Anda di halaman 1dari 2

JAGA KEUTUHAN KELUARGA DENGAN TIDAK MENYAKITI ISTRI

Oleh : Wahyudi (Penyuluh Agama Islam Kecamatan Tlanakan)

Berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban bagi setiap manusia, baik anak-anak

maupun orang dewasa, sebab tugas seorang ibu sangatlah berat. terutama kepada Ibu. Allah

SWT berfiman dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 14 :

‫َو َو َّصْي َن ا اِإْلْن َس اَن ِبَو اِلَدْي ِه َح َم َلْت ُه ُأُّمُه َو ْه ًن ا َع َلٰى َو ْه ٍن َو ِفَص اُلُه ِفي َع اَم ْي ِن َأِن اْشُك ْر ِلي َو ِلَو اِلَدْي َك ِإَلَّي‬

‫اْلَمِص يُر‬

Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua (ibu-bapa); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah dan lemah yang beratambah-
tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada bapk ibumu.
Hanya kepada-Ku lah kembalimu.
Uraian tentang kandungan ayat di atas sudah banyak disampaikan oleh para kiai atau
ustadz, baik dalam pengajian-pengajian maupun khutbah-khutbah Jumat. Tetapi dalam
kesempatan ini saya kembali menyampaikan agar bisa dipahami secara mendalam lagi.
Ayat di atas memang secara langsung ditujukan kepada anak, namun secara tidak
langsung, Allah SWT sebenarnya juga mengingatkan kepada para suami bahwa tugas seorang
istri dalam rumah tangga sangatlah berat.
Ayat yang berbunyi :

‫َح َم َلْتُه ُأُّم ُه َو ْهًنا َع َلٰى َو ْهٍن‬


Yakni ‘ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah’ sebenarnya tidak hanya
mengingatkan kepada kita semua bahwa ibu-ibu dahulu sewaktu mengandung kita selama kira-
kira 9 bulan memikul beban yang sangat berat. Tetapi juga mengingatkan bahwa ketika istri kita
mengandung anak-anak yang akan menjadi darah daging dan penerus kita. Istri kita memikul
beban yang sama beratnya dengan ibu-ibu kita.
Tentunya masih kuat dalam ingatan kita betapa beratnya kondisi istri atau ibu sewaktu
mengandung anak. Berbagai risiko harus ditanggungnya seperti keguguran, janin meninggal
dalam kandungan, hamil di luar rahim, dan sebagainya. Semua risiko itu berdampak langsung
terhadap keselamatan baik fisik maupun jiwanya.
Kita sebagai laki-laki yang oleh Allah diberi kekuatan fisik yang lebih besar, tidak bisa
berbuat banyak untuk meringankan beban istri yang sedang mengadung. Ini karena tugas
mengandung memang sepenuhnya menjadi kodrat perempuan yang takkan mungkin bisa
digantikan oleh laki-laki.
Setelah kira-kira 9 bulan mengandung, tugas istri selanjutnya adalah melahirkan. Tugas ini
berisiko tinggi karena secara langsung berkaitan dengan keselamatan jiwa. Tentunya telah sering
kita dengar beberapa perempuan meninggal saat melahirkan. Dalam proses melahirkan ini,
seorang suami juga tidak bisa berbuat banyak untuk meringankan beban istrinya. Beberapa suami
yang lain tak sanggup dan tak tega menyaksikan istri sedang berjuang melahirkan karena
penderitaan yang dialaminya sangat berat dengan nyawa sebagai taruhannya.
Setelah melahirkan, tugas istri berikutnya adalah menyusui. Al-Qur’an memberitakan masa
menyusui adalah dua tahun sebagaimana bunyi ayat :

‫َو ِفَص اُلُه ِفي َع اَم ْي ِن‬


‘Dan menyapihnya dalam dua tahun’. Dalam masa menyusui, seorang istri harus berhati-
hati dan selalu menjaga dirinya sebaik mungkin karena apa yang terjadi pada dirinya bisa
berdampak langsung pada si bayi. Istri harus sanggup berjaga menahan kantuk, baik siang
maupun malam. Ketika si bayi haus dan lapar dan membutuhkan air susu ibu atau ASI, seorang
ibu harus selalu siap memberikannya. Dalam tugas ini, suami juga tidak bisa berbuat banyak untuk
meringankan beban istri.
Mengingat beratnya tugas perempuan terkait dengan mengandung, melahirkan dan
menyusui, maka Allah SWT memberikan keringanan kepada perempuan untuk tidak berpuasa di
bulan Ramadlan dengan kompensasi tertentu sebagaimana diatur dalam fiqih. Keringanan ini
merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan Allah SWT kepada para perempuan atau ibu
bahwa tugas mereka memang sangat berat. Pengakuan dan penghargaan seperti ini tidak
diberikan kepada laki-laki karena faktanya tugas alamiahnya tidak seberat perempuan.
Nabi Muhammad SAW juga memberikan penghargaan yang besar kepada perempuan.
Lewat beberapa haditsnya menujukkan kedudukan perempuan yang tinggi di mata Islam. Nabi
Muhammad SAW bersabda:

‫َاْل َج َّن ُة َت ْح َت َأْق َداِم اُألَّمَهاِت‬

Artinya: Surga itu di bawah telapak kaki para ibu.

Kita semua tahu bahwa telapak kaki adalah bagian paling bawah atau rendah dari organ
manusia. Sedangkan surga berada di bawah telapak kaki ibu-ibu. Namun, maksud hadits ini
adalah tidak mungkin seorang anak bisa masuk surga tanpa ketundukan kepada seorang ibu.
Maka pertanyaannya adalah bagaimana bisa seorang anak tunduk kepada ibunya jika ia tidak
diajari, tidak dididik dan tidak dilatih?
Untuk itu, seorang suami juga berkewajiban mendidik anak-anaknya agar mereka tunduk
dan menghormati ibunya, tanpa harus merasa disaingi atau dikalahkan oleh mereka. Sebab Nabi
Muhammad SAW telah menegaskan bahwa seorang anak harus bersikap baik dan hormat kepada
ibunya tiga kali lebih besar daripada kepada ayahnya. Wallahu a’lam.

WAHYUDI

Anda mungkin juga menyukai