Anda di halaman 1dari 4

Ethical Issues in Human Resource Management

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Beberapa Ahli:


Menurut A.F. Stoner, manajemen sumber daya manusia adalah suatu
prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi
atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada
posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Menurut
Edwin B. Flippo, Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dari pada
pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemisahaan sumber daya manusia ke suatu titik akhir
dimana tujuan-tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat terpenuhi.
Menurut Andrew F. Sikula, Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
proses penarikan, penyeleksian, penempatan, indoktrinasi, pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia oleh dan di dalam suatu perusahaan.
Jadi, manajemen sumber daya manusia merupakan manajemen yang
menitikberatkan perhatiannya kepada faktor produksi manusia dengan segala
kegiatannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Sumber daya manusia
merupakan investasi yang memegang peranan penting bagi perusahaan.
Tanpa adanya sumber daya manusia, faktor produksi lain tidak dapat
dijalankan dengan maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan.

Masalah SDM dalam Perusahaan


Dalam menjalani karirnya sebagai HR di PT. Ruyung Karya Mandiri,
Pak Aswani menyampaikan bahwa banyak masalah yang ia hadapi terkait
dengan hubungan dengan kepegawaian diantaranya banyak karyawan yang
pindah kerja, dan pak Asmawi terkadang merasa sangat kewalahan dengan
memperkerjakan karyawan baru. Karyawan baru tersebut harus mulai
mempelajari segala sesuatu dari awal dan menurut beliau ini bisa menjadi
masalah besar ketika perusahan ini sedang mendapatkan permintaan
pengiriman tenaga kerja. Selanjutnya, permasalahan yang umum terjadi
adalah upah atau gaji yang sering kali di nilai terlalu rendah. Dan yang
terakhiri ialah konflik yang sering terjadi antara expatriat atau staff asing yang
di tempatkan oleh perusahan yang menjalin kerja sama dengan PT. Ruyung
Karya Mandiri dengan karyawan setempat. Beberapa karyawan mengaku
bahwa terkadang perbedaan budaya yang sering kali mengakibatkan
munculnya kesalahpahaman.
Pada contoh kasus di tahun 2007, PT.Ruyung Karya Mandiri menjalin
kerjasama dengan salah satu hotel di Dubai dalam mencari waitres serta
room cleaning service untuk hotel tersebut. Sekitar 3 orang delegasi dari
Dubai pun ditugaskan ke Jakarta untuk menyeleksi calon kandidat, karena
perbedaan budaya dimana orang Dubai berbicara memang dengan nada
keras dan lantang beberapa karyawan merasa bahwa mereka diperlakukan
tidak baik. Padahal orang Dubai tidak bermaksud demikian, hal tersebut
karena kebiasaan menggunakan intonasi yang tinggi.
Analisa
Melihat dari beberapa permasalahan yang di hadapi oleh bapak
Asmawi di PT. Ruyung Karya Mandiri, kita dapat melihat bahwa
permasalahan ini semua bersumber kepada rendah nya gaji karyawan
sehingga membuat karyawan menjadi tidak mempunyai tanggung jawab dan
mudah untuk tergoda dengan penawaran kerja di tempat lain yang
menawarkan gaji dan tunjangan yang lebih tinggi daripada di PT. Ruyung
Karya Mandiri. Padahal dengan mengrekrut karyawan baru sebenarnya akan
membuang lebih banyak waktu untuk mengajari dari awal hal-hal mendasar
pada perusahaan yang secara tidak langsung sama saja dengan pemborosan
pada hal materi dan juga membutuhkan biaya tambahan. Untuk mengatasi
hal ini perusahaan tidak selalu harus menaikkan gaji tapi dapat di gantikan
dengan memberikan kebebasan kepada karyawan untuk dilibatkan dalam
pengambilan keputusan pekerjaan sehingga ia merasa memiliki wewenang
dan tanggung jawab atas pekerjaannya sendiri.
Disamping itu, pemberian jaminan kesehatan atau pendidikan untuk
yang sudah memiliki anak dapat di lakukan sebagai bentuk fasilitas yang
diberikan perusahan. Selanjutnya, penanganan terhadap kesalahpahaman
dan konflik kepada staff asing atau expatriat dapat di lakukan dengan cara
mempersiapkan penataran baik untuk staff asing maupun karyawan
perusahan dengan menjelaskan mengenai perbedaan budaya, karakteristik,
pengharapan, dan etika dari masing-masing budaya yang berbeda tersebut
sehingga nantinya dapat meminimalisir konflik yang dapat terjadi dan dapat
mencapai tujuan yang ingin di raih kedua belah pihak dapat tercapai dengan
baik dan optimal.

