Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Konsultan pajak adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kualitas pajaksuatu
perusahaan. Perannya melihat, memeriksa dan menilai seberapa baik laporanpajak yang telah
dibuat oleh perusahaan. Sehingga konsultan pajak dapatmengemukakan ada atau tidaknya
temuan. Jika ditemukan adanya temuan maka perankonsultan pajaklah memberikan masukan
dan saran-saran perbaikan. Hal tersebut perludilakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral
atas kewajibannya untuk mengingatkantentang apa yang baik dalam pelaporan pajak.

Jasa konsultan pajak saat ini semakin banyak berperan dalam memfasilitasi wajib pajak untuk
menaati kewajiban perpajakan bahkan meningkatkan kepatuhan mereka. Gargalas dan
Lehman (2010) serta Leviner dan Richison (2009)(Adriana, Rosidi, & Baridwan,
2014)menyatakan bahwa peraturan pajak yang semakin rumit dan terus diperbarui dari waktu
ke waktu menimbulkan kesulitan bagi wajib pajak untuk mengikuti perkembangan peratuan
pajak dan memenuhi kewajiban pajaknya, hal ini menyebabkan semakin banyak wajib pajak
yang menggunakan jasa konsultan pajak. Wajib pajak memahami bahwa seorang konsultan
pajak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, sehingga memiliki ekspektasi bahwa
dengan menggunakan jasa konsultan maka wajib pajak dapat memenuhi kewajiban pajaknya
dengan jumlah yang seminim mungkin

Saat ini terungkap banyak kasus mengenai pelanggaran etika konsultan pajak,
sehingga menimbulkan keprihatinan terhadap kurangnya penerapan etika pada profesi
tersebut. Shafer dan Simmons (2008) dalam (Adriana dkk, 2014)menyatakan bahwa sebagian
konsultan pajak telah mengabaikan kepentingan masyarakat umum demi komersial dan
kepentingan klien, serta melakukan tindakan-tindakan yang melanggar etika dan
tanggungjawab sosial. Contoh kasus yang menimpa konsultan pajak di Indonesia seperti
dilaporkan dalam situs maya tribunnews.com oleh Harnansa (2011) mengenai konsultan
pajak sebuah perusahaan retail yang menjadi terdakwa atas penyuapan terhadap pegawai
pajak pada kasus keberatan dan banding atas Pajak Penghasilan (PPh) tahun 2004 di
Pengadilan Pajak atas nama wajib pajak perusahaan retail tersebut. Kasus lain yang baru
terjadi di tahun 2012 seperti dilaporkan oleh detiknews.com oleh Maulana (2012) tentang

1
kasus seorang konsultan pajak yang terlibat dalam penyuapan terhadap pegawai Direktorat
Jenderal Pajak. Penyuapan ini dilakukansehubungan dengan restitusi pajak sebuah
perusahaan multinasional yang bergerak di bidang finansial.

Pelanggaran etika konsultan pajak seperti yang diberitakan Berita satu pada tanggal 3
Juli 2012 dimana seorang konsultan pajak terlibat penyuapan dengan pegawai KPP Pancoran
Jakarta dalam kasus restitusi pajak untuk tahun pajak 2005-2006. Restitusi ini diajukan
direktur PT. M melalui konsultan pajaknya berinisial HT.

Ada juga kasus konsultan pajak yang manipulasi laporan SPT tahunan seorang wajib
pajak, dimana dia memasukkan harta hibah sebesar 5M kedalam daftar harta kliennya. Pada
kenyataannya tidak ada transaksi hibah yang terjadi. Maksud dari tindakan ini adalah agar si
wajib pajak kedepannya mudah dalam bertransaksi pembelian harta baru karena tidak perlu
lagi melaporkan penghasilan yang sesungguhnya sebagai sumber pembelian harta baru.
Seperti kita ketahui bahwa harat hibah adalah salah satu penghasilan yang bukan termasuk
objek pajak sehingga tidak ada kewajiban bagi wajib pajak membayar pajak terutang atas
penghasilan tersebut.

Teori perkembangan moral Kohlberg (1995) yang dikemukakan oleh Psikolog


Kohlberg menunjukan bahwa perbuatan moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang
diperoleh dari kebiasaan dan hal hal lain yang berhubungan dengan norma kebudayaan
(Sunarto,2013:176). Sedangkan teori perkembangan moral koqnitif dalam pandangan
(Magnis-Suseno, 2000) (Wisesa, 2002) ada satu hal yang mendasar dari konsep ini adalah
pengambilan keputusan ditentukan oleh kesadaran moral dan kesadaran moral tidak
ditentukan oleh perasaan, melainkan oleh kemampuan intelektual, yaitu kemampuan untuk
memahami dan mengerti sesuatu secara rasional.

Namun dalam kenyataanya banyak manusia yang tingkat intelektuallnya tinggi


seringkali bertindak tanpa memperhatikan moral. Dalam pengambilan keputusanpun
demikian seringkali menghasilkan keputusan yang tidak etis, keputusan itu senderung untuk
kepentinggannya sendiri sehingga merugikan orang lain dan banyak pihak. Hal ini terjadi
karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang yang membuat keputusan tersebut
salah satunya yaitu aspek kepribadian dari orang yang mengambil keputusan. Sifat-sifat yang
dimiliki oleh seseorang turut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan.

