Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342172330

ANALISIS INDIKATOR KETERCAPAIAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN MATA


PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN JENJANG PENDIDIKAN
MENENGAH

Article in JURNAL EKONOMI PENDIDIKAN DAN KEWIRAUSAHAAN · April 2019


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68

CITATIONS READS

2 943

1 author:

Wahidmurni Wahidmurni
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
24 PUBLICATIONS 51 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Wahidmurni Wahidmurni on 07 February 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Artikel dapat diakses melalui : https://journal.unesa.ac.id/index.php/jepk
Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan Vol. 7 No. 1 Hal 55-68
p-ISSN 2303-324X, e-ISSN 2579-387X

ANALISIS INDIKATOR KETERCAPAIAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN


MATA PELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN
JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH

Wahidmurni, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang


wahidmurni@pips.uin-malang.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah mengungkap kesenjangan rumusan kompetensi


sikap, pengetahuan dan ketrampilan dalam silabus mata pelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan sebagai fenomena dengan naskah indikator
ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan dan standar proses sebagai kriteria.
Desain penelitian Goal Oriented Evalution Model digunakan, dengan
menggunakan naskah Kurikulum mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan di SMA/MA/SMK/MAK Kurikulum 2013 Edisi Revisi
2016 sebagai sumber data penelitian. Analisis data dengan menerapkan
langkah analisis yang dikembangkan Youker et al., yakni dengan
menetapkan kriteria, standar, pengukuran dan sintesis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai-nilai sikap kepribadian dan sikap sosial
wirausaha tidak terumuskan dengan baik dalam naskah silabus; rumusan
kata kerja kompetensi pengetahuan seluruhnya mengunakan kata kerja
memahami padahal sebagian besar menuntut kompetensi kemampuan
berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi); dan
sebagian besar rumusan kata kerja kompetensi ketrampilan kurang tepat,
karena menggunakan kata kerja ranah pengetahuan. Implikasinya adalah
perlu adanya perbaikan rumusan kata kerja kompetensi yang tepat pada
naskah kurikulum, karena ini akan berimplikasi pada seluruh aspek
pembalajaran.
Kata Kunci: Kompetensi Sikap, Kompetensi Pengetahuan, Kompetensi
Ketrampilan, Nilai-nilai Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan.

ABSTRACT

This study aimed to reveal the gap in the formulation of attitude,


knowledge and skill competencies in the Crafting and Entrepreneurship
syllabus as phenomena with the indicators of achievement of
entrepreneurial values and process standards as criteria. The research
was designed with the Goal Oriented Evalution Model, using the
Curriculum of the Crafting and Entrepreneurship subject in SMA/ MA
/SMK/MAK 2016’s Revised Edition of Curriculum 2013 as the data
source. The data were analyzed by the analytical steps developed by
Youker et al., namely setting criteria, standards, measurements and
synthesis. The results showed that the values of entrepreneurial behavioral
attitudes and social attitudes were not well formulated in the syllabus; the
formulation of verbs of knowledge competencies uses the action verb ”to
understand” even though most of them require the use of verbs which train

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 55


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
the students’ High Order Thinking Skills (i.e. to analyze, to evaluate and to
create); and most of the formulations of the skills competency verb are
inappropriate, because they use the verb of the knowledge domain. The
study suggests necessary improvement in the formulation of appropriate
competency verbs in the curriculum because it will have implications for
all aspects of learning.
Keywords: Attitude Competence, Knowledge Competence, Skill
Competence, Entrepreneurship Values, Entrepreneurship Education.

PENDAHULUAN

Kewirausahaan dianggap sebagai sarana yang sangat penting bagi


kemakmuran suatu negara. Hal ini sangat disadari oleh banyak negara tentang
pentingnya menginternalisasikan dan membelajarkan pendidikan
kewirausahaan bagi warganegaranya. Hasil Seminar Inter-Regional yang
diselenggarakan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) di Thailand pada tahun 2008 telah
merekomendasikan pentingnya pendidikan kewirausahaan untuk membekali
peserta didik kemampuan untuk berinisiatif, bertanggungjawab, mengambil
resiko, kreatif, berinovasi, dan memiliki kemampuan berpikir di luar kotak.
Hal ini untuk mengantisipasi dan merespon perubahan masyarakat (UNESCO,
2008). Scott (2015) menyatakan ada kebutuhan kurikulum yang terbuka untuk
fokus pada interdisipliner, mengabung belajar secara informal dan formal
secara efektif. Mengatasi masalah, refleksi, kreativitas, berpikir kritis,
metakognisi, pengambilan risiko, komunikasi, kolaborasi, inovasi dan
kewirausahaan menjadi kunci kompetensi untuk hidup dan bekerja pada abad
dua puluh satu.
Dalam konteks pendidikan, kurikulum merupakan komponen penting
bagi berlangsungnya program pendidikan dan pembelajaran. Kurikulum
dijadikan sebagai pedoman bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum berisi seperangkat
rencana yang mengatur tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
pembelajarannya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003). Definisi ini menyiratkan
pentingnya kedudukan kurikulum sebagai acuan penyelenggaraan program
pendidikan, dengan mengacu pada kurikulum ini seluruh sumberdaya
pendidikan digerakkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Seperangkat tujuan pendidikan dalam kurikulum 2013 terumuskan dalam
ranah kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
ketrampilan. Ketiga ranah ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya,
dimana dalam proses pembelajarannya dicapai melalui pembelajaran langsung
untuk mencapai ranah pengetahuan melalui aktivitas ranah ketrampilan.
Selanjutnya dampak dari pembelajaran langsung ini akan terinternalisasi ranah
sikap yang dikenal dengan nilai-nilai karakter. Berkaitan internalisasi nilai-
nilai sikap, temuan penelitian (Graff, 2012) menunjukkan bahwa program
pendidikan karakter berjalan sukses pada sekolah tingkat menengah dan atas,
dan guru dapat secara efektif memasukkan nilai-nilai inti ke dalam kurikulum

