HUKUM INTERNASIONAL
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
Case Study:
Kebijakan Ruang Udara Terbuka (Open Sky Policy) ASEAN adalah kebijakan liberalisasi
wilayah udara antar sesama anggota ASEAN. Kebijakan ini dikomitmenkan dalam Bali
Concord II tahun 2003. Tujuan dari kebijakan ini adalah (1) membangun satu pasar
penerbangan ASEAN, (2) mendorong penerbangan yang ramah lingkungan, dan (3)
meningkatkan keterlibatan dengan mitra dialog untuk mendorong konektivitas lebih besar.
Kebijakan Open Sky ASEAN (OSA) meminta kebebasan hak lalu lintas udara kelima yaitu
hak bagi maskapai penerbangan suatu negara anggota untuk mengambil penumpang atau
kargo dari negara lain dan membawanya ke negara ketiga
TUGAS:
1. Analisa apakah kebijakan open sky policy melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara?
2. Analisa apakah apakah ASEAN memiliki personalitas hukum untuk menyusun perjanjian
internasional dan memberlakukan perjanjian internasional tersebut kepada semua negara
anggotanya!
JAWABAN:
1. ASEAN Open Sky Policy merupakan kebjiakan untuk membuka wilayah udara antar
sesama anggota negara ASEAN. Singkatnya, ini tidak lain merupakan bentuk liberalisasi
angkutan udara yang telah menjadi komitmen kepala negara masing-masing negara
anggota dalam Bali Concord II yang dideklarasikan pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN tahun 2003. ASEAN Open Sky Policy rencananya akan diimplementasikan
secara bertahap yang ditentukan dalam protokol-protokol yang tertuang dalam ASEAN
MAAS. Implementasi dari protocol ini mencakup hak akses pasar berikut:
• Protokol 1 - Hak Lalu Lintas Tidak Terbatas Ketiga dan Keempat di Sub-Wilayah
ASEAN.
• Protokol 2-Hak Kelima Tidak Terbatas untuk Kebebasan Lalu Lintas di Sub-
Wilayah ASEAN.
• Protokol 3 -Ketiga dan Hak Lalu Lintas Tidak Terbatas Keempat Antar Sub-
Wilayah ASEAN.
• Protokol 4 -Hak Tidak Terbatas Kelima untuk Kebebasan Lalu Lintas Antar Sub-
Kawasan ASEAN.
• Protokol 5 -Hak Lalu Lintas Tidak Terbatas Ketiga dan Keempat Antara Kota-
Kota Besar ASEAN
• Protokol 6 -Hak Tidak Terbatas Kelima untuk Kebebasan Lalu Lintas Antar- kota-
kota ASEAN.
Kebijakan liberalisasi ruang udara ASEAN diratifikasi oleh Indonesia melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Pengesahan
ASEAN Multilateral Agreement on Air Transport Services, Kepres No. 12 tahum 2016
yang meratifikasi perjanjian yang berlaku di Indonesia khusus protocol 1 (kebebasan hak
lalu lintas udara ketiga dan keempat tanpa batas di dalamnya (Negara Anggota ASEAN)
dan untuk protokol 2 yang mengesahkan kebebasan kelima.Sesuai keputusan Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan No. 480/2012, pemerintah
Indonesia menyatakan memiliki roadmap berbeda dengan ASEAN. Keputusan ini
diumumkan untuk mempersiapkan maskapai penerbangan dan bandara untuk
ditingkatkan. Apalagi, Indonesia kemungkinan besar akan mematuhinya rencana
liberalisasi secara bertahap. Jelaslah bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil
langkah demi langkah untuk memungkinkan maskapai asing untuk beroperasi penuh di
Indonesia.
Jika dihubungkan dengan konsep kedaulatan yang menurut dalil Hukum Romawi
berbunyi “Cujus est solum, ejus est usque ad coelom”, yang artinya barang siapa
mengasai tanah dengan demikian juga memiliki segala-galanya yang berada di atas
permukaan tanah tersebut sampai kelangit dan segala apa yang berada di dalam tanah.
Sebagaimana yang diketahui menurut hukum internasional wilayah negara terdiri dari tiga
matra yaitu darat, laut dan udara. Jika wilayah laut merupakan perluasan dari wilayah
daratan, wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah negara di darat dan
laut. Sehingga wilayah atau territorial yang merupakan unsur yang sangat penting dan
harus dimiliki oleh suatu negara. Teritorial ruang udara dianggap penting karena dianggap
strategis untuk meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Hal ini tertuang dalam Article 1
of the 1944 Chicago Convention yang menyatakan, “recognize the sovereign rights in the
territorial airspace of a State, which reads: The contracting States Recognize that every
State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory.”
Lebih lanjut E. Saefullah Wiradipradja mengungkapkan, sifat universal dari pasal
tersebut terlihat dari penggunaan istilah “every states” untuk menyebut kedaulatan para
pihak pada ruang udara yang menunjukkan bahwa kedaulatan negara di ruang udara
dimiliki oleh semua negara. Bukan hanya negara peserta konvensi saja, tetapi juga
negara di luar konvensi. Pasal itu menunjukan Ruang udara suatu negara sepenuhnya
tertutup bagi pesawat udara asing, baik sipil maupun militer. Hanya dengan izin dari
negara kolong terlebih dahulu, baik melalui perjanjian bilateral maupun multilateral,
maka ruang udara suatu negara dapat dilalui oleh pesawat udara asing. Negara
kemudian mengatur dalam hukum nasionalnya bagaimana mengukuhkan kedaulatan
negara atas ruang udara tersebut sebagai sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk pertahanan negara dan kemakmuran rakyat. Lebih lanjut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan merupakan perwujudan dari
kedaulatan Indonesia terhadap ruang udaranya, dengan Pasal 5 berbunyi: “Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan ekslusif atas wilayah udara Republik
Indonesia”. Dengan jelas dalam Pasal 6 berikutnya tanggung jawab pemerintah terhadap
kedaulatan atas wilayah udara menerangkan: “Dalam rangka penyelenggaraan
kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah
melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk
kepentingan penerbangan perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara,
sosial budaya, serta lingkungan udara”.
Ditinjau dari konsep kedaulatan ruang udara maka liberalisasi ruang udara ASEAN ini
tentu merupakan suatu potensi ancaman terhadap kedaulatan wilayah yang masuk melalui
koridor ruang udara. Potensi ancaman tersebut datang dari hak kebebasan di udara
(Freedoms of the Air) sebagai esensi dari Open Skies policy, yang memiliki implikasi
dengan bertambahnya jalur udara (airways) dan semakin padatnya arus lalu lintas (traffic)
yang melewati wilayah kedaulatan ruang udarasuatu negara. Dalam hal ini Indonesia
bereaksi dengan melakukan strategi-strategi yang diperlukan baik secara lingkup
domestik maupun internasional, untuk meminimalisir potensi ancaman terhadap wilayah
kedaulatan ruang udara sebagai konsekuensi penerapan kebijakan ASEAN Single Aviation
Market. Meski terdapat potensi ancaman, Open Skies policy ASEAN juga dapat
menghasilkan berbagai manfaat bagi kesejahteraan warga negara. Berdasarkan prinsip
kedaulatan Open Skies policy ASEAN tidaklah melanggar kedaulatan suatu negara,
karena sebelumnya negara pun telah memberikan izin untuk membuka ruang udaranya
melalui perjanjian bilateral maupun multilateral dalam hal ini Bali Concord II tahun
2003, sehingga ruang udara suatu negara dapat dilalui oleh pesawat udara asing
sebagai konsekuesi adanya kebijakan tersebut.
Sumber referensi:
• Heike. (n.a). Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Asean Open Sky Dan
Dampaknya Bagi Indonesia. Tersedia di
https://media.neliti.com/media/publications/14982-ID-tinjauan-hukum-
internasional-mengenai-asean-open-sky-dan-dampaknya-bagi-indonesi.pdf.
Sumber referensi: