Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH DIVERSITAS DEWAN DIREKSI DAN OVERCONFIDENCE

TERHADAP TAX AVOIDANCE


(SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2013-2016)

Oleh :
Fatima Tria Anjani
145020307111017

Dosen Pembimbing Hendi Subandi,


SE., MA., Ak., CA

ABSTRACT
This study aims to examine and analyze the effect of gender diversity, Javanese
culture, age, and overconfidence on tax avoidance, a legal conduct to avoid tax
payment by way of tax planning to reduce tax that should be paid. Tax avoidance
results in losses for the government because tax contribution from companies is not
optimal. The data of this study are secondary data from a sample of 172
manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange, selected through
purposive sampling method, in the period 2013-2016. Using multiple regression
analysis, the results show that gender diversity and overconfidence have a
significant effect on tax avoidance, but Javanese culture and age diversity of
directors do not affect tax avoidance.

Keywords: gender diversity, Javanese culture, age diversity , overconfidence,


tax avoidance

1 PENDAHULUAN
Pajak merupakan pungutan wajib yang diberikan kepada negara dalam
rangka menopang anggaran penerimaan negara. Pajak dibebankan tidak hanya
kepada wajib pajak perseorangan melainkan juga kepada wajib pajak badan. Di

1
negara-negara lain pajak juga merupakan unsur penting sehingga disetiap negara
berusaha keras untuk membuat kebijakan terkait dengan pajak.
Sudah banyak kasus-kasus penghindaran pajak yang terjadi baik di
Indonesia. Contohya kasus Penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan
oleh PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).
Pada dasarnya, penghindaran pajak korporasi merupakan transfer kekayaan
dari pemerintah kepada korporasi dan harus menambah nilai perusahaan. Tindakan
penghindaran pajak tidak terlepas dari peran seorang pemimpin dalam perusahaan.
Pemimpin merupakan struktur puncak dalam pimpinan perusahaan yang mana
memiliki fungsi utama sebagai pengambil keputusan. Pemimpin yang dimaksud
dalam sebuah perusahaan adalah dewan dewan direksi. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi dewan direksi dalam melaksanakan tugasnya, salah satunya
yaitu adanya diversitas. Diversitas merupakan suatu perbedaan dan variasi atribut
yang dimiliki oleh dewan direksi dari segi gender, usia, dan budaya memberikan
keragaman karakteristik, opini, dan pengetahuan yang melandasi proses
pengambilan keputusan dalam perusahaan termasuk dalam keputusan yang berkitan
dengan perpajakan yang dalam hal ini adalah penghindaran pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Dreyng at al., (2010) hanya
mengidentifikasi pengaruh pimpinan perusahaan secara individu terhadap
penghindaran pajak, tetapi belum memberikan jawaban tentang individu dengan
gender, usia dan budaya berbeda serta overconfidence yang memiliki pengaruh
penghindaran pajak (tax avoidance) pada perusahaan. Dewan direksi memiliki
peran yang penting dalam menentukan skema penghindaran pajak (tax avoidance).
Semakin besar diversitas dalam dewan direksi akan memberikan opini dan alternatif
penyelesaian masalah yang semakin beragam, karena adanya perspektif yang
heterogen dari individu dewan direksi.
Penelitian ini menggabungkan penelitian-penelitian sebelumnya terkait
diversitas gender, usia, dan budaya serta overcofidence dan menguji hubungan
antara diversitas gender, usia, budaya serta overconfidence dengan penghindaran
pajak. Pentingnya dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
diversitas dewan direksi dan overconfidence yang memiliki peranan yang besar
dalam menentukan keputusan tax avoidance. Sampel yang digunakan sebagai objek

2
penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) pada tahun 2013-2016.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS


2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Kepatuhan Pajak
Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam
memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Safri Nurmantu dalam Taufan
Sofyan (2005) yaitu kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan menurut
Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan (2005), yaitu kepatuhan formal dan
kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib
pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi
kepatuhan formal.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak


Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) perilaku yang ditampilkan
oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan
munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1)
behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), (2)
normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation
to comply), dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan halhal
yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control
beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan
menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

3
2.1.3 Tax Avoidance
Menurut Mardiasmo (2003), penghindaran pajak (Tax Avoidance)
adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang yang ada. Mardiasmo (2003) mengatakan penghindaran
pajak adalah usaha pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan
peraturan perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang
diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan
perpajakan yang berlaku. Penghindaran pajak merupakan usaha untuk
mengurangi hutang pajak yang bersifat legal (Lawful), sedangkan
penggelapan pajak (Tax Evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang
pajak yang bersifat tidak legal (lawful) (Xynas, 2011)

2.1.4 Karakteristik Dewan Direksi


Low (2006) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugsnya sebagai
pimpinan perusahaan direksi memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker
dan risk averse. Direksi yang memiliki karakter risk taker adalah direksi yang
lebih berani dalam mengambil keuptusan bisnis dan biasanya memiliki
dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan
kewenangan yang lebih tingg. Direksi yang meiliki karakter risk taker tidak
ragu-ragu untuk melakukan pembiayaan dari utang (Lewellen 2003), hal ini
dilakukan supaya perrusahaan tumbuh lebih cepat.
Berbeda dengan risk taker, direksi yang meiliki karakter risk averse
adalah direksi yang cenderung tidak menyukai resiko sehingga kurang beani
dalam mengambil keputusan bisnis. Direksi risk averse jika mendapatkan
peluang maka dia meilih resiko yang lebih rendah (Low 2006). Biasanya
direksi risk averse memiliki usia yang lebih tua, sudah lama memegang
jabatan, dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan. Dibandingkan
dengan risk taker, direksi risk averse lebih menitik beratkan pada
keputusankeputusan yang tidak mengakibatkan resiko yang lebih besar.

4
2.1.5 Diversitas Direksi
2.1.5.1 Pengertian Diversitas
Diversitas anggota dewan dapat diartikan sebagai keragaman struktur
atau komposisi dari suatu dewan direksi. Komposisi yang dimaksud adalah
hal-hal yang berkaitan dengan individu yang terlibat didalamnya yang
berbeda satu sama lain seperti misalnya perbedaan budaya yang meliputi
gender atau jenis kelamin, orientasi seksual, ras, etnis dan umur.

2.1.5.2 Diversitas Gender Dewan Direksi


Dewan direksi memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap
pengambilan keputusan perusahaan. dengan adanya direksi wanita di dalam
sebuah perusahaan diharapkan mampu memberikan pertimbangan yang lebih
baik dalam perngambilan keputusan. Perebedaan gender dalam perilaku
pengambilan risiko telah diekplorasi secara luas dibidang sastra maupun
ekonomi sastra. Studi yang ada menunjukkan bahwa wanita pada umumnya
lebih menolak resiko daripada pria (Francis et al., 2014). Wanita cenderung
memiliki aset kurang berisiko di protofolio investasi dan lebih untuk
memenuhi peraturan. peran gender feminim lebih cenderung menghasilkan
tingkah laku pengambilan resiko yang lebih tinggi.
Selain itu wanita cenderung lebih beretika dalam membuat
pertimbangan dan perilakunya dibanding pria. wanita cenderung menghindari
resiko dibanding pria. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan gender dari
direksi perusahaan akan mempengaruhi pengambilan keputusan dan arah
kebijakan perusahaan. dikaitkan dengan manajemen laba, perbedaan gender
dari direksi perusahaan tentunya dapat diasumsikan akan memiliki implikasi
pada praktik manajemen laba dan kualitas pelaporan keuangan. Peni dan
Vahaama (2010) menyatakan bahwa keberadaan salah satu dari CEO wanita
ataupun CFO wanita akan menurunkan tingkat manajemen laba. Sedangkan
Francis et al. (2014) menyatakan bahwa CFO wanita memiliki pengaruh
terhadap manajemen laba.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

5
H1 : Diversitas gender dewan direksi berpengaruh terhadap tax avoidance

2.1.5.3 Budaya Jawa Dewan Direksi


Budaya Jawa dikenal meimiliki sikap yang mudah manut. Manut yang
berarti taat atau patuh. Pengambilan keputusan seringkali dijumpai suarasuara
yang manut. Anggota yang satu dengan yang lainnya menjadi satu suara
karena ada suara lain yang lebih dominan pengaruhnya. Peristiwa manut
dalam pengambilan keputusan ditemukan dilapangan dan di masyarakat
(Adab dkk, 2012). Menurut Adab dkk (2012) lekatnya sifat arima ing pandum
membuat perilaku manut juga tampak saat di luar etika melakukan suatu
aktifitas maupun di masyarakat. Norma yang tinggi di masyarakat
diungkapkan Baron dan Byrne (2005) bahwa pada suatu keadaan, individu
akan merasa terpaksa untuk bertindak sesuai dengan norma-norma kelompok
karena khawatir akan memperoleh sejumlah konsekuensi negatif dari
penyimpangan tersebut.
Pengaruh pemimpin dalam pengambilan keputusan masyarakat Jawa
dinilai cukup berpengaruh. Pada proses pengambilan keputusan seringkali
anggota mengalami perbedaan pendapat dan perselisihan, pada saat itulah
pemimpin yang ambil alih untuk memutuskan suatu kebijakan. Sikap manut
tersebut bisa mengarah pada hal yang positif dan bisa juga mengarah ke hal
yang negatif. Direksi yang memiliki budaya Jawa seharusnya mampu
mengikuti aturan yang berlaku demi kelancaran perusahaan. aturan atas
perpajakan contohnya, sehingga direksi yang merupakan masyarakat Jawa
memiliki kemungkinan yang cukup kecil untuk melakukan penghindaran
pajak karena penghindaran pajak merupakan hal yang berlawanan dengan
“manut”. Manut adalah taat atau patuh sedangkan penghindaran pajak
merupakan tindakan yang tidak patuh atau taat.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H2 : Budaya Jawa pada dewan direksi berpengaruh terhadap tax avoidance.

6
2.1.5.4 Diversitas Usia Direksi
Diversitas umur direksi perusahaan berkaitan dengan kesediaan
mereka mengambil risiko dalam pengambilan keputusan.Umur dinilai
memengaruhi kinerja seseorang dalam perusahaan (Kusumastuti dkk.,
2007).Variasi umur anggota dewan komisaris dan direksi akan mencegah
adanya pemikiran kelompok (group think) dan mengarah pada kinerja yang
lebih baik dengan menyeimbangkan antara pengambilan risiko (risk taking),
yang berasosiasi dengan direksi yang lebih muda, dan kehati-hatian serta
menghindari risiko (risk averseness), dan juga kedalaman pengalaman,
yang berasosiasi dengan dewan komisaris dan direksi yang lebih tua.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3 : Diversitas usia dewan direksi berpengaruh terhadap tax avoidance

2.1.6 Overconfidence
Overconfidence dewan direksi dapat mempengaruhi keagresifan pajak
setidaknya dalam dua cara. Pertama, direksi yang terlalu percaya diri akan
meremehkan risiko atas tindakan yang mereka lakukan dengan menetapkan
batas keyakinan yang sempit, dan menilai terlalu tinggi kemungkinan hasil
yang menguntungkan. Terlalu percaya diri dapat menyebabkan direksi
melebih-lebihkan pengembalian pajak ke perencanaan pajak dengan
meremehkan ketidakpastian manfaat dari perencanaan pajak. Dewan direksi
yang terlalu percaya diri percaya bahwa mereka memiliki kontrol lebih besar
atas hasil keputusan mereka (Malmendier dan Tate, 2005). Oleh karena itu,
direksi yang terlalu percaya diri percaya bahwa mereka memiliki kemampuan
lebih besar untuk memilih dan memotivasi perencana pajak dengan baik, atau
bahwa perusahaan mereka lebih mampu mengidentifikasi dan melaksanakan
peluang perencanaan pajak yang berharga.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H5 : Overconfidence dewan direksi berpengaruh terhadap tax avoidance.

7
3 METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian deskriptif
kuantitatif. Metode pendekatan deskriptif adalah metode penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis fakta atau karkteristik populasi
tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat yang kemudian akan
dianalisis dengan pendekatan kuantitatif yang dengan menggunakan statistik.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia 2013-2016. Sampel penelitian ini terdiri dari 43
perusahaan dengan periode 3 tahun sehingga jumlah data 172. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari ticmi.co.id, website resmi
perusahaan terkait, dan juga situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu idx.co.id.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lain, dan variabel ini menjadi perhatian utama oleh para peneliti (Sekaran,
2006). Pada penelitian ini variabel dependen yang digunakan ialah tax
avoidance. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tax avoidance. dalam
penelitian ini tax avoidance diukur menggunakan effective tax rate (ETR)
dalam mengukur tingkat tindakan pajak agresif. Effective tax rate (ETR)
digunakan sebagai pengukuran karena dianggap dapat merefleksikan
perbedaan tetap antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal (Frank at al.
2009). Effective tax rate (ETR) dihitung dengan cara membagi total beban
pajak perusahaan dengan laba sebelum pajak penghasilan.

3.2.2 Variabel Indpenden


Penelitian ini menggunakan empat variabel independen, yaitu gender, budaya
Jawa, usia, dan overconfidence.
1. Diveristas Gender

8
Variabel ini diproksikan dengan variabel dummy, jika perusahaan
memiliki direksi wanita diberi nilai 1 (satu) dan jika tidak memiliki
direksi wanita maka diberi nilai 0 (nol) (Francis et al., 2014).
2. Budaya Jawaa
Dalam penelitian ini variabel budaya Jawa diukur dengan menggunakan
variabel dummy dimana 0 (nol) menyatakan tidak ada budaya Jawa dalam
direksi dan 1 (satu) menyatakan adanya budaya Jawa pada direksi.
3. Usia
Variabel usia diukur menggunakan proporsi direksi yang berusia lebih
dari 40 tahun.
4. Overconfidence
Overconfidence direksi diukur dengan membandingkan belanja modal
(Capital Expenditure) pada tahun berjalan dengan tahun sebelumnya
sehingga ketika Capital Expenditure tahun berjalan (CAPEXt) lebih besar
daripada tahun sebelumnya (CAPEXt-1) maka dapat dikatakan bahwa
direksi memiliki karakteristik overconfidence. Apabila hasil
perbandingan CAPEXt terhadap CAPEXt-1 bernilai 1 atau lebih dari 1
maka dapat dikatan bahwa direksi overconfidence sedangkan jika nilai
perbandingan tersebut lebih kurang dari 0 atau sama dengan 0 maka dapat
dikatakan bahwa direksi overconfidence.

Persamaan regresi yang diinterpretasikan dalam penilitan ini adalah


sebagai berikut :
𝑇𝑎𝑥 = 𝛼0 + 𝛽1𝐺𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟 + 𝛽2𝐵𝑢𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑗𝑎𝑤𝑎 + 𝛽3𝑈𝑠𝑖𝑎 +
𝛽4𝑂𝑣𝑒𝑟𝑐𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 + 𝜀
Keterangan:
Tax : Tax Avoidance
α0 : Intercept atau konstanta
β1 : Koefisien regresi pertama, yaitu besarnya
perubahan Y apabila X1 berubah sebesar 1 satuan

Gender : Diversitas Gender

9
β2 : Koefeisien regresi kedua, yaitu besarnya perubahan
Y apabila X2 berubah sebesar 1 satuan
Budaya Jawa : Budaya Jawa
β3 : Koefeisien regresi ketiga, yaitu besarnya perubahan
Y apabila X3 berubah sebesar 1 satuan

Usia : Diversitas usia


β4 : Koefisien regresi keempat, yaitu besarnya
perubahan Y apabila X4 berubah sebesar 1 satuan

Overconfidence : Overconfidence
ε : Error Term
4 PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Berikut adalah tabel hasil olahan data mengenai statistik deskriptif,
dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Sumber data : Olah data SPSS 17.0


Tabel 4.1

10
Tabel 4.1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel
penelitian. Berdasarkan Tabel 4.1, hasil analisis variabel dependen dengan
menggunakan statistik deskriptif terhadap (Tax) menunjukkan nilai minimum
sebesar 0,664, nilai maksimum sebesar 0,595 dengan rata-rata sebesar 2,600
dan standar deviasi 7,179. Hasil analisis variabel independen dengan
menggunakan statistik deskriptif terhadap diversitas Gender menunjukkan
nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 1 dengan rata-rata sebesar
0,34 dan standar deviasi 0,474.
Hasil analisis variabel independen dengan menggunakan statistik
deskriptif terhadap diversitas budaya menunjukkan nilai minimum sebesar 0,
nilai maksimum sebesar 1 dengan rata-rata sebesar 0,64 dan standar deviasi
0,482. Hasil analisis variabel independen dengan menggunakan statistik
deskriptif terhaadap diversitas usia menunjukkan nilai minimum sebesar
0,000, nilai maksimum sebesar 0,555 dengan rata-rata 0,023 dan standar
deviasi 0,085. Hasil analisis variabel independen dengan menggunakan
statistik deskriptif terhadap overconfidence menunjukkan nilai minimum
sebesar 0,010, nilai maksimum sebesar 2,474 dengan rata-rata 1,459 dan
standar deviasi 2,272.

4.2 Uji Normalitas


Selengkapnya mengenai hasil uji normalitas penelitian dapat dilihat
pada Tabel 4.2 berikut ini.

11
Tabel 4.2

Sumber data : Olah data SPSS 17.0

Dari Tabel 4.2 didapat bahwa nilai Kolomogrov-Smirnov sebesar 2,141


dengan signifikansi 0,063. Data tersdistribusi normal bila signifikansinya
lebih dari 0,05. Karena asymp sig. (2-tailed) yang diperoleh lebih dari 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa data penilitian ini terdistribusi normal.

4.3 Hasil Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda. Analisis ini merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antar variabel dependen dan variabel independen

4.3.1 Adjusted R2
Selengkapnya mengenai hasil uji Adj R2 penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4.3

12
Tabel 4.3

Sumber: Olah data SPSS 17.0

Dari Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai Adj R2 sebesar 0,310
dalam hal ini sebesar 31% variasi variabel dependen (Tax) yang dapat
dijelaskan oleh variasi variabel independen (gender, budaya Jawa, usia dan
overconfidence), sedangkan sisanya yang sebesar 69% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Faktor lain yang
dapat mempengaruhi tax avoidance diantaranya keberadaan warga negara
asing (Dewi, 2017); komisaris independen (Dewi, 2017); Corporate
Governance (Desai dan Dharmapala, 2004); Ukuran perusahaan (Swingly dan
Sukartha, 2015); Leverage (Swingly dan Sukartha, 2015); Sales Growth
(Swingly dan Sukartha, 2015).
4.3.2 Uji F
Selengkapnya mengenai hasil uji F penelitian dapat dilihat pada Tabel
4.4 berikut ini.

13
Tabel 4.4

Sumber: Olah data SPSS 17.0

Dari Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 2,375 dengan
nilai sig. sebesar 0,044. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi tax avoidance karena nilai signifikansi < alpha
(α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
secara simultan antara variabel independen gender, budaya Jawa, usia dan
overconfidence terhadap variabel dependen tax avoidance.

4.3.3 Ujit t
Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel
independen secara individual (parsial), yaitu gender, budaya Jawa, usia dan
overconfidence dalam menerangkan variabel dependen, yaitu tax avoidance
(Tax). Variabel independen ditambahkan satu demi satu ke dalam regresi
(Tax). Signifikansi model regresi pada penelitian ini diuji dengan melihat nilai
sig. yang ada di Tabel 4.5 disajikan di halaman berikutnya.

14
Tabel 4.5

Sumber data : Olah data SPSS 17.0

Persamaan regresi dapat dirumuskan sebagai berikut :


𝑇𝑎𝑥 = 0,283 − 0,006(𝐺𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟) − 0,018(𝐵𝑢𝑑𝑎𝑦𝑎 𝐽𝑎𝑤𝑎) − 0,047(𝑢𝑠𝑖𝑎) +
0,006(𝑂𝑣𝑒𝑟𝑐𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒)
H1 : Diversitas gender dewan direksi memiliki pengaruh terhadap tax
avoidance
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa variabel gender
berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Hal ini dapat dilihat pada nilai
signifikansinya sebesar 0,019 dengan nilai koefisien -0,006 . Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tingkat signifikansi < 0,05 yang berarti bahwa diversitas
gender H1 yang menyatakan diversitas gender direksi berpengaruh negatif
signifikan terhadap tax avoidance yang dilakukan perusahaan. Hal ini berarti
bahwa semakin bertambah gender wanita dalam dewan direksi maka semakin
rendah tax avoidance yang dilakukan perusahaan.

H2 : Budaya Jawa dewan direksi memiliki pengaruh terhadap tax


avoidance
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa variabel budaya
Jawa tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal ini dapat dilihat pada
nilai signifikansinya sebesar 0,122, lebih besar dari α = 0,05 dengan nilai

15
koefisien -0,018. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda dapat
disimpulkan bahwa H2 yang menyatakan budaya Jawa pada direksi
berpengaruh terhadap tax avoidance ditolak.

H3 : Diversitas usia dewan direksi memiliki pengaruh terhadap tax


avoidance
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa variabel usia
terhadapa tax avoidance tidak berpengaruh. Hal ini dilihat pada nilai
signifikansinya sebesar 0,466, lebih besar dari α = 0,05 dengan nilai koefisien
-0,047. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda dapat disimpulkan
bahwa H4 yang menyatakan diversitas usia direksi berpengaruh terhadap tax
avoidance ditolak.

H4 : Overconfidence dewan direksi memiliki pengaruh terhadap tax


avoidance
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa variabel
overconfidence berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal ini dapat dilihat
pada nilai signifikansinya sebesar 0,013, lebih kecil dari α = 0,05 dengan nilai
koefisien 0,006. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda dapat
disimpulkan bahwa H4 yang menyatakan overconfidence berpengaruh
signifikan secara positif terhadap tax avoidance. Hal ini berarti menujukkan
bahwa semakin tinggi overconfidence dewan direksi maka semakin tinggi
pula tax avoidance yang dilakukan.

4.3 Pembahasan Hasil Analisis


4.3.1 Pengaruh Diversitas Gender Dewan Direksi terhadap Tax Avoidance
Hasil pengujian mendapatkan bahwa diversitas gender dewan direksi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan arah
negatif. Hal ini berarti semakin besar diversitas gender perusahaan maka akan
semakin kecil tingkat peluang tax avoidance yang dilakukan pada perusahaan
manufaktur, begitu pula sebaliknya. Alasan yang mendasar dalam hal ini
adalah bahwa wanita dalam susunan dewan direksi perusahaan lebih

16
cenderung bertindak taat hukum dan menghindari resiko (risk- averse).
Sehingga direksi wanita lebih memilih untuk mengungkapkan pajak sesuai
dengan kenyataannya daripada mencari cara untuk melakukan penghindaran.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Streefland
(2016) konsistensi dengan direktur wanita secara positif mempengaruhi
efektivitas dewan melalui penurunan biaya agensi dan memberikan tambahan
sumber daya yang berguna kepada dewan direksi. Direksi wanita hanya
memiliki pengaruh terhadap aktivitas manajemen, yang mempengaruhi
tingkat pajak dan bukan tingkat arus kas pajak. Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Peni dan Vahaama (2010), namun
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Francis et al. (2014) dan
Rahayu (2016) yang menyatakan bahwa adanya gender wanita dalam jajaran
eksekutif perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak atau tax
avoidance yang mana di Indonesia beberapa direksi merangkap jabatan
sebagai eksekutif.

4.3.2 Pengaruh Budaya Jawa Dewan Direksi Terhadap Tax Avoidance


Hasil pengujian mendapatkan bahwa budaya Jawa tidak berpengaruh
signifikan terhadap penghindaran pajak atau tax avoidance. Hal ini berarti
semakin tinggi keberada dewan direksi budaya Jawa maka semakin rendah
penghindaran pajak atau tax avoidance yang dilakukan perusahaan, begitu
pula sebaliknya. Hasil pengujian ini berkaitan dengan salah satu dari delapan
falsafah kepemimpinan budaya Jawa yang mana menyatakan bahwa
kemepimpinan budaya Jawa sama seperti api atau geni yang mana bahwa
kepemimpinan budaya Jawa memiliki semangat api yang konstruktif.
Semangat api yang konstruktif antara lain kesanggupan atau keberanian untuk
membakar atau melenyapkan hal-hal yang menghambat dinamika kehidupan
seperti angkara murka, rakus, keji, korup dan hal-hal merusak lainnya (azhar,
2011). selain itu hasil pengujian ini juga mendukung pendapat dari (Santoso,
2010) bahwa kepemimpinan budaya Jawa memiliki karakteristik berani
berbuat baik. Sikap ini tersurat dalam paribasan bener ketenger, becik ketitik,
ala ketara. Paribasan ini mengingatkan bahwa semua perbuatan akan

17
memperoleh ganjaran yang setimpal. Berbuat baik pada orang lain pasti akan
mendapat balasan baik. Demikian juga perbuatan jelek, pasti akan
menghasilkan dosa dan rasa malu jika ketahuan. Sehingga keinginan untuk
melakukan penghindaran pajak atau tax avoidance akan teredam dengan
adanya karakteristik yang dimiliki direksi budaya Jawa tersebut.

4.3.3 Pengaruh Diversitas Usia Dewan Direksi terhadap Tax avoidance


Hasil pengujian mendapatkan bahwa diversitas usia dewan direksi tidak
berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak atau tax avoidance
dengan arah negatif. Hal ini berarti semakin tinggi diversitas usia muda dan
dewasa jajaran dewan direksi maka semakin rendah penghindaran pajak atau
tax avoidance yang dilakukan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2017) yang mengatakan bahwa variasi umur anggotaa
dewan komisaris dan direksi tidak mempengaruhi tindakan penghindaran
pajak (tax avoidance) yang artinya variasi umur antara umur muda dan tua
dalam dewan perusahaan tidak mempengaruhi keberanian dalam mengambil
resiko (risk taker) melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance).

4.3.4 Pengaruh Overconfidence terhadap Tax Avoidance


Hasil pengujian mendapatkan bahwa overconfidence dewan direksi
berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak atau tax avoidance
dengan nilai positif. Hal ini berarti semakin tinggi overconfidence dewan
direksi maka semakin tinggi penghindaran pajak atau tax avoidance yang
dilakukan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kubick
(2016) yang menyatakan bahwa direksi yang terlalu percaya diri dapat
mempengaruhi keagresifan pajak. Alasannya karena direksi yang terlalu
percaya diri meremehkan risiko atas tindakan yang mereka lakukan mereka
dan menilai terlalu tinggi kemungkinan atas suatu hasil yang menguntungkan.
Selain itu, direksi yang overconfidence meyakini bahwa mereka memiliki
kontrol yang lebih atas keputusan yang mereka buat. Sehingga direksi yang
overconfidence meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memilih
dan memotivasi perencana pajak terbaik mereka, atau bahwa perusahaan

18
mereka lebih mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan adanya peluang
dari perencanaan pajak atau tax planning. Dengan demikian overconfidence
dapat menyebabkan peningkatan dalam agresivitas pajak.

5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh diversitas gender,
budaya Jawa, usia direksi dan overconfidence terhadap tax avoidance.
Berrdasarkan pada hasil analisis, pengujian hipotesis, pembahasan serta
temuan penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
penelitian sebagai berikut :
1. Variabel diversitas gender memiliki pengaruh terhadap penghindaran
pajak atau tax avoidance dengan nilai negatif. Hal ini menunjukkan
adanya gender wanita dalam dewan direksi dapat memperkecil tindakan
penghindaran pajak atau tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Variabel budaya Jawa tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan
penghindaran pajak atau tax avoidance. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya dewan direksi yang memiliki budaya Jawa tidak akan
mempengaruhi tindakan penghindaran pajak atau tax avoidance.
3. Variabel diversitas usia tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan
penghindaran pajak atau tax avoidance. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya dewan direksi yang berusia diatas 40 tahun tidak akan
mempengaruhi tindakan penghindaran pajak atau tax avoidance.
4. Variabel overconfidence memiliki pengaruh terhadap tindakan
penghindaran pajak atau tax avoidancei dengan nilai positif. Hal ini
menunjukkan bahwa overconfidence dewan direksi yang tinggi dapat
mempengaruhi tindakan penghindaran pajak atau tax avoidance
perusahaan.

19
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dalam menguji hipotesis, memiliki beberapa keterbatasan
antara lain :
1. Data ini menggunakan perhitungan manual yang kemudian diproses ke
dalam SPSS. Sehingga data yang dihasilkan bisa saja terdapat salah dalam
perhitungan maupun pencatatan.
2. Sampel yang digunakan tidak memiliki data yang cukup spesifik tentang
asal tempat tinggal dewan direksi. Sehingga terdapat kesulitan untuk
menentukan perusahaan mana yang memiliki dewan direksi dengan
budaya Jawa.
3. Adanya data profil perusahaan yang kurang lengkap terkait usia dewan
direksi dari beberapa perusahaan sampel yang tidak terdapat pada annual
reportnya , sehingga peneliti kesulitan untuk mendapatkan data proporsi
usia dewan direksi.

5.3 Saran
Adapun saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya adalah sebagai
berikut :
1. Dalam penelitian ini hanya terfokus untuk meneliti tax avoidance pada
perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, diharapkan untuk peneliti
selanjutnya dapat memperluas cakupan jenis perusahaan, sehingga dapat
meneliti lebih banyak lagi perusahaan yang melakukan tindakan tax
avoidance yang dilatar belakangi oleh diversitas dewan direksi.
2. Bagi manajemen perusahaan, peneliti menyarankan manajemen
perusahaan memperhatikan keragaman gender dan sikap overconfidence
dalam perusahaan khususnya dewan direksi untuk dapat meminimalisir
terjadinya tindakan penghindaran pajak atau tax avoidance, sehingga
perusahaan tidak merugikan negara.

20
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Iqbal Nurul (2011). Falsafah Kepemimpinan Bangsa Dalam Paribasan
Jawa (Aksioma Budaya Yang Mulai Ditinggalkan). Paper Dipresentasikan
pada Sidang Komisi E Kongres Bahasa Jawa V, Hotel Mariot Surabaya.

Dyreng, S. D., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2010). The Effects Of Executives
On Corporate Tax Avoidance. The Accounting Review, 85(4), 1163-1189.
Dewi, Luh Gede Krisna. 2017. Pengaruh Diversitas Dewan Komisaris Dan Direksi
Pada Tax Avoidance. Universitas Udayana.

Frank, Mary Margaret, Luann J. Lynch dan Sonja Olhoft Rego. 2009. Tax
Reporting Aggressiveness and Its Relation to Aggressive Financial
Reporting, The Accounting Review of American Accounting Association,
2009.

Francis, Bill, Iftekhar Hasan, Qiang Wu, dan Meng Yan. 2014. Are Female CFOs
Less Tax Aggressive?Evidence from Tax Aggressiveness, Journal of
American Taxation Association, 2014.

Ghozali, I (2013). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21


Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas diponegoro.

Kubick, Thomas R. 2016. Overconfidence, CEO Awards, and Corporate Tax


Aggressiveness. Financial Journal, 2016.

Kusumastuti, Sari, Supatmi, dan Perdana Sastra. 2007. Pengaruh Board Diversity
terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance.
Jurnal Ekonomi Akuntansi-Universitas Kristen Petra.

Lewellen, Katharina. 2003. Financing Decision When Managers Are Risk Averse.
Working Paper Mit Sloan School Of Management.

Low, G.S dan Lamb, Ch.W. 2006. The Measurement And Dimensionality of Brand
Association, Journal of Product and Brand Management, Vol. 9 No.6,
pp.350368.

Malmendier, U. and G. Tate. 2005. CEO Overconfidence and Corporate


Investment. Journal of Finance 55: 2661-2700.

Mardiasmo,2003 Perpajakan edisi revisi,Yogyakarta, Andi

Peni, Emilia dan Vahamaa, Sami. 2010. Female Executives and Earnings
Management. Managerial Finance. Vol. 36, Iss: 7, pp. 629-645.

Santoso, Imam Budhi. 2010. Nasihat Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Diva Press.

21
Santoso, singgih. (2010). Buku Latihan Spss Statistik Parametrik. Jakarta: PT
ELEX Media Komputindo.

Sofyan, Marcus Taufan. 2005. Pengaruh Penerapan Sistem Adminstrasi


Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN): Jakarta.

Streefland, I.M. 2016. Gender Board Diversity and Corporate Tax Avoidance.
Journal from Erasmus School of Bussiness.

Xynas, L. 2011. Tax Planning, Avoidance and Evasion in Australia 1970- 2010:
The Regulatory Responses and Taxpayer Compliance. Revenue Law Journal,
20-1.

22

Anda mungkin juga menyukai