Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN OUTBREAK AIRBORNE

UPT PUSKESMAS MANDALA

TAHUN 2023
BAB I

A. DEFENISI

Menurut WHO (World Health Organization), Puskesmas adalah bagian


integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019, Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh ppemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah
kerjanya.
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke
oranglainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit menular
ditandai dengan adanya pathogen penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005).
Outbreak atau epidemic merupakan peningkatan melebihi level yang
didapatkan dari suatu penyakit dalam area geografik tertentu; terdapat satu
kasus penyakit dari sebelumnya tidak pernah ada. Endemi merupakan level
biasa (usual) suatu penyakit pada area geografis tertentu(misalnya rumah
sakit). Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi
normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat terbatas,
misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah,
tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu.
Di Indonesia telah dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan
Kewaspadaan Isolasi yaitu Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan
Berdasarkan Transmisi. Jenis kewaspadaan berdasar penularan transmisi
yaitu: kontak, droplet, airborne serta immuno compromised yaitu pasien dengan
imunitas rendah sehingga mudah tertular infeksi. Hal ini dibuat untuk memutus
siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat.

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui penyebab outbreak
b. Menghentikan outbreak sekarang dan mencegah outbreak di masa
mendatang
2. Tujuan Khusus
a. Agen kausa outbreak
b. Cara transmisi
c. Sumber outbreak
d. Carrier
e. Populasi berisiko
f. Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Panduan ini di buat sebagai acuan untuk semua pekerja yang berada di
lingkungan puskesmas, terutama dukungan dari pimpinan, manajemen, dan
merupakan suatuupaya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di
puskesmas.
2. Panduan ini dapat diterapkan kepada semua petugas yang berada di
lingkungan puskesmas
3. Panduan ini dapat berupa sosialisasi
BAB III

TATA LAKSANA

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat dimulai


sedini mungkin (do early) setelah tersedia informasi yang memadai. Bila
investigasi outbreak telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis
tentang kausa outbreak, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang
menyebabkan outbreak, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa
perlu menunggu pengujian hipotesis oleh studi analitik yang lebih formal.
A. Identifikasi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak
daripadaekspektasi normal di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu,
selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak
biasanya datangdari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus
indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi
informasi tentang potensioutbreak bisa juga berasal dari petugas kesehatan,
hasil analisis data surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi).
B. Investigasi Kasus Definisi Kasus
Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah
didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus
dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);
2. Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan
waktu terjadinya outbreak);
3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)
Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga
mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus.
Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case)
2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case)
3. Kasus pasti (confirmed case, definite case)Klasifikasi Kasus
Kasus suspek (suspected case, Tanda dan gejala klinis cocok dengan
syndromiscase) penyakit,terdapat bukti epidemiologi,
tetapi tidak terdapat bukti
laboratorium yang menunjukkan tengah
atautelah terjadi infeksi (bukti
laboratorium negatif, tidak ada, atau
belum ada)
Kasus mungkin (probable case, Tanda dan gejala klinis cocok dengan
presumptive case) penyakit, terdapat bukti epidemiologis,
terdapat bukti laboratorium yang
mengarah tetapi belum pasti, yang
menunjukkan tengah atau telah terjadi
infeksi (misalnya, bukti dari sebuah tes
serologis tunggal)
Kasus pasti (confirmedcase, Terdapat bukti pasti laboratorium
definite case) (serologis, biokimia, bakteriologis,
virologis, parasitologis)bahwa tengah
atau telah terjadi infeksi, denganatau
tanpa kehadiran tanda, gejala klinis,
atau bukti epidemiologis

Penemuan Kasus
Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum tentu sama dengan
kasus primer, yaitu kasus pertama dalam komunitas. Kasus pertama yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan biasanya hanya merupakan
sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus yang ada (“tip of the iceberg”,
puncak gunung es). Karena itu, setelah mendefinisikan kasus, langkah
investigasi selanjutnya adalah mencari kasus (case finding).
Tujuan penemuan kasus:
a. Mengetahui luas outbreak
b. Mengetahui populasi berisiko
c. Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran dari orang
ke orang)
d. Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi
e. Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi
C. Investigasi Kausa Wawancara dengan Kasus
Tujuan wawancara dengan kasus dan narasumber terkait kasus adalah
untuk menemukan kausa outbreak. Dengan menggunakan kuesioner dan
formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium,
melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:
a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)
b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)
c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa
d. Faktor-faktor risiko
e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset
gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian
akibat penyakit)
f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik
hasil investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap
kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya,
karena kesalahan pemeriksaan laboratorium).
Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber patogen
b. Memblokade proses transmisi
c. Mengeliminasi kerentanan
Sedang eliminasi sumber patogen mencakup:
a. Eliminasi atau inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)
c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang
terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan,
memasak daging dengan benar, dan sebagainya);
e. Pengobatan kasus.

D. Melakukan Studi Analitik (jika perlu)


Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-
teki menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari
investigasi kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai untuk
mengungkapkan sumber dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka
peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan
lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi kohor retrospektif. Seperti desain
studi epidemiologi analitik lainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak
mencakup :
a. Pertanyaan penelitian
b. Signifikansi penelitian
c. Desain studi
d. Subjek
e. Variabel-variabel
f. Pendekatan analisis data
g. Interpretasi dan kesimpulan.
E. Mengkomunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada
berbagai pihak pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat
rincian yang bervariasi, pihak-pihak yang perlu diberitahu tentang hasil
penyelidikan outbreak mencakup pejabat kesehatan masyarakat setempat,
Direktur pembuat kebijakan dan pengambil keputusan kesehatan, petugas
fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi peningkatan kasus, keluarga
kasus, tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil investigasi dilakukan
secara lisan maupun tertulis (laporanawal dan laporan akhir). Pejabat dinas
kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil
investigasi outbreak. Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas,
objektif dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Mengevaluasi dan Meneruskan Surveilans
Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten
dan peneliti outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi
berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem
kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-
perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem
kesehatan,termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan
identifikasi populasi - populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan
strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwaperistiwa yang terjadi
di luar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian
outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari
kekurangan- kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan
kelemahan- kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara
sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya
outbreak.

Mengetahui,

Ketua Tim Mutu PPI


Kepala UPT Puskesmas Mandala

UPT Puskesmas Mandala

dr. Lina Sari Lubis, M. Kes dr. Aisyah Umeda, M. Kes.


NIP. 19780613 200604 2 008 NIP. 197605232011012002
BAB
IV

1. Lembar DOKUMEN
Surveilans TASI
2. Data
Outbreak

Anda mungkin juga menyukai