Anda di halaman 1dari 134

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Suplemen Peraturan BPKP Nomor 1 Tahun 2019


tentang
Standar Kerja pengawasan Intern BPKP

EVALUASI
Suplemen
bimtek
pangan nasional kapasitasnya
pembangunan
kompeten
melaksanakan
perhatian tematik permasalahan
reviu audit

sosialisasi
memenuhi pelaksanaan ukuran memberikan terhadap
tambah
tindak kertas
mengenai kerja
pihak kredibilitas
tersebut keuangan
Dalam disusun atas
Peran menyusun

auditintern
teknis
mengemuka minimal issue
belum program
bersikap sebagai
kegiatan
Intern penjabaran rangka
berkualitas
negara
SPIP
dapat
Presiden dalam nilai Luas ada proaktif selalu
IACM

BPKP
acuan
petunjuk lanjut guna
lingkungan Untuk
juga
perbaikan hasil kegiatan
secara mutu
rinci Standar Sebagai
profesi
jelas merespon
semakin
menjadi ini untuk batasan didukung

evaluasi
baru depan
terkait
SKPI
dengan namun jenis suatu
Adapun
terwujud
ketika
dampak current
perlu efektif

atau

reviu
suplemen
kondisi
dilakukan disusunlah asistensi konsultansi
dijabarkan
standar
masa
internnya
masyarakat penjelasan
menjelaskan
komunikasi
akuntabilitas
diperlukan kedeputian menuntut
perencanaan
menggambarkan pada

auditor
Pengawalan
mewujudkan pemerintah

mempertimbangkan

Edisi 1
Tahun 2019
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Suplemen Peraturan BPKP Nomor 1 Tahun 2019


tentang
Standar Kerja pengawasan Intern BPKP

EVALUASI
Suplemen
bimtek
pangan nasional kapasitasnya
pembangunan
kompeten
melaksanakan
perhatian tematik permasalahan
reviu audit

sosialisasi
memenuhi pelaksanaan ukuran memberikan terhadap
tambah
tindak kertas
mengenai kerja
pihak kredibilitas
tersebut keuangan
Dalam disusun atas
Peran menyusun

auditintern
teknis
mengemuka minimal issue
belum program
bersikap sebagai
kegiatan
Intern penjabaran rangka
berkualitas
negara
SPIP
dapat
Presiden dalam nilai Luas ada proaktif selalu
IACM

BPKP
acuan
petunjuk lanjut guna
lingkungan Untuk
juga
perbaikan hasil kegiatan
secara mutu
rinci Standar Sebagai
profesi
jelas merespon
semakin
menjadi ini untuk batasan didukung

evaluasi
baru depan
terkait
SKPI
dengan namun jenis suatu
Adapun
terwujud
ketika
dampak current
perlu efektif

atau

reviu
suplemen
kondisi
dilakukan disusunlah asistensi konsultansi
dijabarkan
standar
masa
internnya
masyarakat penjelasan
menjelaskan
komunikasi
akuntabilitas
diperlukan kedeputian menuntut
perencanaan
menggambarkan pada

auditor
Pengawalan
mewujudkan pemerintah

mempertimbangkan

Edisi 1
Tahun 2019
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
- ii -

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Dadang Kurnia, Ak., M.B.A., CA., QIA., CGAP


Quality Assurance : 1. Dr. Maliki Heru Santosa, Ak., M.B.A., CRMA., CA.,
FCMA., CGMA., QIA
2. A. Ani Maharsi, Ak., M.Acc
Koordinator : Drs. Achdiman Kartadimadja, M.M
Supervisor : 1. Meidina Sari, Ak
2. Rina Ramayani, Ak., M.MT
3. Ambar Mulyadi, S.E
Tim Penyusun Materi : 1. Hilda Erdiarini, Ak., M.Ak., CRMP
2. Eko Rosdiansa Prastiawan., S.S.T. Akt., M.P.A
3. Abiyoga Hamim Syahputra, S.H.Int., M.P.A
4. Usman Maulana, S.E., M.Ak
5. Sigit Kurniawan, S.S.T. Akt., M.HR&ER
6. Rudi Hartono, S.E., M.M
7. Asti Kartika Wijayanti, S.E., M.Acc., Ak., CA
- iii -

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

PERATURAN BPKP NOMOR 1 TAHUN 2019

KATA PENGANTAR. .......................................................................... i

TIM PENYUSUN. ............................................................................... ii

DAFTAR ISI. ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................... 1


B. Tujuan ........................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ............................................................. 2
D. Hierarki SKPI ................................................................ 3
E. Sistematika Penyajian .................................................... 4

BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................... 6

A. Pengertian ...................................................................... 6
B. Independensi dan Objektivitas ....................................... 10
C. Kompetensi, Kecakapan, dan Kecermatan Profesional .... 12
D. Dasar Penugasan ........................................................... 14
E. Sarana dan Prasarana.................................................... 15
F. Jangka Waktu Penugasan .............................................. 15
G. Sumber Pembiayaan ...................................................... 15
H. Tahapan Umum Penugasan ........................................... 16

BAB III PERENCANAAN .................................................................... 17

A. Perencanaan Penugasan ................................................ 17


B. Penetapan Tujuan Penugasan ........................................ 19
C. Penetapan Ruang Lingkup Penugasan ............................ 20
D. Kegiatan Perencanaan Evaluasi ...................................... 20
- iv -

1. Pemahaman Objek Penugasan (Survei Pendahuluan).. 20


2. Identifikasi dan Penilaian Risiko ................................. 21
3. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern .......................... 21
4. Penentuan Tentative Evaluation Objectives (TEO) ........ 22
5. Alokasi Sumber Daya Manusia ................................... 22
6. Alokasi Waktu Penugasan .......................................... 27
7. Penyusunan Program Kerja Evaluasi .......................... 31

BAB IV PELAKSANAAN ..................................................................... 35

A. Pengindentifikasian Informasi dan Bukti ........................ 35


1. Pengembangan Deskripsi Awal .................................. 35
2. Pengembangan Teori Program atau Model Logis ........ 36
3. Pengumpulan/Perolehan Data .................................. 37
B. Analisis dan Evaluasi Bukti ........................................... 40
1. Teknik Analisis untuk Data Kuantitatif (Numerik) .... 40
2. Teknik Analisis untuk data Kualitatif (Tekstual) ....... 42
C. Perumusan Simpulan Hasil Penugasan dan Rekomendasi 42
D. Pendokumentasian Informasi dan Bukti ......................... 44
E. Supervisi Penugasan ...................................................... 52
1. Reviu Berjenjang Kertas Kerja Evaluasi .................... 53
2. Formulir Kendali Mutu dalam Tahap Pelaksanaan
Evaluasi ................................................................... 65

BAB V KOMUNIKASI HASIL EVALUASI ............................................. 82

A. Fungsi Komunikasi ........................................................ 82


B. Penyampaian Hasil Sementara ....................................... 84
C. Pelaporan ....................................................................... 85
1. Bentuk Komunikasi Hasil Evaluasi ........................... 85
2. Isi Laporan Hasil Evaluasi ........................................ 85
D. Penjaminan Mutu Hasil Evaluasi.................................... 87
1. Kualitas Laporan ...................................................... 87
2. Formulir Kendali Mutu Komunikasi Hasil Evaluasi .... 88
-v-

E. Distribusi Laporan ......................................................... 93

BAB VI PEMANTAUAN TINDAK LANJUT ........................................... 94

A. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Evaluasi ....... 94


B. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut ............................. 97

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 101


-1-

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai Auditor Internal Pemerintah RI, BPKP mempunyai misi
untuk menyelenggarakan pengawasan intern terhadap akuntabilitas
pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional guna mendukung tata
kelola pemerintahan dan korporasi yang bersih dan efektif. Pengawasan
yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi strategis,
proses pelaksanaan pengawasan sesuai dengan standar profesi, kegiatan
dukungan secara sinergis dan terintegrasi menghasilkan nilai tambah
pada pengelolaan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
Ruang lingkup pengawasan intern atas akuntabilitas pengelolaan
keuangan dan pembangunan nasional dilakukan oleh BPKP mencakup:
1. Kegiatan yang bersifat lintas sektoral;
2. Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan
3. Kegiatan berdasarkan penugasan oleh presiden.
Selain hal tersebut, BPKP juga mendapatkan penugasan khusus yang
atas kegiatan yang terkait dengan maturitas SPIP dan kapabilitas APIP.
Dalam kapasitasnya sebagai auditor intern pemerintah,
kredibilitas dan nilai tambah pengawasan intern dapat terwujud ketika
auditor bersikap proaktif dan pengawasan internnya memberikan
pandangan baru dan mempertimbangkan dampak masa depan.
Pengawasan BPKP juga dilakukan untuk merespon permasalahan yang
mengemuka pada pembangunan nasional yang menjadi perhatian
Presiden atau masyarakat luas. Pengawalan akuntabilitas keuangan
negara menuntut BPKP untuk selalu proaktif dalam melakukan
pengawasan terhadap current issue yang sedang berkembang.
Peran BPKP yang efektif perlu didukung oleh Auditor yang
profesional dan kompeten dengan hasil pengawasan intern yang semakin
berkualitas. Dalam rangka mewujudkan hasil pengawasan intern yang
-2-

berkualitas dan memenuhi standar profesi diperlukan pengembangan dan


perbaikan yang berkelanjutan atas pedoman/ketentuan yang ada guna
mengadopsi kondisi dan kepentingan stakeholders. Untuk itu BPKP
menyusun Standar Kerja Pengawasan Intern (SKPI) BPKP sebagai suatu
standar ukuran mutu minimal atas pengawasan intern yang dilakukan
auditor BPKP.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari SKPI BPKP, disusunlah
suplemen evaluasi. Suplemen ini menggambarkan secara rinci mengenai
penugasan evaluasi. Suplemen evaluasi disusun untuk menjadi acuan
dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan
pemantauan tindak lanjut kegiatan evaluasi. Suplemen belum
menjelaskan teknis kegiatan pengawasan, namun memberikan batasan
yang jelas jenis penugasan tersebut. Adapun penjelasan yang lebih teknis
terkait jenis penugasan evaluasi, maka pihak kedeputian teknis dapat
menyusun Pedoman Teknis penugasan secara tematik.

B. Tujuan
Suplemen evaluasi disusun dengan tujuan untuk:
1. Menjadi petunjuk pelaksanaan dalam penugasan evaluasi yang
dilakukan auditor BPKP;
2. Menjamin tercapainya transparansi dan keseragaman dalam proses
penugasan evaluasi yang dilakukan auditor BPKP;
3. Sebagai sarana pengendalian dan evaluasi atas kualitas pelaksanaan
kegiatan penugasan evaluasi di BPKP.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Suplemen Evaluasi ini meliputi:
1. Perencanaan penugasan evaluasi;
2. Pelaksanaan penugasan evaluasi;
3. Pelaporan dan pemantauan penugasan evaluasi.
-3-

D. Hierarki SKPI

Hierarki SKPI BPKP menjelaskan urutan tingkatan hubungan SKPI


dengan pedoman atau ketentuan lainnya, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. SAIPI merupakan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang
merupakan standar yang harus dijadikan pedoman/acuan oleh BPKP
selaku auditor intern pemerintah Indonesia. SAIPI dibuat oleh asosiasi
auditor intern pemerintah Indonesia. Dalam SAIPI telah disebutkan
bahwa dalam pelaksanaan pengawasan intern juga mengacu kepada
standar lain yang berlaku;
2. Mengacu kepada SAIPI, BPKP selaku salah satu instansi pengawasan
intern membuat standar kerja pengawasan intern (SKPI) BPKP sebagai
acuan umum bagi auditor BPKP dalam melaksanakan tugas
pengawasan intern. SKPI menguraikan kriteria atau ukuran mutu
minimal dalam melaksanakan kegiatan pengawasan intern oleh auditor
BPKP. SKPI merupakan turunan SAIPI untuk instansi BPKP. SKPI
dibuat dalam bentuk peraturan BPKP yang disertai lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan badan;
-4-

3. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Badan, disusunlah


suplemen atas seluruh kegiatan pengawasan intern sebagaimana
pasal 3. Suplemen ini belum menjelaskan teknis kegiatan pengawasan.
Suplemen memberikan batasan yang jelas masing-masing jenis
penugasan tersebut;
4. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 9 (c) SKPI, pimpinan unit kerja
eselon I menyusun pedoman pelaksanaan SKPI sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing sebagai implementasi SKPI. Selain mengacu
kepada SKPI dan lampirannya sebagai peraturan badan, pedoman
pelaksanaan juga harus mengacu kepada suplemen assurance dan
konsultansi yang merupakan gambaran rinci dari SKPI;
5. Untuk penjelasan yang lebih teknis terkait masing-masing jenis
penugasan, pihak kedeputian dapat meminta direktorat untuk
menyusun Pedoman Teknis penugasan.

E. Sistematika Penyajian
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan antara lain tentang latang belakang, tujuan, ruang
lingkup pedoman, hierarki SKPI, dan sistematika penyajian.
Bab II Gambaran Umum
Bab ini menguraikan antara lain tentang pengertian, independensi dan
objektivitas, kompetensi, kecakapan dan kecermatan professional, dasar
penugasan, sarana dan prasarana, jangka waktu penugasan, dan
sumber pembiayaan, dan tahapan umum penugasan.
Bab III Perencanaan
Bab ini menguraikan antara lain tentang perencanaan penugasan,
penetapan tujuan penugasan, penetapan ruang lingkup penugasan, dan
kegiatan perencanaan.
Bab IV Pelaksanaan
Bab ini menguraikan tentang pengidentifikasian informasi dan bukti,
analisis dan evaluasi bukti, perumusan simpulan hasil penugasan dan
-5-

rekomendasi, pendokumentasian informasi dan bukti, dan supervisi


penugasan.
Bab V Komunikasi Hasil Pemantauan
Bab ini menguraikan tentang fungsi komunikasi, penyampaian hasil
sementara, pelaporan, penjaminan mutu hasil, dan distribusi laporan.
Bab VI Pemantauan Tindak Lanjut
Bab ini menguraikan tentang pemantauan tindak lanjut laporan hasil
pemantauan dan prosedur pemantauan tindak lanjut.
-6-

BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Pengertian
Pemberian Keyakinan (assurance) adalah seluruh proses
penyelenggaraan kegiatan seperti audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan,
yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien serta meningkatkan kualitas informasi yang andal dan
relevan untuk kepentingan pimpinan dalam rangka mewujudkan tata
kelola/kepemerintahan yang baik.
Penugasan pemberian keyakinan memberikan tingkat keyakinan
yang berbeda. Tingkat keyakinan yang diberikan bergantung pada sifat
tingkat pengumpulan bukti. Jenis laporan yang diberikan juga berbeda
untuk setiap penugasan pemberian keyakinan. Rincian karakteristik jenis
penugasan diuraikan sebagai berikut:
Jenis Derajat Keandalan Kedalaman Jumlah Sifat
Penugasan Assurance Bukti Bukti Bukti Assurance
Audit Tinggi / Sangat Sangat Ekstensif Positif
Memadai Andal Dalam / Luas
Reviu Sedang / Andal Dalam Signifika Negatif
Terbatas n
Evaluasi, Cukup Cukup Cukup Cukup Negatif
Pemantaua andal dalam
n dan
Pengawasan
Lainnya

Sifat assurance tercermin dalam bentuk laporan penugasan,


sebagai berikut:
1. Positif assurance tercermin dalam pernyataan dalam laporan bahwa
kegiatan yang diaudit telah sesuai dengan kriteria/ketentuan.
Contoh:
Dari hasil audit yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa
pelaksanaan tugas dan fungsi Satker XYZ telah dilaksanakan dengan
efektif dalam mencapai tujuan organisasi”.
-7-

2. Negatif assurance tercermin dalam pernyataan dalam laporan bahwa


tidak ditemukan adanya penyimpangan/bukti adanya penyimpangan
dari kriteria yang digunakan.
Contoh:
“Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, tidak ditemukan bukti
bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Satker XYZ dilaksanakan
dengan tidak efektif”.
Evaluasi sebagai salah satu bentuk pengawasan intern adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membandingkan hasil atau
prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah
ditetapkan, termasuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan
tersebut. Evaluasi tidak terbatas pada suatu kegiatan, evaluasi juga dapat
dilakukan terhadap suatu prosedur kegiatan. Sebagai contoh evaluasi
atas standard operating procedures (SOP) dengan tujuan agar SOP selalu
mutakhir, sesuai dengan kebutuhan, dan proses penerapannya dapat
berjalan dengan baik.
Dalam konteks manajemen sektor publik, evaluasi dimaknai
sebagai rangkaian kegiatan untuk menilai hasil kebijakan atau program
melalui studi yang sistematik sehingga dapat menguraikan dan
menjelaskan operasi, akibat, justifikasi, serta implikasi sosial atas
kebijakan atau program tersebut. Alasan atau tujuan utama dari evaluasi
adalah terwujudnya perbaikan kesejahteraan sosial (social betterment).
Tujuannya adalah untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program
sosial telah mampu memberikan perbaikan sosial. Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2004 tentang. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) secara
eksplisit mengatur mengenai keharusan bagi instansi pemerintah untuk
melakukan evaluasi program atau kegiatan.
Peningkatan kesejahteraan sosial menjadi nilai utama didasari
oleh tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (human needs) yang
kemudian berkembang menjadi masalah sosial. Untuk itu, dibentuklah
Gugus Tugas Policy Evaluation BPKP. Melalui Gugus Tugas Policy
-8-

Evaluation ini, BPKP membuka diri untuk melaksanakan kegiatan


evaluasi program yang telah/sedang/akan dilaksanakan oleh intansi-
instansi pemerintah.
Jenis–jenis penugasan evaluasi
Tipe Penugasan Waktu Pelaksanaan Hasil yang ingin dicapai Kegunaan
No
Evaluasi
1 - Evaluasi - Pada saat - Untuk menilai apakah - Memungkinkan
Formatif pengembangan elemen atau komponen dilakukannya
(Formative suatu program suatu program perubahan/
Evaluation) baru. diperlukan, modifikasi
- Penilaian - Ketika sebuah dimengerti, dan terhadap
Evaluabilitas program sedang diterima oleh populasi perencanaan
(Evaluability diubah/modifikasi; sasaran. sebelum program
Assessment) atau digunakan - Sejauh mana evaluasi mulai
- Penilaian dalam keadaan bisa dilakukan, diimplementasikan
Kebutuhan yang baru; atau berdasar pada tujuan secara penuh.
(Needs terhadap populasi dan sasaran evaluasi. - Memaksimalkan
Assessment) yang baru. kemungkinan
suksesnya suatu
program.
2 Evaluasi Proses - Segera setelah - Untuk mengetahui - Memberikan
(Process implementasi seberapa lancar peringatan dini
Evaluation) program dimulai. pelaksanaan program. terhadap
- Selama - Untuk kemungkinan
berlangsungnya membandingkan munculnya
pelaksanaan implementasi program masalah.
program. dengan desain - Memungkinkan
awalnya. program untuk
- Untuk menilai apakah memantau sejauh
program dapat diakses mana rencana dan
dan diterima oleh aktivitas program
populasi sasaran. berjalan dengan
lancar.
3 - Evaluasi Dilaksanakan setelah Untuk mengetahui Untuk mengetahui
Hasil program seberapa besar pengaruh apakah suatu program
(Outcome diimplementasikan suatu program terhadap mencapai sasaran
Evaluation) terhadap sekurang- perilaku populasi sasaran. dengan efektif.
- Evaluasi kurangnya satu orang
Berdasarkan atau satu grup dari
Tujuan populasi sasaran.
(Objectives-
Based
Evaluation)
4 Evaluasi - Di awal - Untuk - Berguna bagi
Keekonomisan pelaksanaan suatu mengidentifikasi pengelola program
(Economic program. sumber daya apa saja atau penyedia dana
Evaluation) - Selama yang digunakan oleh untuk menilai
pelaksanaan suatu suatu dan biaya yang
program. membandingkan dikeluarkan bila
biayanya (langsung dibandingkan
maupun tidak dengan hasil suatu
langsung) dengan hasil program.
yang dicapai.
5 Evaluasi Dampak - Selama - Untuk menilai sejauh - Memberikan bukti
(Impact pelaksanaan suatu mana program untuk keperluan
Evaluation) program, pada mencapai tujuan keputusan
interval yang utamanya. pendanaan dan
sesuai. kebijakan lainnya.
- Pada akhir
pelaksanaan suatu
program.
Sumber: https://www.cdc.gov/std/Program/pupestd/Types%20of%20Evaluation.pdf
-9-

Jenis-jenis evaluasi dikelompokan sesuai dengan fokus penilaian


suatu program atau kebijakan, sebagai berikut:
1. Evaluasi relevansi program (program appropriateness)
Evaluasi jenis ini dilakukan untuk menilai relevansi suatu
kebijakan/program yang biasanya dilakukan sebelum suatu
program/kebijakan dilaksanakan. Jenis evaluasi ini dapat juga
dilakukan secara periodik selama implementasi kebijakan atau
program, misalkan bila ada perubahan politik, ekonomi, maupun
kondisi yang memerlukan kebijakan yang berbeda pada target program
semula.
2. Evaluasi efisiensi program
Evaluasi yang berfokus pada efisiensi lebih cenderung pada bagaimana
memperbaiki mekanisme/proses suatu program. Evaluasi berfokus
efisiensi ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang program
berlangsung dan sebaiknya dilakukan secara reguler untuk
memastikan bahwa program berjalan sesuai rencana.
3. Evaluasi efektivitas program
Evaluasi yang berfokus pada efektivitas dilakukan pada suatu program
dengan memperhatikan apakah program tersebut telah selesai atau
pada tingkatan program yang telah memungkinkan untuk
menghasilkan outcome pada tingkat tertentu.
Jenis kegiatan evaluasi yang dilakukan BPKP meliputi namun
tidak terbatas pada:
1. Evaluasi kinerja, misalnya Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (EKPPD), Evaluasi Kinerja PDAM, Evaluasi Kinerja
BUMD, Evaluasi Kinerja RSD BLUD, dan lain-lain;
2. Evaluasi program lintas sektoral, misalnya Evaluasi atas Program
Prioritas Nasional, kajian current issue, dan lain-lain;
3. Evaluasi tata kelola, misalnya Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Evaluasi Manajemen Risiko, Evaluasi GCG, Evaluasi Tata
Kelola RSD – BLUD, dan lain-lain;
- 10 -

4. Evaluasi atas efektivitas suatu program, misalnya Evaluasi Program


Strategi Percepatan Pencegahan Stunting, Evaluasi atas Program
Pengembangan Ekspor Nasional, Evaluasi Program Penanggulangan
Kemiskinan, dan lain-lain;
5. Evaluasi atas kegiatan yang bersifat khusus, misalnya Evaluasi
Penyelenggaraan Haji, Evaluasi atas Kelebihan Penghuni Rutan/Lapas,
Evaluasi Dana Otonomi Khusus, Evaluasi Keuangan Desa, dan lain-
lain;
6. Penjaminan kualitas (quality assurance), misalnya Quality Assurance
Penilaian Maturitas SPIP, Quality Assurance Penilaian Kapabilitas APIP,
dan lain-lain.

