OLEH:
2023
LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA
1. TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau
otak (Rositha, 2013).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan(Saputra, 2017).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi
karena robekannya substansi alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak (Kosat, 2019).
Cedera kepala merupakan terjadinya gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa pendarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Secara umum
cedera kepala diklasifikasifan menurut skala Gasglow Coma Scale (GCS)
dikelompokkan menjadi tiga : (1) Cedera Kepala Ringan (GCS 13-15)
dapat terjadinya kehilangan kesadaran atau amnesia selama kurang dari 30
menit, tidak ada kontusio tengkorak, tidak adanya fraktur serebral,
hematoma (2) Cedera Kepala Sedang (GCS 9-12) hilangnya kesadaran
dan atau amnesia lebih dari 30 menit namun kurang dari waktu 24 jam,
bisa mengalami terjadinya fraktur tengkorak, (3) Cedera Kepala Berat
(GCS 3-8) dapat kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia apabila
lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial
6) Tulang ethmoid
Tulang ethmoid merupakan tulang yang berada dibelakang tulang
nasal beberapa tulang ethmoid adalah crista galli (proyeksi superior
untuk perletakan meningens).
Sedangkan tulang wajah meliputi ;
1) Bagian hidung
a) Tulang lakrimal
Tulang lakrimal merupakan tulang yang berbatasan dengan tulang
ethmoid dan tulang maksilla berhubungan duktus masolakrimal
sebagai saluran air mata
b) Tulang nasal
Tulang nasal merupakan tulang yang membentuk jembatan pada
hidung dan berbatas dengan tulang maksilla
c) Tulang konka nasal
Tulang karang hidung letak nya dalam rongga hidung bentuknya
berlipat-lipat.
d) Septum nasi
Sekat rongga hidung tulang tapis yan tegak
2) Tulang Rahang
a) Tulang maksilaris
Merupakan tulang rahang atas. Maksilaris didalamnya terdapat
lubang-lubang besaryang berisi udara, yang berhubungan dengan
rongga hidung.
b) Tulang zigomatikum
Merupakan tulang pipi yang berartikulasi dengan tulang frontal,
temporal dan oksipital.
c) Tulang platum
Merupakan tulang tulang langit-langit terdiri dari dua buah kiri dan
kanan.
d) Tulang mandibularis
Merupakan tulang rahang bawah, yang berartikulasi dengan tulang
temporang melalui prosesus kondilar.
e) Tulang Hioid
Tulang lidah ini terletak agak terpisah dari tulang-tulang wajah
yang lain. Terdapat dipangkal leher.
Anatomi Otak
a) Otak
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena otak merupakan
pusat computer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh
selaput otak dan tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam kavum
krani. Berat otak pada orang dewasa kira- kira 1400 gram, setengah
padat dan berwarna kelabu kemerahan. Otak dibungkus oleh tiga
selaput otak (meningen) dan dilindungi oleh tulang tengkorang. Otak
mengapung dalam suatu cairan untuk menunjang otak yang lembek
dan halus. Cairan ini bekerja sebagai penyerap goncangan akibat
pukulan dari luar kepala.
Selaput otak (meningen) adalah selaput yang membungkus otak
dari sumsum tulang belakang untuk melindungi struktur saraf yang
halus membawa pembuluh darah dan cairan sekresi serebrospinalis
memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang
belakang.
Sistem ventrikel terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang
berhubungan satu sama lain. Ke dalam rongga itu fleksus koroid
mengalirkan cairan liquor serebrospinalis. Fleksus koroid dibentuk
oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak tepi. Pada bagian piamater
membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan cairan serebrospinalis,
hasil sekresi fleksus koroid. Cairan ini bersifat alkali bening mirip
plasma.
Cairan serebrospinalis disalurkan oleh fleksus koroid kedalam
ventrikel yang ada dalam otak kemudian masuk ke dalam kanalis
sumsum tulang belakang, ke ruang subarakhnoid melalui ventrikularis.
Setelah melintasi seluruh ruangan otak dan sumsum tulang belakang
kembali ke sirkulasi melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis
superior.
Setelah meninggalkan ventrikel lateralis I dan II, cairan otak dan
sumsum tulang belakang menuju ventrikel III melalui foramen monroi
masuk ke ventrikel IV melalui aquadukus sivii. Cairan dialirkan ke
bagian medial foramen magendi, selanjutnya ke sisterna magma.
Cairan akan membasahi bagian-bagian dari otak dan cairan ini akan
diabsorbsi oleh vili-vili yang terdapat pada arakhnoid. Jumlah cairan
ini tidak tetap, berkisar antara 80-200 cc.
b) Serebrum
Serebrum atau otak besar mempunyai dua belahan yaitu hemisfer
kiri dan hemisfer kanan yang dihubungkan oleh massa substansia alba
yang disebut korpus kollosum. Tiap-tiap hemisfer meluas dari os
frontalis sampai ke os oksipitalis. Di atas fossa kranii anterior media
dan fossa kranii posterior. Hemifer dipisahkan oleh celah yang besar
disebut fisura longitudinalis serebi.
c) Korteks serebri
Korteks serebri adalah lapisan permukaan hemisfer yang disusun
oleh subtansian grisea. Korteks serebri berlipat- lipat, disebut girus,
dan celah di antara dua lekuk disebut sulkus (fisura). Beberapa daerah
tertentu dari korteks serebri telah diketahui memiliki fungsi spesifik.
Fisiologi Otak
7) Rinensefalon
Sistem limbik (lobus limbic atau rinensefalon) merupakan bagian
otak yang terdiri atas jaringan alokorteks yang melingkar sekeliling
hilus hemisfer serebri serta berbagai struktur lain yang lebih dalam
yaitu amigdala, hipokampus, dan nuclei septal. Rinensefalon berperan
dalam fungsi penghidu, perilaku makan, dan bersama dengan
hipotalamus berfungsi dalam perilaku seksual, emosi takut, dan marah,
serta motivasi.
Rangsangan sistem limbik menimbulkan efek otonom terutama
perubahan tekanan darah dan pernafasan. Di duga efek otonom ini
merupakan bagian dari fenomena kompleks seperti respon, emosi, dan
perilaku. Rangsangan nukleus amigdaloid menimbulkan gerakan
mengunyah dan menjilat serta aktivitas lainnya yang berhubungan
dengan makan. Lesi amigdala menimbulkan hiperpagia.
8) Hipotalamus
Bagian terbesar dari otak terletak di bagian ventral dari talamus,
di atas kelenjar hipofisis, dan membentuk dasar dari dinding lateral
ventrikel III. Hipotalamus mempunyai beberapa nuklei, setiap nukleus
mempunyai tugas sendiri-sendiri dalam mengatur fungsi internal
tubuh. Salah satu fungsi penting adalah mengatur keseimbangan
tubuh. Pada permuaan asal otak hipotalamus ditandai oleh struktur
khisma optikum, tubersinerium, dan korpora mamilaria.
Efek stimulasi hipotalamus terhadap sistem saraf simpatis
mengintegrasikan respons otonom dengan berbagi area aktivitas otak.
Pengaruh jalur saraf ini disalurkan melalui serat-serat difus yang
disalurkan melalui susunan vibra periventrikularis, vibra hipotalamus
dan fasikulus.
9) Mesensefalon
Adalah bagian otak yang terletak di antara pons varoli dan
hemisfer serebri. Bagian dorsal mempunyai tonjolan yang disebut
korpora quadrigemina dan terdiri dari dua kolikulus superior yang
berhubungan dengan sistem penglihatan dan dua kolikulus inferior yan
berhubungan dengan sitem pendengaran.
10) Pons varoli
Dalam pons varoli aquadukus silvii semakin ke bawah semakin
lebar membentuk ventrikel IV. Dinding lateral atas pons dibentuk oleh
brakium konjungtivum dan brakium pontis yang berhubungan dengan
mesensefalon dan pons varoli dengan serebelum. Dasar dari pons
varoli dibentuk oleh traktus piramidalis, nukleipons varoli dan saraf
pons. Bagian tengah pons terdapat pusat nervus trigeminus (saraf V),
nuklei nervus VI, VII dan VIII.
C. ETIOLOGI/ PREDISPOSISI
Penyebab utama terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan
turun turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Didefenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara
paksa)(Saputra, 2017). Penyebab dari cedera kepala adalah adanya
trauma pada kepala meliputi trauma olehbenda/ serpihan tulang yang
menembus jaringan otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke
otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada
otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma
akibat persalinan.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika
yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal
dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas
tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada
substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera
primer biasanya vokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson
difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan
oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada
kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam,
percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan
fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan
serabut saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma
menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik
dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan
hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi
menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya
iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder
disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,
pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma
saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala
neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
F. PATWAY
(Kosat, 2019)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif. 4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi
cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema,
perdarahan dan trauma.
4. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent
Tengkorak maupun thorak.
5. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
6. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
7. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial (Sari, 2019).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak.
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai
berikut;
a. Non pembedahan
Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial
Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan
ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang
dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial.
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
Mengatasi subdural atau epidural hematoma
Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
Mengobati hidrosefalus(Saputra, 2017).
c. Penatalaksanaan Keperawatan
Menjamin kelancaran jalan nafas dan kontrol vertebra cervicalis
Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
Mempertahankan sirkulasi stabil
Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya dekubitus
Mengelola pemberian obat sesuai program (Kosat, 2019).
Rencana Keperawatan
Hari/ No
Tanggal DX Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
I Setelah dilakukan a. Monitor tekanan a. Mengetahui
asuhan keperawatan perfusi serebral adanya TIK
selama 3 x 24 jam, b. Catat respon b. Mengetahui
diharapkan suplai pasien terhadap adanya gangguan
aliran darah ke otak stimulasi dalam merespon
lancar dengan kriteria c. Monitor tekanan c. Mengetahui
hasil : intracranial besar dan durasi
1. Mendemonstrasikan pasien dan terjadinya TIK
status sirkulasi yang respon d. Mengetahui
ditandai dengan neurology jumlah
a. Tekanan systole terhadap pengeluaran
diastole dalam aktivitas cairan
rentang yang d. Monitor jumlah serbrospinal
diharapkan drainage e. Mengetahui
b. Tidak ada ortostatik cairanserebrospi keseimbangan
hipertensi nal cairan tubuh
c. Tidak ada tada-tanda e. Monitor intake f. Mengetahui
peningkatan tekanan dan output adanya tanda
intracranial (tidak cairan infeksi
lebih dari 15 mmHg) f. Monitor suhu g. Mencegah
2. Mendemonstrasikan dan angka WBC infeksi
kemampuan kognitif g. Kolaborasi h. Mencegah TIK
yang ditandai pemberian i. Meningkatkan
dengan antibiotic kenyamanan dan
a. Berkomunikasi h. Posisikan pasien istirahat
dengan jelas dan pada posisi
sesuai dengan semifowler
kemampuan i. Minimalkan
menunjukan stimulasi dari
perhatian, lingkungan
konsentrasi dan
orientasi memproses
informasi membuat
keputusan dengan
benar
3. Menunjukan fungsi
sessori motori
cranial yang utuh :
Tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan – gerakan
involunter
II Setelah dilakukan NIC Label: a. Untuk
asuhan keperawatan Manajemen Nyeri mengetahui
selama 3x24 jam a. Lakukan tingkat nyeri
diharapkan nyeri dapat pengkajian yang dialami
tertangani nyeri secara pasien
Dengan Kriteria hasil komprehensif b. Untuk
NOC Label : b. Gali faktor- mengetahui
Tingkat Nyeri faktor penurun penyebab nyeri
a. Tidak melaporkan dan pemberat dan cara
nyeri nyeri menangani nyeri
b. Tidak menggosok c. Berikan c. Meningkatkan
area yang terdampak informasi pemahaman
c. Ekspresi wajah tidak mengenai mengenai nyeri
menahan nyeri nyeri, penyebab dan
d. Dapat nyeri, lama penanganannya
beristirahat nyeri akan d. Agar pasien
dirasakan, serta dapat mengenali
penanganan nyeri dan cara
nyeri penanganan yang
d. Dorong pasien tepat
memonitor dan e. Untuk
menangani menurunkan
nyeri nyeri secara
e. Berikan pasien efektif
penurun nyeri f. Untuk membantu
sesuai mengurangi nyeri
peresepan g. Untuk
analgesic mengurangi
f. Dukung penggunaan obat
istirahat/tidur analgesic
yang adekuat
untuk
membantu
penurunan
nyeri
g. Ajarkan
penggunaan
teknik non
farmakologi
III Setelah dilakukan NIC Label 1. Manajemen Jalan
asuhan keperawatan 1. Manajemen Nafas
selama 3 x 24 jam Jalan Nafas Untuk memberikan
diharapkan pola nafas a. Posisikan rasa nyaman pada
kembali efektif pasien untuk pasien saat
Dengan Kriteria Hasil: memaksimalkan bernafas
NOC Label ventilasi Untuk
1. Status pernafasan b. Melakukan menghilangkan
Normal penyedotan lender
Dengan kriteria lender jika Untuk mengetahui
hasil : diperlukan suara nafas pasien
a. Frekuensi nafas c. Auskultasi Membantu pasien
18- 24 x suara nafas, dalam pemberian
permenit catat area yang brokondilator
b. Irama pernafasan ventilasinya untuk melegakan
vesikuler menurun atau pernafasan.
c. Jalan nafas tidak ada dan Untuk memantau
pasien paten adanya suara pernafasan pasien
tambahan
d. Kelola
pemberian
bronkodilator
e. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
IV Setelah dilakukan NIC Label :
tindakan keperawatan Perlindungan
selama 3x 24 jam Infeksi
diharapkan infeksi a. Monitor adanya a. Untuk
tidak terjadi tanda dan mengetahui
Dengan kriteria hasil: gejala infeksi adanya infeksi
NOC Label :integritas sistemik dan b. Mengetahui
jaringan : kulit & lokal sumber infeksi
membran mukosa b. Monitor c. Mencegah
a. Integritas kulit tidak kerentanan adanya infeksi
terganggu terhadap d. Mengetahui
b. Suhu kulit tidak infeksi adanya tanda
terganggu c. Periksa kondisi gejala infeksi
c. Elastisitas kulit tidak setiap sayatan e. Menccegah
terganggu atau bedah terjadinya luka
d. Tidak ada lesi pada d. Mengetahui f. Mencegah
kulit adanya terjadinya luka
e. Tidak ada jaringan perubahan dekubitus
parut pada kulit warna kulit. g. Mencegah
f. Tidak terjadi e. Mencegah infeksi
nekrosis terjadinya h. Meningkatkan
gesekan yang pemenuhan
keras yang cairan tubuh
dapat i. Meningkatkan
menyebabkan kenyamanan dan
lecet/luka. sistem imun
f. Cegah
penekanan
kain/kerutan
pakaian yang
dapat
menyebabkan
kemerahan,
lecet/luka.
g. Berikan
perawatan kulit
yang tepat.
h. Anjurkan
asupan cairan
dengan tepat.
i. Anjurkan
istirahat.
D. EVALUASI
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian
hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan
intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika
diperlukan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Ada 2
komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu
Proses Formatif dan hasil sumatif. Proses Formatif berfokus pada aktivitas
dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan, evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan dilaksanakan dan terus menerus dilaksanakan sampai tujuan
tercapai.
Hasil sumatif berfokus pada perubahan prilaku/status kesehatan pasien
pada akhir tindakanperawatan pasien, tipe ini dilaksanakan pada akhir
tindakan secara paripurna. Disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara objektif oleh
pasien setelah diberikan implementasi keperawatan
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjek dan objektif
apakah telah tertasi, teratasi sebagian atau belum teratasi
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan
tujuan tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan
perubahan sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan,tujuan tercapai
sebagian apabila jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria
hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali (Abdul &
Sjahranie, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : 01 Mei 2023
B. Tanggal Pengkajian : 01 Mei 2023
C. Jam Pengkajian : 09.30 Wita
D. CM : 02.13.78
E. Sumber Data : Primer (Pasien dan keluarga),
Sekunder (Rekam medis)
F. Identitas
1. Identitas klien
Nama :Nn. AD
Umur : 26 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : BTN Dawas Indah Permai Blok B/4
Status Pernikahan : Belum menikah
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Garis Pernikahan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah
Gangguan
perfusi jaringan
serebral
2. 01/05/23 Data Subyektif : Nyeri Akut
Pasien mengatakan jatuh Trauma Kepala
dari sepeda motor
karena menabrak anjing,
kepalanya sempat
terbentur di aspal namun Kompensasi
masih menggunakan tubuh yaitu
helm, kepalanya terasa vasodilatasi dan
sakit bradikardia
P : sakit kepala
Q : tertimpa benda berat
R : seluruh kepala Nyeri kepala
S:5
T : menetap
Data Obyektif : Nyeri Akut
Pasien tampak
memegangi kepalanya,
pasien tampak meringis
dan menahan nyeri
3. 01/05/23 Data Subyektif : Ketidakefektifan
Trauma Kepala
Pasien mengatakan nafas pola nafas
terasa berat dan susah
bernafas Kerusakan
Data Obyektif : jaringan
Respirasi pasien
28x/menit, pasien
nampak susah bernafas Penekanan
syaraf sistem
pernafasan
Perubahan pola
nafas
RR meningkat,
hiperupnea,
hiperventilasi
Ketidakefektifan
pola nafas
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.
Tgl Tgl
Dx Diagnosa Keperawatan Paraf
Muncul Teratasi
Kep
1. 01/05/23 Gangguan perfusi jaringan serebral 03/05/23
berhubungan dengan penurunan
konsentrasi dan suplai oksigen ke otak
2. 01/05/23 Nyeri akut berhubungan dengan agen 03/05/23
cedera fisik (trauma)
3. 01/05/23 Ketidakefektifan Pola nafas 03/05/23
berhubungan dengan hipoventilasi
V. IMPLEMENTASI
TGL Dx
VI. EVALUASI