56 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
sekolah. Lickona (2001) mendefinisikan karakter secara komprehensif dengan
memasukkan pemikiran (pengetahuan), perasaan, dan perilaku.
Namun demikian, hasil penelitian Wardoyo & Mangifera (2016)
terhadap mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Bandung, dan
Surakarta menunjukkan kurikulum dan model pembelajaran tidak mendukung
tumbuhnya intensi berwirausaha mahasiswa, padahal intensi berwirausaha
mereka besar, sehingga hanya sebagian kecil saja mahasiswa yang memulai
membuka usaha. Analisis Winarno (2009) terhadap naskah kurikulum mata
pelajaran Kewirausahaan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menunjukkan sedikit sekali muatan pengembangan sikap kewirausahaan dan
sebagian besar muatan kurikulum terkait dengan ketrampilan berbisnis. Bahkan
penggunaan metode ceramah lebih dominan, sedangkan metode diskusi dan
penugasan jarang digunakan. Implikasinya adalah sikap kewirausahaan siswa
belum terbentuk dengan baik.
Demikian halnya proses pendidikan Kewirausahaan pada sekolah
menengah kejuruan pada kurikulum 2013 dalam persektif guru dan sekolah
ditemukan tidak ada perbedaan yang sigifikan dengan proses pendidikan
Kewirausahaan pada era KTSP (Winarno 2015). Hal ini terjadi karena guru
masih beradaptasi dengan silabus Kurikulum 2013 yang belum terstandar.
Dalam prakteknya, para guru menilai prakarya yang diajarkan kurang relevan
dengan bidang keahlian yang ditawarkan di sekolah. Lebih-lebih sekolah juga
dihadapkan oleh minimnya fasilitas, dan rata-rata sekolah tidak menetapkan
kebijakan khusus untuk mengimplementasikan mata pelajaran tersebut.
Hal demikian mungkin berbeda dengan muatan pada Kurikulum 2013
edisi revisi 2016 pada naskah kurikulum mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan. Hal ini dapat terjadi, karena kurikulum edisi revisi merupakan
kurikulum yang dikembangkan berdasar kelemahan-kelemahan pada
kurikulum edisi sebelumnya. Pengkajian isi kurikulum kewirausahaan
merupakan suatu hal yang penting, karena pendidikan kewirausahaan terbukti
mampu untuk memotivasi para peserta didik untuk berani memulai bisnis start
up. Pentingnya pendidikan Kewirausahaan untuk meningkatkan motivasi
berwirausaha didukung temuan penelitian Aprilianty (2012) yang
menunjukkan bahwa pengetahuan kewirausahaan dan kepribadian wirausaha
berpengaruh positif signifikan terhadap minat berwirausaha. Ini berarti minat
menjadi wirausaha dapat diprediksi dari penguasaan pengetahuan dan nilai-
nilai kepribadian wirausaha yang dimiliki oleh para siswa. Hasil uji regresi
Wahidmurni (2013) menunjukkan terdapat pengaruh simultan positif signifikan
dari ketiga ranah hasil belajar (kognitif, afektif dan psikomotor) pendidikan
kewirausahaan pada pembentukan watak wirausaha mahasiswa. Temuan-
temuan penelitian semacam ini memperkokoh pentingnya kehadiran mata
pelajaran Kewirausahaan di sekolah.
Temuan penelitian lainnya, misalnya Seun et al. (2017) mengungkapkan
pendidikan kewirausahaan berperan sebagai variabel moderator yang lebih
tinggi terhadap motivasi (motif intrinsik dan ekstrinsik) berwirausaha
mahasiswa. Motivasi berwirausaha berpengaruh positif signifikan terhadap
kesiapan kearah bisnis start-up baru. Motif ekstrinsik memiliki pengaruh yang
lebih tinggi untuk memulai bisnis start-up baru para mahasiswa, motif
intrinsik juga penting untuk mendapatkan rezeki dari usaha bisnis baru.