B. Independensi dan Objektivitas


Independensi dan Objektivitas merupakan nilai-nilai yang harus
dijunjung tinggi oleh setiap pegawai BPKP saat melaksanakan kegiatan
evaluasi. Independensi dan objektivitas auditor diperlukan agar
kredibilitas hasil evaluasi meningkat. Independensi adalah kebebasan
dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas pengawasan intern
untuk melaksanakan tanggung jawab pengawasan intern secara objektif.
Auditor harus objektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of
interest) dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Auditor
juga harus bertanggung jawab untuk terus-menerus mempertahankan
independensi dalam pemikiran (independence of mind) dan independensi
dalam penampilan (independence in appearance).
Setiap auditor wajib menerapkan independensi, objektivitas,
menghindari konflik kepentingan, dan menegakkan prinsip-prinsip etika
profesi sesuai kode etik dan standar profesi yang berlaku dalam
melaksanakan kegiatan evaluasi. Kendala terhadap independensi
organisasi dan objektivitas individu dapat mencakup, namun tidak
terbatas pada, pertentangan kepentingan personal, pembatasan ruang
lingkup, pembatasan akses terhadap catatan, personel, dan properti,
serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan.
- 11 -

Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan


pandangan pribadi mungkin mengakibatkan auditor membatasi lingkup
pertanyaan dan pengungkapan atau hasil evaluasi dalam segala
bentuknya. Auditor bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada
pejabat yang berwenang di BPKP apabila memiliki gangguan pribadi
terhadap independensi. Gangguan pribadi dari Auditor secara individu
antara lain:
1. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau
program yang dievaluasi;
2. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung pada entitas atau program yang dievaluasi;
3. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program
yang dievaluasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
4. Mempunyai hubungan kerja sama dengan entitas atau program yang
dievaluasi, dan;
5. Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan
objek evaluasi, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi,
pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan
keuangan entitas atau program yang dievaluasi.
Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang
memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sedemikian rupa
sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan bahwa tidak ada
kompromi kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan auditor tidak
membedakan judgment-nya terkait evaluasi kepada orang lain. Ancaman
terhadap objektivitas harus dikelola pada tingkat individu auditor,
penugasan, fungsional, dan organisasi.
Gangguan independensi APIP dan objektivitas auditor dapat
meliputi, tetapi tidak terbatas pada, konflik kepentingan pribadi,
pembatasan ruang lingkup, pembatasan akses ke catatan, personel, dan
prasarana, serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan. Auditor
yang mempunyai hubungan yang dekat dengan objek pengawasan/mitra
- 12 -

kerja seperti hubungan sosial, kekeluargaan, atau hubungan lainnya


yang dapat mengurangi objektivitasnya, harus tidak ditugaskan untuk
melakukan evaluasi terhadap entitas tersebut.
Penugasan kegiatan evaluasi untuk fungsi di mana pimpinan APIP
berpotensi memiliki konflik kepentingan maka pelaksanaan kegiatan
evaluasi tersebut harus diawasi oleh pihak lain di luar APIP yang
bersangkutan.

C. Kompetensi, Kecakapan, dan Kecermatan Profesional


Kompetensi profesional mencakup pendidikan dan pengalaman.
Kompetensi profesional tidak hanya diukur secara kuantitatif dengan
berapa lama pengalaman mengevaluasi, karena hal tersebut tidak dapat
menggambarkan secara akurat jenis pengalaman yang dimiliki auditor.
Elemen terpenting bagi auditor adalah mempertahankan kecakapan
profesional melalui komitmen untuk belajar dan pengembangan dalam
seluruh kehidupan profesional auditor.
Auditor harus merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya
dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent).
Penggunaan kecermatan profesional menekankan tanggung jawab setiap
auditor untuk memperhatikan standar serta mempertimbangkan
penggunaan evaluasi berbasis teknologi dan teknik analisis data lainnya.
Due professional care dilakukan pada berbagai aspek evaluasi,
diantaranya:
1. Formulasi tujuan penugasan evaluasi;
2. Penentuan ruang lingkup, termasuk evaluasi risiko;
3. Pemilihan pengujian dan hasilnya;
4. Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai
tujuan penugasan evaluasi;
5. Penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam
penugasan evaluasi dan efek/dampaknya;
6. Pengumpulan dan pengujian bukti evaluasi;
- 13 -

7. Penentuan kompetensi, integritas, dan kesimpulan yang diambil pihak


lain yang berkaitan dengan penugasan evaluasi.
Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan
profesional (professional judgment), meskipun dapat saja terjadi penarikan
kesimpulan yang tidak tepat ketika evaluasi sudah dilakukan dengan
seksama. Kecermatan Profesional (Due professional care) tidak berarti
kesempurnaan. Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor
untuk melaksanakan skeptisisme profesional.
Skeptisisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang
selalu mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti.
Auditor harus merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan
evaluasi dengan sikap skeptisisme profesional. Auditor mengakui bahwa
keadaan tertentu dapat menyebabkan hal pokok menyimpang dari
kriteria. Sikap skeptisisme profesional berarti auditor membuat penilaian
kritis dengan pikiran yang selalu mempertanyakan kecukupan dan
ketepatan bukti yang diperoleh selama kegiatan evaluasi.
Auditor harus menggunakan skeptisisme profesional dalam
menilai risiko terjadinya kecurangan yang secara signifikan untuk
menentukan faktor-faktor atau risiko-risiko yang secara signifikan dapat
mempengaruhi pekerjaan auditor apabila kecurangan terjadi atau
mungkin telah terjadi. Auditor harus menggunakan skeptisisme
profesional terhadap hal-hal, antara lain, sebagai berikut:
1. Bukti evaluasi yang bertentangan dengan bukti evaluasi lain yang
diperoleh;
2. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen
dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang digunakan
sebagai bukti evaluasi;
3. Keadaan yang mengindikasikan adanya kecurangan dan/atau
ketidakpatutan; dan
4. Kondisi yang memungkinkan perlunya prosedur evaluasi tambahan
selain prosedur yang dipersyaratkan dalam pedoman evaluasi.
- 14 -

D. Dasar Penugasan
Dasar Penugasan adalah dasar untuk melakukan tugas evaluasi
oleh auditor. Dasar penugasan dapat bersumber dari penugasan yang
bersifat mandatory (sudah semestinya) maupun permintaan. Penugasan
mandatory bersumber dari ketentuan atau peraturan yang diterbitkan
pemerintah yang memberikan kewenangan kepada BPKP untuk
melakukan penugasan pengawasan intern. Jenis penugasan ini biasanya
sudah masuk dalam PKPT (Program Kerja Pemeriksaan Tahunan) BPKP.
Penugasan yang bersifat permintaan adalah penugasan yang bersumber
dari permintaan tertulis dari objek pengawasan/mitra kerja. Penugasan
yang bersifat permintaan dari objek pengawasan/mitra kerja dapat
berupa bantuan kedinasan.
Bantuan kedinasan adalah kerja sama antara Badan dan/atau
Pejabat Pemerintah guna kelancaran pelayanan administrasi
pemerintahan di suatu instansi pemerintahan yang membutuhkan.
Mekanisme dan tata cara permintaan bantuan kedinasan tertuang dalam
Peraturan BPKP Nomor 4 Tahun 2018 tentang Bantuan Kedinasan di
Lingkungan BPKP dan perubahannya.
Secara umum mekanisme penugasan yang bersifat permintaan
(bantuan kedinasan) adalah sebagai berikut:
1. Nota Kesepahaman (MoU)
Nota Kesepahaman adalah kesepakatan di antara pihak untuk
berunding bahwa kedua belah pihak secara prinsip sudah memahami
dan akan melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu sesuai isi dari
Nota Kesepahaman tersebut di kemudian hari.
MOU biasanya dibuat antara BPKP dengan stakeholder yang belum
mempunyai payung hukum atas kerja sama yang akan dilakukan di
kemudian hari.
a. Judul Nota Kesepahaman;
b. Pembukaan Nota Kesepahaman;
c. Substansi Nota Kesepahaman;
d. Bagian tanda tangan para pihak.
- 15 -

Pembahasan lebih detail terhadap Nota Kesepahaman diatur lebih


lanjut dengan Pedoman Teknis pada Kedeputian terkait.
2. Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Kerangka Acuan Kerja adalah dokumen perencanaan kegiatan yang
berisi penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa, siapa, kapan, di
mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan.
Pembahasan lebih detail terhadap Kerangka Acuan Kerja diatur lebih
lanjut dengan Pedoman Teknis pada Kedeputian terkait serta merujuk
pada Peraturan BPKP Nomor 4 Tahun 2018 tentang Bantuan
Kedinasan di Lingkungan BPKP dan perubahannya.

E. Sarana dan Prasarana


Sarana dan Prasarana merupakan sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan penugasan pengawasan intern. Fasilitas yang
dibutuhkan dapat berupa ruang kerja, seperangkat alat pengolah data
seperti laptop, printer dan alat tulis kantor dan sebagainya. Sarana dan
prasarana ini dapat disiapkan oleh objek pengawasan/mitra kerja atau
BPKP tergantung kesepakatan bersama.

F. Jangka Waktu Penugasan


Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh
proses penugasaan dari tahap perencanaan penugasan yang dimulai pada
saat surat tugas diterbitkan sampai tahap pelaporan. Jangka waktu
penugasan sangat bergantung dengan ruang lingkup penugasan.

G. Sumber Pembiayaan
Pembiayaan adalah sumber dana yang digunakan untuk
membiayai penugasan evaluasi oleh auditor. Biaya yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan penugasan yang dapat berupa biaya perjalanan
dinas dan atau honorarium. Sumber pembiayaan dapat bersumber dari
intern BPKP atau objek pengawasan/mitra kerja. Pengaturan lebih lanjut
mengenai pembiayan yang berasal dari mitra dapat dilihat dalam
- 16 -

Peraturan BPKP Nomor 4 Tahun 2018 tentang Bantuan Kedinasan di


Lingkungan BPKP dan perubahannya.

H. Tahapan Umum Penugasan


Secara umum, tahapan kegiatan evaluasi terdiri atas:
1. Perencanaan
a. Perencanaan Penugasan;
b. Penetapan Tujuan Penugasan;
c. Penetapan Ruang Lingkup Penugasan;
d. Kegiatan Perencanaan Penugasan Evaluasi.
2. Pelaksanaan
a. Pengidentifikasian Informasi dan Bukti;
b. Analisis dan Evaluasi Bukti;
c. Perumusan Simpulan Hasil Penugasan dan Rekomendasi;
d. Pendokumentasian Informasi;
e. Supervisi Penugasan.
3. Komunikasi Hasil Evaluasi
a. Fungsi Komunikasi;
b. Penyampaian Hasil Sementara;
c. Pelaporan;
d. Penjaminan Mutu Hasil Evaluasi
e. Distribusi Laporan
4. Pemantauan Tindak Lanjut
a. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Evaluasi
b. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut
- 17 -

BAB III
PERENCANAAN

A. Perencanaan Penugasan
Perencanaan penugasan sebagai aktivitas evaluasi harus
didasarkan atas penilaian risiko yang terdokumentasikan, yang dilakukan
sekurang-kurangnya setahun sekali. Auditor harus menyusun dan
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup
tujuan penugasan, ruang lingkup, waktu, dan alokasi sumber daya.
Rencana penugasan harus mempertimbangkan strategi organisasi, tujuan
dan risiko-risiko yang relevan untuk penugasan itu.
Dalam merencanakan penugasan, auditor harus
mempertimbangkan:
1. Strategi dan sasaran dari kegiatan yang sedang dievaluasi dan
mekanisme yang digunakan dalam mengendalikan kinerjanya, risiko
signifikan atas sasaran, sumber daya, dan operasi aktivitas yang
direviu, dan bagaimana menurunkan dampak risiko tersebut sampai
pada tingkat yang dapat diterima.
2. Kecukupan dan efektivitas tata kelola, pengelolaan risiko dan proses
pengendalian dibandingkan dengan kerangka atau model yang relevan,
peluang untuk meningkatkan secara signifikan proses tata kelola,
pengelolaan risiko dan pengendalian.
Proses perencanaan penugasan evaluasi di BPKP terbagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Penyusunan Rencana Evaluasi
Rencana Evaluaimsi didefinisikan sebagai daftar semua kemungkinan
pemantauan yang dapat dilakukan atas entitas‐entitas evaluasi
(evaluation units). Pendekatan yang dapat digunakan untuk menyusun
evaluasi adalah:
a. Struktur organisasi (unit instansi, satuan kerja, dan lain‐lain);
b. Proyek (pembangunan fisik, sarana prasarana, pengembangan
sistem, prosedur dan program, pengembangan produk, dan lain‐lain);
- 18 -

c. Kegiatan (pelaksanaan tugas, unit usaha, fungsi, proses, dan


lain‐lain);
d. Aset (aset berbentuk fisik, kas, informasi, sumber daya organisasi,
dan lain‐lain).
2. Menetapkan Skala Prioritas Evaluasi
Dari seluruh evaluation units, perlu ditetapkan skala prioritas yang
akan menjadi Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Skala
prioritas dapat ditetapkan dengan Register Risiko ataupun Faktor
Risiko.
3. Pengembangan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
Tahap perencanaan selanjutnya adalah penyusunan PKPT. Setelah
evaluation units ditentukan, maka mulailah disusun PKPT, yang berisi
berbagai macam informasi terkait dengan rencana evaluasi di tahun
selanjutnya, yang diantaranya berisi:
a. nama objek/unit yang akan dilakukan evaluasi;
b. kapan dilaksanakan;
c. sumber daya yang dibutuhkan;
d. berapa lama akan dilaksanakan;
e. jumlah personel tim yang akan melaksanakan; dan sebagainya.
Penentuan rencana dan jadwal evaluasi tahunan didasarkan pada
penyesuaian antara urutan evaluation units dengan sumber daya
evaluasi yang tersedia. Berdasarkan PKPT yang tersusun, maka proses
perencanaan berikutnya adalah perencanaan evaluasi individual atas
setiap evaluation unit yang telah ditetapkan dalam PKPT.
4. Perencanaan Kegiatan Evaluasi
Perencanaan kegiatan evaluasi merupakan kegiatan perencanaan yang
dilakukan sebelum pelaksanaan penugasan evaluasi. Dalam tahap
perencanaan kegiatan evaluasi terdapat tujuh kegiatan, yaitu
pemahaman objek penugasan, identifikasi dan penilaian risiko,
evaluasi sistem pengendalian intern, penentuan Tentative Evaluation
Objectives (TEO), alokasi sumber daya manusia, alokasi waktu
penugasan, dan penyusunan program kerja evaluasi.
- 19 -

B. Penetapan Tujuan Penugasan


Tujuan penugasan harus ditetapkan untuk setiap penugasan.
Tujuan penugasan juga harus mencerminkan hasil penilaian
pendahuluan terhadap risiko kegiatan yang dievaluasi. Setiap auditor
harus mempertimbangkan kemungkinan timbulnya kesalahan yang
signifikan, kecurangan, ketidaktaatan, dan pengungkapan lain pada saat
menyusun tujuan penugasan.
Secara umum, tujuan dan sasaran evaluasi adalah:
1. Mengidentifikasikan risiko-risiko kegiatan yang berdampak signifikan
terhadap proses atau proses-proses yang akan dievaluasi.
2. Menilai tingkat penanganan risiko-risiko kegiatan yang dilakukan oleh
objek pengawasan/mitra kerja.
3. Menilai efisiensi dan efektivitas proses terhadap kebutuhan
pengguna/pelanggan (stakeholders) dan tujuan kegiatan operasi.
4. Menilai apakah tindakan dan informasi manajemen lainnya yang
digunakan dapat diandalkan.
5. Memberikan saran-saran perbaikan atas pelaksanaan proses dan
prosedur untuk memperoleh kegiatan yang lebih hemat, efisien, dan
efektif.
Secara khusus, tujuan dan sasaran evaluasi harus ditetapkan
untuk setiap proses/kegiatan yang dievaluasi dan harus dinyatakan
secara jelas dalam setiap program kerja yang dibuat untuk suatu
proses/kegiatan yang dievaluasi.
Penentuan kriteria evaluasi membantu dalam memfokuskan
tujuan evaluasi dengan mendefinisikan standar capaian mana yang akan
digunakan sebagai pembanding dengan kegiatan/program yang akan
dievaluasi. Berikut adalah beberapa kriteria evaluasi yang dapat
digunankan:
1. Relevan;
2. Efektivitas;
3. Efisiensi;
- 20 -

4. Sustainability (Keberlanjutan);
5. Impact/dampak upaya pembangunan.

C. Penetapan Ruang Lingkup Penugasan


Ruang lingkup penugasan adalah pernyataan yang jelas mengenai
fokus, luas, dan batasan penugasan. Ruang lingkup penugasan yang
ditetapkan harus memadai untuk dapat mencapai tujuan penugasan.
Ruang lingkup penugasan harus mempertimbangkan sistem, catatan,
personel dan properti fisik yang relevan, termasuk yang berada di bawah
pengelolaan pihak ketiga. Setiap jenis penugasan reviu memiliki ruang
lingkup yang berbeda-beda. Ruang lingkup suatu penugasan reviu
tertentu secara spesifik diatur dalam Pedoman Teknis pengawasan
tingkat direktorat.

D. Kegiatan Perencanaan Evaluasi


1. Pemahaman Objek Penugasan (Survei Pendahuluan)
Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh pemahaman
mengenai profil objek pengawasan/mitra kerja. Pemahaman auditor
atas usaha objek pengawasan/mitra kerja membentuk dasar yang
penting untuk banyak hal dalam pengambilan keputusan dan aktivitas
selama evaluasi. Pemahaman usaha bertujuan untuk membantu
pelaksanaan evaluasi terhadap objek pengawasan/mitra kerja tersebut
secara efisien dan efektif serta membantu auditor dalam memberikan
bimbingan atau saran untuk perbaikan program atau kegiatan yang
dievaluasi.
Untuk mencapai tujuan ini, auditor mengumpulkan informasi
faktor-faktor intern yang mempunyai dampak terhadap program atau
kegiatan yang dievaluasi, seperti misalnya struktur organisasi, tujuan
organisasi, operasi, keuangan, dan SDM. Auditor juga mengumpulkan
informasi yang berasal dari luar objek pengawasan/mitra kerja seperti
lingkungan industri, usaha, dan peraturan yang berpengaruh terhadap
objek pengawasan/mitra kerja. Informasi ini dapat diperoleh dari
- 21 -

berbagai sumber, termasuk pembicaraan dengan manajemen objek


pengawasan/mitra kerja, kunjungan ke lokasi, dan laporan-laporan
serta dokumen lain yang disiapkan baik oleh objek pengawasan/mitra
kerja maupun oleh pihak-pihak dari luar organisasi objek
pengawasan/mitra kerja.

2. Identifikasi dan Penilaian Risiko


Risiko penugasan merupakan risiko bahwa BPKP akan
menghadapi tuntutan pengadilan atau dipublikasikan secara negatif
sehubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan objek
pengawasan. Aktivitas evaluasi harus menilai efektivitas dan
memberikan kontribusi pada peningkatan proses pengelolaan risiko.
Penilaian efektivitas proses pengelolaan risiko merupakan suatu
pendapat berdasarkan evaluasi dari auditor bahwa:
a. tujuan organisasi telah mendukung dan terkait dengan misi
organisasi;
b. risiko signifikansi telah diidentifikasi dan dinilai;
c. respon risiko yang sesuai telah dipilih dan sesuai dengan selera
risiko organisasi;
d. informasi yang relevan mengenai risiko telah diperolah dan
dikomunikasikan dalam waktu yagn tepat ke seluruh unit
organisasi, yang membuat staf, manajemen, dan dewan dapat
melaksanakan tanggung jawabnya.

3. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern


Auditor harus mendapatkan pemahaman yang cukup atas
masing-masing unsur sistem pengendalian intern dalam merencanakan
penugasan evaluasi. Berdasarkan pemahaman tersebut, auditor dapat
menarik kesimpulan apakah lingkungan pengendalian dapat
menghasilkan sistem akuntansi yang andal dan pengendalian intern
yang efektif.
- 22 -

Dokumentasi atas pemahaman auditor tentang sistem


pengendalian harus mencakup kesimpulan menyeluruh mengenai
pengaruh lingkungan pengendalian dalam menghasilkan pengendalian
intern yang efektif dan sistem akuntansi yang andal, dan uraian
mengenai faktor-faktor yang menimbulkan adanya kesimpulan
demikian. Auditor harus memahami rancangan sistem pengendalian
intern dan menguji penerapannya serta memberikan rekomendasi yang
diperlukan. Auditor harus mempunyai pemahaman atas sistem
pengendalian intern auditan/objek pengawasan dan
mempertimbangkan apakah prosedur-prosedur sistem pengendalian
intern telah dirancang dan diterapkan secara memadai.
Pemahaman atas rancangan sistem pengendalian intern
digunakan untuk menentukan saat dan jangka waktu serta penentuan
prosedur yang diperlukan dalam pelaksanaan penugasan evaluasi.
Oleh karena itu, auditor harus memasukkan pengujian atas sistem
pengendalian intern auditan/objek pengawasan dalam prosedur
evaluasinya.

4. Penentuan Tentative Evaluation Objectives (TEO)


Sesuai kebijakan pengawasan BPKP, Tim Evaluasi diharapkan
dapat melakukan identifikasi awal atas isu dan permasalahan dalam
program yang dievaluasi sebagai Tentative Evaluation Objective (TEO).
TEO tersebut diidentifikasi dan dibangun berdasarkan kondisi-kondisi
normatif, serta isu dan permasalahan yang berkembang terkait
program yang dievaluasi sesuai dengan ruang lingkup evaluasi yang
telah ditetapkan.

5. Alokasi Sumber Daya Manusia


Fungsi utama untuk menugaskan sumber daya manusia (SDM)
yang profesional terletak pada penanggung jawab penugasan (pimpinan
unit kerja). Seringkali penyusunan tim dapat didelegasikan pada
pengendali teknis. Setiap unit kerja BPKP bertanggung jawab untuk
- 23 -

merencanakan dan menjaga kecukupan jumlah SDM yang


berkualifikasi agar dapat melaksanakan evaluasi pada objek
pengawasan/mitra kerja sebagaimana mestinya dan sesuai dengan
persyaratan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menugaskan
SDM meliputi:
a. Faktor-faktor penugasan
1) Jenis dan kompleksitas objek pengawasan/mitra kerja;
2) Kondisi yang diketahui atau diperkirakan sebagai petunjuk
adanya risiko yang lebih besar dari normal;
3) Jenis/bidang objek pengawasan/mitra kerja yang bersifat
khusus atau memerlukan keahlian khusus;
4) Pertimbangan waktu;
5) Kesempatan untuk melakukan pelatihan di lapangan.
b. Faktor-faktor personalia
6) Kualifikasi auditor;
7) Waktu yang tersedia;
8) Pertimbangan independensi, termasuk adanya konflik
kepentingan (conflict of interest);
9) Hubungan dengan objek pengawasan/mitra kerja;
10) Mutasi petugas secara periodik (untuk mengenalkan jenis/bidang
objek pengawasan/mitra kerja yang berbeda dan anggota-anggota
tim yang berbeda);
11) Kesempatan mengembangkan profesi.
Auditor yang lebih berpengalaman sebaiknya ditugaskan untuk
memegang peranan penting pada tugas-tugas evaluasi yang besar,
lebih kompleks atau secara potensial memiliki kepekaan. Di samping
itu, evaluasi pertama kali dan tugas evaluasi dengan pengaturan waktu
yang ketat seringkali merupakan persoalan yang memerlukan
pertimbangan khusus dalam membuat penugasan.
Penugasan-penugasan sebaiknya dibuat jauh-jauh hari
sebelumnya dan tercermin dalam formulir KM 1 (Peta Pengawasan), KM
- 24 -

2 (Perencanaan Pengawasan dari Segi Pelaksana) dan KM 3 (Rencana


Pengawasan Dilihat dari Objek Pengawasan).
Formulir KM 1 digunakan untuk mencatat semua objek
pengawasan yang direncanakan akan dilaksanakan dalam satu tahun
anggaran tertentu, yang dikelompokan ke dalam:
a. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan
Kementerian/Lembaga;
b. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan Instansi Pemerintah
Daerah;
c. Objek pengawasan dalam rangka pengawasan Badan Usaha;
d. Objek pengawasan dalam rangka Investigasi/Hambatan Kelancaran
Pembangunan;
e. Objek pengawasan dalam rangka Pengawasan Intern dan Pembinaan
Penyelenggaraan SPIP.
Perencanaan pengawasan mencakup pemilihan objek
pengawasan beserta sumber daya pengawasan (sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, dan dana) agar tujuan pengawasan dapat
dicapai. Mengingat keterbatasan sumber daya pengawasan, maka
perencanaan pengawasan berbasis risiko menjadi salah satu solusi,
yaitu perencanaan yang didasarkan atas penilaian risiko terhadap
keseluruhan objek pengawasan, yang selanjutnya menjadi dasar
penentuan prioritas pengawasan. Beberapa hal yang dapat menjadi
pertimbangan dalam penilaian risiko penugasan antara lain jumlah
dana yang dikelola, kondisi pengendalian intern, aspek strategis
kegiatan, dan dampak kegiatan yang dilakukan terhadap masyarakat.
Perencanaan berbasis risiko ini dapat mengarahkan alokasi sumber
daya secara efisien dan efektif. Besaran risiko pengawasan ditetapkan
berdasarkan metodologi yang dibangun oleh masing-masing unit kerja.
Bentuk Formulir KM 1:
- 25 -

Formulir KM 2 digunakan untuk mencatat nama pejabat


fungsional auditor yang akan ditugaskan untuk melakukan
pengawasan dalam satu tahun anggaran tertentu untuk objek
pengawasan yang tercantum dalam formulir KM 1 dan KM 3, termasuk
rencana perolehan angka kredit (hari pengawasan). Penyusunan
formulir KM 2 menjadi tanggung jawab Direktur, Kepala Perwakilan
BPKP yang bersangkutan, dan pejabat setingkat eselon dua.
Pada setiap awal tahun anggaran, formulir KM 2 diharapkan
dapat diinformasikan kepada pejabat fungsional auditor yang akan
melaksanakan tugas pengawasan dan pengembangan profesi, sehingga
masing-masing pegawai dapat mengetahui rencana kegiatan, rencana
jam efektif, dan rencana perolehan angka kredit (hari pengawasan)
selama satu tahun anggaran dengan jelas.
Bentuk Formulir KM 2:
- 26 -

Formulir KM 3 digunakan untuk mencatat semua kegiatan


pengawasan termasuk pengembangan profesi, sasaran pengawasan
dan jadwal pelaksanaan kegiatan yang direncanakan akan
dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.
Pengisian formulir KM 3 harus didasarkan atas rencana strategis
(Renstra) masing-masing unit kerja dan harus sejalan dengan renstra
BPKP. Kegiatan pengawasan yang dicakup dalam pengisian form KM 3
juga termasuk kegiatan pemantauan, pengawasan lainnya, dan dalam
rangka membantu melaksanakan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, serta evaluasi pengawasan.
Perencanaan kegiatan pengawasan yang akan dilaksanakan
tersebut hendaknya disusun secara realistis, dengan memperhatikan
sumber daya yang dimiliki masing-masing unit kerja, sesuai dengan
Formulir KM 1 (Peta Pengawasan).
Bentuk Formulir KM 3:
- 27 -

6. Alokasi Waktu Penugasan


Anggaran waktu harus disusun dengan cermat, terutama dalam
evaluasi berulang, guna membantu tercapainya tujuan-tujuan berikut:
a. Memberikan estimasi waktu dan persyaratan tim untuk memberikan
dasar perkiraan biaya dan keahlian yang diperlukan;
b. Memberikan arahan/petunjuk kepada anggota tim mengenai
kelayakan jumlah waktu untuk melaksanakan evaluasi;
c. Memberikan pedoman untuk memantau jumlah dan lamanya waktu
personel tim evaluasi;
d. Memberikan sarana untuk menelaah efisiensi dan efektivitas
penggunaan waktu pada suatu lingkup evaluasi tertentu, dan juga
berguna dalam meningkatkan efisiensi auditor dan pengendalian
biaya evaluasi;
e. Memberikan dasar untuk menetapkan persyaratan auditor dan
untuk merencanakan efektivitas dan efisiensi penggunaan personel
pada penugasan yang bersifat khusus.
Anggaran waktu yang dipersiapkan dengan cermat akan sangat
bermanfaat dalam suatu penugasan. Pada penugasan berulang,
anggaran waktu tersebut sangat berguna untuk dasar penyiapan
- 28 -

anggaran tahun yang akan datang (dan untuk penyusunan PKPT),


dengan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan pada saat atau
mendekati permulaan evaluasi tahun yang akan datang.
Adanya masalah-masalah potensial yang telah diidentifikasi
dalam prosedur perencanaan evaluasi dapat digunakan untuk
menyusun prioritas penugasan dan penentuan saat/waktu evaluasi
dalam rangka menyiapkan anggaran waktu. Jumlah waktu yang
dialokasikan untuk tiap bagian ini hendaknya cukup untuk menilai
secara lengkap hubungan berbagai alternatif jawaban atau perlakuan
yang mungkin ada, dan mengkonsultasikan dengan pihak lain dalam
satuan kerja evaluasi dan ahli dari luar. Tidak seluruh lingkup
permasalahan potensial dan dinilai sepenuhnya pada tahap awal
evaluasi. Oleh karena itu, pertimbangan yang matang tetap diperlukan
dalam menetapkan waktu yang sesuai untuk melaksanakan prosedur
secara tepat pada kondisi yang telah diidentifikasikan.
Usulan anggaran waktu tim evaluasi hendaknya disiapkan untuk
setiap penugasan. Anggaran waktu tersebut harus ditelaah terlebih
dahulu oleh pengendali teknis sebelum disetujui oleh penanggung
jawab penugasan. Penelaahan ini difokuskan pada bidang-bidang yang
diidentifikasikan mengandung risiko khusus dan bidang-bidang yang
memerlukan keahlian khusus serta kesesuaiannya dengan PKPT.
Mereka hendaknya yakin bahwa anggaran waktu tersebut realistis,
disediakan untuk tingkat pelatihan dan pengawasan yang tepat dan
konsisten dengan keseluruhan rencana evaluasi.
Usulan anggaran waktu dapat ditinjau kembali apabila tidak
tersedia auditor yang memiliki keahlian khusus yang diperlukan, atau
yang siap ditugaskan, atau adanya jadwal penugasan yang
bertentangan. Anggaran waktu dituangkan dalam formulir KM 4
(Alokasi Waktu Pengawasan) dan KM 5 (Kartu Penugasan).
Formulir KM 4 digunakan untuk mencatat anggaran waktu
pengawasan dalam rangka kendali pengawasan, mulai dari tahap
persiapan pengawasan sampai dengan penyusunan laporan hasil
- 29 -

pengawasan sesuai dengan peran auditor dalam tim. Anggaran waktu


pengawasan harus memperhatikan jadwal pengawasan dari pejabat
fungsional auditor sebagaimana tercantum dalam KM 3. Perubahan
jadwal pengawasan dari pejabat fungsional auditor harus didasarkan
pada alasan yang jelas dan disetujui oleh pimpinan unit kerja.
Bentuk Formulir KM 4:
- 30 -

Formulir KM 5 diisi dengan rencana pengawasan sesuai hasil


survei terkini mengenai seluk beluk kegiatan dan sistem kendali objek
pengawasan/mitra kerja. Formulir ini merupakan salah satu alat
pengendali yang dibuat dengan tujuan sebagai kesepakatan antara
pimpinan unit organisasi dengan Pengendali Mutu atas pelaksanaan
kegiatan pengawasan untuk setiap penugasan. Formulir ini juga
digunakan sebagai alat pengendalian dalam rangka pemantauan dan
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan penyelesaian pengawasan
untuk setiap penugasan. Selain itu, juga digunakan sebagai dasar
perhitungan angka kredit bagi pejabat fungsional auditor. Seluruh
pengisian Formulir KM 5 menjadi tanggung jawab Ketua Tim setelah
disupervisi oleh Pengendali Teknis, diketahui oleh Pengendali Mutu,
atau pejabat Eselon III, dan disetujui oleh Kepala/Pimpinan Unit
Organisasi. Formulir KM 5 dibuat bersamaan dengan Formulir KM 4
(Alokasi Waktu Pengawasan).
Bentuk Formulir KM 5:
- 31 -

7. Penyusunan Program Kerja Evaluasi


Sebelum penugasan, auditor harus menyusun dan
mendokumentasikan program kerja untuk mencapai tujuan
penugasan. Program kerja harus mencakup prosedur untuk
- 32 -

mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan


mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini
harus memperoleh persetujuan dari pengendali teknis sebelum
dilaksanakan dan apabila terjadi perubahan harus segera dimintakan
persetujuan.
Penentuan dan pengembangan program kerja evaluasi yang
digunakan merupakan bagian integral proses perencanaan evaluasi.
Program kerja evaluasi menguraikan hal-hal yang harus
dipertimbangan sebelum memulai penugasan seperti pemahaman
proses bisnis objek pengawasan/mitra kerja, penilaian resiko sasaran
evaluasi dan bagaimana mengendalikannya, termasuk membuat
kesepahaman dengan objek pengawasan/mitra kerja perihal tujuan,
ruang lingkup dan tanggung jawab masing-masing laporan termasuk
distribusi laporan.
Program kerja evaluasi biasanya disiapkan atau diperbaiki oleh
ketua tim evaluasi dengan mendasarkan pada penilaian risiko dan
keputusan yang berhubungan dengan evaluasi seperti yang
didokumentasikan dalam memorandum perencanaan evaluasi.
Program kerja evaluasi harus ditelaah dan disetujui oleh pengendali
teknis.
Apapun bentuk program kerja evaluasi yang digunakan, auditor
hendaknya menyesuaikan pada kebutuhan suatu penugasan dan
rencana evaluasi. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
menyesuaikan program tersebut adalah:
a. Tingkat pengujian yang dilaksanakan untuk masing-masing
permasalahan potensial;
b. Waktu pengujian; dan
c. Tingkat kejelasan yang dibutuhkan dalam masing-masing tahap
untuk meyakinkan bahwa ketua dan anggota tim evaluasi akan
melaksanakan prosedur tersebut sesuai dengan yang diharapkan
oleh pengendali teknis.
- 33 -

Program kerja evaluasi merupakan perluasan memorandum


perencanaan evaluasi, dan harus mendukung dokumentasi keputusan-
keputusan dalam hal dilaksanakannya prosedur-prosedur evaluasi
tertentu. Bila program kerja evaluasi yang ada (termasuk model-model
program) diteruskan dari tahun ke tahun, maka program kerja evaluasi
tersebut harus direviu untuk meyakinkan apakah memadai untuk
evaluasi atas kesalahan-kesalahan potensial yang ada, perubahan
dalam risiko dan/atau waktu prosedur, dan kondisi lain yang
menghendaki perubahan pada prosedur evaluasi.
Auditor yang ditugaskan untuk melengkapi program kerja
evaluasi harus membubuhkan perannya. Jika prosedur-prosedur yang
dikehendaki oleh program kerja evaluasi akan dimodifikasi, atau jika
prosedur-prosedur alternatif akan dilaksanakan, kertas kerja
hendaknya mendokumentasikan dengan jelas prosedur-prosedur yang
sesungguhnya dilaksanakan dan alasan berubahnya prosedur dari
yang telah direncanakan. Ketua tim evaluasi sebaiknya
mempertimbangkan persetujuan yang diperoleh dari pengawas atau
pembantu penanggung jawab penugasan sebelum memodifikasi
program kerja evaluasi tersebut. Jika prosedur evaluasi dalam program
kerja evaluasi tersebut dipertimbangkan tidak dapat diterapkan, hal ini
sebaiknya dinyatakan dan diberikan penjelasan secara singkat.
Program pengawasan disusun berdasarkan pada tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan pengawasan dengan memperhatikan KM 4
dan KM 5. Program pengawasan dicatat dalam KM 6 yang memuat
rencana dan realisasi prosedur evaluasi, siapa yang melaksanakan
prosedur evaluasi, waktu evaluasi yang diperlukan, dan nomor KKP
tempat pelaksanaan dan hasil dari prosedur evaluasi yang
bersangkutan didokumentasikan.
Bentuk formulir KM 6:
- 34 -
- 35 -

BAB IV
PELAKSANAAN

Tahap pelaksanaan evaluasi mencakup proses pengidentifikasian


informasi dan bukti, analisis dan evaluasi bukti, perumusan simpulan hasil
penugasan dan rekomendasi, pendokumentasian informasi dan bukti, dan
supervisi penugasan. Dalam tahapan ini diharapkan tujuan penugasan
evaluasi dapat tercapai.

A. Pengidentifikasian Informasi dan Bukti


Pada tahap ini, terdapat kegiatan-kegiatan evaluasi yang
dilaksanakan untuk mengembangkan deskripsi awal suatu program atau
kegiatan dengan tujuan mengetahui sistem atau cara kerja
program/kegiatan tersebut dan kegiatan-kegiatan evaluasi dalam rangka
pengumpulan atau perolehan data.
1. Pengembangan Deskripsi Awal
Pengembangan deskripsi awal terhadap kegiatan, program, atau
kebijakan sangat penting untuk dilaksanakan sebagai awal kegiatan
evaluasi. Pengembangan deskripsi awal tersebut berguna bagi seluruh
pihak yang terlibat dalam evaluasi karena dapat mengidentifikasi
adanya perbedaan pendapat atau perbedaan pengetahuan terhadap
kegiatan/program/kebijakan yang dievaluasi.
Dalam pengembangan deskripsi awal, informasi yang disajikan dapat
berupa:
a. Permasalahan yang akan diatasi, apa yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalah tesebut, dan pihak yang menerima manfaatnya.
b. Seberapa besar intervensi, anggaran, dan sumber daya lain yang
dialokasikan pada tahap implementasi kegiatan/program/kebijakan;
c. Keterlibatan faktor geografis, sosial, politk, ekonomi, dan
institusional yang dapat menimbulkan kesempatan ataupun
tantangan;
d. Perubahan-perubahan signifikan yang terjadi dari waktu ke waktu.
- 36 -

2. Pengembangan Teori Program atau Model Logis


Teori program (programme theory) adalah penjelasan tentang
kontribusi suatu intervensi (kegiatan, program, atau kebijakan)
terhadap serangkaian hasil yang dapat menimbulkan dampak yang
diinginkan. Teori program dapat digambarkan dalam berbagai jenis
diagram. Diagram tersebut sering disebut sebagai model logis (logic
model), yang menunjukkan secara logis bagaimana suatu intervensi
bekerja secara menyeluruh.
Teori program dapat dikembangkan dengan salah satu cara berikut:
a. Articulating mental models, yaitu pembicaraan dengan informan
utama (termasuk perencana, pelaksana, dan klien atau pengguna
kegiatan/program) secara perorangan atau berkelompok tentang
pengetahuan mereka terhadap cara kerja
kegiatan/program/kebijakan yang dievaluasi;
b. Backcasting, yaitu cara berpikir ke belakang (dari masa depan yang
diinginkan ke kondisi saat ini) untuk menentukan kelayakan suatu
ide atau proyek;
c. The Five Whys Approach, yaitu mengajukan pertanyaan secara
berurutan untuk mengidentifikasi penyebab hakiki dari suatu isu
atau permasalahan;
d. Teori-teori tentang perubahan, yaitu teori-teori tentang penyebab
perubahan, misalnya teori motivasi, teori pencegahan, dan teori
pengembangan kapasitas;
e. Analisis SWOT, yaitu mempertimbangkan dan menilai Kekuatan
(Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities) dan
Ancaman (Threats) dari suatu strategi untuk menentukan keadaan
yang tepat untuk mengimplementasikan strategi tersebut;
f. Penelitian dan evaluasi terdahulu, yaitu menggunakan temuan atau
simpulan evaluasi dan penelitian yang pernah dilakukan pada
bidang yang sama atau mirip;
g. Analisis sinkronisasi antar kebijakan, yaitu identifikasi dan analisis
keberadaan dan kejelasan prosedur formal atas pelaksanaan
- 37 -

program antar Kementerian/Lembaga di daerah, antara pemerintah


pusat dengan pemerintah daerah, dan antara
Kementerian/Lembaga dengan SKPD di daerah.

3. Pengumpulan/Perolehan Data
Kegiatan ini terfokus pada pengumpulan dan/atau perolehan data
tentang kegiatan, hasil, konteks, dan faktor-faktor lain. Teknik yang
dipilih dalam kegiatan ini tergantung dari jenis informasi yang ingin
diperoleh dari partisipan dan cara yang akan digunakan untuk
menganalisis informasi tersebut.
Kegiatan pengumpulan/perolehan data dapat dikelompokan menjadi:
a. Informasi dari perorangan
1) Deliberative Opinion Polls, yaitu perolehan informasi dari para
responden yang sebelumnya telah menerima informasi
tentang permasalahan yang dievaluasi sehingga responden
tersebut mendapat pengetahuan lebih banyak sebelum
menjawab pertanyaan.
2) Hierarchical Card Sort, yaitu pernyortiran kartu secara
partisipatif yang dirancang untuk memberikan wawasan
tentang bagaimana masyarakat melakukan pengelompokan
dan pemeringkatan fenomena-fenomena yang berbeda.
3) Convergent Interviews, yaitu jenis wawancara yang
dimaksudkan untuk mengeksplorasi permasalahan secara
luas dengan menggunakan wawancara yang tidak terstruktur
dan sampel yang sangat beragam.
4) In-depth Interviews, yaitu penggunaan beberapa sesi
wawancara untuk mengumpulkan tanggapan secara rinci dari
responden, lebih rinci dari jawaban awal atas perntanyaan
yang diajukan.
5) Key Informant Interviews, yaitu wawancara yang dilakukan
kepada responden tertentu yang memiliki pegetahuan lebih
banyak tentang permasalahan yang dievaluasi.
- 38 -

6) Polling Booth, yaitu pengumpulan informasi sensitif dari


responden secara anonim.
7) Face to Face Questionnaires, yaitu penggunaan kuesioner
dengan cara pembacaan pertanyaan secara langsung oleh
evaluator.
8) Email Questionnaires, yaitu pendistribusian kuesioner secara
online melalui email.
9) Internet Questionnaires, yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan formulir (dengan pertanyaan tertutup dan
terbuka) di website.
10) Mobile Questionnaires, yaitu penggunaan telepon genggam
untuk membagikan survei, baik dengan menggunakan
kuesioner berbasis internet ataupun melalui aplikasi khusus
untuk survei.
11) Mail questionnaires, yaitu mendistribusikan kuesioner lewat
pos kepada responden untuk dikirimkan kembali.
12) Telephone Questionnaires, yaitu penggunaan kuesioner
melalui telepon.
b. Informasi dari sekelompok orang
1) After Action Review, yaitu mengumpulkan tim untuk
mendiskusikan kejadian, kegiatan, atau proyek, secara jujur
dan terbuka.
2) Brainstorming, yaitu fokus pada suatu masalah dan
memberikan kesempatan kepada partisipan untuk
mengajukan solusi sebanyak mungkin.
3) Concept Mapping, yaitu menggambarkan bagaimana ide-ide
yang berbeda dapat memiliki hubungan satu sama lain.
4) Delphi Study, yaitu meminta pendapat dari suatu kelompok
dalam proses berulang untuk menjawab pertanyaan dalam
rangka mencapai suatu kesepakatan.
5) Fishbowl Technique, yaitu penyelenggaraan diskusi
berkelompok dimana sekelompok partisipan mendiskusikan
- 39 -

suatu masalah dan kelompok pertisipan yang lain hanya


mengamati tanpa menyela/mengganggu.
6) Focus Group Discussions, yaitu mendiskusikan permasalahan
yang dianggap paling penting dalam suatu kelompok ketika
informasi yang tersedia hanya sedikit atau tidak ada sama
sekali.
7) Mural, yaitu pengumpulan data dari sekelompok orang
tentang kondisi saat ini, pengalaman mereka selama menjadi
pengguna program, atau perspektif mereka terhadap hasil
kegiatan/program/kebijakan.
8) ORID, yaitu pembicaraan yang terfokus dan memberikan
kesempatan kepada para partisipan untuk
mempertimbangkan semua yang diketahui (Objective) dan
perasaan mereka (Reflective) dengan mengesampingkan
permasalahan (Interpretive) dan keputusan (Decisional).
9) Q-methodology, yaitu menyelidiki perspektif yang berbeda dari
para partisipan terhadap suatu masalah dengan cara
mengurutkan dan memberikan peringkat pada serangkaian
pernyataan.
10) Writeshop, yaitu loka karya (workshop) menulis yang
melibatkan proses membuat konsep, menyajikan, melakukan
reviu, dan memperbaiki dokumentasi suatu
kegiatan/program.

c. Observasi
1) Field Trips, yaitu menyelenggarakan perjalanan dimana
pesertanya dapat mengunjungi situs atau tempat pelaksanaan
kegiatan/program.
2) Non-participant Observation, yaitu melakukan pengamatan
tanpa berpartisipasi secara langsung dengan objek pengamatan.
- 40 -

3) Participant Observation, yaitu mengidentidikasi sikap dan cara


kerja suatu komunitas dengan cara hidup atau tinggal di
lingkungan komunitas tersebut.
4) Photography/video, yaitu mengamati perubahan yang terjadi di
suatu lingkungan atau kegiatan-kegiatan di suatu komunitas
dengan menggunakan gambar yang diambil pada periode
tertentu.
5) Transect, yaitu mengumpulkan data spasial di suatu daerah
dengan cara mengamati masyarakat, lingkungan dan sumber
daya alam ketika berkeliling di daerah atau komunitas tersebut.
d. Review dokumen atau data sudah yang tersedia
1) Logs and Diaries, yaitu penggunaan metode pemantauan untuk
merekam atau mencatat data pada jangka waktu tertentu.
2) Official Statistics, yaitu perolehan data statistik yang diterbitkan
oleh lembaga pemerintah atau organisasi lain.
3) Previous Evaluations and Research, yaitu penggunaan temuan
atau simpulan dari evaluasi dan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya pada bidang yang sama atau mirip.
4) Project Records, yaitu pengumpulan informasi yang relevan dari
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
kegiatan/program yang dievaluasi, misalnya deskripsi
kegiatan/program, rencana strategis, rencana kerja, dokumen
anggaran dan belanja, korespondensi resmi, notulen rapat, dan
laporan proses.

B. Analisis dan Evaluasi Bukti


Kelompok kegiatan ini melibatkan analisis data untuk menjawab
pertanyaan evaluasi tentang apa yang telah terjadi (kegiatan, hasil, dan
dampaknya) serta informasi penting lainnya. Dalam evaluasi, kegiatan
analisis sangat penting untuk meringkas dan mencari pola hubungan
pada data-data yang telah dikumpulkan.
- 41 -

Pilihan teknik untuk menganalisis data dapat dikelompokan


menjadi dua kategori, yaitu:
1. Teknik Analisis untuk Data Kuantitatif (Numerik)
a. Korelasi (Correlation), yaitu pengukuran statistik dari -1.0 sampai
+1.0 yang mengindikasikan seberapa kuat hubungan antar dua
atau lebih variabel. Korelasi negatif (-1.0 sampai dengan 0)
menunjukkan bahwa suatu variabel akan naik ketika variabel yang
lain turun, sedangkan korelasi positif (0 sampai dengan +1.0)
menunjukkan bahwa dua atau variabel tersebut akan naik atau
turun secara bersama-sama.
b. Tabulasi silang (Crosstabulations), yaitu penggunaan tabel
kontinjensi dari dua atau lebih dimensi untuk menunjukkan
hubungan antar variabel. Dalam tabulasi silang yang sederhana,
satu variabel terdapat pada sumbu horizontal dan satu variabel
lain menempati sumbu vertikal. Frekuensi tiap variabel diisikan
pada perpotongan sumbu horizontal dan vertikal, dan
mengilustrasikan hubungan dua variabel tersebut.
c. Data mining, yaitu teknik yang diotomatiskan oleh komputer yang
memproses teks atau data dalam jumlah besar untuk menemukan
pola atau informasi baru.
d. Tabel frekuensi, yaitu cara visual untuk merangkum data dengan
cara menampilkan jumlah pengamatan (seberapa sering suatu
variabel muncul) dalam satu tabel.
e. Pengukuran tendensi sentral (measures of central tendency), yaitu
pengukuran ringkas yang bertujuan untuk mendeskirpsikan
keseluruhan data dengan menggunakan suatu nilai yang mewakili
titik tengah atau pusat distribusi. Terdapat tiga satuan tendensi
sentral yang utama, yaitu mean (nilai rata-rata), modus (nilai yang
sering muncul), dan median (nilai tengah).
f. Pengukuran dispersi (measures of dispersion), yaitu pengukuran
ringkas yang menyediakan informasi tentang seberapa banyak
variasi dalam sekumpulan data. Yang termasuk dalam pengukuran
- 42 -

ini antara lain jangkauan (range), jangkauan dalam kuartil (inter-


kuartil range), dan standar deviasi.
g. Time series analysis, yaitu mengamati data yang telah diperoleh
dari pengukuran selama jangka waktu tertentu.
2. Teknik Analisis untuk Data Kualitatif (Tekstual)
a. Content analysis, yaitu menyederhanakan sejumlah besar tulisan
yang tidak terstruktur menjadi data yang lebih mudah dikelola dan
relevan dengan tujuan evaluasi.
b. Thematic coding, yaitu perekaman atau identifikasi bagian-bagian
teks atau gambar yang mempunyai ide atau tema sejenis sehingga
dapat dilakukan pengelompokan.
c. Framework matrix, yaitu metode untuk meringkas dan
menganalisis data kualitatif dalam sebuah tabel, yang
memungkinkan untuk mengurutkan data berdasarkan kasus atau
tema.
d. Timelines and time-ordered matrix, yaitu analisis yang dilakukan
dengan cara memvisualkan kejadian-kejadian utama, serta urutan
waktu dan hasilnya.

C. Perumusan Simpulan Hasil Penugasan dan Rekomendasi


Dalam tahap ini, data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis
akan dipadukan agar menjadi kesimpulan secara menyeluruh. Pilihan
teknik yang dapat digunakan untuk memadukan data antara lain:
1. Cost Benefit Analysis, yaitu membandingkan biaya dan manfaat suatu
program, dan keduanya dinyatakan dalam satuan uang;
2. Cost-Effectiveness Analysis, yaitu membandingkan biaya dengan hasil
yang dinyatakan dalam satuan yang terstandar;
3. Multi-Criteria Analysis, yaitu sebuah proses sistematik untuk
menganalisis berbagai kriteria dan perspektif;
4. Numeric Weighting, yaitu penggunaan skala numerik untuk menilai
kinerja dibandingkan dengan tiap kriteria evaluasi dan
menjumlahkannya menjadi skor total;
- 43 -

5. Qualitative Weight and Sum, yaitu penggunaan penilaian kualitatif


(misalnya dengan simbol-simbol) untuk mengidentifikasi kinerja dalam
hal kriteria yang sangat penting, penting, dan tidak penting.
Perumusan simpulan hasil evaluasi harus disusun berdasarkan
ketentuan tertentu. Hasil evaluasi adalah masalah-masalah yang penting
(material) yang ditemukan selama evaluasi berlangsung dan
permasalahan tersebut pantas untuk dikemukakan dan dikomunikasikan
dengan objek pengawasan/mitra kerja karena mempunyai dampak
terhadap kinerja objek pengawasan/mitra kerja. Hasil evaluasi harus
diungkapkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya baik itu hasil yang
positif maupun negatif agar laporan menjadi seimbang dan objektif. Hasil
evaluasi yang baik harus mencakup hal berikut:
1. Hasil evaluasi harus didukung oleh bukti yang memadai;
2. Hasil evaluasi harus penting atau material;
3. Hasil evaluasi harus mengandung unsur-unsur, antara lain:
a. Kondisi
Kondisi harus memuat uraian tentang hal-hal yang ditemukan oleh
auditor di lapangan dan mengungkapkan hal-hal yang sesungguhnya
terjadi;
b. Kriteria/standar/indikator
Kriteria harus menguraikan kriteria/ketentuan yang dianggap
dilanggar/tidak dipenuhi oleh kondisi;
c. Sebab
Sebab harus dapat menjelaskan unsur yang menjadi penyebab
perbedaan antara kondisi dan kriteria;
d. Akibat/dampak
Akibat/dampak harus dapat menjelaskan adanya akibat/dampak
yang ditimbulkan akibat perbedaan antara kondisi dan kriteria.
Berdasarkan identifikasi, pengukuran dan analisis, maka auditor
memberikan saran/rekomendasi, antara lain:
- 44 -

1. Mendorong penanggung jawab program untuk mengambil langkah-


langkah percepatan kegiatan dalam hal ini tidak diharapkan bahwa
realisasi berbeda jauh terhadap target atau standar yang ditargetkan;
2. Memberikan masukan sebagai “early warning” untuk meningkatkan
capaian kinerja yang lebih baik.
Penyusunan saran/rekomendasi berdasarkan pada observasi dan
kesimpulan auditor. Saran/rekomendasi ditujukan untuk menutup
kesenjangan antara kriteria dan kondisi objek evaluasi.
Saran/rekomendasi yang bermakna untuk tindakan korektif mengatasi
penyebab kesenjangan antara kriteria dan kondisi, memberikan solusi
jangka panjang daripada perbaikan jangka pendek, dan secara ekonomis
layak. Saran/rekomendasi yang membahas gejala-gejala masalah dan
akar penyebabnya cenderung bernilai kecil.

D. Pendokumentasian Informasi dan Bukti


1. Informasi evaluasi harus didokumentasikan dan disimpan secara
tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali,
dirujuk, dan dianalisis.
2. Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian
informasi evaluasi dalam bentuk Kertas Kerja Evaluasi (KKE).
3. Kertas kerja evaluasi (KKE) merupakan media yang digunakan auditor
untuk mendokumentasikan seluruh catatan, bukti dan dokumen yang
dikumpulkan dan simpulan yang dibuat auditor dalam setiap tahapan
evaluasi. Kertas kerja evaluasi akan berfungsi mendukung laporan
hasil evaluasi.
4. KKE terdiri atas KKE utama dan KKE pendukung. KKE utama berisi
ikhtisar-ikhtisar atas informasi evaluasi yang diolah dalam KKE
pendukung.
5. Tujuan dan manfaat penyusunan KKE adalah:
a. Pendukung laporan hasil evaluasi
- 45 -

KKE merupakan penghubung antara evaluasi yang dilaksanakan


dengan LHE, jadi informasi dalam LHE harus dapat dirujuk ke
KKE.
b. Dokumentasi informasi
KKE mendokumentasikan seluruh informasi yang diperoleh selama
kegiatan evaluasi, mulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan
penyusunan konsep LHE.
c. Identifikasi dan dokumentasi hasil evaluasi.
KKE mencakup seluruh masalah yang ditemukan selama
pelaksanaan evaluasi, termasuk perluasan perolehan bukti untuk
mendukung hasil evaluasi.
d. Pendukung pembahasan
KKE akan membantu auditor pada saat pembahasan
permasalahan dengan objek pengawasan/mitra kerja. Dengan KKE
yang lengkap, jika suatu permasalahan disanggah oleh objek
pengawasan/mitra kerja, maka auditor akan dapat menjelaskan
permasalahannya dengan rinci dengan bantuan KKE yang
disusun.
e. Media reviu Pengendali Teknis/Mutu
Penyusunan KKE dapat digunakan sebagai sarana mengawasi,
menilai dan memonitor perkembangan pelaksanaan evaluasi. KKE
juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memantau
pelaksanaan Program Kerja Evaluasi serta menilai kecukupan
teknik dan prosedur evaluasi dalam rangka memenuhi standar
evaluasi. Dalam hal ini reviu oleh Pengendali Teknis/Mutu
ditujukan untuk memberikan rekomendasi teknik atau prosedur
evaluasi tambahan yang diperlukan yang harus dilaksanakan oleh
timnya.
f. Bahan pembuktian
KKE dapat menjadi bahan pembuktian dalam hal masalah
diajukan ke pengadilan. Dalam hal menghadapi tuntutan
pengguna LHE, KKE yang lengkap dapat menjadi alat untuk
- 46 -

membela diri tentang kecukupan prosedur evaluasi yang telah


dijalankan dan simpulan-simpulan evaluasi yang mendasari LHE
sesuai dengan standar profesi yang telah ditetapkan.
g. Referensi
KKE dapat menjadi referensi dalam perencanaan tugas evaluasi
atau pelaksanaan evaluasi periode berikutnya dan referensi dalam
memonitor tindak lanjut evaluasi.
h. Sarana pengendalian mutu
Penyusunan KKE memungkinkan dilakukannya reviu oleh rekan
sejawat (peer review) atau oleh lembaga yang berwenang, juga
sebagai pertanggungjawaban auditor bahwa evaluasi telah
dilaksanakan sesuai standar evaluasi.
6. KKE harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor
yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan
evaluasi tersebut dapat memastikan bahwa informasi tersebut dapat
menjadi informasi yang mendukung kesimpulan, fakta, dan
rekomendasi auditor.
7. Penyusunan KKE hendaknya memenuhi prinsip relevan, sesuai
dengan Program Kerja Evaluasi (PKE), lengkap dan cermat, mudah
dipahami, rapi, efisien, dan seragam.
a. Prinsip relevan artinya informasi yang dimuat berhubungan
dengan tujuan evaluasi dan permasalahan yang dihadapi. Auditor
perlu menggarisbawahi dan menekankan
angka/kata/baris/informasi yang relevan dengan tujuan
pengujiannya atau simpulannya.
b. Prinsip sesuai dengan PKE artinya KKE disusun sedemikian rupa
sehingga sejalan dengan langkah-langkah yang telah dimuat dalam
PKE. Penyusunan yang seusai PKE akan memudahkan
pemonitoran dan reviu selama maupun setelah evaluasi. Prosedur
evaluasi dalam PKE yang tidak dilaksanakan atau diubah perlu
diberi penjelasan dalam KKE disertai dengan alasan pembatalan
atau perubahannya.
- 47 -

c. Prinsip lengkap dan cermat artinya informasi dan data dalam KKE
harus lengkap dan cermat agar mendukung simpulan, hasil
evaluasi dan rekomendasinya. Kelengkapan dan kecermatan lebih
berhubungan dengan informasi/data atas suatu permasalahan,
bukan berhubungan dengan populasi data. Auditor di lapangan
sebaiknya membuat daftar hal-hal yang perlu dilakukan untuk
menjaga kelengkapan dan kecermatan KKE.
d. Prinsip mudah dipahami artinya KKE harus menggunakan bahasa
yang sederhana, ringkas dan runtut alur pikirnya, sehingga dapat
diketahui perencanaan, yang telah dilaksanakan, yang ditemukan
dan yang disimpulkan. Agar mudah dipahami, judul harus jelas
pada setiap permasalahan/topik. Penggunaan tickmarks dan
simbol lainnya harus konsisten selama evaluasi dan diberi
penjelasan yang memadai. KKE yang berkaitan harus diberi
referensi silang yang memadai dan sumber data harus
diidentifikasi dengan jelas.
e. Prinsip rapi berhubungan dengan tata ruang/layout penulisan,
pengorganisasian dan pengelolaan fisik KKE. Untuk kerapian, KKE
sebaiknya ditulis pada satu muka. Apabila diperlukan untuk
menulis pada halaman sebaliknya, harus dibuat petunjuk yang
jelas. Penyisipan dan penulisan di sela-sela baris harus
dihindarkan dengan memperkirakan kebutuhan dan pengaturan
sebelum dimulai penulisan. Untuk informasi/data yang saling
berhubungan antar berbagai lembar KKE, perlu dilengkapi dengan
pemberian daftar isi, penomoran dan pemberian indeks secara
sistematis, serta pemberian referensi yang jelas.
f. Prinsip efisien artinya menghindari pembuatan daftar yang tidak
perlu dan menggunakan copy dari catatan objek
pengawasan/mitra kerja. Auditor cukup memberikan simbol dan
tickmark untuk menandai pengujian yang dilakukan. Agar efisien,
auditor perlu melakukan berbagai analisis dalam satu daftar
(worksheet). Usaha efisiensi penyusunan KKE berarti pula
- 48 -

memanfaatkan KKE tahun lalu, di up-date (dimutakhirkan) dengan


informasi terbaru, penomoran kembali, diberi tanggal dan inisial
oleh auditor tahun berjalan. Pada KKE tahun lalu harus dibuat
catatan atas pemindahan KKE-nya.
g. Prinsip seragam artinya KKE disiapkan dengan tampilan, bentuk
dan ukuran yang baku (standar). Biasanya instansi auditor telah
mencetak kertas yang digunakan sebagai KKE dalam berbagai
ukuran dengan mengakomodasi berbagai kepentingan, misalnya
telah dimuat nama instansi, kolom/baris nomor KKE, disusun
oleh, tanggal/paraf, direviu oleh, tanggal/paraf, nama objek
pengawasan/mitra kerja dan masa yang dievaluasi.
8. Format dan isi KKE harus dirancang secara tepat sehingga sesuai
dengan kondisi masing-masing jenis evaluasi. Informasi yang dimuat
KKE harus menggambarkan catatan penting mengenai penugasan
evaluasi yang dilaksanakan oleh auditor sesuai dengan Standar
Evaluasi dan kesimpulan auditor. Kuantitas, jenis, dan isi informasi
evaluasi didasarkan atas pertimbangan profesional auditor.
9. KKE berisi dokumen dan informasi meliputi:
a. perencanaan evaluasi, termasuk penetapan sasaran, lingkup,
alokasi waktu, SDM, metodologi, dan Program Kerja Evaluasi (PKE)
yang tertuang dalam Formulir KM 3, 4, 5, dan 6;
b. teknik dan prosedur evaluasi yang dilakukan, rincian prosedur
analitis yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan data
pendukungnya;
c. simpulan hasil evaluasi dan dasar kesimpulan tersebut, serta
indeks dan rujukan silangnya;
d. daftar rincian sumber data yang digunakan dan dirujuk;
e. formulir Kendali Mutu yang terkait dengan pelaksanaan
penugasan, yakni formulir KM 7a, 7b, 8, 9, 10, dan 11;
f. dokumentasi penugasan evaluasi yang dilakukan digunakan untuk
mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang ditemukan;
- 49 -

g. informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan evaluasi


yang dilakukan;
h. korespondensi evaluasi yang relevan;
i. laporan hasil evaluasi dan tanggapan objek pengawasan/mitra
kerja;
j. formulir Kendali Mutu yang terkait dengan pelaporan dan tindak
lanjut evaluasi yakni formulir KM 12, 13a, dan 13b;
k. penjelasan auditor mengenai Standar Evaluasi yang tidak
diterapkan, apabila ada, alasan, dan akibatnya.
10. Penyusunan dokumentasi informasi harus cukup rinci untuk
memberikan pengertian yang jelas tentang sasaran, sumber, dan
kesimpulan yang dibuat oleh auditor, dan harus diatur secara jelas
sehingga ada hubungan antara fakta dengan kesimpulan yang ada
dalam Laporan Hasil Evaluasi (LHE).
11. Pengidentifikasian auditor yang melaksanakan bagian pekerjaan
evaluasi perlu dilakukan guna menentukan tanggung jawab
pekerjaan, memudahkan penelaahan KKE, dan menyediakan catatan
untuk dapat digunakan pada masa yang akan datang. Cara yang tepat
adalah dengan membubuhkan nama-nama lengkap dan parafnya
dalam KKE guna memudahkan pengenalan.
12. Setiap KKE hendaknya ditandatangani (biasanya dengan paraf) dan
diberi tanggal oleh:
a. Auditor yang menyiapkannya;
b. Auditor (jika berbeda dengan butir di atas) yang melaksanakan
prosedur evaluasi yang tergambar didalamnya;
c. Ketua tim evaluasi yang melakukan penelaahan (reviu) secara
rinci;
d. Pengendali teknis untuk KKE yang disiapkan oleh ketua tim, dan
pengendali mutu/penanggung jawab berkenaan dengan KKE yang
disiapkan oleh pengendali teknis.
13. Bila KKE disiapkan oleh lebih dari satu orang auditor, maka setiap
orang hendaknya menandatangani KKE dan menunjukkan pekerjaan-
- 50 -

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya serta periode waktu yang


tercakup dalam pekerjaan masing-masing.
14. KKE sebaiknya tidak hanya memberikan catatan yang cukup lengkap
untuk memberikan rekonstruksi penting mengenai alasan yang
mendukung kesimpulan evaluasi mengenai persoalan-persoalan
penting, tetapi juga menunjukkan tanggal penyelesaian pekerjaan dan
penelaahannya serta tanggal terakhir diperolehnya suatu informasi
baru mengenai persoalan-persoalan tertentu. Penentuan tanggal juga
merupakan hal penting karena memperkuat penentuan waktu
prosedur evaluasi untuk efektivitas prosedur-prosedur dan untuk
memberikan informasi yang mungkin berguna dalam evaluasi tahun-
tahun yang akan datang. Dengan demikian, ketelitian harus
dilaksanakan dalam menentukan tanggal KKE.
15. Auditor yang telah membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda
telah menelaah suatu kertas kerja harus membubuhkan tanggal saat
selesai penelaahan. Sebagai pertimbangan praktis, kebijakan ini tidak
menghalangi penelaah membuat perubahan redaksional atau
perubahan pada hal-hal yang kurang penting. Tetapi kebijakan ini
didasarkan pada asumsi bahwa catatan penelaahan yang dibuat
dapat diidentifikasikan perubahan yang dibuat pada KKE tersebut di
kemudian hari.
16. Seluruh prosedur evaluasi hendaknya dilakukan pada atau sebelum
tanggal laporan evaluasi; oleh karena itu, KKE harus memuat selurh
bukti evaluasi yang diperlukan untuk mendukung laporan pada
tanggal tersebut.
17. Tambahan-tambahan atau perubahan-perubahan yang dibuat pada
KKE setelah laporan terbit hendaknya mengulas atau menjelaskan
prosedur evaluasi yang dilaksanakan dan kesimpulan yang diperoleh
sebelum diterbitkannya LHE. Seluruh KKE sebaiknya lengkap dan
dalam kondisi yang tepat untuk segera disimpan setelah laporan hasil
evaluasi terbit.
- 51 -

18. Penjelasan dalam KKE atas prosedur atau kesimpulan evaluasi yang
dibuat setelah LHE terbit, sebaiknya:
a. Menunjukkan cara mengubah informasi tersebut beserta komentar
dan analisis kerja semula;
b. Menunjukkan secara jelas dilakukannya prosedur-prosedur
evaluasi terkait atau kesimpulan yang dicapai sebelum tanggal
terbit LHE;
c. Dilengkapi dengan tanda tangan atau paraf petugas yang
menyiapkan dan mereviu KKE; dan
d. Dilengkapi dengan tanggal saat informasi di dalam KKE
ditambahkan atau direviu.
19. Perubahan (penambahan dan/atau pengurangan) pada KKE
hendaknya tidak dibuat setelah:
a. Terdapat panggilan pengadilan yang berkaitan dengan proses
pengadilan, investigasi yang dilakukan aparat penegak hukum,
atau persoalan-persoalan lainnya;
b. Datangnya informasi yang menjadi perhatian auditor yang
menunjukkan bahwa LHE atau ruang lingkup evaluasi ditolak.
20. KKE hendaknya mengidentifikasi hasil pelaksanaan prosedur, hal-hal
penting yang dilaksanakan dalam mencapai suatu kesimpulan, dan
pernyataan singkat mengenai kesimpulan tersebut.
21. Pada kesimpulan hasil evaluasi, sebaiknya tidak dijumpai lagi adanya
unsur-unsur yang terbuka, prosedur-prosedur yang belum selesai,
simbol-simbol yang tidak dapat dijelaskan, atau pertanyaan-
pertanyaan yang belum dijawab. KKE harus konsisten (dalam segala
hal) dengan LHE.
22. Untuk ketertiban dan memudahkan identifikasi seerta penggunaan
KKE sebagai referensi/rujukan di waktu yang akan datang, serta
memudahkan reviu, maka KKE wajib diberi nomor, dan skema
penomorannya wajib diterapkan secara konsisten.
23. Ordner atau rangkaian map berisi kumpulan KKE hendaknya
memiliki daftar isi sebagai petunjuk singkat mengenai informasi yang
- 52 -

dimuat didalamnya. Daftar isi ini diletakkan pada halaman pertama


ordner tersebut.
24. Setiap KKE direviu secara berjenjang untuk memastikan bahwa KKE
telah disusun dan memuat semua informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan program kerja penugasan evaluasi.
25. Dokumentasi informasi memungkinkan dilakukannya reviu terhadap
kualitas pelaksanaan evaluasi, yaitu dengan memberikan informasi
tersebut kepada reviewer, baik dalam bentuk dokumen tertulis
maupun dalam format elektronik. Apabila informasi evaluasi hanya
disimpan secara elektronik, pimpinan unit kerja harus yakin bahwa
informasi elektronik tersebut dapat diakses sepanjang periode
penyimpanan yang ditetapkan dan akses terhadap informasi
elektronik tersebut dijaga secara memadai.
26. Setiap Bidang/Bagian/Sub Direktorat pada Unit Kerja wajib
menyediakan media penyimpanan softcopy KKE. Media yang
dimaksud dapat berupa komputer yang dapat diakses oleh auditor
pada Bidang/Bagian/Sub Direktorat yang bersangkutan, atas seizin
pejabat terkait. Penggunaan komputer yang dimaksud adalah bersifat
sharing dimana komputer tersebut dapat digunakan oleh auditor yang
berbeda pada periode waktu yang berbeda, atau biasa dikenal dengan
sebutan ‘hot desking’.

E. Supervisi Penugasan
Pada setiap tahap penugasan evaluasi, auditor harus disupervisi
secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya
kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor. Supervisi merupakan
tindakan yang terus-menerus selama penugasan evaluasi, mulai dari
perencanaan hingga dikomunikasikannya hasil akhir evaluasi. Supervisi
harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi evaluasi
dengan tujuan antara lain untuk mengetahui:
1. pemahaman tim evaluasi atas rencana evaluasi;
2. kesesuaian pelaksanaan penugasan evaluasi dengan standar evaluasi;
- 53 -

3. kelengkapan informasi yang terkandung dalam kertas kerja evaluasi


untuk mendukung kesimpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis
evaluasi;
4. kelengkapan dan akurasi laporan hasil evaluasi yang mencakup
terutama pada kesimpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis
evaluasi.
Semua penugasan evaluasi harus direviu secara berjenjang sebelum
dikomunikasikannya hasil akhir evaluasi. Reviu secara berjenjang dan
periodik dilakukan untuk memastikan bahwa:
1. tim evaluasi memahami sasaran dan rencana evaluasi;
2. evaluasi dilaksanakan sesuai dengan standar evaluasi;
3. prosedur evaluasi telah diikuti;
4. kertas kerja evaluasi memuat informasi yang mendukung fakta,
simpulan, dan rekomendasi; dan
5. sasaran evaluasi telah dicapai.

1. Reviu Berjenjang Kertas Kerja Evaluasi


a. Konsep Umum
1) Reviu KKE adalah suatu proses penelaahan ulang secara
cermat, kritis, dan sistematis atas catatan-catatan yang dibuat,
dikumpulkan, dan disimpan oleh auditor mengenai prosedur
evaluasi yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi
yang diperoleh, serta simpulan evaluasi yang dibuat.
2) Reviu KKE dilaksanakan untuk memenuhi lima tujuan, yakni:
a) Menjaga mutu pelaksanaan evaluasi
Reviu KKE dilakukan untuk menelaah kembali proses
pelaksanaan evaluasi, yang meliputi: perencanaan evaluasi,
prosedur evaluasi yang digunakan, kelengkapan
dokumentasi yang dikumpulkan, supervisi kegiatan
evaluasi, hingga proses pelaporan hasil evaluasi.
b) Menjaga mutu hasil evaluasi
- 54 -

Reviu KKE dilakukan untuk menilai ketepatan, kecermatan,


dan kewajaran simpulan, temuan, dan rekomendasi yang
dibuat oleh auditor serta kelengkapan dokumentasi
pendukungnya.
c) Mengurangi risiko penugasan
Melalui proses reviu KKE, ketidakcermatan dan kesalahan
dalam pelaksanaan evaluasi dapat
diminimalkan/dihindarkan.
d) Meningkatkan efisiensi kerja
Melalui proses reviu KKE, pekerjaan evaluasi dapat lebih
terarah sehingga dapat dihindarkan pekerjaan yang tidak
diperlukan atau kurang penting/material.
3) Reviu KKE dilaksanakan untuk memberikan enam manfaat,
yakni:
a) Alat pengendalian kegiatan evaluasi
Melalui kegiatan reviu, ketua tim dapat:
(1) mengendalikan kegiatan evaluasi;
(2) mengawasi kegiatan yang telah, sedang, dan belum
dilaksanakan, serta yang akan/harus dikerjakan dalam
evaluasi selanjutnya;
(3) menghindari timbulnya permasalahan dikemudian hari
akibat salah saji atau kurang lengkapnya data/temuan;
(4) mengendalikan waktu, biaya, sarana, dan anggota tim
evaluasi.
b) Alat untuk melakukan bimbingan kepada anggota tim
Melalui kegiatan reviu KKE, ketua tim membantu anggota
tim khususnya yang belum berpengalaman dalam hal:
(1) menerapkan dan melaksanakan PKE;
(2) menyusun KKE;
(3) mengumpulkan, meminta, dan memperoleh data;
(4) melakukan analisis dan membuat simpulan.
- 55 -

Kesulitan, hambatan atau kendala yang dihadapi oleh


anggota tim apapun bentuk dan sifatnya tidak boleh
dibiarkan terlalu lama tanpa penyelesaian, karena akan
berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan evaluasi.
Namun, pelaksanan evaluasi yang tampaknya lancar, belum
tentu menunjukkan bahwa evaluasi telah berjalan dengan
baik. Mungkin saja anggota tim yang bersangkutan malu,
enggan atau takut untuk bertanya, bahkan mereka tidak
tahu atau tidak menyadari bahwa masalah yang dihadapinya
adalah masalah yang penting.
c) Sarana komunikasi antar sesama anggota tim
Melalui reviu KKE, akan terjadi komunikasi dan diskusi
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan evaluasi, di
antaranya pada saat menyusun hasil evaluasi sementara,
menghubungkan data/informasi yang telah diperoleh
anggota satu dengan lainnya, dan dalam menyusun
rekomendasi.
d) Sarana untuk memberikan jaminan kualitas evaluasi
Melalui reviu KKE maka proses pengendalian mutu kegiatan
evaluasi dilaksanakan oleh staf yang terlibat, yaitu sejak dari
proses perencanaan, penggunaan staf evaluasi, pelaksanaan
evaluasi, hingga proses pelaporan hasil evaluasi. Dengan
demikian, maka suatu reviu KKE akan memberikan jaminan
yang memadai atas mutu hasil evaluasi.

e) Sarana untuk meminimalkan risiko penugasan


Proses perencanaan dan supervisi yang memadai yang
dijalankan melalui reviu KKE berjenjang dapat
meminimalkan secara dini risiko kesalahan,
kekuranglengkapan, dan kekurangcermatan yang fatal,
sehingga dapat meminimalkan risiko penugasan.
- 56 -

f) Sarana untuk meningkatkan kepercayaan pengguna jasa.


Kegiatan reviu KKE berjenjang atas pelaksanaan kegiatan
evaluasi yang menghasilkan mutu hasil evaluasi yang lebih
baik dalam bentuk hasil evaluasi dan rekomendasi yang
berbobot akan memberikan kepuasan kepada pengguna jasa
evaluasi, sehingga akan meningkatkan kepercayaan mereka
kepada auditor. Kepercayaan pengguna jasa evaluasi yang
tinggi akan meningkatkan penerimaan mereka atas
kehadiran auditor dan mengurangi atau menghilangkan
sikap penolakan dari objek pengawasan/mitra kerja.

b. Proses Reviu Kertas Kerja Evaluasi


1) Reviu KKE dibagi menjadi dua jenis, yaitu reviu atas fisik KKE
dan reviu atas substansi materi KKE. Kegiatan reviu atas fisik
KKE menekankan pada penelaahan tentang permasalahan fisik
KKE, yaitu reviu atas kelengkapan fisik, format serta kerapihan
KKE. Sedangkan kegiatan reviu atas substansi materi KKE
meliputi reviu atas: substansi materi KKE utama, dan substansi
materi KKE pendukung.
2) Reviu KKE dilakukan secara berjenjang dan dilaksanakan
sebelum laporan hasil evaluasi terbit. Semua pekerjaan anggota
tim evaluasi harus direviu oleh ketua tim. Semua pekerjaan
ketua tim evaluasi harus direviu oleh pengendali teknis. Semua
pekerjaan pengendali teknis harus direviu oleh pengendali
mutu.
3) Reviu yang dilakukan oleh ketua tim menitikberatkan pada
reviu atas fisik KKE dan kecermatan perhitungan yang
dilakukan oleh anggota tim. Reviu yang dilakukan oleh
pengendali teknis dan/atau pengendali mutu menitikberatkan
pada substansi/materi KKE.
4) Reviu KKE dilaksanakan pada tahap perencanaan evaluasi,
pelaksanaan evaluasi, dan penyelesaian evaluasi.
- 57 -

a) Perencanaan evaluasi
Ketua tim melakukan pembinaan kepada anggota tim untuk
memahami tujuan evaluasi, PKE, dan bentuk LHE beserta
isi/informasi yang akan dituangkan di dalam LHE.
b) Pelaksanaan evaluasi
Ketua tim evaluasi bertanggung jawab atas pelaksanaan
evaluasi dengan arahan dari Pengendali Teknis/Mutu
evaluasi. Ketua tim harus meyakinkan diri bahwa setiap
anggota tim telah diberitahu mengenai hubungan tugas
setiap anggota tim dengan:
(1) keseluruhan pekerjaan dalam evaluasi;
(2) kualitas pekerjaan yang diharapkan;
(3) kriteria untuk evaluasi pelaksanaan evaluasi;
(4) metode-metode pelaksanaan evaluasi; dan
(5) isi laporan yang diusulkan.
Ketua tim juga harus terus memantau kegiatan yang
dilakukan anggota tim secara terus menerus dan
berkesinambungan. Anggota tim tidak boleh dibiarkan
terlalu lama dalam kesukaran atau kebingungan dalam
melaksanakan evaluasi karena adanya hal-hal yang belum
dapat mereka putuskan. Evaluasi yang berjalan salah arah
akan mengakibatkan kegiatan evaluasi kurang efektif dan
pemborosan sumber daya dan dana. Hal-hal yang harus
direviu oleh ketua tim pada saat pelaksanaan kegiatan
evaluasi adalah sebagai berikut:
(1) reviu atas pelaksanaan PKE;
(2) reviu pembuatan KKE;
(3) reviu atas kecukupan, relevansi, dan keandalan bukti;
(4) reviu atas kecukupan dan kecermatan pengujian;
(5) reviu atas pembuatan simpulan, konsistensi data dan
ikhtisar;
(6) reviu atas pencapaian tujuan evaluasi dan kegiatan;
- 58 -

(7) reviu atas hasil evaluasi dan penyajian hasil evaluasi;


(8) reviu atas saran/rekomendasi.
Secara teknis pelaksanaan reviu KKE harus pula
memperhatikan tingkat keandalan dan relevansi bukti yang
dikumpulkan oleh anggota tim, sehingga akan dapat
menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
c) Penyelesaian pekerjaan evaluasi.
Pada akhir penyelesaian pekerjaan evaluasi, ketua tim harus
dapat meyakinkan bahwa:
(1) semua tujuan evaluasi yang ditetapkan telah dicapai;
(2) perolehan dan pengujian bukti evaluasi telah cukup
dilakukan dengan menggunakan kecermatan dan
kemahiran profesional;
(3) hasil evaluasi telah diperoleh dari simpulan yang rasional,
layak, lengkap, dan cermat informasinya;
(4) rekomendasi telah disusun secara rasional dan dapat
diterapkan dalam rangka peningkatan kinerja objek
pengawasan/mitra kerja;
(5) persetujuan dan kesanggupan objek pengawasan/mitra
kerja untuk menindaklanjuti rekomendasi auditor dan
bukti penyelesaian tindak lanjut yang telah dilakukan
telah diperoleh;
(6) data dan informasi yang dimuat dalam LHE telah lengkap.

c. Sarana dan Media Reviu KKE


Enam sarana atau alat bantu yang dapat digunakan dalam reviu
KKE adalah:
1) Program Kerja Evaluasi (PKE) atau formulir KM 6
PKE digunakan sebagai dasar proses reviu, sehingga reviewer
dapat mengetahui PKE yang telah dijalankan, yang tidak dapat
- 59 -

dijalankan, dan prosedur/teknik evaluasi pengganti yang


diambil.
2) Pena dengan warna tinta yang berbeda
Pengunaan tinta yang berbeda warna diantara anggota tim,
ketua tim, pengendali teknis, dan pengendali mutu dilakukan
untuk memudahkan identifikasi pihak yang menyusun KKE,
yang mereviu KKE, dan materi/substansi yang direviu.
Pembedaan penggunaan warna tinta juga menandakan
persetujuan secara berjenjang tentang isi KKE, simpulan
evaluasi, hasil evaluasi, dan saran/rekomendasi sesuai dengan
tingkat kewenangan, serta dapat menghindarkan duplikasi
kegiatan reviu. Pembedaan penggunaan warna tinta untuk reviu
KKE berjenjang adalah sebagai berikut:
a) Biru: Anggota Tim/Ketua Tim
b) Hijau: Pengendali Teknis
c) Hitam: Koordinator Pengawasan (Pembantu Penanggung
Jawab)
d) Biru Magenta: Pengendali Mutu (Penanggung Jawab)
3) Lembar reviu KKE
Lembar reviu KKE adalah lembar formulir yang digunakan
untuk memberikan catatan, pertanyaan, dan instruksi penting
kepada auditor. Lembar reviu KKE dicetak dengan format
standar sehingga penggunaannya dapat seragam. Lembar reviu
KKE tidak boleh hilang dan tetap disimpan dalam file KKE
sehingga dapat memberikan bukti dokumentasi bahwa proses
reviu telah dilaksanakan oleh masing-masing pihak sesuai
dengan tingkat tanggung jawabnya. Manfaat penggunaan
lembar reviu adalah:
a) Menghemat waktu karena reviu tidak harus dilakukan
dengan tatap muka yang memakan waktu, walaupun dalam
banyak hal tatap muka memang diperlukan untuk
penjelasan tambahan dan koordinasi;
- 60 -

b) Dapat dibaca berkali-kali sehingga tidak disalahtafsirkan


atau lupa;
c) Dapat dimonitor pelaksanaannya;
d) Alat menilai kinerja tim evaluasi.
4) Ringkasan Program Kerja Evaluasi (RPKE)/Formulir Kendali
Mutu 3
Lembar RPKE menguraikan isi singkat PKE, komentar hasil
pelaksanaan PKE, referensi No. KKE dan langkah lanjutan yang
diperlukan. Penggunaan ringkasan PKE memberikan kepastian
PKE yang telah dijalankan, mengingatkan permasalahan yang
ditemukan, dan memberikan referensi No. KKE secara cepat bila
diperlukan untuk melihatnya kembali atau dilakukan reviu oleh
pengendali teknis/pengendali mutu.
5) Daftar uji (check list)
Daftar uji merupakan suatu lembar yang berisi daftar
pertanyaan untuk menguji kelengkapan isi KKE, kecermatan,
pemenuhan persyaratan teknis (judul, tanggal, paraf, nomor
halaman, indeks), dan dokumen pendukung KKE. Penggunaan
daftar uji dapat membantu tim untuk menjelaskan bahwa
syarat minimal dalam pembuatan KKE dan pengumpulan bukti
telah dipenuhi.
6) Review Meeting
Review meeting adalah suatu pertemuan yang melibatkan
seluruh tim dalam suatu diskusi mengenai kegiatan evaluasi
yang telah, sedang dan akan dilakukan. Review meeting
berfungsi untuk mengatasi hambatan komunikasi diantara para
auditor dalam pelaksanaan evaluasi.

