Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN MANAJEMEN PEMASARAN

STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN

Kelompok 3:

Adi Prasetyo Nugroho / F1218001

Andi Diana Nur Laela / F1218004

Bayu Dwi Prasetyo / F1218013

Dhianyt Estinna Noersito / F1218017

Irma Santika Arbarim / F1218026

Maurilla Elita Rukmi / F1218031

S1 Manajemen Transfer 2018

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret

2019
A. Pendahuluan

Kepuasan pelanggan merupakan elemen pokok dalam pemikiran dan praktik


pemasaran modern. Persaingan dapat dimenangkan apabila perusahaan mampu
menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Kuncinya terletak pada kemampuan
memahami perilaku konsumen sasaran secara komprehensif, kemudian memanfaatkan
pemahaman itu dalam merancang, mengkomunikasikan, dan menyampaikan program
pemasaran secara lebih efektif dibandingkan para pesaing. Tantangannya adalah bahwa
perilaku konsumen itu dinamis dan dipengaruhi beraneka faktor, baik internal maupun
eksternal. Kendati demikian, apabila tujuan pemasar, kompetensi dan kapasitas,
sertapilihan produk yang ditawarkan dapat selaras dengan tujuan, prioritas pembelian dan
preferensi konsumen maka transaksi, relasi dan kepuasan dapat terwujud.

B. Perilaku Konsumen Selayang Pandang

Pikiran dan tindakan manusia merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan


konsumen dalam rangka mencari solusi atas kebutuhan dan keinginannya. Rangkaian
aktivitas tersebut meliputi berbagai proses psikologis, seperti pikiran, perasaan dan
perilaku.

Bidang Studi atau accumalated body of knowledge, Sebagai bidang studi yang
dialami konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya, serta proses
menggunakan dan mentransformasi barang, jasa, atau gagasan menjadi nilai (value).
Lima aspek spesifik yang tercermin dalam lingkup tersebut:

1. Perilaku konsumen berkenaan dengan pemahaman atas sejumlah keputusan, yakni


menyangkut whether, what, why, when, where, how, how much, how often, dan how
long :
a. Whether to buy ialah sewaktu konsumen mendapat tambahan uang, misalnya :
ia akan memustukan apakah akan membelajankan uang tersebut atau
menabungnya
b. What to buy ialah apa yang dibeli bisa berupa perbandingan antara kategori
produk maupun merek.
c. Why (reason to buy) ialah alasan konsumen membeli produk spesifik bisa
beraneka ragam, seperti pemenuhan kebutuhan, nilai, atau tujuan pribadi.
d. How to buy, use or dispose products, ialah cara konsumen mendapatkan produk
dapat diklasifikasikan kedalam delapan kategori: buying (membeli), trading
(menukar tambah produk lama dengan produk baru), renting atau leasing
(menyewa), bartering (menukar barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya
tanpa melibatkan uang), gifting (menerima).
e. When to buy, ialah timing perilaku konsumen tergantung pada sejumlah faktor,
seperti persepsi tehadap waktu dan sikap atas waktu.
f. Where to buy, ialah konsumen memiliki banyak pilihan untuk tempat berbelanja
g. How much, how often, how long to buy, ialah keputusan yang tegantung pada
masing – masing individu dan antar budaya.
2. Perilaku konsumen tidak hanya terbatas pada pembelian. Namun, cakupan perilaku
konsumen meliputi tiga aspek utama : acquiring behavior, using behavior, serta
disposing behavior.
3. Perilaku konsumen meliputi beraneka bentuk produk, seperti barang fisik, jasa,
aktivitas, pengalaman, orang, dan gagasan (organisasi sosial, seperti : Palang
Merah Indonesia), informasi, (website, penerbit majalah dan buku, sekolah dan
universitas, serta perusahaan riset), produk digital (perangkat lunak, musik, dan
film), tempat (kota, negara dan kawasan wisata), organisasi (fans club, partai
politik, organisasi relawan/wati), dan property real atau financial (real estate,
saham, dan obligasi).
4. Perilaku konsumen dapat melibatkan banyak orang dengan berbagai peran yang
berbeda : initiator (orang yang pertama menyarankan / memikirkan gagasan untuk
membeli produk atau jasa tertentu), influencer (orang yang pandangan atau
sarannya berpengaruh pada keputusan final pembelian), decider (orang yang
menentukan apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau
dimana dibeli), buyer (orang yang melakukan pembelian aktual), user (orang yang
mengonsumsi atau menggunakan produk atau jasa).
5. Perilaku konsumen merupakan proses dinamis. Tahapan acquisition, konsumsi,
dan disposition dapat berlangsung sepanjang waktu, baik itu dalam satuan jam, hari,
minggu, bulan, maupun tahun.

Cara konsumen menghentikan pemakaian produk bisa bermacam – macam, diantaranya:

1. Mencari penggunaan baru sehingga tidak perlu dibuang,


2. Menyingkirkan produk untuk sementara waktu
3. Menyingkirkan produk secara permanen seperti membuang atau
menyumbangkannya pada orang lain.
4. Menyimpannya

Ada 4 tipe makna konsumsi yang dialami konsumen:

1. Self concept attachment


produk yang membantu pembentukan identitas diri konsumen contoh: mobil,
perhiasan, smartphone, laptop, dan produk – produk lainnya yang bermerek
eksklusif.
2. Nostalgic attachment
produk yang bisa menghubungkan konsumen dengan kenangan masa lalunya,
contoh: reuni SMA, temu alumni, dan lain – lainnya.
3. Interpendence
produk menjadi bagian dari rutinitas sehari – hari pelanggan, contoh: pembelian
peralatan rumah tangga (sabun mandi, pasta gigi, dan lainnya).
4. Love
produk membangkitkan ikatan emosional tertentu, seperti kehangatan, kegairahan,
dan emosi lainnya.
C. Proses Keputusan Pembelian :

Proses kebutuhan pembelian dapat dikategorikan secara garis besar kedalam 3 tahap
Perilaku Konsumen Berketerlibatan Tinggi Perilaku Konsumen Berketerlibatan Rendah

 Konsumen adalah pemroses informasi  Konsumen mempelajari informasi secara


acak
 Konsumen adalah pencari informasi
 Konsumen adalah pengumpul informasi
 Konsumen merupakan audiens aktif bagi
periklanan  Konsumen merupakan audiens pasif bagi
periklanan
 Konsumen mengevaluasi merek sebelum
membeli  Konsumen membeli produk atau jasa
terlebih dahulu. Kalaupun mereka
 Konsumen berusaha memaksimalkan
mengevaluasi merek, itu dilakukan setelah
kepuasan yang diharapkan. Mereka
pembelian
membandingkan merek untuk menilai
mana yang memberikan manfaat terbesar  Konsumen mengupayakan tingkat
bagi pemenuhan kebutuhan mereka dan kepuasan yang bisa diterima (acceptable).
melakukan pembelian atas dasar Mereka membeli merek yang diyakini
perbandingan multiatribut terhadap paling kecil kemungkinannya
berbagai alternatif merek. menimbulkan masalah. Pembelian
dilakukan atas dasar sedikit atribut.
 Karakteristik kepribadian dan gaya hidup
Familiaritas merupakan kunci utama.
berkaitan dengan perilaku konsumen
karena produk atau jasa terkait erat  Karakteristik kepribadian dan gaya hidup
dengan identitas diri dan keyakinan tidak berkaitan dengan perilaku konsumen
konsumen. karena produk atau jasa tidak terkait
dengan identitas diri dan keyakinan
 Kelompok refrensi mempengaruhi
konsumen.
perilaku konsumen karena produk atau
jasa bersangkutan penting bagi norma  Kelompok refrensi tidak banyak
dan nilai kelompok. berpengaruh terhadap perilaku konsumen
karena produk atau jasa bersangkutan tidak
rerlalu terkait dengan norma dan nilai
kelompok.

Konsumen melakukan pembelian berketerlibatan tinggi yaitu situasi pembelian


yang secara psikologis penting bagi konsumen karena menyangkut kebutuhan social,
serta memiliki persepsi risiko yang besar (resiko social, risiko psikologis dan risiko
finansial). Sedangkan Konsumen melakukan pembelian berketerlibatan rendah yaitu
proses pencarian informasi dan evaluasi alternative yang minimum tak jarang bahkan
keputusan pembelian dilakukan secara tidak terencana.
Proses keputusan pembelian oleh konsumen akhir dibagi menjadi 3 kelompok :

a. Extended decision making ialah jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap,
bermula dari identifikasi masalah atau kebutuhan konsumen yang dapat dipecahkan
melalui pembelian produk tertentu.
b. Limited decision making ialah konsumen mengidentifikasikan masalah atau
kebutuhannya, kemudian mengevaluasi beberapa alternative produk atau merek
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha mencari informasi baru
tentang produk atau merek tersebut.
c. Nominal decision making ialah proses paling sederhana, yaitu konsumen
mengidentifikasikan masalahnyam kemudian langsung mengambil keputusan
untuk membeli merek favorit atau kegemarannya.

1. Identifikasi kebutuhan

Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran,


tindakan atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan
pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa berupa :

a. Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi
konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan.
b. Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah
dan biological cues lainnya.
c. Social cues adalah stimulus yang didapatkan dari kelompok refrensi yang
dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang.
2. Pencarian Informasi

Sebelum memutuskan tipe produk, merk spesifik, dan pemasok yang akan
dipilih, konsumen biasanya mengumpulkan beberapa informasi mengenai
alternatif-alternatif yang ada. Akan tetapi, dalam semua proses pembuatan
keputusan konsumen, jarang sekali dijumpai ada konsumen yang
mempertimbangkan semua alternative produk atau merk yang ada di pasar.
Sebaliknya, pelanggan biasanya mempertimbangkan hanya sebagian merk, produk
atau pemasok yang diorganisasikan ke dalam :

 Awareness set, terdiri atas merk-merk atau pemasok-pemasok yang diketahui


pelanggan.
 Evoked set, terdiri atas merk atau pemasok dalam sebuah kategori produk atau
jasa yang diingat pelanggan sewaktu membuat keputusan pembelian.
 Consideration set, terdiri atas merk atau pemasok di dalam evoked set yang akan
dipertimbangkan pelanggan untuk dibeli setelah merk atau pemasok yang
dianggap tidak memenuhi kebutuhan dieliminasi.

Dalam hal attribute searchability, jasa berbeda secara signifikan dengan


barang fisik. Berbeda dengan barang yang memiliki banyak elemen search
properties, jasa cenderung didominasi oleh experience properties dan/atau credence
services. Search properties adalah fitur-fitur yang memungkinkan pelanggan untuk
mengevaluasi produk sebelum pembelian dilakukan.

Experience properties merupakan atribut-atribut yang hanya bisa dievaluasi


selama pembelian dan konsumsi (tetapi tidak sebelum pembelian). Betapapun
atraktif informasinya sebuah brosur misalnya di gunung fuji, para pelancong akan
sulit mengevaluasi (dan merasakan) keindahan obyek wisata tersebut sebelum
mereka benar-benar mengunjungi langsung tempat-tempat itu.

Credence properties adalah karakteristik-karateristik yang sulit atau bahkan


tidak mungkin dievaluasi konsumen secara meyakinkan, bahkan sekalipun setelah
dibeli konsumen dan dikonsumsi.