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 57


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
Pentingnya menumbuhkan motivasi untuk berwirausaha bagi siswa, didukung
oleh temuan (Wahidmurni,2017) yang menunjukkan bahwa niat menjadi
seorang pengusaha sangat dipengaruhi oleh kesadaran motif mencari
keuntungan dan kebebasan berekspresi. Kesadaran ini tumbuh karena
kemampuannya membaca dan memanfaatkan peluang bisnis, selanjutnya
menjadikan pengusaha muda menjadi lebih inovatif dan mengilhaminya untuk
memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Dengan demikian, tantangannya
adalah bagaimana mendesain kurikulum yang mampu menginternalisasikan
nilai-nilai kewirausahaan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan
secara optimal pada diri peserta didik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kesenjangan yang terjadi


antara serangkaian kompetensi yang ada pada naskah kurikulum matapelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan yang memuat kompetensi sikap, pengetahuan dan
ketrampilan sebagai fenomena dengan naskah indikator ketercapaian nilai-nilai
kewirausahaan sebagai kriteria. Kesenjangan antara nilai-nilai sikap yang
tertuang pada naskah kegiatan pembelajaran dalam silabus yang dikembangkan
oleh pemerintah sebagai fenomena dengan nilai-nilai sikap yang tertuang
dalam naskah indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan sebagai kriteria.

Tabel 1. Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan


No. Nilai-Nilai Indikator Ketercapaian Individu
Kewirausahaan
1. Mandiri a. Melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi kewajibannya
b. Tidak bergantung pada orang lain
2. Kreatif a. Mengajukan pendapat yang berkaitan dengan tugas
pokoknya
b. Mengemukakan gagasan baru
c. Mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
3. Berani mengambil a. Menyukai tugas yang menantang
resiko b. Berani menerima akibat dari perbuatannya sendiri
4. Berorientasi pada a. Mewujudkan gagasan dengan tindakan
tindakan b. Senang berbuat sesuatu
5. Kepemimpinan a. Terbuka terhadap saran dan kritik
b. Bersikap sebagai pemimpin dalam kelompok
c. Membagi tugas dalam kelompok
d. Menjadi role model
6. Kerja keras a. Mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukan
b. Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar
c. Selalu fokus pada pekerjaan atau pelajaran
7. Konsep Memahami konsep-konsep dasar kewirausahaan
8. Skill/Ketrampilan a. Mampu mengidentifikasi peluang usaha
b. Mampu mengalisis secara sederhana peluang berserta
resikonya
c. Mampu merumuskan dan merancang usaha bisnis
d. Mampu berlatih membuka usaha baru secara berkelompok
atau individu dengan berorientasi pada profit

58 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
Nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha yang dikembangkan oleh
Pusat Kurikulum (2010) ke dalam indikator ketercapaian nilai-nilai
kewirausahaan pada jenjang pendidikan menengah mengandung 6 nilai pokok
dari 17 nilai pokok, dimana 11 nilai pokok sebelumnya ditargetkan dicapai
pada jenjang pendidikan dasar. Keenam nilai pokok yang dimaksud adalah: (1)
mandiri, (2) kreatif, (3) berani mengambil resiko, (4) berorientasi pada
tindakan, (5) kepemimpinan, dan (6) kerja keras. Adapun kesebelas nilai pokok
yang ditargetkan dicapai pada jenjang pendidikan dasar adalah: (1) jujur, (2)
disiplin, (3) inovatif, (4) tanggung jawab, (5) kerja sama, (6) pantang menyerah
(ulet), (7) komitmen, (8) realistis, (9) rasa ingin tahu, (10) komunikatif, dan
(11) motivasi yang kuat untuk sukses.
Indikator ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan yang ditetapkan sebagai
kriteria dalam penelitian ini dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Kementerian
Pendidikan Nasional pada tahun 2010, tersaji dalam Tabel 1.
Pemetaan kesenjangan ini penting untuk diungkap sebagai bahan
masukan untuk melakukan revisi kurikulum berikutnya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, digunakan metode penelitian evaluasi program dengan desain
Goal Oriented Evalution Model, yang dikembangkan oleh Tyler (dalam
Jaedun, 2010), yakni dengan menjadikan tujuan dari suatu program yang sudah
ditetapkan sebelum program tersebut dimulai sebagai obyek penelitian.
Langkah analisis mengikuti langkah analisis yang digunakan Youker et al.
(2016) yakni, menetapkan dengan menetapkan kriteria, standar,
pengukuran/observasi dan sintesis. Secara rinci langkah analisisnya adalah: (1)
menetapkan kriteria, yakni mencakup ketepatan dalam merumuskan kata kerja
ranah sikap, ranah pengetahuan, dan ranah ketrampilan; (2) standar yang
digunakan adalah rumusan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha yang
dikembangkan oleh Pusat Kurikulum tahun 2010 dan Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 (3) pengukuran/
observasi dilakukan dengan cara memeriksa rumusan-rumusan kompetensi dan
rumusan kegiatan yang terkait dengan kegiatan pembelajaran, dan
membadingkannya dengan standar yang digunakan untuk penilaian, (4) sintesis
dilakukan dengan memprofilkan setiap kriteria dan menarik satu kesimpulan
evaluatif pada masing-masing kriteria.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan kurikulum mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di


SMA/MA/SMK/MAK adalah membekali siswa agar memiliki kemampuan
untuk membuat produk prakarya yang memiliki nilai jual pada skala dami,
dengan cara memahami dan membandingkan berbagai desain karya,
mengidentifikasi, dan mendeskripsikan proses pembuatan karya, membuat dan
memodifikasi karya dalam konteks kearifan lokal secara detail dan bernilai
jual. Arahnya pada pengembangan produk dengan menggunakan teknologi
tepat guna skala home industry dengan wawasan kewirausahaan agar dapat
mandiri secara ekonomi.
Pada naskah Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016 mata pelajaran ini
dirancang untuk membekali peserta didik untuk memiliki sikap, pengetahuan

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 59


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
dan ketrampilan yang berkaitan dengan kemampuan mengembangkan produk
yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis. Selanjutnya ketiga aspek
dikembangkan dalam silabus dengan rincian berikut:

Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan dari Aspek Sikap


Kompetensi inti sikap Kurikulum 13 dirumuskan dalam dua katagori,
yakni (1) sikap spiritual dengan rumusan menghargai dan menghayati ajaran
agama yang dianutnya, dan (2) sikap sosial dengan rumusan menghargai dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
(Kemendikbud,2016). Rumusan lain yang terdapat dalam naskah kurikulum
adalah sikap kreatif, rasa kepedulian, ingin tahu, rasa keindahan, cekatan,
ekonomis dan praktis. Dengan demikian terdapat dua belas rumusan sikap
sosial yang dicapai dalam pembelajaran.
Rumusan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha yang dikembangkan
oleh Pusat Kurikulum (2010) yang hendak dicapai oleh peserta didik setelah
menempuh mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan pada jenjang
pendidikan menengah adalah: (1) mandiri, (2) kreatif, (3) berani mengambil
resiko, (4) berorientasi pada tindakan, (5) kepemimpinan, dan (6) kerja keras.
Dari keenam rumusan tersebut hanya satu rumusan yang ditemukan dalam
keduabelas rumusan sikap sosial yang tertulis pada naskah silabus mata
pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, yakni sikap kreatif (Kemendikbud,
2016). Untuk itu perlu memasukkan nilai-nilai wirausaha secara tersirat dalam
rumusan sikap dalam naskah kurikulum beserta silabusnya. Lebih-lebih jika
nilai-nilai wirausaha dijadikan landasan dalam praktek pendidikan dan
pembelajaran di sekolah.
Nilai-nilai kepribadian wirausaha penting lainnya mungkin perlu digali
dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Nilai-nilai
kepribadaian tersebut adalah toleran terhadap risiko dan ketidakpastian,
memiliki visi, kapasitas memberi inspirasi, kreativitas, pengendalian diri,
kepercayaan diri, energi/semangat tinggi, pengawasan internal yang tegas,
tabah dan gigih, proaktif, terdorong mandiri, fleksibel, kemampuan belajar,
komitmen terhadap sesama (Sapir et al., 2014).
Welsh, D.H.B., & Drăguşin (2011) menyimpulkan bahwa tidak terdapat
konsensus tentang apa dan bagaimana cara terbaik dalam membelajarkan
kewirausahaan, tetapi secara umum diterima bahwa konten dan pedagogik
seharusnya menargetkan tiga karakteristik utama dari seorang pengusaha dan
inovator, yakni pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Hal demikian
sesungguhnya sudah menjadi pertimbangan dalam merumuskan tujuan dari
setiap mata pelajaran dalam kurikulum, yakni adanya tiga ranah/domain yang
dicapai, yakni ranah sikap, ranah pengetahuan dan ranah ketrampilan. Hanya
saja praktik pembelajarannya seringkali yang kurang sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Sebagai contoh temuan penelitian Winarno (2009) terhadap
proses pembelajaran kewirausahaan di SMK menunjukkan bahwa metode
pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah, di samping
metode penugasan untuk menjual produk dan kegiatan pengamatan sesekali
waktu digunakan karena terbatasnya waktu pembelajaran.

60 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih
adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi
pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk melakukan
aktivitas tersebut. Untuk itu saran King et al. (1997) perlu dipertimbangkan,
bahwa pembelajaran kooperatif dan kegiatannya melibatkan tugas-tugas yang
menantang, ternyata efektif meningkatkan ketrampilan berpikir. Aktivitasnya
dapat berupa diskusi kelompok, bimbingan teman sejawat, dan umpan balik
diberikan secara langsung, spesifik dan korektif. Strategi pembelajaran dan
lingkungan belajar yang tepat dapat memfasilitasi pertumbuhan peserta didik
dalam hal ketekunan, intropeksi diri, sikap terbuka, dan fleksibel. Ini berarti
bahwa, pemilihan strategi, metode dan teknik pembelajaran yang tepat oleh
guru dalam melaksanakan pembelajaran langsung; dapat berdampak pada
tercapainya nilai-nilai sikap wirausaha.
Tiga tahapan model pembelajaran Kewirausahaan yang ditawarkan Sapir
et al. (2014) adalah: (1) menanamkan nilai sosial dan nilai kepribadian individu
wirausaha, (2) menginternalisasikannya dalam aksi dan tindakan berwirausaha,
dan (3) mewujudkan perilaku tindak nyata berwirausaha ke dalam
(intrapreneurship) dan ke luar perusahaan (entrepreneurship). Namun
demikian, hal terpenting adalah peran semua staf sekolah (guru, karyawan dan
pihak manajemen) dalam menanamkan nilai-nilai wirausaha, atau setidaknya
ada model dari sebagian staf sekolah yang menjadi wirausaha sukses untuk
menjadi model bagi para siswa. Hal ini sebagaimana di ungkapkan Lickona
(2001) bahwa tanggung jawab untuk pemodelan dan mempromosikan karakter
adalah seluruh staf sekolah.
Saran-saran tersebut sebenarnya sudah dirumuskan dengan baik dalam
Kurikulum 13 bahwa, kompetensi sikap spiritual dan sosial diinternalisasikan
kepada peserta didik melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching)
yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, juga melalui kegiatan
pembelajaran. Untuk itu, pendekatan saintifik dirumuskan dalam setiap
kegiatan pembelajaran dalam silabus mata pelajaran, dan model-model
pembelajaran yang direkomendasikan untuk digunakan adalah pembelajaran
berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan dan
penyelidikan, dan pembelajaran kooperatif. Hanya saja dalam prakteknya
masih perlu upaya perbaikan terus menerus, sebagaimana temuan Winarno
(2009) adanya kekurangtepatan dalam menerapkan metode pembelajaran
dalam pembelajaran Kewirausahaan.

Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan dari Aspek


Pengetahuan
Rumusan kompetensi dasar aspek pengetahuan dalam naskah kurikulum
mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di kelas X, XI, dan XII dalam
aspek kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan dapat diringkas dalam
Tabel 2.
Materi pokok yang dikaji dalam mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan pada setiap kelasnya adalah sama, yakni mencakup:
perencanaan usaha, sistem produksi, perhitungan biaya produksi, pemasaran,
dan proses evaluasi kegiatan usaha, kecuali untuk di kelas X diperkenalkan

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 61


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
materi pokok karakteristik kewirausahaan. Perbedaan hanya terdapat pada isi
dari aspek jenis kerajinan prakarya yang dipelajari, yakni: kerajinan dengan
inspirasi budaya lokal non benda dan kerajinan dengan inspirasi artefak/objek
budaya lokal untuk kelas X; kerajinan dari bahan limbah bahan kertas dan
kerajinan dari bahan limbah berbentuk bangun ruang untuk kelas XI, dan
kerajinan yang berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan lingkungan
sekitar/pasar lokal, dan kerajinan berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan
pasar global untuk kelas XII.

Tabel 2. Kompetensi Aspek Pengetahuan


Konsep/Pengetahuan
Kompetensi pengetahuan yang terumus di kelas X, XI, dan XII:
1. Memahami karakteristik kewirausahaan
2. Memahami perencanaan usaha
3. Memahami/menganalisis sistem produksi
4. Memahami perhitungan biaya produksi (Harga Pokok Produksi/HPP)
5. Memahami pemasaran
6. Memahami/menganalisis proses evaluasi kegiatan usaha
7. Memahami perencanaan usaha
8. Memahami/menganalisis sistem produksi
9. Memahami perhitungan biaya produksi (Harga Pokok Produksi)
10. Memahami cara pemasaran
11. Memahami/menganalisis proses evaluasi hasil kegiatan usaha

Ada dua belas silabus yang dirumuskan dalam naskah kurikulum,


masing-masing kelas terdiri atas 4 aspek yakni kerajinan, rekayasa, budidaya,
dan pengolahan, hal ini yang menyebabkan terjadinya rumusan kata kerja
berbeda dalam kompetensi pada materi pokok yang sama. Misalnya dalam
materi pokok sistem produksi, tertulis rumusan kompetensi dasarnya
memahami sistem produksi dan menganalisis sistem produksi. Demikian juga
rumusan kompetensi dasar dengan materi pokok evaluasi hasil kegiatan usaha,
terdapat dua rumusan yang berbeda yakni memahami menganalisis proses
evaluasi hasil kegiatan usaha dan menganalisis proses evaluasi hasil kegiatan
usaha.
Aspek/ranah pengetahuan yang harus dikuasai peserta didik terdiri atas
enam tingkatan yakni: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, hingga mencipta/mengkreasi. Aktivitas ini mencerminkan ranah
berpikir dari taxonomi Bloom yang direvisi Lorin Anderson dan David
Krathwohl dan secara eksplisit digunakan sebagai capaian pembelajaran dalam
ranah kognitif dalam kurikulum 2013 (Permendikbud No. 22/2016). Aktivitas
berpikir tersusun secara hirarkis, dan umumnya dikenal dengan istilah
cognitive 1 (C1) sampai dengan cognitive 6 (C6). Susunan hirarkisnya, C1
untuk mengingat (remembering), C2 untuk memahami (understanding), C3
untuk menerapkan (applying), C4 untuk menganalisis (analyzing), C5 menilai
(evaluating), dan C6 untuk mengkreasi (creating).
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagaian besar rumusan kata kerja
kompetensi dasar menggunakan kata memahami (C2) dan pada materi yang
sama juga tertulis kata menganalisis (C4) pada kasus (1) memahami/
menganalisis sistem produksi, dan (2) memahami/menganalisis proses evaluasi

62 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
hasil kegiatan usaha. Hal ini menunjukkan tidak adanya konsistensi penulisan
kata kerja dalam kompetensi dasar yang sama. Pemilihan kata kerja yang
digunakan dalam merumuskan kompetesi dasar merupakan hal yang sangat
penting, karena rumusan kata kerja kompetensi dasar akan menentukan kata
kerja operasional dalam merumuskan indikator pencapaian kompetensi,
mempengaruhi ruang lingkup materi yang akan dikembangkan, dan jenis
penilaian yang akan digunakan. Saran perbaikan untuk rumusan kata kerja
kompetensi dasar ranah kognitif tersaji pada tabel 3.

