Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Menurut WHO (WorldHealth Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan
dengan fungsi menyediakanpelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian
medik.Berdasarkan undang – undang no. 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
menyediakanpelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penyakit menular ditandai
dengan adanya pathogen penyakit yang hidup dan dapat
berpindah. Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter
dan Perry, 2005).
Outbreak atau epidemic merupakan peningkatan melebihi level
yang didapatkan dari suatu penyakit dalam area geografik
tertentu; terdapat satu kasus penyakit dari sebelumnya tidak
pernah ada. Endemi merupakan level biasa (usual) suatu
penyakit pada area geografis tertentu(misalnya rumah sakit).
Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi
ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas,
di suatu tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota,
atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah, tempat
kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu.
Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri
KesehatanNomor

382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan


Kewaspadaan Isolasi yaitu Kewaspadaan Standar dan
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi. Jenis kewaspadaan
berdasar penularan transmisi yaitu: kontak, droplet,
airborne serta immuno compromised yaitu pasiendengan
imunitas rendah sehingga mudah tertular infeksi.
Pasien menular yang akan dirawat di ruang isolasi rumah
sakit harus sesuai kategori transmisi penularan penyakit
dengan persyaratan ruang isolasi sehingga dapat memutus siklus
penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas
kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitarrumah sakit.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

a. Mengetahui penyebab outbreak


b. Menghentikan outbreak sekarang dan mencegah
outbreak di masa mendatang
2. Tujuan Khusus

a. Agen kausa outbreak


b. Cara transmisi
c. Sumber outbreak
d. Carrier

e. Populasi berisiko

f. Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).


BAB II
RUANG LINGKUP

1. Panduan ini di buat sebagai acuan untuk semua


pekerja yang berada di lingkungan rumah sakit,
terutama dunkungan dari pimpinan, manajemen, dan
merupakan suatu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi rumah sakit
2. Pandaun ini dapat diterapkan kepada semua
pekerja yang berada dilingkungan rumah sakit
3. Panduan ini dapat berupa sosialisasi
BAB
III
TATA LAKSANA
Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat
dimulai sedini mungkin (do early) setelah tersedia
informasi yang memadai. Bila investigasi outbreak telah
memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa
outbreak, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang
menyebabkan outbreak, maka upaya pengendalian dapat
segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis
oleh studi analitik yang lebih formal.
A. Identifikasi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit
yang lebih banyak daripada ekspektasi normal
di di suatu area atau pada suatu kelompok
tertentu, selama suatu periode waktu tertentu.
Informasi tentang potensi outbreak biasanya
datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu
laporan pasien(kasusindeks), keluarga pasien,
kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi
tentang potensi outbreak bisa juga berasal
dari petugas kesehatan, hasil analisis data
surveilans, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan
televisi).
B. Investigasi Kasus Definisi Kasus
Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang
dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid).
Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan
menggunakan seperangkat kriteria sebagai
berikut:
1. Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);
2. Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena,
tempat dan waktu terjadinya outbreak);
3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)

Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu


yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan
dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat
ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case)
2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case)
3. Kasus pasti (confirmed case, definite case)
Klasifikasi Kasus
Kasus suspek (suspected case, Tanda dangejalakliniscocokdenganpenyakit,
terdapat

syndromis bukti epidemiologi, tetapi tidak terdapat bukti


case)

laboratorium yang menunjukkantengah


atau telah terjadi infeksi (bukti
laboratorium negatif, tidak ada,
atau belum ada)

Kasus mungkin case, Tanda dan gejala klinis cocok dengan


(probable penyakit, terdapat bukti
presumptive case) epidemiologis, terdapat bukti
laboratorium yang mengarah tetapi
belum pasti, yang menunjukkantengah
atau telah terjadi infeksi (misalnya,
bukti dari sebuah tes serologis
tunggal)

Kasus pasti Terdapat bukti pasti laboratorium


(confirmed case, (serologis, biokimia, bakteriologis,
definite case) virologis, parasitologis)bahwatengah
atau telah terjadi infeksi, dengan
atau tanpa kehadiran tanda, gejala
klinis, atau bukti epidemiologis

Penemuan Kasus
Kasus pertama yang dilaporkan (kasusindeks) belum
tentu sama dengan kasus primer, yaitu kasus
pertama dalam komunitas. Kasus pertama yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari
seluruh jumlahkasus yang ada (“tip of the
iceberg”, puncak gunung es). Karena itu,
setelah mendefinisikan kasus, langkah investigasi
selanjutnya adalah mencari kasus (case finding).

Tujuan penemuan kasus:

a. Mengetahui luas outbreak


b. Mengetahui populasi berisiko
c. Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan
penyebaran dari orang ke orang)
d. Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi
e. Mengidentifikasi kontakdengan kasus terinfeksi
C. Investigasi
Kasus

Wawancara

denganKasu
s
Tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber
terkait kasus adalah untuk menemukan kausa outbreak.
Dengan menggunakan kuesioner dan formulir
baku, peneliti mengunjungi pasien(kasus), dokter,
laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk
memperoleh informasi berikut:
a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon
jika ada)
b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)
c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa
d. Faktor-faktor risiko

e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat


tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi,
catat komplikasi dan kematian akibat penyakit)
f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi
tambahan dan laporan balik hasil investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus
yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar
(misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium)
Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak
sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber patogen
b. Memblokade proses transmisi
c. Mengeliminasi kerentanan
Sedang eliminasi
sumber patogen
mencakup: a. Eliminasi
atau inaktivasi
patogen
b. Pengendaliandan pengurangan sumber infeksi (source
reduction)
c. Pengurangan kontakantara penjamu rentan dan orang atau
binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus,
dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber
(higiene perorangan, memasa daging dengan
benar, dan sebagainya);
e. Pengobatan kasus.
Prinsip intervensi untuk menghentikan
outbreak sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber
patogen
b. Memblokade proses transmisi
c. Mengeliminasi kerentanan Eliminasi
sumber patogen mencakup:
a. Eliminasi atau inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source
reduction)
c. Pengurangan kontakantara penjamu rentan dan orang atau
binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus,
dan sebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber
(higiene perorangan, memasak daging dengan
benar, dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus.

Melakukan Studi Analitik (jika perlu)


Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti
dihadapkan kepada teka-teki menyangkut sejumlah
kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari
investigasi kasus dan investigasi kausa kadang belum
memadai untuk mengungkapkan sumber dan kausa
outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka
peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih
formal. Desain yang digunakan lazimnya
adalah studi kasus kontrol atau studi kohor
retrospektif. Seperti desainstudi epidemiologi analitik
lainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak
mencakup : a. Pertanyaan penelitian
b. Signifikansi penelitian
c. Desainstudi
d. Subjek
e. Variabel-variabel
f. Pendekatan analisis data
g. Interpretasi dan kesimpulan.

D. Mengkomunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak
dikomunikasikan kepada berbagai pihak pemangku
kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkatrincian
yang bervariasi, pihak- pihak yang perlu diberitahu
tentang hasil penyelidikan outbreak mencakup
pejabat kesehatan masyarakat setempat, Direktur
pembuat kebijakan dan pengambil keputusan
kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan,
pemberi informasi peningkatan kasus, keluarga kasus,
tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil
investigasi dilakukan secara lisan maupun tertulis
(laporan awal dan laporan akhir). Pejabat dinas
kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada
penyajian hasil investigasi outbreak. Temuan-temuan
disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif
dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang
dapat dipertanggungjawabkan.

E. Mengevaluasi dan Meneruskan Surveilans


Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas
Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti outbreak
perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi
berbagai kelemahan program maupun defisiensi
infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahanperubahan yang
lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem
kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.
Investigasi outbreak memungkinkan identifikasi
populasi - populasi yang terabaikan atau
terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi
agen infeksi, ataupun peristiwaperistiwa yang terjadi
di luar kelaziman dalam program kesehatan.
Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak
memberi kesempatan kepada penyelidik untuk
mempelajari kekurangan-kekurangan dalam investigasi
outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-
kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki
secara sistematis di masa mendatang, sehingga
dapat mencegah terulangnya outbreak.
BAB IV DOKUMENTASI

1. Lembar Surveilans
2. Data Outbreak

Anda mungkin juga menyukai