Pencarian informasi bisa dilakukan secara pasif maupun proaktif. Dalam


pencarian internal (pasif), konsumen mengakses dan mengandalkan memorinya
berkenaan dengan informasi-informasi relevan menyangkut produk atau jasa yang
sedang dipertimbangkan untuk dibeli. Sedangkan dalam pencarian eksternal
(proaktif), konsumen mengumpulkan informasi-informasi baru melalui sumber-
sumber lain selain pengalamannya sendiri, misalnya bertanya kepada teman,
membaca koran atau majalah, mem-browsing portal dan situs-situs perusahaan di
internet, melakukan window shopping, dan seterusnya.

Sumber informasi yang digunakan bisa diklasifikasikan berdasarkan


berdasarkan beberapa kriteria. Berdasarkan karakteristik personal versus
impersonal dan independensinya, sumber informasi bisa dikelompokkan menjadi :

1. Impersonal advocate sources, meliputi iklan media cetak dan media elektronik.
2. Impersonal independent sources, terdiri atas informasi-informasi yang
didapatkan dari artikel-artikel popular dan broadcast programming.
3. Personal advocate sources, yaitu informasi yang diterima dari wiraniaga.
4. Personal independent sources, berupa informasi yang didapatkan dari teman dan
saudara.

Ditilik dari pihak yang mengendalikannya, sumber informasi bisa


diklasifisikan menjadi :

1. Consumer dominated sources, merupakan saluran informasi interpersonal yang


didominasi pelanggan dan berada di luar kendali pemasar, contohnya
komunikasi gethok tular.
2. Marketer dominated sources, yaitu sumber informasi yang bisa dikendalikan
pemasar, contohnya kemasan, iklan dan promosi.
3. Neutral sources, yaitu sumber informasi yang berada di luar kendali pemasar
dan konsumen, contohnya publisitas dan warta konsumen.
Sheth dan Mittal mengelompokkan sumber informasi ke dalam dua jenis,
yakni sumber pemasar (marketer sources) dan sumber non pemasar (non marketer
sources). Sumber pemasar meliputi iklan, wiraniaga, brodur produk/jasa, store
displays, dan website perusahaan. sumber non pemasar terdiri atas sumber personal
(seperti teman, rekan kerja, saudara, dan pengalaman masa lalu) dan sumber
independen (seperti informasi publik di media massa dan pakar produk atau jasa).

Sejumlah riset berhasil mengidentifikasi faktor-faktor utama yang


mempengaruhi pencarian informasi oleh konsumen, di antaranya :

1. Karakter pasar, pada umumnya karakteristik pasar berhubungan positif dengan


aktivitas pencarian informasi oleh konsumen.
2. Karakteristik produk, di antaranya harga dan diferensiasi. Factor ini juga
berhubungan positif dengan pencarian informasi oleh pelanggan.
3. Karakteristik pelanggan, status sosial dan persepsi terhadap risiko berhubungan
positif dengan pencarian informasi, sedangkan pembelajaran dan pengalaman
pelanggan berhubungan negative.
4. Karakteristik situasi, terdiri atas ketersediaan waktu, pembelian untuk diri
sendiri, suasana yang menyenangkan, dan energi fisik/mental.

Lebih lanjut Mullins, Walker dan Boyd mengemukakan bahwa factor-faktor


yang berpotensi meningkatkan aktivitas pencarian informasi pra-pembelian antara
lain :

1. Factor Produk
2. Factor Situasional (pengalaman, penerimaan sosial, pertimbangan berkenaan
dengan nilai produk)
3. Faktor Personal (karakteristik demografis konsumen, kepribadian)
Dalam pembelian barang, konsumen menggunakan sumber informasi
personal dan sumber non personal, karena keduanya bisa mengkomunikasikan
search qualities secara efektif. Sebaliknya, dalam pembelian jasa, konsumen
biasanya lebih mengandalkan sumber personal karena beberapa factor. Pertama,
media massa bisa bisa mengkomunikasikan informasi tentang search quality namun
tidak terlalu efektif dalam menyampaikan experience quality. Dengan cara bertanya
pada teman tentang sebuah jasa, pelanggan bisa mendapatkan informasi memadai
tentang experience quality. Kedua, sumber non-personal kemungkinan tidak
tersedia karena :

a. Banyak penyedia jasa adalah perusahaan local yang tidak berpengalaman dalam
beriklan atau tidak memiliki dana untuk itu.
b. Cooperative advertising (periklanan yang didanai bersama oleh pengecer dan
pemanufaktur) jarang digunakan karena kebanyakan penyedia jasa local adalah
produsen sekaligus pengecer jasa.
c. Asosiasi professional melarang periklanan selama bertahun-tahun sehingga baik
kalangan professional maupun klien cenderung menolak iklan meskipun kini
iklan diijinkan pada beberapa tipe profesi tertentu.

Ketiga, karena pelanggan hanya bisa menelaah sedikit atribut sebelum


pembelian jasa, mereka cenderung mempersepsikan risiko yang lebih besar dalam
memilih alternative yang tidak begitu dikenal.

Dibandingkan dengan situasi pembelian barang, konsumen jasa cenderung


mempersepsikan tingkat risiko yang lebih besar. Persepsi terhadap risiko
didasarkan pada penelitian konsumen terhadap kemungkinan terjadinya hasil-hasil
negative (ketidakpastian) dan tingkat kepentingan hasil-hasil tersebut bagi
konsumen individual. Dengan demikian, konsep persepsi terhadap risiko yang
dikemukakan pertama kali pada dekade 1960-an ini mengandung dua dimensi
utama :

1. Konsekuensi, yakni tingkat kepentingan dan/atau bahaya dari hasil yang


didapatkan dari setiap keputusan konsumen.
2. Ketidakpastian, yaitu kemungkinan subyektif terjadinya hasil-hasil tertentu.
Secara garis besar, terdapat 8 kategori risiko utama : risiko finansial, risiko
fungsional, risiko fisik. Risiko psikologis risiko sensoris, risiko sosial, risiko
temporal, dan risiko keusangan. Beberapa factor bisa berkontribusi pada
meningkatnya risiko dan ketidakpastian, di antaranya :

a. Apabila produk yang dibeli sangat intangible (tipe pure service), di mana
pelanggan potensial tidak memiliki banyak elemen fisik yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi kualitas sebelum pembelian.
b. Apabila produk yang dibeli relative baru.
c. Apabila produk yang dibeli kompleks, contohnya jasa medis, dst.
d. Apabila pelanggan relative tidak berpengalaman, sehingga kurang memiliki
kepercayaan diri dan pengetahuan memulai guna mengevaluasi penyedia
jasa/produk.
e. Apabila merk produk yang dibeli lebih ter-customized dan tidak terstandarisasi.
f. Apabila pembelian produk bersangkutan relative penting bagi konsumen.

Dalam rangka menekan persepsi terhadap risiko, pelanggan potensial


biasanya menempuh salah satu atau kombinasi dari beberapa strategis pencarian
(search strategy) tertentu. Strategi pencarian informasi adalah pola pengumpulan
informasi yang digunakan pelanggan untuk memecahkan masalah keputusan
pembeliannya.. Secara garis besar, strategi pencarian informasi meliputi :

a. Mencari lebih banyak informasi, khusunya dari sumber personal terpercaya


(seperti teman, rekan kerja, dan saudara).
b. Mengandalkan reputasi produsen atau penyedia jasa.
c. Mencara garansi dan jaminan.
d. Bertanya pada karyawan perusahaan mengenai produk-produk sebelum
pembelian
e. Menelusuri berbagai situs jejaring sosial dan mesin pencari (search engine)
untuk mencari informasi.
f. Setia pada produk atau penyedia jasa saat ini karena lebih familiar dengan
kinerjanya.
g. Mencari tangible cues atau bukti fisik lainnya sebagai sarana untuk menilai
kualitas jasa dan menekan persepsi terhadap risiko jasa.

3. Evaluasi Alternatif

Setelah mencari informasi akan dihadapkan kepada sejumlah merk yang


dapat dipilih. Pemilihan alternarnatif ini melalui suatu proses evaluasi sejumlah
konsep tertentu akan membantu memahami proses ini, yaitu :

a. Konsumen akan mempertimbangkan berbagai sifat produk.


b. Pemasar jangan memasukkan ciri-ciri yang menonjol dari suatu produk sebagai
sesuatu yang paling penting. Pemasar harus lebih mempertimbangkan kegunaan
ciri-ciri tersebut.
c. Konsumen biasanya membangun seperangkat keprcayaan merk sesuai dengan
ciri-cirinya.
d. Konsumen diamsusikan memiliki sejumlah fungsi kegunaan atas setiap ciri.
Fungsi kegunaan menggambarkan bagaimana konsumen mengharapkan
kepuasan dari suatu produk yang bervariasi pada tingkat yang berbeda untuk
masing-masing ciri.
e. Terbentuknya sikap konsumen terhadap beberapa pilihan merk melalui prosedur
penilaian. Konsumen ternyata menerapkan prosedur penilaian yang berbeda
untuk membuat suatu pilihan di antara sekian banyak ciri-ciri objek.

4. Pembelian dan konsumsi

Pada barang pembelian dan konsumsi biasanya terpisah. Sebagian besar


jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Konsekuensinya, perusahaan
jasa berpeluang besar untuk untuk secara aktif membantu pelanggan
memaksimumkan nilai dari pengalaman konsumsinya. Emosi dan mood pelanggan
mempengaruhi evaluasi pelanggan bersangkutan terhadap service encounter.
Sejumlah riser juga mengidentifikasi bahwa mood berpengaruh terhadap semua
tahap proses pembelian konsumen. Konsumen yang sedang dalam mood positif
cenderung lebih efisiem dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan.
Sedangkan konsumen dengan mood negatif cenderung mempertimbangkan hal-hal
rinci.
5. Evaluasi Purnabeli

Setelah produk dipilih lalu dibeli dan dikonsumsi, tahap selanjutnya adalah
evluasi purnabeli. Dalam tahap ini, setelah melakukan pembelian, konsumen akan
mengalami kondisi disonansi kognitif. Kondisi ini merupakan keraguan ketepatan
dalam keputusan pembelian, kondisi disonansi kognitif dapat dipengaruhi beberapa
faktor, salah satunya seperti tingkat komitmen konsumen terhadap keputusan
pembelian yang telah dibuat. Pelanggan yang memiliki kondisis disonan kognitif
bisa diminimumkan dengan cara menyediakan reasurring letters di kemasan
produk, serta menyediakan garansi ataupun jaminan.

Dalam pembelian tertentu mungkin juga akan berakhir dengan situasi non-
use (tanpa pemakaian), karena konsumen memutuskan hanya menyimpannya atau
mengembalikannya tanpa pernah menggunakannya. Setelah melakukan
pembelian, konsumen akan melakukan penggunaan produk, penggunaan produk
sering menggunakan disposisi kemasan produk, oleh karena itu konsumen memiliki
dua alternatif dalam hal ini, yaitu (1) mempertahankannya (menyimpan atau
menggunakan untuk tujuan tertentu); dan (2) menyingkirkannya (mendaur ulang,
menyumbangkannya atau meminjamkannya).

Setelah pemakaian produk dilakukan oleh konsumen, proses selanjutnya,


konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Jika evaluasi yang dilakukan
mendapatkan hasil tidak memuaskan, maka akan berpotensi pada komplain
konsumen. Respon perusahaan yang baik terhadap komplain pelanggan akan
berpotensi mengubah ketidakpuasan menjadi kepuasan. Jadi, hasil akhir dari
kepuasan pelanggan akan menghasilkan konsumen yang berkomitmen, bersedia
membeli ulang, dan loyal terhadap perusahaan.

D. Strategi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tujuan pokok setiap perusahaan. Kunci
utama untuk memenangkan persaingan dalam kepuasan pelanggan adalah memberikan
nilai melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga yang kompetitif.
Oleh karena itu, para peneliti perilaku konsumen tertarik menekuni tentang konsep, teori,
dan strategi kepuasan pelanggan.
1. Konsep Kepuasan Pelanggan
Menurut Schnaar, tujuan dari sebuah bisnis adalah untuk menciptakan para
pelanggan yang puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat,
salah satunya seperti hubungan yang baik antara perusahaan dan pelanggannya.
Konsep kepuasan pelanggan yang dimaksud adalah ketika produk perusahaan
dievaluasi lebih bagus dibandingkan dengan produk pesaing, maka konsumen akan
memilih membeli produk dari perusahaan. Sebelum konsumen tersebut membeli, ia
memiliki ekspetasi yang tinggi terhadap nilai produk dari perusahaan. Setelah ia
membeli dan mengonsumsinya, konsumen akan mempersepsikan nilai produk
yang didapatkan. Apabila persepsinya sama atau bahkan lebih besar dari ekspetas
sebelum pembelian, maka konsumen tersebut akan puas. Sebaliknya, jika tidak,
yang tejadi adalah ketidakpuasan pelanggan.
Dalam mengevaluasi kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu barang, barang
akan dibagi menjadi dua produk, yaitu produk manufaktur dan jasa. Untuk konteks
produk manufaktur, faktor yang digunakan meliputi:
a. Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dari produk inti yang
dibeli, seperti kecepatan, konsumsi bahan bakar, dan sebagainya.
b. Fitur (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, seperti
kelengkapan interior dan eksterior (AC, sound system, dan sebagainya).
c. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kevil akan mengalamikerusakan
atau gagal dipakai, seperti mobil tidak sering ngadat/macet.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, seperti standar keamanan dan emisi terpenuhi.
e. Daya tahan (durability), berapa lama produk tersebutdapat terus digunakan,
seperti umur ekonomis.
f. Serviceability, seperti kecepatan, kenyamanan, mudah direparasi, dan
sebagainya.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, seperti bentuk fisik
mobil yang menarik, desain yang artistik.
h. Persepsi terhadap kualitas (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan.
Sementara, untuk mengevaluasi jasa yang bersifat intagible, variable,
inseparable, kebanyakan pelanggan akan menggunakan beberapa faktor berikut:
a. Bukti fisik (tangibles), meliputi fisik atau perlengkapan suatu produk.
b. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera.
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para karyawan untuk
membantu para pekanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap.
d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat yang dipercaya.
e. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
2. Teori Kepuasan Pelanggan
Berikut ini merupakan lima teori dalam riset kepuasan pelanggan:
a. Expectancy Disconfirmation Model
Berdasarkan model ini, kepuasan pelanggan dilihat dari pengalaman
mereka terhadap produk sebelumnya, lalu dievaluasi berdasarkan kinerja
perusahaan. Dengan adanya evaluasi kinerja tersebut, pelanggan dapat
mengkonfirmasi akan ketidakpuasan yang diharapkannya. Jika kinerja
perusahaan lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka yang terjadi
adalah ketidakpuasan emosional. Jika kinerjaperusahaan sama dengan
harapan pelanggan, yang terjadi adalah konfirmasi harapan. Apabila kinerja
perusahaan lebih baik dari apa yang diharapkan pelanggan, maka kepuasan
emosional yang akan terjadi.
Berikut tiga macam pendekatan harapan pra-pembelian atas kinerja:
 Equitable performance, penilaian normatif yang dilakukan konsumen
berdasarkan dengan biaya atau usaha yang telah dikeluarkan harus sesuai
dengan harapannya.
 Ideal performance, tingkat kinerja ideal yang diharapkan seorang
konsumen.
 Expected performance, tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang paling
diharapkan konsumen.
b. Equity Theory
Menurut Homans, model ini merupakan rewards yang didapatkan dari
pertukaran yang proporsional antara orang lain dan investasinya. Model ini
juga dapat menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil. Rasio ini bisa
ditunjukan secara sederhana sebagai berikut:

Jika kepuasan terjadi, maka hasil antara kedua rasio A dan B harus
sama. Apabila kedua rasio tersebut tidak seimbang, maka sebaliknya, yang
terjadi adalah ketidakpuasan.
c. Attribution Theory
Attribution theory merupakan proses mengidentifikasi yang dilakukan
oleh seseorang dalam menentukan penyebab terhadap obyek tertentu.
Atribusi yang dilakukan seseorang sangat mempengaruhi tingkat kepuasan
seseorang terhadap produk dan jasa yang dibelinya. Ada tiga teori atibusi,
diantaranya:
 Causal Attribution, apabila terjadi kesalahan, pelanggan akan menilai
sendiri siapa yang salah danyang patut untuk disalahkan.
 Control Attribution, pelanggan akan menilai apakah ketidakpuasan
mereka berada dalam pemasar atau tidak.
 Stability Attribution, bila terjadi sesuatu yang tidak memuaskan, maka
pelanggan akan menilai apakah kejadian tersebut akan terulang lagi atau
tidak. Jika pelanggan menilai bahwa kejadian yang gagal akan cenderung
terulang lagi, maka pelanggan akan sangat tidak puas dengan layanannya.
Ataupun sebaliknya, jika pelanggan belum pernah mengalami insiden
tersebut, maka menurut pelanggan insiden tersebut hanyalah kasus khusus,
jadi ketidakpuasannya relatif kecil.

