PENDAHULUAN
Konsultan pajak adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kualitas pajaksuatu
perusahaan. Perannya melihat, memeriksa dan menilai seberapa baik laporanpajak yang telah
dibuat oleh perusahaan. Sehingga konsultan pajak dapatmengemukakan ada atau tidaknya
temuan. Jika ditemukan adanya temuan maka perankonsultan pajaklah memberikan masukan
dan saran-saran perbaikan. Hal tersebut perludilakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral
atas kewajibannya untuk mengingatkantentang apa yang baik dalam pelaporan pajak.
Jasa konsultan pajak saat ini semakin banyak berperan dalam memfasilitasi wajib pajak untuk
menaati kewajiban perpajakan bahkan meningkatkan kepatuhan mereka. Gargalas dan
Lehman (2010) serta Leviner dan Richison (2009)(Adriana, Rosidi, & Baridwan,
2014)menyatakan bahwa peraturan pajak yang semakin rumit dan terus diperbarui dari waktu
ke waktu menimbulkan kesulitan bagi wajib pajak untuk mengikuti perkembangan peratuan
pajak dan memenuhi kewajiban pajaknya, hal ini menyebabkan semakin banyak wajib pajak
yang menggunakan jasa konsultan pajak. Wajib pajak memahami bahwa seorang konsultan
pajak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, sehingga memiliki ekspektasi bahwa
dengan menggunakan jasa konsultan maka wajib pajak dapat memenuhi kewajiban pajaknya
dengan jumlah yang seminim mungkin
Saat ini terungkap banyak kasus mengenai pelanggaran etika konsultan pajak,
sehingga menimbulkan keprihatinan terhadap kurangnya penerapan etika pada profesi
tersebut. Shafer dan Simmons (2008) dalam (Adriana dkk, 2014)menyatakan bahwa sebagian
konsultan pajak telah mengabaikan kepentingan masyarakat umum demi komersial dan
kepentingan klien, serta melakukan tindakan-tindakan yang melanggar etika dan
tanggungjawab sosial. Contoh kasus yang menimpa konsultan pajak di Indonesia seperti
dilaporkan dalam situs maya tribunnews.com oleh Harnansa (2011) mengenai konsultan
pajak sebuah perusahaan retail yang menjadi terdakwa atas penyuapan terhadap pegawai
pajak pada kasus keberatan dan banding atas Pajak Penghasilan (PPh) tahun 2004 di
Pengadilan Pajak atas nama wajib pajak perusahaan retail tersebut. Kasus lain yang baru
terjadi di tahun 2012 seperti dilaporkan oleh detiknews.com oleh Maulana (2012) tentang
1
kasus seorang konsultan pajak yang terlibat dalam penyuapan terhadap pegawai Direktorat
Jenderal Pajak. Penyuapan ini dilakukansehubungan dengan restitusi pajak sebuah
perusahaan multinasional yang bergerak di bidang finansial.
Pelanggaran etika konsultan pajak seperti yang diberitakan Berita satu pada tanggal 3
Juli 2012 dimana seorang konsultan pajak terlibat penyuapan dengan pegawai KPP Pancoran
Jakarta dalam kasus restitusi pajak untuk tahun pajak 2005-2006. Restitusi ini diajukan
direktur PT. M melalui konsultan pajaknya berinisial HT.
Ada juga kasus konsultan pajak yang manipulasi laporan SPT tahunan seorang wajib
pajak, dimana dia memasukkan harta hibah sebesar 5M kedalam daftar harta kliennya. Pada
kenyataannya tidak ada transaksi hibah yang terjadi. Maksud dari tindakan ini adalah agar si
wajib pajak kedepannya mudah dalam bertransaksi pembelian harta baru karena tidak perlu
lagi melaporkan penghasilan yang sesungguhnya sebagai sumber pembelian harta baru.
Seperti kita ketahui bahwa harat hibah adalah salah satu penghasilan yang bukan termasuk
objek pajak sehingga tidak ada kewajiban bagi wajib pajak membayar pajak terutang atas
penghasilan tersebut.
2
Beberapa penelitian juga telah dilakukan yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan khususnya pengambilan keputusan etis konsultan pajak diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh (Aestanti dkk, 2016) dengan judul Faktor-Faktor Internal Individual
dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi pada Konsultan Pajak di Kota Surabaya. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa persepsipentingnya etika dan tanggung jawab sosialHasil
Pengujian Hipotesisberpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan etis oleh konsultan
pajak. Namun hasil ini justru bertentangan denganKrismanto (2014), menjelaskan persepsi
pentingnyaetika dan tanggung sosial tidak berpengaruh padapembuatan keputusan etis
konsultan pajak, karenakonsultan pajak hanya berfokus pada legalitas
tanpamempertimbangkan pada esensi sebenarnya yang ada dalam undang-undang dan kode
etik profesinya.Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik mengambil judul
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah sifat love of money berpengaruh signifikan terhadap keputusan etis konsultan
pajak?
2. Apakah sifat machiavellanisme berpengaruh signifikan terhadap keputusan etis konsultan
pajak?
3. Apakah religiusitas berpengaruh signifikan terhadap sifat love of money?
4. Apakah religiusitas berngaruh signifikan terhadap sifat machiavellanisme?
1.3. Tujuan penelitian
1.Mengukur pengaruh sifat love of money terhadap keputusan etis konsultan pajak
2.Mengukur pengaruh sifat machiavellanisme terhadap keputusan etis konsultan pajak
3.Mengukur pengaruh religiusitas terhadap sifat love of money
4. Mengukur pengaruh religiusitas terhadap sifat machiavellanisme
1.4. Manfaat Penelitian
a. Akademisi
3
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan etis konsultan pajak.
b. Terapan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peneliti atau
pihak lain yang terkait yaitu :
1. Hasil penelitian ini sebagai upaya ekplorasi terhadap isu-isu pengambilan keputusan
etis konsultan pajak.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi konsultan pajak untuk menghindari sifat-
sifat negatif yang mempengaruhi keputusan etisnya.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian dan atau
penulisan dengan kepentingan sejenis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Matrealisme
Materialisme adalah suatu sifat yang menganggap penting adanya kepemilikan terhadap suatu
barang dalam hal menunjukkan status dan membuatnya merasa senang (Schiffman dan
Kanuk, 2008: Mowen dalam Sun dan Wu, 2011; Ahuvia dalam Podoshen dan Andrzejewski,
2012) dalam (Syahputra, Yunus, & Mahdani, 2017).Sedangkan menurut Rich dan Dawson
(1992) (Utami, 2011) yang dimaksud dengan materialisme ialah sekumpulan keyakinan
tetang pentingnya kepemilikan di dalam kehidupan seseorang.
Materialisme disebut sebagai sifat kepribadian yang membedakan antara individu yang
menganggap kepemilikan barang sangat penting bagi identitas kehidupan mereka, dan orang-
orang yang menganggap kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder.
Materialisme ialah suatu pemikiran yang berasumsi bahwa perasaan senang dan pengakuan
dalam menunjukkan status dapat diatasi dengan kepemilikan suatu barang.(Unud, 2015)
Sifat materialistis cenderung menyebabkan individu untuk berusaha memperkaya diri dengan
terus menerus menumpuk kekayaan (Richins dan Dawson, 1992) (Sari, n.d.) .Tindakan untuk
mengumpulkan kekayaan atau materi merupakan sumber kebahagiaan dan kesuksesan.
Tindakan untuk memperkaya diri yang dilakukan dengan frekuensi tinggi menyebabkan
individu untuk melakukan kompulsif
Love of Money
Tang (1992) mulai memperkenalkan konsep cinta uang (love of money) pada literatur
psikologis. Konsep tersebut mengukur perasaan subjektif seseorang terhadap uang. Tang et
all (2008) menjelaskan love of money merupakan perilaku seseorang terhadap uang,
pengertian seseorang terhadap uang, keinginan dan aspirasi seseorang terhadap uang. Love of
money juga berarti sebagai level kecintaan seseorang terhadap uang, bagaimana mereka
menggangap uang penting bagi kehidupan mereka. Sikap terhadap uang dipelajari melalui
proses sosialisasi yang didirikan pada masa kanak-kanak dan dipelihara dalam kehidupan
dewasa (Tang et all, 2005) dalam (Farhan dkk, 2019)
5
Pradanti (2014) dalam (Prabowo & Widanaputra, 2018) mengemukakan Love Of Money
adalah orang yang menganggap uang sebagai hal yang sangat penting, mereka akan
melakukan segala macam cara untuk mendapatkan uang, termasuk jalan pintas seperti
berbuat curang. Namun, Love Of Money juga memberikan dampak positif yaitu memberikan
motivasi untuk bekerja lebih giat, sehingga dapat dihormati dalam sebuah komunitas, serta
menjadi tolak ukur keberhasilan yang mereka capai.
Perilaku love of money merupakan pemicu berbagai krisis etika karena: 1) uang merupakan
alat utama untuk memotivasi karyawan; 2) uang merupakan ukuran yang paling mudah untuk
menilai kinerja perusahaan; 3) uang merupakan ukuran kesejahteraan bagi sebagian besar
pegawai (Singhapakdi et al, 2013) dalam(Rindayanti & Budiarto, 2017). Uang merupakan
motivasi sehingga mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang yang memiliki keterbatasan
keuangan akan terobsesi degan uang. Uang
Machiavellianisme
6
menurunnya kepercayaan terhadap profesional akuntan karena mengabaikan pentingnya
integritas dan kejujuran dalam mencapai tujuan, sehingga pada akhirnya akan berdampak
pada kepercayaan masyarakatterhadapprofesionalis akuntan.
Religiusitas
Religiusitas didifinisikan sebagai suatusistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya
hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan manusia dan
mengarahkan manusia pada nilai –nilai suci atau nilai-nilai tertinggi Glock dan Stark (1965)
dalam (Pamungkas, 2014).
Menurut (Dharma, Agusti, & Kurnia, 2016) religiusitas diartikan sebagaiseberapa jauh
pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelak- sanaan ibadah dan kaidah dan
seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, Religiusitas
dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan pengha- yatan
atas agama Islam
Beberapa operasionalisasi dari religiusitas sudah tersedia diantaranya intrinsic dan extrinsic
religiousness). Glock dan Stark merumuskan religiusitas sebagai komitmen religios (yang
berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau
perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut.
Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dapat dikelompokkan dalam
beberapa aspek sebagai berikut:
7
2. Religious belief (the ideological dimension) Sejauh mana seseorang menerima hal-hal
yang dogmatik di dalam ajaran agamanya.Misalnya kepercayaan tentang adanya Tuhan,
Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi.
4. Religious feeling (the experiential dimension) Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan
dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan dan dialami. Misalnya
seseorang merasa dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut berbuat dosa, seseorang
merasa doanya dikabulkan Tuhan
Religiusitas didefinisikan sebagai tingkat keyakinan yang spesifik dalam nilai-nilai agama
dan cita-cita yang diselenggarakan dan dipraktekkan oleh seorang individu. Religiusitas
digambarkan sebagai kepercayaan kepada Tuhan (iman) yang disertai dengan komitmen
untuk mengikuti prinsip-prinsip yang diyakini akan ditetapkan oleh Allah (Mc Daniel &
Burnett, 1990 dalam Fauzan, 2014).
Keyakinan agama yang kuat diharapkan mencegah perilaku ilegal melalui perasaan bersalah
terutama dalam hal perilaku etis (Grasmick 2011). Dalam (Prof, Kampus, Tawar, & Barat,
2018)
Keputusan etis
Definisi keputusan etis menurut Sparks dan Pan (2009)dalam (Arestanti dkk:2016) “ethical
decision is an individual’s selection of the most ethical decision among the different
alternatives.” Individu memiliki beberapa alternatif pilihan dan pemilihan yang paling etis
merupakan keputusan etis. Ferrell dan Gresham (1985) dalam (Arestanti dkk:2016) menyu-
sun sebuah kerangka untuk memahami proses peng-ambilan keputusan etis. Model
mendemonstrasikan bagaimana riset-riset sebelumnya dapat diintegrasikan untuk
mengungkapkan keputusan etis, dimoderasi dengan faktor individu, signifikan dengan setting
organisasi dan kesempatan untuk melakukannya. Kerangka tersebut memberikan simpulan
bahwa apabila seseorang menghadapi sebuah dilema etis, maka perilaku yang muncul
8
dipengaruhi oleh interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu-bungan dengan
individu dan faktor di luar individu. Hunt dan Vitell (1986) dalam (Arestanti dkk:2016)
mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai pengambilan keputusan den-gan
pemahaman mengenai sebuah tindakan benar secara moral atau tidak.
Keputusan etis (ethical decision) adalah sebuah keputusan yang baik secara moralmaupun
legal dapat diterima oleh masyarakat luas. Lebih lanjut Jones (1991) dalam (tofiq dan
Mulyani 2018) dalamNovius dan Sabeni (2008) menyatakan ada 3 unsur utama dalam
pembuatan keputusanetis, yaitu pertama, moral issue, menyatakan seberapa jauh ketika
seseorang melakukantindakan, jika dia secara bebas melakukan itu, maka akan
mengakibatkan kerugian(harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain. Kedua adalah
moral agent, yaituseseorang yang membuat keputusan moral (moral decision). Dan yang
ketiga adalahkeputusan etis (ethical decision) itu sendiri, yaitu sebuah keputusan yang secara
legaldan moral dapat diterima olehmasyarakat luas.
Sedangkan Jones (1991) dalam (Adriana 2018) mendefinisikan pengambilan keputusan etis
sebagai pengambilan keputusan yang konsisten dengan hukum dan norma moral dari
masyarakat. Sedangkan Hunt dan Vitell (1986) sebagaimana dikutip oleh Barnet dan
Valentine (2004) dalam Adriana 2018 mendefinisikan pengambilan keputusan etis sebagai
pengambilan keputusan dengan pemahaman mengenai sebuah tindakan benar secara moral
atau tidak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan etis merupakan
pengambilan keputusan yang tidak melanggar hukum dan norma moral.
Pengambilan keputusan etis melibatkan proses penalaran etis yang di dalamnya
mengolaborasi kesa-daran moral dan kemampuan moral kognitif sese-orang yang pada
akhirnya diwujudkan di dalam proses tindakan sebagai bentuk implementasi kepu-tusan yang
diambil (Wisesa, 2011).dalam (Arestanti dkk:2016) Pengambilan keputusan etis menurut
Rest et al. (1997) dalam (Arestanti dkk:2016) adalah “a psychologically structured process
which causes an individual facing an ethical dilemma to make a morally right or morally
wrong evaluation.” Pem-buatan keputusan etis merupakan sebuah proses psikologis ketika
menghadapi dilema etis dalam membuat penilaian benar atau salah secara moral. Teori
perkembangan moral menjelaskan bagaimana tahapan penalaran moral seseorang.
9
hukuman atau hasilnya (outcome) berada dalam kepentingan diri individu. Misalnya, anak
kecil biasanya berperilaku dengan cara tertentu semata-mata untuk menerima imbalan atau
untuk menghindari hukuman.
Pada tingkat kedua (convensional), seorang indi-vidu bersangkutan dengan
masyarakat, kesejahteraan orang lain, dan persepsi orang lain untuk mora-litasnya. Misalnya,
remaja yang umumnya dianggap dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya yang menunjukkan
tingkat kedua kemampuan penalaran moral. Seorang individu yang telah mencapai tingkat
ketiga (post-conventional), dan akan bertindak atas nama, orang lain dalam masyarakat.
Individu-individu ini percaya bertindak untuk kepentingan publik dan hak-hak individu yang
ada secara independen dari masyarakat. Berdasarkan teori perkembangan moral di atas, dapat
dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan moral seseorang, maka semakin
tinggi tingkat moralitasnya (Jiwo, 2011).
Konsultan Pajak
Definisi konsultan pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
111/PMK.03/2014 tentang konsultan pajak, adalah orang yang memberikan jasa konsultasi
perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Salah satu
kewajiban Konsultan Pajak dalam pasal 23 PMK No. 111/PMK. 03/2014 adalah memberikan
jasa konsultasi kepada wajib pajak dalam melak-sanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpa-jakan. Budileksmana (2000)
dan Achmad (2014) menyatakan konsultan pajak memiliki fungsi tax consulting, tax
settlement, tax mediation, attorney at tax law, dan agent of tax awareness.
Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang disediakan oleh konsultan pajak
menjadi dua jenis: kepatuhan pajak dan perencanaan pajak/penghin-daran pajak. Kepatuhan
pajak mencakup jasa yang melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk dise-rahkan
mewakili wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan, dan berurusan dengan dan
mengatasi setiap pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian yang ada. Ini melibatkan
pelaporan peristiwa ekonomiyang terjadi, dimana konsultan pajak berfungsi untuk
memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-undang pajak. Terkadang undang-
undang pajak mengandung daerah 'abu-abu' atau hukum tidak jelas, disitulah peran konsultan
pajak diperlukan untuk memastikan tidak melanggar hukum pajak yang ada. Perencanaan
pajak/penghindaran (atau pencegahan) terjadi ketika praktisi pajak berupaya untuk mene-
mukan cara-cara untuk mengurangi kewajiban wajib pajak. Mardiasmo sebagaimana dikutip
10
Jefriando (2015) mengatakan, profesi konsultan pajak memiliki tanggung jawab yang besar.
Sebab, konsultan pajak seringkali menjadi teladan bagi para wajib pajak sehingga harus
memberikan masukan yang benar.
Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang disediakan oleh praktisi pajak kedalam dua
jenis, yaitu rekomendasi kepatuhan pajak (tax compliance) dan perencanaan/penghindaran
pajak (tax planning/ avoidance). Masih menurut Hughes dan Moizer (2015), jasa kepatuhan
pajak biasanya melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk pelaporan atas nama wajib
pajak kepada otoritas pajak yang relevan, dan berurusan dengan dan menyelesaikan setiap
pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian. Pada situasi ini pelibatan praktisi pajak bertujuan
untuk memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-undang pajak. Sementara itu,
undang-undang pajak mungkin berisi daerah 'abu-abu' hukum tidak jelas, kadang-kadang
situasi dimana undang-undang yang diterapkan ambigu. Jasa perencanaan/penghindaran
pajak (atau mitigasi) terjadi ketika praktisi pajak mencoba untuk menemukan cara-cara untuk
mengu-rangi kewajiban wajib pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang
konsultan pajak, pasal 3 menyatakan untuk dapat berpraktik sebagai konsultan pajak, seorang
konsultan pajak yang telah memenuhi persyaratan, harus mempunyai izin praktik yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 4 ayat 1
menyatakan izin praktik yang diberikan kepada konsultan pajak terdiri dari: izin praktik
tingkat A; izin praktik tingkat B; dan izin praktik tingkat C. Pasal 4 ayat 2 menyatakan izin
praktik tingkat A diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan pajak
tingkat A. Pasal 4 ayat 3 menyatakan izin praktik tingkat B diberikan kepada konsultan pajak
yang memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat B.Pasal 4 ayat 4 menyatakan izin praktik
tingkat C diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat
C.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang
konsultan pajak, pasal 8 menyatakan: sertifikat konsultan pajak tingkat A, yaitu sertifikat
konsultan pajak yangmenunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang
perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya, kecuali wajib pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai
persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; sertifikat konsultan pajak tingkat
B, yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan
jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan dalam
11
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya, kecuali kepada wajib pajak
penana-man modal asing, bentuk usaha tetap, dan wajib pajak yang berdomisili di negara
yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan sertifikat
konsultan pajak tingkat C, yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan tingkat
keahlian untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan
wajib pajak badan dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pengembangan hipotesis
Love of Money
X1
Keputusan Etis
Machiavellanisme
X2
Religiusitas
Dari berbagai penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa love of
money menganggap uang sangatlah penting melebihi segalanya sehingga orang akan
cenderung melakukan segala cara untuk mendapatkannya termasuk dengan cara-cara yang
curang sekalipun, kecurangan yang dilakukan ini akan berpengaruh terhadap keputusan etis
seorang konsultan pajak. Berdasarkan uraian diatas maka ditetapkan hipotesis pertama pada
penelitian ini yaitu :
12
H1 : Sifat love of money berpengaruh signifikan terhadap pengamnilan keputusan etis
konsultan pajak
Penelitian yang dilakukan oleh Adriana et al., (2014), Arestanti dkk (2016), Kusuma dkk
(2016) membuktikan bahwa sifat Machiavellianberpengaruh negatif terhadap pengambilan
keputusan etis konsultan pajak. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan nilai Machiavellian
pada seorang individu menyebabkan individu tersebut memiliki kemungkinan untuk
mengambil keputusan tidak etis dan sebaliknya. Oleh karena itu hipotesis kedua dirumuskan
sebagai berikut :
Moderasi religiusitas atas sifat love of money terhadap keputusan etis konsultan pajak
Penelitian yang dilakukan oleh massie dan Maria (2017) menyimpulkan bahwa religiusitas
tidak berpengaruh berpengaruh signifikanterhadap keputusan etis konsultan pajak, oleh
karena itu hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut :
H3 : Moderasi religiusitas tidak ada pengaruhnya atas sifat love of money terhadap
keputusan etis konsultan pajak.
13
Moderasi religiusitas atas sifat machiavellanisme terhadap keputusan etis konsultan
pajak
Karena berdasarkan penelitian bahwa religiusitas tidak berpengaruh terhadap keputusan etis
maka hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut :
14
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatorikausal. Menurut Umar (2008)
dalam (Fauzan, 2015) penelitian eksplanatori (explanatory research)adalah penelitian yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antarasatu variabel dengan variabel
lainnya atau bagaimana suatu variablemempengaruhi variabel lainnya. Penulis menggunakan
metode eksplanatori kausaluntuk menjelaskan hubungan pengaruh antar variabel sehingga
mendapatkaninformasi spesifik mengenai dampak love of money, machiavellanisme dan
religiusitas terhadap pengambilan keputusan etis.
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah survey. Data yang dibutuhkan dalampenelitian ini adalah data
primer dalam bentuk persepsi responden (subjek)penelitian. Pengambilan data menggunakan
survey langsung dan instrumen yangdigunakan adalah kuesioner (angket). Menurut Malhotra
(2004) dalam (Fauzan, 2015)kuesioner adalahteknik terstruktur untuk pengumpulan data
yang terdiri dari serangkaian pertanyaan,tertulis atau lisan, untuk menanggapi jawaban.
Kuesioner ini digunakan sebagaiinstrumen penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan
Love of money, Machiavellanisme dan religiusitas terhadap pemgambilan keputusan etis.
Lokasi penelitina yang akan diteliti adalah kota Surabaya alasannya adalah karena kota
Surabaya termasuk kota metropolis terbesar kedua dan disini juga banyak terdapat kawasan
industri sehingga kebutuhan perusahaan akan jasa konsultan pajak juga termasuk tinggi.
Selain itu sebagai kota metropolis dinamika yang terjadi akan sangat kompleks dan ini sedikit
banyak berpengaruh terhadap perilaku dari individu-individu yang menetap di kota ini.
Alasan terakhir adalah karena penulis sendiri juag tinggal di Surabaya sehingga memudahkan
untuk pengumpulan datanya.
Sumber Data
15
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh dari jawaban responden atas kuisioner yang diberikan.
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh
atau dicatat oleh pihak lain. Dalam hal ini data sekunder berupa studi kepustakaan untuk
melengkapi analisis ini.
16
keputusan dengan lebih etis.Demikian sebaliknya.Kemudian skor pada setiap kasus, akan
dijumlahkan dalam total skor variabel keputusan etis.
Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan tipe nonprobability samplingyaitu metode
insidental sampling. Penentuan ukuran konsultan pajak di Surabaya dengan Teknik
purposivesampling. Teknik purposive sampling, juga disebut pertimbangan sampling, dimana
pilihan yangdidapat dari seorang responden karena kualitas yang dimiliki. Teknik purposive
sampling merupakannonrandom sampling yaitu sebuah teknik yang tidak membutuhkan
teori-teori yangmendasari. Sederhananya, peneliti memutuskan atau menetapkan untuk
menentukan respondenyang mempunyai ciri-ciri atau kriteria-kriteria tertentu dalam suatu
populasi, yang telah ditetapkan sebelumnya (Bernard, 2002) dalam (Savitri dan Tambun,
2017). Sampel yang dipilih yaitu konsultan pajak yang bersertifikat dan terdaftar di IKPI
Surabaya.
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variable dependen, variabel
independen, dan variabel moderating.
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang
lain. Penelitian ini menggunakan variabel love of money dan machiavellanisme sebagai
variabel independen.
2. Variabel moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan
langsung antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini religiusitas
digunakan sebagai variabel moderating.
3. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keputusan etis konsultan pajak.
Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas Ghozali, (2013) dalam (Fauziati & Syahri, 2016)mengatakan uji ini dapat
dilihat dari nilai Kaiser Meyer Olkin Measure Of Sampling Adequency (KMO – MSA) dari
variabel jika berada diatas 0,5 hal ini memberikan arti bahwa item-item dari variabel tersebut
valid untuk di uji (Ghozali, 2013). Sebaliknya jika factor loading kurang dari 0,4 berarti item
tersebut tidak valid.
17
b. Uji Reliabilitas
Sekaran (2011) ) dalam (Fauziati & Syahri, 2016) mengatakan bahwa alfa cronbach untuk
pengukuran adalah 0,82.Semakin dekat koefisien keandalan dengan 1,0 semakin baik. Secara
umum, keandalan kurang dari 0,60 dianggap buruk, keandalan dalam kisaran 0,70 bisa
diterima, dan lebih dari 0,80 adalah baik. Dengan demikian, keandalan konsistensi internal
(internal consistensy) pengukuran yang digunakan dalam studi ini dapat dianggap baik.
Uji Normalitas
Untuk mengetahui pola distribusi dari variabel yang digunakan dalam penelitian inimaka
digunakan bantuan uji non parametrik One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Normalnya
sebuah item ditentukan dari nilai asymp sig (2 tailed) yang dihasilkan dalam pengujian yang
harus > alpha 0,05 (Ghozali, 2013).
18
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, P., Rosidi, R., & Baridwan, Z. (2014). Faktor Individu Dan Faktor Situasional :
Determinan Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak. El Muhasaba: Jurnal
Akuntansi, 4(2), 1–24. https://doi.org/10.18860/em.v4i2.2456
Arrazaqu Arestanti, M., Herawati, N., & Rahmawati, E. (2016). Faktor-Faktor Internal
Individual dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi pada Konsultan Pajak di Kota
Surabaya. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 17(2), 104–117.
https://doi.org/10.18196/jai.2016.0048.104-117
Basri, Y. M. (2015). Pengaruh Gender, Religiusitas Dan Sikap Love of Money Pada Persepsi
Etika Penggelapan Pajak Mahasiswa Akuntasi. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 45–
54.
Dharma, L., Agusti, R., & Kurnia, P. (2016). Pengaruh Gender, Pemahaman Perpajakan dan
Religiusitas terhadap Persepsi Penggelapan Pajak. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Riau, 3(1), 1565–1578.
Farhan, M., Helmy, H., & Afriyenti, M. (2019). Pengaruh machiavellian dan love of money
terhadap persepsi etika penggelapan pajak dengan religiusitas sebagai variabel moderasi.
Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(1 Seri D), 470–486.
Fauzan Fauzan. (2015). Pengaruh Religiusitas Dan Ethical Climate Terhadap Ethical
Behavior. Jurnal Ekonomi Modernisasi, 11(3), 187–202.
Fauziati, P., & Syahri, A. (2016). Pengaruh Efektifitas Sistem Perpajakan Dan Pelayanan
Fiskus Terhadap Kemauan Untuk Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak
Sebagai Variabel Intervening. Akuntabilitas, 8(1), 47–60.
https://doi.org/10.15408/akt.v8i1.2761
Handayani, K. R., & Tambun, S. (2016). Pengaruh Penerapan Sistem E-Filing Dan
Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Sosialisasi Sebagai
Variabel Moderating. Journal UTA45JAKARTA, 1(2), 59–73.
Kusuma, T. H., Utami, H. N., & Ruhana, I. (2016). Pengaruh Persepsi Peran Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Preferensi Risiko Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis. Jurnal Perpajakan (JEJAK), 10(1), 1–10.
19
Pamungkas, I. D. (2014). Pengaruh Religiusitas dan Rasionalisasi dalam Mencegah dan
Mendeteksi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 15(2),
48–59.
Prof, J., Kampus, H., Tawar, A., & Barat, S. (2018). EcoGen “ PENGARUH RELIGIUSITAS
DAN GENDER TERHADAP PENILAIAN ETIS ( ETHICAL JUDGEMENT )
MAHASISWA AKUNTANSI MINANGKABAU .” Nadia Nila Henda Resty Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Abstract This study aims to
empirically analyze . 1.
Putu, N., Murtining, S., & Dwiyanti, K. T. (2019). Pengaruh love of money , machiavellian ,
dan equity sensitivity terhadap persepsi etika penggelapan pajak ( Tax Evasion )
FakultasaEkonomirdan BisnisaUniversitasaPendidikan Nasionalf ( Undiknas ), Bali ,
Indonesia AB. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 26, 1412–1435.
Rindayanti, R., & Budiarto, D. S. (2017). Hubungan antara Love of Money, Machiavellian
dengan Persepsi Etis: Analisis Berdasarkan Perspektif Gender. Akuntabilitas, 10(2).
https://doi.org/10.15408/akt.v10i2.6137
Tofiq, A. T., & Mulyani, D. S. (2018). Analisis Pengaruh Sifat Machiavellianisme, Etika dan
Tanggung Jawab Sosial, Faktor Situasonal, dan Locus Of Control Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis Konsultan Pajak. 1(4), 91–100.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1437014
Wisesa, A. (2002). Integritas Moral Dalam Konteks Pengambilan Keputusan Etis. Journal of
Technology Management, 10(1).
20