Contoh Ethical Issues in Human Resource Management


ANALISA 1
Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Konsep
property right maupun public choice theory menyatakan bahwa BUMN
memiliki banyak hambatan untuk berkembang dan meningkatkan kinerja,
sehingga tindakan privatisasi diharapkan dapat memperbaiki kinerja BUMN.
Penelitian Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997);
Frydman dkk (1997); Earle dan Estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998);
Anderson dkk (1997), menunjukan Privatisasi menghasilkan perbaikan pada
efisiensi operasional BUMN yang pada akhirnya meningkatkan kinerja
finansial. Penelitian Makhija (2003) menunjukkan bahwa kemampuan daya
saing (didalamnya termasuk kemampuan manajemen dalam mengelola
perusahaan) lebih besar pada BUMN yang sudah diprivatisasi.
ANALISA 2
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor politik. Faktor politik disini
terkait dengan asumsi pengelolaan BUMN oleh pemerintah yang dianggap
tidak efisien sehingga memungkinkan terjadinya proses ”buying votes &
political power”. Disini bisa terjadi konflik seperti keputusan untuk menjual
dengan upaya menumbuhkan kompetisi, atau bagaimana metoda privatisasi
yang akan dipilih. Shirley menunjukan privatisasi tidak akan berjalan mudah
bila terjadi politisasi BUMN, sehingga mengurangi minat investor. Schleifer
&Visny serta Vickers & Yarrow berpendapat bahwa privatisasi akan
mengurangi intervensi politisi terhadap BUMN. Sementara Savas menyatakan
pentingnya political commitment dari pemerintah dalam menunjang
keberhasilan privatisasi
ANALISA 3
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor organisasi. Diantaranya
ditunjukan oleh Villalonga tentang pentingnya peran pemimpin (CEO) dalam
menentukan kesuskesan privatisasi. Sementara Parker menyatakan bahwa
organisasi BUMN akan menjadi lebih ramping pasca privatisasi sebagai
response menghadapi situasi pasar yang dianggap lebih kompetitif. Forrer &
Kee menyatakan bahwa privatisasi BUMN mempengaruhi perusahaan secara
struktural (perubahan BOD, perubahan dalam manajemen dan
mission,goals,values BUMN) dan perubahan kultur organisasi (proses
pengambilan keputusan, perubahan HRM, perubahan persepsi karyawan) . d)
ANALISA 4
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor kebijakan (policy). Hal ini
terutama dikaitkan dengan bagaimana kebijakan pemerintah dalam
mendorong terciptanya regulasi yang kondusif bagi BUMN pasca privatisasi,
seperti kebijakan untuk mempromosikan kompetisi pasar atau regulasi hukum
yang lebih kuat. Rondinelli menyatakan keberhasilan privatisasi dipengaruhi
seberapa jauh kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan
kebijakan dalam mempromosikan kompetisi dan regulasi yang efektif.

CARA MENGATASI MASALAH DI PERUSAHAAN TERSEBUT


1.Pembinaan BUMN
Perbandingan kebijakan privatisasi diantara Indonesia dan Malaysia dapat
dilihat Berdasarkan kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan untuk
pengelolaan BUMN, maka dapat ditelusuri bahwa kebijakan privatisasi telah
dicanangkan sejak tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Keppres No
5/1988 yang berisikan ketentuan untuk restrukturisasi,merger, dan privatisasi
BUMN.
Pada tahun 2003 pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU N0 19 /2003
tentang BUMN dimana dalam UU tersebut diatur tentang peran dan posisi
BUMN. Dalam UU ini ditegaskan bahwa peran BUMN mengandung 5 unsur
utama yaitu : fungsi membantu pertumbuhan ekonomi nasional, fungsi
mengejar keuntungan, fungsi pelayanan umum, fungsi perintisan usaha, serta
fungsi untuk pengembangan ekonomi lemah.
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN menjadi salah satu faktor
yang dianggap menjadi kelemahan BUMN . Belum lagi dikaitkan dengan
banyaknya UU/Peraturan yang harus diikuti BUMN pada saat melakukan
corporate action. Pihak bisnis swasta hanya tunduk pada UU PT dan UU
Pasar Modal, sementara BUMN harus ditambah dengan UU Keuangan
Negara, Badan Pengawasan, serta UU BUMN.
UU No 17 Th 2003 tentang Keuangan negara terutama pasal 2 huruf g yang
memasukkan aset negara yang dipisahkan sebagai modal di BUMN sama
seperti aset negara lainnya yang tidak dipisahkan, sehingga untuk melakukan
rightsizing BUMN diperlukan proses sebagaimana proses penataan aset
negara yang dikelola pemerintah.
Sementara PP No 41 Tahun 2003 tentang pelimpahan kewenangan Menteri
Keuangan selaku Pemegang Saham BUMN kepada Menteri Negara BUMN
sebagai Kuasa Pemegang Saham masih menyisakan beberapa kewenangan
yang tidak dilimpahkan ke Menteri BUMN, diantaranya : merger, akusisi,
likwidasi dan privatisasi. Berdasarkan dinamika politik yang terjadi dalam
waktu 10 tahun terakhir, dimana telah terjadi 7 kali penggantian Menteri
BUMN telah memunculkan keraguan terhadap konsistensi pelaksanaan
kebijakan Kementrian BUMN.
Proses pergantian pemerintah yang begitu cepat pada periode 1999-2004
mempengaruhi pencapaian upaya reformasi BUMN menuju korporasi yang
berdaya saing tinggi. Dorongan politik ekonomi untuk melakukan privatisasi
BUMN selalu berubah menyesuaikan dengan tujuan dan visi regim
pemerintah bersangkutan
2. Aspek Kelembagaan Kementrian BUMN dan Good Governance
Di Indonesia pihak yang melakukan fungsi regulasi dan kontrol terhadap
BUMN (termasuk kegiatan privatisasi) adalah Kantor Kementrian Negara
BUMN. Sejak berdiri sebagai Kementrian tersendiri yang mengurusi BUMN
pada tahun 1999, fungsi regulator dan eksekutor dijalankan di satu atap.
Beberapa pendapat telah disampaikan, misalnya Abeng (2009), Daniri dan
Prasetyantoko (2010), bahwa dalam konteks implementasi good governance,
maka Kementrian BUMN sebaiknya berperan sebagai non executing agency
yang menjembatani antara BUMN dengan pemerintah sebagai pemegang
saham. Menteri BUMN juga bertugas menyusun kebijakan BUMN secara
keseluruhan, berkoordinasi dengan Departemen, Parlemen, dan pihak-pihak
lain. Sementara executing agency diserahkan kepada super holding company
yang bertanggung jawab pada Menteri BUMN, yang tugas utamanya adalah
melakukan pengembangan internal perusahaan.
Holding Company bertugas layaknya perusahaan modern yang
berkonsentrasi pada peningkatan daya saing melalui restrukturisasi,
peningkatan efisiensi dan ekspansi bisnis. Secara praktis peran Menteri
BUMN sebagai pembuat kebijakan dan sebagai RUPS harus dipisahkan.
Sebagai pemegang saham pemerintah memiliki wewenang dan hak suara
dalam RUPS, namun selebihnya pemerintah diharapkan tidak ikut campur
dalam pengelolaan BUMN. Hal ini dianggap akan mengurangi rentang kendali
(span of control) Menteri BUMN dalam pengelolaan BUMN, sehingga harapan
untuk menciptakan value creation di setiap BUMN dapat terealisir.

DAFTAR PUSTAKA :
https://chandrasetiawan6.wordpress.com/2012/01/01/masalah-sdm-pada-pt-
ruyung-karya-mandiri/
http://hildaagustina.blogspot.com/2012/01/pengertian-manajemen-sumber-
daya.html
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen :
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4084/B
ab%202.pdf?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai