ُ أَلَس
ْت بِ َربِّ ُك ْم ۖ قَالُوا بَلَ ٰى ۛ َش ِه ْدنَا
Yang Kami Hormati : Bapak/Ibu Jamah Shubuh Masjid Al-Ikhlas yang
semoga dimuliakan Allah Subhanhuwata’ala
Namun Amanah dari Panitia Ramadhan dari Jama’ah untuk Jama’ah, saya
mencoba menyampaikan ataupun mengingatkan sebagian tugas kita
hidupdi dunia sebagaimana yang sudah sangat sering disampaikan para
Ulama ataupun Penceramah kita selama ini.
Kewajiban ini adalah kewajiban yang sangat penting karena merupakan amanah yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala limpahkan kepada keduanya ketika Allah
menganugerahkan putra dan putri, anak-anak kepada mereka.
Yang mana ini merupakan titipan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib kita jaga.
Amanah yang mesti kita tunaikan. Nabi bersabda dalam sebuah hadits:
ُ أَلَ ْس
بَلَ ٰى ۛ َش ِه ْدنَا1ت بِ َربِّ ُك ْم ۖ قَالُوا
“Mereka semua (manusia/anak Adam) bersaksi, ‘Benar kami bersaksi’”
(QS. Al-A’raf[7]: 172)
Termasuk anak kita yang lahir itu. Dia termasuk orang yang telah
bersaksi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dia lahir dengan
membawa segel tauhid Laa Ilaha Illallah.
Itu keawjiban terpenting atas setiap ayah dan ibu. Kalau mereka lalai,
dia akan menyimpang, segel itu akan rusak, aqidahnya akan kotor,
keyakinannya akan rusak, bisa jadi dia berubah menjadi Yahudi,
Nasrani, Majusi atau apapun. Maka orang tua adalah lingkungan yang
paling dekat dengan anak.
Nabi mengatakan:
1ُفَأَبَ َواه
“Kedua orang tuanya”
Kita lihat kondisi sekarang ini, kita lemah tak berdaya diombang-
ambingkan perkembangan zaman dan generasi kita banyak tenggelam ke
dalamnya karena dangkalnya Aqidah, kita dihina, direndahkan tapi tak
bisa berbuat apa-apa, akibatnya diantara generasi kita malah ikut pula
menenggelamkan Aqidah kita demi..uang…jabatan..ketenaran entah
apalagi ..Wallahu A’lam Bisshawab
Untuk itu, saat ini Moment Ramadhan tahun ini kita jadikan Spirit kita,
semangat kita menginspirasi untuk mencetak kembali Generasi Islami,
Generasi Rabbani
Wassalamu’alaikum
Orang tua tidak boleh lalai. Karena keluarga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah adalah keluarga yang anggota-anggota individu-individu
yang ada di dalam keluarga itu dapat melaksanakan perannya dengan baik dan
benar. Seorang suami bisa menjadi suami yang baik, seorang istri bisa
menjadi istri yang baik, mereka berdua melaksanakan hak dan kewajiban masing-
masing. Tapi itu tidak cukup untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah hingga keduanya bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-
anaknya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya.
Banyak para istri/wanita bisa menjadi seorang istri yang baik. Dia bisa
melaksanakan kewajibannya kepada suaminya, dia bisa menunaikan hak-hak
suaminya, tapi dia tidak bisa jadi ibu yang baik, dia gagal menjadi ibu yang baik, dia
tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya.
Baca Juga:
Islam Agama Tauhid
Demikian pula sebaliknya, ada wanita-wanita yang bisa menjadi ibu yang baik, tapi
tidak bisa menjadi istri yang baik bagi suaminya. Maka seorang wanita dituntut
memiliki peran ganda di sini, sebagai istri yang baik dan sebagai ibu yang baik. Beda
tentunya jadi istri dan jadi ibu.
Kadang-kadang sebagian wanita tidak bisa membedakan posisinya sebagai istri dan
posisinya sebagai ibu. Sebagai ibu tentunya dia menjadi sorotan teladan bagi anak-
anaknya. Jadi istri mungkin dia diemongi sama suaminya, suami jadi teladan. Tapi
sebagai ibu, dia yang mengomongi anak-anaknya, dia yang menjadi sosok teladan.
Demikian juga sebagian pria/laki-laki, dia bisa menjadi istri yang baik bagi istrinya.
Dia memenuhi semua hak dan kewajibannya sebagai suami. Tidak ada satupun
hak istri yang tidak dia tunaikan, dia benar-benar menjadi suami yang ideal. Tapi dia
tidak bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya.
Tentunya beda kita sebagai suami dengan kita sebagai ayah. Tanggung jawabnya
lebih besar, tantangannya lebih berat. Karena mengajari anak kuliah itu beda dengan
mengajari anak SD. Lebih berat jadi guru SD daripada jadi dosen
mengajarkan kuliah kepada mahasiswa. Karena mereka-mereka ini orang
yang sudah sempurna otaknya, sudah bagus nalarnya, sudah bisa mengerti sedikit
pengarahan yang kita berikan. Itu seperti mendidik istri. Tapi mendidik anak seperti
mengajari anak SD, perlu sabar, perlu kelembutan, perlu kesantunan dan mengerti
sudut pandang anak-anak, psikologi anak, sehingga kita bisa memberikan pelajaran-
pelajaran kepada anak. Sangat jauh berbeda kita mendidik anak dan mendidik istri.
Dan dua-duanya wajib kita didik. istri wajib kita didik, anak juga wajib kita didik.
Baca Juga:
Keutamaan Menghadiri Majelis Ilmu Dinaungi Sayap Malaikat
Baca Juga:
Menapak Jejak Pemimpin Para Ulama (Ustadz Abuz Zubair Hawary, Lc.)
Seharusnya orang tua adalah yang paling mengerti tentang anaknya. Bukan guru di
sekolah atau teman-temannya di sekolah. Tapi kadang-kadang tidak dekatnya orang
tua dan anak, sehingga orang tua tidak mengerti tentang anak-anak mereka.
Tentunya anugrah yang besar ini adalah satu fadhilah bagi kedua orang tua apabila
mereka bisa memanfaatkannya maka ini menjadi kebaikan bagi mereka.
Maka dari itu, tugas mendidik anak ini adalah tugas bersama, bukan tugas
perorangan. Akan terasa berat bagi seorang ibu jika pendidikan anak semua di
limpahkan ke pundaknya. Demikian pula sebaliknya, akan terasa berat oleh ayah jika
semua tugas dan tanggung jawab pendidikan itu diserahkan kepadanya, dibebankan
ke pundaknya. Maka agar ringan sama dijinjing berat sama dipikul, keduanya
harus saling bisa bekerja sama, berkolaborasi, saling isi mengisi,
tentunya ini akan menjadi lebih mudah. Karena kadang-kadang siasat itu
perlu dilakukan oleh kedua belah pihak, ayah dan ibu. Pendidikan anak itu perlu
siasat juga. Bagaimana menyiasati anak supaya dia tergiring kepada apa yang kita
kehendaki. Menyelesaikan masalah anak kadang-kadang perlu kedua belah pihak
ini. Saling mengarahkan kepada satu titik.
Maka ayah ibu seharusnya bisa menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk
membicarakan tentang pendidikan anak-anak mereka. Dan tentunya tugas ini
adalah tugas yang penuh ilmu. Kalau kita ingin sukses apapun, maka semuanya
harus dengan ilmu.
Baca Juga:
Hukum Shalawat Dalam Sujud - Kitab Bulughul Maram (Ustadz Zainal
Abidin Syamsudin, Lc.)
Baca Juga:
Rukun-Rukun Shalat Beserta Penjelasannya
Dulu waktu sebelum menikah, rajin menuntut ilmu. Bahkan kajian-kajian rutin
dihadiri. Setelah menikah sudah berkurang, hanya tabligh akbar saja, setahun
sekali/dua kali. Setelah punya anak, tabligh akbar pun tidak, semuanya tidak.
Alasannya sekarang sudah sibuk untuk memenuhi nafkah keluarga. Ini salah
tentunya. Ketika kita sudah menikah, kebutuhan kita kepada ilmu itu dua
kali lipat. Karena tanggung jawab kita semakin besar. Semakin besar tanggung
jawab, maka semakin banyak kebutuhan kita kepada ilmu. Dan kebutuhan ilmunya
pun semakin tinggi.
SIMAK PENJELASAN LENGKAP DAN DOWNLOAD MP3
KAJIAN CARA MENDIDIK ANAK DAN PENTINGNYA
MENCETAK GENERASI RABBANI
Pemutar Audio
00:00
00:00
Gunakan Anak Panah Atas/Bawah untuk menaikkan atau menurunkan volume.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja kepada Allah yang maha kuasa,
puji kepada Allah yang maha suci, syukur kepada Allah yang maha Gofur,
yang masih memberi kita nikmat umur, tapi awas hadirin, itu umur jangan
dihambur-hambur, nanti kita bisa tergolongkan orang yang kufur (nikmat),
yuk lebih baik kita bersyukur, dengan bershalawat kepada rasul, yang
maha luhur, juga kepada sahabat-sahabatnya yang pada jujur, sehingga
menjadikan umat islam masyhur dan juga makmur, dari barat sampai ke
timur. Alhamdulillah …
Pondasi akhlak bagi seorang muslim ialah akidah yang benar, akidah yang
lurus. Sebagaimana nasihat pertama luqmanul hakim atau bisa kita sebut
nasihat yang terpenting yang diabadikan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an :
Selain itu, orang tua juga berperan penting dalam membimbing anak dalam
akidah dan akhlak untuk generasi penerus yang islami, sebagaimana
dalam al-qur’an :
َ ش الَّذِينَ لَ ْو َت َر ُكوا مِنْ َخ ْل ِف ِه ْم ُذ ِّر َّي ًة ضِ َعا ًفا َخافُوا َعلَ ْي ِه ْم َف ْل َي َّتقُوا هَّللا َ َو ْل َيقُولُوا َق ْواًل
سدِيدًا َ َو ْل َي ْخ
Hendaklah kalian takut apabila meninggalkan generasi penerus di belakang
kalian generasi yang lemah
Lemah disini lemah dalam berbagai aspek, salah satu aspek terpentingnya
yaitu dalam masalah lemah dalam akidah dan juga lemah dalam berprilaku
yang baik (akhlak).
Tidak terlepas dari hanya orang tua saja, generasi mudanya pun harus
menyadari bahwa mereka harus menjadi generasi yang islami dengan
menerapkan akhlak yang baik yang telah di ajarkan orang tuanya
sebelumnya, karena mereka sebagai calon pemimpin yang disebut dalam
sebuah ungkapan :
Oleh :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
ُه1َك لَ ِر ْي1 َدهُ الَ َش1ْهَ اِالَّ هللاُ َوح1هَ ُد اَ ْن الَ اِل1 أَ ْش، َ ِر ُكوْ ن1َرهَ ْال ُم ْش ْ ق لِي
ِ وْ ك11َُظ ِه َرهُ عَلى ال ِّدي ِْن ُكلِّ ِه َول ِّ اَ ْل َح ْم ُد ِهللِ الَّ ِذىْ اَرْ َس َل َرسُوْ لَهُ بِ ْالهُدىْ َو ِد ْي ِن ْال َح
َ َ
ُوأ ْشهَ ُد أ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه،
َ
ا11َ فَي: ُد1 أ َّما بَ ْع، ِه1ِنَّتِ ِه َو ِد ْين1 ُكوْ نَ بِ ُس1صحْ بِ ِه الَّ ِذ ْينَ يَتَ َم َّسَ ك َو َرسُوْ لِكَ النَّبِ ِّي ْاألُ ِّم ِّي َسيِّ ِدنَا َو َموْ الَنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َ صلِّي َو َسلِّ ْم َعلَى َع ْب ِد َ أللّهُ َّم
ْ َ ْ َ ُ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َّ ُ
ْر11َ َوأكب، ع1 ِ 1 ِّل ال ُمجْ تَ َم1َات لِ ُك 1ٌ ت َوأ َمان 1ِ َوا ْعلَ ُموْ ا أ َّن األوْ الَ َد َر ِعيَّة ُك ِّل األبَا َ ِء َواأل َّمهَا. َق تُقَاتِ ِه َوال تَ ُموْ تُ َّن اِال َوأنتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ ن َّ ِعبَا َد هللاِ اتَّقوْ ا هللاَ َح
ْ فَأَحْ ِّسنُوْ ا تَرْ بِيَتَهُ ْم َوهَ ِّذبُوْ ا، واألحْ فَا ِد
أخاَل قَهُ ْم َو َعلِّ ُموْ ا بِ َما يَ ْنفَعُوْ نَ بِ ِه فِ ْي ِد ْينِ ِه ْم َو ُد ْنيَاهُ ْم َوآ ِخ َرتِ ِه ْم ْ ت ِمنَ هللاِ َما ِع ْن َد ُك ْم ِمنَ اأْل وْ الَ ِد 1ِ ْاألَ َمانَا
زَ ِّو ُجهُ ْم11ُ أوْ ي، ذ ُكوْ َر1ُّ 1ا ُء ال1ا ً َويَهَبُ لِ َم ْن يَ َش1ا ُء إنَاث1ا ُء يَهَبُ ِل َم ْن يَ َش1ق َما يَ َش ِ ْت َو ْاألَر
ُ ُض يَ ْخل ِ ك ال َّس َم َوا ُ ِهللِ ُم ْل: َري ِْم
ِ الى فِ ْي ِكتَابِ ِه ْالك
َ ال هللاُ تَ َع َ َق
َان
ِ ود1 ْ
ِّ 1َ فَأَبَ َواهُ يُه، َلى ْالفِط َر ِة
َ ُكلُّ َموْ لُوْ ٍد يُوْ لَ ُد ع: صلَّى هللاٌ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمَ ِال َرسُوْ ُل هللا َ َ َوق، ُذ ْك َرانًا َوإِنَاثًا َويَجْ َع ُل َم ْن يَشَا ُء َعقِ ْي ًما إنَّ ْه َعلِ ْي ٌم قَ ِد ْي ٌر
اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْس ُؤ ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه ر
ٍ َ ْ م ُ
ك ُّ ل ُ
ك : ًا
ض ْ
ي َ أ ل اَ قو ، ن ا س ُّجمي
َ َ ِ َ َ ُ ْأوْ ُ ِّ َ ِ أو ن ا ر ص َ ني
Hadirin rohimakumulloh.
Mari kita memuji kehadirot Alloh Ilahi Robi yang selalu merahmati dan memberi taufik serta
hidayah-Nya. Sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad
SAW., kepada keluarganya, shohabatnya dan kita semua sebagai umatnya.
Pada kesempatan ini, saya mengingatkan kepada kita sekalian agar senantiasa mempertebal
keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Seringkali diulangi bahwa hanya ketaqwaanlah
yang dapat menjamin ketentraman hidup kita selama di dunia. Keimanan dan ketaqwaan pula yang
menjadikan kita merasa layak berharap rahmat Allah di dunia dan akhirat. Maka marilah kita
semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT agar jalan hidup kita senantiasa diberkahi dan diridhoi
Allah SWT.
Jika kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan, tentu jalan hidup kita menjadi lebih mudah, lebih
nyaman dan lebih teratur dan berkesinambungan. Dalam bermasyarakat, tentu kita menginginkan
keteraturan dan kesinambungan dalam berbagai bentuk kebaikan. Salah satu di antara bentuk-
bentuk kesinambungan dalam kebaikan dan kataqwaan adalah tumbuhnya generasi-generasi
penerus perjuangan dan dakwah islamiyah. Maka dengan demikian, tentu kita menginginkan turut
berperan serta dalam melanjutkan estafet perjuangan islam ini dengan melahirkan dan mengasuh
anak-anak Muslim yang cerdas, berkarakter dan shaleh.
Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi,
Nashrani atau Majusi. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, orang tualah yang memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik dan menjadikan
seorang anak sebagai pribadi yang sholeh atau sebaliknya.
Seorang pemimpin pemerintahan adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang
rakyatnya, suami adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang anggota
keluarganya, istri adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang rumah tangga
suaminya serta anak-anaknya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang harta benda majikannya, ingatlah bahwa setiap kalian adalah
pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat.
Hadirin rohimakumulloh
Anak merupakan harapan setiap orang tua dalam kehidupan rumah tangga mereka. Anak adalah
kebanggaan dan dambaan. Namun terkadang anak juga dapat menjadi cobaan yang sangat berat
bagi kedua orang tuanya. Karenanya, setiap orang tua mesti mendidik anak-anak mereka sesuai
tuntunan agama Islam.
Anak-anak yang dididik dengan tuntunan Islam diharapkan menjadi anak-anak yang sholeh, berbakti
dan berguna bagi bangsa, negara, masyarakat dan agamanya. Tentu saja orang tuanya yang pertama
kali memetik buah dari kesalehan anak-anaknya.
Allah SWT berfirman:
َوالَّل ِذ ْينَ يَقُوْ لُوْ نَ َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أَ ْز َوا ِجنَا َو ُذ ِّريَّتِنَا قُ َّرةَ أَ ْعيُ ٍن َواجْ َع ْلنا َ لِلُ ُمتَّقِ ْينَ إِ َما ًما
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Furqaan, 25:74)
Dua ayat ini meneguhkan kepada kita, bahwa selayaknya sebagai pribadi muslim yang beriman,
tentu kita berharap untuk dikaruniai buah hati yang dapat dibanggakan, shaleh-shalihah, berbakti
dan berguna bagi sesamanya.
Namun Allah Swt juga mengingatkan kita, bahwa segala anugerah yang berupa keturunan dan segala
milik kebendaan serta lain-lainnya, adalah hanya ditentukan oleh Allah SWT. karenanya, sebagai
orang beriman, tentu kita tidak boleh menyalahkan siapa pun jika barangkali kita belum dikaruniai
keturunan. Karena Allah-lah yang telah menentukan setiap kelahiran yang telah maupun akan
muncul di muka bumi ini.
ِ ا ُء1 ُل َم ْن يَ َش1ا َويَجْ َع11ًا َوإِنَاث11ً َز ِّو ُجهُ ْم ُذ ْك َران1ُ أوْ ي، ُّذ ُكوْ َر1ق َما يَشَا ُء يَهَبُ ِل َم ْن يَشَا ُء إنَاثا ً َويَهَبُ لِ َم ْن يَشَا ُء ال ِ ْت َو ْاألَر
ُ ُض يَ ْخل ُ هللِ ُم ْل
ِ ك ال َّس َم َوا
َعقِ ْي ًما إنَّ ْه َعلِ ْي ٌم قَ ِد ْي ٌر
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia
memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak
lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Asy-Syura, 42:49-50)
Selayaknya kita senantiasa berdoa, semoga Allah mengaruniakan kebahagiaan dunia dan akhirat
kepada kita sekalian melalui keturunan-keturunan yang shalih dan shalihah di tengah-tengah
masyarakat kita. Agar keturunan tersebut dapat melanjutkan estafet dakwah Islam di tengah-tengah
kondisi masyarakat yang semakin kompleks ini.
Namun berdoa saja tidaklah cukup. Kita harus mengupayakan sekuat tenaga agar dapat medidik
anak-anak kita menjadi generasi yang dapat diandalkan oleh zamannya. Kita harus memperhatikan
pendidikan mereka, berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan positif
kejiwaan mereka.
Sebagai orang tua, kita juga harus memperhatikan pergaulan anak-anak kita yang menjadi faktor
penentu dalam perkembangan sosial mereka. Kita harus mengajarkan kesederhanaan dalam
keseharian mereka. Karena Rasulullah SAW sudah contohkan, bahwa meski hidup dalam kondisi yg
sederhana, tapi kebahagiaan selalu Beliau rasakan. Maka demikianlah mestinya kita menciptakan
lingkungan sosial dan kekeluargaan bagi anak-anak harapan generasi Islam tersebut.