d. Assimilation-Contrast Theory
Menurut teori ini, apabila produk atau jasa yang dibeli dan dikonsumsi
tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan, maka kinerja dari produk
dan jasa akan diterima dan dievaluasi secara positif. Sebaliknya, apabila
produk dan jasa melampaui zona penerimaan konsumen, maka kinerja
tersebut akan dianggap melebih-lebihkan.
e. Opponent Process Theory
Dalam teori ini, terdapar proses komeostatis yang merupakan reaksi
emosional terhadap kinerja produk/jasa. Proses pertama (proses awal) disebut
proses primer dan proses adaptif. Proses kedua yaitu opponent process,
meskipun respon awal tidak langsung cepat meningkat, tetapi seiringadanya
pengulangan opponent process akan menjadi kuat, sehingga pelanggan yang
mengalami pengulangan akan lebih lemah pada insiden berikutnya
3. Strategi Kepuasan Pelanggan
a. Strategi Ofensif
1) Menambah jumlah pemakai atau pembeli baru (new user)
Ada 3 cara utama untuk mendapat pelangan baru, antara lain:
a) Menarik kelompok non-pemakai sebagai pelanggan baru, yang dapat
distimulasikan dengan
 Meningkatkan kesediaan membeli (willingness to buy) yang bisa
didapat dari mendemonstrasikan serta meyakinkan manfaat unik
lebih unggul dari pesaing yang ditawarkan, mengembangkan produk
baru dengan manfaat lebih menarik untuk segmen tertentu.
 Meningkatkan kemampuan konsumen untuk membeli produk
(ability to buy), untuk mengatasi daya beli yang rendah dengan
menawarkan harga lebih murah,membuat jenis produk yang lebih
terjangkau, ukuran lebih kecil, menjual ecer, fasilitas kredit, dan
untuk mengatasi akses yang sulit dapat dilakukan dengan
meningkatkan ketersediaan produk, menambah gerai,
meningkatkan frekuensi pengiriman, pengelolaan terkomputerisasi,
membangun website yang mudah.
b) Merebut pelanggan pesaing, dimana biasanya pelanggan
membandingan berbagai alternatif merek berdasarkan atribut atau
faktor tertentu seperti harga, desain,kualitas, ukuran dll. Sehingga
perusahan menggunakan strategi positioning agar lebih unggul pada
atribut tertentu, antara lain:
 Head to head positioning, menawarkan manfaat yang pada dasarnya
sama dengan pesaing dengan usaha pemasaran yang lebih
unggul(superior marketing efforts) seperti peningkatan kualitas,
pengembangan produk dll. Kemudian megembangkan posisi
kepemimpinan harga dan biaya (price-cost leadership) dengan
menawarkan kualitas produk yang sama namun dengan harga
yang lebih murah.
 Differentiated positioning,membuat atribut yang berbeda dan manfaat
tertentu untuk segmen tertentu pula. Bisa dengan menonjolkan
atribut/ manfaat yang unik (benefit/attribute
prositioning), fokus melayani segmen kecil tertetu (customer-
oriented positioning/ niching).
c) Menarik kembali mantan pelanggan, dengan memahami penyebab
beralihnya kosumen serta memperbaiki kekurangan pada aspek pemicu
beralihnya konsumen.
2) Memperluas pasar yang dilayani (served marked), dengan:
 Perluasan jaringan distribusi seperti ekspansi geografis, menambah
alternatif saluran distribusi.
 Perluasan lini produk, baik secara vertikal dengan menambah produk
baru pada level harga berbeda, dan secara horizontal dengan menambah
produk baru yang berbeda karakteristik/ fiturnya namun dengan harga
relatif sama.
3) Mencari aplikasi baru produk bersangkutan (new uses), dengan
mendemonstrasikan / mempromosikan manfaat baru sebuah produk yang
sudah ada kepada konsumen/ pasar baru agar produk diminati dan dibeli
banyak konsumen dengan berbagai keperluan.

b. Strategi Defensif
1) Menaikkan frekuensi dan volume pembelian atau pemakaian
Dengan memperluas ragam penggunaan produk/ situasi penggunaan
produk, memodifikasi kemasan, memberikan harga murah, mengubah
persepsi konsumen terhadap manfaat suatu produk, serta mendorong
pengantian produk lebih cepat.
2) Meningkatkan kepuasan pelanggan
Dengan mempertahanka tingkat kepuasan pelangggan, menerapkan
customer relationship management, dan menawakan produk koplementer.
3) Mencari aplikasi baru produk bersangkutan
Dengan mendemonstrasikan/ mempromosikan manfaat baru sebuah
produk yang sudah ada kepada pelanggan/ pasar saat ini agar
meningkatkan jumlah konsumsi, meningkatkan loyalitas.
1. Momen proses layanan
a. Strategi pra-pembelian
Kemampuan untuk memahami dan mengelola ekspektasi pelanggan. Bisa
memainkan promosi untuk menarik perhatian dan minal para pelanggan,
namun janngan sampai membuat kecewa dan mengakibatkan reputasi
buruk serta negative word of mouth.
b. Strategi saat dan pasca pembelian
1) Aftermarketing
Semakin lama sebuah perusahaan mampu mempertahankan pelanggan
semakin profitable pelanggan tersebut bagi perusahaan, karena semakin
ketergantungan pada produk yang dibeli meningkatkan loyalitas dan
meminimalisir kemungkinan pelanggan untuk beralih ke pesaing.
2) Strategi Retensi Pelanggan
Loyalitas pelanggan berhubungan positif dengan profitabilitas
perusahaan, peningkatan profitabilitas dipengaruhi:
a) Biaya akuisisi pelanggan baru, biaya mendapatkan pelanggan baru
lebih mahal dibanding mempertahankan pelanggan yang puas.
b) Profit dasar, penghasilan awal biasnaya belum bisa menutup biaya
modal yang dikeluarkan, perlu waktu tertentu hingga tercapai break
event point.
c) Pertumbuhan pendapat, pelanggan lama bisa memberikan bisnis
lebih berkembang bagi produsen.
d) Penghematan biaya, saling memahami apa yang diharapkan,
bagaimana mewujudkannya agar efektif.
e) Referrals, pelanggan puas membantu pemasaran dengan word of
mouth.
f) Harga premium, dapat dirasakan manfaatnya bagi pelanggan lama.

