................................................20
d.
Pemakaian Tanda Baca..........................................................................24
e.
Penulisan Unsur Serapan........................................................................30
f.
EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) yang Disempurnakan.............................31
D. Perbedaan EBI dan PUEBI dalam Kaidah........................................... 32
E. Kesalahan dalam Penggunaan Ejaan dalam Laras Ilmiah....................34

Kesimpulan.............................................................................. 36
Daftar Rujukan.........................................................................37

iii
I. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia memiliki peran sebagai bahasa persatuan. Sebagai
bahasa persatuan, bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa
seluruh suku yang ada di wilayah Negara Kesatuan Indonesia
sekaligus sebagai identitas nasional. Usaha menjaga keaslian bahasa
Indonesia dilakukan dengan cara megetahui kaidah – kaidah ejaan dan
penulisan bahasa Indoensia dalam sebuah buku pendoman.
Pembelajaran disekolah menjadi salah satu sarana untuk menanamkan
penggunaan kaidah, ejaan dan tanda baca yang tepat serta baik dan
benar. Dalam dunia pendidikan guru yang berperan sebagai aktor
sebaiknya memberikan pembelajaran mengenai aspek ejaan saat
menggunakan bahasa lisan maupun tulisan agar dapat menyadarkan
dan mengetahui jika terdapat sebuah kesalahan dalan berbahasa, dan
peran serta seorang guru yang harus dapat membetulkan kesalahan
yang dilakukan tersebut sesuai dengan kaidahnya. Fungsi ejaan yang
utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia baik
kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat
penting dan perlu untuk diprioritaskan. Penggunaan bahasa yang benar
menurut kaidah atau yang biasa disebut dengan ejaan merupakan salah
satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis. Agar
kesalahan berbahasa Indonesia tidak terjadi maka masyarakat
memerlukan pedoman. Pedoman ejaan (khususnya) di Indonesia
mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan dan
perkembangan terjadi karena kondisi masyarakat Indonesia yang terus
berkembang dari segi politik, gaya hidup, budaya, dan komunikasi.
Tiap perubahan berdampak pada kaidah- kaidah yang ikut berlaku.
Masyarakat perlu tahu pedoman mana yang sedang berlaku dan
pedoman mana yang tidak berlaku.

iv
II. PEMBAHASAN
A. DEFINISI EJAAN
Menurut KBBI Ejaan adalah kaidah-kaidah cara
menggambarkan bunyi-bunyi kata, kalimat dalam bentuk tulisan
huruf-huruf serta penggunaan tanda baca. Menurut Suyanto
(2011: 90) ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan
perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi. Secara
teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf,
penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Dari kutipan para ahli
diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa ejaan merupakan satu
aspek yang penting dalam penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, tujuan adanya aturan kaidah ejaan ini adalah untuk
memberi pengertian pada tulisan agar lebih jelas dan
memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang
disampaikan secara tertulis. Fungsi ejaan yang utama adalah untuk
menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia baik kaitannya
dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat
penting dan perlu untuk diprioritaskan. Penggunaan bahasa yang
benar menurut kaidah atau yang biasa disebut dengan ejaan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-
menulis. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah
sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah
mengarang. Kaidah-kaidah ini sering mendukung sehingga tulisan
menjadi lebih berstruktur dan bernilai, serta lebih mudah
dipahami.

B. PERKEMBANGAN EJAAN di INDONESIA

v
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia dilaksanakan dalam
sembilan tahun-tahun penting, dapat dikelompokkan menjadi
tujuh macam berdasarkan nama ejaan yang dihasilkan. Ketujuh
nama ejaan bahasa Indonesia tersebut meliputi: (1) Ejaan van
Ophuijsen, (2) Ejaan Republik, (3) Ejaan Pembaharuan, (4) Ejaan
Melindo, (5) Ejaan Baru, (6) EYD, dan (7) PUEBI (Erikha, 2015).
Ketujuh nama ejaan tersebut akan dijelaskan kondisinya dan ciri-
ciri khususnya pada bagian berikut:

1) Ejaan van Ophuijsen


Bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara Jawi atau Arab
Gundul. Aksara teersebut tidak lagi digunakan pada bahasa
Melayu. Kondisi tersebut terjadi akibat pengaruh budaya Eropa
yang datang di Nusantara. Pengaruh tersebut membuat Bahasa
Melayu menggunakan aksara latin. Perkembangan aksara dari
aksara Jawi menjadi aksara latin terjadi karena usaha gigih
Belanda. Menurut Erikha (2015) terdapat empat alasan
mengapa terjadi perubahan aksara tersebut, yaitu (1)
penyederhanaan huruf vokal e,i,o menjadi vokal a dan u, (2)
kekhawatiran Belanda terhadap ancaman kekuatan Islam, (3)
politik etis, dan (4) politik bahasa. Alasan pertama, para ahli
bahasa Belanda menganggap ketidsaksesuaian pengunaan
vokal. Vokal e, i, o ditulis sama dengan vokal a dan u. Alasan
kedua, Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam
(budaya Arab) di Nusantara dengan cara mengganti cara
penulisan bahasa Melayu karena mereka merasa takut dengan
militansi umat Islam. Alasan ketiga, pemerintah kolonial
memiliki program politik etis di Nusantara. Program tersebut
berisi kebijakan untuk membuka peluang pendidikan bagi
kaum ningrat Nusantara. Pertimbangannya, bahasa Melayu
harus distandarkan agar proses pendidikan berjalan tertib dan
lancar. Alasan keempat, Belanda membuat standar bahasa

vi
dengan menggunakan bahasa Melayu pada sekolah milik
pribumi agar bisa meluaskan kekuasaan mereka dan
menyatukan Nusantara. Dengan demikian, Belanda telah
melakukan politik bahasa, yaitu membuat standar untuk bahasa
Melayu. Bahasa Melayu diharapkan menjadi bahasa resmi yang
digunakan di seluruh kegiatan kehidupan di Nusantara.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka Belanda menunjuk
seorang ahli bahasa untuk menyusun tata bahasa baku bahasa
Melayu. Linguis tersebut lahir di Batavia bernama A.A.
Fokker. Ia mengusulkan agar ada penyeragaman ejaan bahasa
Melayu. Berdasarkan usulan tersebut, Belanda memilih Charles
Adrian van Ophuijsen atau dikenal dengan nama Ch. A. van
Ophuijsen untuk menyusun tata bahasa baku bahasa Melayu.
Ch. A. van Ophuijsen adalah seorang lelaki yang memiliki
kecakapan bahasa yang ditugasi oleh Belanda untuk menyusun
tata bahasa baku bahasa Melayu. Ia telah meluncurkan tiga
buku yang salah satunya menjadi acuan dalam berbahasa
Melayu (Erikha, 2015). Ch. A. van Ophuijsen lahir di Solok
Sumatera Barat tahun 1856. Eyang buyutnya juga lahir di
Solok sehingga ia sangat mengenal bahasa Melayu. Ia juga
memiliki minat mempelajari bahasa-bahasa di Nusantara. Hal
ini tampak dari kesediaannya saat ditugasi pemerintah kolonial
menyusun tata bahasa baku bahasa Melayu. Ia meneliti bentuk-
bentuk bahasa Melayu. Kemudian, ia menemukan bahwa
bahasa Melayu Riau memiliki kekhasan dibanding bahasa
Melayu di daerah lain.
Ia lalu menggunakan bahasa melayu Riau sebagai acuan
baku. Kecakapan berbahasa Ch. A. van Ophuijsen juga
ditampakkan pada buku karyanya yang berjudul Kijkjes in Het
Huiselijk Leven Volkdicht ‘Pengamatan sekilas Kehidupan
Kekeluargaan Suku Batak. Buku tersebut diterbitkan tahun
1879. Pada tahun 1896 ia bersama Engku Nawawi gelar Soetan

vii
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim merancang
ejaan bahasa melayu yang ditulis menggunakan huruf latin.
Pedoman tersebut berhasil diterbitkan saat ia berkarir sebagai
inspektur pendidikan ulayat. Pedoman tersebut berjudul Kitab
Logat Melayu: Woordenlijst Voor de Spelling der Malaisch
taal met Latijnch Karakter ‘Perbendaharaan Kosakata: Daftar
Kata untuk Ejaan Bahasa Melayu dalam Huruf Latin’.
Pedoman tersebut diterbitkan tahun 1901 di Batavia. Buku
tersebut berisi 10.130 kata-kata Melayu yang ditulis
menggunakan ejaan baru, yaitu ejaan yang dipengaruhi oleh
bahasa Belanda. Pada tahun yang sama, tahun 1901, ia
menerbitkan buku berjudul Maleische Spraakkunst ‘Tata
Bahasa Melayu’. Buku ini dimanfaatkan sebagai acuan
penggunaan tata bahasa baku bahasa Melayu. Buku tersebut
diterjemahkan oleh T.W. Kamil dan diterbitkan oleh Balai
Pustaka. Atas prestasi tersebut, Ch. A. van Ophuijsen diangkat
menjadi profesor di Universitas Leiden Belanda sebagai ahli di
bidang bahasa Melayu.
Ophuijsen menjadi acuan ejaan pertama yang ada di
Nusantara. Oleh karena itu, acuan ejaan tersebut dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini diakui sebaga
acuan baku ejaan bahasa melayu di Nusantara. Pemerintah
kolonial belanda meresmikan ejaan tersebut pada tahun 1901.
Ejaan ini menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di
Indonesia. Ejaan van Ophuijsen memiliki enam ciri khusus,
yaitu penggunaan huruf ї, huruf j, penggunanan oe, tanda
diakritis, huruf tj, dan huruf ch (Erikha, 2015). Berikut keenam
ciri khurus tersebut:

a) Huruf ї untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran


yang disuarakan tersendiri seperti diftong, misal mulaї dan
ramaї, dan untuk menulis huruf y, misal Soerabaїa.

viii
b) Huruf j untuk menuliskan kata-kata, misalnya jang, saja,
wajang.

c) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata, misalnya doeloe,


akoe, repoeblik.

d)Tanda diakritis, seperti koma ain dan tanda trema, untuk


menuliskan kata-kata ma’moer, jum’at, ta’, dan pa’.

e) Huruf tj dieja menjadi c seperti Tjikini, tcara, pertjaya.

f) Huruf ch yang dieja kh seperti achir, chusus, machloe’.

2) Ejaan Republik
Setelah mengalami perkembangan, kedudukan Ejaan van
Ophuijsen digantikan oleh Ejaan Soewandi atau Ejaan
Republik. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan
Republik,tetapi lebih dikenal dengan ejaan Soewandi. Ejaan
Republik diresmikan sebagai acuan ejaan baku bahasa Melayu
untuk mengurangi pengaruh dominasi Belanda yang diwakili
dalam ejaan van Ophuijsen. Ejaan Republik lebih dikenal
dengan nama Ejaan Soewandi karena menteri yang
mengesahkan ejaan Republik bernama Mr. Soewandi.
Mr. Soewandi adalah ahli hukum dan notaris pertama
bumiputera yang menjabat dalam Kabinet Sjahrir I, Kabinet
Sjahrir II, dan Kabinet Sjahrir III (Opie, 2015). Pada Kabinet
Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946) dan Kabinet
Sjahrir II (12 Maret 1946 - 22 Juni 1946) Soewandi menjabat
sebagai Menteri Kehakiman. Pada Kabinet Sjahrir III (2
Oktober 1946 - 27 Juni 1947) ia menjabat sebagai Menteri
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan. Saat itulah ia
menyusun ejaan yang lebih sederhana agar mudah digunakan
oleh penutur bahasa Melayu. Ejaan Soewandi akhirnya
digunakan untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan
Republik disahkan dengan Surat Keputusan Menteri

ix
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 Maret
1947 nomor 264/Bhg.A
Ciri khusus Ejaan Republik meliputi penggunaan huruf oe,
bunyi hamzah, kata ulang dengan angka 2, awalan di- dan kata
depan di, dan penghilangan tanda diakritis (Erikha, 2015).
Berikut kelima ciri khusus tersebut:

a) Huruf oe disederhanakan menjadi u misalnya dulu, aku,


republik.
b) Bunyi hamzah (‘) ditulis dengan k sehingga tidak ada
lagi kata ra’yat dan ta’ tetapi menjadi rakyat dan tak

c) Kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2,


ber-dua2-an, ke-laki2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis
serangkai dengan kata yang menyertainya, misaldijalan,
diluar, dijual, diminum.

e)Penghapusan tanda diakritis schwa atau e‘pepet’ (ẻ)


menjadi e sehingga tidak ada lagi ada tulisan kẻluarga,
tetapi keluarga.

3) Ejaan Pembaharuan
Ejaan ini urung diresmikan. Namun, ejaan ini diduga
menjadi pemantik awal diberlakukannya EYD tahun 1972
(Erikha, 2015). Ejaan Pembaharuan direncanakan untuk
memperbarui Ejaan Republik. Pembaruan ejaan ini dilandasi
oleh rasa prihatin Menteri Moehammad Yamin akan kondisi
bahasa Indonesia yang belum memiliki kejatian. Maka
diadakanlah Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan.
Medan dipilih karena di kota itulah bahasa Indonesia
digunakan dengan baik oleh masyarakat. Pada kongres tersebut
diusulkan perubahan ejaan dan perlu adanya badan yang
menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia.

x
Selanjutnya, dibentuk panitia oleh Menteri Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan. Keberadaan panitia tersebut
diperkuat dengan surat keputusan tanggal 19 Juli 1956, nomor
44876/S (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016).
Panitia tersebut beranggotakan Profesor Prijono dan E.
Katoppo (Admin Padamu, 2016). Panitia tersebut berhasil
merumuskan aturan baru pada tahun 1957. Aturan baru tersebut
tidak diumumkan, tetapi menjadi bahan penyempurnaan pada
EYD yang diresmikan pada tahun 1972.
Panitia tersebut membuat aturan tentang satu fonem diwakili
dengan satu huruf. Penyederhanaan ini sesuai dengan itikad
agar dibuat ejaan yang praktis saat dipakai dalam keseharian
(Erikha, 2016). Selain aturan satu fonem satu huruf, terdapat
pula aturan bahwa gabungan huruf ditulis menjadi satu huruf.
Menurut Admin Padamu (2016) ciri khas Ejaan
Pembaharuan ada empat, yaitu perubahan gabungan konsonan
dan gabungan vokal. Berikut keempat ciri khas tersebut:

a) Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ


Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari
gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Misalnya,
mengalah menjadi meŋalah.
b) Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari
gabungan konsonan nj menjadi satu huruf ń. Misalnya,
menjanji menjadi meńańi.
c) Gabungan konsonan sj menjadi š
Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari
gabungan konsonan sj menjadi satu huruf š. Misalnya,
sjarat menjadi šarat.
d) Gabungan vokal ai, au, dan oi, menjadi ay, aw, dan oy
Perubahan penulisan gabungan huruf vokal (diftong) dari

xi
gabungan vokal ai, au, danio menjadi ay, aw, dan oy.
Misalnya, balai, engkau, dan amboi menjadi balay,
engkaw, dan amboy.

4) Ejaan Melindo
Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan
penggunaan huruf Latin di Indonesia dan aturan penggunaan
huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959.
Hal ini bermula dari peristiwa Kongres Bahasa Indonesia
Kedua yang dilaksanakan tahun 1954 di Medan. Malaysia
sebagai salah satu delegasi yang hadir memiliki keinginan
untuk menyatukan ejaan. Keinginan ini semakin kuat sejak
Malaysia merdeka tahun 1957. Kedua pemerintah (Indonesia
dan Malaysia) menandatangani kesepakatan untuk
merumuskan aturan ejaan yang dapat dipakai bersama.
Kesepakatan itu terjadi pada tahun 1959.
Akan tetapi, karena terjadi masalah politik antara Indonesia
dan Malaysia pemikiran merumuskan ejaan bersama tidak
dapat dilaksanakan. Situasi politik antara Indonesia dan
Malaysia sedang memanas. Indonesia sedang terpengaruh
Moskow-Peking-Pyongyang. Sedangkan Malaysia sedang
condong kepada Inggris. Akhirnya pembahasan Ejaan Melindo
tidak dilanjutkan.
Ejaan Melindo dapat dikenali dari enam ciri berikut (Admin
Padamu, 2016 dan Erikha, 2015).

a) gabungan konsonan tj pada kata tjara, diganti dengan c


sehingga ditulis cara

b) gabungan konsonan nj pada kata njanji, ditulis dengan


huruf nc, sehingga menjadi huruf yang baru

c) kata menyapu akan ditulis meɳapu

d) gabungan sy pada kata syair ditulis menjadi Ŝyair

xii
e) gabungan ng pada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi

f) diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi koboy

5) Ejaan Baru
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) menyusun
program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh (Tim
Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Program
tersebut dijalankan oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Program tersebut
berisi konsep ejaan yang menjadi awal lahirnya EYD. Konsep
tersebut dikenal dengan nama Ejaan Baru atau Ejaan LBK.
Konsep ejaan ini disahkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, pada tahun 1966 dalam
surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967.
Konsep Ejaan Baru terus ditanggapi dan dikaji oleh kalangan
luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun.Menurut Erikha
(2015) “pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di
antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-
kaidah saja”.

6) EYD
Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD
mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa, yaitu tahun
1972, tahun 1988, dan tahun 2009 (Tim Pengembang Pedoman
Bahasa Indonesia, 2016). Masing-masing masa memiliki ciri
khusus. Perkembangan EYD pada ketiga kurun waktu tersebut
akan dijelaskan pada bagian berikut.
Berawal dari Ejaan Baru atau Ejaan LBK sebagai cikal bakal
konsep EYD yang konsepnya diperkenalkan oleh Lembaga
Bahasa dan Kesastraan, konsep EYD terus ditanggapi dan
dibahas kalangan luas diseluruh tanah air selama beberapa
tahun. Konsep EYD akhirnya dilengkapi pada pelaksanaan

xiii
Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahun 1972. EYD
merupakan hasil kinerja panitia yang diatur dalam surat
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei
1972, No. 03/A.I/72. Bertepatan dengan hari Proklamasi
Kemerdekaan tahun itu juga, diresmikanlah aturan ejaan yang
baru berdasarkan keputusan Presiden, No. 57, tahun 1972,
dengan nama EYD. Agar EYD dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh masyarakat, maka Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD). Pedoman tersebut
dipaparkan lebih rinci dalam Pedoman Umum. Pedoman umum
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusanNomor 156/P/1972 tanggal
12 Oktober 1972.
PUEYD tahun 1972 memiliki tujuh ciri khas yang disarikan
dari Pamungkas (tanpa tahun). Berikut ketujuh ciri khusus
EYD tahun 1972:

a) Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata,


misalnya oi pada kata amboi.

b) Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk


kelompok huruf konsonan.

c) Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan


huruf kapital.

d) Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu


huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring.

e)Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang


menggunakan spasi antara lambang dengan angka,
misalnya Rp 500,00

xiv
f) Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi
dua, yaitu tanda petik ganda dan tanda petik tunggal.

g) Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di


kanan atas [2] atau juga bukan di kanan bawah [2]) yang
dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk
menyatakan pengulangan kata dasar, misalnya dua2,
mata2, dan hati2.

Untuk memenuhi kebutuhan penutur yang selalu


berkembang sesuai dengan zamannya, maka dibutuhkan
perbaikan dari EYD. Pada tahun 1988 lahirlah PUEYD edisi
kedua.Pedoman hasil revisi PUEYD pertama ini diterbitkan
atas dasar Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9
September 1987. Terdapat lima ciri khusus dalam PUEYD
tahun 1988. Berikut kelima ciri tersebut:

a)Penggunaan huruf kapital dalam ungkapan yang


berhubungan dengan nama Tuhan terdapat catatan
tambahan yaitu: (1) bila terdiri dari kata dasar maka tulisan
disambung, misalnya Tuhan Yang Mahakuasa; (2) bila
terdiri dari kata berimbuhan maka penulisan dipisah,
misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.

b)Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi


keterangan tambahan, yaitu: jika nama jenis atau satuan
ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel,
10 volt, dan 5 ampere.

c)Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi


diberi catatan tambahan, yaitu: (1) istilah geografi bukan
nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya berlayar ke
teluk; (2) nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan
huruf kecil, misalnya, gula jawa.

xv
d)Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan
dan dokumen resmi terdapat catatan tambahan, yaitu jika
tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil,
misalnya sebuah republik dan menurut undang-undang
yang berbeda dengan Republik Indonesia dan Undang-
Undang Dasar 1945.

e)Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang


menggunakan spasi antara lambang dengan angka terdapat
catatan tambahan, yaitu: (1) untuk desimal pada nilai mata
uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50; (2)
angka yang menyatakan jumlah ribuan dibubuhkan tanda
titik, misalnya Buku ini berusia 1.999 tahun.

PUEYD edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009


berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
46.Peraturan Menteri ini berlaku sejak 31 Juli 2009 dan
menggantikan peraturan yang lama yakni Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang
Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. (Woenarso, 2013). PUEYD edisi ketiga ini
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat
berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Ada banyak hal yang diatur dalam lampiran Peraturan
Menteri tersebut. Secara umum, ada empat hal utama yang
dijabarkan dalam Peraturan Menteri tersebut: pemakaian huruf,
penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur
serapan. Dari empat hal tersebut yang menjadi ciri khusus
PUEYD edisi tahun 2009 ada empat. Berikut keempat ciri
khusus dari PUEYD tahun 2009 yang penulis temukan pada
Pustaka Timur (2011: 4-80).

a)Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi


akhir dalam sebuah kata, misalnya boikot dan amboi.

xvi
b)Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi
gabungan huruf konsonan

c) Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf,


yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf miring.

d) Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu


tanda garis miring ganda untuk membatasi penggalan-
penggalan dalam kalimat untuk memudahkan
pembacaan naskah.

7) PUEBI
Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia dilakukan
oleh lembaga resmi milik pemerintah yaitu Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut menghasilkan
Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50
Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia.Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anies Baswedan, aturan ejaan
yang bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (Tim Pengembang Pedoman Bahasa
Indonesia, 2016). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
selanjutnya dikenal dengan singkatan PUEBI.
Terdapat banyak perubahan dari PUEYD ke PUEBI.
Penulis memfokuskan pada penggunaan huruf. Berikut ciri
khusus PUEBI yang penulis temukan pada Permendikbud
Nomor 50 tahun 2015.
a) Pada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata
yang benar digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu
(1) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak
bermain di teras (téras); (2) diakritik (è) dilafalkan [Ɛ]
misalnya Kami menonton film seri (sèri); (3) diakritik

xvii
(ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir
seri (sêri).

b) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf


q dan x yang lebih rinci, yaitu: (1) huruf q dan x khusus
digunakan untuk nama diri dan keperluan ilmu; (2)
huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].

c) Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong ei


misalnya pada kata eigendom, geiser, dan survei.

d) Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas


(pada PUEYD terdapat 16 aturan sedangkan pada
PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan.

e) Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga


hanya dua aturan, yaitu menegaskan bagian tulisan yang
sudah ditulis miring dan menegaskan bagian karangan
seperti judul buku, bab, atau subbab.

Perbedaan lebih ciri antara PUEYD dengan PUEBI telah


diteliti oleh Mahmudah. Menurut Mahmudah (2016: 145-147)
terdapat tujuh perbedaan secara substantif, yaitu: (a) pemakain
huruf, (b) kata depan, (c) partikel, (d) singkatan dan akronim,
(e) angka dan bilangan, (f) kata ganti ku-, kau-, ku, -mu, dan –
nya; (g) kata si dan sang.

C. KAIDAH EJAAN
Penguasaan seseorang dalam menerapkan kaidah ejaan dalam tata
tulis sangat penting. Kesalahan ejaan dapat menimbulkan kesalahan
persepsi pembaca terhadap gagasan yang dikemukakan oleh penulis.
Oleh karena itu, pada tulisan ini akan diuraikan hal-hal yang
berkaitan dengan kaidah ejaan yaitu: (1) pemenggalan kata, (2)
pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3) penulisan kata, (4)
pemakaian tanda baca, dan (5) penulisan unsur serapan, (6) contoh
model pembelajarannya.

xviii
1. Pemenggalan Kata
1.1 Pemenggalan kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a.Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan
itu dilakukan diantara kedua huruf vokal itu. Misalnya:
bu-at ru-ang ku-li-ah

b.Jika berbentuk diftong, pemenggalannya tidak pernah


dipisahkan. Misalnya:
au-la sau-da- ra am-boi

c.Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan


huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal,
pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya:
ba-pak ba-rang mu-ta-khir

d.Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan,


pemenggalan dilakukan di antara dua konsonan itu.
Gabungan huruf konsonan tidak pernah dipisahkan.
Misalnya:
man-di swas-ta Ap-ril.

e.Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang
pertama dan huruf konsonan yan kedua. Misalya:
in-stru-men ul-tra bang-krut.

1.2 Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan termasuk awalan yang


mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya
ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada
pergantian baris. Misalnya:
main-an mem-buat-kan buang-lah.

xix
1.3 Bentuk dasar pada kata turunan sedapat mungkin tidak
dipenggal jika pergantian baris. Misalnya:
pergi-lah bukan per-gi-lah
me-rasa-kan bukan me-ra-sa-kan.

1.4 Akhiran –i tidak dipenggal jika pergantian baris. Misalnya:


cintai bukan cinta-i
tulisi bukan tulis-i.

1.5 Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu
unsur itu dapat ber- gabung dengan unsur lain, pemenggalan itu
dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada
unsur gabungan itu. Misalnya:
bio-grafi atau bi-o-gra-fi
intro-speksi atau in-tro-spek-si.

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring


2.1. Huruf Kapital
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat. Misalnya:
 Mereka sedang belajar ketika kami datang.
 Semangat juang orang Aceh perlu diteladani oleh
semua orang.
2)Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung. Misalnya:
 Naja bertanya, “Kapan mereka datang?”
“Besok pagi,” kata Akbar, “dia akan berangkat”.
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam
ungkapan yang berhubungan dengan Tuhan, kitab suci, dan
agama. Misalnya:

xx
 Bimbinglah hamba-Mu, ya Allah, ke jalan yang
Engkau beri rahmat.
 Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama
Islam.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang. Misalnya:
 Puteri bungsu Haji Abdurahaman sudah naik haji
tahun lalu. Semua penduduk di sini sangat
menghormati Sultan Hamengkubuwono X.
5) Huruf kapital dipakai sebagai pertama unsur nama jabatan
dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat. Misalnya:
 Selain wakil presiden, Menteri Pendidikan Nasional
juga hadir di kota kita.
 Semua profesor hadir pada Dies Natalis kecuali
Profesor Nugraha.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur
nama orang. Misalnya;
 Zakira berambut keriting.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan bahasa. Misalnya:
 Sebagai bangsa Indonesia, kita harus menghargai
bahasa Indonesia.
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun
bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
 Kami selalu pulang kampung pada hari Lebaran.
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
 Kami tinggal di Jalan Diponegoro ini sejak tahun
2000.

xxi
10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta
nama dokumen resmi kecuali kata seperti kata dan.
Misalnya:
 Mahasiswa pernah menguasai gedung Majelis
Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1998.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi. Misalnya:
 Mereka sedang menyusun Rancangan Undang-
Undang Kepegawaian.
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) di dalam
nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan
kecuali kata depan atau konjungsi. Misalnya:
 Dia belum berlangganan jurnal Masyarakat
Linguistik Indonesia.
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkata
nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:
 Tamu yang datang itu Ibu Dr. Andini, M.A.
14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan. Misalnya:
 “Silakan Bapak dan Ibu masuk!” kata pelayan
rumah itu dengan ramah.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti


Anda. Misalnya:
 Siapa nama Anda?

2.2. Huruf Miring

xxii
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan
nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
tulisan. Misalnya:

 Setiap pagi Andi sarapan berita-berita dari Kompas.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan


atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata. Misalnya:

 Huruf pertama yang dia tulis ialah c.

3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata


nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Misalnya:

 Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia


mangostana.

3. Penulisan Kata
3.1 Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
 Gadis Sunda itu sangat cantik.
3.2 Kata Turunan
1)Imbuhan ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya:
 Jangan pernah mempermainkan hatinya lagi!
2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau
akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya:
 Anak-anak bertepuk tangan ketika badut itu datang.
3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya:

xxiii
 Berita kepindahanku ke sekolah lain sudah
disebarluaskan oleh dia.
4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:
 Bus antarkota selalu menaikkan tarifnya jika
menjelang hari libur.
5) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya
adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu ditulis tanda
hubung (-). Misalnya:
 Warga negara non-Indonesia dipersilakan masuk
melalui pintu biru.
6) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa
dan kata yang bukan kata dasar, gabungan kata itu ditulis
terpisah. Misalnya:
 Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.3 Bentuk Ulang


Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan
tanda hubung. Misalnya:
 Anak-anak itu sedang belajar menari.

3.4 Gabungan Kata


1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk
istilah khusus, unsur- unsurnya ditulis terpisah. Misalnya:
 Kalau ada kesempatan, aku ingin menjadi seorang
Menteri
2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan. Misalnya:
 Kakek itu sedang mengggunakan mesin-hitung
tangan.

xxiv
3.5 Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya. Misalnya:
 Kudatangi rumahnya kemarin.

3.6 Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah
lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
 Kami akan segera berangkat ke Qatar.

3.7 Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
 Gajah itu marah sekali kepada sang Kancil.

3.8 Partikel
1) Partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya. Misalnya:
 Apakah Anda tahu perbedaan telur angsa dan telur
bebek?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
 Jika saya pergi ke luar, Nola pun ingin pergi ke luar.
3) Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun,
bagaimanapun, walaupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun ditulis serangkai. Misalnya;
 Walaupun sakit, Nola tetap berangkat ke kampus.

xxv
4) Partikel per yang berarti ̳mulai‘, ̳demi‘, dan ̳tiap‘ ditulis
terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya. Misalnya:
 Harga baju itu Rp2050.000,00 per helai.

3.9 Singkatan dan Akronim


1) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas
satu huruf atau lebih.
a) Singkatan nama orang , nama gelar, sapaan, jabatan atau
pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:\
 Kami mengundang Siti Sukma, S.Si. sebagai
pembicara pada seminar nanti.
b)Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
 KTP Kartu Tanda Penduduk
 MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih
diikuti satu tanda titik. Misalnya:
 dst. dan seterusnya
 a.n. atas nama
d)Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran ,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
 kg kilogram
 Rp(2.000,00) (dua ribu)rupiah
2) Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

xxvi
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal
dari deret kata ditulis se-luruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
 SIM Surat Izin Mengemudi.
b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis
dengan huruf awal huruf kapital. Misalnya:
 Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan
huruf, suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
 Pemilu pemilihan umum
 Tilang bukti pelanggaran

3.10 Angka dan Lambang Bilangan


Angka dan lambang bilangan dipakai untuk menyatakan:
1) nomor: 0 s.d 9, I,II,III,dll.
2) ukuran, satuan waktu, nilai uang: 5 kg, 17 Agustus 1945, 1
jam 20 menit.
3) nomor jalan atau rumah pada alamat: Jalan Moh. Ramdan
No. 15
4) nomor bab atau ayat kitab suci: Bab X , Pasal 5, Halaman
21
5) lambang bilangan dengan huruf: dua ratus dua puluh dua
(222)
6) lambang bilangan tingkat: abad ke-20 atau abad XX
7) lambang bilangan yang mendapat akhiran –an: tahun ‘90-an
8) lambang bilangan yang dinyatakan dengan satu atau dua
kata ditulis dengan huruf kecuali dipakai berturut-turut.
Misalnya:

xxvii
 Dia sudah dua kali bertandang ke rumah saya.
9) lambang bilangan pada awal kalimat. Misalnya:
 Seratus dua puluh orang selamat pada kecelakaan bus
itu.
10) lambang bilangan utuh yang besar. Misalnya:
 300 juta rupiah.

4. Pemakaian Tanda Baca


4.1 Tanda Titik (.)
Tanda titik dipakai pada:
1) akhir kalimat
 Biarlah saya saja yang datang ke kantornya.
2) di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar
atau daftar
 II. Media Pembelajaran Bahasa
A. Media Grafis
B. Media Audio
C. Media Audio Visual
3) memisahkan angka jam, menit, dan detik atau menunjukkan
jangka waktu
 pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4) daftar Pustaka
 Fatimah, T. 2004. Wacana: Pemahaman dan
Hubungan Antarunsur. Semarang: Refika Tama.
5) memisahkan bilangan ribuan
 Desa itu berpenduduk 38.300 orang.
6) tidak dipakai pada bilangan yang tidak menyatakan jumlah,
judul, dan alamat surat.

4.2 Tanda Koma (,)


Tanda koma dipakai:
1) di antara unsur-unsur dalam rincian atau pembilangan

xxviii
 Saya memasak sayur bayam, ayam bakar, dan
tempe goreng
 Satu, dua, ... tiga!
2)memisahkan klausa yang menggunakan tetapi atau
melainkan
 Arsyan ingin datang, tetapi kakinya sakit.
3) memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
 Kalau hari hujan, Nola tidak akan datang.
4) sesudah oleh karena itu, jadi, lagi pula, dan akan tetapi
 Oleh karena itu, kita harus ibadah dengan rajin.
5) sesudah kata seru seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
 O, begitu?
6) kalimat langsung
 Kata Nola, “Aku gembira sekali hari ini.”
7) bagian-bagian dari alamat atau tempat yang berurutan
 Sdr. Nola Arsyinta, Jalan Pegangsaan 196, Jakarta
8) daftar pustaka
 Fatimah, T. 2004. Wacana: Pemahaman dan
Hubungan Antarunsur. Semarang: Refika Tama.
9) di antara nama orang dan gelar akademik
 Arsyinta, Sp.D.
10) untuk mengapit keterangan tambahan
 Teman saya, Nola, pintar dan baik sekali.

4.3 Tanda Titik Koma (;)


Tanda titik koma dipakai:
1) untuk memisahkan bagian kalimat yang setara
 Malam semakin larut, pekerjaanku masih banyak.
2) sebagai pengganti kata penghubung
 Nara membaca buku; Akbar menyanyi.

xxix
4.4 Tanda Titik Dua (:)
Tanda titik dua dipakai:
1) untuk pemerian
 Untuk memasak sup, kita memerlukan: sayuran,
daging, dan bumbu-bumbu.
2) pada teks drama
 Santi:(memandang kearah jendela)”Harus kemana
aku sekarang setelah keluargaku mengusirku?”
Dion: Jangan khawatir, kamu bisa tinggal di
rumahku.
3) di antara jilid atau nomor halaman, di antara bab dan ayat
dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul, nama kota
dan penerbit buku acuan pada karangan
 Surah Yasin: 83
 Buku Wacana: Pemahaman dan Hubungan
Antarunsur

4.5 Tanda Hubung (-)


Tanda hubung dipakai:
1) menyambung suku kata kata dasar yang terpisah oleh
penggantian baris
 Di samping cara-cara baru, cara-cara yang lama ju-
ga masih berguna.
2) menyambung kata dengan imbuhan pada pergantian baris
 Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang sangat bagus.
3) menyambung unsur-unsur kata ulang:
 anak-anak
 berlari-lari
4) menyambung huruf yang dieja satu-satu atau bagian-bagian
tanggal
 e-l-s-a

xxx
 28-10-2022
5) memperjelas hubungan bagian-bagian kata
 dua-puluh-delapan-ribuan (1x28.000)
6) merangkai se- dengan kata yang dimulai huruf kapital, ke-
dengan angka, angka dengan –an, singkatan berhuruf
kapital, dan nama jabatan rangkap
 se-Indonesia
 hari-H
7) merangkai unsur bahasa Indonesia dan bahasa asing
 di-smash
 men-judge

4.6 Tanda Pisah (—)


Tanda pisah dipakai:
1) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan
 Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai
—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2) keterangan aposisi
 Saudara saya—gadis yang berbaju hitam itu—baru
pertama kali datang kesini.
3) berarti ̳sampai dengan‘ atau ̳sampai ke‘
 2004—2019
 Samarinda—Bontang

4.7 Tanda Elipsis (...)


Tanda elipsis dipakai:
1) dalam kalimat yang terputus-putus
 Kalau begitu ... ya, marilah kita pulang sekarang.
2) menunjukkan ada bagian yang dihilangkan
 Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih
lanjut.

xxxi
4.8 Tanda Tanya (?)
Tanda tanya dipakai:
1) pada akhir kalimat tanya
 Siapa yang tidak hadir hari ini?
2) di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan
 Dia berasal dari Rusia (?).

4.9 Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai pada ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
 Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan
kamarmu segera! Merdeka!

4.10 Tanda Kurung Siku ( [...] )


Tanda kurung siku dipakai:
1) mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi pada tulisan orang lain
 Sang Dewi men[d]engar bunyi gemericik.
2) mengapit keterangan yang sudah bertanda kurung
 Persamaan kedua proses ini (perbedaannya
dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 45]
tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.

4.11 Tanda Petik (“...”)


Tanda petik dipakai untuk:
1) mengapit petikan langsung yang berasal dari tulisan lain
 Pasal 36 UUD 1945 berbunyi,”Bahasa negara
ialah bahasa Indonesia.”

xxxii
 Kata Tita, “Saya akan datang terlambat nanti
malam.”
2) mengapit judul syair, karangan, atau bab buku dalam
kalimat
 Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5
buku itu.
 Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu
Masa, dari Suatu Tempat.
3) mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau
mempunyai arti khusus
 Celana panjang model “cutbray” kembali populer
sekarang ini.
4) mengapit ungkapan dengan arti khusus
 Akbar sering disebut “Si Jangkung” karena
postur tubuhnya itu.

4.12 Tanda Petik Tunggal (‘...‘)


Tanda petik tunggal dipakai:
1) mengapit petikan dalam petikan
 ‘Kamu dengar bunyi ̳kring-kring‘ barusan?’
tanya Beti.
2) mengapit makna, terjemahan, penjelasan kata atau
ungkapan asing
 feed back ‘balikan‘

4.13 Tanda Garis Miring ( / )


Tanda garis miring dipakai:
1) nomor surat, nomor alamat.dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin
 No. 15/PP/2007
 Jalan Setrabudi II/11
2) pengganti kata “atau” dan “tiap”

xxxiii
 Paket ini akan dikirim lewat darat/laut?
 Harga buku itu Rp25.000,00/eksemplar.

4.14 Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)


Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan
bagian kata atau bagian angka tahun.
 Adinda ‘kan pulang bulan ini ke Indonesia. ( ̳kan
= akan)
 Malam ‘lah larut ketika dia datang. ( ̳lah = telah)

5. Penulisan Unsur Serapan


Kaidah ejaan yang berlaku untuk unsur serapan adalah sebagai
berikut ini:
1) aa menjadi a: octaaf
2) ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e: aerodinamics
3) ai tetap ai: trailer
4) au tetap au: hydraulic
5) c di muka a,u,o dan konsonan menjadi k: cubic

D. EBI (EJAAN BAHASA INDONESIA) yang


DISEMPURNAKAN
Perkembangan bahasa Indonesia telah terjadi beberapa kali
perubahan aturan ejaan. Dua yang terakhir ialah yang disebut
dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Perubahan itu bisa berupa
penambahan huruf, penghilangan, dan dalam ranah penggunaan
tanda baca, penulisan kata, penulisan unsur serapan, ada beberapa
hal yang melatarbelakangi perubahan ejaan bahasa Indonesia ini.
Pertama, dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, yang
telah menyebabkan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai
ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulisan, menjadi
semakin luas.

xxxiv
Hal ini membuat diperlukannya perubahan pada ejaan bahasa
Indonesia. Kedua, perlunya menyempurnakan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) untuk memyempurnakan fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Pedoman ejaan
khususnya di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan
perkembangan dan telah digunakan beberapa ejaan hal itu
menyebabkan masih banyak yang masih memakai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) sedangkan ejaan yang resmi digunakan
sekarang dan telah disahkan ialah Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Ejaan yang Disempurnakan (EYD) adalah
ejaan dalam bahasa Indonesia yang sudah digunakan sejak tahun
1972. Namun, pada tahun 26 November 2015 yang lalu, Ejaan
yang Disempurnakan (EYD) sudah diganti menjadi Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Adapun hal yang menyebabkan itu berubah yaitu adanya
kemajuan dalam berbagai ilmu, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia
dalam berbagai hal semakin meluas baik secara tulisan maupun
lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya
perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.
Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa
pun terus menyesuaikan perubahan. Kita tidak akan mungkin
terpaku dengan aturan lama karena bahasa terus berkembang
sehingga aturan mengenai kebahasaan juga ikut menyesuaikan
seperti halnya perubahan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Masyarakat yang kritis pun terus mendesak Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD
sehingga muncullah PUEBI sebagai bentuk jawaban atas kritikan
yang diterima. PUEBI merupakan penyempurna EYD sehingga
sangat wajar jika menemukan perubahan maupun penambahan
hal-hal pokok yang tidak ditemukan pada pedoman sebelumnya.

xxxv
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dulunya juga merupakan
penyempurna atas revisi pedoman-pedoman pendahulunya,
namun sekarang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI) semakin melengkapi apa yang kurang dari pedoman
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sehingga menjadi lebih
sempurna.
Ejaan bahasa Indonesia juga perlu disempurnakan terus untuk
memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
yang ketika menggunakan bahasa dan masih memakai aturan yang
sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan tidak
menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
yang saat ini berlaku digunakan, maka pengguna bahasa tersebut
telah keliru dan masih sangat banyak yang belum mengetahui hal
tersebut.

E. PERBEDAAN EBI dan PUEBI DALAM KAIDAH


Terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI
dengan EYD. Kelima perbedaan tersebut tersebar ke dalam dua
subbab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.
Perbedaan pertama terletak pada diakritik pelafalan vokal [e].
Pada PUEBI telah diatur diakritik vokal e mempunyai tiga contoh
pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di
EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e]. Diakritik pertama yang
disajikan pada EYD adalah [é] (taling tertutup) pada kata enak,
petak, dan sore. Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada
kata emas, kena, dan tipe. Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak
disampaikan di EYD adalah diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal
[è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.

Perbedaan kedua antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat


tambahan diftong [ei]. Jika sebelumnya di EYD telah disampaikan
terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempunkan informasi
terkait diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au,

xxxvi
oi, dan ei. Tambahan diftong [ei] ini muncul karena adanya kata
yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser.
Survei dalam KBBI bermakna ‘teknik riset dengan member batas
yang jelas atas data; penyelidikan; peninjuan’, sedangkan
eigendom dalam KBBI termasuk kata di bidang hukum yang
bermakna ‘hak mutlak atas suatu barang; kepunyaam; milik’.
Selanjutnya, geiser dalam KBBI bermakna ‘mata air panas yang
mengeluarkan uap air atau gas yang disemburkan ke udara’.

Masih dalam subbab Pemakaian Huruf, perbedaan ketiga


adalah adanya aturan penulisan huruf kapital. Pada aturan
sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf
awal sebuah nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan. Selanjutnya pada aturan terbaru di PUEBI
ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut,
kapital juga digunakan untuk huruf awal julukan. Contoh julukan
yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan
sebagainya. Aturan penulisan subbab Pemakaian Huruf yang tidak
terdapat pada EYD adalah aturan penulisan huruf tebal. Dalam
PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan
bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Selain itu, huruf tebal
juga digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan,
seperti judul buku, bab, dan subbab.

Perbedaan antara PUEBI dan EYD selanjutnya adalah


penggunaan tanda baca. Tanda baca merupakan hal yang wajib
diperhatikan terutama dalam bahasa tulis. Pada EYD yang
diresmikan pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak
dijabarkan selengkap di PUEBI. Pada aturan sebelumnya, titik
koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagaian-bagian
kalimat yang sejenis dan setara. Selain itu, juga terdapat aturan,
yaitu sebagai pengganti tanda hubung untuk memisahkan kalimat

xxxvii
yang setara dalam kalimat majemuk. Selain dua aturan tersebut,
aturan lain juga disampaikan di PUEBI. Aturan lain tersebut
adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang
berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian
pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.

F. KESALAHAN DALAM PENGGUNAAN EJAAN DALAM


LARAS ILMIAH
Kesalahan-kesalahan pada ejaan yang banyak dilakukan dalam
menuliskan bahasa Indonesia yang baik dan benar memang
merupakan kesalahan umum yang banyak terjadi atau pernah
dilakukan oleh siapa saja. Kesalahan dalam penerapan kaidah
Ejaan Bahasa Indonesia, diantaranya a) kesalahan penulisan huruf
kapital, b) kesalahan penulisan huruf miring, c) kesalahan
penulisan lambang bilangan, d) kesalahan penulisan tanda baca
(Nanik Setyawati, 2010: 155).
Karya tulis ilmiah terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu skripsi,
tesis, disertasi (tugas akhir dalam pendidikan tinggi); laporan
penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan
eksekutif. Pembahasan karya tulis ilmiah dalam tulisan ini akan
difokuskan pada makalah. Pemilihan ini dilakukan dengan dasar
pemikiran makalah merupakan salah satu bentuk karya tulis
ilmiah yang dibuat.
Kesalahan yang sering terjadi pada Ejaan Bahasa Indonesia
(EBI) yang ada pada makalah :
1) Kesalahan dalam Penggunaan Huruf Kapital
2) Kesalahan dalam Penggunaan Tanda Baca
3) Kesalahan Penggunaan Kata Depan
4) Kesalahan dalam Pemakaian Huruf Miring
5) Kesalahan Penulisan Gabungan Kata
6) Kesalahan Penggunaan Awalan

Kesalahan yang sering terjadi ini diakibatkan karena kurangnya


ketelitian dan memperhatikan penulisan yang baik dan benar

xxxviii
sehingga masih terdapat kesalahan dalam penulisan makalah
tersebut.

KESIMPULAN
Ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda
baca. Dari kutipan para ahli diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa
ejaan merupakan satu aspek yang penting dalam penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dengan kaidah ejaan yaitu: (1)
pemenggalan kata, (2) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3)
penulisan kata, (4) pemakaian tanda baca, dan (5) penulisan unsur
serapan, (6) contoh model pembelajarannya. Perkembangan ejaan bahasa
Indonesia dimulai sejak tahun 1901 hingga 2015.Tahun 1901 ejaan yang
diberlakukan bernama Ejaan van Ophuijsen. Tahun 1947 terdapat Ejaan
Republik. Tahun 1956 terjadi pembahasan Ejaan Pembaharuan yang
urung diberlakukan. Tahun 1959 terjadi pembahasan Ejaan Melindo

xxxix
yang urung diberlakukan. Tahun 1967 terdapat Ejaan Baru. Tahun 1972
berlaku PUEYD edisi pertama. Tahun 1988 diberlakukan PUEYD edisi
kedua. Tahun 2009 diberlakukan PUEYD edisi ketiga. Tahun 2015
diberlakukan PUEBI. Perbedaan antara (PUEBI) dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah adanya penambahan ruang lingkup. Pada
(EYD) hanya terdapat tiga ruang lingkup, yaitu pemakaian huruf,
penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.

DAFTAR RUJUKAN
Idris, Nuny Sulistiany. Tanpa Tahun. Kaidah Ejaan dan Model
Pembelajarannya.
Mijianti, Yerry. 2018. Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia.
Universitas Muhammadiyah Jember
Mukhtar, Adi Syaiful. 2019. Perbedaan PUEBI dengan EYD. Kantor
Bahasa Maluku

xl

Anda mungkin juga menyukai