Tabel 3. Usulan Perubahan Rumusan Kata Kerja KD Pengetahuan


Rumusan Semula Rumusan Perubahan
Memahami karakteristik kewirausahaan Tetap
(C2)
Memahami perencanaan usaha (C2) Menyusun perencanaan usaha (C6)
Memahami/menganalisis sistem produksi Menganalisis sistem produksi (C4)
(C2/C4)
Memahami perhitungan HPP (C2) Menerapkan perhitungan HPP
(C3)
Memahami pemasaran (C2) Menganalis strategi pemasaran
(C4)
Memahami/menganalisis proses evaluasi Mengevaluasi kegiatan usaha (C5)
kegiatan usaha (C2/C4)

Berdasarkan usulan di atas, maka ciri berpikir tingkat tinggi atau higher
order thinking skills (HOTS) sudah terpenuhi, yakni dengan adanya kata kerja
ranah kognitif tingkat 4, 5 dan 6. Krathwohl (2002) menyimpulkan taksonomi
asli terdiri dari enam kategori, disusun dalam kerangka hirarkis kumulatif;
pencapaian berikutnya adalah keterampilan atau kemampuan yang lebih
kompleks, memerlukan pencapaian prestasi sebelumnya. King et al. (1997)
menyatakan HOTS melibatkan ketrampilan berpikir kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan kreatif. Ketrampilan ini dapat diperoleh peserta didik, jika
mereka dihadapkan pada masalah, ketidakpastian, pertanyaan-pertanyaan, dan
dilema.
Perolehan pengetahuan melalui aktivitas berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu cara untuk menginternalisasikan nilai-nilai wirausaha,
sebab kemampuan berpikir tingkat tinggi membutuhkan kemampuan berpikir
yang kreatif dan kerja keras. Kemampuan berpikir kreatif dan kerja keras
diperlukan peserta didik yang dihadapkan pada tantangan untuk memecahkan
masalah pembelajaran dengan berbagai alternatif pemecahan.

Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan dari Aspek


Ketrampilan
Rumusan kompetensi dasar aspek ketrampilan dalam naskah kurikulum
mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di kelas X, XI, dan XII dalam
aspek kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan dapat diringkas dalam
Tabel 4.

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 63


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
Tabel 4. Kompetensi Aspek Ketrampilan
Skill/Ketrampilan
Kompetensi ketrampilan yang terumus di kelas X, XI, dan XII:
Mengidentifikasi karakteristik wirausahawan berdasarkan keberhasilan dan
kegagalan usaha
Menyusun perencanaan usaha
Memproduksi kerajinan
Menghitung biaya produksi (HPP)
Memasarkan produk
Mengevaluasi hasil kegiatan usaha
Menyusun perencanaan usaha administrasi dan pemasaran
Memproduksi kerajinan kerajinan
Merumuskan hasil perhitungan biaya produksi (Harga Pokok Produksi)
Memasarkan hasil produk kerajinan
Mengevaluasi hasil kegiatan usaha

Rumusan kompetensi dasar aspek ketrampilan menggunakan kata kerja


mengidentifikasi, menyusun, memproduksi, menghitung, memasarkan, dan
mengevaluasi; padahal ranah keterampilan dalam Kurikulum 2013 diperoleh
melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik) mata pelajaran yang
diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan
proses pengamatan hingga penciptaan (Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah). Dengan demikian rumusan kata
kerja dalam kompetensi dasar ini harus disesuaikan, sebab kata kerja
mengidentifikasi, menyusun, menghitung, mengevaluasi merupakan kata kerja
kompetensi dasar ranah kognitif.
Aspek ketrampilan dalam kurikulum 2013 terbagi atas dua ketrampilan
yakni ketrampilan abstrak, terdiri atas ketrampilan mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, mencipta; dan ketrampilan kongkrit dengan
mengadopsi aspek psikomotor taxonomy Bloom’s terdiri atas perception, set,
guided response, mechanism, complex overt response (expert), adaptation, and
origination. Saran perbaikan untuk rumusan kata kerja kompetensi dasar ranah
ketrampilan tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Usulan Perubahan Rumusan Kata Kerja KD Ketrampilan


Rumusan Semula Rumusan Usulan
Mengidentifikasi karakteristik Menyajikan karakteristik wirausahawan
wirausahawan berdasarkan berdasarkan keberhasilan dan kegagalan
keberhasilan dan kegagalan usaha usaha
Menyusun perencanaan usaha Menyajikan proposal perencanaan usaha
Memproduksi kerajinan Menciptakan/memproduksi kerajinan
Menghitung biaya produksi Menyajikan perhitungan biaya produksi
Memasarkan produk Memasarkan produk
Mengevaluasi hasil kegiatan usaha Menyajikan evaluasi hasil kegiatan usaha

Dalam kurikulum 2013, ketrampilan-ketrampilan tersebut kecuali


ketrampilan menciptakan kerajinan dan memasarkan produk karena bersifat

64 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
kongkrit dapat dicapai melalui aktivitas belajar secara langsung dengan
menggunakan model-model pembelajaran sebagaimana direkomendasikan
seperti: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek,
pembelajaran penemuan dan penyelidikan, dan pembelajaran kooperatif.
Dalam proses pembelajaran dalam Kurikulum 13, peserta didik belajar
dengan cara terlibat dalam proses mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi (mencoba), menalar (mengasosiasi), dan mengkomunikasikan yang
katagorikan sebagai ranah ketrampilan abstrak untuk mendapatkan
pengetahuan. Keseluruhan proses ini dalam kurikulum 2013 dikenal dengan
istilah pendekatan saintifik. Melalui proses belajar tersebut, diharapkan
internalisasi beragam nilai-nilai sikap dapat dicapai.
Untuk itu, pencapaian seluruh kompetensi kewirausahaan dari aspek
sikap, pengetahuan dan ketrampilan dapat dicapai melalui perancangan
skenario kegiatan pembelajaran langsung, dan sekaligus memikirkan efek tidak
langsungnya pada pembentukan sikap peserta didik. Rekomendasi
penggunanaan model-model pembelajaran seperti pembelajaran kooperatif,
pembelajaran penemuan dan penyelidikan, pembelajaran berbasis proyek, dan
pembelajaran berbasis masalah dalam Kurikulum 2013 sudah tepat untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Scott (2015) bahwa pembelajaran di era digital, pendidik harus menyusun
skenario yang memberikan pengalaman peserta didik berkolaborasi
memecahkan masalah yang kompleks, seringkali tidak jelas dan mencakup
banyak aspek. Pendidik memberi kesempatan kepada mereka untuk
merefleksikan ide, melakukan analisis, berpikir kritis dan kreatif, menunjukkan
inisiatif. Wagner (2010) menekankan pentingnya kegiatan pembelajaran
dirancang untuk mencapai tujuh keterampilan untuk kehidupan abad ke dua
puluh satu, yakni: berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi dan
kepemimpinan, kelincahan dan kemampuan beradaptasi, inisiatif dan
kewirausahaan, komunikasi lisan dan tertulis yang efektif, mengakses dan
menganalisis informasi, keingintahuan dan imajinasi.
Model-model pembelajaran yang direkomendasikan, jika dilaksanakan
secara konsisten akan mampu menginternalisasikan nilai-nilai sikap,
pengetahuan dan ketrampilan kewirausahaan secara optimal pada diri peserta
didik. Penerapan model pembelajaran yang direkomendasikan memberikan
pengalaman kepada siswa untuk terampil bekerja sama mencari pengetahuan,
dengan cara mengalami mulai dari mengamati sampai pada aktivitas
mengkomunikasikan pengetahuan dan produk prakarya yang dihasilkan kepada
pihak lain. Proses pembelajaran yang dialami secara tidak langsung akan
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada diri siswa.

SIMPULAN

Enam buah nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha yakni: mandiri, kreatif,
berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, dan kerja
keras yang akan diinternalisasikan dalam kegiatan pembelajaran, hanya
terumuskan satu nilai dalam naskah kurikulum mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan, yakni nilai kreatif. Ketiadaan rumusan nilai yang lain, akan
sangat memungkinkan nilai-nilai tersebut tidak terinternalisasi dalam diri

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 65


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
siswa. Hal ini dapat terjadi karena silabus yang telah dikembangkan dari pusat
kurikulum akan menjadi acuan utama guru dalam mengembangkan program
pembelajarannya.
Semua rumusan kata kerja kompetensi ranah kognitif dalam naskah
kurikulum mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan adalah memahami (C2)
dari taxonomy Bloom, meskipun ditemukan juga kata kerja menganalisis (C4)
namun kata kerja ini tidak konsisten digunakan pada semua kelas. Ketepatan
penggunaan kata kerja kompetensi dasar memahami hanya sesuai untuk
kompetensi dasar yang pertama di kelas X, ketika pertemuan pertama mata
pelajaran dengan tujuan memberikan pemahaman kepada siswa tentang
karakteristik kewirausahaan. Sedangkan untuk pertemuan berikutnya di kelas
X, XI, dan XII kata kerja memahami tidak tepat digunakan karena kompetensi
yang diharapkan dari siswa adalah menyusun perencanaan usaha,
memproduksi kerajinan, menerapkan perhitungan biaya produksi,
menganalisis strategi pemasaran produk, dan mengevaluasi hasil kegiatan
usaha.
Sebagian rumusan kata kerja kompetensi ranah ketrampilan
menggunakan kata kerja kompetensi ranah kognitif seperti mengidentifikasi,
menghitung dan mengevaluasi. Seharusnya kata kerja kompetensi ranah
ketrampilan merujuk pada aktivitas belajar yang harus dialami siswa, mulai
dari mengamati hingga mengkomunikasikan dan menciptakan. Kata yang tepat
digunakan adalah menyajikan (secara lisan dan/atau secara tulisan dan/atau
bentuk lainnya) sebagai wujud kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan
hasil belajarnya untuk ranah ketrampilan absrak, dan membuat/memproduksi
untuk ranah ketrampilan kongkrit.