3) Sistem Penanganan Komplain Secara Aktif


Ada 3 kategori komplain terhadap ketidakpuasan:
a. Voice Response
Ditujukan pada obyek yang sifatnya eksternal bagi lingkungan
konsumen dan pihak yang secara langsung terlibat dalam pertukaran
yang tidak memuaskan. No action response juga termasuk ke dalam
kategori ini. Ada beberapa manfaat dilakukannya keluhan, yaitu :

 pelanggan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk


memuaskan mereka. Dengan kata lain, konsumen masih
berharap adanya perbaikan kinerja dari perusahaan.
 risiko publisitas buruk dapat ditekan.
 memberi masukan positif mengenai kekurangan pelayanan yang
perlu diperbaiki perusahaan.
b. Private Response
Kategori ini berupa memutuskan untuk tidak menggunakan
produk atau jasa perusahaan yang mengecewakan dan
memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya
mengenai pengalaman buruknya dengan produk atau perusahaan
bersangkutan.

c. Third Party Response


Ditujukan pada obyek eksternal yang tidak secara langsung
terlibat dalam pengalaman yang tidak memuaskan. Bentuk
responnya berupa menuntut ganti rugi secara hukum; mengadu lewat
media massa.
Huefner dan hunt menambahkan 3 kategori komplain:

1. Retaliasi : salah satu bentuk balas dendam yang dilakukan


pelanggan yang tidak puas terhadap perusahaan atau distributor yang
mengecewakan.
2. Avoidance termasuk bentuk variasi dari exit dengan jangka waktu
menengah sebagai bentuk tindakan sengaja untuk menghukum
perusahaan.
3. Grudgeholding : fenomena yang lebih ekstrim dan berlangsung
bertahun-tahun ata bahkan selamanya.

Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan seseorang untuk


melakukan komplain:

a. Tingkat kepentingan konsumsi yang dilakukan.


b. Tingkat ketidakpuasan pelanggan.
c. Manfaat yang diperlukan dari komplain.
d. Pengetahuan dan pengalaman.
e. Sikap pelanggan terhadap keluhan.
f. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi.
g. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.

2 tujuan utama pelanggan menyampaikan komplain: (1) untuk


menutupi kerugian ekonomis yang biasanya diwujudkan dengan
melakukan voice response dan third party response. (2) untuk
memperbaiki citra diri.

Terdapat 4 aspek penanganan keluhan yang penting, yaitu:

1. Empati terhadap pelanggan yang marah


2. Kecepatan dalam penanganan keluhan
3. Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau
keluahan.
4. Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi pelanggan

4) Strategi Pemulihan Layanan

Secara garis besar aktivitas yang diperlukan dalam rangka


memulihkan layanan pelanggan meliputi:

1. Respon : pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan


layanan.
2. Informasi : penjelasan atas kegagalan yang terjadi.
3. Tindakan : koreksi atas kegagalan atau kesalahan.
4. Kompensasi
5) Strategi Berkesinambungan
a. Relationship Marketing & Management

Terdapat 5 strategi utama RM yang saling berkaitan dan bisa


digunakan secara simultan:

1. Core service strategy : merancang dan memasarkan layanan inti


(core service) yang mendasari bertumbuhnya relasi pelanggan.
2. Relationship customization : mengadaptasi layanan yang
ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik
pelanggan individual.
3. Service augmentation : menambahkan layanan-layanan ekstra
pada layanan utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan
dari penawaran para pesaing.
4. Relationship pricing : menggunakan harga sebagai insentif untuk
menjalin relasi jangka panjang.
5. Internal marketing : menciptakan iklim organisasi yang dapat
memastikan bahwa staf layanan secara tepat.

Bentuk relasi yang mungkin dijalin meliputi: (1) buyer


partnership yakni kemitraan dengan pelanggan perantara dan
pelanggan akhir, (2) internal partnership yaitu relasi antar unit bisnis,
relasi antar departemen fungsional, dan relasi karyawan, (3) supplier
partnership yaitu relasi dengan pemasok barang dan jasa, dan (4)
lateral partnership yakni kemitraan dengan para pesaing, organisasi
nirlaba, dan pemerintah.

4 perspektif RM yang banyak berkembang :

a. Locking in Customer Perspective


Untuk mengalokasikan sumber daya dan kapabilitas organisasi
untuk menciptakan ikatan struktural antara organisasi dan para
pelanggan sedemikian rupa sehingga pelanggan sulit beralih
pemasok.
b. Customer retention perspective
Untuk mengalokasikan sumber daya dan kapabiitas
organisasipada strategi mempertahankan semua pelanggan.
c. Database Marketing Perspective
Dalam hal ini organisasi menginvestasikan sumber dayanya pada
teknologi canggih untuk mengembangkan database pelanggan,
baik pelanggan saat ini maupun pelanggan potensial. Database
semacam ini memungkinkan organisasi untuk
mendiferensiasikan dan mengarahkan program pemasaran
langsung kepada para pelanggan individual. Selain itu perusahaan
juga bisa mendasarkan komunikasinya pada
pemahaman atas karakteristik dan preferansi individual, serta
memantau biaya mendapatkan pelanggan dan lifetime value
pelanggan bagi organisasi.
d. Building Strong, Close, Positive Relationships Perspective
Ketiga perspective terdahulu terdahulu memiliki kelemahan
dasar menyangkut dua karakteristik utama relasi: mutualy dan
special status. Menutut Czepiel sebuah relasi harus didasarkan
pada mutual recognition terhadap status spesial di antara dua
mitra pertukaran. Ketiga perspektif terdahul cenderung
berorientasi satu arah, yaitu dari organisasi ke pelanggan. Selain
itu, motif utamanya lebih diarahkan pada penciptaan manfaat
bagi organisasi, bukan bagi pelanggan secara langsung. Menurut
Rowe dan Barnes, strong, close, positive relationships perspektif
lebih didasari pada pengembangan mutuality dan special status
antara perusahaan dan pelanggan. Elemen-elemen penting dalam
perspektif ini antara lain komitmen, trust, dan saling memahami.

b. Superior Coustumer Service


Strategi ini terwujud dengan cara menawarkan layanan yang
lebih baik dibandingkan dengan para pesaing. Bentuk-bentuk
layanan yang mungkin dikembangkan oleh setiap perusahaan antara
lain garansi, jaminan, pelatihn cara menggunakan produk, konsultasi
teknis, saran-saran untuk pemakaian produk alternatif, peluang
mengembalian/menukar produk yang tidak memuaskan, reparasi
komponen-komponen yang cacat, penyedia suku cadang pengganti,
dan lain lain.
Salah satu bentuk layanan pelanggan superior yang mulai
banyak diterapkan penyedia jasa/layanan adalah strategi
unconditional guarantees atau extraordinary guarantees. Garansi
atau jaminan istimewa ini dirancang untuk menekan resiko kerugian
pelanggan, dalam hal dalam hal pelanggan tidak puas dengan produk
atau jasa tertentu yang telah dibayarnya. Garansi tersebut
menjadikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan. Bagi penyedia
jasa, garansi jasa juga mencerminkan komitmen perusahaan
bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas
pelanggan. Garansi dapat diberikan dalam dua bentuk, yaitu:
1. Garansi Internal, yaitu jaminan yang dibuat oleh departemen atau
divisi tertentu kepada pelanggan internalnya, yakni pemrosesan
lebih lanjut dan setiap orang dalam perusahaan yang sama yang
memanfaatkan jasa atau hasil kerja departemen tersebut.
2. Garansi eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan
kepada para pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang membeli
dan menggunakan produk atau jasa perusahaan.
Supaya sebuah program garansi layanan bisa efektif, ada
sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi, diantaranya:

 Realistis dan dinyatakan secara spesifik.


 Sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami.
 Mudah diperoleh atau diterima pelanggan, artinya tidak
membebani pelanggan dengan berbagai macam restriksi,
pembatasan, kondisi, dan persyaratan birokrasi yang
berlebihan.
 Terpercaya, baik perusahaan yang memberikan garansi
maupun tipe gararansinya.
 Bermakna dan signifikan, artinya memberikan jaminan atas
elemen jasa yang penting bagi pelanggan dan menawarkan
kompensasi yang sebanding dengan ketidakpuasan.

c. Teknologi Infusion Strategi

Di era sekarang ini perusahaan bersaing berdasarkan layanan


pelanggan yang unik dan berbasis pelanggan. Service encounter
(interaksi antara pelanggan dengan perusahaan) berperan krusial
dalam semua industri, termasuk industri yang secara tradisional
tidak dipandang sebagai industri jasa. Service ini bisa berlansung
secara tatap muka di setting jasa aktual, via telepon, melalui surat,
via fax, atau lewat internet. Di satu sisi, setiap encounter merupakan
peluang bagi perusahaan untuk menjual produknya, memperkuat
penawarannya, dan memuaskan pelanggan. Bentuk-bentuk layanan
jasa encounter diantaranya:

1) Layanan pelanggan, seperti menjawab pertanyaan pelanggan,


menangani pesanan, menampungrespon dan komplain, dan lain-
lain.
2) Free value –added service yang melengkapi, mendukung dan
meningkatkan utilitas barang.
3) Jasa sebagai produk utama yang dijual, seperti hotel, bank,
assuransi, dan perusahaan penerbangan.

Teknologi dapat dimanfaatkan secara efektif untuk


meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter
pelanggan. Tiga bentuk utama technology infusion

1. Customization and flexibility strategy, pelanggan menginginkan


layanan yang sesuai dengan kebutuhan individualnya, teknologi
memainkan peran penting dalam meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk mengadaptasikan atau mempersonalisasikan
penawaran layanan, misalnya dalam bentuk database canggih,
otomatisasi wiraniaga, manajemen call center, help desk
applications, alat konfigurasi produk dan harga, dan berbagai
aplikasi lainnya.
2. Effective service recovery strategy, salah satu cara efektif untuk
memuaskan pelanggan selama service encounter adalah
memberikan pengalaman menyenangkan tak terduda.

E. Kesimpulan

Kepuasan pelanggan saja tidak cukup untuk menjamin bisnis berkesinambungan.


Agar dapat sukses setiap perusahaan wajib memastikan bahwa pelanggannya meyakini
bahwa produk atau jasa yang ditawarkan benar-benar meniliki nilai yang sepadan.

Pelanggan yang puas belum tentu tipe pelanggan yang mendatangkan profit bagi
perusahaan, pemasaran saat ini haruslah berubah dari sekedar menciptakan costumer
value menjadi penciptaan stake holder value, dengan kata lain dibutuhkan keseimbangan
antara kepentingan konsumen dan stake holder lainnya.

Anda mungkin juga menyukai