Anda di halaman 1dari 2

Oleh: Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim. Selain karena limpahan
ganjaran di bulan Ramadhan, menandakan berhasilnya kita melawan hawa nafsu lapar dahaga
dan hal-hal ketaatan selama sebulan penuh. Idhul fitri. Kembali fitrah, suci. Selain itu lebaran
juga penuh suka, tak ayal lebaran dijadikan hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti.

Tapi, ternyata kita bisa lebaran setiap hari. Tidak perlu menunggu Ramadhan dengan segala
halang rintang. Sekali lagi, kita bisa lebaran setiap hari.

Lebaran selain identik dengan kegembiraan, juga tentang silahturahmi, maaf-maafan, berbagi
makanan, dan lainnya. Inilah hal inti dari makna lebaran dengan segala kebahagiaan.

Pertama, silahturahmi. Pertemuan antar keluarga, kerabat, tetangga, hingga handai taulan dan
teman menjadi suatu yang dinanti ketika lebaran. Hidup dengan segala kesibukannnya
masing-masing membuat menjadi momen yang tepat dalam pertemuan yang cepat. Tapi,
untuk bersilahturahmi tidak perlu untuk menunggu lebaran. Kita bisa bersilahturahmi setiap
hari. Jika memungkinkan, kita datangi rumah keluarga kita, kerabat, tetangga, juga
teman. Kita sambung kembali tali persaudaraan. Tetapi, jika tidak memungkinkan, kita bisa
berkomunikasi lewat telpon. Bertanya kabar dan keadaan. Kita bisa saling terikat dalam
kekerabatan dalam sinyal telpon. Jangan sampai terputus komunikasi.

Betapa pentingnya silahturahmi, Nabi Muhammad Saw telah bersabda,

‫ َذ ْر َه‬، ‫ َو َتِص ُل الَّر ِح َم‬،‫ َو ُتْؤ ِتي الَّز َك اَة‬،‫ َو ُتِقيُم الَّص َالَة‬،‫َتْعُبُد َهَّللا َال ُتْش ِرُك ِبِه َشْيًئا‬

“Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah salat, tunaikan
zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara.” (HR. Bukhari).

Bukan tanpa alasan, karena mukmin satu adalah saudara mukmin yang lain. Kita ini bagai
suatu bangunan yang mana jika satu bagian runtuh, runtuh lainnya. Harus saling menguatkan.

‫اْلُم ْؤ ِم ُن ِلْلُم ْؤ ِم ِن َك اْلُبْنَياِن َيُش ُّد َبْعُضُه َبْعًضا‬

Selain itu, setiap hal yang diperintahkan dalam syariat tentu memiliki hikmah di dalamnya.
Ada hal baik di dalamnya. Begitu juga silahturahmi. Sangat banyak fadilah keutamaan dari
silahturahmi. Kita semua tau, bahwa silahturahmi dapat mempelancar rezeki dan
memperpanjang umur. Sebagai mana hadits,

‫ َفْلَيِص ْل َر ِح َم ُه‬،‫ َو ُيْنَس َأ َلُه ِفي َأَثِر ِه‬،‫َم ْن َأَح َّب َأْن ُيْبَس َط َلُه ِفي ِر ْز ِقِه‬

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan


umurnya), hendaklah ia bersilaturahim.”

Kedua, maaf-maafan. Sebagai makhluk yang pasti memiliki kesalahan, tentu harus saling
memaafkan. Kebanyakan orang malah harus menunggu lebaran untuk hal ini. untuk serius
dalam hal maaf- memaafkan ini. Hal itu tidak perlu. Setiap hari, baik sengaja atau tidak, pasti
ada saja kesalahan yang kita lakukan. Masa kita melakukan kesalahan sekarang, harus
menunggu lebaran untuk meminta maaf. Terlalu lama. Siapa yang bisa menjamin umur kita
bisa sampai lebaran?

Banyak hal yang membuat kita sulit meminta maaf atas segala kesalahan. Entah gengsi, entah
takut tidak dimaafkan. Ada yang perlu kita ketahui, kewajiban bagi orang yang memiliki
kesalahan adalah meminta maaf. Urusan dimaafkan atau tidak, ya itu urusan dia. Allah
memerintahkan kita untuk jadi pemaaf,

‫ُخ ِذ اْلَع ْفَو َو ْأُم ْر ِباْلُعْر ِف َو َأْع ِر ْض َع ِن اْلَج اِهِليَن‬

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).

Ketiga, berbagi makanan. Dalam hidup, makanan adalah kebutuhan sekunder. Penting. Tapi,
tidak semuanya mendapatkan rata dalam proposisi. Rezeki orang berbeda. Seperti yang sudah
dikatakan di awal, muslim itu layaknya sebuah bangunan. Seharusnya kita saling
menguatkan. Sudah seharusnya yang kuat membantu yang lemah, yang mampu membantu
yang kurang mampu. Tidak hanya peduli dan baik pada sesama untuk urusan makanan di saat
lebaran. Karena pahala dan ridho allah tidak hanya turun di saat lebaran. Tetapi, di manapun
dan kapanpun besertaan dengan kebaikan yang dilakukan. Bukankah kita tau tentang cerita
khalifah Umar bin Khattab yang meminggul bahan makanan di tengah malam untuk
rakyatnya yang lapar?

Tidak perlu memandang jauh, jika kita ada makanan lebih, lihat keluarga kita dan bagi. Lihat
tetangga kita dan bagi. Tidak perlu menunggu lebaran.

‫َم َثُل اَّلِذ يَن ُيْنِفُقوَن َأْم َو اَلُهْم ِفي َس ِبيِل ِهَّللا َك َم َثِل َح َّبٍة َأْنَبَتْت َس ْبَع َس َناِبَل ِفي ُك ِّل ُس ْنُبَلٍة ِم اَئُة َح َّبٍةۗ َو ُهَّللا ُيَض اِع ُف ِلَم ْن َيَش اُء ۗ َو ُهَّللا‬
‫َو اِس ٌع َع ِليٌم‬

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di


jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261).

Lebaran memang selalu menyimpan kenangan tersendiri di hati setiap orang muslim.
Besertaan kebahagiaan dan kehangatan yang tercipta. Tidak perlu menunggu lebaran untuk
berbuat kebaikan. Tidak harus menunggu ramadhan sebagai ajang pembersihan diri, kita bisa
lebaran setiap hari.

Anda mungkin juga menyukai