DAFTAR RUJUKAN

Aprilianty, E. 2012. “Pengaruh Kepribadian Wirausaha, Pengetahuan


Kewirausahaan, dan Lingkungan terhadap Minat Berwirausaha Siswa
SMK.” Jurnal Pendidikan Vokasi 2 (3): 311–24.
https://doi.org/https://doi.org/10.21831/jpv.v2i3.1039.

Graff, C. E. 2012. “The Effectiveness of Character Education Programs in


Middle and High Schools".”

Jaedun, A. 2010. “Metode Penelitian Evaluasi Program.” Yogyakarta.


http://staffnew.uny.ac.id/upload/131569339/pengabdian/penelitian-
evaluasi-program.pdf.

Kemendikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan


Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK). Indonesia.

King, F. J., Goodson, L. & Rohani, F. 1997. “Higher Order Thinking Skills:
Definition, Teaching Strategies, Assessment.”
https://informationtips.files.wordpress.com/2016/02/higher-order-
thinking-skills_.pdf.

66 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah
Krathwohl, David R. 2002. “A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview,
Theory Into Practice.” Theory into Practice.
https://doi.org/10.1207/s15430421tip4104_2.

Lickona, T. 2001. “What is Effective Character Education.”


https://athenaeum.edu/pdf/What is Effective Character Education.pdf,.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22


Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pusat Kurikulum. 2010. “Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi


Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya
Saing dan Karakter Bangsa, Pengembangan Pendidikan
Kewirausahaan.” Jakarta.

Sapir., Pratikto, H., Wasiti & Hermawan, A. 2014. “Model Pembelajaran


Kewirausahaan Berbasis Kearifan Lokal untuk Penguatan Ekonomi.”
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran 21 (1): 79–91.

Scott, Cynthia Luna. 2015. “Education Research and Foresight the Futures of
Learning 3: What Kind of Pedagogies for the 21st Century?” Educational
Research and Foresight UNESCO.

Seun, A. O., A. W. Kalsom, A. Bilkis, and A. I. Raheem. 2017. “What


Motivates Youth Enterprenuership? Born or Made.” Pertanika Journal of
Social Sciences and Humanities 25 (3): 1419–1428.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. 2003.

UNESCO. 2008. “Final Report: Inter-Regional Seminar on Promoting


Entrepreneurship Education in Secondary Schools.” Thailand: 11-15
February.

Wagner, T. 2010. “Overcoming the Global Achievement Gap. Cambridge,


Mass.”

Wahidmurni. 2013. “Kontribusi Pendidikan Kewirausahaan pada Pembentukan


Watak Wirausaha Mahasiswa.” Jurnal Ekonomi Bisnis 18 (1): 81–88.

———. 2017. “Overcoming Business Obstacles: A Case Study of Young


Entrepreneurs in Malang.” Pertanika J. Soc. Sci. & Hum 25 (5): 145–
154.

Wardoyo & Mangifera, L. 2016. “Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan


Tinggi Antara Harapan dan Kenyataan.” Dalam Seminar Nasional dan
Call for Papers RIEE, “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan untuk

Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan, Vol. 7. No. 1, Tahun 2019 67


DOI: 10.26740/jepk.v7n1.p55-68
Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi,” edited by
N. Heri Pratikto, H., Sudarmiatin; Sutrisno; Murwani, F.X. D., dan
Restuningdyah, 81–93. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Malang, Malang. https://docplayer.info/29879177-Prosiding-seminar-
nasional-dan-call-for-papers-roundtable-for-indonesian-entrepreneurship-
educators-riee-2016.html.

Welsh, D.H.B., & Drăguşin, M. 2011. “Entrepreneurship Education in Higher


Education Institutions as A Requirement in Building Excellence in
Business: The Case of The University of North Carolina at Greensboro.”
On International Society of Commodity Science and Technology 1: 266–
72.

Winarno, A. 2009. “Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-


Nilai Kewirausahaan pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kota
Malang.” Jurnal Ekonomi Bisnis 14 (2): 124–31.

Winarno, A. 2015. “Pendidikan Kewirausahaan SMK dengan K-13:


Persepektif Guru Dan Sekolah.” http://fe.unp.ac.id/.

Youker, Brandon W, Alayna Zielinski, Ouen C Hunter, and Nicholas Bayer.


2016. “Who Needs Goals? A Case Study of Goal-Free Evaluation.”
Journal of MultiDisciplinary Evaluation 12 (27): 27–43.

68 Wahidmurni, W.: Analisis Indikator Ketercapaian Nilai-Nilai Kewirausahaan Mata


Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Jenjang Pendidikan Menengah

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai