Anda di halaman 1dari 10

Analisis Psikoanalitik terhadap Maskulinitas dan Kebudayaan Pemerkosaan

dalam Film “Promising Young Woman” (2020) karya Emerald Fennell

Abstrak
Dalam diskusi mengenai kekerasan seksual, terdapat pengaruh yang bersifat sistemik dan budaya
yang seringkali menghalangi penuntutan yang adil terhadap pelaku. Dalam tulisan ini, saya
menelusuri keterkaitan antara kekerasan seksual dan konsep maskulinitas, serta mempertanyakan
bagaimana budaya pemerkosaan tumbuh dan memengaruhi pandangan masyarakat terhadap
fenomena ini. Melalui analisis psikoanalisis terhadap film "Promising Young Woman" karya
Emerald Fennell, saya mengungkap bagaimana konsep maskulinitas toksik dan budaya
pemerkosaan tercermin dalam kisah protagonisnya, Cassie. Dengan merujuk pada teori-teori
psikoanalisis oleh Sigmund Freud dan Carl Jung, saya menjelaskan bagaimana pandangan
masyarakat terhadap kekerasan seksual seringkali dipengaruhi oleh konstruksi sosial tentang
maskulinitas. Diharapkan analisis karakter dalam film ini menambah pemahaman tentang
hubungan kekerasan seksual dengan maskulinitas toksik, dengan psikoanalisis sebagai landasan
teoritis utama.
Kata kunci: Maskulinitas, psikoanalisis, budaya pemerkosaan, Promising Young Woman (2020)

Abstracts
In discussions regarding sexual violence, there are systemic and cultural influences that often
hinder fair prosecution of perpetrators. In this paper, I explore the connection between sexual
violence and the concept of masculinity, and question how rape culture develops and influences
societal perceptions of this phenomenon. Through psychoanalytic analysis of Emerald Fennell’s
film “Promising Young Woman,” I uncover how toxic masculinity and rape culture are reflected
in the story of its protagonist, Cassie. Drawing on psychoanalytic theories by Sigmund Freud
and Carl Jung, I explain how societal views on sexual violence are often influenced by social
constructs of masculinity. It is hoped that the character analysis in this film will further enhance
understanding of the relationship between sexual violence and toxic masculinity, with
psychoanalysis as the primary theoretical framework.
Keywords: Masculinity, psychoanalysis, rape culture, Promising Young Woman (2020)

Pendahuluan
Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu isu yang mendalam dan kompleks di Indonesia,
dengan tingkat insiden yang cukup tinggi dan dampak yang meresahkan bagi korban maupun
masyarakat secara luas. Keberadaannya mencerminkan tidak hanya ketidakseimbangan kekuatan
dan ketidakadilan gender, tetapi juga kegagalan sistem hukum dalam memberikan perlindungan
yang memadai bagi korban.
Dalam konteks ini, pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kekerasan seksual sangatlah penting, termasuk aspek budaya, struktural, dan
psikologis. Dengan memahami akar penyebab dan dinamika di balik kekerasan seksual, kita
dapat mengembangkan strategi intervensi yang lebih efektif untuk mencegahnya dan
memberikan dukungan yang lebih baik bagi korban.
Oleh karena itu, saya akan mengeksplorasi hubungan antara kekerasan seksual, konstruksi
identitas gender, dan budaya pemerkosaan di Indonesia. Fokus analisis ini adalah film
“Promising Young Woman” karya Emerald Fennell sebagai studi kasus, dengan menggunakan
pendekatan psikoanalisis untuk memahami dinamika yang kompleks di balik kekerasan seksual.
Saya akan mengungkap bagaimana konsep maskulinitas toksik dan budaya pemerkosaan yang
tercermin dalam tokoh protagonis dalam film tersebut, yaitu Cassie.
Saya berupaya menganalisanya melalui sebuah film karena industri perfilman telah menjadi
platform penting dalam beberapa tahun terakhir untuk menyuarakan isu-isu sosial yang relevan
dengan cara yang unik, menghibur, dan menghormati, sehingga mendorong penonton untuk
merenungkan pesan yang disampaikannya. Sebelumnya, topik kekerasan seksual sering dihindari
sepenuhnya atau dieksploitasi secara berlebihan dalam film. Namun, kini ada film-film yang
mampu memperhatikan kekerasan seksual sebagai tema utamanya tanpa menjadikannya sebagai
komoditas yang memanfaatkan wanita dalam industri tersebut.
Subgenre balas dendam pemerkosaan, khususnya, sering menjadi isu yang sensitif. Namun,
dalam film “Promising Young Woman”, Emerald Fennell memberikan pendekatan baru yang
tidak pernah menyebut kata “pemerkosaan” atau menampilkan adegan eksploitatif dari perbuatan
tersebut. Dengan demikian, film ini memberikan ruang untuk menggali lebih dalam tentang
kompleksitas kekerasan seksual dan dampaknya pada korban serta masyarakat secara lebih luas.
Melalui analisis yang mendalam terhadap film ini, diharapkan kita dapat memperoleh
pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan kekerasan seksual dengan maskulinitas
toksik, serta dapat menyumbangkan pemikiran dan pandangan yang bermanfaat bagi upaya-
upaya pencegahan dan intervensi yang lebih efektif di Indonesia.
Metode
Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yang menitikberatkan
pada interaksi antara proses sadar dan tak sadar dalam pikiran manusia. Menurut Freud, pikiran
seseorang dapat dibandingkan dengan gunung es, di mana hanya sebagian kecil yang terlihat di
permukaan (kesadaran), sementara sebagian besar tersembunyi di bawah permukaan (pikiran
bawah sadar). Dalam psikoanalisis, upaya dilakukan untuk menggali dan memahami pikiran
bawah sadar ini melalui teknik seperti analisis mimpi, asosiasi bebas, dan interpretasi.
Freud tidak hanya mengembangkan konsep pikiran bawah sadar, tetapi juga teori struktural
tentang fungsi mental. Teori ini mencakup tiga struktur utama dalam pikiran manusia: id, ego,
dan superego. Id adalah bagian tak sadar yang didorong oleh kebutuhan dasar dan dorongan
naluriah, tanpa memperhatikan konsekuensi moral atau realitas. Ego berfungsi sebagai mediator
antara id dan realitas eksternal, berusaha untuk memenuhi kebutuhan id dengan cara yang sesuai
dengan realitas dan moralitas. Sedangkan superego merupakan internalisasi dari aturan dan nilai-
nilai moral masyarakat, yang bertindak sebagai pengendali atau pembatas perilaku.
Selain Freud, Carl Jung juga memberikan kontribusi penting terhadap psikoanalisis dengan
mengembangkan konsep arketipe dan kollektif tak sadar. Teori ini memperluas pemahaman
tentang struktur mental manusia dan menjelaskan bagaimana pengalaman kolektif manusia dapat
memengaruhi perilaku dan persepsi individu.
Dalam analisis film “Promising Young Woman”, metode psikoanalisis akan digunakan untuk
mengungkap lapisan-lapisan tak sadar dalam karakter, naratif, dan tema yang mungkin
terkandung dalam film. Dengan memahami dinamika psikologis yang kompleks ini, kita dapat
menafsirkan pesan-pesan yang disampaikan oleh film secara lebih dalam dan luas.

Pembahasan
Hipotesis Struktural Sigmund Freud
Dalam teori psikoanalisis, Sigmund Freud mengembangkan hipotesis struktural yang terdiri dari
tiga komponen utama: id, ego, dan superego. Berger (2019) menjelaskan bahwa id mewakili
dorongan-dorongan primer dalam pikiran, yang sering kali berkaitan dengan keinginan yang
tidak terkendali, seperti dorongan seksual dan agresi. Id merupakan bagian dari pikiran yang
tidak sadar dan beroperasi sesuai dengan prinsip kesenangan segera tanpa memperhatikan
konsekuensi jangka panjang.
Di sisi lain, ego adalah bagian dari pikiran yang berfungsi sebagai mediator antara id, superego,
dan realitas eksternal. Berger (2019) menjelaskan bahwa ego bertugas untuk memenuhi
keinginan-keinginan id secara realistis dan sesuai dengan tuntutan dari superego. Ego berusaha
menjaga keseimbangan antara dorongan-dorongan tak sadar dari id dan standar moral yang
ditetapkan oleh superego.
Kemudian, superego mewakili internalisasi aturan-aturan moral dan nilai-nilai yang diterima dari
lingkungan sosial. Superego bertindak sebagai pengawas internal yang menilai tindakan-tindakan
individu dan memberikan perasaan bersalah atau puas sesuai dengan sejauh mana tindakan
tersebut sesuai dengan standar moral yang ditanamkan (Berger, 2019).
Dalam konteks analisis film “Promising Young Woman”, konsep-konsep ini dapat diterapkan
untuk memahami dinamika karakter-karakter utama dalam film. Dengan memperhatikan
bagaimana id, ego, dan superego tercermin dalam tindakan dan motivasi karakter, kita dapat
menggali lebih dalam tentang konflik internal yang mungkin dialami oleh mereka, terutama
terkait dengan tema kekerasan seksual dan konstruksi identitas gender. Melalui pendekatan ini,
kita dapat menemukan implikasi psikologis yang lebih dalam dari narasi yang disajikan dalam
film, serta menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kompleksitas topik yang
dibahas.
Teori Jungian
Dalam konteks analisis psikoanalisis ini, konsep-konsep Carl Jung tentang alam bawah sadar
kolektif dan arketipe memiliki relevansi yang signifikan. Jung mengemukakan bahwa alam
bawah sadar kolektif adalah gagasan bahwa sebagai masyarakat, kita secara bersama-sama
memiliki pemikiran yang sama tentang hal-hal tertentu (Berger, 2019, hlm. 125). Sebagai
contoh, ketakutan seringkali diinterpretasikan sebagai emosi impulsif yang dipicu oleh situasi
yang mengancam, dan hal ini umumnya berlaku bagi sebagian besar individu dalam masyarakat.
Selain itu, Jung mengenalkan konsep arketipe, yang merupakan tema universal yang ditemukan
dalam karya seni. Contohnya adalah arketipe pahlawan atau unsur bayangan yang
menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Dalam media, arketipe ini sering
muncul dalam karakter-karakter stok seperti atlet, kutu buku, atau gadis jahat.
Dalam konteks film “Promising Young Woman”, konsep-konsep Jungian tentang alam bawah
sadar kolektif dan arketipe dapat diterapkan untuk memahami dinamika karakter dan naratifnya.
Sebagai contoh, penonton dapat melihat bagaimana karakter-karakter dalam film mewakili
arketipe yang telah dikenali secara universal oleh masyarakat, seperti pahlawan yang berjuang
melawan kejahatan atau unsur bayangan yang melambangkan sisi gelap seseorang. Selain itu,
pemahaman tentang alam bawah sadar kolektif dapat membantu dalam mengidentifikasi tema-
tema yang muncul secara konsisten dalam film, seperti rasa takut atau dorongan-dorongan
primitif yang melibatkan keinginan seksual atau agresi.
Dalam penelitian ini, saya akan menggunakan konsep-konsep Jungian ini untuk menjelaskan
bagaimana toksik masculinity dipengaruhi oleh alam bawah sadar kolektif dan arketipe.
Maskulinitas toksik adalah sebuah ideologi yang memperkuat gagasan bahwa seorang “pria
sejati” adalah agresif dan dominan, tetapi juga dapat mencakup arketipe “pria baik” yang terkait
dengan budaya pemerkosaan dalam film “Promising Young Woman”. Dengan memahami
konsep-konsep ini, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan yang mendalam
tentang dinamika karakter dan tema-tema yang terkandung dalam film tersebut.

Promising Young Woman


Karakter-Karakter
Penting untuk mencermati karakter-karakter dalam film ini, yang memiliki peran sentral dalam
membentuk narasi seputar kekerasan seksual dan dampaknya dalam masyarakat. Salah satu
karakter utamanya adalah Cassandra/Cassie Thomas, seorang wanita muda yang tengah berduka
atas kehilangan sahabatnya, Nina Fisher. Cassie, yang diperankan dengan kuat oleh Carey
Mulligan, menggunakan taktik menyamar sebagai wanita mabuk di bar untuk menangkap dan
menakuti pria-pria yang mencoba memanfaatkannya secara seksual. Meskipun bertindak di luar
hukum, tindakan Cassie mencerminkan pembalasan yang sistematis terhadap ketidakadilan yang
dialami Nina dan korban kekerasan seksual lainnya.
Nina Fisher, meskipun tidak pernah muncul secara fisik dalam film, merupakan pusat dari
konflik yang mempengaruhi Cassie dan karakter-karakter lainnya. Dia digambarkan sebagai
seorang mahasiswa kedokteran yang diperkosa dan kemudian disalahkan dan difitnah setelah
melaporkan kejahatan tersebut. Kematian Nina menjadi pemicu bagi perjalanan Cassie dalam
mengekspos ketidakadilan sistemik dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Di sisi lain, Al Monroe, yang diperankan oleh Chris Lowell, merupakan antagonis utama dalam
cerita ini. Sebagai pelaku pemerkosaan terhadap Nina, Al adalah simbol dari ketidakadilan
hukum dan priviledge kelas atas yang memungkinkannya untuk menghindari
pertanggungjawaban atas tindakannya. Pendukung Al, seperti Madison McPhee, Ryan Cooper,
Elizabeth Walker, dan Jordan Green, mewakili berbagai aspek dari struktur sosial yang
memfasilitasi pembenaran dan kelengahan penegakan hukum terhadap kekerasan seksual.
Keterlibatan karakter-karakter ini dalam narasi film tidak hanya menyajikan sebuah cerita yang
menarik secara naratif, tetapi juga menggambarkan dinamika kekuasaan, gender, dan hukum
yang memengaruhi respons terhadap kasus-kasus kekerasan seksual dalam masyarakat. Melalui
analisis karakter-karakter ini, kita dapat lebih memahami kompleksitas isu kekerasan seksual dan
upaya-upaya untuk mengekspos serta mengatasi ketidakadilan yang terjadi.
Ringkasan Alur Cerita
Promising Young Woman mengikuti perjalanan balas dendam Cassie terhadap kematian
sahabatnya, Nina, yang mengalami pemerkosaan dan kemudian bunuh diri. Cerita ini berpusat
pada upaya Cassie untuk membalas dendam pada Al, pria yang memperkosa Nina dan tidak
pernah dihukum atas perbuatannya. Dalam perjalanan balas dendamnya, Cassie juga menghadapi
orang-orang lain yang terlibat dalam insiden pemerkosaan Nina, termasuk Madison, Dekan
Walker, Jordan, dan bahkan Ryan, yang memiliki hubungan tersembunyi dengan kasus tersebut.
Setelah menghadapi serangkaian pertemuan yang intens dengan orang-orang ini, Cassie mulai
merasa terpukul dan putus asa. Namun, ibu Nina, Nyonya Fisher, memberikan dorongan kepada
Cassie untuk melanjutkan hidupnya demi Nina. Awalnya, Cassie berencana untuk berhenti dari
rencana balas dendamnya dan memulai hubungan yang serius dengan Ryan. Namun, ketika dia
mengetahui bahwa Ryan juga terlibat dalam pemerkosaan Nina, dia menggunakan pengetahuan
itu sebagai alat untuk melanjutkan misinya.
Cassie menyusun rencana terakhirnya dengan menyamar sebagai penari telanjang untuk
mendapatkan akses ke pesta bujangan Al. Namun, rencana tersebut berakhir tragis ketika Cassie
dihadapkan langsung dengan Al. Meskipun dia mencoba untuk melaksanakan balas dendamnya
dengan mengukir nama Nina di tubuh Al, dia akhirnya kalah dan dibunuh olehnya.
Meskipun terjadi kematian tragis Cassie, dia telah mempersiapkan dirinya dengan baik dengan
meninggalkan bukti yang cukup untuk menghukum Al atas perbuatannya. Akhirnya, Al
ditangkap atas pembunuhan Cassie di hari pernikahannya, mengakhiri cerita dengan keadilan
yang meragukan tetapi pahit.

Psikoanalisis dalam Promising Young Woman


Id, Ego, dan Superego
Psikoanalisis dalam film “Promising Young Woman” memperlihatkan kompleksitas dinamika
karakter yang merepresentasikan konsep Id, Ego, dan Superego dalam teori Freud. Dalam
konteks ini, Nyonya Fisher memperlihatkan atribut ego yang kuat, menengahi antara keinginan
untuk balas dendam dan kesehatan mental yang berkelanjutan. Sebaliknya, karakter Cassie
menjadi personifikasi Superego, memperjuangkan keadilan moral dan mengekspos ketidakadilan
gender serta sistem yang mendukungnya. Sementara itu, Al digambarkan sebagai Id yang tak
terkendali, mewakili dorongan primordial akan kekuasaan dan nafsu seksual.
Pertama-tama, penafsiran karakter Al sebagai perwakilan Id menyoroti kecenderungan manusia
untuk bertindak impulsif sesuai dengan keinginan naluriah, tanpa mempertimbangkan
konsekuensi moral atau etika. Ketika Al membenarkan tindakannya dengan klaim
ketidakbersalahan, itu mencerminkan bagaimana dorongan Id dapat mengaburkan realitas dan
membenarkan perilaku yang merugikan.
Di sisi lain, karakter Cassie menegaskan peran Superego dengan tekadnya untuk mengungkap
dan memperjuangkan keadilan moral. Kesetiaannya terhadap memori Nina dan keteguhannya
dalam menghadapi pelaku kejahatan mengilustrasikan penolakan terhadap ketidakadilan serta
tekad untuk menghadapinya secara langsung.
Sementara itu, Nyonya Fisher menawarkan representasi ego yang kompleks. Meskipun
terpengaruh oleh kehilangan yang sama dengan Cassie, ia menggambarkan kemampuan untuk
menyeimbangkan keinginan balas dendam dengan kebijaksanaan untuk melepaskan kemarahan
yang tidak sehat. Perannya sebagai mediator antara Cassie dan Al mencerminkan upaya ego
untuk menemukan keseimbangan dan solusi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Secara keseluruhan, analisis karakter dalam “Promising Young Woman” menggambarkan
pertarungan internal antara dorongan-dorongan primal, keadilan moral, dan penyeimbangan
emosional. Dalam konteks ini, psikoanalisis Freud memberikan kerangka kerja yang bermanfaat
untuk memahami dinamika kompleks yang memandu perilaku karakter dalam film tersebut.
‘Budaya Sahabat’ dan Misogini Internal sebagai Unconscious Collective Jung
Terhubung dengan gagasan Jung tentang unconscious collective sebagai pemahaman yang secara
sosial dibagikan, sering terlihat dalam tropes dan arketipe (Berger, 2019), adalah “budaya
sahabat laki-laki,” di mana pria membenarkan satu sama lain tindakan kekerasan seksual sampai
pada titik di mana itu menjadi normal dan kerusakan yang disebabkannya diabaikan (Keith,
2009)—setidaknya dalam pikiran mereka. Karena unconscious collective didefinisikan oleh Jung
sebagai konstruksi sosial di mana orang secara tidak sadar berbagi keyakinan yang sama (Berger,
2019, hlm. 125), itu dapat diselubungi dengan konsep budaya sahabat dan misogini internal. Ide
budaya sahabat laki-laki—atau budaya pemerkosaan—ditampilkan dalam “Promising Young
Woman” melalui hubungan Al dan Ryan; Ryan mengetahui bahwa Al memperkosa Nina tetapi
memilih untuk tidak mengatakan apa-apa karena mereka adalah kenalan. Sementara itu, Dekan
Walker dan Madison adalah contoh wanita yang disosialisasikan ke budaya pemerkosaan ini dan
telah meminternalisasi misogini-nya.
Ketika Dekan Walker dihadapi oleh Cassie karena menarik kembali tuduhan pemerkosaan Nina
terhadap Al, dia membela tindakannya dengan mengatakan “Apa yang kau inginkan dariku?
Merusak hidup seorang pemuda setiap kali tuduhan dibuat?... Itu tidak adil” (Fennell, 2020). Dan
Madison mengabaikan video Nina yang diperkosa oleh Al karena “Begitu banyak hal terjadi saat
itu. Hanya satu blackout setelah yang lain” (Fennell, 2020). Einhorn (2021) menyoroti kutipan
penting dari Margaret Atwood: “pria takut bahwa wanita akan mengejek mereka, tetapi wanita
takut bahwa pria akan membunuh mereka” (hlm. 488). Argumen yang dibuat oleh Dekan Walker
dan Madison menunjukkan pandangan kolektif mereka tentang pemerkosaan, bagaimana itu
begitu umum sehingga bisa diabaikan dan bagaimana seorang pria yang dituduh tidak dapat
bertanggung jawab jika mereka adalah pemuda yang berjanji —melupakan wanita muda yang
sebenarnya menjadi korban dalam situasi tersebut. Paparan terus menerus terhadap ideologi yang
memperkuat budaya sahabat dan misogini internal menciptakan unconscious collective yang
membenarkan kekerasan seksual. Diperlukan pengakuan atas perspektif yang cacat ini untuk
membentuk ideologi baru dan menciptakan unconscious collective yang menuntut
pertanggungjawaban pelaku seksual.
Arketipe
Dalam film ini, terdapat banyak contoh pria yang mencoba membenarkan tindakan pelecehan
seksual mereka terhadap wanita dengan mengklaim bahwa mereka adalah pria baik. Contoh
konkretnya adalah ketika salah satu pria yang dihadapi oleh Cassie setelah mencoba melakukan
pelecehan seksual padanya — dengan dalih bahwa dia mabuk — mengatakan, “Saya sangat
mabuk… Saya tidak tahu apa yang saya lakukan… Saya orang baik” (Fennell, 2020). Begitu
pula, ketika Al dan Cassie akhirnya bertemu di babak ketiga film, Al bersikeras bahwa dia
seorang pria beradab, dan Cassie menanggapi, “Anda mungkin terkejut mendengar bahwa ‘orang
beradab’ kadang-kadang adalah yang terburuk” (Fennell, 2020). Konsep pria baik adalah
konstruksi sosial yang diciptakan oleh pria hegemonik untuk menghindari dianggap sebagai
pemerkosa atau pelaku seksual.
Namun, kompleksitasnya terletak pada pemikiran bahwa pemerkosa atau pelaku pelecehan
seksual selalu terlihat jelas dan mudah diidentifikasi. Karena adanya maskulinitas beracun,
masyarakat sering kali memiliki anggapan bahwa pelaku seksual mudah dikenali karena perilaku
mereka yang terbuka mengancam, misogynis, dan sangat kejam (Harrington, 2020). Hal ini
memberikan “pria baik” keuntungan keraguan dari masyarakat karena mereka cenderung
mempresentasikan diri sebagai individu yang dapat dipercaya.
Promising Young Woman secara sengaja memilih aktor pria yang terkenal memerankan karakter
yang disukai sebelumnya untuk menunjukkan bahwa “siapa pun bisa menjadi predator, dan siapa
pun bisa menjadi komplisennya” (Wittmer, 2021). Ini menggambarkan bahwa penilaian
berdasarkan penampilan luar seringkali tidak cukup untuk mengidentifikasi potensi pelaku
kejahatan seksual. Dengan demikian, film ini memperluas pemahaman kita tentang bagaimana
pemerkosa dan pelaku pelecehan seksual dapat menutupi identitas mereka di balik pencitraan
yang dianggap sosial sebagai “pria baik”.

Kesimpulan
Analisis psikoanalisis terhadap karakter dalam film “Promising Young Woman” karya Emerald
Fennell tahun 2020, mengungkapkan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan adalah topik
serius yang perlu dibahas secara sistemik dan budaya. Berbagai faktor seperti misogini internal,
maskulinitas beracun, arketipe “pria baik”, dan menyalahkan korban semuanya berperan dalam
memperkuat kekerasan ini, dengan masing-masing secara khusus menempatkan perempuan
dalam posisi subordinat di bawah pria. Al dan pria lain yang terlibat dalam tindakan kekerasan,
serta mereka yang memilih untuk diam seperti Ryan, merupakan inti dari masalah ini. Mereka
sering kali dianggap sebagai orang muda, dapat dipercaya, dan berbakat oleh masyarakat umum,
tetapi kenyataannya adalah bahwa pelaku kekerasan seksual tidak dapat diidentifikasi dengan
pasti. Dalam kerangka psikoanalisis, keinginan tak terkendali untuk mendirikan kekuasaan dan
mempertahankan dominasi sosial melalui kekerasan seksual terutama terjadi di kalangan pria
kulit putih, heteroseksual yang ingin menjaga stratifikasi sosial. Namun, karakter Cassie, yang
mewakili superego dalam film ini, menantang mentalitas ini dengan pelajaran psikologis yang
menjunjung tinggi standar moral. Meskipun rencana balas dendam Cassie berhasil dan Nina
dibalas, hal tersebut terjadi atas biaya hidupnya sendiri, menyoroti realitas yang menyedihkan
bahwa kebanyakan perempuan tidak hidup cukup lama untuk melihat pelaku kekerasan mereka
diadili. Dalam konteks ini, “Promising Young Woman” menjadi sebuah karya yang substansial
untuk didiskusikan melalui lensa psikoanalisis.

Daftar Pustaka

Berger, A. A. (2019). Psychoanalytic criticism. Dalam Media analysis techniques (edisi ke-6, hlm.
95–134). SAGE Publications.
Dines, G., Humez, J. M., & Caputi, J. (2015). The pornography of everyday life. Dalam Dines, G. &
Humez, J. M. Gender, race, and class in media: A critical reader (edisi ke-4, hlm. 373–385).
SAGE Publications.
Einhorn, S. (2021). From a woman’s point of view: How internalized misogyny affects relationships
between women. Group Analysis, 54(4), 481–498. https://doi.org/10.1177/05333164211038310
Harrington, C. (2020). What is “toxic masculinity” and why does it matter? Men and Masculinities,
24(2), 345–352. https://doi.org/10.1177/1097184x20943254
Kessel, A. (2021). Rethinking rape culture: Revelations of intersectional analysis. American Political
Science Review, 116(1), 131–143. https://doi.org/10.1017/s0003055421000733
Machado, C. M. (2021, January 29). How “Promising Young Woman” refigures the rape-revenge
movie. The New Yorker. https://www.newyorker.com/culture/cultural-comment/how-promising-
youngwoman-refigures-the-rape-revenge-movie
O’Neal, E. N. (2017). “Victim is not credible”: The influence of rape culture on police perceptions of
sexual assault complainants. Justice Quarterly, 36(1), 127–160.
https://doi.org/10.1080/07418825.2017.1406977
RAINN. (2022). Perpetrators of sexual violence: Statistics. RAINN.
https://www.rainn.org/statistics/perpetrators-sexual-violence
Universal Pictures. (2019, December 11). Promising Young Woman – official trailer. [Video].
YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=7i5kiFDunk8
Wittmer, C. (2021, January 19). How ‘Promising Young Woman’ weaponizes Hollywood’s nice
guys. The Ringer. https://www.theringer.com/movies/2021/1/19/22238452/promising-
youngwoman-casting-adam-brody-bo-burnham-max-greenfield

Anda mungkin juga menyukai