Di samping itu, hal lain yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak adalah memberikan Rejeki
yang Halal selama pertumbuhan mereka. Karena rezeki halal dapat mempermudah mereka
menjalani kesalehan dan ketaqwaan. Sementara jika kita kurang-hati-hati dan teledor dengan
memberikan mereka asupan energi dan suplai pertumbuhan maupun pendidikan dari rezeki halal,
maka sama saja dengan menginginkan mereka menjadi lahan empuk bagi tumbuhnya kemungkaran
dalam diri anak-anak kita sendiri. Rezeki yang halal akan memudahkan mereka menerima hidayah
dan keberkahan dalam menjalani proses pertumbuhan dan pendidikannya.
Hadirin rohimakumulloh
Marilah kita mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah dengan mengenalkan jalan
dakwah kepada generasi Islam sedini mungkin dengan penuh kebijakan dan keteladanan yang mulia.
Bukan zamannya lagi jika kita hanya mendidik tanpa memperhatikan perkembangan psiokologinya
dan hanya mengandalkan kekerasan dalam medidik anak.
Memang benar, bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan kita untuk memukul anak-anak jika
mereka lalai mengerjakan shalat. Nemun bukan berarti dengan demikian kita dapat memukul
mereka dengan seenaknya. Karena anak-anak senantiasa membutuhkan kasih sayang yang dapat
mereka cerna dan mereka sadari. Anak-anak ingin mengerti bahwa orang tua mereka menyayangi
mereka, sehingga mereka dapat membalas kasih saying tersebut dengan kesungguhan belajar dan
berusaha menjadi baik bagi lingkungan dan masyarakatnya. Artinya anak-anak akan merasa memiliki
tanggung jawab menjadi shaleh dan shalihah jika mereka juga mengerti bahwa kedua orang tuanya
mencontohkan kesalehan dan keteladanan yang baik terhadapnya.
َض َّل ع َْن َسبِيلِ ِه َوه َُو أَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين
َ ك ه َُو أَ ْعلَ ُم بِ َم ْن
َ َّك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي أَحْ َسنُ إِ َّن َرب
َ ِّع إِلَى َسبِي ِل َرب
ُ ا ْد
Serulah (manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-
Nahl, 16:125)
Artinya, jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi generasi yang baik dan santun, tentu kita
harus mengajarkan kebaikan dan sopan santun serta etika Islam kepada mereka.
Selain itu, dalam memilihkan atau mengarahkan pendidikan bagi anak-anak, kita dapat
memperhatikan bakat dan kecenderungan mereka. Kita dapat menyekolahkan mereka menurut
bakat positifnya masing-masing, sehingga ketika telah menjadi dewasa nantinya, mereka tidak
memiliki keraguan akan kemampuan dan potensi dirinya.
َ َِر َوأُولَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون ِ َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ َي ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
ِ ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْنك
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh
kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali Imran 3: 104)
Ada yang menjadi mubaligh, tentara, pedagang, guru, insinyur dan lain sebagainya. Dengan demikian
generasi Islam yang kita dambakan bersama dapat segera terwujud menjadi sebuah kenyataan. Dan
izzul Islam wal muslimin dapat kita gapai bersama, karena generasi muda saat ini tentu akan menjadi
pemimpin Islam di kemudian hari.
Hadirin rohimakumulloh
Hal terpenting terakhir yang ingin saya sampaikan kepada saudara-saudara sekalian adalah, tentang
bekal paling utama kepada generasi muda kita, yakni pendidikan, keteladanan dan ketaqwaan.
Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar ra : “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang
tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu
akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”
Saya nyatakan, kita harus memberikan bekal ketaqwaan yang cukup kepada mereka, apapun profesi
yang menjadi pilihan mereka kelak. Karena tanpa ketaqwaan, mustahil mereka dapat menjadi
generasi muslim yang dapat diandalkan dan ditunggu peran sertanya dalam pembangunan bangsa
dan umat.