Anda di halaman 1dari 8

NEGOSIASI : ETIKA DALAM BERNEGOSIASI

MATA KULIAH NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK


DOSEN PENGAMPU : DESSY ISFIANADEWI Dr., M.M.

Disusun oleh :Fida Ghazy 17311219

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN
Etika secara luas adalah untuk menentukan apa yang benar dana pa yang salah
dalam situasi tertentu atau proses untuk menetapkan standar-standar tersebut.
Pembahasan etika merupakan subjek yang enting. Mempelajari etika mendorong
para negosiator untuk melihat proses pengambilan keputusan mereka, kemudian
mempertajam pertanyaan yang akan mereka ajukan membantu para negosiator
dalam emnciptakan peluang untuk penelitian pada kompleksitas etika.
II. PEMBAHASAN
1. Apakah Yang Kami Maksud Dengan “Etika” Dan Mengapa Etika Penting Dalam
Negosiasi?

1.1 Penerapan Etika Logis Dalam Negosiasi


Setiap pendekatan dapat digunakan untuk menganalisis situasi hipotekal.
1. Jika anda percaya end-result maka anda akan melakukan apapn yang anda
perlukan untuk mendapatkan hasil terbaik
2. Jika anda percaya pada duty ethics, anda mungkin memiliki kewajiban untuk tidak
berhubungan dengan kelicikan, dan menolak menggunakan taktik yang kotor.
3. Jika anda percaya pada social contract ethics, anda akan mendasri pilihan perilaku
anda pada pandangan mengenai norma yang sesuai di masyarakat, jika yang lain
akan berbohong, maka anda juga akan melakukanya.
4. Jika anda percaya pada personalistic ethics, anda akan mengikuti kata hati anda
dan memutuskan apakah anda akan memenuhi kebutuhan uang tunai untuk
perjalanan anda dalam membenarkan sika panda dari menggunakan taktik yang
tidak jujur.
1.2 Etika Versus Kebijaksanaan Versus Kepraktisan Versus Legalitas
Lax dan Sebenius (1086) menyatakan bahwa beberapa orang ingin berlaku etis
karena alasan intrinsic (terasa lebih baik karena bersikap sesuai dengan etika
memungkingkan mereka melihat diri mereka sendiri sebagai individu bermoral atau
karena prinsip perilaku tertentu dilihat sebagai moral absolut. Pihak lain mungkin
melihat perilaku etika dalam istilah yang lebih instrumental) etika yang baik membuat
bisnis yang baik.
2. Empat Pendekatan Rasionalisasi Etika

2.1 End Result Ethics


Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh pertimbangan konsekuensi. Prinsip
pusatnya yaitu:
1. Satu pihak harus mempertimbangkan semua konsekuensi yg muncul
2. Tindakan akan tampak benar bila tindakan tersebut membawa kebahagiaan, dan
tampak salah bila membawa kesedihan.
3. Kebahagiaan didefinisikan sebagai bukti dari kesenangan dan hilangnya
kesusahan.
4. Promosi atas kebahagiaan merupakan tujuan utama
5. Kebahagiaan kolektif atas semua perhatian merupakan tujuan.
2.2 Duty Ethics
Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh pertimbangan obligasi untuk
menentukan prinsip dan standar secara umum. Prinsip pusatnya yaitu:
1. Hubungan manusia harus dibina dengan prinsip moral utama, atau "keharusan"
2. Individu harus bertahan pada prinsip mereka dan kembali mempertahankan
diri mereka dengan aturan.
3. Kepantasan yang tidak terbatas merupakan adanya sebuah kebaikan (tindakan
dalam prinsip) daripada sekedar kesenangan.
4. Kita tidak boleh mengubah hukum moral agar sesuai dengan tindakan kita,
namun mengubah tindakan kita agar sesuai dengan hukum moral.
2.3 Social Contract Ethics
Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh aturan dan norma dalam
masyarakat. Prinsip pusatnya yaittu:
1. Orang-orang harus berfungsi dalam kehidupan sosial, konteks masyarakat
untuk bertahan.
2. Masyarakat menjadi "tubuh moral" untuk mengukur aturan awal.
3. Tugas dan obligasi mengikat masyarakat dan individu satu sama lain.
4. Apa yang terjadi bagi kebaikan umum menentukan standar tetap.
5. Hukum bersifat penting, namun moralitas menentukan hukum dan standar
untuk yang benar atau salah
2.4 Personalitic Etika
Kebenaran sebuah tindakan ditentukan oleh konsesi seseorang. personal ethics
bisa didefinisikan kebenaran suatu tindakan didasarkan pada suara hati dan standar
moral seseorang. Prinsip pusatnya yaittu:
1. Posisi kebenaran ditemukan dalam eksistensi manusia.
2. Kemampuan dalam diri seseorang yang membuat mereka dapat menunjukkan
rasa kemanusiaan dan untuk memutuskan yang benar atau salah.
3. Aturan keputusan personal merupakan standar tak terbatas.
4. Mengejar tujuan prestise dengan kesan tak menunjukkan tindakan tersebut yang
membawa ke arah akhir yang tersembunyi.
5. Tidak ada formula absolut untuk kehidupan.
6. Salah satu pihak harus mengikuti kelompok lain, namun juga bertahan pada
apa yang individu percaya.

3. Pertanyaan Perilaku Etika Apa Yang Muncul Dalam Negosiasi?

3.1 Taktik Etika Ambigu : Semua (Kebanyakan) Tentang Kebenaran


Penggunaan frasa etika ambigu menggambarkan kehati-hatian dalam pemilihan
kata. Untuk itu menarik untuk dibahas taktik-taktik yang dapat atau tidak layak,
bergantung pada rasionalisasi dan keadaan etika seseorang. Kebanyakan isu etika
dalam bernegosiasi berhubungan dengan standar dalam memberitahukan kebenaran,
seberapa jujur, tersembunyi, atau terbuka seorang negosiator seharusnya. Para
individu harus menentukan (menurut satu teori atau lebih yang disajikan sebelumnya)
ketika mereka harus memberitahukan kebenaran (seluruh kebenaran dan tidak ada
sedikit pun kebohongan) seperti berlawanan dengan sebagian perilaku yang
menyatakan harus berbohong. Fokus perhatian dibagian ini lebih kepada apa yang
negosiator katakan/komunikasikan, atau apa yang mereka katakan akan lakukan dan
bukan pada apa yang sebenarnya akan mereka lakukan (walaupun seorang negosiator
mungkin akan bertindak tidak etis).
3.2 Mengidentifikasi Penggunaan Taktik Dan Perilaku Yang Ambihu Secara
Etika
1. Apakah taktik yang ambigu secara etika?
Yaitu kategori taktik negosiasi yang etis secara marginal yang merupakan
teknik yang ambigu secara etika seperti penggunaan taktik manipulasi emosi (contoh
: pura-pura marah, takut, kecewa ; pura-pura bahagia, puas) dan penggunaan taktik
penawaran kompetitif tradisional (contoh : tidak memberitahukan kemudahan anda;
membuat penawaran pembukaan yang berlebihan). Empat kategori lainnya seperti
penafsiran yang salah (contoh : mendistrosi informasi atau kejadian dalam negosiasi
ketika menjelaskannya pada orang lain), penafsiran terhadap jaringan kompetitor
(contoh : merusak reputasi kompetitor anda dengan rekanan nya, pengumpulanyang
keliru (contoh : penyuapan, infiltrasi, memata-matai dan lain-lain) dan
menindaklanjuti atau dikatakan menggertak (contoh : janji yang tidak tulus atau
ancaman) biasanya dianggap sebagai taktik yang tidak boleh digunakan dan tidak etis
dalam bernegosiasi.
2. Apakah toleransi taktik yang ambigu secara etika menunjukkan penggunaan actual
taktik tersebut?
Volkema (2001) memilih lima taktik spesifik dari kelompok besar taktik tidak
etis yang dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Taktik-taktiknya adalah
penawaran lebih awal, pura-pura tidak memerlukanya, menyembunyikan bottom line,
menyajikan informasi nyata yang keliru, dan membuat janji yang bohong.
3. Apakah boleh menggunakan taktik yang ambigu secara etika
Beberapa catatan penting dalam kesimpulan ini, yaitu Pertama, pernyataan
didasarkan pada penilaian sekelompok besar orang. Kedua observasi-observasi ini
didasarkan khususnya pada apa yang akan orang-orang katakan akan lakukan. Ketiga,
dengan terlibat dalam penelitian taktik-taktik yang ambigu secara etika dan
melaporkan hasilnya. Keempat ini adalah pandangan orang barat, dimana para
individu menentukan apa yang diterima secara etika.
A. Tipu Daya Dengan Kelalaian Versus Tipu Daya Oleh Komisi
Schweitzer dan Croson (1998) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi
kecenderungan para negosiator untuk berbohong mengenai fakta material. Termuan
ini menunjukkan pandangan penting terhadap sifat manusiawi : banyak orang rea
membiarkan orang lain terus bekerja dibawah premis yang salah, namun akan
menghentikan mereka membuat pernyataan yang bohong.
B. Keputusan Untuk Menggunakan Taktik Yang Ambigu Secara Etika : Model
Setiap individu mengidentifikasi kemungkinan taktik pemengaruh yang dapat
bersifat efektif pada situasi tertentu, beberapa diantaranya bersifat menipu, tidak
pantas, atau tidak etis. Ketika taktik tersebut digunakan, negosiator akan menilai
akibat berdasarkan tiga standar, yaitu : Apakah taktik tersebut berhasil, bagaimana
perasaan negosiator tersebut setelah menggunakannya, dan bagaimana negosiator
tersebut akan dilihat atau dinilai oleh pihak lain atau pihak netral.

4. Mengapa Menggunakan Taktik Yang Menipu? Motif Dan Akibat

4.1 Motif Kekuatan


Tujuan penggunaan taktik negosiasi ambigu secara etika adalah untuk
meningkatkan kekuatan negosiator dalam posisi tawar-menawar. Dan informasi lah
merupakan sumber kekuatan utama dalam negosiasi
4.2 Motif Lain Untuk Bersikap Tidak Etis
Motivasi negosiator dengan jelas dapat mempengaruhi kecenderungan mereka
untuk menggunakan taktik menipu. Negosiator kompetitif yang mencari keuntungan
maksimal terlepas dari akibat yang diberikan pada pihak lainnya cenderung
menggunakan penyajian yang keliru sebagai strategi. Perbedaan budaya juga mungkin
menggambarkan pengaruh motivasi dimana mereka akan bersikap menggunakan
taktik-taktik melakukan negosiasi yang tidak etis
4.3 Akibat Dari Perilaku Tidak Etis
Seorang negosiator yang menggunakan taktik yang etis akan mendapatkan
beberapa akibat yang mungkin positif dna negatif, berdasarkan tiga aspek situasi ini:
(1) Apakah taktik tersebut efektif ; (2) Bagaimana orang lain, konsitueannya, dan para
audiens mengevaluasi taktik tersebut ; dan (3) Bagaimana negosiator mengevaluasi
taktik yang ia pakai.
4.4 Penjelasan Dan Justifikasi
Ketika negosiator telah menggunakan teknik yang ambigun secara etika yang
mungkin mendapatkan reaksi yang sudah dijelaskan sebelumnya, negosiator harus
menyiapkan pembelaan penggunaan taktik tersebut pada dirinya sendiri. Terdapat
peningkatan riset terhadap mereka yang menggunakan taktik tidak beretika dan
penjelasan serta justifikasi yang mereka gunakan untuk membenarkannya .

5. Faktor – factor Apa yang Membentuk Kecenderungan Sikap Negosiator


untuk Menggunakan Taktik yang Tidak Etis ?

5.1 Faktor Demografis


Sejumlah penelitian berorientasi survei tentang prilaku etis telah mencoba untuk
menghubungkan perbedaan-perbedaan perilaku etis pada latar belakang orang-orang
orientasi religi, usia, jenis kelamin, kewarganegaraan dan pendidikan yang berbeda
5.2 Perbedaan Kepribadian
Para peneliti telah mencari identifikasi dimensi kepribadian yang akan
memprediksi secara benar kecenderungan seseorang untuk bertindak tidak etis.
Temuan terpilih digambarkan yaitu daya saing versus kerjasama, Machiavellanisme,
dan lokus kendali.
5.3 Perkembangan Moral Dan Nilai Pribadi
Banyak peneliti telah mengeksplorasi hubungan level perkembangan moral
individu terhadap pengambilan keputusan etis. Enam tahapan perkembangan moral
dikelompokkan kedalam tiga tingkat, yaitu (1) Tingkat pre-konvesional (tahap 1 dan
2) dimana individu lebih fokus pada hasil konkret yang sesuai dengan keperluan
individu, khususnya hadiah dan hukuman eksternal, (2) tingkat konvesional (tahap 3
dan 4) dimana individu menentukan apa yang benar berdasarkan keadaan sosial dan
lingkungan teman-teman atau apa yang secara umum diinginkan, dan (3) tahapan
prinsipiil (tahap 5 dan 6) dimana individu menentukan apa yang benar berdasarkan
batasan nilai atau prinsip universal.
5.4 Pengaruh Konteks Pada Perilaku Yang Tidak Etis
Faktor terakhir yang seharusnya memengaruhi keinginan seorang negosiator
untuk bertindak secara tidak etis adalah faktor pengaruh konteks. Unsur-unsur dari
suatu konteks tersebut yaitu : pengalaman masa lalu sang negosiator dengan taktik-
taktik nya yang tidak etis, peranan insentif dalam suatu situasi, sifat dasar pihak lain,
hubungan antara negosiator dan pihak lain, kekuatan relatif antara negosiator, cara
berkomunikasi apakah seorang negosiator bertindak sebagai pelaku atau agen, dan
norma kelompok dan organisasi serta tekanan yang menentukan proses negosiasi.

6. Bagaimana Negosiator Berhubungan dengan Pihak Lain yang Melakukan


Penipuan ?
6.1 Tanyakan pertanyaan yang menyelidik

1. Fase pertanyaan dengan cara berbeda


2. Paksa pihak lainnya untuk berbohong atau mundur
3. Uji pihak lain
4. “panggil” Taktik
5. Abaikan Taktik
6. Diskusikan apa yang anda lihat dan Tawarkan bantuan supaya pihak lain
berperilaku lebih jujur

III. KESIMPULAN
Proses negosiasi sering menimbulkan masalah etika dan kritis , disini telah di
bahas factor – factor negosiator yang menipu dan tidak etis, terdapat studi taktik
etis dari kerangka pengambilan keputusan , menguji keetisan dari pilihan yang di
buat negosiator. Ada empat pendekatan fundamental untuk alasan etis dan
memperlihatkan bagaimana setiap pendekatan di pakai dalam membuat keputusan
yang sesuai dengan etika bernegosiasi. Negosiator sering kali mengabaikan fakta
bahwa jika mereka menggunakan taktik dan cara yang tidak etis , hal ini bisa
membawa mereka kea rah reputasi yang tercoreng dan keefektifan yang berkurang.

Anda mungkin juga menyukai