Anda di halaman 1dari 133

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Suplemen Peraturan BPKP Nomor 1 Tahun 2019


tentang
Standar Kerja pengawasan Intern BPKP

PEMANTAUAN
Suplemen
bimtek
pangan nasional kapasitasnya
pembangunan
kompeten
melaksanakan
perhatian tematik permasalahan
reviu audit

sosialisasi
memenuhi pelaksanaan ukuran memberikan terhadap
tambah
tindak kertas
mengenai kerja
pihak kredibilitas
tersebut keuangan
Dalam disusun atas
Peran menyusun

auditintern
teknis
mengemuka minimal issue
belum program
bersikap sebagai
kegiatan
Intern penjabaran rangka
berkualitas
negara
SPIP
dapat
Presiden dalam nilai Luas ada proaktif selalu
IACM

BPKP
acuan
petunjuk lanjut guna
lingkungan Untuk
juga
perbaikan hasil kegiatan
secara mutu
rinci Standar Sebagai
profesi
jelas merespon
semakin
menjadi ini untuk batasan didukung

evaluasi
baru depan
terkait
SKPI
dengan namun jenis suatu
Adapun
terwujud
ketika
dampak current
perlu efektif

atau

reviu
suplemen
kondisi
dilakukan disusunlah asistensi konsultansi
dijabarkan
standar
masa
internnya
masyarakat penjelasan
menjelaskan
komunikasi
akuntabilitas
diperlukan kedeputian menuntut
perencanaan
menggambarkan pada

auditor
Pengawalan
mewujudkan pemerintah

mempertimbangkan

Edisi 1
Tahun 2019
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Suplemen Peraturan BPKP Nomor 1 Tahun 2019


tentang
Standar Kerja pengawasan Intern BPKP

PEMANTAUAN
Suplemen
bimtek
pangan nasional kapasitasnya
pembangunan
kompeten
melaksanakan
perhatian tematik permasalahan
reviu audit

sosialisasi
memenuhi pelaksanaan ukuran memberikan terhadap
tambah
tindak kertas
mengenai kerja
pihak kredibilitas
tersebut keuangan
Dalam disusun atas
Peran menyusun

auditintern
teknis
mengemuka minimal issue
belum program
bersikap sebagai
kegiatan
Intern penjabaran rangka
berkualitas
negara
SPIP
dapat
Presiden dalam nilai Luas ada proaktif selalu
IACM

BPKP
acuan
petunjuk lanjut guna
lingkungan Untuk
juga
perbaikan hasil kegiatan
secara mutu
rinci Standar Sebagai
profesi
jelas merespon
semakin
menjadi ini untuk batasan didukung

evaluasi
baru depan
terkait
SKPI
dengan namun jenis suatu
Adapun
terwujud
ketika
dampak current
perlu efektif

atau

reviu
suplemen
kondisi
dilakukan disusunlah asistensi konsultansi
dijabarkan
standar
masa
internnya
masyarakat penjelasan
menjelaskan
komunikasi
akuntabilitas
diperlukan kedeputian menuntut
perencanaan
menggambarkan pada

auditor
Pengawalan
mewujudkan pemerintah

mempertimbangkan

Edisi 1
Tahun 2019
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
- ii -

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Dadang Kurnia, Ak., M.B.A., CA., QIA., CGAP


Quality Assurance : 1. Dr. Maliki Heru Santosa, Ak., M.B.A., CRMA., CA.,
FCMA., CGMA., QIA
2. A. Ani Maharsi, Ak., M.Acc
Koordinator : Drs. Achdiman Kartadimadja, M.M
Supervisor : 1. Meidina Sari, Ak
2. Rina Ramayani, Ak., M.MT
3. Ambar Mulyadi, S.E
Tim Penyusun Materi : 1. Hilda Erdiarini, Ak., M.Ak., CRMP
2. Eko Rosdiansa Prastiawan., S.S.T. Akt., M.P.A
3. Abiyoga Hamim Syahputra, S.H.Int., M.P.A
4. Usman Maulana, S.E., M.Ak
5. Sigit Kurniawan, S.S.T. Akt., M.HR&ER
6. Rudi Hartono, S.E., M.M
7. Asti Kartika Wijayanti, S.E., M.Acc., Ak., CA
- iii -

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

PERATURAN BPKP NOMOR 1 TAHUN 2019

KATA PENGANTAR. .......................................................................... i

TIM PENYUSUN. ............................................................................... ii

DAFTAR ISI. ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................... 1


B. Tujuan ........................................................................... 2
C. Ruang Lingkup Pedoman .............................................. 3
D. Hierarki SKPI ................................................................. 3
E. Sistematika Penyajian .................................................... 4

BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................... 6

A. Pengertian...................................................................... 6
B. Independensi dan Objektivitas ....................................... 10
C. Kompetensi, Kecakapan, dan Kecermatan Profesional .... 11
D. Dasar Penugasan ........................................................... 13
E. Sarana dan Prasarana.................................................... 14
F. Jangka Waktu Penugasan .............................................. 14
G. Sumber Pembiayaan ...................................................... 15
H. Tahapan Umum Penugasan ........................................... 15

BAB III PERENCANAAN PEMANTAUAN ............................................. 17

A. Perencanaan Penugasan ................................................ 17


B. Penetapan Tujuan Penugasan ........................................ 19
C. Penetapan Ruang Lingkup Penugasan............................ 19
D. Kegiatan Perencanaan Pemantauan ............................... 20
- iv -

1. Pemahaman Objek Pengawasan…………… .................. 20


2. Identifikasi dan Penilaian Risiko ................................. 21
3. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern .......................... 22
4. Alokasi Sumber Daya Manusia ................................... 22
5. Alokasi Waktu Penugasan .......................................... 27
6. Penyusunan Program Kerja ........................................ 33

BAB IV PELAKSANAAN PEMANTAUAN ............................................. 36

A. Pengindentifikasian Informasi dan Bukti ........................ 36


B. Analisis dan Evaluasi Bukti ........................................... 38
C. Perumusan Simpulan Hasil Penugasan dan
Rekomendasi ................................................................. 42
D. Pendokumentasian Informasi dan Bukti......................... 43
E. Supervisi Penugasan Pemantauan………………………….. 49
1. Konsep Umum............................................................ 50
2. Proses Reviu Berkas Kerja Pemantauan………………… 53
3. Sarana dan Media Reviu Kertas Kerja Pemantauan….. 56
4. Reviu Atas Fisik Kertas Kerja Pemantauan……………... 58
5. Reviu Atas Materi Kertas Kerja Pemantauan…………… 59
6. Formulir Kendali Mutu Dalam Tahap Pelaksanaan
Pemantauan……………………………………………………. 63

BAB V KOMUNIKASI HASIL PEMANTAUAN ...................................... 81

A. Fungsi Komunikasi ........................................................ 81


B. Penyampaian Hasil Sementara ....................................... 83
C. Pelaporan ....................................................................... 84
1. Bentuk Komunikasi Hasil Pemantauan…………………. 84
2. Isi Laporan Hasil Pemantauan……………………………... 84
D. Penjaminan Mutu Hasil Pemantauan ............................. 86
1. Kualitas Laporan ………………………………… ............. 86
2. Formulir Kendali Mutu Komunikasi Hasil
Pemantauan…………………………………………………… 87
E. Distribusi Laporan ......................................................... 93
-v-

BAB VI PEMANTAUAN TINDAK LANJUT ........................................... 94

A. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemantauan . 94


B. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut ............................. 96

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 101


-1-

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai Auditor Internal Pemerintah Republik Indonesia, BPKP
mempunyai misi untuk menyelenggarakan pengawasan intern terhadap
akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional guna
mendukung tata kelola pemerintahan dan korporasi yang bersih dan
efektif. Pengawasan yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan
rekomendasi strategis, proses pelaksanaan pengawasan sesuai dengan
standar profesi, kegiatan dukungan secara sinergis dan terintegrasi
menghasilkan nilai tambah pada pengelolaan keuangan negara/daerah
dan pembangunan nasional.
Ruang lingkup pengawasan intern atas akuntabilitas pengelolaan
keuangan dan pembangunan nasional dilakukan oleh BPKP mencakup
kegiatan:
1. Kegiatan yang bersifat lintas sektoral;
2. Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan
3. Kegiatan berdasarkan penugasan oleh presiden.
Selain hal tersebut, BPKP juga mendapatkan penugasan khusus yang
atas kegiatan yang terkait dengan maturitas SPIP dan kapabilitas APIP.
Dalam kapasitasnya sebagai auditor intern pemerintah, kredibilitas
dan nilai tambah pengawasan intern dapat terwujud ketika auditor
bersikap proaktif dan pengawasan internnya memberikan pandangan
baru dan mempertimbangkan dampak masa depan. Pengawasan BPKP
juga dilakukan untuk merespon permasalahan yang mengemuka pada
pembangunan nasional yang menjadi perhatian Presiden atau
masyarakat luas. Pengawalan akuntabilitas keuangan negara menuntut
BPKP untuk selalu proaktif dalam melakukan pengawasan terhadap
current issue yang sedang berkembang.
Peran BPKP yang efektif perlu didukung oleh auditor yang
profesional dan kompeten dengan hasil pengawasan intern yang semakin
-2-

berkualitas. Dalam rangka mewujudkan hasil pengawasan intern yang


berkualitas dan memenuhi standar profesi diperlukan pengembangan
dan perbaikan yang berkelanjutan atas pedoman/ketentuan yang ada
guna mengadopsi kondisi dan kepentingan stakeholders. Untuk itu
BPKP menyusun Standar Kerja Pengawasan Intern (SKPI) BPKP sebagai
suatu standar ukuran mutu minimal atas pengawasan intern yang
dilakukan auditor BPKP.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari SKPI BPKP, disusunlah
suplemen pemantauan. Suplemen ini menggambarkan secara rinci
mengenai penugasan pemantauan. Suplemen pemantauan disusun
untuk menjadi acuan dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan dan pemantauan tindak lanjut kegiatan pemantauan.
Suplemen belum menjelaskan teknis kegiatan pengawasan, namun
memberikan batasan yang jelas masing-masing jenis penugasan
tersebut. Adapun penjelasan yang lebih teknis terkait masing-masing
jenis penugasan pemantauan, maka pihak kedeputian teknis dapat
menyusun pedoman teknis penugasan secara tematik.

B. Tujuan
Suplemen pemantauan disusun dengan tujuan untuk :
1. Menjadi pedoman pelaksanaan dalam penugasan pemantauan yang
dilakukan auditor BPKP;
2. Menjamin tercapainya transparansi dan keseragaman dalam proses
penugasan pemantauan yang dilakukan auditor BPKP;
3. Sebagai sarana pengendalian dan evaluasi atas kualitas pelaksanaan
kegiatan penugasan pemantauan di BPKP.

C. Ruang Lingkup Pedoman


Ruang lingkup suplemen pemantauan ini meliputi :
1. Perencanaan penugasan pemantauan;
2. Pelaksanaan penugasan pemantauan;
3. Pelaporan dan pemantauan penugasan pemantauan.
-3-

D. Hierarki SKPI

Hierarki SKPI BPKP menjelaskan urutan tingkatan hubungan SKPI


dengan pedoman atau ketentuan lainnya, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. SAIPI merupakan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang
merupakan standar yang harus dijadikan pedoman/acuan oleh
BPKP selaku auditor intern pemerintah Indonesia. SAIPI dibuat oleh
asosiasi auditor intern pemerintah Indonesia. Dalam SAIPI telah
disebutkan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan intern juga
mengacu kepada standar lain yang berlaku;
2. Mengacu kepada SAIPI, BPKP selaku salah satu instansi pengawasan
intern membuat standar kerja pengawasan intern (SKPI) BPKP
sebagai acuan umum bagi auditor BPKP dalam melaksanakan tugas
pengawasan intern. SKPI menguraikan kriteria atau ukuran mutu
minimal dalam melaksanakan kegiatan pengawasan intern oleh
auditor BPKP. SKPI merupakan turunan SAIPI untuk instansi BPKP.
-4-

SKPI dibuat dalam bentuk peraturan BPKP yang disertai lampiran


yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan;
3. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Badan, disusunlah
suplemen atas seluruh kegiatan pengawasan intern sebagaimana
pasal 3. Suplemen ini belum menjelaskan teknis kegiatan
pengawasan. Suplemen memberikan batasan yang jelas masing-
masing jenis penugasan tersebut;
4. Sebagaimana di jelaskan dalam pasal 9 (b) SKPI, pimpinan unit kerja
eselon I menyusun pedoman pelaksanaan SKPI sesuai dengan
bidang tugasnya masing-masing sebagai implementasi SKPI. Selain
mengacu kepada SKPI dan lampirannya sebagai Peraturan badan,
pedoman pelaksanaan juga harus mengacu kepada suplemen
assurance dan consulting yang merupakan gambaran rinci dari SKPI;
5. Untuk penjelasan yang lebih teknis terkait masing-masing jenis
penugasan, pihak kedeputian dapat meminta direktorat untuk
menyusun pedoman teknis penugasan.

E. Sistematika Penyajian
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan antara lain tentang latar belakang, tujuan, ruang
lingkup pedoman, hierarki SKPI, dan sistematika penyajian.
Bab II Gambaran Umum
Bab ini menguraikan antara lain tentang pengertian, independensi dan
objektivitas, kompetensi, kecakapan, dan kecermatan profesional, dasar
penugasan, sarana dan prasarana, jangka waktu penugasan, sumber
pembiayaan.
Bab III Perencanaan Pemantauan
Bab ini menguraikan antara lain tentang perencanaan penugasan,
penetapan tujuan penugasan, penetapan ruang lingkup penugasan,
kegiatan perencanaan.
Bab IV Pelaksanaan Pemantauan
-5-

Bab ini menguraikan tentang pengidentifikasian informasi dan bukti,


analisis dan evaluasi bukti, pendokumentasian bukti dan informasi, dan
supervisi penugasan.
Bab V Komunikasi Hasil Pemantauan
Bab ini menguraikan tentang fungsi komunikasi, penyampaian hasil
sementara, pelaporan, penjaminan mutu hasil, distribusi laporan.
Bab VI Pemantauan Tindak Lanjut
Bab ini menguraikan tentang pemantauan tindak lanjut laporan hasil
pemantauan, prosedur pemantauan tindak lanjut.
-6-

BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Pengertian
Pemberian Keyakinan (assurance) adalah seluruh proses
penyelenggaraan kegiatan seperti audit, reviu, evaluasi, dan
pemantauan, yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien serta meningkatkan kualitas
informasi yang andal dan relevan untuk kepentingan pimpinan dalam
rangka mewujudkan tata kelola/kepemerintahan yang baik.
Penugasan pemberian keyakinan memberikan tingkat keyakinan
yang berbeda. Tingkat keyakinan yang diberikan bergantung pada sifat
tingkat pengumpulan bukti. Jenis laporan yang diberikan juga berbeda
untuk setiap penugasan pemberian keyakinan. Rincian karakteristik
jenis penugasan diuraikan sebagai berikut:

Jenis Derajat Keandalan Kedalaman Jumlah Sifat


Penugasan Assurance Bukti Bukti Bukti Assurance
Audit Tinggi / Sangat Sangat Ekstensif Positif
Memadai Andal Dalam / Luas
Reviu Sedang / Andal Dalam Signifikan Negatif
Terbatas
Evaluasi, Cukup Cukup Cukup Cukup Negatif
Pemantauan andal dalam
dan
Pengawasan
Lainnya
-7-

Sifat assurance tercermin dalam bentuk laporan penugasan, sebagai


berikut:
1. Positif assurance tercermin dalam pernyataan dalam laporan.
Informasi yang diaudit telah sesuai dengan kriteria/ketentuan.
Contoh:
Dari hasil audit yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa
pelaksanaan tugas dan fungsi Satker XYZ telah dilaksanakan dengan
efektif dalam mencapai tujuan organisasi;
2. Negatif assurance tercermin dalam pernyataan dalam laporan bahwa
tidak ditemukan adanya penyimpangan/bukti adanya penyimpangan
dari kriteria yang digunakan.
Contoh:
Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan, tidak ditemukan bukti
bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Satker XYZ dilaksanakan
dengan tidak efektif.
Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu
program/kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pemantauan dilakukan dengan proses mengumpulkan, menganalisis
dan menggunakan informasi secara sistematis untuk menilai progres
suatu program/suatu pekerjaan dalam mencapai tujuan. Kegiatan
pemantauan dapat dilakukan setelah program atau kegiatan dimulai
dan berlangsung terus sepanjang implementasi program/kegiatan.
Kegiatan pemantauan harus senantiasa berbasis pada data atau fakta
yang ada, berpedoman pada proses kerja yang berlaku pada unit
tersebut dan pada pencapaian rencana kerja.
Kegiatan pemantauan diarahkan pada mendapatkan dan
menganalisis kemajuan, rencana kerja, dan data pencapaian kemajuan,
mengidentifikasi halangan atau hambatan, dan jika ditemukan
ketidaksesuaian harus dilakukan tindakan perbaikan. Pemantauan
merupakan kegiatan pengawasan yang berkesinambungan dan harus
terus menerus dilakukan dan bukan merupakan kegiatan yang bersifat
ad hoc. Oleh karena itu proses pemantauan perlu diterapkan secara
terus menerus dengan penekanan bahwa kegiatan ini bukan mencari-
-8-

cari kesalahan melainkan dengan penekanan tindakan perbaikan terus


menerus. Pemantauan dilakukan oleh auditor yang independen, bebas
dari kepentingan, memiliki sikap jujur, egaliter, tidak memihak, serta
tidak mencari-cari kesalahan.
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui perkembangan atas
kegiatan atau program yang sedang berjalan sewaktu-waktu untuk
menjawab sampai dimana aktivitas dilakukan dan output yang
dihasilkan. Karakteristik Pemantauan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Menilai kemajuan dalam pelaksanaan program yang sedang berjalan;
2. Akuntabilitas penyampaian input program, dasar untuk aksi
perbaikan, penilaian keberlanjutan program;
3. Apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana?, apakah terdapat
penyimpangan?, apakah penyimpangan tersebut dapat dibenarkan?;
4. Dilaksanakan terus-menerus atau secara berkala selama program
berjalan.
Indikator kinerja merupakan kunci kegiatan pemantauan. Dengan
menentukan indikator kinerja maka visi dan misi yang ditetapkan di
awal dapat dicapai. Indikator kinerja yang telah ditetapkan berfungsi
untuk:
1. Memperjelas apa, berapa dan bagaimana kemajuan pelaksanaan
kegiatan/program dan kebijakan;
2. Menciptakan kesepakatan yang dibangun oleh berbagai pihak
terkait;
3. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja;
4. Merupakan ukuran keberhasilan (akuntabilitas) satuan kerja dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.
Visi dan misi yang telah ditetapkan akan dijabarkan ke dalam
rencana strategis yang implementasinya dilakukan menentukan
kebijakan dan sasaran. Dari sasaran inilah ditentukan indikator kerja
sebagai implementasi. Indikator kerja diukur dan dievaluasi
pencapaiannya melalui proses pemantauan. Jika indikator kinerja
mencapai target maka hal ini akan mendukung sasaran dan kebijakan
demi tercapainya visi misi.
-9-

Implementasi Rencana Strategis

Indikator Sasaran Kebijakan Visi & Misi


Kinerja

Pemantauan

Jenis kegiatan monitoring/pemantauan yang dilakukan dapat


dikelompokkan dalam 4 (empat), sebagai berikut:
1. Kepatuhan (compliance): jenis pemantauan untuk menentukan
tingkat kepatuhan implementor terhadap standar dan prosedur yang
telah ditetapkan;
2. Pemeriksaan (auditing): jenis pemantauan untuk melihat sejauh
mana sumber daya dan pelayanan sampai pada kelompok sasaran;
3. Akuntansi (accounting): jenis pemantauan untuk mengkalkulasi
perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah
diimplementasikan suatu kebijakan;
4. Eksplanasi (explanation): jenis pemantauan untuk menjelaskan
adanya perbedaan antara hasil dan tujuan kebijakan.
Jenis kegiatan monitoring yang dilakukan BPKP antara lain:
1. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan;
2. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan;
3. Pemantauan realisasi penyerapan anggaran;
4. Pemantauan capaian kinerja instansi pemerintah;
5. Pemantauan dana dekonsentrasi;
6. Pemantauan persidangan perkara pidana;
7. Pemantauan pengadaan barang dan jasa;
8. Pemantauan pengawasan program prioritas nasional;
9. Pemantauan tindak lanjut hasil evaluasi lintas sektoral;
10. Pemantauan maturitas SPIP dan Kapabilitas APIP.
-10-

B. Independensi dan Objektivitas


Independensi dan objektivitas merupakan nilai-nilai yang harus
dijunjung tinggi oleh setiap pegawai BPKP saat melaksanakan kegiatan
pemantauan. Independensi dan objektivitas auditor diperlukan agar
kredibilitas hasil pemantauan meningkat.
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam
kemampuan aktivitas pemantauan untuk melaksanakan tanggung
jawab pemantauan secara objektif. Auditor juga harus bertanggung
jawab untuk terus-menerus mempertahankan independensi dalam
pemikiran (independence of mind) dan independensi dalam penampilan
(independence in appearance). Auditor bertanggung jawab untuk
memberitahukan kepada pejabat yang berwenang di BPKP apabila
memiliki gangguan pribadi terhadap independensi.
Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang
memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sedemikian rupa
sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan bahwa tidak ada
kompromi kualitas yang dibuat. Ancaman terhadap objektivitas harus
dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan, fungsional, dan
organisasi.
Setiap auditor wajib menerapkan independensi dan objektivitas
untuk menghindari konflik kepentingan, dan menegakkan prinsip-
prinsip etika profesi sesuai kode etik dan standar profesi yang berlaku
dalam melaksanakan kegiatan pemantauan. Kendala terhadap
independensi organisasi dan objektivitas individu dapat terjadi, namun
tidak terbatas pada pertentangan kepentingan personal, pembatasan
ruang lingkup, pembatasan akses terhadap catatan, personil, dan
properti, serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan.
Jika auditor memiliki gangguan potensial terhadap independensi
atau objektivitas yang berkaitan dengan penugasan yang akan
dilakukan, pengungkapan harus diinformasikan kepada objek
penugasan/mitra kerja sebelum menerima penugasan. Dalam hal
auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor objek
penugasan/mitra kerja dalam rangka penugasan atas program,
-11-

kegiatan, atau aktivitas lainnya, maka auditor tidak boleh terlibat dalam
pengambilan keputusan atau menyetujui hal-hal yang merupakan
tanggung jawab manajemen objek penugasan/mitra kerja.
Penugasan kegiatan pemantauan untuk fungsi di mana pimpinan
APIP berpotensi memiliki konflik kepentingan maka pelaksanaan
kegiatan pemantauan tersebut harus diawasi oleh pihak lain di luar APIP
yang bersangkutan.

C. Kompetensi, Kecakapan, dan Kecermatan Profesional


Kompetensi profesional mencakup pendidikan dan pengalaman.
Kompetensi profesional tidak hanya diukur secara kuantitatif dengan
berapa lama pengalaman melakukan pemantauan, karena hal tersebut
tidak dapat menggambarkan secara akurat jenis pengalaman yang
dimiliki auditor. Elemen terpenting bagi auditor adalah
mempertahankan kecakapan profesional melalui komitmen untuk
belajar dan pengembangan dalam seluruh kehidupan profesional
auditor.
Disamping hal tersebut, perencanaan sebuah tim juga penting
untuk dipertimbangkan. Tim pemantauan yang ditunjuk untuk
melaksanakan pemantauan harus mempunyai tingkat kompetensi yang
tinggi. Kompetensi yang dipersyaratkan bertujuan untuk menjaminkan
bahwa setiap personel melaksanakan tugas secara profesional dan tidak
bersikap memihak serta mencari-cari kesalahan. Hal paling penting
lainnya adalah senantiasa selalu mencari akar permasalahan setiap
simpulan sehingga dalam pencatatan ketidaksesuaian terlihat jelas
dimana perbaikan perlu dilakukan. Akar permasalahan juga akan
membantu dalam pengambilan keputusan atas tindakan perbaikan yang
hendak dilakukan.
Auditor harus merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya
dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent).
Penggunaan kecermatan profesional menekankan tanggung jawab setiap
-12-

auditor untuk memperhatikan standar serta mempertimbangkan


penggunaan evaluasi berbasis teknologi dan teknik analisis data lainnya.
Due professional care dilakukan pada berbagai aspek pemantauan,
diantaranya:
1. Formulasi tujuan penugasan pemantauan;
2. Penentuan ruang lingkup, termasuk pemantauan risiko;
3. Pemilihan pengujian dan hasilnya;
4. Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk
mencapai tujuan penugasan pemantauan;
5. Penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam
penugasan pemantauan dan efek/dampaknya;
6. Pengumpulan dan pengujian bukti pemantauan;
7. Penentuan kompetensi, integritas, dan kesimpulan yang diambil
pihak lain yang berkaitan dengan penugasan pemantauan.
Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan
profesional (professional judgment), meskipun dapat saja terjadi
penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika pemantauan sudah
dilakukan dengan seksama. Kecermatan Profesional (Due Professional
Care) tidak berarti kesempurnaan. Penggunaan kecermatan profesional
menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional.
Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti. Auditor
harus merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan
pemantauan dengan sikap skeptis profesional. Auditor mengakui bahwa
keadaan tertentu dapat menyebabkan hal pokok menyimpang dari
kriteria. Sikap skeptis profesional berarti auditor membuat penilaian
kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan dan
ketepatan bukti yang diperoleh selama kegiatan pemantauan.
Auditor harus menggunakan skeptis profesional dalam menilai
risiko terjadinya kecurangan yang secara signifikan untuk menentukan
faktor-faktor atau risiko-risiko yang secara signifikan dapat
mempengaruhi pekerjaan auditor apabila kecurangan terjadi atau
-13-

mungkin telah terjadi. Auditor harus menggunakan skeptis profesional


terhadap hal-hal, antara lain, sebagai berikut:
1. Bukti pemantauan yang bertentangan dengan bukti pemantauan lain
yang diperoleh;
2. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan
dokumen dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang
digunakan sebagai bukti pemantauan;
3. Keadaan yang mengindikasikan adanya kecurangan dan/atau
ketidakpatutan; dan
4. Kondisi yang memungkinkan perlunya prosedur pemantauan
tambahan selain prosedur yang dipersyaratkan dalam pedoman
pemantauan.

D. Dasar Penugasan
Dasar penugasan adalah dasar untuk melakukan pemantauan oleh
auditor. Dasar penugasan dapat bersumber dari penugasan yang
bersifat mandatory maupun permintaan. Penugasan mandatory
bersumber dari ketentuan atau peraturan yang diterbitkan pemerintah
yang memberikan kewenangan kepada BPKP untuk melakukan
penugasan pengawasan intern. Jenis penugasan ini biasanya sudah
masuk dalam PKPT BPKP.
Penugasan yang bersifat permintaan adalah penugasan yang
bersumber dari permintaan tertulis dari objek penugasan/mitra kerja
atau sering disebut bantuan kedinasan. Mekanisme dan tata cara
permintaan bantuan kedinasan tertuang dalam Peraturan BPKP Nomor
4 Tahun 2018 tentang Bantuan Kedinasan di lingkungan BPKP.
Bantuan kedinasan adalah kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan guna kelancaran pelayanan administrasi pemerintahan di
suatu instansi pemerintah yang membutuhkan.
Secara umum mekanisme penugasan yang bersifat permintaan
(bantuan kedinasan) adalah sebagai berikut:
1. Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU)
-14-

Nota Kesepahaman adalah kesepakatan di antara pihak untuk


berunding bahwa kedua belah pihak secara prinsip sudah
memahami dan akan melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu
sesuai isi dari Nota Kesepahaman tersebut di kemudian hari.
MoU biasanya dibuat antara BPKP dengan stakeholder yang belum
mempunyai payung hukum atas kerja sama yang akan dilakukan di
kemudian hari.
a. Judul Nota Kesepahaman;
b. Pembukaan Nota Kesepahaman;
c. Substansi Nota Kesepahaman;
d. Bagian tanda tangan para pihak.
Pembahasan lebih detail terhadap Nota Kesepahaman diatur lebih
lanjut dengan Pedoman Teknis pada Kedeputian terkait.
2. Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Kerangka Acuan Kerja adalah dokumen perencanaan kegiatan yang
berisi penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa, siapa, kapan,
di mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan.
Pembahasan lebih detail terhadap Kerangka Acuan Kerja diatur lebih
lanjut dengan Pedoman Teknis pada Kedeputian terkait serta
merujuk pada Peraturan BPKP Nomor 4 tahun 2018 tentang
Bantuan Kedinasan di lingkungan BPKP.

E. Sarana dan Prasarana


Sarana dan Prasarana merupakan sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan penugasan pemantauan. Fasilitas yang
dibutuhkan dapat berupa ruang kerja, seperangkat alat pengolah data
seperti ruang kerja, laptop, printer dan alat tulis kantor dan sebagainya.
Sarana dan prasarana ini dapat disiapkan oleh objek penugasan/mitra
kerja atau BPKP tergantung kesepakatan bersama.

F. Jangka Waktu Penugasan


Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh
proses penugasaan dari tahap perencanaan penugasan yang dimulai
-15-

pada saat surat tugas diterbitkan sampai tahap pelaporan. Jangka


waktu penugasan sangat bergantung dengan ruang lingkup penugasan.

G. Sumber Pembiayaan
Pembiayaan adalah sumber dana yang digunakan untuk membiayai
penugasan pengawasan intern oleh auditor. Biaya yang diperlukan
untuk menunjang kegiatan penugasan yang dapat berupa biaya
perjalanan dinas dan atau honorarium. Sumber pembiayaan dapat
bersumber dari intern BPKP atau mitra kerja. Pengaturan lebih lanjut
mengenai pembiayaan dari mitra kerja dapat dilihat dalam Peraturan
BPKP Nomor 4 tahun 2018 tentang Bantuan Kedinasan di lingkungan
BPKP.

H. Tahapan Umum Penugasan


Secara umum, tahapan kegiatan pemantauan terdiri atas:
1. Perencanaan
a. Perencanaan Penugasan;
b. Penetapan Tujuan dan Sasaran Penugasan;
c. Ruang lingkup penugasan;
d. Kegiatan Perencanaan Pemantauan.
2. Pelaksanaan
a. Pengidentifikasian Informasi dan Bukti;
b. Analisis dan Evaluasi Bukti;
c. Pendokumentasian Bukti dan Informasi;
d. Supervisi Penugasan.
3. Komunikasi Hasil Pemantauan
a. Fungsi Komunikasi;
b. Penyampaian Hasil Sementara;
c. Pelaporan;
d. Penjaminan Mutu Hasil;
e. Distribusi Laporan.
-16-

4. Pemantauan Tindak Lanjut


a. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil;
b. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut.
-17-

BAB III
PERENCANAAN PEMANTAUAN

A. Perencanaan Penugasan
Dalam merencanakan penugasan, auditor harus
mempertimbangkan:
1. Strategi dan sasaran dari kegiatan yang sedang dilakukan
pemantauan dan mekanisme yang digunakan dalam mengendalikan
kinerjanya, risiko signifikan atas sasaran, sumber daya, dan operasi
aktivitas yang dilakukan pemantauan, dan bagaimana menurunkan
dampak risiko tersebut sampai pada tingkat yang dapat diterima;
2. Kecukupan dan efektivitas tata kelola, pengelolaan risiko dan proses
pengendalian dibandingkan dengan kerangka atau model yang
relevan, peluang untuk meningkatkan secara signifikan proses tata
kelola, pengelolaan risiko dan pengendalian.
Proses perencanaan penugasan pemantauan di BPKP terbagi
menjadi empat tahap, yaitu:
1. Penyusunan Rencana Pemantauan
Rencana Pemantauan didefinisikan sebagai daftar semua
kemungkinan pemantauan yang dapat dilakukan atas entitas‐entitas
pemantauan (monitoring units). Pendekatan yang dapat digunakan
untuk menyusun pemantauan adalah:
a. Struktur organisasi (unit instansi, satuan kerja, dan lain‐lain);
b. Proyek (pembangunan fisik, sarana prasarana, pengembangan
sistem, prosedur dan program, pengembangan produk, dan
lain‐lain);
c. Kegiatan (pelaksanaan tugas, unit usaha, fungsi, proses, dan
lain‐lain);
d. Aset (aset berbentuk fisik, kas, informasi, sumber daya
organisasi, dan lain‐lain).
-18-

2. Menetapkan Skala Prioritas pemantauan


Dari seluruh monitoring units, perlu ditetapkan skala prioritas yang
akan menjadi Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Skala
prioritas dapat ditetapkan dengan Register Risiko ataupun Faktor
Risiko.
3. Pengembangan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
Tahap perencanaan selanjutnya adalah penyusunan PKPT. Setelah
monitoring units ditentukan, maka mulailah disusun PKPT, yang
berisi berbagai macam informasi terkait dengan rencana
pemantauan di tahun selanjutnya, yang diantaranya berisi:
a. Nama objek/unit yang akan dilakukan pemantauan;
b. Kapan dilaksanakan;
c. Sumber daya yang dibutuhkan;
d. Berapa lama akan dilaksanakan;
e. Jumlah personel tim yang akan melaksanakan; dan sebagainya.
Penentuan rencana dan jadwal pemantauan tahunan didasarkan
pada penyesuaian antara urutan monitoring units dengan sumber
daya pemantauan yang tersedia. Berdasarkan PKPT yang tersusun,
maka proses perencanaan berikutnya adalah perencanaan
pemantauan individual atas setiap monitoring unit yang telah
ditetapkan dalam PKPT.
4. Perencanaan Kegiatan pemantauan
Perencanaan kegiatan pemantauan merupakan kegiatan
perencanaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan penugasan
pemantauan. Dalam tahap perencanaan kegiatan pemantauan
terdapat kegiatan, yaitu penilaian risiko penugasan, pemahaman
usaha objek penugasan/mitra kerja, identifkasi penilaian risiko,
evaluasi sistem pengendalian intern, alokasi sumber daya
penugasan, alokasi waktu pemantauan, dan penyusunan program
pemantauan.
-19-

B. Penetapan Tujuan Penugasan


Tujuan dari penugasan pemantauan adalah untuk mengamati/
mengetahui perkembangan dan kemajuan, identifikasi dan
permasalahan serta antisipasinya /upaya pemecahannya. Setiap auditor
harus mempertimbangkan kemungkinan timbulnya kesalahan yang
signifikan, kecurangan, ketidaktaatan, dan pengungkapan lain pada
saat menyusun tujuan penugasan.
Tujuan yang akan dicapai dalam pemantauan ini antara lain:
1. Menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai
dengan tujuan dan sasaran;
2. Menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi risiko
yang lebih besar;
3. Melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil
pemantauan mengharuskan untuk modifikasi kebijakan.
Adapun sasaran yang ingin dicapai secara umum, adalah:
1. Menjaminkan bahwa kesesuaian dan kepatuhan terhadap prosedur
senantiasa dijalankan sesuai dengan standar yang berlaku;
2. Melihat efektivitas dari tindakan perbaikan yang dilakukan karena
ketidaksesuaian ditemukan pada pemeriksaan periode sebelumnya;
3. Meninjau adanya perbaikan khusus yang diimplementasikan sebagai
tindakan pencegahan atas ketidaksesuaian yang mungkin terjadi;
4. Melakukan pemantauan terhadap proses kegiatan terhadap rencana
yang dibuat termasuk pencapaiannya;
5. Memeriksa catatan-catatan untuk mengevaluasi kecenderungan
kesalahan data.

C. Penetapan Ruang Lingkup Penugasan


Ruang lingkup penugasan adalah pernyataan yang jelas mengenai
fokus, luas, dan batasan penugasan. Ruang lingkup penugasan yang
ditetapkan harus memadai untuk dapat mencapai tujuan penugasan.
Ruang lingkup penugasan harus mempertimbangkan sistem, catatan,
personel dan properti fisik yang relevan, termasuk yang berada di bawah
pengelolaan pihak ketiga. Setiap jenis penugasan pemantauan memiliki
-20-

ruang lingkup yang berbeda-beda. Ruang lingkup suatu penugasan


pemantauan tertentu secara spesifik diatur dalam pedoman teknis
pengawasan tingkat direktorat.
Ketika kegiatan Pemantauan akan dijalankan, sebaiknya ruang
lingkup kegiatan tersebut disepakati di awal sehingga kegiatan tidak
terlalu melebar. Selain itu pula, kegiatan ini bersifat sampling yang
artinya tidak seluruhnya diperiksa dan dievaluasi. Kecuali jika waktu
memang disediakan cukup panjang maka kegiatan bersifat sensus
sangat dimungkinkan. Misal pada periode Pemantauan kali ini lingkup
Pemantauan ditekankan kepada pemeriksaan proses dan kepatuhan
terhadap prosedur. Sementara itu pada periode pemantauan yang akan
datang lingkup pemeriksaan kepada pencapaian indikator kinerja dan
reviu terhadap produk/layanan

D. Kegiatan Perencanaan Pemantauan


1. Pemahaman Objek Pengawasan
Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh pemahaman
mengenai profil objek penugasan/mitra kerja. Pemahaman auditor
atas usaha objek penugasan/mitra kerja membentuk dasar yang
penting untuk banyak hal dalam pengambilan keputusan dan
aktivitas selama pemantauan. Pemahaman usaha bertujuan untuk
membantu pelaksanaan pemantauan terhadap objek
penugasan/mitra kerja tersebut secara efisien dan efektif serta
membantu auditor dalam memberikan bimbingan atau saran untuk
perbaikan program atau kegiatan yang dilakukan pemantauan.
Untuk mencapai tujuan ini, auditor mengumpulkan informasi
faktor-faktor intern yang mempunyai dampak terhadap program atau
kegiatan yang dilakukan pemantauan, seperti misalnya struktur
organisasi, tujuan organisasi, operasi, keuangan, dan SDM. Auditor
juga mengumpulkan informasi yang berasal dari luar objek
penugasan/mitra kerja seperti lingkungan industri, usaha, dan
peraturan yang berpengaruh terhadap objek penugasan/mitra kerja.
Informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk
-21-

pembicaraan dengan manajemen objek penugasan/mitra kerja,


kunjungan ke lokasi, dan laporan-laporan serta dokumen lain yang
disiapkan baik oleh objek penugasan/mitra kerja maupun oleh
pihak-pihak dari luar organisasi objek penugasan/mitra kerja.
Survei pendahuluan atau disebut juga pre-pemantauan adalah
mengumpulkan informasi mengenai objek pengawasan/mitra kerja
yang akan diperiksa. Informasi yang dibutuhkan mencakup:
a. Jenis kegiatan, layanan, atau produk objek pengawasan/mitra
kerja;
b. Proses utama atau kegiatan utama objek pengawasan/mitra
kerja;
c. Struktur organisasi dari objek pengawasan/mitra kerja;
d. Denah tempat objek pengawasan yang akan diperiksa apabila
ada perubahan lokasi;
e. Personil yang berwenang pada objek pengawasan.

2. Identifikasi Penilaian Risiko


Risiko penugasan merupakan risiko bahwa BPKP akan
menghadapi tuntutan pengadilan atau dipublikasikan secara negatif
sehubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan objek
pengawasan. Aktivitas pemantauan harus mengevaluasi efektivitas
dan memberikan kontribusi pada peningkatan proses pengelolaan
risiko. Penilaian efektivitas proses pengelolaan risiko merupakan
suatu pendapat berdasarkan evaluasi dari auditor bahwa:
a. Tujuan organisasi telah mendukung dan terkait dengan misi
organisasi;
b. Risiko signifikansi telah diidentifikasi dan dinilai;
c. Respon risiko yang sesuai telah dipilih dan sesuai dengan selera
risiko organisasi;
d. Informasi yang relevan mengenai risiko telah diperoleh dan
dikomunikasikan dalam waktu yang tepat ke seluruh unit
organisasi, yang membuat staf, manajemen, dan dewan dapat
melaksanakan tanggung jawabnya.
-22-

3. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern


Auditor harus mendapatkan pemahaman yang cukup atas
masing-masing unsur sistem pengendalian intern dalam
merencanakan pemantauan. Berdasarkan pemahaman tersebut,
auditor dapat menarik kesimpulan apakah lingkungan pengendalian
dapat menghasilkan sistem akuntansi yang andal dan pengendalian
intern yang efektif.
Dokumentasi atas pemahaman auditor tentang sistem
pengendalian harus mencakup kesimpulan menyeluruh mengenai
pengaruh lingkungan pengendalian dalam menghasilkan
pengendalian intern yang efektif dan sistem akuntansi yang andal,
dan uraian mengenai faktor-faktor yang menimbulkan adanya
kesimpulan demikian. Auditor harus memahami rancangan sistem
pengendalian intern dan menguji penerapannya serta memberikan
rekomendasi yang diperlukan. Auditor harus mempunyai
pemahaman atas sistem pengendalian intern auditan/objek
pengawasan dan mempertimbangkan apakah prosedur-prosedur
sistem pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara
memadai.
Pemahaman atas rancangan sistem pengendalian intern
digunakan untuk menentukan saat dan jangka waktu serta
penentuan prosedur yang diperlukan dalam pelaksanaan
pemantauan. Oleh karena itu, auditor harus memasukkan pengujian
atas sistem pengendalian intern auditan/objek pengawasan dalam
prosedur pemantauannya.

4. Alokasi Sumber Daya Manusia


Fungsi utama untuk menugaskan sumber daya manusia (SDM)
yang profesional terletak pada penanggung jawab penugasan
(pimpinan unit kerja). Seringkali penyusunan tim dapat
didelegasikan pada pengendali teknis. Setiap unit kerja BPKP
bertanggung jawab untuk merencanakan dan menjaga kecukupan
jumlah SDM yang berkualifikasi agar dapat melaksanakan
-23-

pemantauan pada objek penugasan/mitra kerja sebagaimana


mestinya dan sesuai dengan persyaratan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menugaskan SDM
meliputi:
a. Faktor-faktor penugasan
1) Jenis dan kompleksitas objek penugasan/mitra kerja;
2) Kondisi yang diketahui atau diperkirakan sebagai petunjuk
adanya risiko yang lebih besar dari normal;
3) Jenis/bidang objek penugasan/mitra kerja yang bersifat
khusus atau memerlukan keahlian khusus;
4) Pertimbangan waktu;
5) Kesempatan untuk melakukan pelatihan di lapangan.
b. Faktor-faktor auditor
1) Kualifikasi auditor;
2) Waktu yang tersedia;
3) Pertimbangan independensi, termasuk adanya konflik
kepentingan (conflict of interest);
4) Hubungan dengan objek penugasan/mitra kerja;
5) Mutasi petugas secara periodik (untuk mengenalkan
jenis/bidang objek penugasan/mitra kerja yang berbeda dan
anggota-anggota tim yang berbeda);
6) Kesempatan mengembangkan profesi.
Auditor yang lebih berpengalaman sebaiknya ditugaskan untuk
memegang peranan penting pada tugas-tugas pemantauan yang
besar, lebih kompleks atau secara potensial memiliki kepekaan. Di
samping itu, pemantauan pertama kali dan tugas pemantauan
dengan pengaturan waktu yang ketat seringkali merupakan
persoalan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam membuat
penugasan. Penugasan-penugasan sebaiknya dibuat jauh-jauh hari
sebelumnya dan tercermin dalam formulir KM 1 (Peta Pengawasan),
KM 2 (Perencanaan Pengawasan dari Segi Pelaksana) dan KM 3
(Rencana Pengawasan Dilihat dari Objek Pengawasan).
-24-

Formulir KM 1 digunakan untuk mencatat semua objek


pengawasan yang direncanakan akan dilaksanakan dalam satu
tahun anggaran tertentu, yang dikelompokkan ke dalam:
a. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan
Kementerian/Lembaga;
b. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan Instansi
Pemerintah Daerah;
c. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan Badan Usaha;
d. Objek pengawasan dalam rangka Investigasi/Hambatan
Kelancaran Pembangunan;
e. Objek pengawasan dalam rangka Pengawasan Intern dan
Pembinaan Penyelenggaraan SPIP.
Perencanaan pengawasan mencakup pemilihan objek
pengawasan beserta sumber daya pengawasan (sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, dan dana) agar tujuan pengawasan
dapat dicapai. Mengingat keterbatasan sumber daya pengawasan,
maka perencanaan pengawasan berbasis risiko menjadi salah satu
solusi, yaitu perencanaan yang didasarkan atas penilaian risiko
terhadap keseluruhan objek pengawasan, yang selanjutnya menjadi
dasar penentuan prioritas pengawasan. Beberapa hal yang dapat
menjadi pertimbangan dalam penilaian risiko penugasan antara lain
jumlah dana yang dikelola, kondisi pengendalian intern, aspek
strategis kegiatan, dan dampak kegiatan yang dilakukan terhadap
masyarakat. Perencanaan berbasis risiko ini dapat mengarahkan
alokasi sumber daya secara efisien dan efektif. Besaran risiko
pengawasan ditetapkan berdasarkan metodologi yang dibangun oleh
masing-masing unit kerja.
-25-

Bentuk Formulir KM 1:

Formulir KM 2 digunakan untuk mencatat nama pejabat


fungsional auditor yang akan ditugaskan untuk melakukan
pengawasan dalam satu tahun anggaran tertentu untuk objek
pengawasan yang tercantum dalam formulir KM 1 dan KM 3,
termasuk rencana perolehan angka kredit (hari pengawasan).
Penyusunan formulir KM 2 menjadi tanggung jawab Direktur, Kepala
Perwakilan BPKP yang bersangkutan, dan pejabat setingkat eselon
dua.
Pada setiap awal tahun anggaran, formulir KM 2 diharapkan
dapat diinformasikan kepada pejabat fungsional auditor yang akan
melaksanakan tugas pengawasan dan pengembangan profesi,
sehingga masing-masing pegawai dapat mengetahui rencana
kegiatan, rencana jam efektif, dan rencana perolehan angka kredit
(hari pengawasan) selama satu tahun anggaran dengan jelas.
-26-

Bentuk Formulir KM 2:

Formulir KM 3 digunakan untuk mencatat semua kegiatan


pengawasan termasuk pengembangan profesi, sasaran pengawasan
dan jadwal pelaksanaan kegiatan yang direncanakan akan
dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.
Perencanaan kegiatan pengawasan yang akan dilaksanakan
tersebut hendaknya disusun secara realistis, dengan memperhatikan
sumber daya yang dimiliki masing-masing unit kerja, sesuai dengan
Formulir KM 1 (Peta Pengawasan).
Pengisian formulir KM 3 harus didasarkan atas rencana
strategis (Renstra) masing-masing unit kerja dan harus sejalan
dengan renstra BPKP. Kegiatan pengawasan yang dicakup dalam
pengisian form KM 3 juga termasuk kegiatan pemantauan,
pengawasan lainnya, dan dalam rangka membantu melaksanakan
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, serta
pemantauan pengawasan.
-27-

Bentuk Formulir KM 3:

5. Alokasi Waktu Penugasan


Anggaran waktu harus disusun dengan cermat, terutama dalam
pemantauan berulang, guna membantu tercapainya tujuan-tujuan
berikut:
a. Memberikan estimasi waktu dan persyaratan tim untuk
memberikan dasar perkiraan biaya dan keahlian yang
diperlukan;
b. Memberikan arahan/petunjuk kepada anggota tim mengenai
kelayakan jumlah waktu untuk melaksanakan pemantauan;
c. Memberikan pedoman untuk memantau jumlah dan lamanya
waktu personel tim pemantauan;
d. Memberikan sarana untuk menelaah efisiensi dan efektivitas
penggunaan waktu pada suatu lingkup pemantauan tertentu,
dan juga berguna dalam meningkatkan efisiensi auditor dan
pengendalian biaya pemantauan;
-28-

e. Memberikan dasar untuk menetapkan persyaratan personalia


dan untuk merencanakan efektivitas dan efisiensi penggunaan
personel pada penugasan yang bersifat khusus.
Anggaran waktu yang dipersiapkan dengan cermat akan sangat
bermanfaat dalam suatu penugasan. Pada penugasan berulang,
anggaran waktu tersebut sangat berguna untuk dasar penyiapan
anggaran tahun yang akan datang (dan untuk penyusunan PKPT),
dengan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan pada saat atau
mendekati permulaan pemantauan tahun yang akan datang.
Adanya masalah-masalah potensial yang telah diidentifikasi
dalam prosedur perencanaan pemantauan dapat digunakan untuk
menyusun prioritas penugasan dan penentuan saat/waktu
pemantauan dalam rangka menyiapkan anggaran waktu. Jumlah
waktu yang dialokasikan untuk tiap bagian ini hendaknya cukup
untuk menilai secara lengkap hubungan berbagai alternatif jawaban
atau perlakuan yang mungkin ada, dan mengonsultasikan dengan
pihak lain dalam satuan kerja pemantauan dan ahli dari luar. Tidak
seluruh lingkup permasalahan potensial dan dinilai sepenuhnya
pada tahap awal pemantauan. Oleh karena itu, pertimbangan yang
matang tetap diperlukan dalam menetapkan waktu yang sesuai
untuk melaksanakan prosedur secara tepat pada kondisi yang telah
diidentifikasikan.
Usulan anggaran waktu tim pemantauan hendaknya disiapkan
untuk setiap penugasan. Anggaran waktu tersebut harus ditelaah
terlebih dahulu oleh pengendali teknis sebelum disetujui oleh
penanggung jawab penugasan. Penelaahan ini difokuskan pada
bidang-bidang yang diidentifikasikan mengandung risiko khusus dan
bidang-bidang yang memerlukan keahlian khusus serta
kesesuaiannya dengan PKPT. Mereka hendaknya yakin bahwa
anggaran waktu tersebut realistis, disediakan untuk tingkat
pelatihan dan pengawasan yang tepat dan konsisten dengan
keseluruhan rencana pemantauan.
-29-

Usulan anggaran waktu dapat ditinjau kembali apabila tidak


tersedia auditor yang memiliki keahlian khusus yang diperlukan,
atau yang siap ditugaskan, atau adanya jadwal penugasan yang
bertentangan. Anggaran waktu dituangkan dalam formulir KM 4
(Alokasi Waktu Pengawasan) dan KM 5 (Kartu Penugasan).
Formulir KM 4 digunakan untuk mencatat anggaran waktu
pengawasan dalam rangka kendali pengawasan, mulai dari tahap
persiapan pengawasan sampai dengan penyusunan laporan hasil
pengawasan sesuai dengan peran auditor dalam tim. Anggaran
waktu pengawasan harus memperhatikan jadwal pengawasan dari
pejabat fungsional auditor sebagaimana tercantum dalam KM 3.
Perubahan jadwal pengawasan dari pejabat fungsional auditor harus
didasarkan pada alasan yang jelas dan disetujui oleh pimpinan unit
kerja.
-30-

Bentuk Formulir KM 4:
-31-

Formulir KM 5 diisi dengan rencana pengawasan sesuai hasil


survei terkini mengenai seluk beluk kegiatan dan sistem kendali
objek pengawasan (mitra kerja). Formulir ini merupakan salah satu
alat pengendali yang dibuat dengan tujuan sebagai kesepakatan
antara pimpinan unit organisasi dengan Pengendali Mutu atas
pelaksanaan kegiatan pengawasan untuk setiap penugasan.
Formulir ini juga digunakan sebagai alat pengendalian dalam rangka
pemantauan dan perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan
penyelesaian pengawasan untuk setiap penugasan. Selain itu, juga
digunakan sebagai dasar perhitungan angka kredit bagi pejabat
fungsional auditor. Seluruh pengisian Formulir KM 5 menjadi
tanggung jawab Ketua Tim setelah disupervisi oleh Pengendali
Teknis, diketahui oleh Pengendali Mutu, atau pejabat Eselon III, dan
disetujui oleh Kepala/Pimpinan Unit Organisasi. Formulir KM 5
dibuat bersamaan dengan Formulir KM 4 (Alokasi Waktu
Pengawasan).
-32-

Bentuk Formulir KM 5:
-33-

6. Penyusunan Program Kerja


Sebelum penugasan, auditor harus menyusun dan
mendokumentasikan program kerja untuk mencapai tujuan
penugasan. Program kerja harus mencakup prosedur untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini
harus memperoleh persetujuan dari pengendali teknis sebelum
dilaksanakan dan apabila terjadi perubahan harus segera
dimintakan persetujuan.
Penentuan dan pengembangan program kerja pemantauan yang
digunakan merupakan bagian integral proses perencanaan
pemantauan. Program kerja pemantauan menguraikan hal-hal yang
harus dipertimbangkan sebelum memulai penugasan seperti
pemahaman proses bisnis objek penugasan/mitra kerja, penilaian
risiko sasaran pemantauan dan bagaimana mengendalikannya,
termasuk membuat kesepahaman dengan objek penugasan/mitra
kerja perihal tujuan, ruang lingkup dan tanggung jawab masing-
masing laporan termasuk distribusi laporan.
Program kerja pemantauan biasanya disiapkan atau diperbaiki
oleh ketua tim pemantauan dengan mendasarkan pada penilaian
risiko dan keputusan yang berhubungan dengan pemantauan seperti
yang didokumentasikan dalam memorandum perencanaan
pemantauan. Program kerja pemantauan harus ditelaah dan
disetujui oleh pengendali teknis.
Apapun bentuk program kerja pemantauan yang digunakan,
auditor hendaknya menyesuaikan pada kebutuhan suatu penugasan
dan rencana pemantauan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam menyesuaikan program tersebut adalah:
a. Tingkat pengujian yang dilaksanakan untuk masing-masing
permasalahan potensial;
b. Waktu pengujian; dan
c. Tingkat kejelasan yang dibutuhkan dalam masing-masing tahap
untuk meyakinkan bahwa ketua dan anggota tim pemantauan
-34-

akan melaksanakan prosedur tersebut sesuai dengan yang


diharapkan oleh pengendali teknis.
Program kerja pemantauan merupakan perluasan memorandum
perencanaan pemantauan dan harus mendukung dokumentasi
keputusan-keputusan dalam hal dilaksanakannya prosedur-
prosedur pemantauan tertentu. Bila program kerja pemantauan yang
ada (termasuk model-model program) diteruskan dari tahun ke
tahun, maka program kerja pemantauan tersebut harus direviu
untuk meyakinkan apakah memadai untuk pemantauan atas
kesalahan-kesalahan potensial yang ada, perubahan dalam risiko
dan/atau waktu prosedur, dan kondisi lain yang menghendaki
perubahan pada prosedur pemantauan.
Auditor yang ditugaskan untuk melengkapi program kerja
pemantauan harus membubuhkan perannya. Jika prosedur-
prosedur yang dikehendaki oleh program kerja pemantauan akan
dimodifikasi, atau jika prosedur-prosedur alternatif akan
dilaksanakan, kertas kerja hendaknya mendokumentasikan dengan
jelas prosedur-prosedur yang sesungguhnya dilaksanakan dan
alasan berubahnya prosedur dari yang telah direncanakan. Ketua
tim pemantauan sebaiknya mempertimbangkan persetujuan yang
diperoleh dari pengawas atau pembantu penanggung jawab
penugasan sebelum memodifikasi program kerja pemantauan
tersebut. Jika prosedur pemantauan dalam program kerja
pemantauan tersebut dipertimbangkan tidak dapat diterapkan, hal
ini sebaiknya dinyatakan dan diberikan penjelasan secara singkat.
Program pengawasan disusun berdasarkan pada tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan pengawasan dengan memperhatikan KM-
4 dan KM-5. Program pengawasan dicatat dalam KM-6 yang memuat
rencana dan realisasi prosedur pemantauan, siapa yang
melaksanakan prosedur pemantauan, waktu pemantauan yang
diperlukan, dan nomor KKP tempat pelaksanaan dan hasil dari
prosedur pemantauan yang bersangkutan didokumentasikan.
-35-

Bentuk formulir KM 6:
-36-

BAB IV
PELAKSANAAN PEMANTAUAN

A. Pengidentifikasian Informasi dan Bukti


Proses dalam tahap persiapan pemantauan adalah menentukan
tujuan dan strategi pemantauan. Dalam menentukan tujuan
dimaksudkan untuk memantau kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan program, serta kemajuan dalam mencapai tujuan program
secara berkala, serta mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan program dengan melibatkan peran aktif penanggung jawab
program. Sedangkan dalam penentuan strategi pemantauan diperlukan
untuk mempermudah pelaksanaan pemantauan.
Auditor menentukan hal-hal penting yang harus dilakukan dalam
action plan yang telah disusun sebelumnya. Disamping itu, auditor
melakukan pengumpulan data awal untuk pemantauan terhadap objek
pengawasan, menentukan hal-hal penting apa yang akan dipantau dan
menjadi bahan laporan pemantauan, merencanakan untuk melakukan
pemantauan dengan mendasarkan pada kertas kerja pemantauan.
Auditor harus mengidentifikasi informasi yang relevan, kompeten,
cukup, dan material (REKOCUMA) untuk mencapai tujuan penugasan.
Informasi dikatakan relevan jika informasi tersebut mendukung dan
menguatkan argumen yang berhubungan dengan tujuan, kesimpulan,
rekomendasi dari auditor. Kompeten jika informasi tersebut dapat
diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Informasi
yang cukup berkaitan dengan jumlah/kuantitas informasi yang dapat
dijadikan dasar untuk penarikan suatu kesimpulan, argumentasi atau
rekomendasi. Informasi dikatakan material jika informasi memiliki nilai
signifikan untuk dijadikan sebagai dasar penarikan suatu kesimpulan,
argumentasi, atau rekomendasi.
Metode pengumpulan data dan informasi dapat dilakukan melalui:
1. Metode dokumentasi: dari berbagai laporan kegiatan seperti laporan
tahunan/semesteran/bulanan;
-37-

2. Metode survei: tujuannya untuk menjaring data dari para


stakeholders, terutama kelompok sasaran;
3. Metode observasi lapangan: untuk mengamati data empiris di
lapangan dan bertujuan untuk lebih meyakinkan dalam membuat
penilaian tentang proses dari kebijakan. Dapat digunakan untuk
melengkapi metode survei;
4. Metode wawancara: pedoman wawancara yang menanyakan berbagai
aspek yang berhubungan dengan implementasi kebijakan perlu
dipersiapkan;
5. Metode campuran: misalnya campuran antara metode dokumentasi
dan survei, atau metode survei dan observasi, atau dengan
menggunakan ketiga atau bahkan keempat metode di atas;
6. Metode FGD: dengan melakukan pertemuan dan diskusi dengan
para stakeholders yang bervariasi. Dengan cara demikian, maka
berbagai informasi yang lebih valid akan dapat diperoleh melalui
cross check data dan informasi dari berbagai sumber.

Jenis Bukti Pemantauan


1. Bukti fisik adalah bukti yang diperoleh melalui pengamatan
langsung auditor untuk meyakini keberadaan (kuantitatif) dan mutu
(kualitatif) dari aset berwujud. Hasil pengamatan fisik oleh auditor
tersebut dituangkan ke dalam bentuk-bentuk seperti berita acara
pemeriksaan fisik, hasil inspeksi lapangan, foto, surat pernyataan,
denah lokasi atau peta lokasi dan lain-lain;
2. Bukti dokumen dapat berupa dokumen fisik maupun dokumen
elektronik. Dokumen fisik pada umumnya terbuat dari lembaran-
lembaran kertas yang mengandung huruf, angka dan informasi,
simbol-simbol dan lain-lain. Dokumen elektronik adalah setiap
Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
-38-

atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau


perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya;
3. Bukti analisis adalah bukti yang diperoleh auditor dengan
melakukan analisis atau mengolah lebih lanjut data-data dari objek
penugasan/mitra kerja dan data lain yang berkaitan dengan objek
penugasan/mitra kerja;
4. Bukti keterangan adalah bukti yang diperoleh auditor dari pihak lain
(baik dari pihak objek penugasan/mitra kerja maupun pihak ketiga)
berdasarkan pertanyaan atau informasi tertentu yang diminta oleh
auditor. Bukti keterangan dapat berupa pernyataan lisan maupun
tulisan.

B. Analisis dan Evaluasi Bukti


Pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Untuk pemantauan di
tingkat lapangan dapat dilakukan dengan cara diskusi langsung secara
intensif bersama para objek pengawasan/mitra kerja yang terlibat dalam
kegiatan, atau dengan presentasi setiap kegiatan oleh penerima manfaat
pada waktu yang disepakati. Sedangkan untuk monitoring yang
dilakukan oleh Tim pelaksana program akan dilakukan dengan cara
presentasi dan dilanjutkan dengan kunjungan ke lapangan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemantauan mencakup
kegiatan:
1. Menetapkan standar dan indikator untuk menilai proses
pelaksanaan program/ kegiatan. Standar biasa mencakup semua
input yang digunakan (dana, meteri/bahan, cara atau metode, SDM,
prosedur, teknologi, dll). Dalam tahapan ini juga dilakukan
penetapan atas kebutuhan pemantauan lainnya seperti dokumen
terkait yang hendak diperiksa atau temuan sebelumnya yang
tindakan perbaikannya hendak diverifikasi;
2. Mengumpulkan data dan melakukan investigasi kinerja
(pengamatan) dari pelaksanaan kegiatan/ proses kegiatan yang
-39-

dipilih untuk dibandingkan dengan standar/indikator (baik kualitatif


maupun kuantitatif) yang telah ditentukan;
3. Mengamati perubahan lingkungan dan mengumpulkan data untuk
pengkajian pengaruh lingkungan tersebut terhadap kegiatan yang
sedang dilaksanakan;
4. Pengolahan, analisis data dan sintesis hasil. Data yang dikumpulkan
(termasuk perubahan lingkungan) diolah dan dianalisis untuk
membuat penilaian dan kesimpulan tentang proses pelaksanaan
kegiatan. Hasil analisis dan kesimpulan akan digunakan lebih lanjut
untuk perumusan rekomendasi tindak lanjut;
5. Pengambil keputusan melakukan tindakan (termasuk koreksi dan
penyesesuain kegiatan, maupun perencanaan ulang);
6. Menyampaikan semua hasil pemantauan, pengendalian dan tindak
lanjut kepada pihak yang berkepentingan sebagai wujud
akuntabilitas dan proses pengambilan keputusan lebih lanjut.

.
Pada saat pemantauan dilakukan, pemeriksaan berdasarkan hasil
tinjauan atas prosedur yang dijalankan oleh objek pengawasan dengan
mengajukan pertanyaan dari daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
-40-

Selain itu, anggota tim akan melakukan verifikasi dengan melihat hasil
proses implementasi prosedur dilapangan. Jika terjadi ketidaksesuaian
maka tim pemantauan akan membantu memberikan rekomendasi untuk
tindakan perbaikan dan pada akhir pekerjaan dilakukan evaluasi atas
temuan dan tindakan perbaikan yang dilakukan.
Proses ini terus berulang selama kegiatan pemantauan dan tidak pernah
berhenti karena pokok dari kegiatan pemantauan tersebut adalah
perbaikan terus menerus. Ketidaksesuaian yang ditemukan harus
didiskusikan bersama objek pengawasan sebagai wacana untuk
tindakan perbaikan terus menerus.
Auditor harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada
analisis dan pemantauan informasi yang tepat. Analisis data yang
dilakukan dalam pemantauan dapat dilakukan melalui pendekatan:
1. Akuntansi sistem sosial: pendekatan pemantauan untuk mengetahui
perubahan kondisi sosial yang objektif dan subjektif dari waktu ke
waktu;
2. Eksperimental sosial: pendekatan pemantauan untuk mengetahui
perubahan sosial yang terjadi dalam sebuah kelompok eksperimen
dengan cara membandingkan dengan kelompok kontrol;
3. Akuntansi sosial: pendekatan pemantauan yang berusaha untuk
mengetahui hubungan antara masukan, proses, keluaran/hasil, dan
dampak;
4. Sintesis riset dan praktek: pendekatan pemantauan yang
menerapkan kompilasi, perbandingan, dan pengujian secara
sistematis terhadap hasil-hasil dari implementasi kebijakan publik di
masa lampau.

Penggunaan Tenaga Ahli


Pada pelaksanaan kegiatan pemantauan, auditor dihadapkan pada
berbagai disiplin ilmu sesuai dengan aktivitas kegiatan objek
penugasan/mitra kerja. Pada penentuan hasil pemantauan maupun
dalam pengumpulan bukti pendukungnya, auditor terlibat dengan
berbagai disiplin ilmu. Dalam hal ini, keahlian yang diperlukan dalam
-41-

pelaksanaan pemantauan dapat juga datang dari luar BPKP sepanjang


keahliannya diperlukan dalam pemantauan. Hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan tenaga ahli adalah:
1. Tenaga ahli adalah orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus
dalam memberikan jasa sesuai keahlian dan profesinya tersebut;
2. Dalam menggunakan tenaga ahli, auditor harus meyakini bahwa
kompetensi tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan;
3. Tenaga ahli sebagaimana dimaksud bertanggung jawab atas
ketepatan, kelayakan metode, asumsi yang digunakan dan
penerapannya;
4. Auditor bertanggung jawab terbatas pada simpulan dan fakta atas
hasil pengawasan intern.
Auditor memastikan perkembangan pelaksanaan action plan yang
sudah disusun objek pengawasan dengan mengisi form realisasi action
plan. Berikut adalah contoh format untuk realisasi action plan:

Auditor melakukan reviu kepada objek pengawasan secara


menyeluruh berikut validasinya yang telah ada, serta menganalisis
action plan yang telah disusun dan dilaksanakan oleh objek pengawasan
yang bersangkutan. Reviu dilakukan dengan menggunakan form isian
-42-

kelengkapan dan isian hasil, analisis action plan disesuaikan dengan


area of improvement yang ada dan saran hasil validasi yang diberikan
berikut perkembangan pelaksanaan action plan yang sudah disusun
objek pengawasan.

C. Perumusan Simpulan Hasil Penugasan dan Rekomendasi


Perumusan simpulan hasil penugasan atau temuan pemantauan
harus disusun berdasarkan ketentuan tertentu. Temuan pemantauan
adalah masalah-masalah yang penting (material) yang ditemukan selama
pemantauan berlangsung dan temuan tersebut pantas untuk
dikemukakan dan dikomunikasikan dengan objek pengawasan/mitra
kerja karena mempunyai dampak terhadap kinerja objek
pengawasan/mitra kerja. Temuan pemantauan harus diungkapkan
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya baik itu temuan positif
maupun negatif agar laporan menjadi seimbang dan objektif. Temuan
yang baik harus mencakup hal berikut:
1. Temuan harus didukung oleh bukti yang memadai;
2. Temuan harus penting atau material;
3. Temuan harus mengandung unsur temuan yakni :
a. Kondisi
Kondisi harus memuat uraian tentang hal-hal yang ditemukan
oleh auditor di lapangan dan mengungkapkan hal-hal yang
sesungguhnya terjadi
b. Kriteria/standar/indikator
Kriteria harus menguraikan kriteria/ketentuan yang dianggap
dilanggar/tidak dipenuhi oleh kondisi.
c. Sebab
Sebab harus dapat menjelaskan unsur yang menjadi penyebab
perbedaan antara kondisi dan kriteria.
d. Akibat/dampak
Akibat/dampak harus dapat menjelaskan adanya akibat/dampak
yang ditimbulkan akibat perbedaan antara kondisi dan kriteria.
-43-

Berdasarkan identifikasi, pengukuran dan analisis, maka auditor


memberikan rekomendasi, antara lain :
1. Mendorong penanggung jawab program untuk mengambil langkah-
langkah percepatan kegiatan dalam hal ini tidak diharapkan bahwa
realisasi berbeda jauh terhadap target atau standar yang
ditargetkan;
2. Memberikan masukan sebagai “early warning” untuk meningkatkan
capaian kinerja yang lebih baik.
Penyusunan rekomendasi berdasarkan pada observasi dan
kesimpulan auditor. Rekomendasi auditor. Rekomendasi audit dapat
didokumentasikan sebagai bagian dari pengamatan audit atau secara
terpisah. Rekomendasi ditujukan untuk menutup kesenjangan antara
kriteria dan kondisi observasi. Rekomendasi yang bermakna untuk
tindakan korektif mengatasi penyebab kesenjangan antara kriteria dan
kondisi, memberikan solusi jangka panjang daripada perbaikan jangka
pendek, dan secara ekonomis layak. Rekomendasi yang membahas
gejala-gejala masalah dan akar penyebabnya cenderung bernilai kecil.

D. Pendokumentasian Informasi dan Bukti


1. Informasi pemantauan harus didokumentasikan dan disimpan
secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil
kembali, dirujuk, dan dianalisis;
2. Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian
informasi evaluasi dalam bentuk Kertas Kerja Pemantauan;
3. Kertas kerja pemantauan merupakan media yang digunakan auditor
untuk mendokumentasikan seluruh catatan, bukti dan dokumen
yang dikumpulkan dan simpulan yang dibuat auditor dalam setiap
tahapan evaluasi. Kertas kerja pemantauan akan berfungsi
mendukung laporan hasil pemantauan;
4. Kertas kerja terdiri atas kertas kerja utama dan kertas kerja
pendukung. Kertas kerja utama berisi ikhtisar-ikhtisar atas
informasi pemantauan yang diolah dalam kertas kerja pendukung;
-44-

5. Tujuan dan manfaat penyusunan kertas kerja adalah:


a. Pendukung laporan hasil pemantauan;
b. Dokumentasi informasi;
c. Identifikasi dan dokumentasi hasil evaluasi;
d. Pendukung pembahasan;
e. Media reviu Pengendali Teknis/Mutu;
f. Bahan pembuktian;
g. Referensi;
h. Sarana pengendalian mutu.
6. Kerta kerja harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan
auditor yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan
dengan pemantauan tersebut dapat memastikan bahwa informasi
tersebut dapat menjadi informasi yang mendukung kesimpulan,
fakta, dan rekomendasi auditor;
7. Penyusunan kertas kerja hendaknya memenuhi prinsip relevan,
sesuai dengan program kerja, lengkap dan cermat, mudah dipahami,
rapi, efisien, dan seragam, dengan uraian:
a. Prinsip relevan artinya informasi yang dimuat berhubungan
dengan tujuan pemantauan dan permasalahan yang dihadapi;
b. Prinsip sesuai dengan program kerja artinya kerta kerja disusun
sedemikian rupa sehingga sejalan dengan langkah-langkah yang
telah dimuat dalam program kerja;
c. Prinsip lengkap dan cermat artinya informasi dan data dalam
kertas kerja harus lengkap dan cermat agar mendukung
simpulan, hasil pemantauan dan rekomendasinya;
d. Prinsip mudah dipahami artinya kertas kerja harus
menggunakan bahasa yang sederhana, ringkas dan runtut alur
pikirnya, sehingga dapat diketahui perencanaan, yang telah
dilaksanakan, yang ditemukan dan yang disimpulkan;
e. Prinsip rapi berhubungan dengan tata ruang/layout penulisan,
pengorganisasian dan pengelolaan fisik kertas kerja;
f. Prinsip efisien artinya menghindari pembuatan daftar yang tidak
perlu dan menggunakan copy dari catatan objek
-45-

penugasan/mitra kerja. Auditor cukup memberikan simbol dan


tick mark untuk menandai pengujian yang dilakukan;
g. Prinsip seragam artinya kertas kerja disiapkan dengan tampilan,
bentuk dan ukuran yang baku (standar).
8. Format dan isi kertas kerja harus dirancang secara tepat sehingga
sesuai dengan kondisi masing-masing jenis pemantauan;
9. Kertas kerja berisi dokumen dan informasi meliputi:
a. Perencanaan pemantauan, termasuk penetapan sasaran,
lingkup, alokasi waktu, SDM, metodologi, dan program kerja yang
tertuang dalam Formulir KM 3, 4, 5, dan 6;
b. Teknik dan prosedur pemantauan yang dilakukan, rincian
prosedur analitis yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh
dan data pendukungnya;
c. Simpulan hasil pemantauan dan dasar kesimpulan tersebut,
serta indeks dan rujukan silangnya;
d. Daftar rincian sumber data yang digunakan dan dirujuk;
e. Formulir Kendali Mutu yang terkait dengan pelaksanaan
penugasan, yakni formulir KM 7a, 7b, 8, 9, 10, dan 11;
f. Dokumentasi penugasan pemantauan yang dilakukan digunakan
untuk mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang
ditemukan;
g. Informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan
pemantauan yang dilakukan;
h. Korespondensi pemantauan yang relevan;
i. Laporan hasil pemantauan dan tanggapan objek
penugasan/mitra kerja;
j. Formulir Kendali Mutu yang terkait dengan pelaporan dan tindak
lanjut pemantauan yakni formulir KM 12, 13a, dan 13b.
10. Penyusunan dokumentasi informasi harus cukup rinci untuk
memberikan pengertian yang jelas tentang sasaran, sumber, dan
kesimpulan yang dibuat oleh auditor, dan harus diatur secara jelas
sehingga ada hubungan antara fakta dengan kesimpulan yang ada
dalam Laporan Hasil Pemantauan;
-46-

11. Pengidentifikasian auditor yang melaksanakan bagian pekerjaan


pemantauan perlu dilakukan guna menentukan tanggung jawab
pekerjaan, memudahkan penelaahan kertas kerja, dan menyediakan
catatan untuk dapat digunakan pada masa yang akan datang. Cara
yang tepat adalah dengan membubuhkan nama-nama lengkap dan
parafnya dalam kertas kerja guna memudahkan pengenalan;
12. Setiap kertas kerja hendaknya ditandatangani (biasanya dengan
paraf) dan diberi tanggal oleh:
a. Auditor yang menyiapkan;
b. Auditor (jika berbeda dengan butir di atas) yang melaksanakan
prosedur pemantauan yang tergambar didalamnya;
c. Ketua tim pemantauan yang melakukan penelaahan (reviu)
secara rinci;
d. Pengendali teknis untuk kertas kerja yang disiapkan oleh ketua
tim, dan pengendali mutu/penanggung jawab berkenaan dengan
kertas kerja yang disiapkan oleh pengendali teknis.
13. Bila kertas kerja disiapkan oleh lebih dari satu orang auditor, maka
setiap orang hendaknya menandatangani kertas kerja dan
menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
serta periode waktu yang tercakup dalam pekerjaan masing-masing;
14. Kertas kerja sebaiknya tidak hanya memberikan catatan yang cukup
lengkap untuk memberikan rekonstruksi penting mengenai alasan
yang mendukung kesimpulan pemantauan mengenai persoalan-
persoalan penting, tetapi juga menunjukkan tanggal penyelesaian
pekerjaan dan penelaahannya serta tanggal terakhir diperolehnya
suatu informasi baru mengenai persoalan-persoalan tertentu.
Penentuan tanggal juga merupakan hal penting karena memperkuat
penentuan waktu prosedur pemantauan untuk efektivitas prosedur-
prosedur dan untuk memberikan informasi yang mungkin berguna
dalam pemantauan tahun-tahun yang akan datang. Dengan
demikian, ketelitian harus dilaksanakan dalam menentukan tanggal
kertas kerja;
-47-

15. Auditor yang telah membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda


telah menelaah suatu kertas kerja harus membubuhkan tanggal saat
selesai penelaahan. Sebagai pertimbangan praktis, kebijakan ini
tidak menghalangi penelaah membuat perubahan redaksional atau
perubahan pada hal-hal yang kurang penting. Tetapi kebijakan ini
didasarkan pada asumsi bahwa catatan penelaahan yang dibuat
dapat diidentifikasikan perubahan yang dibuat pada kertas kerja
tersebut di kemudian hari;
16. Seluruh prosedur pemantauan hendaknya dilakukan pada atau
sebelum tanggal laporan pemantauan; oleh karena itu, kertas kerja
harus memuat seluruh bukti pemantauan yang diperlukan untuk
mendukung laporan pada tanggal tersebut;
17. Tambahan-tambahan atau perubahan-perubahan yang dibuat pada
kertas kerja setelah laporan terbit hendaknya mengulas atau
menjelaskan prosedur pemantauan yang dilaksanakan dan
kesimpulan yang diperoleh sebelum diterbitkannya laporan. Seluruh
kertas kerja sebaiknya lengkap dan dalam kondisi yang tepat untuk
segera disimpan setelah laporan hasil pemantauan terbit;
18. Penjelasan dalam kertas kerja atas prosedur atau kesimpulan
pemantauan yang dibuat setelah laporan terbit, sebaiknya:
a. Menunjukkan cara mengubah informasi tersebut beserta
komentar dan analisis kerja semula;
b. Menunjukkan secara jelas dilakukannya prosedur-prosedur
pemantauan terkait atau kesimpulan yang dicapai sebelum
tanggal terbit laporan;
c. Dilengkapi dengan tanda tangan atau paraf petugas yang
menyiapkan dan mereviu kertas kerja; dan
d. Dilengkapi dengan tanggal saat informasi di dalam kertas kerja
ditambahkan atau direviu.
19. Perubahan (penambahan dan/atau pengurangan) pada kertas kerja
hendaknya tidak dibuat setelah:
-48-

a. Terdapat panggilan pengadilan yang berkaitan dengan proses


pengadilan, investigasi yang dilakukan aparat penegak hukum,
atau persoalan-persoalan lainnya;
b. Datangnya informasi yang menjadi perhatian auditor yang
menunjukkan bahwa laporan atau ruang lingkup pemantauan
ditolak.
20. Kertas kerja hendaknya mengidentifikasi hasil pelaksanaan
prosedur, hal-hal penting yang dilaksanakan dalam mencapai suatu
kesimpulan, dan pernyataan singkat mengenai kesimpulan tersebut;
21. Pada kesimpulan hasil pemantauan, sebaiknya tidak dijumpai lagi
adanya unsur-unsur yang terbuka, prosedur-prosedur yang belum
selesai, simbol-simbol yang tidak dapat dijelaskan, atau pertanyaan-
pertanyaan yang belum dijawab. Kertas kerja harus konsisten (dalam
segala hal) dengan laporan;
22. Untuk ketertiban dan memudahkan identifikasi serta penggunaan
kertas kerja sebagai referensi/rujukan di waktu yang akan datang,
serta memudahkan reviu, maka kertas kerja wajib diberi nomor, dan
skema penomorannya wajib diterapkan secara konsisten;
23. Ordner atau rangkaian map berisi kumpulan kertas kerja hendaknya
memiliki daftar isi sebagai petunjuk singkat mengenai informasi yang
dimuat didalamnya. Daftar isi ini diletakkan pada halaman pertama
ordner tersebut;
24. Setiap kertas kerja direviu secara berjenjang untuk memastikan
bahwa kertas kerja telah disusun dan memuat semua informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan program kerja penugasan
pemantauan;
25. Dokumentasi informasi memungkinkan dilakukannya reviu terhadap
kualitas pelaksanaan pemantauan, yaitu dengan memberikan
informasi tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumen
tertulis maupun dalam format elektronik. Apabila informasi
pemantauan hanya disimpan secara elektronik, pimpinan unit kerja
harus yakin bahwa informasi elektronik tersebut dapat diakses
-49-

sepanjang periode penyimpanan yang ditetapkan dan akses terhadap


informasi elektronik tersebut dijaga secara memadai;
26. Setiap Bidang/Bagian/ Sub Direktorat pada Unit Kerja wajib
menyediakan media penyimpanan softcopy kertas kerja. Media yang
dimaksud dapat berupa komputer yang dapat diakses oleh auditor
pada Bidang/Bagian/Sub Direktorat yang bersangkutan, atas seizin
pejabat terkait. Penggunaan komputer yang dimaksud adalah
bersifat sharing dimana komputer tersebut dapat digunakan oleh
auditor yang berbeda pada periode waktu yang berbeda, atau biasa
dikenal dengan sebutan hot desking.

E. Supervisi Penugasan Pemantauan


Pada setiap tahap penugasan pemantauan, auditor harus
disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran,
terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor.
1. Supervisi merupakan tindakan yang terus-menerus selama
penugasan pemantauan, mulai dari perencanaan hingga
dikomunikasikannya hasil akhir pemantauan;
2. Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi
pemantauan dengan tujuan antara lain untuk mengetahui:
a. Pemahaman tim evaluasi atas rencana pemantauan;
b. Kesesuaian pelaksanaan penugasan pemantauan dengan standar
pemantauan;
c. Kelengkapan informasi yang terkandung dalam kertas kerja
pemantauan untuk mendukung kesimpulan dan rekomendasi
sesuai dengan jenis pemantauan;
d. Kelengkapan dan akurasi laporan hasil pemantauan yang
mencakup terutama pada kesimpulan dan rekomendasi sesuai
dengan jenis pemantauan.
3. Semua penugasan pemantauan harus direviu secara berjenjang
sebelum dikomunikasikannya hasil akhir evaluasi. Reviu secara
berjenjang dan periodik dilakukan untuk memastikan bahwa:
a. Tim pemantauan memahami sasaran dan rencana pemantauan;
-50-

b. Pemantauan dilaksanakan sesuai dengan standar pemantauan;


c. Prosedur pemantauan telah diikuti;
d. Kertas kerja pemantauan memuat informasi yang mendukung
fakta, simpulan, dan rekomendasi; dan
e. Sasaran pemantauan telah dicapai.

1. Konsep Umum
a. Reviu kertas kerja pemantauan adalah suatu proses penelaahan
ulang secara cermat, kritis, dan sistematis atas catatan-catatan
yang dibuat, dikumpulkan, dan disimpan oleh auditor mengenai
prosedur pemantauan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan,
informasi yang diperoleh, serta simpulan evaluasi yang dibuat;
b. Reviu kertas kerja pemantauan dilaksanakan untuk memenuhi
lima tujuan, yakni:
1) Menjaga mutu pelaksanaan pemantauan
Reviu kertas kertas dilakukan untuk menelaah kembali
proses pelaksanaan pemantauan, yang meliputi: perencanaan
pemantauan, prosedur pemantauan yang digunakan,
kelengkapan dokumentasi yang dikumpulkan, supervisi
kegiatan pemantauan, hingga proses pelaporan hasil
pemantauan
2) Menjaga mutu hasil pemantauan
Reviu kertas kerja dilakukan untuk menilai ketepatan,
kecermatan, dan kewajaran simpulan, temuan, dan
rekomendasi yang dibuat oleh auditor serta kelengkapan
dokumentasi pendukungnya;
3) Mengurangi risiko penugasan
Melalui proses reviu kertas kerja, ketidakcermatan dan
kesalahan dalam pelaksanaan pemantauan dapat
diminimalkan/dihindarkan;
-51-

4) Meningkatkan efisiensi kerja


Melalui proses reviu kertas kerja, pekerjaan pemantauan
dapat lebih terarah sehingga dapat dihindarkan pekerjaan
yang tidak diperlukan atau kurang penting/material.
c. Reviu kertas kerja dilaksanakan untuk memberikan enam
manfaat, yakni:
1) Alat pengendalian kegiatan pemantauan
Melalui kegiatan reviu, ketua tim dapat:
a) Mengendalikan kegiatan pemantauan;
b) Mengawasi kegiatan yang telah, sedang, dan belum
dilaksanakan, serta yang akan/harus dikerjakan dalam
pemantauan selanjutnya;
c) Menghindari timbulnya permasalahan dikemudian hari
akibat salah saji atau kurang lengkapnya data/temuan;
d) Mengendalikan waktu, biaya, sarana, dan anggota tim
pemantauan.
2) Alat untuk melakukan bimbingan kepada anggota tim
Melalui kegiatan reviu kertas kerja, ketua tim membantu
anggota tim khususnya yang belum berpengalaman dalam
hal:
a) Menerapkan dan melaksanakan program kerja;
b) Menyusun kertas kerja;
c) Mengumpulkan, meminta, dan memperoleh data;
d) Melakukan analisis dan membuat simpulan.
Kesulitan, hambatan atau kendala yang dihadapi oleh
anggota tim apapun bentuk dan sifatnya tidak boleh
dibiarkan terlalu lama tanpa penyelesaian, karena akan
berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan pemantauan.
Namun, pelaksanan pemantauan yang tampaknya lancar,
belum tentu menunjukkan bahwa pemantauan telah berjalan
dengan baik. Mungkin saja anggota tim yang bersangkutan
malu, enggan atau takut untuk bertanya, bahkan mereka
-52-

tidak tahu atau tidak menyadari bahwa masalah yang


dihadapinya adalah masalah yang penting.
3) Sarana komunikasi antar sesama anggota tim
Melalui reviu kertas kerja, akan terjadi komunikasi dan
diskusi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pemantauan, di antaranya pada saat menyusun hasil
pemantauan sementara, menghubungkan data/informasi
yang telah diperoleh anggota satu dengan lainnya, dan dalam
menyusun rekomendasi.
4) Sarana untuk memberikan jaminan kualitas pemantauan
Melalui reviu kertas kerja maka proses pengendalian mutu
kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh staf yang terlibat,
yaitu sejak dari proses perencanaan, penggunaan staf
pemantauan, pelaksanaan evaluasi, hingga proses pelaporan
hasil pemantauan. Dengan demikian, maka suatu reviu
kertas kerjakan memberikan jaminan yang memadai atas
mutu hasil pemantauan.
5) Sarana untuk meminimalkan risiko penugasan
Proses perencanaan dan supervisi yang memadai yang
dijalankan melalui reviu kertas kerja berjenjang dapat
meminimalkan secara dini risiko kesalahan,
kekuranglengkapan, dan kekurangcermatan yang fatal,
sehingga dapat meminimalkan risiko penugasan.
6) Sarana untuk meningkatkan kepercayaan pengguna jasa.
Kegiatan reviu kertas kerja berjenjang atas pelaksanaan
kegiatan pemantauan yang menghasilkan mutu hasil
pemantauan yang lebih baik dalam bentuk hasil pemantauan
dan rekomendasi yang berbobot akan memberikan kepuasan
kepada pengguna jasa pemantauan, sehingga akan
meningkatkan kepercayaan mereka kepada auditor.
Kepercayaan pengguna jasa pemantauan yang tinggi akan
meningkatkan penerimaan mereka atas kehadiran auditor
-53-

dan mengurangi atau menghilangkan sikap penolakan dari


objek penugasan/mitra kerja.

2. Proses Reviu Kertas Kerja Pemantauan


a. Reviu kertas kerja dibagi menjadi dua jenis, yaitu reviu atas fisik
kertas kerja dan reviu atas substansi materi kertas kerja.
Kegiatan reviu atas fisik kertas kerja menekankan pada
penelaahan tentang permasalahan fisik kertas kerja, yaitu reviu
atas kelengkapan fisik, format serta kerapihan kertas kerja.
Sedangkan kegiatan reviu atas substansi materi kertas kerja
meliputi reviu atas: substansi materi kertas kerja utama, dan
substansi materi kertas kerja pendukung;
b. Reviu kertas kerja dilakukan secara berjenjang dan dilaksanakan
sebelum laporan hasil pemantauan terbit. Semua pekerjaan
anggota tim pemantauan harus direviu oleh ketua tim. Semua
pekerjaan ketua tim pemantauan harus direviu oleh pengendali
teknis. Semua pekerjaan pengendali teknis harus direviu oleh
pengendali mutu;
c. Reviu yang dilakukan oleh ketua tim menitikberatkan pada reviu
atas fisik kertas kerja dan kecermatan perhitungan yang
dilakukan oleh anggota tim. Reviu yang dilakukan oleh
pengendali teknis dan/atau pengendali mutu menitikberatkan
pada substansi/materi kertas kerja;
d. Reviu kertas kerja dilaksanakan pada tahap perencanaan
pemantauan, pelaksanaan pemantauan, dan penyelesaian
pemantauan.
1) Perencanaan pemantauan
Ketua tim melakukan pembinaan kepada anggota tim untuk
memahami tujuan evaluasi, program kerja, dan bentuk
laporan beserta isi/informasi yang akan dituangkan di dalam
laporan. Hal-hal yang harus direviu oleh ketua tim pada saat
sebelum pekerjaan lapangan dilakukan adalah:
a) Program survei pendahuluan;
-54-

b) Program pengujian Sistem Pengendalian Intern (SPI);


c) Ikhtisar yang mungkin akan diperoleh/diharapkan setelah
survei pendahuluan dan pengujian SPI dilaksanakan.
Kemudian berdasarkan informasi dan data yang telah
diperoleh, ketua tim melakukan analisis data yang
selanjutnya akan menjadi dasar dalam penyusunan program
kerja kegiatan kertas kerja berikutnya.
2) Pelaksanaan pemantauan
Ketua tim pemantauan bertanggung jawab atas pelaksanaan
pemantauan dengan arahan dari Pengendali Teknis/Mutu
pemantauan. Ketua tim harus meyakinkan diri bahwa setiap
anggota tim telah diberitahu mengenai hubungan tugas setiap
anggota tim dengan:
a) Keseluruhan pekerjaan dalam pemantauan;
b) Kualitas pekerjaan yang diharapkan;
c) Kriteria untuk evaluasi pelaksanaan pemantauan;
d) Metode-metode pelaksanaan pemantauan; dan
e) Isi laporan yang diusulkan.
Ketua tim juga harus terus memantau kegiatan yang
dilakukan anggota tim secara terus menerus dan
berkesinambungan. Anggota tim tidak boleh dibiarkan terlalu
lama dalam kesukaran atau kebingungan dalam
melaksanakan pemantauan karena adanya hal-hal yang
belum dapat mereka putuskan. Pemantauan yang berjalan
salah arah akan mengakibatkan kegiatan pemantauan
kurang efektif dan pemborosan sumber daya dan dana. Hal-
hal yang harus direviu oleh ketua tim pada saat pelaksanaan
kegiatan pemantauan adalah sebagai berikut:
a) Reviu atas pelaksanaan program kerja pemantauan;
b) Reviu pembuatan kertas kerja;
c) Reviu atas kecukupan, relevansi, dan keandalan bukti;
d) Reviu atas kecukupan dan kecermatan pengujian;
-55-

e) Reviu atas pembuatan simpulan, konsistensi data dan


ikhtisar;
f) Reviu atas pencapaian tujuan pemantauan dan kegiatan;
g) Reviu atas hasil pemantauan dan penyajian hasil
pemantauan;
h) Reviu atas saran/rekomendasi.
Secara teknis pelaksanaan reviu kertas kerja harus pula
memperhatikan tingkat keandalan dan relevansi bukti yang
dikumpulkan oleh anggota tim, sehingga akan dapat
menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
3) Penyelesaian pekerjaan pemantauan
Pada akhir penyelesaian pekerjaan pemantauan, ketua tim
harus dapat meyakinkan bahwa:
a) Semua tujuan pemantauan yang ditetapkan telah dicapai;
b) Perolehan dan pengujian bukti pemantauan telah cukup
dilakukan dengan menggunakan kecermatan dan
kemahiran profesional;
c) Hasil pemantauan telah diperoleh dari simpulan yang
rasional, layak, lengkap, dan cermat informasinya;
d) Rekomendasi telah disusun secara rasional dan dapat
diterapkan dalam rangka peningkatan kinerja objek
penugasan/mitra kerja;
e) Persetujuan dan kesanggupan objek penugasan/mitra
kerja untuk menindaklanjuti rekomendasi auditor dan
bukti penyelesaian tindak lanjut yang telah dilakukan
telah diperoleh;
f) Data dan informasi yang dimuat dalam laporan telah
lengkap.
-56-

3. Sarana dan Media Reviu Kertas Kerja Pemantauan


Sarana atau alat bantu yang dapat digunakan dalam reviu kertas
kerja adalah:
a. Program Kerja Pemantauan atau formulir KM 6
Program kerja digunakan sebagai dasar proses reviu, sehingga
pereviu dapat mengetahui program kerja yang telah dijalankan,
yang tidak dapat dijalankan, dan prosedur/teknik evaluasi
pengganti yang diambil.
b. Pena dengan warna tinta yang berbeda
Pengunaan tinta yang berbeda warna diantara anggota tim, ketua
tim, pengendali teknis, dan pengendali mutu dilakukan untuk
memudahkan identifikasi pihak yang menyusun kertas kerja,
yang mereviu kertas kerja, dan materi/substansi yang direviu.
Pembedaan penggunaan warna tinta juga menandakan
persetujuan secara berjenjang tentang isi kertas kerja, simpulan
pemantauan, hasil pemantauan, dan saran/rekomendasi sesuai
dengan tingkat kewenangan, serta dapat menghindarkan
duplikasi kegiatan reviu. Pembedaan penggunaan warna tinta
untuk reviu kertas kerja berjenjang adalah sebagai berikut:
1) Biru : Anggota Tim/Ketua Tim;
2) Hijau : Pengendali Teknis;
3) Hitam : Koordinator Pengawasan (Pembantu
Penanggung Jawab);
4) Biru Magenta : Pengendali Mutu (Penanggung Jawab).
c. Lembar reviu kertas kerja
Lembar reviu kertas kerja adalah lembar formulir yang
digunakan untuk memberikan catatan, pertanyaan, dan instruksi
penting kepada auditor. Lembar reviu kertas kerja dicetak dengan
format standar sehingga penggunaannya dapat seragam. Lembar
reviu kertas kerja tidak boleh hilang dan tetap disimpan dalam
file kertas kerja sehingga dapat memberikan bukti dokumentasi
bahwa proses reviu telah dilaksanakan oleh masing-masing pihak
-57-

sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya. Manfaat penggunaan


lembar reviu adalah:
1) Menghemat waktu karena reviu tidak harus dilakukan
dengan tatap muka yang memakan waktu, walaupun dalam
banyak hal tatap muka memang diperlukan untuk penjelasan
tambahan dan koordinasi;
2) Dapat dibaca berkali-kali sehingga tidak disalahtafsirkan atau
lupa;
3) Dapat dimonitor pelaksanaannya;
4) Alat menilai kinerja tim pemantauan.
d. Ringkasan Program Kerja Pemantauan (RPKP)/Formulir Kendali
Mutu 3
Lembar RPKP menguraikan isi singkat program kerja, komentar
hasil pelaksanaan program kerja, referensi nomor KKP dan
langkah lanjutan yang diperlukan. Penggunaan ringkasan PKP
memberikan kepastian PKP yang telah dijalankan, mengingatkan
permasalahan yang ditemukan, dan memberikan referensi nomor
KKP secara cepat bila diperlukan untuk melihatnya kembali atau
dilakukan reviu oleh pengendali teknis/pengendali mutu
e. Daftar uji (check list)
Daftar uji merupakan suatu lembar yang berisi daftar pertanyaan
untuk menguji kelengkapan isi KKP, kecermatan, pemenuhan
persyaratan teknis (judul, tanggal, paraf, nomor halaman,
indeks), dan dokumen pendukung KKP. Penggunaan daftar uji
dapat membantu tim untuk menjelaskan bahwa syarat minimal
dalam pembuatan KKP dan pengumpulan bukti telah dipenuhi
f. Review meeting
Review meeting adalah suatu pertemuan yang melibatkan
seluruh tim dalam suatu diskusi mengenai kegiatan pemantauan
yang telah, sedang dan akan dilakukan. Review meeting
berfungsi untuk mengatasi hambatan komunikasi diantara para
auditor dalam pelaksanaan pemantauan.
-58-

4. Reviu atas Fisik Kertas Kerja Pemantauan


a. Reviu atas Kelengkapan Fisik Kertas Kerja
Salah satu tugas ketua tim dalam mereviu kertas kerja
adalah mengecek kelengkapan fisik, format, dan kerapihannya.
Ketua tim mengecek kelengkapan dokumen-dokumen yang
seharusnya ada dalam kertas kerja. Auditor berdasarkan
pengalamannya dapat menentukan dokumen-dokumen penting
yang harus ada pada suatu evaluasi tertentu. Untuk mengecek
kelengkapan kertas kerja, auditor dapat membuat daftar atau
check list kertas kerja.
Ketidaklengkapan atau kekurangan isi kertas kerja maupun
penyimpangan susunan isi dari kelaziman, dapat ditanyakan
kepada yang menyusun dengan menggunakan media lembar
reviu kertas kerja.
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam reviu kelengkapan
fisik kertas kerja adalah kelengkapan daftar isi kertas kerja, alur
pikir daftar isi kertas kerja, kecocokan daftar isi kertas kerja
dengan fisik kertas kerja, keserasian kertas kerja utama dengan
kertas kerja pendukung, dan kesesuaian kertas kerja dengan
Program Kertas Pemantauan.
b. Reviu atas Format dan Kerapihan Kertas Kerja Pemantauan
Reviu dimulai dengan mengamati secara sekilas format kertas
kerja secara umum dan isi kertas kerja yang harus ada serta
mengamati kerapihan fisik kertas kerja. Kemudian reviu
dilanjutkan dengan menguji kebenaran butir-butir isi kertas
kerja tersebut. Namun dalam reviu ini belum menyangkut
substansi materi kertas kerja.
1) Reviu atas format kertas kerja pemantauan
Uraian langkah reviu format kertas kerja adalah sebagai
berikut:
a) Identitas unit organisasi auditor;
b) Nomor kertas kerja, referensi nomor program kerja
pemantauan, nama penyusunan, paraf, dan tanggal;
-59-

c) Nama objek penugasan/mitra kerja, sasaran, dan masa


yang dievaluasi;
d) Judul kertas kerja;
e) Tick mark;
f) Referensi silang;
g) Komentar dan simpulan;
h) Penjelasan istilah/keterangan;
i) Sumber data.
2) Reviu atas kerapihan kertas kerja.

5. Reviu atas Materi Kertas Kerja Pemantauan


a. Reviu atas kelengkapan bukti evaluasi dalam kertas kerja
Kertas kerja pemantauan berguna sebagai alat bertahan dan
pembuktian bagi auditor terhadap tuntutan pengadilan jika
terjadi kelalaian atau penyelewengan yang dituduhkan kepada
auditor dan juga sebagai alat untuk menetapkan apakah semua
informasi penting yang dikumpulkan telah memenuhi syarat
untuk menjadi bahan laporan hasil pemantauan. Reviu atas
kelengkapan alat bukti dalam kertas kerja dilakukan untuk
menguji apakah kertas kerja telah mencerminkan penerapan
standar pemantauan dan prosedur pemantauan yang dijalankan.
Disamping itu, reviu kertas kerja juga untuk memastikan bahwa
simpulan hasil pemantauan telah didukung dengan bukti-bukti
pemantauan yang lengkap baik materi bukti pemantauan
maupun jumlahnya.
b. Reviu atas hasil pemantauan
Pelaksanaan reviu atas hasil pemantauan harus ditekankan pada
pemenuhan pengujian atas unsur-unsur hasil pemantauan. Hasil
pemantauan merupakan hasil dari perbandingan antara kondisi
(apa yang sebenarnya terjadi) dengan kriteria (apa yang
seharusnya menurut ketentuan), mengungkapkan akibat yang
ditimbulkan dari perbedaan antara kondisi dan kriteria yang
ditetapkan, serta mencari penyebabnya.
-60-

1) Reviu atas unsur-unsur hasil pemantauan


a) Kondisi;
b) Kriteria/standar/indikator;
c) Sebab;
d) Akibat/dampak;
e) Rekomendasi.
2) Reviu atas kelemahan pengungkapan unsur-unsur hasil
pemantauan dalam kertas kerja
Dalam reviu kertas kerja atas temuan hendaknya dapat
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan unsur-unsur hasil
pemantauan, yaitu:
a) Kelemahan pengungkapan kondisi, antara lain:
(1) kondisi yang diungkap tidak atau kurang didukung
fakta pembuktian yang kuat;
(2) kondisi yang dikemukakan bila diungkap sebagian,
kurang berarti bila dikaitkan dengan kegiatan
organisasi objek penugasan/mitra kerja baik ditinjau
dari segi materialitasnya ataupun frekuensi
kejadiannya.
b) Kelemahan pengungkapan kriteria, antara lain:
(1) tidak tersedianya kriteria yang akan digunakan di
tempat objek penugasan/mitra kerja;
(2) objek penugasan/mitra kerja tidak sepakat dengan
kriteria yang digunakan oleh auditor untuk menilai
kondisi yang ada.
c) Kelemahan pengungkapan penyebab, antara lain: sebab
yang diungkap tidak bisa dikatakan sebagai unsur
penyebab langsung, dan bukan sebab yang hakiki atau
utama/material.
d) Kelemahan pengungkapan akibat, antara lain:
(1) akibat yang diungkap tidak jelas dan kurang
didukung bukti yang memadai;
-61-

(2) akibat yang diungkap sebenarnya justru merupakan


kondisi yang terjadi;
(3) akibat yang diungkap masih bersifat potensial, belum
pasti atau masih dapat diperdebatkan kemungkinan
terjadinya di masa yang akan datang.
e) Kelemahan pengungkapan rekomendasi, antara lain:
(1) rekomendasi tidak operasional atau bersifat umum
sehingga tidak dapat dilaksanakan oleh pihak objek
penugasan/mitra kerja;
(2) rekomendasi tidak memperhitungkan azas manfaat
dibanding dengan biayanya;
(3) rekomendasi tidak dapat menghilangkan atau
meminimalisasi penyebab terjadinya kelemahan;
(4) rekomendasi menyangkut perbaikan yang akan
dilakukan di masa mendatang.
c. Reviu atas substansi kertas kerja
Reviu atas substansi kertas kerja meliputi dua hal yaitu
substansi proses kegiatan pemantauan dan substansi
permasalahan yang tertuang dalam kertas kerja. Reviu atas
substansi proses kegiatan pemantauan ditujukan untuk menilai
apakah auditor telah menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama. Reviu ini lebih mengarah pada
pemenuhan standar pemantauan dan kode etik profesi yang
berlaku. Sedangkan reviu atas substansi permasalahan
dilakukan untuk menilai kelayakan substansi materi yang
dimuat dalam kertas kerja. Pelaksanaan reviu atas dua hal
tersebut dilakukan sekaligus.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam reviu substansi adalah
sebagai berikut:
1) Relevansi.
a) Kelengkapan dan kecermatan;
b) Kecukupan pengujian dan pembuktian;
c) Mudah dipahami;
-62-

d) Keefisienan.
2) Reviu atas Kertas Kerja Utama
Kertas kerja utama disusun mulai dari survei
pendahuluan, pengumpulan data, pelaksanaan pemantauan
rinci pada setiap segmen atau bagian, hingga ke penyelesaian
pekerjaan evaluasi. Permasalahan atau hasil pemantauan
yang akan dibahas dalam Exit Meeting dengan pihak objek
penugasan/mitra kerja biasanya dituangkan dalam suatu
Daftar Rincian Hasil Pemantauan. Daftar ini merupakan
kumpulan permasalahan yang dikutip dari berbagai kertas
kerja utama. Reviu terhadap penyajian daftar rincian hasil
pemantauan ini merupakan suatu hal yang penting.
Kelemahan dalam penyajian hasil evaluasi adalah sesuatu
yang kritis dan sering menjadikan pihak objek
penugasan/mitra kerja cenderung untuk melakukan
tindakan bertahan dan menyanggah.
Reviu atas substansi materi dalam kertas kerja utama
sangat penting, karena materi kertas kerja utama akan
menjadi bahan baku isi laporan. Reviu kertas kerja utama
dilakukan terhadap keseluruhan ikhtisar-ikhtisar di atas.
Reviu substansi materi suatu kertas kerja utama dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a) Menilai relevansi, kelengkapan, kecermatan dan
keseksamaan, kecukupan pengujian dan pembuktian,
serta kemudahan pemahaman substansi materi atas
suatu kerta kerja utama;
b) Mereviu alur pikir substansi materi ikhtisar yang
disajikan dalam kertas kerja utama sekaligus
memperhatikan konsistensi data/ informasi yang
disajikan;
c) Mereviu kertas kerja pendukung secara rinci yang menjadi
dasar pembuatan kertas kerja lkhtisar.
-63-

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam reviu kertas


kerja utama adalah alur pikir penyusunan kerja kertas
utama, konsistensi data/informasi dalam simpulan, dan
keringkasan dan kejelasan kertas kerja utama.

6. Formulir Kendali Mutu Dalam Tahap Pelaksanaan Pemantauan


Formulir Kendali Mutu merupakan salah satu sarana atau alat
bantu supervisi penugasan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan
tugas pemantauan dapat diikuti perkembangannya dan
dilaksanakan dengan lancar, terarah dan bermutu.
Dengan formulir kendali akan jelas bagaimana tingkat tanggung
jawab masing-masing pejabat struktural maupun pejabat fungsional
jika terjadi berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan penugasan
evaluasi. Formulir Kendali Mutu yang terkait dalam tahapan
pelaksanaan pemantauan adalah:
a. Formulir KM 7a
Formulir KM 7a adalah formulir yang berisi informasi tentang
Laporan Harian Pertanggungjawaban Penggunaan Jam
Penugasan Kegiatan Pengawasan.
1) Tujuan Formulir KM 7a
Formulir KM 7a digunakan setiap pelaksana yang tergabung
dalam tim (anggota tim, ketua tim, dalnis) untuk mencatat
realisasi pelaksanaan kegiatan pengawasan setiap hari untuk
seluruh tugas pengawasan per semester selama satu tahun
(periode 1 Januari s.d 30 Juni 20XX dan 1 Juli s.d 31
Desember 20XX). Dengan formulir KM 7a dapat terlihat
realisasi jam kerja normal dan lembur setiap petugas untuk
setiap kegiatan pengawasan dalam satu tahun. Melalui
Formulir ini atasan langsung dapat memantau penugasan
oleh tim setiap hari dengan cara membandingkan atau
meminta hasil kegiatan (laporan)/norma hasil dalam setiap
kegiatan pengawasan, kemudian memberikan paraf jumlah
jam yang dipertanggungjawabkan oleh tim.
-64-

2) Format Formulir KM 7a
Nama Kementerian/Lembaga/Pemda Formulir KM 7 a
Nama Unit Kerja Eselon I/II
LAPORAN HARIAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGGUNAAN
JAM PENUGASAN KEGIATAN PENGAWASAN
Periode 1 Januari-30 Juni/1 Juli-31 Desember*
Tahun …………..
A. Identitas Auditor
1. Nama : …………………………………………………
2. NIP : …………………………………………………
3. Pangkat/Gol. Ruang : …………………………………………………
4. Jabatan : …………………………………………………
B. Catatan Penggunaan Jam Penugasan Pengawasan

Hasil Kegiatan Jam yang Dipertanggungjawabkan

Jam Kerja pada


No.Urut No dan Lembur Jumlah
Hari/ hari Kerja Normal
Hari Tgl Surat Nomor
Tanggal Uraian No dan Tgl
Kerja Tugas Referensi
Jumlah Paraf Surat Jumlah Paraf
Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1
2
Sub Jumlah Minggu ke …..
….
Sub Jumlah Minggu ke …..
…..
Sub Jumlah Bulan …..
…..

Jumlah Periode …..

* : Coret yang tidak perlu


(Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun)
Ttd
Nama Auditor

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 7a


a) Baris A : Diisi dengan Identitas Auditor: Nama, NIP,
Pangkat/Golongan Ruang dan Jabatan
b) Baris : Diisi dengan Catatan Penggunaan Jam
B Penugasan Pengawasan, berupa:
(1) kolom 1 : Diisi dengan nomor urut hari kerja.
-65-

(2) kolom 2 : Diisi dengan hari dan tanggal kalender


mulai 1 januari sampai dengan 30 Juni
tahun yang bersangkutan. Hari libur,
cuti, dan periode lain dimana Auditor
tidak melaksanakan tugas pengawasan
tetap dicantumkan dan diberikan
keterangan seperlunya.
(3) kolom 3 : Diisi dengan nomor, tanggal, dan
uraian singkat surat tugas yang
mendasari pelaksanaan kegiatan
pengawasan pada hari yang
bersangkutan. Dalam satu hari dapat
dicantumkan lebih dari satu surat
tugas.
(4) kolom 4 : Diisi dengan uraian singkat hasil
kegiatan pada hari yang bersangkutan.
(5) kolom 5 : Diisi dengan nomor referensi yang
dapat ditelusuri pada fisik hasil
kegiatan, misalnya kertas kerja atau
laporan.
(6) kolom 6 : Diisi dengan jam kerja yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh Auditor
pada jam kerja normal mulai 0 s/d
6,5 jam. Kolom ini diisi oleh Auditor.
(7) kolom 7 : Diisi dengan paraf atasan langsung
dalam penugasan minimal auditor
madya/pengendali teknis sebagai
tanda telah sahnya jumlah jam kerja
pada kolom 6.
(8) kolom 8 : Diisi dengan nomor dan tanggal surat
keterangan lembur.
(9) kolom 9 : Diisi dengan jam kerja yang dapat
-66-

dipertanggungjawabkan oleh Auditor


pada jam kerja lembur (misal mulai 0
s/d 2 jam). Kolom ini diisi oleh Auditor.
(10) kolom 10 : Diisi dengan paraf atasan langsung
dalam penugasan minimal auditor
madya/pengendali teknis sebagai
tanda telah sahnya jumlah jam kerja
pada kolom 9.
(11) kolom 11 : Diisi dengan penjumlahan kolom 6 dan
9.
b. Formulir KM 7b
Formulir KM 7 b adalah formulir yang berisi informasi tentang
Laporan Rekapitulasi Pertanggungjawaban Penggunaan Jam
Penugasan Kegiatan Pengawasan.
1) Tujuan Formulir KM 7b
Formulir KM 7b merupakan rekapitulasi pertanggungjawaban
jam kerja masing-masing auditor sesuai perannya yaitu:
Anggota Tim, Ketua Tim, Dalnis dan Daltu dalam suatu
periode. Melalui Form KM 7b ini maka penugasan yang
dilaksanakan oleh setiap auditor pada periode tertentu dapat
dipantau dan dinilai oleh atasan langsungnya dengan
membandingkan antara anggaran waktu dengan realisasinya.
-67-

2) Format KM 7b
Nama Kementerian/Lembaga/Pemda Formulir KM 7 b
Nama Unit Kerja Eselon I/II

LAPORAN REKAPITULASI PERTANGGUNGJAWABAN PENGGUNAAN


JAM PENUGASAN KEGIATAN PENGAWASAN

A. Data Surat Tugas (ST)/Nota Dinas (ND) Penugasan


1. Pejabat Penerbit : …………………………………………
2. Nomor ST/ND : ..……………………………………….
3. Tanggal : ………………………………………….
4. Uraian : ………………………………………….
B. Data Dokumen Hasil
1. Pejabat Penerbit : ………………………………………….
2. Nomor Laporan : ………………………………………….
3. Tanggal Laporan : ………………………………………….
4. Uraian : ………………………………………….
C. Rekapitulasi Jam yang Dipertanggungjawabkan oleh Auditor

Pertanggungjawaban Jam Kerja


Nama
No. Jabatan Peran Anggaran Realisasi
Auditor
Waktu Normal Lembur Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1
2
3
4

Jumlah

(Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun)


Pengendali Mutu/Pejabat Struktural
Minimal Eselon III
Ttd
Nama
NIP

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 7b


a) Baris : Diisi dengan Data Surat Tugas (ST)/Nota
A Dinas (ND) Penugasan: Pejabat Penerbit,
Nomor ST/ND, Tanggal dan Uraian
-68-

b) Baris : Diisi dengan Data Dokumen Hasil : Pejabat


B Penerbit, Nomor Laporan, Tanggal Laporan
dan Uraian
c) Baris : Diisi dengan Rekapitulasi Jam yang
C dipertanggungjawabkan oleh Auditor sebagai
berikut:
(1) kolom 1 : Diisi dengan nomor urut sesuai jumlah
Auditor dan pegawai lain yang
tercantum dalam surat tugas.
(2) kolom 2 : cukup jelas.
(3) kolom 3 : cukup jelas.
(4) kolom 4 : cukup jelas.
(5) kolom 5 : Diisi jumlah anggaran waktu yang
dialokasikan pada setiap auditor sesuai
formulir Anggaran Waktu dan Kartu
Penugasan.
(6) kolom 6 : Diisi dengan penjumlahan dari kolom 6
Laporan Harian Pertanggungjawaban
Penggunaan Jam Penugasan Kegiatan
Pengawasan untuk surat tugas yang
berkesesuaian.
(7) Kolom 7 : Diisi dengan penjumlahan dari kolom 9
Laporan Harian Pertanggungjawaban
Penggunaan Jam Penugasan Kegiatan
Pengawasan untuk surat tugas yang
berkesesuaian.
(8) Kolom 8 : Diisi dengan penjumlahan kolom 6 dan
7.
c. Formulir KM 8
Formulir KM 8 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Lembar Reviu Supervisi.
-69-

1) Tujuan Formulir KM 8
Formulir KM 8 merupakan laporan supervisi pelaksanaan
pengawasan yang digunakan untuk mencatat hasil
kunjungan supervisi yang dilakukan oleh Pengendali Teknis,
atau Pengendali Mutu. Setiap melakukan kunjungan
supervisi, Dalnis atau Daltu harus membuat atau mengisi
formulir KM 8 ini, agar efektif sebaiknya dilakukan pada saat
penugasan sedang berlangsung dan waktunya harus
disesuaikan dengan rencana sesuai Kartu Penugasan (KM 5).
Formulir KM 8 yang telah dibuat harus
diserahkan/dilaporkan kepada atasan langsung sebagai
laporan atas supervisi yang telah dilakukan serta untuk
mengetahui perkembangan pelaksanaan pengawasan di
lapangan. Pengendali Teknis melaporkan hasil supervisinya
kepada Pengendali Mutu, dan Pengendali Mutu melaporkan
hasil supervisinya kepada Penanggung jawab. Formulir KM 8
yang telah dibuat harus ditandatangani oleh Pejabat yang
melakukan supervisi (Pengendali Teknis atau Pengendali
Mutu).
-70-

2) Format KM 8
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN Formulir KM 8

UNIT KERJA : ............................

LEMBAR REVIU SUPERVISI

Nama Objek penugasan, Instansi : ………………………..


(Kementrian/Lembaga), Pemda, Badan Usaha,

Nama Penugasan : ………………………..

No dan Tanggal Surat Tugas : ………………………..

Periode Pengawasan : ………………………..

Ketua Tim : ………………………..

Indeks Penyelesaian
Tanggal Permasalahan/ Persetujuan
No Kertas (Uraian dan
Reviu komentar/Instruksi (Tanggal dan Paraf)
Kerja Tanggal)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

....

Pengendali Teknis/Daltu,

Tanda tangan : ………………………

Nama : ………………………

Tanggal : ………………………

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 8


a) Baris 1 : Diisi dengan nama objek penugasan, instansi
(Kementrian/Lembaga), Pemda, Badan
Usaha, Program, Kegiatan.
b) Baris 2 : Diisi dengan nama penugasan sesuai surat
tugas.
c) Baris 3 : Diisi dengan nomor dan tanggal surat tugas.
d) Baris 4 : Diisi dengan Periode Pengawasan
-71-

e) Baris 5 : Diisi dengan nama Ketua Tim.


f) Kolom 1 : Diisi dengan Nomor Urut.
g) Kolom 2 : Diisi dengan tanggal kunjungan supervisi
Dalnis, Daltu.
h) Kolom 3 : Diisi dengan permasalahan, komentar atau
instruksi
i) Kolom 4 : Diisi dengan nomor Indek Kertas Kerja
j) Kolom 5 : Diisi dengan penyelesaian yang dilakukan
oleh Ketua Tim atau Anggota Tim atas
permasalahan atau komentar dari Dalnis
atau Daltu
k) Kolom 6 : Diisi dengan paraf Dalnis atau Daltu sebagai
tanda persetujuan atas penyelesaian yang
dilakukan oleh ketua tim dan anggota tim
l) Baris 6, 7, : Diisi dengan tanda tangan, nama Pengendali
dan 8 Teknis atau Pengendali Mutu dan tanggalnya

d. Formulir KM 9
Formulir KM 9 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Evaluasi Pemakaian Jam Penugasan.
1) Tujuan Formulir KM 9
Formulir KM 9 digunakan untuk mengevaluasi pemakaian
jam pelaksanaan pengawasan per mingguan, tetapi dibuat
secara bulanan. Evaluasi tersebut dibuat untuk setiap tahap
pengawasan, yaitu mulai tahap persiapan, tahap pelaksanaan
sampai dengan tahap penyelesaian pengawasan. Formulir KM
9 ini dibuat terutama untuk penugasan yang lamanya lebih
dari satu bulan, sedangkan untuk penugasan yang lamanya
kurang dari satu bulan, dibuat pada saat penugasan
berakhir. Untuk melakukan evaluasi ini data alokasi jam
pengawasan berasal dari KM 4, dan realisasi jam pengawasan
dari KM 7a, KM 7b. Jumlah anggaran jam pengawasan
maupun realisasi jam pengawasan adalah total jam
-72-

pengawasan baik untuk Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali


Teknis, dan Pengendali Mutu. Evaluasi dilakukan dengan
cara membandingkan antara anggaran jam pengawasan
dengan realisasinya. Apabila terjadi perbedaan harus
dianalisis untuk mengetahui penyebabnya. Hasil evaluasi ini
sangat berguna sebagai feed-back baik untuk sisa waktu/jam
pengawasan yang masih harus dilakukan, maupun untuk
penugasan berikutnya pada objek pengawasan yang sama
atau objek pengawasan yang sejenis. Evaluasi pemakaian jam
pengawasan ini dibuat oleh Pengendali Teknis dan disetujui
oleh Atasan Langsung /Pengendali Mutu atau Pejabat Eselon
III.
-73-

2) Format KM 9
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
UNIT ORGANISASI: ……………..
Formulir KM 9
EVALUASI PEMAKAIAN JAM PENUGASAN
Objek / Kegiatan Pengawasan :
Bulan Pengawasan :
Nomor Kartu Penugasan :
Minggu/ Bulan ke
Tahap Pengawasan Jam Auditor JUMLAH
I II III IV V
1 2 3 4 5 6 7 8
I PERSIAPAN Rencana Jam ... ... ... ... ... .......
PENGAWASAN Realisasi ... ... ... ... ... .......
Perbedaan ... ... ... ... ... .......

II PELAKSANAAN Rencana Jam ... … ... ... … ……


PENGAWASAN
Realisasi ... ... ... ... ... ……
Perbedaan ... ... ... ... ... ......

III PENYELESAIAN Rencana Jam ... ... ... ... ... ……


PENGAWASAN Realisasi ......
Perbedaan ......

JUMLAH Rencana Jam ......


Realisasi Jam .......
Perbedaan Jam ......
Penjelasan singkat perbedaan antara realisasi jam penugasan dengan rencana
……………………………………………………………………………………………

………………,………….. ..............,.............
Disetujui oleh Disusun oleh
Atasan
Langsung/Daltu/
Pejabat Eselon III Pengendali Teknis

Nama lengkap Nama lengkap


NIP…………….. NIP……………..
-74-

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 9


a) Kolom 1 : Diisi dengan Tahap dan langkah-langkah
Pengawasan sesuai dengan Program
Pengawasan.
b) Kolom 2 : Diisi dengan Jam yang direncanakan dan
realisasinya yang diperlukan dalam setiap
tahap Pengawasan.
c) Kolom 3 : Diisi dengan jam yang diperlukan sesuai
s.d 8 Kolom 2.

e. Formulir KM 10
Formulir KM 10 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Daftar Pengujian (Check List) untuk Ketua Tim, Dalnis, dan
Daltu.
1) Tujuan Formulir KM 10
Formulir KM 10 digunakan untuk menguji apakah kegiatan
pengawasan mulai persiapan, pelaksanaan sampai dengan
penyelesaian pengawasan telah dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan rencana pengawasan, telah sesuai dengan
prosedur yang seharusnya, dan telah memenuhi kelengkapan
dokumen pengawasan. Formulir KM 10 dibuat dengan tujuan
sebagai salah satu alat pengendalian dalam rangka general
review atas perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian
pengawasan untuk setiap penugasan pengawasan, apakah
secara umum telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pelaksanaan pengawasan sebagaimana mestinya. Dengan
diselenggarakannya Formulir KM 10 ini, maka dapat
diketahui sejauh mana pelaksanaan tanggung jawab
pengawasan dari masing-masing pejabat yang terlibat pada
organisasi pengawasan. Formulir KM 10 pertama kali
disiapkan oleh Ketua Tim kemudian menempelkan pada
konsep Laporan Hasil Pengawasan (LHP) yang disusun oleh
Ketua Tim. Bersamaan dengan proses reviu terhadap konsep
-75-

LHP, setiap pejabat yang terlibat dalam kegiatan pengawasan


mulai dari Ketua Tim, Pengendali Teknis, Pengendali Mutu,
dan Penanggung jawab mengisi jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang ada dalam Formulir KM 10 sesuai dengan
tanggung jawabnya masing-masing. Apabila atas salah satu
pertanyaan prosedur jawabannya “tidak”, maka atas prosedur
bersangkutan harus diberikan penjelasan dan disebutkan
alasannya, kenapa prosedur tersebut tidak bisa
dilaksanakan.
-76-

2) Format KM 10
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN FORMULIR KM 10
UNIT KERJA: ........................
DAFTAR PENGUJIAN
(CHECK LIST)
Untuk Ketua Tim, DALNIS, DALTU

Nama Objek Pengawasan :


Nama Penugasan :

KETUA
No. Urut Pertanyaan DALNIS DALTU
TIM
(1) (2) (3) (4) (5)
I PENUGASAN PERENCANAAN
A. Apakah dibuat Kartu Penugasan
B. Apakah dikembangkan Tujuan Pengawasan, Lingkup
Pekerjaan, Penaksiran Risiko
C. Apakah sudah diperoleh:
1. Misi, tujuan dan rencana organisasi
2. Informasi organisasi
3. Kertas Kerja terakhir
4. File permanen
5. Data pembanding
6. Data Anggaran
7. Literatur teknis
D. Adakah perubahan pelaksana dari rencana semula
E. Jika ada perubahan apakah sudah dibuat Memo
persetujuan dan sudah dilampirkan ke kartu
penugasan di Pengendali Mutu
F. Apakah sudah dibuat rapat koordinasi?
G. Apakah sudah dibuat ringkasannya dan telah
didistribusikan
H. Apakah sebelum dibuat program pengawasan, telah
dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan persiapan survei pendahuluan
2. Melakukan survei pendahuluan
3. Membuat ikhtisar hasil survei
-77-

KETUA
No. Urut Pertanyaan DALNIS DALTU
TIM

(1) (2) (3) (4) (5)

I. Apakah program pengawasan telah mengacu pada


program baku dan hasil pengumpulan informasi

J. Apakah program pengawasan telah mendapat


persetujuan pengendali teknis ?
K. Apakah tahapan pekerjaan telah sesuai dengan
rencana waktunya:
1. Penetapan tujuan, lingkup dan penaksiran risiko
2. Pengumpulan informasi awal
3. Penetapan tim pengawasan.
4. Rapat pendahuluan
5. Survei pendahuluan.
6. Penulisan program pengawasan.
7. Persetujuan program pengawasan
L. Apakah kertas kerja pengawasan untuk tahap
perencanaan telah selesai dikerjakan

II PELAKSANAAN (PENGUJIAN DAN EVALUASI)


A. Apakah dilakukan penjelasan penugasan kepada
anggota tim ?
B. Apakah audit dilakukan sesuai program
pengawasan ?
C. Apakah dilakukan review terhadap kertas kerja
anggota tim dan ketua tim ?
D. Apakah hasil review ditindaklanjuti oleh anggota tim
dan ketua tim ?
E. Apakah KKP telah didokumentasikan dan disimpan
pada tempat yang telah disiaPKEn?
F. Apakah KKP direview oleh Pengendali Teknis?
G. Apakah KKP dibahas ?
di tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
-78-

KETUA
No. Urut Pertanyaan DALNIS DALTU
TIM

(1) (2) (3) (4) (5)

H. Apakah dilakukan penelahaan kesesuaian KKP dan


isinya dengan standar audit/program pengawasan
yang berlaku?
oleh tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
I. Apakah disusun temuan hasil pengawasan dan dibuat
rekomendasi perbaikan?

J. Apakah dilakukan pembahasan simpulan hasil


pengawasan?
di tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
K. Apakah dilakukan komunikasi temuan dan
rekomendasi perbaikan dengan objek penugasan?

L. Apakah ada komitmen tindak lanjut dari objek


penugasan yang dituangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan atas rekomendasi yang diberikan ?

III PENYELESAIAN LAPORAN

A. RINGKASAN PIMPINAN

Ringkasan pimpinan memuat overview ringkas atas


objek penugasan/instansi (Kementrian, Lembaga),
Pemda, Badan Usaha, Program, Kegiatan , tujuan
pengawasan, ruang lingkup, referensi atas kriteria
pengawasan, metodologi pengawasan, dan simpulan
hasil pengawasan atas setiap tujuan pengawasan
B. BADAN LAPORAN
Kecukupan informasi latar belakang objek penugasan,
1. instansi (Kementrian, Lembaga), Pemda, Badan
Usaha, Program, Kegiatan.

2. Tujuan pengawasan dan kriteria yang berkaitan.

3. Ruang lingkup audit sudah dinyatakan secara jelas.


-79-

KETUA
No. Urut Pertanyaan DALNIS DALTU
TIM

(1) (2) (3) (4) (5)

Jadual pengawasan, metodologi, standar


4. audit/pengawasan yang diacu. Jika ada standar yang
tidak diikuti, penjelasan yang memadai telah dibuat.
Hasil temuan berkaitan dengan tujuan dan kriteria
5. pengawasan telah diperoleh untuk mencapai
simpulan pengawasan

Setiap temuan berisi pernyataan kondisi, kriteria,


6.
penyebab, dampak dan rekomendasi.

Bukti yang cukup dan relevan telah dikumpulkan


7.
untuk mendukung setiap temuan.
Temuan yang bisa dikuantifikasikan telah dihitung
8.
secara akurat.
Rekomendasi yang diberikan telah mengikuti alur
logis temuan dan penyebab, jelas dan dapat
9.
dilaksanakan (cost-effective), ditujukan kepada pihak
yang berkompeten.
Simpulan telah disajikan untuk setiap tujuan
10. pengawasan dan telah didukung dengan bukti yang
cukup dan relevan.
Lampiran-lampiran yang disajikan mendukung
11.
laporan.

C. FORMAT LAPORAN
Daftar isi yang menggambarkan struktur laporan dan
1.
judul yang sama dengan judul pada halaman badan.

2. Judul dan huruf yang konsisten.

Bagan dan gambar telah dirujuk secara memadai


3.
dalam badan laporan.
4. Struktur kalimat dan paragraf yang mudah dipahami.
5. Singkatan-singkatan telah didefinisikan.
6. Bahasa dan terminologi yang mudah dipahami.
7. Tata bahasa dan penulisan kata yang tepat.
8. Secara keseluruhan, laporan sudah jelas dan tepat.
-80-

KETUA
No. Urut Pertanyaan DALNIS DALTU
TIM
(1) (2) (3) (4) (5)
D LAIN-LAIN
1. Penyusunan telah melalui proses reviu yang memadai:
a. Pengendali Teknis
b. Pengendali Mutu
2. Distribusi laporan telah sesuai ketentuan

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 10


1) Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut

2) Kolom 2 : Diisi dengan prosedur / langkah kerja


yang harus dilakukan dari mulai
persiapan, pelaksanaan s.d
penyelesaian pengawasan.

3) Kolom 3 s.d 5 : Diisi dengan kondisi penyelesaian


(Ya atau Tidak)
-81-

BAB V
KOMUNIKASI HASIL PEMANTAUAN

A. Fungsi Komunikasi
Salah satu tahapan akhir proses penugasan pemantauan adalah
komunikasi hasil pemantauan. Komunikasi hasil pemantauan berfungsi
untuk :
1. Mengomunikasikan hasil pemantauan kepada objek
penugasan/mitra kerja dan pihak lain yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
2. Menghindari kesalahpahaman atas hasil pemantauan;
3. Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi objek
penugasan/mitra kerja dan instansi terkait;
4. Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan
pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.
Salah satu bentuk komunikasi hasil pemantauan antara lain
penyampaian hasil sementara dan laporan. Komunikasi hasil
pemantauan harus mencakup sasaran dan ruang lingkup penugasan
pemantauan serta simpulan, saran atau rekomendasi, dan rencana aksi.
Simpulan pemantauan harus mempertimbangkan harapan objek
penugasan/mitra kerja dan para pemangku kepentingan lainnya serta
harus didukung oleh informasi yang cukup, kompeten, relevan, dan
berguna.
Sebelum penyusunan laporan pemantauan, auditor harus
memperoleh tanggapan pejabat objek penugasan/mitra kerja yang
bertanggung jawab mengenai kesimpulan, fakta, dan rekomendasi
auditor, serta perbaikan yang direncanakan sehingga dapat diperoleh
suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan fakta dan pendapat
auditor saja, melainkan memuat pula pendapat dan rencana yang akan
dilakukan oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut.
Apabila tanggapan dari objek penugasan/mitra kerja bertentangan
dengan kesimpulan, fakta, dan rekomendasi dalam laporan hasil
pemantauan, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tidak
-82-

benar, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas


tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan objektif.
Tanggapan tersebut harus dilakukan pemantauan dan dipahami secara
seimbang dan objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan
hasil pemantauan. Tanggapan yang diberikan, seperti janji atau rencana
tindakan perbaikan, harus dicantumkan dalam laporan hasil
pemantauan, tetapi tidak dapat diterima sebagai pembenaran untuk
menghilangkan fakta dan rekomendasi yang berhubungan dengan fakta
tersebut.
Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan bahwa
kegiatan-kegiatannya “dilaksanakan sesuai dengan standar”. Auditor
dapat melaporkan bahwa penugasan pemantauan telah dilakukan
sesuai dengan standar. Apabila terdapat ketidaksesuaian dengan
standar pemantauan yang berdampak pada suatu penugasan
pemantauan, komunikasi hasil pemantauan harus mengungkapkan:
1. Prinsip atau aturan pelaksanaan Standar Pemantauan yang tidak
tercapai;
2. Alasan mengapa terjadi ketidaksesuaian.
Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan
(abuse). Apabila berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh auditor
menyimpulkan bahwa telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse), auditor
harus melaporkan hal tersebut. Peraturan perundang-undangan
mungkin mengatur bahwa auditor pemerintah harus segera melaporkan
adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) segera setelah ditemukan
langsung kepada pihak-pihak yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam kondisi demikian, auditor harus segera
melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa harus
menunggu laporan hasil pemantauan diselesaikan. Auditor dapat
menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah
-83-

telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan


dan kecurangan serta mekanisme pelaporannya.

B. Penyampaian Hasil Sementara


Penyampaian hasil penugasan (communication) adalah bagian tidak
terpisahkan dari sebuah penugasan pemantauan. Selama pelaksanaan
penugasan, auditor secara teratur berkomunikasi dengan personil kunci
dari objek penugasan/mitra kerja. Komunikasi selama proses
penugasan dapat membantu auditor untuk memastikan fakta yang
ditemukan benar- benar akurat. Hasil komunikasi ini akan
dimanfaatkan untuk penyusunan simpulan final yang akan dimuat
dalam Laporan Hasil Pemantauan.
Apabila pembicaraan tidak dilakukan secara bertahap,
dikhawatirkan setelah auditor melangkah jauh dengan waktu yang
cukup lama ternyata setelah materi hasil pemantauan dibicarakan
dengan pihak objek penugasan/mitra kerja, barulah terungkap adanya
bukti atau kebijakan manajemen lain yang ternyata dapat
menggugurkan hasil pemantauan tersebut. Sebelum pembahasan final,
ketua tim berkonsultasi dulu dengan pengendali teknis dan/atau
pengendali mutu supaya ada keseragaman pendapat mengenai masalah
yang akan dibicarakan dengan objek penugasan/mitra kerja.
Usahakan mendapat komentar pejabat atau pihak yang langsung
berkepentingan yang akan melakukan tindak lanjut hasil pemantauan
tersebut dan akan mengalami akibat negatif dari pelaporan hasil
pemantauan tersebut. Auditor harus memberikan kesempatan kepada
pejabat atau pihak yang terkena atau mungkin terkena secara negatif
pelaporan tersebut untuk memberi komentar tertulis atau lisan serta
memberi informasi atau penjelasan sebelum laporan dikeluarkan.
Komentar dan penjelasan tambahan harus dihargai dan dibahas untuk
disajikan secara layak, lengkap, dan objektif dalam laporan terakhir.
Apabila komentar pendahuluan sudah diterima dan kemudian diadakan
perubahan penting dalam hasil pemantauan atau rekomendasi, maka
pejabat atau pihak yang terkena harus diberi kesempatan lagi untuk
-84-

memberikan komentar mengendai pembahasan tersebut sebelum


laporan diterbitkan. Apabila tidak bisa diperoleh komentar dari pihak
yang terkena, maka laporan harus memaparkan kenyataan itu.
Komentar tambahan juga harus diminta apabila komentar pendahuluan
tampaknya tidak relevan dengan simpulan dan rekomendasi yang
diajukan.

C. Pelaporan
Laporan hasil pemantauan adalah sarana mengomunikasikan hasil
pemantauan kepada pemakai laporan secara tertulis. Para pemakai
laporan mengharapkan informasi yang akurat dan objektif yang akan
digunakan dalam melaksanakan fungsi di bidangnya masing-masing.
Auditor berkewajiban menyediakan informasi yang berguna dan tepat
waktu mengenai persoalan penting serta menyarankan perbaikan.

1. Bentuk Komunikasi Hasil Pemantauan


Komunikasi pemantauan melalui laporan hasil pemantauan
harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh objek
pengawasan dan pihak lain yang terkait. Bentuk laporan pada
dasarnya bisa berbentuk bab maupun surat.
a. Laporan bentuk bab
Penyusunan Laporan dalam bentuk bab sangat sesuai untuk
menyampaikan informasi penting dengan jumlah materi yang
banyak.
b. Laporan bentuk surat
Laporan bentuk surat biasanya digunakan apabila hal–hal yang
ingin dilaporkan materinya relatif sedikit atau harus disampaikan
segera.

2. Isi Laporan Hasil Pemantauan


Baik bentuk surat maupun bab, laporan hasil pemantauan
setidaknya harus memuat:
a. Dasar melakukan pemantauan
b. Identifikasi objek penugasan/mitra kerja
-85-

c. Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi pemantauan


d. Pernyataan bahwa pemantauan dilaksanakan sesuai dengan
standar pemantauan
e. Kriteria yang digunakan
f. Hasil pemantauan berupa simpulan dan saran atau rekomendasi
g. Tanggapan dari pejabat objek penugasan/mitra kerja yang
bertanggung jawab
h. Pernyataan adanya keterbatasan dalam pemantauan serta pihak-
pihak yang menerima laporan
i. Pelaporan informasi rahasia apabila ada.
Laporan pada umumnya memuat informasi sebagai berikut:
a. Informasi Umum
Pengungkapan informasi umum dimaksudkan agar tersedia
informasi penting bagi pembaca laporan mengenai dasar hukum
pemantauan, tujuan pemantauan, ruang lingkup pemantauan,
organisasi dan personalia, tindak lanjut hasil pemantauan yang
lalu, kegiatan, program dan atau fungsi yang dilakukan
pemantauan dan sifat pemantauan.
b. Hasil Pemantauan dan Saran/Rekomendasi
Bagian atau bab hasil pemantauan merupakan pesan
pokok/penting yang hendak diteruskan auditor kepada pihak
pembaca.
Hasil pemantauan ini biasanya menyangkut hal-hal berikut:
1) Ketidakefisienan
2) Ketidakefektifan
3) Pemborosan/ketidakhematan.
4) Ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Hasil pemantauan yang dapat diteruskan kepada para pengguna
laporan apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Cukup berarti untuk diteruskan kepada pihak yang
berkepentingan; artinya akibat dari hasil pemantauan
tersebut cukup material.
-86-

2) Berdasarkan fakta dan bukti yang relevan, kompeten, cukup


dan material.
3) Dikembangkan secara objektif.
4) Berdasarkan pada kegiatan pemantauan yang memadai guna
mendukung setiap simpulan yang diambil.
5) Meyakinkan dalam arti simpulan harus logis dan jelas.

D. Penjaminan Mutu Hasil Pemantauan


Laporan sebagai hasil akhir pelaksanaan pemantauan merupakan
hal yang sangat ditunggu, baik oleh objek penugasan/mitra kerja
maupun pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu, sangat
penting untuk disadari bahwa hasil pelaksanaan seluruh rangkaian
kegiatan pemantauan tersebut dapat diterima dengan jelas oleh semua
pihak.
Laporan hasil pemantauan harus mendukung langkah perbaikan
yang dibuat oleh manajemen. Untuk menjaga mutu laporan hasil
pemantauan, perlu ditetapkan kebijakan reviu secara berjenjang yang
bertujuan untuk :
1. Untuk meyakinkan bahwa laporan hasil pemantauan telah memadai
untuk diterbitkan sesuai dengan sasaran epemantauan.
2. Untuk meyakinkan bahwa hasil pemantauan dan
saran/rekomendasi telah didukung oleh kertas kerja pemantauan
yang Iengkap.

1. Kualitas Laporan
Laporan hasil pemantauan harus mencakup kualitas sebagai
berikut :
a. Tepat Waktu
Tepat waktu berarti diterbiktan tepat pada waktunya dan
bermanfaat dengan mempertimbangkan tingkat signifikansi isu,
sehingga memungkinkan manajemen dapat melakukan tindakan
koreksi yang tepat
-87-

b. Lengkap
Lengkap berarti tidak meninggalkan hal-hal penting bagi
pengguna hasil penugasan dan telah mencakup seluruh
informasi dan observasi signifikan dan relevan untuk mendukung
kesimpulan dan rekomendasi.
c. Akurat
Akurat berarti bebas dari kesalahan dan distorsi, dan didasarkan
atas fakta.
d. Objektif
Objektif berarti adil, tidak memihak, tidak berat sebelah, dan
merupakan hasil dari pemikiran adil dan seimbang atas seluruh
fakta dan keadaan yang relevan.
e. Meyakinkan
Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna
laporan untuk mengakui validitas hasil pemantauan tersebut dan
manfaat penerapan rekomendasi.
f. Jelas
Jelas berarti mudah dipahami dan logis, terhindar dari
pemakaian istilah teknis yang tidak penting dan menyajikan
seluruh informasi yang signifikan dan relevan.
g. Ringkas
Ringkas berarti langsung pada masalahnya, dan menghindari
uraian yang tidak perlu, detail yang berlebihan, pengulangan,
dan terlalu panjang.

2. Formulir Kendali Mutu Komunikasi Hasil Pemantauan


Formulir kendali mutu digunakan untuk menghasilkan informasi
pengendalian. Pengendalian ini sangat penting agar pelaksanaan
tugas pengawasan dapat diikuti perkembangannya dan dilaksanakan
dengan lancar, terarah dan bermutu. Formulir kendali mutu yang
berhubungan dengan komunikasi hasil pemantauan sesuai dengan
Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-1240/K/SU/2010 tentang
Pedoman Kendali Mutu Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan
-88-

dan Pembangunan adalah Formulir KM 11 dan Formulir KM 12 yang


dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Formulir Kendali Mutu 11 (KM 11)
Formulir KM 11 (Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil
Pengawasan), merupakan lembar untuk memonitor masalah dan
penyelesaiannya dalam penyusunan konsep LHP. Masalah-
masalah dalam penyusunan konsep LHP bisa berupa kesalahan
materi laporan, kekurang-jelasan, kekurang-lengkapan, tidak
sinkron, kesalahan tulisan, dan lain-lainnya. Formulir KM 11
berfungsi sebagai lembar pengantar dari konsep LHP yang dibuat
oleh Ketua Tim. Formulir KM 11 disiapkan oleh Ketua Tim pada
saat menyerahkan konsep LHP kepada Pengendali Teknis untuk
direviu. Reviu LHP selanjutnya oleh Pengendali Mutu dan oleh
Penanggung jawab. Hasil reviu oleh Pengendali Teknis,
Pengendali Mutu, dan Penanggungjawab semuanya dituangkan
dalam Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil Pengawasan.
Berdasarkan Lembar Reviu tersebut Ketua Tim melakukan
perbaikan-perbaikan atas LHP, yang disupervisi oleh Pengendali
Teknis dan Pengendali Mutu.
-89-

1) Bentuk Formulir KM 11
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
UNIT KERJA: .................

LEMBAR REVIU KONSEP LAPORAN HASIL PENGAWASAN


Pengendali Mutu/Pengendali Teknis *) :……

Nama Objek Pengawasan :…………………………………..


Nama Penugasan :.........................................
Nomor Kartu Penugasan :…………………………………..

NO PENYELESAIAN
HAL LHP PERMASALAHAN KETERANGAN
URUT MASALAH

1 2 3 4 5

(paraf :……………) (paraf :……….......)


(nama terang :……) (nama terang :…...)
(tgl : ………………) (tgl : ……………...)

2) Petunjuk pengisian Formulir KM 11 adalah sebagai berikut :

Baris 1 : Diisi dengan nama objek pengawasan

Baris 2 : Diisi dengan nama penugasan

Baris 3 : Diisi dengan nomor kartu penugasan

Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut


-90-

Kolom 2 : Diisi dengan halaman Laporan Hasil Pengawasan

Kolom 3 : Diisi dengan uraian tentang permasalahan yang


dijumpai dan ditandatangani oleh pe-reviu

Kolom 4 : Diisi dengan penyelesaian terhadap


permasalahan tersebut dan ditandatangani oleh
Ketua Tim atau pihak yang menyelesaikan
masalah

Kolom 5 : Diisi dengan keterangan hal-hal yang diperlukan

b. Formulir Kendali Mutu 12 (KM12)


Formulir KM 12 adalah formulir yang berisi informasi
tentang Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil Pengawasan.
Formulir KM 12 merupakan Routing Slip (lembar pemantauan
waktu) atas alokasi waktu pelaksanaan kegiatan pengawasan,
apakah sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam KM 4 dan KM 5. Kalau KM 10 merupakan
daftar penguji apakah pelaksanaan pengawasan telah sesuai
dengan langkah/prosedur pengawasan seperti yang tertuang
dalam program pengawasan (KM 6), maka KM 12 merupakan
daftar penguji apakah pelaksanaan pengawasan telah sesuai
dengan jadwal/ anggaran waktu yang telah direncanakan
sebelumnya, utamanya jadwal penyelesaian LHP mulai dari
penulisan konsep LHP oleh Ketua Tim sampai LHP dikirimkan
kepada pihak-pihak yang berhak menerima.
Formulir KM 12 disiapkan oleh Ketua Tim, kemudian
ditempelkan pada konsep LHP yang telah selesai disusun oleh
Ketua Tim. Bersamaan dengan proses reviu atas konsep LHP,
masing-masing pejabat dan petugas yang terlibat dalam
penyelesaian LHP harus menuliskan tanggal pelaksanaan
kegiatan yang dilakukannya. Formulir KM 12 terdiri atas dua
bagian, bagian pertama berisi data mengenai objek pengawasan
dan data penugasan, dan bagian kedua berisi routing slip LHP
yang menunjukan status konsep LHP sedang berada pada posisi
mana (sedang dibicarakan dengan objek pengawasan, sedang
-91-

disusun Ketua Tim, sedang direviu Pengendali Teknis, sedang


direviu Pengendali Mutu, telah diserahkan kepada Kepala Unit
Kerja, atau sedang dalam proses pengetikan oleh pegawai tata
usaha).

1) Bentuk Formulir KM 12
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

UNIT KERJA: .......................................

KONSEP LAPORAN HASIL PENGAWASAN (LHP)

ROUTING SLIP LHP


Tanggal
Uraian Nama
I II III IV V

a. Selesai disusun dan diserahkan oleh


Ketua Tim …. …. …. …. ….
b. Selesai dibahas dan diserahkan oleh
Pengendali Teknis …. …. …. …. ….
c. Selesai direviu oleh Pengendali Mutu …. …. …. …. ….
d. Diserahkan kepada Kepala/Pimpinan
unit organisasi …. …. …. …. ….
Tanggal Tanggal
mulai Selesai
e. Diterima oleh petugas/Tim untuk
diketik …. …. …. …. ….
…. …. …. …. ….
f. Diterima oleh Bag.TU/Sub Bag. .... …. …. …. ….
Persuratan untuk diperbaiki dan atau .... .... .... .... ....
dijilid
g. Diterima oleh Pengendali Mutu atau …. …. …. …. ….
Kepala/Pimpinan unit organisasi untuk
ditandatangani (rangkap….)
h. Diterima oleh Bag. TU/Sub Bag. …. …. …. …. ….
Persuratan untuk dikirim
i. Didistribusikan kepada :
1. Objek Pengawasan. .... .... .... .... ....
2. Pimpinan Unit Organisasi. .... .... .... .... ....
3. Arsip.

2) Petunjuk pengisian Formulir KM 12


ROUTING SLIP
Baris 1 : Diisi dengan nama ketua tim dan tanggal
penyerahan konsep LHP kepada pengendali teknis
Baris 2 : Diisi dengan nama pengendali teknis dan tanggal
-92-

penyerahan konsep LHP kepada pengendali mutu

Baris 3 : Diisi dengan nama pengendali mutu selesai


mereviu konsep LHP
Baris 4 : Diisi dengan nama penegendali mutu saat
menyerahkan konsep LHP kepada Kepala Unit
Kerja
Baris 5 : Diisi dengan nama petugas yang melakukan
pengetikan/penggandaan
Baris 6 : Diisi dengan nama petugas Bag TU untuk
diperbaiki atau di jilid
Baris 7 : Diisi dengan nama pengendali mutu untuk ditanda
tangani kepala unit kerja
Baris 8 : Diisi dengan nama petugas persuratan untuk
dikirim ke pihak yang terkait
-93-

E. Distribusi Laporan
Auditor harus mengomunikasikan dan mendistribusikan hasil
penugasan pemantauan kepada pihak yang tepat, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengomunikasian hasil
penugasan pemantauan harus dilaksanakan tepat waktu kepada
pemberi tugas dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang dilakukan
pemantauan merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan
atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar
ketentuan peraturan perundang-undangan, auditor dapat membatasi
pendistribusian hasil pemantauan. Apabila suatu pemantauan
dihentikan sebelum berakhir, tetapi auditor tidak mengeluarkan laporan
hasil pemantauan, maka auditor harus membuat catatan yang
mengikhtisarkan hasil pemantauannya sampai tanggal penghentian dan
menjelaskan alasan penghentian pemantauan tersebut. Auditor juga
harus mengomunikasikan secara tertulis alasan penghentian
pemantauan tersebut kepada objek penugasan/mitra kerja dan pejabat
lain yang berwenang.
Bagi auditor, indikator kinerja output dari penugasan pemantauan
adalah terdistribusikannya laporan hasil pemantauan secara tepat
kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam menindak lanjuti hasil
pemantauan. Hal yang paling utama bagi auditor adala tercapainya
outcome hasil penugasan pemantauan yaitu terlaksananya tindak lanjut
hasil pemantauan sesuai dengan rekomendasi atau saran yang telah
diungkapkan dalam laporan hasil pemantauan
-94-

BAB VI

PEMANTAUAN TINDAK LANJUT

A. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemantauan


Proses penugasan pemantauan tidak berakhir saat penugasan
selesai. Setiap institusi auditor harus mengembangkan sistem
pemantauan tindak lanjut hasil penugasan. Pemantauan tindak lanjut
hasil pemantauan bertujuan untuk meyakinkan bahwa objek
penugasan/mitra kerja benar-benar telah melakukan tindak lanjut
rekomendasi pemantauan secara tepat waktu sesuai dengan
kesanggupan dari objek penugasan/mitra kerja. Sangat penting bagi
auditor untuk memastikan bahwa rekomendasi telah ditindak lanjuti
oleh objek penugasan/mitra kerja. Pemantauan tindak lanjut hasil
harus dilakukan agar objek penugasan memahami dan memperbaiki
kelemahan dan kesalahan yang ada sehingga mampu meningkatkan
kinerja organisasinya. Selain itu, auditor harus memantau pelaksanaan
tindak lanjut yang dilakukan objek penugasan/mitra kerja untuk
memastikan bahwa semua rekomendasi sudah dilaksanakan dengan
tepat, sehingga keefektifan pelaksanaan pemantauan bisa tercapai.
Kewajiban untuk melaksanakan tindak lanjut berada pada
pimpinan objek penugasan/mitra kerja. Hal ini sesuai dengan pasal 43
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, yang menyatakan bahwa “Pimpinan
instansi pemerintah wajib melakukan tindak lanjut atas rekomendasi
hasil pemantauan dan reviu lainnya”. Pelaksanaan tindak lanjut
tersebut merupakan bagian kegiatan pemantauan sistem pengendalian
intern yang ada. Disisi lain, auditor berkewajiban untuk memantau
pelaksanaan tindak lanjut untuk menjamin keefektifan pelaksanaan
pemantauan. Auditor harus memasukkan kegiatan pemantauan tindak
lanjut dalam rencara strategis maupun tahunan.
Agar pemantauan tersebut bisa berjalan efektif, auditor harus
membuat prosedur pemantauan pelaksanaan tindak lanjut yang
-95-

didasarkan pada tingkat kesulitan, ketepatan waktu, pertimbangan


resiko dan kerugian. Untuk temuan yang sangat penting, objek
penugasan/mitra kerja harus melaksanakan tindak lanjut secepat
mungkin dan auditor harus terus memantau tindak lanjut yang
dilaksanakan oleh objek penugasan/mitra kerja tersebut karena dampak
dari temuan tersebut sangat besar.
Ruang lingkup pemantauan tindak lanjut harus mencakup semua
temuan hasil pemantauan yang telah disepakati tindak lanjutnya antara
objek penugasan/mitra kerja dengan auditor, tetapi belum selesai
ditindak lanjuti. Sasaran pemantauan tindak lanjut adalah menilai
sejauh mana objek penugasan/mitra kerja telah mengambil langkah
tindak lanjut atas rekomendasi temuan hasil pemantauan dan
melaporkan rekomendasi yang telah, sedang, atau tidak dapat ditindak
lanjuti kepada pimpinan objek penugasan/mitra kerja dan auditor yang
terkait dengan pemantauan sebelumnya. Rekomendasi yang tidak
ditindaklanjuti dapat merupakan indikasi lemahnya pengendalian objek
penugasan/mitra kerja dalam mengelola sumber daya yang diserahkan
kepadanya. Apabila objek penugasan/mitra kerja telah menindaklanjuti
rekomendasi dengan cara yang berlainan dengan rekomendasi yang
diberikan, auditor harus menilai efektifitas penyelesaian tindak lanjut
tersebut.
Pada saat pelaksanaan kegiatan pemantauan, auditor harus
memeriksa tindak lanjut atas rekomendasi pemantauan sebelumnya.
Apabila terdapat rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, auditor harus
memperoleh penjelasan yang cukup mengenai sebab rekomendasi belum
dilaksanakan, dan selanjutnya auditor wajib mempertimbangkan
kejadian tersebut dalam program kerja penugasan yang akan disusun.
Demikian pula terhadap tindak lanjut yang sudah dilaksanakan harus
pula menjadi perhatian dalam penyusunan program kerja penugasan.
Auditor harus menilai pengaruh simpulan, fakta, dan rekomendasi yang
tidak atau belum ditindaklanjuti terhadap simpulan atau pendapat atas
pemantauan yang sedang dilaksanakan.
-96-

Agar pelaksanaan tindak lanjut efektif, perlu dilakukan hal-hal sebagai


berikut :
1. Laporan hasil pemantauan ditujukan kepada manajemen objek
penugasan/mitra kerja yang dapat melakukan tindak lanjut;
2. Tanggapan objek penugasan/mitra kerja diterima dan dievaluasi
selama penugasan berlangsung atau dalam waktu yang wajar setelah
pemantauan berakhir;
3. Laporan perkembangan kemajuan tindak lanjut diterima dari objek
penugasan/mitra kerja secara periodik;
4. Status tindak lanjut dari pelaksanaan tindak lanjut dilaporkan
kepada pimpinan objek penugasan/mitra kerja.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemantauan tindak lanjut
pemantauan adalah sebagai berikut :
1. Semua formulir dan bukti pendukung yang terkait dengan tindak
lanjut temuan pemantauan harus didokumentasikan dengan baik
dan dipisahkan antara temuan yang rekomendasinya sudah tuntas
diselesaikan dengan temuan yang masih terbuka (yang
rekomendasinya belum atau belum seluruhnya ditindaklanjuti);
2. Tim pemantau tindak lanjut melakukan pemutakhiran tindak lanjut
atas saldo temuan yang belum ditindak lanjuti dan tindak lanjut
yang masih kurang. Pemutakhiran tersebut dilakukan sekali dalam
setahun dan dituangkan dalam sebuah berita acara yang ditanda
tangani pimpinan objek penugasan/mitra kerja dan tim pemantau
tindak lanjut.

B. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut


Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut meliputi tahap-tahap sebagai
berikut :
1. Perencanaan
a. Lakukan kaji ulang terhadap Laporan Hasil Pemantauan
termasuk rencana tindak lanjut temuan, surat-surat berkaitan
dengan proses tindak lanjut atau informasi lainnya dari pihal
objek penugasan/mitra kerja, atau dari pihak auditor
-97-

sebelumnya. Perhatikan rekomendasi yang seharusnya sudah


ditindak lanjuti pada periode sebelumnya, tetapi kenyataannya
belum dilaksanakan. Pemeriksa harus mempelajari kembali
kertas kerja pemeriksaan tindak lanjut sebelumnya;
b. Tentukan rekomendasi yang berstatus dalam proses pelaksanaan
dan rekomendasi-rekomendasi mana yang belum jatuh tempo;
c. Tentukan pejabat atau orang yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tindak lanjut;
d. Tentukan bukti-bukti apa saja yang diperlukan untuk menilai
pelaksanaan tiap rekomendasi;
e. Lakukan pembicaraan pada tingkat pusat sebelum melakukan
kunjungan ke lokasi guna mendapatkan informasi yang mutakhir
terutama yang berkaitan dengan temuan yang tindak lanjutnya
melibatkan kantor pusat;
f. Susun rencana pemeriksaan secara detail atau rinci per tiap
rekomendasi yang mencakup :
1) Apakah pemeriksaan dilakukan di tempat (on desk review)
atau di lapangan (on site review);
2) Apakah pengujian secara rinci atau tidak;
3) Apakah perlu dilakukan wawancara dan siapa saja yang akan
diwawancarai (format wawancara harus disiapkan sebelum ke
lapangan);
4) Jenis bukti apa saja yang perlu diuji.
g. Mintakan persetujuan dari penanggung jawab pemeriksaan atas
rencana kerja pemeriksaan tindak lanjut.
2. Pelaksanaan
a. Adakan pertemuan dengan pejabat yang berwenang dan jelaskan
sasaran, ruang dan proses pemeriksaan serta pelaporan hasil
pemeriksaan tindak lanjut;
b. Dapatkan bukti yang diperlukan sebagai hasil dilaksanakannya
tindak lanjut;
c. Nilai tindakan yang telah dilaksanakan apakah telah menjamin
tujuan rekomendasi yang disarankan;
-98-

d. Susun kertas kerja pemeriksaan;


e. Bicarakan hasil pemantauan dengan pihak objek
penugasan/mitra kerja, terutama rekomendasi yang telah jatuh
tempo namun belum ada tindak lanjutnya, atau tidak lanjut yang
tidak sesuai dengan saran tindak lanjut yang telah disepakati
semula.
f. Adakan analisis posisi masing-masing rekomendasi temuan hasil
pemantauan yaitu :
1) Telah dilaksanakan sesuai rekomendasi (dilengkapi bukti
yang cukup);
2) Sedang dalam proses pelaksanaan (disertai bukti dukungan);
3) Belum dapat dilaksanakan;
4) Tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu (temuan
teguran, dan dibicarakan dengan pihak pemeriksa yang
mendapatkan temuan).
Terdapat kriteria umum pelaksanaan tindak lanjut yakni sebagai
berikut :
a. Tanggung jawab pelaksana tindak lanjut temuan hasil
pemantauan harus ditetapkan secara jelas (disebutkan pejabat
atau pegawai tertentu) hal ini dapat dilihat pada :
1) Apakah pimpinan / manajemen sudah memerintahkan untuk
melakukan tindakan perbaikan dan bahwa pimpinan dapat
meyakinkan bahwa tindakan tersebut diyakini berkelanjutan?
2) Apakah tanggung jawab dan kegiatan petugas yang akan
memproses atau melakukan tindak lanjut telah ditentukan?
b. Tindakan yang diambil harus sesuai dengan rekomendasi
1) Apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan apa
yang telah disetujui pada saat membahas temuan hasil
pemeriksaan?
2) Apakah tindakan yang dilakukan cukup relevan, lengkap, dan
tepat waktu sesuai rekomendasi?
-99-

c. Tindakan yang diambil harus secara formal mendapat


persetujuan dan dimonitor oleh pimpinan atau pejabat
berwenang
1) Sudahkah pimpinan memberi persetujuan termasuk
penentuan jangka waktu pelaksanaan?
2) Apakah pimpinan atau pejabat yang berwenang menerima
dan mereviu perkembangan tindak lanjut?
d. Tindakan harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan pada rencana tindak lanjut
1) Apakah pelaksanaan tindak lanjut telah selesai seluruhnya
atau hanya sebahagian saja, sampai sat atau tanggal yang
ditentukan dalam rencana semula?
2) Apakah pimpinan atau pejabat yang berwenang menyetujui
perubahan jadwal penyelesaian tindak lanjut (jika ada
perubahan disertai alasan yang tepat)?
e. Tindakan yang dilakukan harus sejalan dengan dokumen atau
bukti yang nyata.
1) Apakah catatan, laporan dan file yang ada dilengkapi bukti
yang mendukung tindakan pelaksanaan yang telah
ditetapkan?
2) Apakah tindakan yang telah diambil dapat diperkuat dengan
peninjauan fisik di lapangan atau pengamatan langsung?
-100-

Contoh kertas kerja pemeriksaan tindak lanjut


RINCIAN TEMUAN HASIL PEMANTAUANDINAS X LHP NO X TANGGAL X
Posisi Rencana Pelaksanaan Rekomendasi
(Nama / Judul LHE sumber data temuan)
Tanggal
Nomor Penanggung Pelaksanaan
Rekomendasi Status
Temuan Jawab TL (Sesuai
Komitmen)
01/… … … (Nama …/… bulan
Pejabat tahun … mulai -
atau sampai
petugas)

Catatan Status
01 telah ditindak lanjuti
02 sedang dalam proses
03 tidak dapat ditindak lanjuti
-101-

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia 2013. Standar Audit Intern


Pemerintah Indonesia (SAIPI). Jakarta. Asosiasi Auditor Intern
Pemerintah Indonesia

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 1993. PK. Pedoman


pelaksanaan pemeriksaan keuangan. Jakarta. Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 1996, Standar Audit


Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP). Jakarta. Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2008. Reviu kertas kerja


audit (Edisi Keempat). Bogor. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pengawasan,

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 2009, Auditing (Edisi


Kelima). Bogor. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan,

Fahrudin, M. 2014. Audit Intern. Bogor : Pusdiklatwas BPKP

Guliling, Abdul Fattah, dkk. 1993. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan


Operasional. Jakarta : BPKP

Hedwig, Rinda.2006. Monitoring dan Evaluasi Internal di Perguruan Tinggi


yang Telah Menerapkan Sistem Penjaminan Mutu. Jakarta: UBINUS

Peraturan Direktur Jenderal Anggaran Nomor: PER-2/AG/2017 tentang


Pedoman Monitoring dan Evaluasi Kinerja Atas Pelaksanaan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun


2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
-102-

Peraturan Kepala BPKP Nomor 1240 Tahun 2010 Tentang Formulir Kendali
Mutu

Peraturan BPKP Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Bantuan Kedinasan di


Lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian


Intern Pemerintah

Purnama, Hendra, dkk. 2014. Komunikasi audit intern. Bogor :


Pusdiklatwas BPKP

Setkab.go.id

Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal (Standar)

Anda mungkin juga menyukai