2
Beberapa penelitian juga telah dilakukan yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan khususnya pengambilan keputusan etis konsultan pajak diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh (Aestanti dkk, 2016) dengan judul Faktor-Faktor Internal Individual
dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi pada Konsultan Pajak di Kota Surabaya. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa persepsipentingnya etika dan tanggung jawab sosialHasil
Pengujian Hipotesisberpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan etis oleh konsultan
pajak. Namun hasil ini justru bertentangan denganKrismanto (2014), menjelaskan persepsi
pentingnyaetika dan tanggung sosial tidak berpengaruh padapembuatan keputusan etis
konsultan pajak, karenakonsultan pajak hanya berfokus pada legalitas
tanpamempertimbangkan pada esensi sebenarnya yang ada dalam undang-undang dan kode
etik profesinya.Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik mengambil judul

“ Matrealisme dan Religiusitas : Love of Money dan Machiavellanisme


MengoyakKeputusan Etis Konsultan Pajak? “

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah sifat love of money berpengaruh signifikan terhadap keputusan etis konsultan
pajak?
2. Apakah sifat machiavellanisme berpengaruh signifikan terhadap keputusan etis konsultan
pajak?
3. Apakah religiusitas berpengaruh signifikan terhadap sifat love of money?
4. Apakah religiusitas berngaruh signifikan terhadap sifat machiavellanisme?
1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dalah

1.Mengukur pengaruh sifat love of money terhadap keputusan etis konsultan pajak
2.Mengukur pengaruh sifat machiavellanisme terhadap keputusan etis konsultan pajak
3.Mengukur pengaruh religiusitas terhadap sifat love of money
4. Mengukur pengaruh religiusitas terhadap sifat machiavellanisme
1.4. Manfaat Penelitian
a. Akademisi

3
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan etis konsultan pajak.

b. Terapan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peneliti atau
pihak lain yang terkait yaitu :

1. Hasil penelitian ini sebagai upaya ekplorasi terhadap isu-isu pengambilan keputusan
etis konsultan pajak.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi konsultan pajak untuk menghindari sifat-
sifat negatif yang mempengaruhi keputusan etisnya.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian dan atau
penulisan dengan kepentingan sejenis

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Matrealisme

Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya kepemilikan terhadap suatu
barang dalam hal menunjukkan status dan membuatnya merasa senang (Schiffman dan
Kanuk, 2008: Mowen dalam Sun dan Wu, 2011; Ahuvia dalam Podoshen dan Andrzejewski,
2012) dalam (Syahputra, Yunus, & Mahdani, 2017).Sedangkan menurut Rich dan Dawson
(1992) (Utami, 2011) yang dimaksud dengan materialisme ialah sekumpulan keyakinan
tetang pentingnya kepemilikan di dalam kehidupan seseorang.

Materialisme disebut sebagai sifat kepribadian yang membedakan antara individu yang
menganggap kepemilikan barang sangat penting bagi identitas kehidupan mereka, dan orang-
orang yang menganggap kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder.

Materialisme ialah suatu pemikiran yang berasumsi bahwa perasaan senang dan pengakuan
dalam menunjukkan status dapat diatasi dengan kepemilikan suatu barang.(Unud, 2015)

Sifat materialistis cenderung menyebabkan individu untuk berusaha memperkaya diri dengan
terus menerus menumpuk kekayaan (Richins dan Dawson, 1992) (Sari, n.d.) .Tindakan untuk
mengumpulkan kekayaan atau materi merupakan sumber kebahagiaan dan kesuksesan.
Tindakan untuk memperkaya diri yang dilakukan dengan frekuensi tinggi menyebabkan
individu untuk melakukan kompulsif

Love of Money

Tang (1992) mulai memperkenalkan konsep cinta uang (love of money) pada literatur
psikologis. Konsep tersebut mengukur perasaan subjektif seseorang terhadap uang. Tang et
all (2008) menjelaskan love of money merupakan perilaku seseorang terhadap uang,
pengertian seseorang terhadap uang, keinginan dan aspirasi seseorang terhadap uang. Love of
money juga berarti sebagai level kecintaan seseorang terhadap uang, bagaimana mereka
menggangap uang penting bagi kehidupan mereka. Sikap terhadap uang dipelajari melalui
proses sosialisasi yang didirikan pada masa kanak-kanak dan dipelihara dalam kehidupan
dewasa (Tang et all, 2005) dalam (Farhan dkk, 2019)

5
Pradanti (2014) dalam (Prabowo & Widanaputra, 2018) mengemukakan Love Of Money
adalah orang yang menganggap uang sebagai hal yang sangat penting, mereka akan
melakukan segala macam cara untuk mendapatkan uang, termasuk jalan pintas seperti
berbuat curang. Namun, Love Of Money juga memberikan dampak positif yaitu memberikan
motivasi untuk bekerja lebih giat, sehingga dapat dihormati dalam sebuah komunitas, serta
menjadi tolak ukur keberhasilan yang mereka capai.

Perilaku love of money merupakan pemicu berbagai krisis etika karena: 1) uang merupakan
alat utama untuk memotivasi karyawan; 2) uang merupakan ukuran yang paling mudah untuk
menilai kinerja perusahaan; 3) uang merupakan ukuran kesejahteraan bagi sebagian besar
pegawai (Singhapakdi et al, 2013) dalam(Rindayanti & Budiarto, 2017). Uang merupakan
motivasi sehingga mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang yang memiliki keterbatasan
keuangan akan terobsesi degan uang. Uang

Machiavellianisme

Machiavellianisme didefinisikan sebagai “suatu proses di mana manipulator mendapatkan


lebih banyak reward dibandingkan yang dia peroleh ketika tidak melakukan manipulasi,
ketika orang lain mendapatkan lebih kecil, minimal dalam jangka pendek” (Christie dan Geis,
1970 dalam Richmond, 2001) dalam (Tofiq & Mulyani, 2018). Kepribadian machiavellian
selanjutnya dideskripsikan oleh Christie dan Gies (1980) dalam Richmond (2001) sebagai
kepribadian yang kurang mempunyai afeksi dalam hubungan personal, mengabaikan
moralitas konvensional, dan memperlihatkan komitmen ideologyyang rendah. Kepribadian
machiavellian mempunyai kecenderungan untuk memanipulasi orang lain, sangat rendah
penghargaannya pada orang lain.

Menurut Hardiman (2011:15-17) dalambuku Il Principe (Sang Pangeran) Machiavelli


memandang manusia sebagai suatu mahluk yang dikendalikan oleh kepentingan diri, mahluk
irasional yang tingkah-lakunya diombang- ambingkan oleh emosi-emosinya(Kusuma dkk,
2016)

McLaughin(1970) dalam (Putu, Murtining, & Dwiyanti, 2019) mengemukakan bahwa


individu dengan sifat machiavellian tinggi cenderung lebih berbohong, kurang bermoral, dan
lebih manipulatif. Puspitasari (2012) (Prabowo & Widanaputra, 2018)menyatakan bahwa
sifatMachiavellian merupakan sifat yang memiliki dampak buruk pada profesi akuntan
karena sifat Machiavellian memiliki sikap manipulatif.Sifat tersebut akan menyebabkan

6
menurunnya kepercayaan terhadap profesional akuntan karena mengabaikan pentingnya
integritas dan kejujuran dalam mencapai tujuan, sehingga pada akhirnya akan berdampak
pada kepercayaan masyarakatterhadapprofesionalis akuntan.

Religiusitas

Religiusitas didifinisikan sebagai suatusistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya
hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan manusia dan
mengarahkan manusia pada nilai –nilai suci atau nilai-nilai tertinggi Glock dan Stark (1965)
dalam (Pamungkas, 2014).

Menurut (Dharma, Agusti, & Kurnia, 2016) religiusitas diartikan sebagaiseberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelak- sanaan ibadah dan kaidah dan
seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, Religiusitas
dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan pengha- yatan
atas agama Islam

Asumsi mengenai sulitnya pengukuran religiusitas mulai berkurang karena berkembangnya


pengukuran relegiusitas di bidang ilmu psikologi, theologi dan sosiologi. Religiousitas
biasanya didifinisikan sebagai Glock dan Stark (1965): a.Cognition (religiuos knowledge,
religiousbelief) b. Affect, yang berhubungan dengan emotional attachment atau emotional
feelings tentang agama c. Perilaku, seperti kehadiran dan afiliasi dengan tempat beribadah,
kehadiran, membaca kitab suci, dan berdoa.

Beberapa operasionalisasi dari religiusitas sudah tersedia diantaranya intrinsic dan extrinsic
religiousness). Glock dan Stark merumuskan religiusitas sebagai komitmen religios (yang
berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau
perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut.
Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dapat dikelompokkan dalam
beberapa aspek sebagai berikut:

1. Religious Practice (the ritualistic dimension) Tingkatan sejauh mana seseorang


mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama, seperti sembahyang, zakat, puasa dan
sebagainya.

7
2. Religious belief (the ideological dimension) Sejauh mana seseorang menerima hal-hal
yang dogmatik di dalam ajaran agamanya.Misalnya kepercayaan tentang adanya Tuhan,
Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi.

3.Religious Knowledge (the intellectualdimension) Seberapa jauh seseorang mengetahui


tentang ajaran agamanya. Hal ini berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui
ajaran-ajaran dalam agamanya.

4. Religious feeling (the experiential dimension) Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan
dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan dan dialami. Misalnya
seseorang merasa dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut berbuat dosa, seseorang
merasa doanya dikabulkan Tuhan

5.Religious Effect (the consequentialdimension) Dimensi yang mengukur sejauh mana


perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya

Religiusitas didefinisikan sebagai tingkat keyakinan yang spesifik dalam nilai-nilai agama
dan cita-cita yang diselenggarakan dan dipraktekkan oleh seorang individu. Religiusitas
digambarkan sebagai kepercayaan kepada Tuhan (iman) yang disertai dengan komitmen
untuk mengikuti prinsip-prinsip yang diyakini akan ditetapkan oleh Allah (Mc Daniel &
Burnett, 1990 dalam Fauzan, 2014).

Keyakinan agama yang kuat diharapkan mencegah perilaku ilegal melalui perasaan bersalah
terutama dalam hal perilaku etis (Grasmick 2011). Dalam (Prof, Kampus, Tawar, & Barat,
2018)

Keputusan etis

Definisi keputusan etis menurut Sparks dan Pan (2009)dalam (Arestanti dkk:2016) “ethical
decision is an individual’s selection of the most ethical decision among the different
alternatives.” Individu memiliki beberapa alternatif pilihan dan pemilihan yang paling etis
merupakan keputusan etis. Ferrell dan Gresham (1985) dalam (Arestanti dkk:2016) menyu-
sun sebuah kerangka untuk memahami proses peng-ambilan keputusan etis. Model
mendemonstrasikan bagaimana riset-riset sebelumnya dapat diintegrasikan untuk
mengungkapkan keputusan etis, dimoderasi dengan faktor individu, signifikan dengan setting
organisasi dan kesempatan untuk melakukannya. Kerangka tersebut memberikan simpulan
bahwa apabila seseorang menghadapi sebuah dilema etis, maka perilaku yang muncul

8
dipengaruhi oleh interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu-bungan dengan
individu dan faktor di luar individu. Hunt dan Vitell (1986) dalam (Arestanti dkk:2016)
mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai pengambilan keputusan den-gan
pemahaman mengenai sebuah tindakan benar secara moral atau tidak.

Keputusan etis (ethical decision) adalah sebuah keputusan yang baik secara moralmaupun
legal dapat diterima oleh masyarakat luas. Lebih lanjut Jones (1991) dalam (tofiq dan
Mulyani 2018) dalamNovius dan Sabeni (2008) menyatakan ada 3 unsur utama dalam
pembuatan keputusanetis, yaitu pertama, moral issue, menyatakan seberapa jauh ketika
seseorang melakukantindakan, jika dia secara bebas melakukan itu, maka akan
mengakibatkan kerugian(harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain. Kedua adalah
moral agent, yaituseseorang yang membuat keputusan moral (moral decision). Dan yang
ketiga adalahkeputusan etis (ethical decision) itu sendiri, yaitu sebuah keputusan yang secara
legaldan moral dapat diterima olehmasyarakat luas.
Sedangkan Jones (1991) dalam (Adriana 2018) mendefinisikan pengambilan keputusan etis
sebagai pengambilan keputusan yang konsisten dengan hukum dan norma moral dari
masyarakat. Sedangkan Hunt dan Vitell (1986) sebagaimana dikutip oleh Barnet dan
Valentine (2004) dalam Adriana 2018 mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai
pengambilan keputusan dengan pemahaman mengenai sebuah tindakan benar secara moral
atau tidak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan etis merupakan
pengambilan keputusan yang tidak melanggar hukum dan norma moral.
Pengambilan keputusan etis melibatkan proses penalaran etis yang di dalamnya
mengolaborasi kesa-daran moral dan kemampuan moral kognitif sese-orang yang pada
akhirnya diwujudkan di dalam proses tindakan sebagai bentuk implementasi kepu-tusan yang
diambil (Wisesa, 2011).dalam (Arestanti dkk:2016) Pengambilan keputusan etis menurut
Rest et al. (1997) dalam (Arestanti dkk:2016) adalah “a psychologically structured process
which causes an individual facing an ethical dilemma to make a morally right or morally
wrong evaluation.” Pem-buatan keputusan etis merupakan sebuah proses psikologis ketika
menghadapi dilema etis dalam membuat penilaian benar atau salah secara moral. Teori
perkembangan moral menjelaskan bagaimana tahapan penalaran moral seseorang.

Studi Lawrence Kohlberg (1976) mengiden-tifikasi tiga tingkatan perkembangan moral.


Seorang individu pada tingkat pertama (pre-conventional) perkembangan moral menganggap
harapan masya-rakat menjadi eksternal untuk dirinya sendiri. Pada tingkat ini, outcome
perilaku yang tampaknya etis dapat termotivasi oleh keinginan individu untuk menghindari

9
hukuman atau hasilnya (outcome) berada dalam kepentingan diri individu. Misalnya, anak
kecil biasanya berperilaku dengan cara tertentu semata-mata untuk menerima imbalan atau
untuk menghindari hukuman.
Pada tingkat kedua (convensional), seorang indi-vidu bersangkutan dengan
masyarakat, kesejahteraan orang lain, dan persepsi orang lain untuk mora-litasnya. Misalnya,
remaja yang umumnya dianggap dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya yang menunjukkan
tingkat kedua kemampuan penalaran moral. Seorang individu yang telah mencapai tingkat
ketiga (post-conventional), dan akan bertindak atas nama, orang lain dalam masyarakat.
Individu-individu ini percaya bertindak untuk kepentingan publik dan hak-hak individu yang
ada secara independen dari masyarakat. Berdasarkan teori perkembangan moral di atas, dapat
dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan moral seseorang, maka semakin
tinggi tingkat moralitasnya (Jiwo, 2011).

Konsultan Pajak
Definisi konsultan pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
111/PMK.03/2014 tentang konsultan pajak, adalah orang yang memberikan jasa konsultasi
perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Salah satu
kewajiban Konsultan Pajak dalam pasal 23 PMK No. 111/PMK. 03/2014 adalah memberikan
jasa konsultasi kepada wajib pajak dalam melak-sanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpa-jakan. Budileksmana (2000)
dan Achmad (2014) menyatakan konsultan pajak memiliki fungsi tax consulting, tax
settlement, tax mediation, attorney at tax law, dan agent of tax awareness.
Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang disediakan oleh konsultan pajak
menjadi dua jenis: kepatuhan pajak dan perencanaan pajak/penghin-daran pajak. Kepatuhan
pajak mencakup jasa yang melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk dise-rahkan
mewakili wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan, dan berurusan dengan dan
mengatasi setiap pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian yang ada. Ini melibatkan
pelaporan peristiwa ekonomiyang terjadi, dimana konsultan pajak berfungsi untuk
memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-undang pajak. Terkadang undang-
undang pajak mengandung daerah 'abu-abu' atau hukum tidak jelas, disitulah peran konsultan
pajak diperlukan untuk memastikan tidak melanggar hukum pajak yang ada. Perencanaan
pajak/penghindaran (atau pencegahan) terjadi ketika praktisi pajak berupaya untuk mene-
mukan cara-cara untuk mengurangi kewajiban wajib pajak. Mardiasmo sebagaimana dikutip

10
Jefriando (2015) mengatakan, profesi konsultan pajak memiliki tanggung jawab yang besar.
Sebab, konsultan pajak seringkali menjadi teladan bagi para wajib pajak sehingga harus
memberikan masukan yang benar.

Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang disediakan oleh praktisi pajak kedalam dua
jenis, yaitu rekomendasi kepatuhan pajak (tax compliance) dan perencanaan/penghindaran
pajak (tax planning/ avoidance). Masih menurut Hughes dan Moizer (2015), jasa kepatuhan
pajak biasanya melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk pelaporan atas nama wajib
pajak kepada otoritas pajak yang relevan, dan berurusan dengan dan menyelesaikan setiap
pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian. Pada situasi ini pelibatan praktisi pajak bertujuan
untuk memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-undang pajak. Sementara itu,
undang-undang pajak mungkin berisi daerah 'abu-abu' hukum tidak jelas, kadang-kadang
situasi dimana undang-undang yang diterapkan ambigu. Jasa perencanaan/penghindaran
pajak (atau mitigasi) terjadi ketika praktisi pajak mencoba untuk menemukan cara-cara untuk
mengu-rangi kewajiban wajib pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang
konsultan pajak, pasal 3 menyatakan untuk dapat berpraktik sebagai konsultan pajak, seorang
konsultan pajak yang telah memenuhi persyaratan, harus mempunyai izin praktik yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 4 ayat 1
menyatakan izin praktik yang diberikan kepada konsultan pajak terdiri dari: izin praktik
tingkat A; izin praktik tingkat B; dan izin praktik tingkat C. Pasal 4 ayat 2 menyatakan izin
praktik tingkat A diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan pajak
tingkat A. Pasal 4 ayat 3 menyatakan izin praktik tingkat B diberikan kepada konsultan pajak
yang memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat B.Pasal 4 ayat 4 menyatakan izin praktik
tingkat C diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat
C.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang
konsultan pajak, pasal 8 menyatakan: sertifikat konsultan pajak tingkat A, yaitu sertifikat
konsultan pajak yangmenunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang
perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya, kecuali wajib pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai
persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; sertifikat konsultan pajak tingkat
B, yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan
jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan dalam

11
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, kecuali kepada wajib pajak
penana-man modal asing, bentuk usaha tetap, dan wajib pajak yang berdomisili di negara
yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan sertifikat
konsultan pajak tingkat C, yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan tingkat
keahlian untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan
wajib pajak badan dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pengembangan hipotesis

Love of Money

X1
Keputusan Etis

Machiavellanisme

X2

Religiusitas

Pengaruh sifat love of money terhadap pengambilan keputusan etis

Dari berbagai penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa love of
money menganggap uang sangatlah penting melebihi segalanya sehingga orang akan
cenderung melakukan segala cara untuk mendapatkannya termasuk dengan cara-cara yang
curang sekalipun, kecurangan yang dilakukan ini akan berpengaruh terhadap keputusan etis
seorang konsultan pajak. Berdasarkan uraian diatas maka ditetapkan hipotesis pertama pada
penelitian ini yaitu :

12
H1 : Sifat love of money berpengaruh signifikan terhadap pengamnilan keputusan etis
konsultan pajak

Pengaruh sifat Machiavellian terhadap Pengambilan Keputusan Etis


Christie dan Geis (1970) seperti dikutip oleh Purnamasari dan Chrismastuti (2006)
menyatakan bahwa Machiavellian merupakan sebuah kepribadian yang antisosial, tidak
memperhatikan moralitas konvensional dan mempunyai komitmen ideologis yang rendah.
Individu yang memiliki kepribadian Machiavellian yang tinggi melakukan apapun yang
diperlukan untuk mencapai tujuannya.
Shafer dan Simmons (2006) menyatakan bahwa seseorang yang cenderung
menggunakan taktik manipulatif dan kurang peduli terhadap moral akan terlibat dalam
tindakan tidak etis dalam berbagai situasi. Individu yang mendapatkan nilai tinggi dalam
skala Machiavellian cenderung kurang terpengaruh oleh masalah moral seperti keadilan, dan
lebih menyukai untuk “menang”. Kepribadian tersebut cenderung melakukan taktik
manipulatif kecurangan dalam bisnis serta melakukan tindakan-tindakan tidak etis. Shafer
dan Simmons (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh sifat Machiavellian terhadap
profesional pajak di Hong Kong, dan menunjukkan hasil bahwa Machiavellian memiliki
dampak yang signifikan pada penilaian keputusan etis.

Penelitian yang dilakukan oleh Adriana et al., (2014), Arestanti dkk (2016), Kusuma dkk
(2016) membuktikan bahwa sifat Machiavellianberpengaruh negatif terhadap pengambilan
keputusan etis konsultan pajak. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan nilai Machiavellian
pada seorang individu menyebabkan individu tersebut memiliki kemungkinan untuk
mengambil keputusan tidak etis dan sebaliknya. Oleh karena itu hipotesis kedua dirumuskan
sebagai berikut :

H2 : Sifat machiavellanisme berpengaruh negatif terhadap keputusan etis konsultan pajak

Moderasi religiusitas atas sifat love of money terhadap keputusan etis konsultan pajak

Penelitian yang dilakukan oleh massie dan Maria (2017) menyimpulkan bahwa religiusitas
tidak berpengaruh berpengaruh signifikanterhadap keputusan etis konsultan pajak, oleh
karena itu hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut :

H3 : Moderasi religiusitas tidak ada pengaruhnya atas sifat love of money terhadap
keputusan etis konsultan pajak.

13
Moderasi religiusitas atas sifat machiavellanisme terhadap keputusan etis konsultan
pajak

Karena berdasarkan penelitian bahwa religiusitas tidak berpengaruh terhadap keputusan etis
maka hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut :

H3 : Moderasi religiusitas tidak ada pengaruhnya atas sifat machiavellanisme terhadap


keputusan etis konsultan pajak.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatorikausal. Menurut Umar (2008)
dalam (Fauzan, 2015) penelitian eksplanatori (explanatory research)adalah penelitian yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antarasatu variabel dengan variabel
lainnya atau bagaimana suatu variablemempengaruhi variabel lainnya. Penulis menggunakan
metode eksplanatori kausaluntuk menjelaskan hubungan pengaruh antar variabel sehingga
mendapatkaninformasi spesifik mengenai dampak love of money, machiavellanisme dan
religiusitas terhadap pengambilan keputusan etis.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah survey. Data yang dibutuhkan dalampenelitian ini adalah data
primer dalam bentuk persepsi responden (subjek)penelitian. Pengambilan data menggunakan
survey langsung dan instrumen yangdigunakan adalah kuesioner (angket). Menurut Malhotra
(2004) dalam (Fauzan, 2015)kuesioner adalahteknik terstruktur untuk pengumpulan data
yang terdiri dari serangkaian pertanyaan,tertulis atau lisan, untuk menanggapi jawaban.
Kuesioner ini digunakan sebagaiinstrumen penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan
Love of money, Machiavellanisme dan religiusitas terhadap pemgambilan keputusan etis.

Alasan pemilihan lokasi penelitian

Lokasi penelitina yang akan diteliti adalah kota Surabaya alasannya adalah karena kota
Surabaya termasuk kota metropolis terbesar kedua dan disini juga banyak terdapat kawasan
industri sehingga kebutuhan perusahaan akan jasa konsultan pajak juga termasuk tinggi.
Selain itu sebagai kota metropolis dinamika yang terjadi akan sangat kompleks dan ini sedikit
banyak berpengaruh terhadap perilaku dari individu-individu yang menetap di kota ini.
Alasan terakhir adalah karena penulis sendiri juag tinggal di Surabaya sehingga memudahkan
untuk pengumpulan datanya.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

15
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh dari jawaban responden atas kuisioner yang diberikan.
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh
atau dicatat oleh pihak lain. Dalam hal ini data sekunder berupa studi kepustakaan untuk
melengkapi analisis ini.

Tehnik Pengumpulan data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, dengan teknikpengumpulan data
menggunakan kuesioner yang dibagikan secara online form melalui telegram kepada masing-
masing responden. Teknik ini dipilih karena dapat membuat sampel merasa nyaman, tidak
terburu-buru dan tidak ada tekanan. Hal ini diperlukan karena tema pada penelitian ini
menyangkut etika, sehingga responden perlu merasa nyaman dan tidak dalam kondisi
tertekan agar dapat mengisi kuesioner dengan kondisi yang sebenarnya. Pengumpulan

Populasi dan penentuan sampel


Populasi menurut Sugiyono (2007 : 57)(Handayani & Tambun, 2016) adalah wilayah
generasi yang terdiri atasobyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang diterapkan olehpenulis untuk dipelajari dan kemudian di berikan
kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsultan pajak di Surabaya.
Pengukuran variabel menggunakan skala Likertempat poin untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi responden tentang fenomena sosial, dan jika skala ini digunakan
dalampengukuran akan menghasilkan data interval atau rasio (Sugiyono,2009)(Wirakusuma,
2019).
Pengukuran variabel Keputusan Etismenggambarkan kemampuan konsultan pajak dalam
membuat suatu keputusan yang telah memenuhi peraturan dan nilai-nilai etika yang berlaku.
Variabel pembuatan keputusan etis (Y) diukur dengan menggunakan empat skenario kasus
yang merupakan modifikasi dari pengukuran pembuatan keputusan etis dalam penelitian
Abdurrahman dan Yuliani (2011) dalam (Wirakusuma, 2019). Instrumen yang digunakan
untuk mengukur keputusan etis terdiri dari 4 kasus berbeda dengan skala likert 4 poin yaitu
sangat tidak setuju (STS),tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Responden
diminta memberikan tanggapan terhadap masing-masing kasus tersebut.Pada kasus yang
positif dengan nilai skor yang tinggi menunjukkan seorang konsultan pajak mengambil

16
keputusan dengan lebih etis.Demikian sebaliknya.Kemudian skor pada setiap kasus, akan
dijumlahkan dalam total skor variabel keputusan etis.
Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan tipe nonprobability samplingyaitu metode
insidental sampling. Penentuan ukuran konsultan pajak di Surabaya dengan Teknik
purposivesampling. Teknik purposive sampling, juga disebut pertimbangan sampling, dimana
pilihan yangdidapat dari seorang responden karena kualitas yang dimiliki. Teknik purposive
sampling merupakannonrandom sampling yaitu sebuah teknik yang tidak membutuhkan
teori-teori yangmendasari. Sederhananya, peneliti memutuskan atau menetapkan untuk
menentukan respondenyang mempunyai ciri-ciri atau kriteria-kriteria tertentu dalam suatu
populasi, yang telah ditetapkan sebelumnya (Bernard, 2002) dalam (Savitri dan Tambun,
2017). Sampel yang dipilih yaitu konsultan pajak yang bersertifikat dan terdaftar di IKPI
Surabaya.

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variable dependen, variabel
independen, dan variabel moderating.
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang
lain. Penelitian ini menggunakan variabel love of money dan machiavellanisme sebagai
variabel independen.
2. Variabel moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan
langsung antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini religiusitas
digunakan sebagai variabel moderating.
3. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keputusan etis konsultan pajak.
Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas Ghozali, (2013) dalam (Fauziati & Syahri, 2016)mengatakan uji ini dapat
dilihat dari nilai Kaiser Meyer Olkin Measure Of Sampling Adequency (KMO – MSA) dari
variabel jika berada diatas 0,5 hal ini memberikan arti bahwa item-item dari variabel tersebut
valid untuk di uji (Ghozali, 2013). Sebaliknya jika factor loading kurang dari 0,4 berarti item
tersebut tidak valid.

17
b. Uji Reliabilitas

Sekaran (2011) ) dalam (Fauziati & Syahri, 2016) mengatakan bahwa alfa cronbach untuk
pengukuran adalah 0,82.Semakin dekat koefisien keandalan dengan 1,0 semakin baik. Secara
umum, keandalan kurang dari 0,60 dianggap buruk, keandalan dalam kisaran 0,70 bisa
diterima, dan lebih dari 0,80 adalah baik. Dengan demikian, keandalan konsistensi internal
(internal consistensy) pengukuran yang digunakan dalam studi ini dapat dianggap baik.

Uji Normalitas

Untuk mengetahui pola distribusi dari variabel yang digunakan dalam penelitian inimaka
digunakan bantuan uji non parametrik One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Normalnya
sebuah item ditentukan dari nilai asymp sig (2 tailed) yang dihasilkan dalam pengujian yang
harus > alpha 0,05 (Ghozali, 2013).

Teknik Analisis Data


Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variable independenterhadap variable
independen, maka metode analisis yang akan digunakan adalahditentukan oleh bentuk model
empirisnya yang didasarkan pada skala pengukuran yangdigunakan yaitu skala interval, maka
model empiris penelitian ini adalah dikategorikansebagai data metrik. Pada penelitian ini
menggunakan banyak persamaan (equation) secarasimultan, maka model empiris yang akan
digunakan adalah Structural Equation Modeling.Structural Equation Model atau Model
Persamaan Struktural terdiri atas persamaanpengukuran dan persamaan strukturaldengan
partial least square (PLS). PLS adalah model persamaan SEM yang berbasis komponen atau
varian. Menurut Ghozali (2006) dalam (Basri, 2015), PLS merupakan pendekatan alternatif
yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. Model yang
menggambarkan hubungan antarapeubah laten (peubah yang tidak dapat diukur secara
langsung) dengan peubah-peubahmanifesnya dinamakan model pengukuran. Bila di dalam
model terdapat hubungan antarapeubah-peubah laten dinamakan model atau analisis
persamaan struktural (SEM).

18
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, P., Rosidi, R., & Baridwan, Z. (2014). Faktor Individu Dan Faktor Situasional :
Determinan Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak. El Muhasaba: Jurnal
Akuntansi, 4(2), 1–24. https://doi.org/10.18860/em.v4i2.2456

Arrazaqu Arestanti, M., Herawati, N., & Rahmawati, E. (2016). Faktor-Faktor Internal
Individual dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi pada Konsultan Pajak di Kota
Surabaya. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 17(2), 104–117.
https://doi.org/10.18196/jai.2016.0048.104-117

Basri, Y. M. (2015). Pengaruh Gender, Religiusitas Dan Sikap Love of Money Pada Persepsi
Etika Penggelapan Pajak Mahasiswa Akuntasi. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 45–
54.

Dharma, L., Agusti, R., & Kurnia, P. (2016). Pengaruh Gender, Pemahaman Perpajakan dan
Religiusitas terhadap Persepsi Penggelapan Pajak. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Riau, 3(1), 1565–1578.

Farhan, M., Helmy, H., & Afriyenti, M. (2019). Pengaruh machiavellian dan love of money
terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan religiusitas sebagai variabel moderasi.
Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(1 Seri D), 470–486.

Fauzan Fauzan. (2015). Pengaruh Religiusitas Dan Ethical Climate Terhadap Ethical
Behavior. Jurnal Ekonomi Modernisasi, 11(3), 187–202.

Fauziati, P., & Syahri, A. (2016). Pengaruh Efektifitas Sistem Perpajakan Dan Pelayanan
Fiskus Terhadap Kemauan Untuk Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak
Sebagai Variabel Intervening. Akuntabilitas, 8(1), 47–60.
https://doi.org/10.15408/akt.v8i1.2761

Handayani, K. R., & Tambun, S. (2016). Pengaruh Penerapan Sistem E-Filing Dan
Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Sosialisasi Sebagai
Variabel Moderating. Journal UTA45JAKARTA, 1(2), 59–73.

Kusuma, T. H., Utami, H. N., & Ruhana, I. (2016). Pengaruh Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis. Jurnal Perpajakan (JEJAK), 10(1), 1–10.

19
Pamungkas, I. D. (2014). Pengaruh Religiusitas dan Rasionalisasi dalam Mencegah dan
Mendeteksi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 15(2),
48–59.

Prabowo, P. P., & Widanaputra, A. A. G. P. (2018). Pengaruh Love of Money,


Machiavellian, dan Idealisme pada Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi. E-Jurnal
Akuntansi, 6, 513. https://doi.org/10.24843/eja.2018.v23.i01.p20

Prof, J., Kampus, H., Tawar, A., & Barat, S. (2018). EcoGen “ PENGARUH RELIGIUSITAS
DAN GENDER TERHADAP PENILAIAN ETIS ( ETHICAL JUDGEMENT )
MAHASISWA AKUNTANSI MINANGKABAU .” Nadia Nila Henda Resty Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Abstract This study aims to
empirically analyze . 1.

Putu, N., Murtining, S., & Dwiyanti, K. T. (2019). Pengaruh love of money , machiavellian ,
dan equity sensitivity terhadap persepsi etika penggelapan pajak ( Tax Evasion )
FakultasaEkonomirdan BisnisaUniversitasaPendidikan Nasionalf ( Undiknas ), Bali ,
Indonesia AB. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 26, 1412–1435.

Rindayanti, R., & Budiarto, D. S. (2017). Hubungan antara Love of Money, Machiavellian
dengan Persepsi Etis: Analisis Berdasarkan Perspektif Gender. Akuntabilitas, 10(2).
https://doi.org/10.15408/akt.v10i2.6137

Tofiq, A. T., & Mulyani, D. S. (2018). Analisis Pengaruh Sifat Machiavellianisme, Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Faktor Situasonal, dan Locus Of Control Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis Konsultan Pajak. 1(4), 91–100.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1437014

Wirakusuma, M. G. (2019). Pengalaman Memoderasi Pengaruh Idealisme dan Komitmen


pada Keputusan Etis Konsultan Pajak di Wilayah Provinsi Bali. Jurnal Ilmiah Akuntansi
Dan Bisnis, 14(1), 10–18. https://doi.org/10.24843/jiab.2019.v14.i01.p02

Wisesa, A. (2002). Integritas Moral Dalam Konteks Pengambilan Keputusan Etis. Journal of
Technology Management, 10(1).

20

Anda mungkin juga menyukai