d. Reviu atas Fisik KKE


1) Reviu atas Kelengkapan Fisik KKE
Salah satu tugas ketua tim dalam mereviu KKE adalah
mengecek kelengkapan fisik, format, dan kerapihannya. Ketua
- 61 -

tim mengecek kelengkapan dokumen-dokumen yang


seharusnya ada dalam KKE. Auditor berdasarkan
pengalamannya dapat menentukan dokumen-dokumen penting
yang harus ada pada suatu evaluasi tertentu. Untuk mengecek
kelengkapan KKE, auditor dapat membuat daftar atau check list
KKE.
Ketidaklengkapan atau kekurangan isi KKE maupun
penyimpangan susunan isi dari kelaziman, dapat ditanyakan
kepada yang menyusun dengan menggunakan media lembar
reviu KKE.
Lima hal yang perlu diperhatikan dalam reviu kelengkapan fisik
KKE adalah kelengkapan daftar isi KKE, alur pikir daftar isi
KKE, kecocokan daftar isi KKE dengan fisik KKE, keserasian
KKE utama dengan KKE pendukung, dan kesesuaian KKE
dengan PKE.
2) Reviu atas Format dan Kerapihan KKE
Reviu dimulai dengan mengamati secara sekilas format KKE
secara umum dan isi KKE yang harus ada serta mengamati
kerapihan fisik KKE. Kemudian reviu dilanjutkan dengan
menguji kebenaran butir-butir isi KKE tersebut. Namun dalam
reviu ini belum menyangkut substansi materi KKE.
a) Reviu atas format KKE
Uraian langkah reviu format KKE adalah sebagai berikut:
identitas unit organisasi auditor;
(1) no. KKE, Ref. No. PKE, Nama Penyususn, Paraf, dan
Tanggal;
(2) nama objek pengawasan/mitra kerja, Sasaran, dan Masa
yang Dievaluasi;
(3) judul KKE;
(4) tick Mark;
(5) referensi silang;
(6) komentar dan simpulan;
- 62 -

(7) penjelasan istilah/keterangan;


(8) sumber data.
b) Reviu atas Kerapihan KKE

e. Reviu atas Materi KKE


1) Reviu atas kelengkapan bukti evaluasi dalam KKE
Kertas kerja evaluasi berguna sebagai alat bertahan dan
pembuktian bagi auditor terhadap tuntutan pengadilan jika
terjadi kelalaian atau penyelewengan yang dituduhkan kepada
auditor dan juga sebagai alat untuk menetapkan apakah semua
informasi penting yang dikumpulkan telah memenuhi syarat
untuk menjadi bahan laporan hasil evaluasi. Reviu atas
kelengkapan alat bukti dalam KKE dilakukan untuk menguji
apakah KKE telah mencerminkan penerapan standar evaluasi
dan prosedur evaluasi yang dijalankan. Disamping itu, reviu
KKE juga untuk memastikan bahwa simpulan hasil evaluasi
telah didukung dengan bukti-bukti evaluasi yang lengkap baik
materi bukti evaluasi maupun jumlahnya.
2) Reviu atas hasil evaluasi
Pelaksanaan reviu atas hasil evaluasi harus ditekankan pada
pemenuhan pengujian atas unsur-unsur hasil evaluasi. Hasil
evaluasi merupakan hasil dari perbandingan antara kondisi
(apa yang sebenarnya terjadi) dengan kriteria (apa yang
seharusnya menurut ketentuan), mengungkapkan akibat yang
ditimbulkan dari perbedaan antara kondisi dan kriteria yang
ditetapkan, serta mencari penyebabnya.
a) Reviu atas unsur-unsur hasil evaluasi.
Unsur-unsir hasil evaluasi antara lain kondisi, kriteria,
sebab, akibat/dampak, dan saran/rekomendasi.
b) Reviu atas kelemahan pengungkapan unsur-unsur hasil
evaluasi dalam KKE.
- 63 -

Dalam reviu KKE atas temuan hendaknya dapat


mengidentifikasi kelemahan-kelemahan unsur-unsur hasil
evaluasi, yaitu:
a) Kelemahan pengungkapan kondisi, antara lain:
(1) kondisi yang diungkap tidak atau kurang didukung fakta
pembuktian yang kuat;
(2) kondisi yang dikemukakan bila diungkap sebagian,
kurang berarti bila dikaitkan dengan kegiatan organisasi
objek pengawasan/mitra kerja baik ditinjau dari segi
materialitasnya ataupun frekuensi kejadiannya.
b) Kelemahan pengungkapan kriteria, antara lain:
(1) tidak tersedianya kriteria yang akan digunakan di tempat
objek pengawasan/mitra kerja;
(2) objek pengawasan/mitra kerja tidak sepakat dengan
kriteria yang digunakan oleh auditor untuk menilai
kondisi yang ada.
c) Kelemahan pengungkapan penyebab, antara lain: sebab yang
diungkap tidak bisa dikatakan sebagai unsur penyebab
langsung, dan bukan sebab yang hakiki atau
utama/material.
d) Kelemahan pengungkapan akibat, antara lain:
(1) akibat yang diungkap tidak jelas dan kurang didukung
bukti yang memadai;
(2) akibat yang diungkap sebenarnya justru merupakan
kondisi yang terjadi;
(3) akibat yang diungkap masih bersifat potensial, belum
pasti atau masih dapat diperdebatkan kemungkinan
terjadinya di masa yang akan datang.
e) Kelemahan pengungkapan rekomendasi, antara lain:
(1) rekomendasi tidak operasional atau bersifat umum
sehingga tidak dapat dilaksanakan oleh pihak objek
pengawasan/mitra kerja;
- 64 -

(2) rekomendasi tidak memperhitungkan azas manfaat


dibanding dengan biayanya;
(3) rekomendasi tidak dapat menghilangkan atau
meminimalisasi penyebab terjadinya kelemahan;
(4) rekomendasi menyangkut perbaikan yang akan dilakukan
di masa mendatang.
3) Reviu atas substansi KKE
Reviu atas substansi KKE meliputi dua hal yaitu substansi
proses kegiatan evaluasi dan substansi permasalahan yang
tertuang dalam KKE. Reviu atas substansi proses kegiatan
evaluasi ditujukan untuk menilai apakah auditor telah
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama. Reviu ini lebih mengarah pada pemenuhan standar
evaluasi dan kode etik profesi yang berlaku. Sedangkan reviu
atas substansi permasalahan dilakukan untuk menilai
kelayakan substansi materi yang dimuat dalam KKE.
Pelaksanaan reviu atas dua hal tersebut dilakukan sekaligus.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam reviu substansi adalah
sebagai berikut:
a) Relevansi;
b) Kelengkapan dan kecermatan;
c) Kecukupan pengujian dan pembuktian;
d) Mudah dipahami;
e) Keefisienan.
4) Reviu atas KKE Utama
KKE Utama disusun mulai dari survei pendahuluan,
pengumpulan data, pelaksanaan evaluasi rinci pada setiap
segmen atau bagian, hingga ke penyelesaian pekerjaan evaluasi.
Permasalahan atau hasil evaluasi yang akan dibahas dalam exit
meeting dengan pihak objek pengawasan/mitra kerja biasanya
dituangkan dalam suatu Daftar Rincian Hasil Evaluasi. Daftar
ini merupakan kumpulan permasalah yang dikutip dari
- 65 -

berbagai KKE Utama. Reviu terhadap penyajian daftar rincian


hasil evaluasi ini merupakan suatu hal yang penting.
Kelemahan dalam penyajian hasil evaluasi adalah sesuatu yang
kritis dan sering menjadikan pihak objek pengawasan/mitra
kerja cenderung untuk melakukan tindakan bertahan dan
menyanggah.
Reviu atas substansi materi dalam KKE Utama sangat penting,
karena materi KKE Utama akan menjadi bahan baku isi LHE.
Reviu KKE Utama dilakukan terhadap keseluruhan ikhtisar-
ikhtisar di atas. Reviu substansi materi suatu KKE utama
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Menilai relevansi, kelengkapan, kecermatan dan
keseksamaan, kecukupan pengujian dan pembuktian, serta
kemudahan pemahaman substansi materi atas suatu KKE
Utama;
b) Mereviu alur pikir substansi materi ikhtisar yang disajikan
dalam KKE Utama sekaligus memperhatikan konsistensi
data/informasi yang disajikan;
c) Mereviu KKE pendukung secara rinci yang menjadi dasar
pembuatan KKE lkhtisar.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam reviu KKE utama
adalah alur pikir penyusunan KKE utama, konsistensi
data/informasi dalam simpulan, dan keringkasan dan kejelasan
KKE utama.

2. Formulir Kendali Mutu dalam Tahap Pelaksanaan Evaluasi


Formulir Kendali Mutu merupakan salah satu sarana atau alat bantu
supervisi penugasan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan tugas
evaluasi dapat diikuti perkembangannya dan dilaksanakan dengan
lancar, terarah dan bermutu. Dengan formulir kendali akan jelas
bagaimana tingkat tanggung jawab masing-masing pejabat struktural
maupun pejabat fungsional jika terjadi berbagai penyimpangan dalam
- 66 -

pelaksanaan penugasan evaluasi. Formulir Kendali Mutu yang terkait


dalam tahapan pelaksanaan evaluasi adalah:
a. Formulir KM 7a
Formulir KM 7a adalah formulir yang berisi informasi tentang
Laporan Harian Pertanggungjawaban Penggunaan Jam Penugasan
Kegiatan Pengawasan.
1) Tujuan Formulir KM 7a
Formulir KM 7a digunakan setiap pelaksana yang tergabung
dalam tim (anggota tim, ketua tim, dalnis) untuk mencatat
realisasi pelaksanaan kegiatan pengawasan setiap hari untuk
seluruh tugas pengawasan per semester selama satu tahun
(periode 1 Januari s.d 30 Juni 20XX dan 1 Juli s.d 31 Desember
20XX). Dengan formulir KM 7a dapat terlihat realisasi jam kerja
normal dan lembur setiap petugas untuk setiap kegiatan
pengawasan dalam satu tahun. Melalui Formulir ini atasan
langsung dapat memantau penugasan oleh tim setiap hari
dengan cara membandingkan atau meminta hasil kegiatan
(laporan)/norma hasil dalam setiap kegiatan pengawasan,
kemudian memberikan paraf jumlah jam yang
dipertanggungjawabkan oleh tim.
- 67 -

2) Format Formulir KM 7a
Nama Kementerian/Lembaga/Pemda Formulir KM 7 a
Nama Unit Kerja Eselon I/II
LAPORAN HARIAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGGUNAAN
JAM PENUGASAN KEGIATAN PENGAWASAN
Periode 1 Januari-30 Juni/1 Juli-31 Desember*
Tahun …………..
A. Identitas Auditor
1. Nama : …………………………………………………
2. NIP : …………………………………………………
3. Pangkat/Gol. Ruang : …………………………………………………
4. Jabatan : …………………………………………………

B. Catatan Penggunaan Jam Penugasan Pengawasan


Hasil Kegiatan Jam yang Dipertanggungjawabkan

No dan Jam Kerja pada


No.Urut Juml
Tgl hari Kerja Lembur
Hari Hari/Tanggal ah
Surat Nomor normal
Kerja Uraian
Tugas Referensi No dan Tgl
Jumlah Paraf Surat Jumlah Paraf
Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1
2
...
Sub Jumlah Minggu ke …..
1
2
...
Sub Jumlah Minggu ke …..
…..
Sub Jumlah Bulan …..
…..

Jumlah Periode …..

* : Coret yang tidak perlu


(Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun)
Ttd
Nama Auditor

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 7a


a) Baris A: Diisi dengan Identitas Auditor: Nama, NIP,
Pangkat/Golongan Ruang dan Jabatan
b) Baris B: Diisi dengan Catatan Penggunaan Jam Penugasan
Pengawasan, berupa:
- 68 -

(1) Kolom : Disi dengan nomor urut hari kerja.


1
(2) Kolom : Diisi dengan hari dan tanggal kalender
2 mulai 1 januari
sampai dengan 30 Juni tahun yang
bersangkutan. Hari
libur, cuti, dan periode lain dimana Auditor
tidak
melaksanakan tugas pengawasan tetap
dicantumkan dan diberikan keterangan
seperlunya.
(3) Kolom : Diisi dengan nomor, tanggal, dan uraian
3 singkat surat
tugas yang mendasari pelaksanaan kegiatan
pengawasan pada hari yang bersangkutan.
Dalam satu hari dapat dicantumkan lebih
dari satu surat tugas.
(4) Kolom : Diisi dengan uraian singkat hasil kegiatan
4 pada hari yang bersangkutan.
(5) Kolom : Diisi dengan nomor referensi yang dapat
5 ditelusuri pada fisik hasil kegiatan,
misalnya kertas kerja atau laporan.
(6) Kolom : Diisi dengan jam kerja yang dapat
6 dipertanggungjawabkan oleh Auditor pada
jam kerja normal mulai 0 s/d 6,5 jam.
Kolom ini diisi oleh Auditor.
(7) Kolom : Diisi dengan paraf atasan langsung dalam
7 penugasan minimal auditor
madya/pengendali teknis sebagai tanda
telah sahnya jumlah jam kerja pada kolom
6.
(8) Kolom : Diisi dengan nomor dan tanggal surat
- 69 -

8 keterangan lembur.
(9) Kolom : Diisi dengan jam kerja yang dapat
9 dipertanggungjawabkan oleh Auditor pada
jam kerja lembur (misal mulai 0 s/d 2 jam).
Kolom ini diisi oleh Auditor.
(10) Kolom : Diisi dengan paraf atasan langsung dalam
10 penugasan minimal auditor
madya/pengendali teknis sebagai tanda
telah sahnya jumlah jam kerja pada kolom
9.
(11) Kolom : Diisi dengan penjumlahan kolom 6 dan 9.
11

b. Formulir KM 7b
Formulir KM 7 b adalah formulir yang berisi informasi tentang
Laporan Rekapitulasi Pertanggungjawaban Penggunaan Jam
Penugasan Kegiatan Pengawasan.
1) Tujuan Formulir KM 7b
Formulir KM 7b merupakan rekapitulasi pertanggungjawaban
jam kerja masing-masing auditor sesuai perannya yaitu:
Anggota Tim, Ketua Tim, Dalnis dan Daltu dalam suatu periode.
Melalui Form KM 7b ini maka penugasan yang dilaksanakan
oleh setiap auditor pada periode tertentu dapat dipantau dan
dinilai oleh atasan langsungnya dengan membandingkan antara
anggaran waktu dengan realisasinya.
2) Format KM 7b
- 70 -

Nama Kementerian/Lembaga/Pemda Formulir KM 7 b


Nama Unit Kerja Eselon I/II

LAPORAN REKAPITULASI PERTANGGUNGJAWABAN PENGGUNAAN


JAM PENUGASAN KEGIATAN PENGAWASAN

A. Data Surat Tugas (ST)/Nota Dinas (ND) Penugasan


1. Pejabat Penerbit : …………………………………………
2. Nomor ST/ND : ..……………………………………….
3. Tanggal : ………………………………………….
4. Uraian : ………………………………………….
B. Data Dokumen Hasil
1. Pejabat Penerbit : ………………………………………….
2. Nomor Laporan : ………………………………………….
3. Tanggal Laporan : ………………………………………….
4. Uraian : ………………………………………….
C. Rekapitulasi Jam yang Dipertanggungjawabkan oleh Auditor

Pertanggungjawaban Jam Kerja


Nama
No. Jabatan Peran Anggaran Realisasi
Auditor
Waktu Normal Lembur Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1
2
3
4
Jumlah

(Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun)


Pengendali Mutu/Pejabat Struktural
Minimal Eselon III

Ttd
Nama
NIP

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 7b

a) Baris : Diisi dengan Data Surat Tugas (ST)/Nota Dinas


A (ND) Penugasan: Pejabat Penerbit, Nomor
ST/ND, Tanggal dan Uraian

b) Baris : Diisi dengan Data Dokumen Hasil: Pejabat


B Penerbit, Nomor Laporan, Tanggal Laporan dan
Uraian

c) Baris : Diisi dengan Rekapitulasi Jam yang


- 71 -

C dipertanggungjawabkan oleh Auditor sebagai


berikut:

(1) Kolom : Diisi dengan nomor urut sesuai jumlah


1 Auditor dan pegawai lain yang tercantum
dalam surat tugas.

(2) Kolom : cukup jelas.


2

(3) Kolom : cukup jelas.


3

(4) Kolom : cukup jelas.


4

(5) Kolom : Diisi jumlah anggaran waktu yang


5 dialokasikan pada setiap auditor sesuai
formulir Anggaran Waktu dan Kartu
Penugasan.

(6) Kolom : Diisi dengan penjumlahan dari kolom 6


6 Laporan Harian Pertanggungjawaban
Penggunaan Jam Penugasan Kegiatan
Pengawasan untuk surat tugas yang
berkesesuaian.

(7) Kolom : Diisi dengan penjumlahan dari kolom 9


7 Laporan Harian Pertanggungjawaban
Penggunaan Jam Penugasan Kegiatan
Pengawasan untuk surat tugas yang
berkesesuaian.

(8) Kolom : Diisi dengan penjumlahan kolom 6 dan 7.


8
- 72 -

c. Formulir KM 8
Formulir KM 8 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Lembar Reviu Supervisi.
1) Tujuan Formulir KM 8
Formulir KM 8 merupakan laporan supervisi pelaksanaan
pengawasan yang digunakan untuk mencatat hasil kunjungan
supervisi yang dilakukan oleh Pengendali Teknis, atau
Pengendali Mutu. Setiap melakukan kunjungan supervisi,
Dalnis atau Daltu harus membuat atau mengisi formulir KM 8
ini, agar efektif sebaiknya dilakukan pada saat penugasan
sedang berlangsung dan waktunya harus disesuaikan dengan
rencana sesuai Kartu Penugasan (KM 5). Formulir KM 8 yang
telah dibuat harus diserahkan/dilaporkan kepada atasan
langsung sebagai laporan atas supervisi yang telah dilakukan
serta untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
pengawasan di lapangan. Pengendali Teknis melaporkan hasil
supervisinya kepada Pengendali Mutu, dan Pengendali Mutu
melaporkan hasil supervisinya kepada Penanggung jawab.
Formulir KM 8 yang telah dibuat harus ditandatangani oleh
Pejabat yang melakukan supervisi (Pengendali Teknis atau
Pengendali Mutu).
2) Format KM 8
- 73 -

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN Formulir KM 8


UNIT KERJA : ............................

LEMBAR REVIU SUPERVISI

Nama Objek pengawasan/mitra kerja, Instansi : ………………………..


(Kementrian/Lembaga), Pemda, Badan Usaha,
Nama Penugasan : ………………………..

No dan Tanggal Surat Tugas : ………………………..

Periode Pengawasan : ………………………..


Ketua Tim : ………………………..

Indeks Penyelesaian Persetujuan


Tanggal Permasalahan/
No Kertas (Uraian dan (Tanggal dan
Reviu komentar/Instruksi
Kerja Tanggal) Paraf)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1
2

....

Pengendali Teknis/Daltu,
Tanda tangan : ………………………
Nama : ………………………
Tanggal : ………………………
3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 8

a) Baris 1 : Diisi dengan nama objek


pengawasan/mitra kerja, instansi
(Kementrian/Lembaga), Pemda, Badan
Usaha, Program, Kegiatan

b) Baris 2 : Diisi dengan nama penugasan sesuai Surat


Tugas

c) Baris 3 : Diisi dengan nomor dan tanggal surat


tugas

d) Baris 4 : Diisi dengan Periode Pengawasan


- 74 -

e) Baris 5 : Diisi dengan nama Ketua Tim

f) Kolom 1 : Diisi dengan Nomor Urut

g) Kolom 2 : Diisi dengan tanggal kunjungan supervisi


Dalnis, Daltu

h) Kolom 3 : Diisi dengan permasalahan, komentar atau


instruksi

i) Kolom 4 : Diisi dengan nomor Indeks Kertas Kerja

j) Kolom 5 : Diisi dengan penyelesaian yang dilakukan


oleh Ketua Tim atau Anggota Tim atas
permasalahan atau komentar dari Dalnis
atau Daltu

k) Kolom 6 : Diisi dengan paraf Dalnis atau Daltu


sebagai tanda persetujuan atas
penyelesaian yang dilakukan oleh ketua
tim dan anggota tim

l) Baris 6, : Diisi dengan tanda tangan, nama


7, dan 8 Pengendali Teknis atau Pengendali Mutu
dan tanggalnya

d. Formulir KM 9
Formulir KM 9 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Evaluasi Pemakaian Jam Penugasan.
1) Tujuan Formulir KM 9
Formulir KM 9 digunakan untuk mengevaluasi pemakaian jam
pelaksanaan pengawasan per mingguan, tetapi dibuat secara
bulanan. Evaluasi tersebut dibuat untuk setiap tahap
pengawasan, yaitu mulai tahap persiapan, tahap pelaksanaan
sampai dengan tahap penyelesaian pengawasan. Formulir KM 9
ini dibuat terutama untuk penugasan yang lamanya lebih dari
- 75 -

satu bulan, sedangkan untuk penugasan yang lamanya kurang


dari satu bulan, dibuat pada saat penugasan berakhir. Untuk
melakukan evaluasi ini data alokasi jam pengawasan berasal
dari KM 4, dan realisasi jam pengawasan dari KM 7a, KM 7b.
Jumlah anggaran jam pengawasan maupun realisasi jam
pengawasan adalah total jam pengawasan baik untuk Anggota
Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu.
Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan antara
anggaran jam pengawasan dengan realisasinya. Apabila terjadi
perbedaan harus dianalisis untuk mengetahui penyebabnya.
Hasil evaluasi ini sangat berguna sebagai feedback baik untuk
sisa waktu/jam pengawasan yang masih harus dilakukan,
maupun untuk penugasan berikutnya pada objek pengawasan
yang sama atau objek pengawasan yang sejenis. Evaluasi
pemakaian jam pengawasan ini dibuat oleh Pengendali Teknis
dan disetujui oleh Atasan Langsung /Pengendali Mutu atau
Pejabat Eselon III.
2) Format KM 9
- 76 -

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN


UNIT ORGANISASI: ………
Formulir KM 9
EVALUASI PEMAKAIAN JAM PENUGASAN
Objek/Kegiatan Pengawasan :
Bulan Pengawasan :
Nomor Kartu Penugasan :

Minggu/Bulan ke JUML
Tahap Pengawasan Jam Auditor
AH
I II III IV V
1 2 3 4 5 6 7 8

I PERSIAPAN Rencana Jam ... ... ... ... ... .......


PENGAWASAN
Realisasi ... ... ... ... ... .......
Perbedaan ... ... ... ... ... .......

II PELAKSANAAN Rencana Jam ... … ... ... … ……


PENGAWASAN
Realisasi ... ... ... ... ... ……
Perbedaan ... ... ... ... ... ......

III PENYELESAIAN Rencana Jam ... ... ... ... ... ……


PENGAWASAN
Realisasi ......
Perbedaan ......

JUMLAH Rencana Jam ......


Realisasi Jam .......
Perbedaan Jam ......
Penjelasan singkat perbedaan antara realisasi jam penugasan
dengan rencana
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………

………………,………….. ..............,.............
Disetujui oleh Disusun oleh
Atasan
Langsung/Daltu/
Pejabat Eselon III Pengendali Teknis

Nama lengkap Nama lengkap


NIP…………….. NIP……………..

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 9

a) Kolom 1 : Diisi dengan Tahap dan langkah-langkah


- 77 -

Pengawasan sesuai dengan Program


Pengawasan

b) Kolom 2 : Diisi dengan Jam yang direncanakan dan


realisasinya yang diperlukan dalam setiap
tahap Pengawasan

c) Kolom 3 : Diisi dengan jam yang diperlukan sesuai


s.d 8 Kolom 2

e. Formulir KM 10
Formulir KM 10 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Daftar Pengujian (Check List) untuk Ketua Tim, Dalnis, dan Daltu.
1) Tujuan Formulir KM 10
Formulir KM 10 digunakan untuk menguji apakah kegiatan
pengawasan mulai persiapan, pelaksanaan sampai dengan
penyelesaian pengawasan telah dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan rencana pengawasan, telah sesuai dengan
prosedur yang seharusnya, dan telah memenuhi kelengkapan
dokumen pengawasan. Formulir KM 10 dibuat dengan tujuan
sebagai salah satu alat pengendalian dalam rangka general
review atas perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian
pengawasan untuk setiap penugasan pengawasan, apakah
secara umum telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pelaksanaan pengawasan sebagaimana mestinya. Dengan
diselenggarakannya Formulir KM 10 ini, maka dapat diketahui
sejauh mana pelaksanaan tanggung jawab pengawasan dari
masing-masing pejabat yang terlibat pada organisasi
pengawasan. Formulir KM 10 pertama kali disiapkan oleh Ketua
Tim kemudian menempelkan pada konsep Laporan Hasil
Pengawasan (LHP) yang disusun oleh Ketua Tim. Bersamaan
dengan proses reviu terhadap konsep LHP, setiap pejabat yang
terlibat dalam kegiatan pengawasan mulai dari Ketua Tim,
- 78 -

Pengendali Teknis, Pengendali Mutu, dan Penanggung Jawab


mengisi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
Formulir KM 10 sesuai dengan tanggung jawabnya masing-
masing. Apabila atas salah satu pertanyaan prosedur
jawabannya “tidak”, maka atas prosedur bersangkutan harus
diberikan penjelasan dan disebutkan alasannya, kenapa
prosedur tersebut tidak bisa dilaksanakan.
2) Format KM 10
FORMULIR KM
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 10
UNIT KERJA: ........................
DAFTAR PENGUJIAN
(CHECK LIST)
Untuk Ketua Tim, DALNIS, DALTU

Nama Objek Pengawasan :


Nama Penugasan :

No. KETUA
Pertanyaan DALNIS DALTU
Urut TIM
(1) (2) (3) (4) (5)
I PENUGASAN PERENCANAAN
A Apakah dibuat Kartu Penugasan?
B
Apakah dikembangkan Tujuan Pengawasan,
Lingkup Pekerjaan, Penaksiran Risiko?
C Apakah sudah diperoleh:
1 Misi, tujuan dan rencana organisasi;
2 Informasi organisasi;
3 Kertas Kerja terakhir;
4 File permanen;
5 Data pembanding;
6 Data Anggaran;
7 Literatur teknis.
D Adakah perubahan pelaksana dari rencana semula?
E Jika ada perubahan apakah sudah dibuat Memo
persetujuan dan sudah dilampirkan ke kartu
penugasan di Pengendali Mutu?
F Apakah sudah dibuat rapat koordinasi ?
G Apakah sudah dibuat ringkasannya dan telah
didistribusikan?
H
Apakah sebelum dibuat program pengawasan, telah
dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
- 79 -

No. KETUA
Pertanyaan DALNIS DALTU
Urut TIM
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Melakukan persiapan survei pendahuluan;
2 Melakukan survei pendahuluan;
3 Membuat ikhtisar hasil survei.
I Apakah program pengawasan telah mengacu pada
program baku dan hasil pengumpulan informasi?

J Apakah program pengawasan telah mendapat


persetujuan pengendali teknis?

K Apakah tahapan pekerjaan telah sesuai dengan


rencana waktunya:
1 Penetapan tujuan, lingkup dan penaksiran risiko;
2 Pengumpulan informasi awal;
3 Penetapan tim pengawasan;
4 Rapat pendahuluan;
5 Survei pendahuluan;
6 Penulisan program pengawasan;
7 Persetujuan program pengawasan.
L Apakah kertas kerja pengawasan untuk tahap
perencanaan telah selesai dikerjakan?

II PELAKSANAAN (PENGUJIAN DAN EVALUASI)


A Apakah dilakukan penjelasan penugasan kepada
anggota tim?
B Apakah audit dilakukan sesuai program
pengawasan?
C Apakah dilakukan review terhadap kertas kerja
anggota tim dan ketua tim?
D Apakah hasil review ditindaklanjuti oleh anggota tim
dan ketua tim?
K Apakah KKP telah didokumentasikan dan disimpan
pada tempat yang telah disiapkan?

L Apakah KKP direview oleh Pengendali Teknis?


M Apakah KKP dibahas?
di tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
N Apakah dilakukan penelaahan kesesuaian KKP dan
isinya dengan standar audit/program pengawasan
yang berlaku?
oleh tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
O Apakah disusun temuan hasil pengawasan dan
dibuat rekomendasi perbaikan?
P Apakah dilakukan pembahasan simpulan hasil
pengawasan?
- 80 -

No. KETUA
Pertanyaan DALNIS DALTU
Urut TIM
(1) (2) (3) (4) (5)
di tim
dengan Pengendali Teknis
dengan Pengendali Mutu
Q Apakah dilakukan komunikasi temuan dan
rekomendasi perbaikan dengan objek
pengawasan/mitra kerja?
R Apakah ada komitmen tindak lanjut dari objek
pengawasan/mitra kerja yang dituangkan dalam
Berita Acara Kesepakatan atas rekomendasi yang
diberikan?

III PENYELESAIAN LAPORAN

A RINGKASAN PIMPINAN
Ringkasan pimpinan memuat overview ringkas atas
objek pengawasan/mitra kerja/instansi
(Kementrian, Lembaga), Pemda, Badan Usaha,
Program, Kegiatan , tujuan pengawasan, ruang
lingkup, referensi atas kriteria pengawasan,
metodologi pengawasan, dan simpulan hasil
pengawasan atas setiap tujuan pengawasan.
B BADAN LAPORAN
Kecukupan informasi latar belakang objek
1 pengawasan/mitra kerja, instansi (Kementrian,
Lembaga), Pemda, Badan Usaha, Program, Kegiatan.
2 Tujuan pengawasan dan kriteria yang berkaitan.

3 Ruang lingkup audit sudah dinyatakan secara jelas.


Jadwal pengawasan, metodologi, standar
audit/pengawasan yang diacu. Jika ada standar
4
yang tidak diikuti, penjelasan yang memadai telah
dibuat.
Hasil temuan berkaitan dengan tujuan dan kriteria
5 pengawasan telah diperoleh untuk mencapai
simpulan pengawasan

Setiap temuan berisi pernyataan kondisi, kriteria,


6
penyebab, dampak dan rekomendasi.

Bukti yang cukup dan relevan telah dikumpulkan


7
untuk mendukung setiap temuan.
Temuan yang bisa dikuantifikasikan telah dihitung
8
secara akurat.
Rekomendasi yang diberikan telah mengikuti alur
logis temuan dan penyebab, jelas dan dapat
9
dilaksanakan (cost-effective), ditujukan kepada pihak
yang berkompeten.

Simpulan telah disajikan untuk setiap tujuan


10 pengawasan dan telah didukung dengan bukti yang
cukup dan relevan.

Lampiran-lampiran yang disajikan mendukung


11
laporan.
- 81 -

No. KETUA
Pertanyaan DALNIS DALTU
Urut TIM
(1) (2) (3) (4) (5)

C FORMAT LAPORAN
Daftar isi yang menggambarkan struktur laporan
1 dan judul yang sama dengan judul pada halaman
badan.

2 Judul dan huruf yang konsisten.

Bagan dan gambar telah dirujuk secara memadai


3
dalam badan laporan.
Struktur kalimat dan paragraf yang mudah
4
dipahami.
5 Singkatan-singkatan telah didefinisikan.

6 Bahasa dan terminologi yang mudah dipahami.

7 Tata bahasa dan penulisan kata yang tepat.


8 Secara keseluruhan, laporan sudah jelas dan tepat.

D LAIN-LAIN
Penyusunan telah melalui proses reviu yang
1
memadai:
a. Pengendali Teknis;
b. Pengendali Mutu.
2 Distribusi laporan telah sesuai ketentuan.

3) Petunjuk Pengisian Formulir KM 10


a) Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut

b) Kolom 2 : Diisi dengan prosedur/langkah kerja


yang harus dilakukan dari mulai
persiapan, pelaksanaan s.d penyelesaian
pengawasan.

c) Kolom : Diisi dengan kondisi penyelesaian (Ya


3 s.d 5 atau Tidak)
- 82 -

BAB V
KOMUNIKASI HASIL EVALUASI

A. Fungsi Komunikasi
Salah satu tahapan akhir proses penugasan evaluasi adalah
komunikasi hasil evaluasi. Komunikasi hasil evaluasi berfungsi untuk:
1. Mengomunikasikan hasil evaluasi kepada objek pengawasan/mitra
kerja dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
2. Menghindari kesalahpahaman atas hasil evaluasi.
3. Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi objek
pengawasan/mitra kerja dan instansi terkait.
4. Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan
pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.
Salah satu bentuk komunikasi hasil evaluasi antara lain
penyampaian hasil sementara dan laporan. Komunikasi hasil evaluasi
harus mencakup sasaran dan ruang lingkup penugasan evaluasi serta
simpulan, saran atau rekomendasi, dan rencana aksi. Simpulan evaluasi
harus mempertimbangkan harapan objek pengawasan/mitra kerja dan
para pemangku kepentingan lainnya serta harus didukung oleh
informasi yang cukup, kompeten, relevan, dan berguna.
Sebelum penyusunan laporan evaluasi, auditor harus memperoleh
tanggapan pejabat objek pengawasan/mitra kerja yang bertanggung
jawab mengenai kesimpulan, fakta, dan rekomendasi auditor, serta
perbaikan yang direncanakan. Sehingga dapat diperoleh suatu laporan
yang tidak hanya mengemukakan fakta dan pendapat auditor saja,
melainkan memuat pula pendapat dan rencana yang akan dilakukan
oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut.
Apabila tanggapan dari objek pengawasan/mitra kerja
bertentangan dengan kesimpulan, fakta, dan rekomendasi dalam laporan
hasil evaluasi, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tidak
benar, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas
- 83 -

tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan objektif.


Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan
objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil evaluasi.
Tanggapan yang diberikan, seperti janji atau rencana tindakan
perbaikan, harus dicantumkan dalam laporan hasil evaluasi, tetapi tidak
dapat diterima sebagai pembenaran untuk menghilangkan fakta dan
rekomendasi yang berhubungan dengan fakta tersebut.
Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan
bahwa kegiatan-kegiatannya “dilaksanakan sesuai dengan standar”.
Auditor dapat melaporkan bahwa penugasan evaluasi telah dilakukan
sesuai dengan standar. Apabila terdapat ketidaksesuaian dengan
Standar Evaluasi yang berdampak pada suatu penugasan evaluasi,
komunikasi hasil evaluasi harus mengungkapkan:
1. Prinsip atau aturan pelaksanaan Standar Evaluasi yang tidak
tercapai;
2. Alasan mengapa terjadi ketidaksesuaian.
Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan
(abuse). Apabila berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh auditor
menyimpulkan bahwa telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse), auditor
harus melaporkan hal tersebut. Peraturan perundang-undangan
mungkin mengatur bahwa auditor pemerintah harus segera melaporkan
adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) segera setelah ditemukan
langsung kepada pihak-pihak yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam kondisi demikian, auditor harus segera
melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa harus
menunggu laporan hasil evaluasi diselesaikan. Auditor dapat
menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah
telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
dan kecurangan serta mekanisme pelaporannya.
- 84 -

B. Penyampaian Hasil Sementara


Penyampaian hasil sementara penugasan adalah bagian tidak
terpisahkan dari sebuah penugasan evaluasi. Selama pelaksanaan
penugasan, auditor secara teratur berkomunikasi dengan personel kunci
dari objek pengawasan/mitra kerja. Komunikasi selama proses
penugasan dapat membantu auditor untuk memastikan fakta yang
ditemukan benar-benar akurat. Hasil komunikasi ini akan dimanfaatkan
untuk penyusunan simpulan final yang akan dimuat dalam Laporan
Hasil Evaluasi.
Apabila pembicaraan tidak dilakukan secara bertahap,
dikhawatirkan setelah auditor melangkah jauh dengan waktu yang
cukup lama ternyata setelah materi hasil evaluasi dibicarakan dengan
pihak objek pengawasan/mitra kerja, barulah terungkap adanya bukti
atau kebijakan manajemen lain yang ternyata dapat menggugurkan hasil
evaluasi tersebut. Sebelum pembahasan final, ketua tim berkonsultasi
dulu dengan pengendali teknis dan/atau pengendali mutu supaya ada
keseragaman pendapat mengenai masalah yang akan dibicarakan
dengan objek pengawasan/mitra kerja.
Usahakan mendapat komentar pejabat atau pihak yang langsung
berkepentingan yang akan melakukan tindak lanjut hasil evaluasi
tersebut dan akan mengalami akibat negatif dari pelaporan hasil evaluasi
tersebut. Auditor harus memberikan kesempatan kepada pejabat atau
pihak yang terkena atau mungkin terkena secara negatif pelaporan
tersebut untuk memberi komentar tertulis atau lisan serta memberi
informasi atau penjelasan sebelum laporan dikeluarkan. Komentar dan
penjelasan tambahan harus dihargai dan dibahas untuk disajikan secara
layak, lengkap, dan objektif dalam laporan terakhir. Apabila komentar
pendahuluan sudah diterima dan kemudian diadakan perubahan
penting dalam hasil evaluasi atau rekomendasi, maka pejabat atau pihak
yang terkena harus diberi kesempatan lagi untuk memberikan komentar
mengenai pembahasan tersebut sebelum laporan diterbitkan. Apabila
tidak bisa diperoleh komentar dari pihak yang terkena, maka laporan
- 85 -

harus memaparkan kenyataan itu. Komentar tambahan juga harus


diminta apabila komentar pendahuluan tampaknya tidak relevan dengan
simpulan dan rekomendasi yang diajukan.

C. Pelaporan
Laporan hasil evaluasi adalah sarana mengomunikasikan hasil
evaluasi kepada pemakai laporan secara tertulis. Para pemakai laporan
mengharapkan informasi yang akurat dan objektif yang akan digunakan
dalam melaksanakan fungsi di bidangnya masing-masing. Auditor
berkewajiban menyediakan informasi yang berguna dan tepat waktu
mengenai persoalan penting serta menyarankan perbaikan.
1. Bentuk Komunikasi Hasil Evaluasi
Komunikasi evaluasi melalui laporan hasil evaluasi (LHE) harus
dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh objek
pengawasan/mitra kerja dan pihak lain yang terkait. Bentuk laporan
pada dasarnya bisa berbentuk bab maupun surat.
a. LHE bentuk bab
Penyusunan LHE dalam bentuk bab sangat sesuai untuk
menyampaikan informasi penting dengan jumlah materi yang
banyak.
b. LHE bentuk surat
Laporan bentuk surat biasanya digunakan apabila hal–hal yang
ingin dilaporkan materinya relatif sedikit atau harus disampaikan
segera.
2. Isi Laporan Hasil Evaluasi
Baik bentuk surat maupun bab, laporan hasil evaluasi setidaknya
harus memuat:
a. dasar melakukan evaluasi;
b. identifikasi objek pengawasan/mitra kerja;
c. tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi evaluasi;
d. pernyataan bahwa evaluasi dilaksanakan sesuai dengan standar
evaluasi;
- 86 -

e. kriteria yang digunakan;


f. hasil evaluasi berupa simpulan dan saran atau rekomendasi;
g. tanggapan dari pejabat objek pengawasan/mitra kerja yang
bertanggung jawab;
h. pernyataan adanya keterbatasan dalam evaluasi serta pihak-pihak
yang menerima laporan;
i. pelaporan informasi rahasia apabila ada.
LHE pada umumnya memuat informasi sebagai berikut:
a. Informasi Umum
Pengungkapan informasi umum dimaksudkan agar tersedia
informasi penting bagi pembaca laporan mengenai dasar hukum
evaluasi, tujuan evaluasi, ruang lingkup evaluasi, organisasi dan
personalia, tindak lanjut hasil evaluasi yang lalu, kegiatan,
program dan atau fungsi yang dievaluasi dan sifat evaluasi.
b. Hasil Evaluasi dan Saran/Rekomendasi
Bagian atau bab hasil evaluasi merupakan pesan pokok/penting
yang hendak diteruskan auditor kepada pihak pembaca.
Hasil evaluasi ini biasanya menyangkut hal-hal berikut:
1) Ketidakefisienan;
2) Ketidakefektifan;
3) Pemborosan/ketidakhematan;
4) Ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Hasil evaluasi yang dapat diteruskan kepada para pengguna
laporan apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Cukup berarti untuk diteruskan kepada pihak yang
berkepentingan; artinya akibat dari hasil evaluasi tersebut
cukup material;
2) Berdasarkan fakta dan bukti yang relevan, kompeten, cukup
dan material;
3) Dikembangkan secara objektif;
4) Berdasarkan pada kegiatan evaluasi yang memadai guna
mendukung setiap simpulan yang diambil;
- 87 -

5) Meyakinkan dalam arti simpulan harus logis dan jelas.

D. Penjaminan Mutu Hasil Evaluasi


Laporan sebagai hasil akhir pelaksanaan evaluasi merupakan hal
yang sangat ditunggu, baik oleh objek pengawasan/mitra kerja maupun
pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu, sangat penting untuk
disadari bahwa hasil pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan evaluasi
tersebut dapat diterima dengan jelas oleh semua pihak.
Laporan hasil evaluasi harus mendukung langkah perbaikan yang dibuat
oleh manajemen. Untuk menjaga mutu laporan hasil evaluasi, perlu
ditetapkan kebijakan reviu secara berjenjang yang bertujuan untuk:
1. Untuk meyakinkan bahwa laporan hasil evaluasi telah memadai
untuk diterbitkan sesuai dengan sasaran evaluasi;
2. Untuk meyakinkan bahwa hasil evaluasi dan saran/rekomendasi
telah didukung oleh kertas kerja evaluasi yang Iengkap.
1. Kualitas Laporan
Laporan hasil evaluasi harus mencakup kualitas sebagai berikut:
a. Tepat Waktu
Tepat waktu berarti diterbitkan tepat pada waktunya dan
bermanfaat dengan mempertimbangkan tingkat signifikansi isu,
sehingga memungkinkan manajemen dapat melakukan tindakan
koreksi yang tepat
b. Lengkap
Lengkap berarti tidak meninggalkan hal-hal penting bagi pengguna
hasil penugasan dan telah mencakup seluruh informasi dan
observasi signifikan dan relevan untuk mendukung kesimpulan
dan rekomendasi.
c. Akurat
Akurat berarti bebas dari kesalahan dan distorsi, dan didasarkan
atas fakta.
- 88 -

d. Objektif
Objektif berarti adil, tidak memihak, tidak berat sebelah, dan
merupakan hasil dari pemikiran adil dan seimbang atas seluruh
fakta dan keadaan yang relevan.
e. Meyakinkan
Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna
laporan untuk mengakui validitas hasil evaluasi tersebut dan
manfaat penerapan rekomendasi.
f. Jelas
Jelas berarti mudah dipahami dan logis, terhindar dari pemakaian
istilah teknis yang tidak penting dan menyajikan seluruh informasi
yang signifikan dan relevan.
g. Ringkas
Ringkas berarti langsung pada masalahnya, dan menghindari
uraian yang tidak perlu, detail yang berlebihan, pengulangan, dan
terlalu panjang.

2. Formulir Kendali Mutu Komunikasi Hasil Evaluasi


Formulir kendali mutu digunakan untuk menghasilkan informasi
pengendalian. Pengendalian ini sangat penting agar pelaksanaan
tugas pengawasan dapat diikuti perkembangannya dan dilaksanakan
dengan lancar, terarah dan bermutu. Formulir kendali mutu yang
berhubungan dengan komunikasi hasil audit sesuai dengan Peraturan
Kepala BPKP Nomor: PER-1240/K/SU/2010 tentang Pedoman
Kendali Mutu Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan adalah Formulir KM 11 dan Formulir KM 12 yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Formulir Kendali Mutu 11 (KM 11)
Formulir KM 11 (Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil Pengawasan),
merupakan lembar untuk memonitor masalah dan
penyelesaiannya dalam penyusunan konsep LHP. Masalah-
masalah dalam penyusunan konsep LHP bisa berupa kesalahan
- 89 -

materi laporan, kekurang-jelasan, kekurang-lengkapan, tidak


sinkron, kesalahan tulisan, dan lain-lainnya. Formulir KM 11
berfungsi sebagai lembar pengantar dari konsep LHP yang dibuat
oleh Ketua Tim. Formulir KM 11 disiapkan oleh Ketua Tim pada
saat menyerahkan konsep LHP kepada Pengendali Teknis untuk
direviu. Reviu LHP selanjutnya oleh Pengendali Mutu dan oleh
Penanggung Jawab. Hasil reviu oleh Pengendali Teknis, Pengendali
Mutu, dan Penanggung Jawab semuanya dituangkan dalam
Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil Pengawasan. Berdasarkan
Lembar Reviu tersebut Ketua Tim melakukan perbaikan-perbaikan
atas LHP, yang disupervisi oleh Pengendali Teknis dan Pengendali
Mutu. Petunjuk pengisian Formulir KM 11 adalah sebagai berikut:
FORMULIR KM
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 11
UNIT KERJA: .................

LEMBAR REVIEW KONSEP LAPORAN HASIL PENGAWASAN


Pengendali Mutu/Pengendali Teknis *) :……

Nama Objek Pengawasan :…………………………….


Nama Penugasan :.........................................
Nomor Kartu Penugasan :……………………………

PENYELESAIAN
NO URUT HAL LHP PERMASALAHAN KETERANGAN
MASALAH

1 2 3 4 5

(paraf :……………) (paraf :……….......)


(nama terang :……) (nama terang :…...)
(tgl : ………………) (tgl : ……………...)

Baris 1 : Diisi dengan nama objek pengawasan

Baris 2 : Diisi dengan nama penugasan

Baris 3 : Diisi dengan nomor kartu penugasan


- 90 -

Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut

Kolom 2 : Diisi dengan halaman Laporan Hasil


Pengawasan

Kolom 3 : Diisi dengan uraian tentang permasalahan yang


dijumpai dan ditandatangani oleh pe-reviu

Kolom 4 : Diisi dengan penyelesaian masalah

Kolom 5 : Diisi dengan penyelesaian terhadap


permasalahan tersebut dan ditandatangani oleh
Ketua Tim atau pihak yang menyelesaikan
masalah

Kolom 6 : Diisi dengan keterangan hal-hal yang


diperlukan

b. Formulir Kendali Mutu 12 (KM12)


Formulir KM 12 adalah formulir yang berisi informasi tentang
Lembar Reviu Konsep Laporan Hasil Pengawasan. Formulir KM 12
merupakan Routing Slip (lembar pemantauan waktu) atas alokasi
waktu pelaksanaan kegiatan pengawasan, apakah sesuai dengan
anggaran waktu yang telah ditetapkan sebelumnya dalam KM 4
dan KM 5. Kalau KM 10 merupakan daftar penguji apakah
pelaksanaan pengawasan telah sesuai dengan langkah/prosedur
pengawasan seperti yang tertuang dalam program pengawasan (KM
6), maka KM 12 merupakan daftar penguji apakah pelaksanaan
pengawasan telah sesuai dengan jadwal/anggaran waktu yang
telah direncanakan sebelumnya, utamanya jadwal penyelesaian
LHP mulai dari penulisan konsep LHP oleh Ketua Tim sampai LHP
dikirimkan kepada pihak-pihak yang berhak menerima.

Formulir KM 12 disiapkan oleh Ketua Tim, kemudian ditempelkan


pada konsep LHP yang telah selesai disusun oleh Ketua Tim.
Bersamaan dengan proses reviu atas konsep LHP, masing-masing
pejabat dan petugas yang terlibat dalam penyelesaian LHP harus
menuliskan tanggal pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya.
Formulir KM 12 terdiri atas dua bagian, bagian pertama berisi data
- 91 -

mengenai objek pengawasan dan data penugasan, dan bagian


kedua berisi routing slip LHP yang menunjukkan status konsep
LHP sedang berada pada posisi mana (sedang dibicarakan dengan
objek pengawasan, sedang disusun Ketua Tim, sedang direviu
Pengendali Teknis, sedang direviu Pengendali Mutu, telah
diserahkan kepada Kepala Unit Kerja, atau sedang dalam proses
pengetikan oleh pegawai tata usaha).

1. Bentuk Formulir KM 12

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN FORMULIR KM 12


UNIT
KERJA:........................................

KONSEP LAPORAN HASIL PENGAWASAN (LHP)

ROUTING SLIP LHP


Tanggal
Uraian Nama
I II III IV V
A. Selesasi disusun dan diserahkan
oleh Ketua Tim …. …. …. …. ….
B. Selesai dibahas dan diserahkan
oleh Pengendali Teknis …. …. …. …. ….
C. Selesai direviu oleh Pengendali
Mutu …. …. …. …. ….
D. Diserahkan kepada
Kepala/Pimpinan unit organisasi …. …. …. …. ….
Tanggal Tanggal
mulai Selesai
E. Diterima oleh petugas/Tim untuk
diketik …. …. …. …. ….
F. Diterima oleh Bag.TU/Sub Bag. .... …. …. …. ….
G. Persuratan untuk diperbaiki dan
atau dijilid .... .... .... .... ....
H. Diterima oleh Pengendali Mutu …. …. …. …. ….
atau Kepala/Pimpinan unit
organisasi untuk ditandatangani
(rangkap….)
I. Diterima oleh Bag. TU/Sub Bag. …. …. …. …. ….
Persuratan untuk dikirim
J. Didistribusikan kepada:
1. Objek Pengawasan; .... .... .... .... ....
2. Pimpinan Unit Organisasi; .... .... .... .... ....
3. Arsip. .... .... .... .... ....
- 92 -

2. Petunjuk pengisian Formulir KM 12

ROUTING SLIP

Baris 1 : Diisi dengan nama-nama dalam tim dan tanggal


ketika dilakukan pembicaraan dengan objek
pengawasan/mitra kerja (disesuaikan dengan
minggu keberapa dalam bulan itu konsep laporan
dibicarakan)

Baris 2 : Diisi dengan nama ketua tim dan tanggal


penyerahan konsep LHP kepada pengendali
teknis

Baris 3 : Diisi dengan nama pengendali teknis dan tanggal


penyerahan konsep LHP kepada pengendali mutu

Baris 4 : Diisi dengan nama pengendali mutu selesai


mereviu konsep LHP

Baris 5 : Diisi dengan nama penegendali mutu saat


menyerahkan konsep LHP kepada Kepala Unit
Kerja

Baris 6 : Diisi dengan nama petugas yang melakukan


pengetikan/penggandaan

Baris 7 : Diisi dengan nama petugas Bag TU untuk


diperbaiki

Baris 8 : Diisi dengan nama pengendali mutu untuk


ditandatangani kepala unit kerja

Baris 9 : Diisi dengan nama petugas persuratan untuk


dikirim ke pihak yang terkait
- 93 -

E. Distribusi Laporan
Auditor harus mengomunikasikan dan mendistribusikan hasil
penugasan evaluasi kepada pihak yang tepat, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pengomunikasian hasil penugasan
evaluasi harus dilaksanakan tepat waktu kepada pemberi tugas dan
pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun dalam hal yang dievaluasi merupakan
rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan
kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-
undangan, auditor dapat membatasi pendistribusian hasil evaluasi.

Apabila suatu evaluasi dihentikan sebelum berakhir, tetapi auditor


tidak mengeluarkan laporan hasil evaluasi, maka auditor harus membuat
catatan yang mengikhtisarkan hasil evaluasinya sampai tanggal
penghentian dan menjelaskan alasan penghentian evaluasi tersebut.
Auditor juga harus mengomunikasikan secara tertulis alasan penghentian
evaluasi tersebut kepada objek pengawasan/mitra kerja dan pejabat lain
yang berwenang.

Bagi auditor, indikator kinerja output dari penugasan evaluasi


adalah terdistribusikannya laporan hasil evaluasi secara tepat kepada
pihak-pihak yang berkompeten dalam menindak lanjuti hasil evaluasi.
Hal yang paling utama bagi auditor adala tercapainya outcome hasil
penugasan evaluasi yaitu terlaksananya tindak lanjut hasil evaluasi
sesuai dengan rekomendasi atau saran yang telah diungkapkan dalam
laporan hasil evaluasi.
- 94 -

BAB VI
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT

A. Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Evaluasi


Proses penugasan evaluasi tidak berakhir saat penugasan selesai.
Setiap institusi auditor harus mengembangkan sistem pemantauan
tindak lanjut hasil penugasan. Pemantauan tindak lanjut hasil evaluasi
bertujuan untuk meyakinkan bahwa objek pengawasan/mitra kerja
benar-benar telah melakukan tindak lanjut rekomendasi evaluasi secara
tepat waktu sesuai dengan kesanggupan dari objek pengawasan/mitra
kerja. Sangat penting bagi auditor untuk memastikan bahwa rekomendasi
telah ditindak lanjuti oleh objek pengawasan/mitra kerja. Pemantauan
tindak lanjut hasil harus dilakukan agar objek pengawasan/mitra kerja
memahami dan memperbaiki kelemahan dan kesalahan yang ada
sehingga mampu meningkatkan kinerja organisasinya. Selain itu, auditor
harus memantau pelaksanaan tindak lanjut yang dilakukan objek
pengawasan/mitra kerja untuk memastikan bahwa semua rekomendasi
sudah dilaksanakan dengan tepat, sehingga keefektifan pelaksanaan
evaluasi bisa tercapai.

Kewajiban untuk melaksanakan tindak lanjut berada pada


pimpinan objek pengawasan/mitra kerja. Hal ini sesuai dengan pasal 43
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, yang menyatakan bahwa “Pimpinan
instansi pemerintah wajib melakukan tindak lanjut atas rekomendasi
hasil audit dan reviu lainnya”. Pelaksanaan tindak lanjut tersebut
merupakan bagian kegiatan pemantauan sistem pengendalian intern yang
ada. Disisi lain, auditor berkewajiban untuk memantau pelaksanaan
tindak lanjut untuk menjamin keefektifan pelaksanaan evaluasi. Auditor
harus memasukkan kegiatan pemantauan tindak lanjut dalam rencara
strategis maupun tahunan.

Agar pemantauan tersebut bisa berjalan efektif, auditor harus


membuat prosedur pemantauan pelaksanaan tindak lanjut yang
- 95 -

didasarkan pada tingkat kesulitan, ketepatan waktu, pertimbangan resiko


dan kerugian. Untuk temuan yang sangat penting, objek
pengawasan/mitra kerja harus melaksanakan tindak lanjut secepat
mungkin dan auditor harus terus memantau tindak lanjut yang
dilaksanakan oleh objek pengawasan/mitra kerja tersebut karena
dampak dari temuan tersebut sangat besar.

Ruang lingkup pemeriksaan tindak lanjut harus mencakup semua


temuan hasil pemeriksaan yang telah disepakati tindak lanjutnya antara
objek pengawasan/mitra kerja dengan auditor, tetapi belum selesai
ditindak lanjuti. Sasaran pemeriksaan tindak lanjut adalah menilai
sejauh mana objek pengawasan/mitra kerja telah mengambil langkah
tindak lanjut atas rekomendasi temuan hasil pemeriksaan dan
melaporkan rekomendasi yang telah, sedang, atau tidak dapat ditindak
lanjuti kepada pimpinan objek pengawasan/mitra kerja dan auditor yang
terkait dengan pemeriksaan sebelumnya.

Rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti dapat merupakan indikasi


lemahnya pengendalian objek pengawasan/mitra kerja dalam mengelola
sumber daya yang diserahkan kepadanya. Apabila objek
pengawasan/mitra kerja telah menindaklanjuti rekomendasi dengan cara
yang berlainan dengan rekomendasi yang diberikan, auditor harus
menilai efektifitas penyelesaian tindak lanjut tersebut.

Pada saat pelaksanaan kegiatan evaluasi, auditor harus memeriksa


tindak lanjut atas rekomendasi evaluasi sebelumnya. Apabila terdapat
rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, auditor harus memperoleh
penjelasan yang cukup mengenai sebab rekomendasi belum
dilaksanakan, dan selanjutnya auditor wajib mempertimbangkan
kejadian tersebut dalam program kerja penugasan yang akan disusun.
Demikian pula terhadap tindak lanjut yang sudah dilaksanakan harus
pula menjadi perhatian dalam penyusunan program kerja penugasan.
Auditor harus menilai pengaruh simpulan, fakta, dan rekomendasi yang
- 96 -

tidak atau belum ditindaklanjuti terhadap simpulan atau pendapat atas


evaluasi yang sedang dilaksanakan.

Agar pelaksanaan tindak lanjut efektif, perlu dilakukan hal-hal


sebagai berikut:

1. Laporan hasil evaluasi ditujukan kepada manajemen objek


pengawasan/mitra kerja yang dapat melakukan tindak lanjut;
2. Tanggapan objek pengawasan/mitra kerja diterima dan dievaluasi
selama penugasan berlangsung atau dalam waktu yang wajar setelah
evaluasi berakhir;
3. Laporan perkembangan kemajuan tindak lanjut diterima dari objek
pengawasan/mitra kerja secara periodik;
4. Status tindak lanjut dari pelaksanaan tindak lanjut dilaporkan
kepada pimpinan objek pengawasan/mitra kerja.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemantauan tindak lanjut


evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Semua formulir dan bukti pendukung yang terkait dengan tindak
lanjut temuan evaluasi harus didokumentasikan dengan baik dan
dipisahkan antara temuan yang rekomendasinya sudah tuntas
diselesaikan dengan temuan yang masih terbuka (yang
rekomendasinya belum atau belum seluruhnya ditindaklanjuti);
2. Tim pemantau tindak lanjut melakukan pemutakhiran tindak lanjut
atas saldo temuan yang belum ditindak lanjuti dan tindak lanjut yang
masih kurang. Pemutakhiran tersebut dilakukan sekali dalam
setahun dan dituangkan dalam sebuah berita acara yang
ditandatangani pimpinan objek pengawasan/mitra kerja dan tim
pemantau tindak lanjut.
- 97 -

B. Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut


Prosedur Pemantauan Tindak Lanjut meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:

1. Perencanaan
a. Lakukan kaji ulang terhadap Laporan Hasil Evaluasi termasuk
rencana tindak lanjut temuan, surat-surat berkaitan dengan
proses tindak lanjut atau informasi lainnya dari pihal objek
pengawasan/mitra kerja, atau dari pihak auditor sebelumnya.
Perhatikan rekomendasi yang seharusnya sudah ditindak lanjuti
pada periode sebelumnya, tetapi kenyataannya belum
dilaksanakan. Pemeriksa harus mempelajari kembali kertas kerja
pemeriksaan tindak lanjut sebelumnya;
b. Tentukan rekomendasi yang berstatus dalam proses pelaksanaan
dan rekomendasi-rekomendasi mana yang belum jatuh tempo;
c. Tentukan pejabat atau orang yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tindak lanjut;
d. Tentukan bukti-bukti apa saja yang diperlukan untuk menilai
pelaksanaan tiap rekomendasi;
e. Lakukan pembicaraan pada tingkat pusat sebelum melakukan
kunjungan ke lokasi guna mendapatkan informasi yang mutakhir
terutama yang berkaitan dengan temuan yang tindak lanjutnya
melibatkan kantor pusat;
f. Susun rencana pemeriksaan secara detail atau rinci per tiap
rekomendasi yang mencakup:
1) Apakah pemeriksaan dilakukan di tempat (on desk review) atau
di lapangan (on site review);
2) Apakah pengujian secara rinci atau tidak;
3) Apakah perlu dilakukan wawancara dan siapa saja yang akan
diwawancarai (format wawancara harus disiapkan sebelum ke
lapangan);
4) Jenis bukti apa saja yang perlu diuji.
- 98 -

g. Mintakan persetujuan dari penanggung jawab pemeriksaan atas


rencana kerja pemeriksaan tindak lanjut.

2. Pelaksanaan
a. Adakan pertemuan dengan pejabat yang berwenang dan jelaskan
sasaran, ruang dan proses pemeriksaan serta pelaporan hasil
pemeriksaan tindak lanjut;
b. Dapatkan bukti yang diperlukan sebagai hasil dilaksanakannya
tindak lanjut;
c. Nilai tindakan yang telah dilaksanakan apakah telah menjamin
tujuan rekomendasi yang disarankan;
d. Susun kertas kerja pemeriksaan;
e. Bicarakan hasil evaluasi dengan pihak objek pengawasan/mitra
kerja, terutama rekomendasi yang telah jatuh tempo namun belum
ada tindak lanjutnya, atau tidak lanjut yang tidak sesuai dengna
saran tindak lanjut yang telah disepakati semula;
f. Adakan analisis posisi masing–masing rekomendasi temuan hasil
evaluasi yaitu:
1) Telah dilaksanakan sesuai rekomendasi (dilengkapi bukti yang
cukup);
2) Sedang dalam proses pelaksanaan (disertai bukti dukungan);
3) Belum dapat dilaksanakan;
4) Tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu (temuan
teguran, dan dibicarakan dengan pihak pemeriksa yang
mendapatkan temuan).

Terdapat kriteria umum pelaksanaan tindak lanjut yakni sebagai


berikut:
a. Tanggung jawab pelaksana tindak lanjut temuan hasil evaluasi
harus ditetapkan secara jelas (disebutkan pejabat atau pegawai
tertentu) hal ini dapat dilihat pada:
- 99 -

1) Apakah pimpinan/manajemen sudah memerintahkan untuk


melakukan tindakan perbaikan dan bahwa pimpinan dapat
meyakinkan bahwa tindakan tersebut diyakini berkelanjutan?
2) Apakah tanggung jawab dan kegiatan petugas yang akan
memproses atau melakukan tindak lanjut telah ditentukan?
b. Tindakan yang diambil harus sesuai dengan rekomendasi.
1) Apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan apa yang
telah disetujui pada saat membahas temuan hasil pemeriksaan?
2) Apakah tindakan yang dilakukan cukup relevan, lengkap, dan
tepat waktu sesuai rekomendasi?
c. Tindakan yang diambil harus secara formal mendapat persetujuan
dan dimonitor oleh pimpinan atau pejabat berwenang.
1) Sudahkah pimpinan memberi persetujuan termasuk penentuan
jangka waktu pelaksanaan?
2) Apakah pimpinan atau pejabat yang berwenang menerima dan
mereviu perkembangan tindak lanjut?
d. Tindakan harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan pada rencana tindak lanjut.
1) Apakah pelaksanaan tindak lanjut telah selesai seluruhnya atau
hanya sebagian saja, sampai sat atau tanggal yang ditentukan
dalam rencana semula?
2) Apakah pimpinan atau pejabat yang berwenang menyetujui
perubahan jadwal penyelesaian tindak lanjut (jika ada
perubahan disertai alasan yang tepat)?
e. Tindakan yang dilakukan harus sejalan dengan dokumen atau
bukti yang nyata.
1) Apakah catatan, laporan dan file yang ada dilengkapi bukti yang
mendukung tindakan pelaksanaan yang telah ditetapkan?
2) Apaah tindakan yang telah diambil dapat diperkuat dengan
peninjauan fisik di lapangan atau pengamatan langsung?
- 100 -

Contoh kertas kerja pemeriksaan tindak lanjut


RINCIAN TEMUAN HASIL EVALUASI DINAS X LHP NO X TANGGAL X
Posisi Rencana Pelaksanaan Rekomendasi
(Nama/Judul LHE sumber data temuan)
Tanggal
Nomor Penggung Pelaksanaan
Rekomendasi Status
Temuan Jawab TL (Sesuai
Komitmen)
01/… … … (Nama …/… bulan
Pejabat tahun …
atau mulai -
petugas) smpai

Catatan Status
01 telah ditindak lanjuti
02 sedang dalam proses
03 tidak dapat ditindak lanjuti
- 101 -

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia 2013. Standar Audit Intern


Pemerintah Indonesia (SA-IPI). Jakarta: Asosiasi Auditor Intern Pemerintah
Indonesia.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 1993. PK. Pedoman


pelaksanaan pemeriksaan keuangan. Jakarta: Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 1996, Standar audit


Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP). Jakarta: Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 2009. Auditing (Edisi


Kelima). Bogor: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan,

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2008. Reviu kertas kerja


audit (Edisi Keempat). Bogor: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan,

BetterEvaluation. 2014. BetterEvaluation Rainbow Framework and Planning


Tool. <www.betterevaluation.org>

Fahrudin, M. 2014. Audit Intern. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.

Griffiths, P. 2005. Risk-based Auditing. Aldershot: Gower Publishing.

Guliling, Abdul Fattah, dkk. 1993. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan


Operasional. Jakarta : BPKP.

Messier, WF, Glover, SM, & Prawitt, DF. 2008. Auditing & Assurance
Services: A Systematic Approach (Sixth Edition). New York: McGraw-Hill.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun


2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

Peraturan Kepala BPKP Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penugasan Auditor


di Lingkungan BPKP.
- 102 -

Peraturan Kepala BPKP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pedoman


Pengelolaan Kinerja di Lingkungan BPKP Tahun 2015-2019.

Peraturan Kepala BPKP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis


BPKP Tahun 2015-2019.

Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian


dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-1240/K/SU/2010 tentang Pedoman


Kendali Mutu Pengawasan BPKP.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman


Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.09/2017 tentang Pedoman


Penerapan, Penilaian, dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.09/2010 tentang Standar


Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pedoman Kendali Mutu Audit Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian


Intern Pemerintah.

Purnama, Hendra, dkk. 2014. Komunikasi audit intern. Bogor: Pusdiklatwas


BPKP.

Reding, KF, Sobel, PJ, Anderson, UL, Head, MJ, Ramamoorti, A, Salamasick
M & Riddle, C. 2013. Internal Auditing: Assurance & Advisory Services
(Third Edition). Chicago: The Institute of Internal Auditors.

Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal (Standar)


- 103 -

Surat Edaran Sekretaris Utama BPKP Nomor SE-2146/SU/01/2017 Tahun


2017 tentang Pokok-Pokok Pelaporan Kinerja di Lingkungan BPKP Tahun
2017.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.

Anda mungkin juga menyukai