Anda di halaman 1dari 330

MANAJEMEN

LOGISTIK
KESEHATAN

i
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana
Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah).

ii
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si

MANAJEMEN
LOGISTIK
KESEHATAN

NUSA LITERA INSPIRASI


2019

iii
Manajemen Logistik Kesehatan

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusa Litera Inspirasi

Cetakan pertama Desember 2019


All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis: Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si


Penata letak: NLi Team

Manajemen Logistik Kesehatan


xvi + 313: 15 cm x 23 cm
ISBN: 978-623-7276-47-0
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Penerbit Nusa Litera Inspirasi


Jl. KH. Zainal Arifin
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
redaksinu@gmail.com
www.nusaliterainspirasi.com
HP: 0852-3431-1908/0857-1644-6889

Isi di luar tanggungjawab percetakan.

iv
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya, sehing-
ga penulis dapat menyelesaikan Buku Teks Manajemen Logistik
Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Univerisitas
Nusa Cendana ini dapat terwujud sebagaimana adanya.
Penulisan Buku Teks ini merupakan salah satu upaya penu-
lis sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana untuk melengkapi Buku Teks Mana-
jemen Logistik Kesehatan yang mudah dimengerti dan ditelaah
oleh mahasiswa dan bahan bacaan oleh mahasiswa yang ingin
menambah wawasan tentang Manajemen Logistik Kesehatan
yang dalam penulisan Buku Manajemen Logistik Kesehatan
Kesehatan ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
hadapi, namun atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, ser-
ta dorongan dan bimbingan dari banyak pihak baik moral mau-
pun materil yang tulus dan ikhlas sehingga semua kesulitan dan
hambatan dapat penulis hadapi.
Buku Manajemen Logistik Kesehatan ini disusun dengan
maksud untuk membantu mahasiswa dalam memahami teori-
teori dan bahan yang diajarkan dalam Manajemen Logistik Ke-
sehatan. Buku Teks ini disusun sesuai berdasarkan kegiatan-
kegiatan pada Manajemen Logistik Kesehatan pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana. Setiap bab
membahas tentang kaitan Manajemen Logistik Kesehatan. Buku
ini juga dapat digunakan sebagai Referensi untuk mahasiswa
yang mengambil kajian logistik di bidang Kesehatan terutama
yang berkaitan dengan Manajemen Logistik Kesehatan, bidang
kajian Farmasi, Keperawatan, Kedokteran, Penyimpanan dan
Logistik.
Kami menyadari apa yang kami sajikan dalam Buku Teks
ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, olehnya itu masu-
kan dan saran yang berharga dari para pembaca kami harapkan
guna penyempurnaan dan peningkatan kualitas dan kuantitas
Buku Teks ini.

v
Buku Teks Manajemen Logistik Kesehatan ini masih perlu
dilengkapi pada setiap tatap muka di kelas, melalui diskusi dari
berbagai literatur lain yang sesuai. Semoga Buku Teks ini ber-
manfaat bagi mahasiswa yang mempelajari Manajemen Logistik
Kesehatan.

Kupang, Juni 2019

Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii

BAB 1
PARADIGMA SEHAT DAN ARAH KEBIJAKAN
BIDANG LOGISTIK KESEHATAN INDONESIA 1
Paradigma dan Konsep Baru tentang Sehat 2
Paradigma Sehat 3
Upaya Kesehatan Saat Ini 6
Kebijakan Kesehatan “Baru” 7
Implikasi Perubahan Paradigma 8
Indikator Kesehatan 9
Tenaga Kesehatan 10
Pemberdayaan Masyarakat 11
Kesehatan dan Komitmen Politik 11
Dasar Pembangunan Kesehatan 13
Isu Strategis 14
Visi Misi Indonesia Sehat 2010 17
Indonesia Sehat 2010 18
Misi 18
Kebijakan Umum dan Strategi Pembangunan Kesehatan 20
Sasaran 20
Strategi 27
Pembangunan Kesehatan Periode Nawa Cita 37
Aksesibilitas Serta Mutu Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan 39
Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi
dan Kerangka Kelembagaan 41
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional 41
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 42
Daftar Pustaka 44

BAB 2
TINJAUAN UMUM TENTANG FUNGSI-FUNGSI
MANAJEMEN DAN LOGISTIK 45

vii
Konsep Dasar Manajemen 45
Fungsi –Fungsi Manajemen 47
Fungsi Perencanaan (Planning) 47
Langkah-Langkah Perencanaan 48
Fungsi Pengorganisasian (Organizing) 52
Fungsi Pengarahan/Penggerakan/Pelaksanaan (Actuating) 54
Fungsi Pengawasan (Controlling) 57
Fungsi Evaluasi 59
Prinsip-Prinsip Manajemen 61
Sejarah Logistik 62
Sejarah Logistik di Dunia Kemiliteran 62
Sejarah Logistik Saat Perang Troya dan Yunani 62
Transportasi dan Logistik 63
Sejarah Logistik di Era Industri 64
Pengertian Manajemen Logistik Menurut Para Ahli 64
Konsep Dasar Manajemen Logistik 65
Peranan, Tanggung Jawab Serta Sasaran Logistik 67
Tujuan Manajemen Logistik 67
Aktivitas - Aktivitas Logistik 68
Komponen-Komponen Manajemen Logistik 68
Fungsi Manajemen Logistik 73
Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan 73
Fungsi Penganggaran 74
Fungsi Pengadaan 75
Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan 75
Fungsi Penyaluran 76
Fungsi Penghapusan 76
Fungsi Pengendalian/Pengawasan 77
Manajemen Persediaan 77
Fungsi Persediaan 78
Metode Pengendalian Persediaan 78
Metode Pengendalian Analisis ABC 80
Analisis ABC Indeks Kritis 85
Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis ABC 86
Daftar Pustaka 87

viii
BAB 3
PENGELOLAAN LOGISTIK OBAT 90
Konsep Pengelolaan Logistik Obat 90
Tujuan Utama Pengelolaan Obat 91
Kegiatan Logistik Obat 92
Perencanaan 92
Permintaan dan Penerimaan 93
Penyimpanan 94
Penyimpanan 96
Pengaturan Tata Ruangan 96
Penyusunan Stok Obat 98
Pencatatan dan Kartu Stok Obat 99
Pencatatan dan Kartu Stok Induk 101
Pengamatan Mutu Obat 103
Tanda-Tanda Perubahan Mutu Obat 103
Tindak Lanjut Terhadap Obat yang Terbukti Rusak 104
Pendistribusian 104
Pencatatan Harian Pengeluaran Obat 109
Pengendalian Persediaan 110
Pelayanan Obat 112
Pencatatan dan Pelaporan 114
Indikator Pengelolaan Obat 114
Indikator Pengelolaan Obat Kabupaten / Kota 117
1. Indikator Alokasi Dana Pengadaan Obat 119
2. Indikator Prosentasi Alokasi Dana Pengadaan Obat 120
3. Indikator Biaya Obat Per Penduduk 121
4. Indikator Biaya Obat Per Kunjungan Kasus Penyakit 123
5. Indikator Biaya Obat Per Kunjungan Resep 124
6. Indikator Kesesuaian Item Obat yang Tersedia
dengan DOEN 126
7. Indikator Kesesuaian Ketersediaan Obat dengan Pola
Penyakit 127
8. Indikator Tingkat Ketersediaan Obat 128
9. Indikator Ketetapan Perencanaan 129
10. Indikator Prosentase dan Nilai Obat Kadaluarsa 131
11. Indikator Prosentase dan Nilai Obat Rusak 132
12. Prosentase Penyimpanan Jumlah Obat
yang Didistribusikan 133

ix
13. Indikator Prosentase Penyimpanan Jumlah Obat
yang Didistribusikan 134
14. Indikator Rata-Rata Waktu Kekosongan Obat 135
15. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada Diare 137
16. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA 138
17. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada
Myalgia 139
18. Indikator Polifarmasi 140
19. Indikator Prosentase Obat yang Tidak Diresepkan 141
20. Indikator Ketetapan Waktu Pengiriman LPLPO 142
Glosarium 143
Daftar Pustaka 143

BAB 4
PENGELOLAAN LOGISTIK OBAT PUSKESMAS 146
Pengelolaan Penyediaan Obat Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama/Puskesmas 146
Mempersiapkan Gudang Obat 147
Menyiapkan Gudang di Fasilitas Kesehatan 148
Mengatur Persediaan Obat 154
Mengatur Obat dan Persediaan di dalam Gudang 155
Membuat Catatan Persediaan yang Akurat 162
Menerima Pembayaran 166
Glosarium 166
Daftar Pustaka 167

BAB 5
PENYIMPANAN DAN GUDANG 168
Gudang dan Penyimpanan 168
Warehouse Management System 168
Pergudangan (Warehousing) 169
Syarat-syarat Gudang (Sesuai dengan GMP) 170
Kapasitas Gudang 171
Manajemen Pergudangan 171
Efisiensi Gudang 171
Indeks Efisiensi Gudang 172
Meningkatkan Efisiensi 174
Faktor yang Berpengaruh pada Pembuatan Desain Gudang 175
Definisi dan Fungsi Gudang 179
x
Tata Letak Gudang 181
Material Handling 186
Teori Antrian 190
Metode First In First Out (FIFO) 191
Mesin Pemindah Bahan 192
Penyimpanan Obat dan Perbekalan Kesehatan 195
Pengaturan Tata Ruang 195
Penyusunan Stok Obat 197
Pencatatan Stok Obat 198
Pengamatan Mutu Obat 200
Penyimpanan 201
Tujuan Penyimpanan 201
Metode Penyimpanan 202
Tempat Penyimpanan 202
Kondisi penyimpanan 203
Faktor-faktor Lain yang Perlu Diperhatikan
dalam Penyimpanan 204
Pengendalian Serangga/Hewan Pengganggu 204
Fasilitas Penyimpanan 204
Sumber Daya Manusia 205
Pengelolaan Stok 205
Dokumentasi 207
Pengelolaan Dokumen 207
Penyimpanan Dokumen 207
Daftar Pustaka 208

BAB 6
PENGELOLAAN LOGISTIK HORMONAL
DAN ALAT KONTRASEPSI 209
Kontrasepsi Hormonal Pil (Oral) 209
Macam-Macam Pil KB 210
Keuntungan Kontrasepsi Oral (Pil) 211
Efek Samping yang Ditimbulkan Kontrasepsi Oral (Pil) 211
Suntikan KB 212
Mekanisme Kerja Suntikan KB 212
Keuntungan Suntikan KB 212
Kerugian Suntikan KB 213
Kapan Suntikan KB dapat Diberikan? 213
Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) 214
xi
Mekanisme Kerja AKDR Sebagai Alat Kontrasepsi 214
Cara Pemasangan AKDR 215
Mekanisme Kerja Lokal AKDR 215
Keuntungan AKDR 216
Kerugian AKDR 216
Kapan Waktu untuk Memasang AKDR? 216
Kapan AKDR Tidak dapat Dipasang? 217
Teknik Pemasangan AKDR 217
Komplikasi Pemasangan Lippes Loop 218
Implan atau Susuk KB 221
Teknik Pemasangan Susuk KB 221
Mekanisme Kerja Susuk KB 222
Keuntungan Implant 222
Kerugian Implant 222
Pencabutan Susuk KB Sebelum Waktunya 222
Pencabutan Susuk KB 223
Pencabutan Susuk KB dengan ”Teknik Tusuk” (Ma) 224
Tahap Desinfektan 224
Tahap Insisi Luka Tempat Pencabutan 225
Tahap Pencabutan Susuk KB 225
Penutupan Luka Insisi 226
Keuntungan Pencabutan Susuk KB dengan Teknik
Tusuk (Ma) 226
Kesulitan Susuk KB dengan Teknik Tusuk (Ma) 226
Daftar Pustaka 227

BAB 7
MANAJEMEN PEMELIHARAAN LOGISTIK
KESEHATAN 228
Manajemen Pemeliharaan 228
Manfaat Manajemen Pemeliharaan 228
Fungsi Manajemen Pemeliharaan 228
Perencanaan Pemeliharaan 229
Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Alat/ Barang 229
Penjadwalan 232
Perawatan/Pemeliharaan 233
Sumberdaya 233
Pelaksanaan Pemeliharaan 233
Jenis- jenis Pemeliharaan 234
xii
Standarisasi Alat/ Standar Operasional Prosedur (SOP) 238
Anggaran atau Biaya Pemeliharaan 240
Sumberdaya Manusia 242
Pengetahuan/keterampilan sumber daya manusia 242
Pendidikan dan Pelatihan 244
Pemanfaatan Alat Kesehatan di Rumah Sakit 246
Daftar Pustaka 247

BAB 8
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 249
Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit 250
Instalasi Farmasi Rumah Sakit 252
Obat 253
Pasien Rawat Inap 259
Order Obat untuk Penderita Rawat Tinggal 260
Jenis Sistem Distribusi Obat untuk Pasien Rawat Tinggal 261
Persyaratan Sistem Distribusi Obat untuk Pasien
Rawat Tinggal 261
Fungsi Manajemen Logistik Rumah Sakit 262
Fungsi Perencanaan 263
Fungsi Penganggaran 265
Fungsi Pengadaan 266
Fungsi Penyimpanan 268
Fungsi Penyaluran (Distribusi) 269
Fungsi Penghapusan 269
Fungsi Pengendalian 271
Peran Logistik Rumah Sakit 271
Daftar Pustaka 273

BAB 9
LOGISTIK BENCANA DAN MEDIS 275
Proses Manajemen Logistik dan Peralatan 276
Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan 277
Pengadaan atau Penerimaan 277
Pergudangan dan Penyimpanan 279
Pendistribusian 279
Pengangkutan 280
Jenis Pengangkutan 280
Logistik Medis 282
xiii
Penerimaan Barang Logistik Medik 289
Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan untuk
Mempersiapkan Logistik Medis 292
Persediaan Logistik Medis (New Emergency Health Kit-
Who 1998 /NEHK1998) 293
Sumber Logistik Medik 294
Daftar Pustaka 294

BAB 10
MANAJEMEN LOGISTIK LINEN DAN LAUDRY 296
Perencanaan 297
Penganggaran 298
Pengadaan 299
Prosedur Pengambilan dan Pendistribusian Cucian 299
Prosedur Pengambilan 299
Proses Pendistribusian 300
AIR untuk Pencucuian Linen 301
Kerugian Air Sadah 302
Proses Pencucian Linen 302
Flush 302
Break 303
Prewash 303
Main Wash 303
Rinse 303
Intermediate Extract 304
Final Rinse 304
Extract 304
Warna Pakaian 304
Penyimpanan Linen 304
Daftar Pustaka 305

INDEKS 307
PROFIL PENULIS 310

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Paradigma Sehat 4


Gambar 2. Siklus Manajemen Logistik 46
Gambar 3. Customers, Competition dan Company
dengan Hubungan Keterkaitan 70
Gambar 4. Value Adventage Kaitan dengan Productive
Adventage 72
Gambar 5. Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004) 73
Gambar 6. Penyiapan Gudang 148
Gambar 7. Memberikan Kunci atau Gembok pada Gudang 149
Gambar 8. Binatang Pengerak 150
Gambar 9. Pengaturan dan Pemberian Alas pada Gudang 152
Gambar 10. Pengaturan dan Penempatan Obat 155
Gambar 11. Contoh Obat Generik dan Patent 156
Gambar 12. Penempatan Alat Kesehatan dan Sediaan
Farmasi pada Rak 157
Gambar 13. Contoh Penempatan Obat 158
Gambar 14. Penempatan Obat Sesuai Abjad 159
Gambar 15. Contoh Kartu Persediaan Obat 162
Gambar 16. Pengawasan dan pelayanan Obat 166
Gambar 17. Metode Antrian FIFO 191
Gambar 18. Hoist Crane 193
Gambar 19. Pallet Kayu 194
Gambar 20. Pallet Plastik 194
Gambar 21. Contoh Alat Kontrasepsi 211
Gambar 22. Contoh Kontrasepsi Oral 212
Gambar 23. Hubungan Antara Masukan Proses
dan Keluaran dalam Suatu Sistema 230
Gambar 24. Siklus Logistik 262
Gambar 25. Kerjasama antara Pimpinan, Perencana,
Pelaksana dan Pengawas 264
Gambar 26. Skema Periode Emergency/Response Phase 288
Gambar 27. Alur Bantuan Log – Med dari Pendonor pada
Fase Response/Periode – Gawat – Darurat 290
Gambar 28. Alur Logistik Pasca Bencana Alam 293

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebijaksanaan Manajemen Inventori Berdasarkan


Klasifikasi ABC 84
Tabel 2. Hal yang Penting Diingat dalam Pembelian Alat 231
Tabel 3. Jenis Biaya Pemeliharaan 241
Tabel 4. Penyimpanan Barang Logistik Medik Secara
Sentralisasi dan Desentralisasi 291

xvi
BAB 1

PARADIGMA SEHAT
DAN ARAH KEBIJAKAN
BIDANG LOGISTIK KESEHATAN
INDONESIA

Konsep sehat dalam upaya penanganan kesehatan pendu-


duk mengalami banyak perubahan sejalan dengan pemahaman
dan pengetahuan kita bagaimana masyarakat menghayati dan
menghargai bahwa kesehatan itu merupakan “Human Capital”
yang sangat besat nilainya. Pemahaman masyarakat tentang
sebab musabab suatu penyakit, konsep sehat sakit, dan pemaha-
man bahwa upaya kesehatan sebagai bagian dari pembangunan
sumber daya manusia akan mendasari bagaimana upaya keseha-
tan di suatu negara sebaliknya diselenggarakan.
Sampai saat ini banyak Negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia, apabila bicarakan masalah kesehatan pada
umumnya, asosiasi kita tertuju pada pengobatan penyakit, rumah
sakit, puskesmas, poliklinik, klinik, sehingga pembiayaan rumah
sakit dam pembiayaan orang sait, merupakan komponen utama
komponen kesehatan. Penanganan kesehatan penduduk, masih
berupa penanganan konvensional, masih menekankan pada pe-
ngembangan rumah sakit-rumah sakit, penanganan penyakit
secara individual, spesialitis, terutama penanganan peristiwa
sakit secara episodik.
Program kesehatan yang mengutamakan kuratif dalam
jangka panjang tidak menguntungkan. Oleh karena berapa besar
pun biaya yang dikeluarkan akan tetap kurang. Oleh karena
pelayanan akan medis kurang akan meningkat. Upaya kesehatan
kuratif akan cendrung berkumpul di tempat yang banyak uang,
yaitu dikota-kota besar saja. Upaya kesehatan yang bersifat
kuratif akan membawa masyarakat ke sehat produktif secara
lebih “cost efektif”. Hal ini menyebabkan bahwa upaya kesehat-
1
2 | Manajemen Logistik Kesehatan

an yang berorientasi kuratif dari segi ekonomi bersifat konsum-


tif tidak produktif.
Di pandang dari segi ekonomi melakukan investasi pada
orang yang tidak atau belum sakit, lebih “cost efektif” daripada
terhadap orang sakit. Karena investasi pada orang sehat dan
tidak sehat, lebih dekat pada produktifitas ketimbang pada orang
sakit.

Paradigma dan Konsep Baru tentang Sehat


Steven R. Covey dalam bukunya “The Seven Habits of
Highly Effective People” menjelaskan arti paradigma: “The word
paradigma comes from the greek. It was originally as scientivic
term, and is more commonly use today to mean a model, theory,
consept, it’s the way we “see” the word. Not in term of our visu-
al sense of sight, but in term of perceiving, understanding and
interpreting”.
Dalam makna yang lebih popular dapat diartikan visi serta
orientasi kita pada realitas. Paradigma berkembang sebagai hasil
sintesa dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi
yang diperoleh dari pengalaman ataupun dari penelitian.
Sementara itu, konsep sehat sakit senantiasa sejalan
dengan pemahaman kita tentang nilai, peran, penghargaan dan
pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai dengan zaman
keemasan Yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, suatu yang
dibanggakan sedangkan sedangkan sakit sbagai suatu yang tak
bermanfaat. Filosofi-filosofi yang berkembang pada saat itu,
adalah filosofi Cartesian yang berorientasi pada kesehatan fisik
semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan tidak
sehat apabila tidak ditemukan alat tubuh. Mental dan roh bukan
urusan dokter melainkan urusan agama.
Setelah ditemukan kuman penyakit batasan sehat juga
berubah. Seorang dikatakan sehat apabila setelah diadakan
pemeriksaan secara saksama tidak ditemukan penyebab penya-
kit. Tahun 1950-an devinisi WHO tentang sehat sebagai keadaan
sehat sejahtera dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kele-
mahan, dan tahun 1980-an kemudian definisi sehat WHO me-
ngalami perubahan seperti yang tertera dalam UU Kesehatan RI,
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si |3

No. 23 tahun 1992 telah memasukan unsur hidup produktif,


sosial, dan ekonomi.
Definisi terkini seperti yang dianut beberapa Negara maju
seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat-produktif,
sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara
produktif. Tanpa kesehatan yang memadai seseorang tidak dapat
berkarya secara produktif. Upaya kesehatan harus dilaksanakan
untuk dapat membawa masyarakat memiliki kesehatan yang
cukup agar bisa hidup produktif. Kesehatan, pendidikan dan rasa
aman merupakan dasar dari “Human Capital”

Paradigma Sehat
Kebijakan upaya pelayanan kesehatan senantiasa berubah
sesuai dengan pemahaman dari pembuat kebijakan tentang peran
kesehatan sebagai modal dasar “human capital” yang sangat
penting untuk tercapainya kemandirian dan ketahanan bangsa
yang sangat penting agar supaya mampu bersaing dalam era glo-
balisasi.
Disamping dalam pemahaman tersebut di atas, ada bebera-
pa faktor lain yang mendorong perlunya paradigma sehat:
 Pelayanan kesehatan yang berfokus kepada orang sakit
ternyata tidak efektif.
 Konsep sehat mengalami perubahan, dimana dalam arti
sehat termasuk dalam unsur sehat produktif secara sosial
dan ekonomis.
 Dalam transisi epidemiologi dari penyakit menular ke
penyakit kronik degeneratif, dimana untuk mencegahnya
sangat diperlukan perubahan perilaku.
 Adanya transisi demografi, meningkatnya jumlah pendu-
duk lanjut usia yang memerlukan pendekatan yang berbe-
da dalam penanganan.

Makin jelasnya faktor-faktor yang mempengaruhi keseha-


tan. Lalonde (1974) dan Hendrik L. Blum (1974) mendasarkan
pada hasil penelitian di Eropa Barat, secara bersamaan menge-
mukakan bahwa status kesehatan penduduk bukan hasil dari
4 | Manajemen Logistik Kesehatan

faktor genetik, dan perilaku hidup justru lebih berpengaruh ter-


hadap status kesehatan penduduk.
Upaya kesehatan yang selama ini dilaksanakan masih
berorentasi pada upaya penanganan penyakit episodik dan upaya
penyembuhan. Upaya kesehatan yang demikian seringkali me-
nyesatkan pemikiran kita, seolah-olah semua orang sakit dapat
diobati, maka masyarakat menjadi sehat. Upaya kesehatan
dengan pendekatan penyembuhan penyakit membuat kesehatan
dinilai sebagai upaya komsumtif bukan produktif dan menda-
patkan upaya kesehatan diarus pinggir pembangunan. Upaya
kesehatan harus diarahkan untuk dapat membawa setiap pendu-
duk mendapat kesehatan yang cukup agar bisa hidup produktif.
Obsesi upaya kesehatan harus mengantarkan setiap pen-
duduk memiliki status kesehatan yang cukup. Orientasi baru
upaya kesehatan adalah sehat positif sebagai kebalikan dari
orientasi pengobatan penyakit yang bersifat kuratif-responsif.
Dengan kata lain, upaya kesehatan yang menekankan upaya
kuratif adalah merupakan “Health program for survival” se-
dangkan upaya kesehatan yang menekankan pada upaya pro-
motif dan preventif merupakan “Health Program for Human
Development”.

Gambar 1. Paradigma Sehat


Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si |5

Paradigma sehat yang direncanakan Departemen Keseha-


tan pada tanggal 15 September 1998 diharapkan akan merupa-
kan upaya kesehatan yang dalam jangka panjang mampu men-
dorong masyarakat untuk lebih tahan dan mampu menghindar-
kan diri dari penyakit, agar dapat hidup sehat produktif. Upaya
kesehatan yang demikian dalam jangka panjang akan menem-
patkan kesehatan diarus tengah pembangunan. Upaya kesehatan
“Health oriented approach” dalam jangka panjang akan menja-
min kemandirian yang lebih besar, meningkatkan ketahanan
mental dan fisik penduduk, dan bermuara pada terciptanya SDM
yang berkualitas, yang sangat diperlukan untuk melaksanakan
pembangunan.
Pada Gambar di atas memperlihatkan bagaimana paradig-
ma sehat mencoba mengimplementasikan paradigma lama yaitu
kuratif-rehabilitatif titik masuknya penangan kesehatan melalui
pengobatan orang sakit.
Upaya kesehatan yang menekankan pada upaya kuratif
rehabilitatif kurang menguntungkan karena:
 Melakukan intervensi setelah sakit, sedikitnya telah me-
ngalami tiga kerugian: penderita telah kehilangan produk-
tifitas yang bersangkutan harus berobat, untuk kembali ke
sehat produktif memakan waktu lama.
 Upaya kuratif –rehabilitatif dalam jangka panjang tidak
menguntungkan karena permintaan akan jenis pelayanan
kuratif akan terus meningkat. Sementara itu pelayanan
kuratif cendrung berkumpul pada tempat yang banyak
uang, yaitu kota-kota besar.
 Dari segi ekonomi investasi pada orang yang “tidak” atau
“belum”, lebih cost effective dan lebih dekat ke produkti-
vitas daripada investasi terhadap orang sakit.
 Untuk meningkatkan kesehatan penduduk lebih baik tidak
melalui panyediaan banyak obat, tempat tidur rumah sakit,
dan balai pengobatan, namun dengan lebih memperhatikan
mereka yang “tidak sakit” agar tetap sehat, tidak jauh sakit
dan membuat penduduk lebih tahan terhadap penyakit.
6 | Manajemen Logistik Kesehatan

Oleh karena itu implementasi paradigma sehat akan lebih


menekankan pada upaya: pencegahan penyakit, promosi keseha-
tan dan perlindungan terhadap masyarakat. Disamping itu, seja-
lan dengan konsep paradigma sehat, rumah sakit dan tempat-
tempat penyelenggaraan pelayanan kuratif perlu ditanamkan
dengan pelayanan klinik. Yang bersifat pencegahan seperti
screening, konseling, diagnosis dini dan pengobatan dini penya-
kit dengan menambahkan peralatan medis canggih hilir.
Penanganan paradigma sehat khususnya pada masa krisis
dewasa ini adalah sangat tepat. Karena memberdayakan masya-
rakat agar tidak jatuh sakit melalui upaya promosi-preventif
adalah lebih penting daripada memberikan obat, alat dan fasili-
tas pengobatan.

Upaya Kesehatan Saat Ini


Upaya kesehatan yang selama ini dilaksanakan masih
berorientasi pada upaya penanggulangan penyakit episodik dan
upaya penyembuhan. Upaya kesehatan yang demikian seringkali
menyesatkan pemikiran kita seolah-olah apabila semua orang
bisa diobati maka masyarakat menjadi sehat. Padahal semua
sarana pengobatan yang ada saat ini dikerahkan seluruhnya,
hanya akan mampu melayani hampir 30% dari semua orang
sakit yang ingin berobat.
Upaya kesehatan yang berorientasi pada penanggulangan
penyakit, indikator yang sering digunakan adalah cukupan pela-
yanan, ratio dokter per penduduk serta banyaknya rumah sakit,
banyaknya puskesmas dan sebagainya. Sebenarnya jika kita mau
berpikir secara kritis, banyaknya dokter, rumah sakit, balai
pengobatan, dan puskesmas tidak menjamin masyarakat menjadi
sehat. Upaya kesehatan dengan penyembuhan penyakit membu-
at upaya kesehatan dinilai sebagai konsumtif dan bukan produk-
tif dan menempatkan arus pelayanan kesehatan dipinggir pem-
bangunan. Perubahan paradigma kesehatan seharusnya sudah
dimulai sejak berlakunya GBHN 1993 sejak pemerintah mengi-
nginkan supaya upaya kesehatan ditujukan untuk membentuk
SDM yang berkualitas.
Oleh karena itu, pemerintah sekarang perlu merencanakan
perubahan upaya kesehatan yang berorientasi pada pembinaan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si |7

kesehatan bangsa (Shaping the health of the nation), yaitu upaya


kesehatan yang dalam jangka panjang dapat menjamin kemandi-
rian dan ketahanan penduduk membentuk manusia Indonesia
yang sehat dan bebas ketergantungan masyarakat Indinesia ter-
hadap dokter dan obat.
Upaya kesehatan yang dalam jangka panjang mampu
mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan untuk
dapat menghindari diri dari penyakit serta lebih membawa
masyarakat untuk lebih tahan terhadap penyakit, untuk hidup
secara produktif. Upaya kesehatan yang demikian dapat me-
nempatkan kesehatan dalan tengah arus pembangunan. Upaya
kesehatan paradigma sehat yang dalam jangka panjang akan
menjamin kemandirian yang lebih besar dan akan meningkatkan
ketahanan mental dan fisik dari penduduk dan akan bermuara
pada terciptanya SDM manusia Indonesia yang berkualitas.

Kebijakan Kesehatan “Baru”


Prof. Dr. F. A. Moeloek dalam rapat kerja dengan Komisi
VI DPR-RI, selasa 15 September 1998, menyatakan bahwa
Departemen Kesehatan memperkenalkan paradigma baru yaitu
paradigma SEHAT. Dengan paradigma baru ini maka pemba-
ngunan kesehatan lebih di tekankan pada upaya promotif-pre-
ventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Dalam rapat kerja
tersebut, Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa: Paradidma
sehat ini juga sudah lama diketahui oleh banyak para ahli kese-
hatan, namun tidak pernah menjadi kebijakan kesehatan. Kalau
baru sekarang dijalankan karena dimasa lalu lebih banyak tidur
(Kompas, 16 September 1998).
Perubahan paradigma yang diungkapkan oleh Menteri
Kesehatan ini diharapkan benar-benar merupakan titik balik
kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang
berarti program kesehatan yang menitikberatkan pada Pembina-
an kesehatan bangsa dan bukan sekedar penyembuhan penyakit.
Thomas Kuhn dalam bukunya yang sangat berpengaruh: The
Structur of Scientific Revolutions, seperti yang dikutip oleh
Covey menyatakan bahwa hampir disetiap pengobatan baru per-
lu didahului dengan perubahan paradigma untuk dapat meme-
cahkan atau merubah cara berpikir yang lama.
8 | Manajemen Logistik Kesehatan

Membina bangsa yang sehat, jauh lebih luas dari upaya


penyembuhan penduduk yang sakit. Membina kesehatan suatu
bangsa, membina suatu bangsa yang cerdas, terampil, tidak bisa
dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja. Karena menciptakan
bangsa yang sehat bukan merupakan tanggung jawab Depkes
saja. Menciptakan bangsa yang sehat perlu dilakukan dengan
pendekatan holistik, multi sektor, dan “release approach” yaitu
menciptakan bangsa yang sehat, produktif dan mandiri, lebih
tahan terhadap penyakit, bebas dari ketergantungan terhadap
obat dan pelayanan medis yang berlebihan.
Upaya kesehatan dimasa datang harus mampu mencipta-
kan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif.
Sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat menghantarkan
setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup. Orien-
tasi baru upaya kesehatan adalah orientasi menyehatkan pendu-
duk, suatu orientasi sehat positif, sebagai kebalikan dari orien-
tasi pengobatan penyakit yang bersifat kuratif, membetulkan,
memperbaiki, atau mengembalikan sesuatu yang terjadi.

Implikasi Perubahan Paradigma


Perubahan paradigma yang diutarakan oleh Bpk. Menkes,
di DPR tanggal 15 September 1998, apabila dilaksanakan akan
membawa dampak yang cukup luas.hal itu dilaksanakan karena
pengorganisasian upaya kesehatan yang ada tenaga-tenaga kese-
hatan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, peratu-
ran-perundangan kesehatan yang ada adalah merupakan wahana
dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan keseha-
tan yang berorientasi pada penyembuhan penyakit, maka untuk
mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi
pada upaya promotif-preventif, proaktif, community-centered,
partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semuua
wahana, tenaga dan sarana fasilitas yang ada perlu dilaksanakan
penyesuaian dan bila perlu dilakukan reformasi, termasuk refor-
masi program disemua tingkat, baik di tingkat pusat, propinsi,
kabupaten dan kota bahkan sampai tingkat kecamatan.
Selama ini masyarakat diberi anggapan bahwa kesehatan
merupakan tanggung jawab pemerintah, karena pemerintahlah
yang selalu menyediakan pelayanan kesehatan jika mereka sakit.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si |9

Masyarakat seakan-akan dibiarkan dengan iklan-iklan obat yang


menyesatkan tanpa ada iklan sebaliknya. Sehingga setiap indivi-
du dalam masyarakat tidak berusaha dan tidak tahu uuntuk
mempraktekkan gaya hidup sehat seperti olah raga, makan
makanan sehat, tidak merokok dan istirahat yang cukup. Peme-
rintah harus ikut bertanggung jawab atas terciptanya gaya hidup
sehat dikalangan masyarakat yang selama ini kurang dilakukan
secara sungguh-sungguh.
Pada masa krisis sekarang ini, dimana obat dan pengoba-
tan menjadi mahal keluarga-keluarga dipaksa untuk membuat
keputusan yang bijak untuk membelanjakan uangnya yang
terbatas, seharusnya pemerintah harus lebih menekankan pada
pendidikan dan penyuluhan kesehatan agar masyarakat mampu
menghindarkan diri dari penyakit, tidak mudah jatuh sakit, dan
melaksanakan kebiasaan hidup sehat agar biaya pengobatan bisa
dihemat.

Indikator Kesehatan
Sementara itu sekarang ini mulai dipertanyakan apakah
indikator yang digunakan seperti IMR, CDR, Live Expectancy
masih cocok disebut indikator kesehatan penduduk. Untuk dapat
menilai berapa banyak penduduk yang sehat, tidak mudah bila
menggunakan angka kematian dan angka kesakitan penduduk.
Untuk dapat mengukur status angka penduduk yang tepat, perlu
digunakan indikator positif (sehat), dan bukan hanya indikator
negatif (sakit, mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO me-
nekankan agar sebagai indikator kesehatan positif dan konsep
holistik menekankan pada enam hal dibawah ini; a) melihat
tidaknya patofisiologi pada seseorang, b) mengukur kemampuan
fisik seseorang seperti aerobic, ketahanan, kekuatan dan kelen-
turan sesuai dengan tingkat umur, c) penilaian atas kesehatan
sendiri, d) Indeks masa tubuh (BMI), e) kesehatan mental dan
kesehatan spiritual. Dewasa ini mulai dipertanyakan keterkai-
tan antara IMR yang rendah dengan bayi sehat penelitian di
Afrika ditemukan bahwa 26% bayi yang terselamatkan (tidak
mati) ternyata cacat.
Demikian halnya dengan peningkatan umur harapan hidup.
WHO menegaskan bahwa peningkatan umur harapan hidup itu
10 | Manajemen Logistik Kesehatan

harus artikan sebagai bertambahnya produktifitas dan bukan


sekedar bertambahnya umur tapi sakit-sakitan. WHO menyebut-
kan bahwa perpanjangan umur harus diartikan sebagai “add life
to years rather than merely add years to life”. Disamping itu
penambahan umur harus diartikan sebagai penambahan “years
of disability free life” dan bukan penambahan “years of disabled
life”.

Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi perawat dan bidan, dalam
upaya kesehatan yang menekankan pengobatan penyakit, adalah
sangat penting. Mereka semua merupakan tulang punggung
palayanan medis di Indonesia. Namun untuk pengelolaan pela-
yanan kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat, tenaga kese-
hatan yang ada tersebut ternyata tidak cukup membina keseha-
tan masyarakat membutuhkan pendekatan holistik yang luas,
dan menyeluruh, dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif,
tidak individual. Intervensi yang utama antara lain adakah mem-
bina lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup
sehat, menggalakkan upaya promotif, preventif, memperbaiki
dan meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih efektif dan
efisien, menyusun dan mendukung perundang-undangan yang
mendukung terciptanya upaya pembinaan kesehatan bangsa.
Untuk menangani beberapa kegiatan tersebut diatas, disamping
tenaga kesehatan yang telah ada diperlukan pula tenaga keseha-
tan yang memiliki wawasan, ketrampilan dan ilmu pengetahuan
yang berbeda, dengan dokter, dokter gigi, bidan dan perawat.
Tenaga tersebut harus dapat bekerjasama dan saling melengkapi
dengan tenaga kesehatan yang ada. Tenaga kesehatan yang di-
maksud adalah tenaga Psikologi, Sosial, dan juga Sarjana Kese-
hatan Masyarakat (SKM).
Tenaga kesehatan ini harus mampu mengajak dan memoti-
vasi dan memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerja-
sama lintas sektoral, mampu mengelola sistem pelayanan kese-
hatan secara efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin,
pelopor, dan teladan hidup sehat, tenaga kesehatan tersebut
harus berwawasan menciptakan bangsa yang sehat, bukan seke-
dar penyembuhan penyakit. Membina dan meningkatkan kese-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 11

hatan masyarakat baik yang “sakit” maupun yang “tidak sakit”,


agar lebih sehat, kreatif dan produktif.

Pemberdayaan Masyarakat
Dalam membina dan menciptakan bangsa yang sehat,
memberdayakan masyarakat menjadi sangat penting. Bukankah
masyarakat juga mempunyai hak dan kewajiban untuk memeli-
hara kesehatan? Bukankah kesehatan itu pada dasarnya bukan-
lah komoditi yang bisa djual belikan ataupun yang bisa dilaya-
nan dari seorang kepada orang lain? Dalam menangani penyakit
kronis-degeneratif, AIDS dan kecelakaan erat berkaitan dengan
perilaku dan pola hidup. Disini jelas sekali bahwa perilaku pola
hidup hanya bisa dirubah oleh masyarakat sendiri. Menciptakan
lingkungan hidup yang sehat yang memungkinkan masyarakat
dapat sehat juga hanya bisa dengan partisipasi aktif dengan
masyarakat. Pada dasarnya dengan peran aktif masyarakat
dengan memberdayakan akan diciptakan masyarakat yang sehat,
masyarakat yang dapat terhindar dari penyakit.
Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang
sangat penting adalah bagaimana memberdayakan dan menggai-
rahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab
atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana
dan daya yang ada pada mereka.

Kesehatan dan Komitmen Politik


Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik
oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlu-
kan komitmen politik. Pembangunan sosial ekonomi yang baik,
diperlukan tenaga pembangunan yang sehat yang memilki daya
tahan yang cukup.
Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur
kesehatan penduduk tidak berperan terhadap pembangunan
sosial ekonomi. Penentu kebijakan banyak beranggapan bahwa
Sektor kesehatan lebih merupakan sektor konsumtif ketimbang
sektor positif sebagai penyedia sumber daya manusia yang ber-
kualitas, sehingga ada keguncangan dalam keadaan ekonomi
negara, alokasi dalam sektor ini tidak akan meningkat.
12 | Manajemen Logistik Kesehatan

Sementara itu para pakar kesehatan belum mampu mem-


perlihatkan secara jelas manfaat investasi bidang kesehatan
dalam menunjang pembangunan Negara. Kesenjangan derajat
kesehatan masyarakat antara wilayah atau spesial perlu segera
diatasi. Investasi yang selama ini lebih ditekankan pada penam-
bahan fasilitas, peralatan dan tenaga medis, perlu dipelajari
kembali. Banyak rumah sakit, puskesmas, poliklinik, bidan dan
dokter, bukan merupakan jaminan meningkatnya kesehatan pen-
duduk.
Oleh karena itu, tidak berlebihan rasanya kalau saya kata-
kan disini bahwa pemecahan masalah tidak bisa ditemukan di
bangsal-bangsal rumah sakit, ataupun ruang tunggu poliklinik
melainkan di Depkes, Kanwil, Dinas Kesehatan dan di Gedung
DPR. Pergeseran paradigma dari pelayanan medis ke pemba-
ngunan kesehatan memerlukan pembaharuan komitmen politik
dari pemerintah.
Membina kesehatan bangsa jauh lebih luas dari menangani
penyakit. Oleh karena itu tidak dapat ditangani oleh sektor yang
bersangkutan saja. Menyiapkan generasi baru yang sehat, cer-
das, terampil perlu dilaksanakan secara multi sektoral.
Dimasa pemerintahan orde baru lalu kendatipun diungkap-
kan secara jelas, bahwa pembangunan di Indonesia adalah pem-
bangunan manusia Indonesia seutuhnya namun dalam kenyataan
yang diutamakan adalah pembangunan ekonomi saja, bukan
pada “human investment”
Apabila kita ingin membangun bangsa Indonesia yang
berkualitas maka pembangunan yang semula berorientasi pada
GNP Growth perlu diubah menjadi “Human Capital Growth”
yaitu: health, education, and sosial security.
Pengembangan human capital merupakan prasyarat dasar
dan penting untuk meningkatkan produktifitas yang pada gili-
rannya akan meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
Paradigma sehat yang dimulai dengan re-orientasi yang
dipandang dari sudut pandang yang semula upaya kuratif rehabi-
litatif pasif-reaktif individual centered, menjadi upaya kreatif-
rehabilitatif positif-reaktif individual centered menjadi upaya
promotif-preventif-proaktif community centered. Dari paradig-
ma kesehatan individu melalui pendekatan fisik–organik ke
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 13

paradigma sehat-holistik dengan pendekatan masyarakat menye-


luruh. Mengingat masalah kesehatan adalah masalah politik
maka penyelesaian masalah kesehatan tidak berada dibangsal
rumah sakit, puskesmas ataupun di lapangan, tetapi di gedung
Depertemen Kesehatan, Kanwil, Dinas Kesehatan, dan di DPR
dan kesediaan melakukan perubahan pada seluruh jajaran
pengelola kesehatan.
Perubahan paradigma hanya terjadi bila diikuti dengan
perubahan orientasi para pengambil keputusan, perubahan pera-
turan perundangan yang mungkin terjadi perubahan pendekatan,
pengorganisasian, ketenagaan dan alokasi pembiayaan yang
akhir ini menjadi kunci tercapainya perubahan.

Dasar Pembangunan Kesehatan


Landasan idiil pembangunan nasional adalah Pancasila,
sedangkan landasan konstitusional adalah UUD 1945, pemba-
ngunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Dalam UU N0. 23 Thn 1992 tentang kesehatan ditetap-
kan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang yang produktif
secara sosial dan ekonomi. Sedangkan dalam konstistusi organi-
sasi kesehatan sedunia (WHO) 1948, disepakati antara lain bah-
wa diperolehnya derajat kesehatan setinggi-tingginya adalah
suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membeda-
kan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonomi-
nya.
Dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah nilai kebenaran atau aturan pokok sebagai landasan untuk
berpikit atau bertindak dalam pembangunan kesehatan. Dasar-
dasar ini merupakan landasan dalam penyusunan misi, misi dan
strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan
kesehatan secara nasional yang meliputi:

 Dasar pri kemanusiaan


Setiap upaya kesehatan harus berlandaskan perike-
manusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
14 | Manajemen Logistik Kesehatan

Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur dan memegang


teguh ketika profesi.

 Dasar pemberdayaan dan kemandirian


Setiap orang dan masyarakat bersama dengan peme-
rintah dengan berperan berkewajiban dan bertanggung ja-
wab untuk memelihara dan meningkatkan derajat keseha-
tan perorangan, keluarga dan lingkungannya. Setiap upaya
kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong
peran serta masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksa-
nakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas ke-
mampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepriba-
dian bangsa.

 Dasar adil dan merata


Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempu-
nyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya tanpa memandang suku, golongan,
agama dan status sosial ekonominya.

 Dasar penutamaan dan manfaat


Penyelenggaraan upaya kesehatan bermutu yang me-
ngikuti perkembangan IPTEK, lebih mengutamakan pen-
dekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan pence-
gahan penyakit, serta dilaksanakan secara professional,
mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi daerah, berha-
sil guna dan berdaya guna. Upaya kesehatan diarahkan
agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat masyarakat, serta dilaksanakan de-
ngan penuh tanggungjawab sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Isu Strategis
Setelah dilakukan analisa situasi kesehatan masyarakat,
masalah, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman maka
dapat disintesakan bahwa isu strategis yang dihadapi adalah:
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 15

 Kerjasama lintas Sektor


Masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional
yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan Sektor diluar
kesehatan, sehingga upaya pemecahannya harus melibatkan sek-
tor terkait. Isu utamanya adalah bagaimana upaya untuk mening-
katkan kerja sama lintas sektor yang lebih efektif.
Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasil-
nya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor.
Beberapa program-program sektoral masih kurang berwawasan
kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan
masyarakat. Sebagian dari masalah kesehatan terutama lingku-
ngan dan perilaku berkaitan erat dengan kebijaksanaan maupun
pelaksanaan program di sektor lain. Untuk itu diperlukan pende-
katan lintas sektor yang sangat baik, agar sektor terkait dapat
selalu mempertimbangkan kesehatan masyarakat.
Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelaya-
nan kesehatan tidak dapat lepas dari peran sektor-sektor yang
membidangi pembiayaan, pemerintah dan pembangunan daerah,
ketenagaan, pendidikan, perdagangan, dan sosial budaya.

 Sumber daya manusia kesehatan dan pemberdayaan masya-


rakat
Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan
keberhasilan upaya serta manajemen kesehatan. Sumber daya
manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti per-
kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk
menguasai (IPTEK) yang tinggi/mutakhir. Disamping itu, mutu
sumber daya tenaga kesehatan ditentukan pula oleh nilai-nilai
moral yang dianut dan diterapkannya dalam menjalankan tugas.
Disadari bahwa sumber daya menerapkan nilai-nilai moral dan
etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dalam era pasar
bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan
meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia
kesehatan. Hal ini diperlukan tidak sama untuk meningkatkan
daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu me-
ningkatkan daya saing sektor lain. Antara lain peningkatan
komoditi ekspor dan makanan jadi. Dalam kaitan dengan desen-
16 | Manajemen Logistik Kesehatan

tralisasi penyelenggaraan pemerintah peningkatan kemampuan


dan profesionalisme menager kesehatan disetiap tingkat admi-
nistrasi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Pember-
dayaan suatu kemandirian masyarakat dalam upaya kesehatan
sering belum seperti yang diharapkan. Kemitraan yang setara,
terbuka dan saling menguntungkan bagi masing-masing mitra
dalam upaya kesehatan menjadi suatu yang sentral unruk upaya
pemberdayaan perilaku hidup sehat, penetapan kaidah hidup
sehat dan promosi kesehatan.

 Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan


Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan
kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit serta sasaran
kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan
telah dapat dikatakan merata keseluruh pelosok wilayah Indone-
sia. Namun harus diakui bahwa persebaran fisik tersebut masih
belum diikuti sepenuhnya dengan meningkatkan mutu pelaya-
nan.
Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kuali-
tas sarana fisik jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan
dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan,
kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna.
Dengan demikian maka peningkatan kualitas fisik serta faktor-
faktor tersebut di atas merupakan pra kondisi yang harus dipe-
nuhi. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan
melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya
kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat penggunaan disela-
raskan memulai peningkatan pendidikan umum, penyuluhan
kesehatan, komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan dan
masyarakat.

 Pengutamaan dan sumber daya pemberdayaan upaya kese-


hatan
Upaya kesehatan msih kurang mengutamakan pendekatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit, dan kurang didukung oleh pemberdayaan kesehatan
yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan pemerintah dan
masyarakat merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 17

program pemerintah serta ancaman serta ancaman terhadap


pencapaian derajat kesehatan yang optimal.
Dengan demikian maka diperlukan upayayang lebih inten-
sif untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor
public yang diutamakan untuk kegiatan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Sumber daya
pembiayaan untuk upaya penyembuhan dan pemulihan digali
lebih banyak dari sumber-sumber yang ada dimasyarakat dan
diharapkan agar lebih rasional, dan lebih berhasil dan berdaya
guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Berbagai peneliti-
an menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran langsung
masyarakat digunakan secara kurang efektif dan efisien sebagai
akibat dari adanya informasi yang tidak sama antara pemberi
pelayanan dan penerima pelayanan (pasien atau keluarganya).
Keadaan ini mendorong perlunya langkah strategis dalam men-
ciptakan sistim pembiayaan yang bersifat pra upaya yang sering
dikenal dengan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
(JPKM).
Ketersediaaan sumber daya yang terbatas khususnya sek-
tor publik mengharuskan adanya upaya-upaya untuk mening-
katkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan
melalui peberdayaan agar swasta sendiri peningkatan kemitraan
yan setara dan saling menguntungkan berdasarkan antara sektor
publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat diman-
faatkan secara optimal.

Visi Misi Indonesia Sehat 2010


Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai di
masa datang melalui pembangunan kesehatan dalam masyara-
kat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup
didalam lingkungan dan di depan perilaku hidup sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang ber-
mutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah RI. Gambaran keada-
an masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin
18 | Manajemen Logistik Kesehatan

dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan


sebagai: Indonesia Sehat 2010

Indonesia Sehat 2010


Dengan adannya rumusan visi tersebut, maka lingkungan
yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kon-
dusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang
bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan
yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perenca-
naan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang saling tolong-menolong dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa dan negara.
Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 adalah perilaku
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mence-
gah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan ma-
syarakat. Selanjutnya masyarakat memiliki kemampuann untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan
kesehatan yang tersedia adalah pelayanan yang berhasil guna
dan berdaya guna yang tersebar secara merata diseluruh Indone-
sia. Dengan demikian terwujudlah derajat kesehatan masyarakat
yang optimal yangmemungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.

Misi
Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 dite-
tapkan 4 misi pembangunan kesehatan sebagai berikut;

1. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan


Kesehatan
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak sema-
ta-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor keseha-
tan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras kons-
tribusi positif pelbagai Sektor pembangunan lainnya.
Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut,
harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan
sebagai azas pokok program pembangunan nasional.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 19

2. Mendorong Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup


Sehat
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari
setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta.
Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa
kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan di-
capai. Perilaku dan kemampuan masyarakat untuk memi-
lih dan mendapatkan pelayanan sehat yang bermutu
sangat menentukan keberhasilan pembangunan keseha-
tan. Oleh karena itu, salah satu upaya kesehatan pokok
atau misi sektor kesehatan adalah mendorong kemandiri-
an masyarakat untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan Meningkatkan Pelayanan Kesehatan


yang Bermutu, Merata dan Terjangkau
Memelihara dan meningkatkan pelayanan keseha-
tan yang mendukung, merata dan terjangkau mengan-
dung makna bahwa salah satu tanggung jawab sektor
kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan sehat
yang bermutu, penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
tidak semata-mata berada di tangan pemerintah, melain-
kan mengikut sertakan sebesar-besarnya peran serta aktif
segenap anggota masyarakat dan pelbagai potensi swasta.

4. Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan Individu,


Keluarga dan Masyarakat Beserta Lingkungannya
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu
keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya mengan-
dung makna bahwa tugas utama sektor kesehatan adalah
memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warga
negara, yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat
Indonesia tanpa upaya meninggalkan upaya menyem-
buhkan penyakit dan atau memulihkan kesehatan pende-
rita. Untuk terselenggaranya tugas ini, penyelenggara
upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang
bersifat promontif dan preventif yang didukung oleh
upaya kuratif atau rehabilitatif agar dapat memelihara
20 | Manajemen Logistik Kesehatan

dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan ma-


syarakat diperlukan pula tercapainya lingkungan yang
sehat, dan oleh karena itu, tugas-tugas penyehatan ling-
kungan harus pula lebih di prioritas

Kebijakan Umum dan Strategi Pembangunan Kesehatan

Sasaran

 Perilaku Hidup Sehat


Meningkatnya secara bermakna jumlah makna ibu hamil
yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga
kesehatan, jumlah bayi yang memperoleh imunisasi lengkap,
jumlah bayi yang memperoleh asi ekslusif, jumlah anak balita
yang ditimbang setiap bulan, jumlah pasangan usia subur, be-
serta keluarga berencana. Jumlah penduduk dengan makanan
gizi seimbang, jumlah penduduk yang memperoleh air bersih,
jumlah penduduk yang buang air besar di jamban, jumlah pemu-
kiman bebas vektor dan roden, jumlah rumah yang memenuhi
syarat kesehatan, jumlah penduduk yang memperoleh olah raga
dan istirahat teratur, jumlah keluarga dengan komunikasi inter-
nal dan eksternal, jumlah keluarga yang menjalankan ajaran aga-
ma dengan baik, jumlah pengendara yang menggunakan perala-
tan keselamatan, jumlah penduduk yang merasa aman berada di
kediaman tempat-tempat umum, jumlah penduduk yang tidak
merokok dan tidak minum-minuman keras dan obat zat adiktif,
jumlah penduduk yang tidak berhubungan sex diluar nikah serta
jumlah penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat (JPKM).

 Lingkungan Sehat
Meningkatnya secara bermakna jumlah wilayah/kawasan
sehat, tempat-tempat umum sehat, tempat pariwisata sehat, tem-
pat kerja sehat, rumah dan bangunan shat, sarana sanitasi, sarana
air minum, sarana pembuangan limbah, lingkungan sosial terma-
suk pergaulan sehat dan keamanan lingkungan, serta berbagai
standard dan peraturan perundang-undangan yang mendukung
terwujudnya lingkungan sehat.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 21

 Upaya kesehatan
Meningkatnya secara bermakna jumlah sarana kesehatan
yang bermutu, jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan,
penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan, pengguna
obat secara rasional, pemanfaatan pelayanan promotif-preventif,
biaya kesehatan yang dikelola secara efektif serta ketersediaan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

 Manajemen Pembangunan Kesehatan


Meningkatnya secara bermakna sistem informasi pemba-
ngunan kesehatan, kemampuan daerah dalam pelaksanaan de-
sentralisasi pembangunan kesehatan, kepemimpinan dan mana-
jemen kesehatan, peraturan perundang-undangan yang mendu-
kung pembangunan kesehatan, kerjasama lintas program dan
sektor.

 Derajat Kesehatan
Meningkatkan secara bermakna umur harapan hidup,
menurunnya angka kematian bayi dan ibu, menurunnya angka
kesakitan beberapa penyakit penting, menurunnya angka keca-
catan dan ketergantungan serta meningkatkan status gizi masya-
rakat, menurunnya angka mortalitas.

 Kebijakan
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan
melandaskan pada daasar-dasar tersebut diatas, maka penyeleng-
garaan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum
yang dikelompokkan sebagai berikut:

 Peningkatan Kerjaama Lintas Sektor


Untuk obtimalisasi hasil pembangunan berwawasan kese-
hatan, kerjasama lintas sektor merupakan hal yang utama dan
karena itu perlu digalang dan dimanfaatkan secara saksama.
Sosialisasi masalah-masalah kesehatan pada sektor lain perlu
dilakukan secara efektif dan berkala. Kerjasama lintas Sektor
harus mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian serta
melandaskan dengan saksama dengan pembangunan kesehatan
22 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Peningkatan Perilaku, Pemberdayaan masyarakat, dan Kemi-


traan Swasta
Masyarakat dan swasta perlu berperan aktif dalam upaya
penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam keadaan ini, perilaku
upaya kesehatan sejak usia dini perlu ditingkatkan melalui ber-
bagai kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, sehingga
menjadi bagian hidup dan budaya masyarakat dalam rangka me-
ningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat. Peran masyatakat dalam pembangunan kesehatan utama
melalui penerapan konsep pembangunan kesehatan masyarakat
tetap didorong dan bahkan dikembangkan untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan serta kesinambungan upaya kesehatan.
Kemitraan swasta lebih dikembangkan dengan memberi-
kan kemudahan dalam membangun terutama pelayanan keseha-
tan, rujukan rumah sakit dan pelayanan medis lainnya, dengan
memperhatikan efisiensi keseluruhan sistem pelayanan keseha-
tan. Kemitraan swasta juga ditingkatkan dalam pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.
Peran organisasi sebagai organisasi msyarakat, ditingkat-
kan terutama yang menyangkut penyusunan standard dan kode
etik profesi dalam pelayanan kesehatan. Organisasi profesi dido-
rong untuk berperan mengembangkan IPTEK kesehatan, mem-
bantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan pengelola-
an serta pemantauan pembangunan kesehatan dan berfungsi pula
memberikan masukan untuk mengembangkan SDM kesehatan.

 Peningkatan Kesehatan Lingkungan


Kesehatan lingkungan perlu diselenggarakan untuk mewu-
judkan kualitas lingkungan yang sehat. Upaya ini perlu untuk
membina lingkungan hidup dan meningkatkan kemauan dan
kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan
dan merencanakan pembangunan berwawasan kesehatan.
Kesehatan lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat-
tempat umum dan serta tempat pariwisata ditingkatkan melalui
penyediaan serta pengawasan mutu air yang memenuhi persya-
ratan terutama perpipaan, penerbitan tempat pembuangan sam-
pah, penyediaan sarana pembuangan limbah serta berbagai sara-
na sanitasi lingkungan lainnya. Kualitas air, udara, dan tanah
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 23

ditingkatkan untuk menjamin hidup sehat dan prduktif sehingga


masyarakat terhindar dari keadaan yang dapat menimbulkan
bahaya kesehatan, untuk itu perlu dilakukan berbagai peningka-
tan dan perbaikan peraturan perundang-undangan, pendidikan,
lingkungan sehat sejak dari usia muda serta pembakuan standar
lingkungan.
Pengendalian penyebab, pembawa serta sumber penyakit
perlu dilakukan untuk terciptanya lingkungan yang sehat bagi
segenap penduduk. Perhatian khusus diberikan kepada gangguan
lingkungan karena pengguna teknologi dan bahan berbahaya,
eksplorasi berbagai sumber daya alam yang berlebihan, serta
bencana yang dilakukan oleh manusia atau alam.
Dampak global perubahan cuaca perlu diwaspadai teruta-
ma yang terkait dengan timbulnya berbagai gangguan kesehatan
disamping dampak negatif kelangkaan bahan pangan yang
berpengaruh pada gizi penduduk.

 Peningkatan Upaya Kesehatan


Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, melalui upaya pe-
ningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan penyakit,
dan pemulihan kesehatan selanjutnya. Pemerataan mutu pelaya-
nan kesehatan serta upaya khusus melalui pelayanan kesehatan
dan darurat dan krisis. Selanjutnya, Pemerataan mutu pelayanan
kesehatan perlu terus diupayakan.
Dalam rangka mempertahankan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat, selama krisis ekonomi, upaya kesehatan diupayakan
mengatasi dampak krisis disamping tetap mempertahankan
peningkatan pembangunan kesehatan. Perhatian khusus dalam
mengatasi dampak krisis diberikan kepada kelompok beresiko
dari keluarga-keluarga miskin dan derajat kesehatannya tidak
memburuk dan tetap hidup produktif. Pemerintah bertanggung
jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan untuk penduduk
miskin.
Setelah melewati masa krisis ekonomi, status kesehatan
masyarakat diusahakan ditingkatkan melalui pencegahan dan
pengurangan mobilitas, mortalitas dan kecacatan dalam masya-
24 | Manajemen Logistik Kesehatan

rakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil, melahir-
kan dalam masa nifas, melalui upaya peningkatan hidup sehat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengo-
batan penyakit dan rehabilitasi. Prioritas utama diberikan kepada
penanggulangan penyakit menular dan wabah yang cenderung
meningkat.
Perhatian yang lebih besar diberikan untuk mewujudkan
produktifitas kerja yang tinggi, melalui berbagai upaya pelaya-
nan kesehatan kerja termasuk perbaikan gizi dan kebugaran jas-
mani tenaga kerja serta upaya kisaran lain yangh menyangkut
lingkungan kerja dan lingkungan pemukiman, terutama bagi
penduduk yang tinggal didaerah kumuh.
Peningkatan upaya kesehatan dilakukan dengan mengga-
lang kemitraan sektor swasta dan potensi masyarakat. Pening-
katan upaya kesehatan sektor pemerintah lebih diutamakan pada
pelayanan yang berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat.
Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat pe-
nyembuhan dan pemulihan penyakit terutama dipercayakan pada
swasta.
Pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan melalui
puskesmas, pukesmas pembantu, bidan di desa dan upaya pela-
yanan kesehatan swasta di tingkat pemerataan dan untungnya.
Begitu pula pelayanan kesehatan, rujukan yang diselenggarakan
oleh rumah sakit milik pemerintah maupun swasta.
Peningkatan pemerintah dilakukan melalui penempatan
bidan di desa, pengembangan puskesmas yang sudah ada mem-
bangun puskesmas pembantu lengkap dengan pelayanannya.
Peningkatan kualitas dilakukan melalui pelaksanaan jaminan
mutu oleh puskesmas dan rumah sakit.

 Peningkatan Sumber Daya Kesehatan


Pengembangan tenaga ksehatan, harus menunjang seluruh
upaya pembangunan kesehatan dan diharapkan untuk dapat
menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai
dengan pembangunan IPTEK,beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta, berpegang teguh pada pengabdian
bangsa dan negara dan etika profesi. Pengembangan tenaga
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan perbedaan atau daya
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 25

guna tenaga dan penyediaan jumlah serta tenaga kesehatan dari


masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan pemba-
ngunan kesehatan. Dalam perencanaan tenaga kesehatan terse-
but diutamakan penentuan kebutuhan tenaga dikabupaten dan di
kota dan juga keperluan diberbagai negara di luar negeri dalam
rangka globalisasi. Pengembangan karir tenaga kesehatan dan
pemerintah perlu ditingkatkan dengan terarah dan saksama serta
diserasikan secara bertahap.
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) yak-
ni cara pelayanan kesehatan melalui pembayaran secara pra
upaya dikembangkan terus untuk menjamin terselenggaranya
pemeliharaan kesehatan yang lebih merata, yang bermutu dan
terkendali. JPKM diselenggarakan sebagai upaya bersama oleh
masyarakat, swasta dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat. Tarif pelaya-
nan kesehatan perlu disesuaikan atas dasar nilai jasa dan barang
yang diterima oleh pemerintah, bersamaan dengan itu dikem-
bangkan pula asuransi kesehatan sebagai pelengkap/pendamping
JPKM. Pengembangan asuransi kesehatan berada dibawah pem-
binaan pemerintah dan asosiasi perasuransian. Secara bertahap
puskesmas rumah sakit pemerintah akan diolah sebagai swada-
ya.
Dalam upaya meningkatkan upaya pengadaan dan produk-
si bahan baku obat yag secara ekonomis menguntungkan terus
dan ditingkatkan, produksi dan distribusi obat jadi ditingkatkan
dengan efisiensi dan mutunya sehingga masyarakat dapat mem-
peroleh obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau.
Pemakaian obat yang rasional terutama yang menggunakan obat
generik lebih digalakkan melalui promosi dan penyuluhan bagi
tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Obat-obat tradisional
yang bermanfaat bagi kesehatan yang akan dimanfaatkan secara
terintegrasi dalam pelayanan kesehatan masyarakat sendiri akan
dikembangkan terus melalui pembinaan oleh pemerintah mau-
pun oleh asosiasi profesi.
Pembinaan kualitas makanan dan lingkungan yang dipa-
sarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat ditingkatkan untuk me-
lindungi masyarakat dari bahan organisme yang membahayakan.
26 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kese-


hatan
Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu
makin ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strate-
gis dalam kerjasama antar sektor kesehatan dan lain yang terkait
dengan berbagai program kesehatan serta antara para pelaku
dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen upaya kese-
hatan yang terdiri dari perencanaan, penggerakan pelaksanaan,
pengendalian dan penilaian diselenggarakan secara sistematis
untuk menjamin upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh.
Manajemen tersebut didukung oleh sistem informasi yang han-
dal guna menghasilkan pengambilan keputusan dan cara kerja
yang efisiensi. Sistem informasi tersebut dikembangkan secara
komprehensif diberbagai tingkat administrasi kesehatan sebagai
bagian dari pengembangan administrasi modern. Organisasi
Depkes perlu disesuaikan kembali dngan fungsi-fungsi: regulasi,
perencanaan nasional, pembinaan dan pengawasan.
Desentralisasi dasar atas prinsip ekonomi yang nyata,
dinamis, serasi dan bertanggungjawab dipercepat melalui kelim-
pahan tanggung jawab pengelolaan upaya kesehatan melalui
kepala daerah. Dinas kesehatan di berbagai tingkat terutama
kemampuan manajemennya sehingga dapat melaksanakan de-
ngan lebih bertanggungjawab dalam perencanaan. Pembiayaan
pelaksanaan upaya kesehatan. Peningkatan kemampuan manaje-
men tersebut melalui rangkaian pendidikan dan palatihan yang
ssuai dengan pembangunan kesehatan yang ada.
Upaya tersebut diatas perlu didukung oleh tersedianya
pembiayaan kesehatan yang memadai. Untuk itu perlu diupaya-
kan pendanaan kesehatan yang baik yang berasal dari APBN
maupun APBD. Sumber pendapatan untuk pembangunan kese-
hatan dapat digali dari pengenaan pajak untuk konsumen yang
merugikan kesehatan seperti cukai rokok dan tembakau, dan
pajak atas minuman keras. Sejalan dengan itu semua pendapatan
oleh institusi kesehatan dan upaya peningkatan mutu pelayanan.
Kerjasama internasional mungkin perlu, tetapi kepercayaan dan
kemampuan akan kekuatan sendiri dalam penbangunan keseha-
tan perlu diutamakan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 27

 Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan


Penelitian dan pengembangan dibidang kesehatan akan
terus dikembangkan secara terarah dan bertahap dalam rangka
menunjang upaya kesehatan, utamanya untuk mendukung rumu-
san kebijaksanaan, membantu memecahkan masalah kesehatan
dan mengatasi kendala didalam program kesehatan. Penelitian
dan pengembangan kesehatan akan terus dikembangkan melalui
jaringan kemitraan dan disentralisasikan sehingga menjadi bagi-
an penting dari pembangunan kesehatan daerah.
Pengembangan IPTEK didorong untuk meningkatkan pe-
layanan kesehatan, gizi, pendayagunaan obat dan pengemba-
ngan obat asli Indonesia, pemberantasan penyakit dan perbaikan
lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi keseha-
tan dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pembia-
yaan kesehatan dari pemerintah dan swasta, serta meningkatkan
kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan yang masih
terbatas. Penelitian dibidang budaya dan perilaku sehat dilaku-
kan untuk mengembangkan gaya hidup sehat dan mengurangi
masalah kesehatan yang ada.

 Peningkatan Lingkungan Sosial Budaya


Selain berpengaruh positif, globalisasi juga memerlukan
perubahan lingkungan sosial dan budaya masyarakat yang dapat
berpengaruh negative terhadap pembangunan kesehatan. Untuk
itu sangat diperlukan ketahanan sosial dan budaya masyarakat
melaui peningkatan pendidikan khususnya bagi wanita dan
anak-anak serta peningkatan sosio ekonomi masyarakat, sehing-
ga dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dan sekali-
gus diminimalkan dari dampak negatif dari globalisasi.

Strategi

Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang atau
diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya
program pembangunan nasional tersebut harus memberikan
kontribusi yang positif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya
28 | Manajemen Logistik Kesehatan

terhadap dua hal. Petama terhadap pembentukan lingkungan


sehat. Kedua, terhadap pembentukan perilaku sehat. Adalah
amanat setiap program pembangunan nasional yang akan dise-
lenggarakan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap terbentuknya lingkungan dan perilaku sehat
tersebut.
Sedangkan secara mikro, semua kebijakan pembangunan
kesehatan yang sedang dan atau yang diselenggarakan harus
dapat mendorong meningkatkan derajat seluruh anggota masya-
rakat. Jika diketahui pemeliharaan dan peningkatan kesehata
tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan melalui
promotif dan preventif bukan upaya kuratif dan rehabilitasi,
maka seyogyanyalah kedua pelayanan yang pertama tersebut
lebih diutamakan.
Untuk terselenggaranya pembangunan berwawasan kese-
hatan, perlu dilaksanakan kegiatan sosialisme, orientasi, kampa-
nye dan pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakehol-
ders). Memahami dan mampu melaksanakan pembangunan na-
sional berwawasan kesehatan. Selain itu, perlu pula dilakukan
kegiatan penjabaran lebih lanjut dan konsep tersebut sehingga
benar-benar menjadi operasional serta terukur segala pencapaian
dan dampak yang dihasilkan. Faktor penentuan keberhasilan
untuk strategis satu adalah:

 Wawasan kesehatan sebagai azas Pembangunan Nasional


Masalah kesehatan adalah masalah kompleks dan
menyangkut aspek kehidupan. Penyelesaian masalah kese-
hatan tidak dapat dilepaskan begitu saja dari faktor luar
aspek kesehatan (non kesehatan). Dalam konteks pemba-
ngunan nasional, kesehatan seharusnya menjadi landasan
pertimbangan pokok. Pembangunan apapun juga termasuk
pembangunan infrastruktur publik seperti pengembangan
perkotaan, industri dan lain-lainnya harus mempertim-
bangkan dampak positif dan negatifnya terhadapnya aspek
masalah kesehatan masyaraka. Selama wawasan kesehatan
dijadikan azas pembangunan nasional dan belum menjadi
satu kriteria kunci penentu layak tidaknya satu pembangu-
nan, masalah kesehatan tetap menjadi isu nasional yang
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 29

serius. Pembangunan kesehatan tanpa menjadi upaya men-


jadikan masalah kesehatan itu sebagai azas pembangunan
yang semakin cepat dan sering kali tanpa pertimbangan
dampak terhadap kesehatan masyarakat. Gagasan wawa-
san kesehatan sebagai azas pembangunan nasional harus
dicantumkan secara resmi dalam GBHN.

 Paradigma sehat sebagai komitmen gerakan nasional


Salah satu kunci keberhasilan paradigma baru pem-
bangunan kesehatan adalah menciptakan paradigma sehat
sebagai suatu gerakan nasional. Sebagai langkah awal,
presiden sebagai pimpinan nasional tertinggi telah secara
langsung mencanangkan gerakan nasional ini. Pencana-
ngan paradigma sehat sebagai komitmen gerakan nasional
hendaknya diikuti dengan tindakan nyata secara konsisten
dan berkesinambungan oleh seluruh lapisan masyarakat,
termasuk partisipasi aktif lintas sektor. Tanpa hal itu, dan
seluruh lapisan masyarakat, paradigma sehat ini akan
semata menjadi slogan, dan depkes akan kembali menjadi
satu-satunya lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
penuh atas masalah kesehatan nasional. Tanpa komitmen
menjadikan paradigma sehat sebagai suatu gerakan nasio-
nal, gagasan bahwa kesehatan adalah tanggung jawab ber-
sama (shared responsibility) yang mengacau pada prinsip
kemitraan (partnership) hanya akan tetap tinggal sebagai
konsep belaka.

 Sistem yang mendorong aspek promotif dan preventif


dalam pemeliharaan kesehatan komprehensif
Suatu sistem atau mekanisme baru harus dibangun
sehingga pembangunan kesehatan tidak terperangkap kem-
bali dalam paradigma lama yang lebih fokus ke upaya
kuratif-rehabilitatif. Pada tingkat operasional, sistem ini
akan dapat tercipta bilamana akan terjadi sinergi akan
sektor atau antar departemen, disamping kerjasama antar
Depkes dan antar lapisan masyarakat termasuk tiap lapisan
swasta terkait. Penerapan wawasan masyarakat sebagai
30 | Manajemen Logistik Kesehatan

azas pembagunan nasional sangat besar manfaatnya seba-


gai dasar kebijakan antar sistem ini.

 Dukungan sumber daya yang berkesinambungan


Disadari sepenuhnya bahwa landasan kesehatan ada-
lah faktor yang sangat menentukan keberhasilan imple-
mentasi paradigma sehat. Upaya untuk mendukung sum-
ber daya, baik dipemerintah, swasta maupun donor agency
akan selalu dilakukan untuk mewujudkan visi dan misi
yang telah ditetapkan.

 Sosialisasi internal dan eksternal


Depkes menyadari sepenuhnya bahwa paradigma
sehat adalah salah satu pola pendekatan baru membutuh-
kan sosialisasi dan komunikasi yang efektif baik dalam
tubuh maupun dalam depkes sendiri maupun ke seluruh
lapisan masyarakat. Strategi sosialisasi dan komunikasi
harus disusun dan di publikasikan kepada program-pro-
gram kampanye yang jelas dan berdaya guna dan berhasil
guna dengan mempertimbangkan berbagai aspek terkait
seperti strata dari target, media maupun alat promosi yang
digunakan. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait akan
terus dilakukan untuk meningkatkan efektifitas program
asosiasi dan komunikasi ini.

 Restrukturisasi dan revitalisasi infrastruktur terutama yang


terkait dengan rencana desentralisasi
Strategi paradigma sehat-pembagunan berwawasan
kesehatan dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terwu-
jud tanpa organisasi yang sesuai, SDM yang berkualitas,
dan proses serta sistem yang menunjang. Penerapan azas
desentralisasi dalam pembangunan kesehatan sebagaimana
direncanakan akan sangat berpengaruh terhadap organisasi
Depkes dimasa mendatang, baik ditingkat pusat maupun
daerah, disamping akan berpengaruh akan karakteristik
SDM dan sistem dan proses yang diperlukan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 31

 Profesionalisme
Profesionalisme dilaksanakan melalui kemajuan
IPTEK, serta penerapan melalui moral dan etika. Untuk
terselenggaranya pelayanan yang bermutu, perlu didukung
oleh penerapan pelbagai kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran. Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang
seperti ini, jelaslah pengembangan sumber daya manusia
kesehatan dipandang mempunyai peran yang amat pen-
ting. Pelayanan kesehatan professional tidak akan terwu-
jud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana, yakni
sumber daya kedokteran yang mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi.
Lebih daripada itu, untuk terselenggaranya pelaya-
nan kesehatan, yang bermutu, perlu pula didukung oleh
penerapan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi.
Untuk terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini,
semua tenaga kesehatan perlu menjunjung tinggi sumpah
dan kode etik profesi, yang dalam pelaksanaannya dipan-
tau secara berkala, bekerjasama dengan pelbagai organisa-
si profesi.
Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme,
akan dilaksanakan penentuan standar kompetisi, bagi tena-
ga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetisi, akreditasi
dan legalasi tenaga kesehatan, serta kegiatan kualitas lain-
nya, faktor penentu keberhasilan kegiatan ini mencakup:

a) Penetapan manajemen SDM


Pengembangan manajemen dan sumber daya manu-
sia sebagai salah satu unsur dalam pembangunan keseha-
tan adalah sungguh sangat penting. Implementasi paradig-
ma sehat – pembagunan berwawasan kesehatan, sebagai
pola pikir dan pendekatan baru, pembangunan kesehatan
nasional disamping beberapa penerapan strategi kunci
lainnya menuntut perubahan mendasar dalam manajemen
SDM kesehatan. Hampir setiap fungsi dalam aspek mana-
jemen SDM, memerlukan peninjauan ulang dan pemanta-
pan, mulai dari pola rekrutmen, seleksi dan penempatan,
32 | Manajemen Logistik Kesehatan

pendidikan, pelatihan dan pengembangan, sampai kepada


pola pengembangan karir dan penghargaan sebagai untuk
kerja, guna mendukung upaya meningkatan pencapaian
misi sehat 2010, dan visi pembangunan kesehatan. Peruba-
han azas ini dari sentralisasi, misalnya jelas menuntut jenis
ketrampilan dipihak manajemen dan karyawan Depkes
pada umumnya, bagi yang berada dipusat maupun yang
terbesar diseluruh daerah. Hal semacam ini merupakan
konsikuensi lobi yang tidak ditawar mengingat bahwa pen-
dekatan desentralisasikan berarti pemberdayaan (empo-
werment). Bagi mereka yang ada di daerah untuk mampu
malakukan hal-hal yang semuka dilakukan oleh pemerin-
tah pusat misalnya masalah perencanaan, pengambilan
keputusan atau pemecahan masalah dan pengelolaan pro-
gram. Profesionalisme seluruh jajaran Depkes, mutlak per-
lu ditingkatkan agar visi dam misi baru dengan berbagai
pilar strateinya dapat berjalan secara efektif.

b) Pemantapan aspek IPTEK, iman dan takwa serta etika


profesi
Pergeseran atau perubahan paradigma kesehatan
jelas menuntut pergeseran dan perubahan penguasaan atas
ilmu dan teknologi. Transisi dari upaya kesehatan kuratif-
rehabilitatif menuju fokus pada upaya preventif-promotif
akan berdampak luas pada ilmu dan teknologi yang perlu
dikuasai pada jajaran profesi yang bergerak di bidang
kesehatan. Pendidikan dan peningkatan profesinalisme
yang semula mengutamakan ilmu dan teknologi yang me-
ngacu pada produksi tenaga medis dengan segala bentuk
teknologi terkaitnya, harus diimbangi dengan peningkatan
profesionalisme melalui penguasaan ilmu dan teknologi,
misalnya sanitasi, gizi dan kesehatan masyarakat, lingku-
ngan dan sebagainya. Berbagai disiplin ilmu lengkap de-
ngan teknologi yang mendukung pencegahan berjangkit-
nya penyakit harus memperoleh tempat dalam rangkaian
upaya pendidikan dan profesionalisme.
Sejalan dengan pemantapan aspek ilmu dan teknolo-
gi, maka pemantapan aspek iman dan taqwa mutlak diper-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 33

lukan, terutama sebagai penangkal atau berjangkitnya ber-


bagai penyakit baru. Penanganan penyakit AIDS yang
disebabkan oleh virus HIV misalnya, tidak cukup dilaku-
kan melalui pengobatan kuratif-rehabilitatif belaka, tetapi
memerlukan uluran tangan dan peran aktif sektor lain,
seperti Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, disamping peningkatan kesadaran ma-
syarakat luas akan bahaya virus ini.

c) Penajaman konsep profesionalisme kedokteran dan


kesehatan
Guna mendukung pencapaian visi dan misi baru
Depkes, SDM perlu ditingkatkan, terutama berkaitan
dengan konsep profesionalisme kedokteran dan kesehatan.
Saat ini dapat dikatakan bahwa profesionalisme SDM
kesehatan belum siap mendukung paradigma sehat kaena
fokusnya lebih terarah pada upaya kesehatan kuratif seper-
ti jumlah dokter yang sangat besar, dan masih kurangnya
tenaga-tenaga ahli dan professional dibidang upaya pre-
ventif promotif seperti ahli gizi dan ahli sanitasi.
Pemikiran penajaman profesionalisme kesehatan
diatas akan lebih efektif bilamana ditunjang pula dengan
kebijakan untuk mensetarakan status dan nilai sosial antar
professional promotif-preventif dengan mereka yang ber-
gerak dalam usaha kesehatan kuratif-rehabilitatif.

 Desentralisasi
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penye-
lenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari
masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah.
Desentralisasi yang ini pokoknya adalah pendelegasian
wewenang yang besar untuk mengatur sistim pemerinta-
han dan rumah tangga sendiri tersebut, memang dipandang
lebih sesuai untuk pengelolaan pelbagai pembangunan na-
sional pada masa mendatang. Tentu saja untuk keberha-
silan desentralisasi ini pelbagai persiapan perlu dilakukan,
34 | Manajemen Logistik Kesehatan

tentu yang paling penting adalah persiapan perangkat


organisasi serta sumber daya manusianya.
Untuk terselenggaranya desentralisasi akan dilaku-
kan kegiatan analisa dan penentuan peran pemerintah pu-
sat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan upaya
kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa
kemampuan daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga
dan lain-lain kegiatan sehingga strategi desentralisasi dapat
terlaksana nyata.
Beberapa faktor penentu keberhasilan pembangunan
kesehatan berasas desentralisasi ini antara lain mencakup:
1. Keseimbangan dan sinergi azas-azas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan;
2. Pembangunan kesehatan berbasis wilayah (prinsip
desentralisasi) harus dilaksanakan dengan memper-
timbangkan keseimbangan dan sinergi antara prinsip
ini dengan azas dekonsentrasi dan tugas pembantu-
an. Tanpa equilibrium diantara azas-azas diatas sukar
dibayangkan bahwa tingkat daerah akan mampu me-
nopang dan mendukung sistem yang berjalan yang
mengacu pada pendekatan lokal spesifik ini;
3. Peningkatan jenis dan peningkatan kewenangan;
4. Kebijakan pembangunan kesehatan berazas desen-
tralisasi harus diikuti kejelasan mengenai tingkat,
jenis dan pendekatan desentralisasinya. Hal ini perlu
dilakukan mengingat bahwa potensi setiap daerah
berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk dapat
menjamin suksesnya implementasi sistem baru ini,
Depkes perlu menetapkan secara jelas level atau
tingkat desentralisasi yang dapat diberikan atau dila-
kukan;
5. Kejelasan pedoman pengelolaan disertai dengan
indikator/parameter kinerja kota sehat dan kabupaten
sehat, “evidence based analysis” digunakan sebagai
landasan penetapan program;
6. Kebijakan desentralisasi pembangunan dan pemeli-
haraan kesehatan perlu dilengkapi dengan petunjuk
pelaksanaan yang jelas dan dapat digunakan sebagai
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 35

acuan dan pedoman pengelolaan, sehingga tidak ter-


jadi kesimpangsiuran, terutama dalam bentuk kerja
upaya kesehatan setiap daerah, kota dan kabupaten.

Untuk tujuan diatas, perlu ditetapkan indikator/para-


meter tersebut tidak saja berhubungan dengan derajat ke-
sehatan dan upaya kesehatan untuk mengukur keberha-
silan pencapaian Indonesia sehat 2010, tetapi juga menca-
kup beberapa hal lain seperti misalnya indikator tentang
kesepakatan untuk menyelenggarakan pembangunan kese-
hatan intensitas peran serta masyarakat dan sektor lainnya,
indikator tersedianya sumber daya tenaga, biaya dan fasi-
litas yang diperlukan untuk berjalannya sistem desentra-
lisasi, danm indikator-indikator lain non kesehatan lainnya
yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan dan peningka-
tan kesehatan masyarakat.
Kejelasan pedoman pengelolaan dan perangkat indi-
kator/parameter ukuran kinerja sebuah kota atau kabupa-
ten sehat tidak akan memiliki arti dan nilai lebih bilamana
program yang dilakukan tidak benar-benar mengacu pada
analisis kebutuhan lokal spesifik berdasarkan fakta. Ren-
cana pembangunan kesehatan harus mengacu pada kebutu-
han lokal spesifik yang diidentifikasi berdasarkan data
akurat yang ditemukan, dan bukan semata-mata mengikuti
kebijakan pemberi dana (donor driven policy).
Desentralisasi yang identik dengan pemberdayaan
potensi daerah harus tetap mengacu pada kekampuan dae-
rah wilayah setempat dalam pelaksanaannya. “Empower-
ment” atau pemberdayaan yang tidak diikuti dengan ana-
lisis yang cermat mengenai kapasitas setiap wilayah hanya
akan menimbulkan problem potensi baru.

 Sistem dan kebijakan SDM yang mendukung


Seperti disebutkan terdahulu dalam pembahasan me-
ngenai profesionalisme, desentralisasi menuntut kesiapan
sistem dan kebijakan SDM yang sesuai dan kondusif.
Pemberian atau penyerahan sebagian kewenangan kepada
36 | Manajemen Logistik Kesehatan

setiap daerah/wilayah untuk melaksanakan pembangunan


kesehatan yang berpijak pada paradigma sehat tanpa
diikuti dengan pemantapan dan revitalisasi fungsi SDM
pendukung dan berakibat pada kemacetan program upaya
kesehatan yang sudah ditetapkan.
Sesuai dengan tuntutan kebutuhan, fungsi SDM
harus mampu berperan sebagai mitra strategis dan pen-
dukung bagi pelaksananya semua program kesehatan baik
dipusat maupun daerah. Peninjauan kembali pelaksanaan
“redeployment” (penyebaran), disamping tentunya pola
pendidikan pelatihan dan pengembangan perlu untuk dila-
kukan guna memastikan adanya dukungan SDM yang
diperlukan dan memadai untuk mencapai tujuan.

 Infrastruktur lintas sektor yang menunjang


Pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana halnya pa-
radigma sehat, menuntut kerjasama dan ketersediaan infra-
struktur lintas sektoral yang baik. Kerjasama antar sektor
kesehatan dan sektor-sektor lainnya dalam konteks ini
adalah Departemen Dalam Negeri mutlak diperlukan dan
harus diatur dengan sebaik-baiknya.
Sektor industri juga sangat penting dalam suksesnya
promosi kesehatan dan program pencegahan penyakit.

 Pokok program Ilmu Pengetahuan dan Kesehatan


Program penelitian dan program pelaksanaan kese-
hatan bertujuan untuk memberikan masukan ilmu pengeta-
huan dan IPTEK untuk menunjang pembangunan keseha-
tan dan utamanya tidak mendukung perumusan kebijakan,
membantu memecahkan masalah kesehatan dan mengatasi
kendala didalam pelaksanaan program kesehatan. Peneliti-
an dan pengembangan kesehatan akan terus dikembangkan
dan akan terus didesentralisasikan sehingga menjadi bagi-
an dari sistem manajemen kesehatan daerah.
Sasaran program ini adalah pengembangan IPTEK
didorong untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi,
pendayagunaan obat, pemberantasan penyakit menular dan
perbaikan lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 37

ekonomi kesehatan dikembangkan untuk mengoptimalkan


untuk pemanfaatan pembiayaan kesehatan yang masih ter-
batas. Penelitian bidang sosial budaya dan perilaku hidup
sehat dilakukan untuk mengembangkan gaya hidup sehat
(life style) dan mengurangi masalah kesehatan yang ada.

Pembangunan Kesehatan Periode Nawa Cita


Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya
yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
social dan ekonomis.
Keberhasilan pembangunan Kesehatan sangat ditentukan
oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor,Serta kesi-
nambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh
periode sebelumnya.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-
2019 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi
Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotongro-
yong”.
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi
pembangunan yaitu:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga ke-
daulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan ke-
pribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan de-
mokratis berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta mem-
perkuat jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi,
maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang man-
diri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta
38 | Manajemen Logistik Kesehatan

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebuda-


yaan.

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal de-


ngan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada Kabinet Kerja,
yakni:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap
bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga
Negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata
kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan ter-
percaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi system
dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar
Internasional.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosi-
al Indonesia.

Adapun sasaran di bidang logistik kesehatan adalah me-


ningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas
sebesar 90%.
b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan
yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 35 jenis.
c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran
yang memenuhi syarat sebesar 83%.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 39

Aksesibilitas Serta Mutu Sediaan Farmasi dan Alat Keseha-


tan
Aksesibilitas obat ditentukan oleh ketersediaan obat bagi
pelayanan kesehatan. Pada tahun 2013, tingkat ketersediaan obat
dan vaksin telah mencapai 96,82%, meningkat dari pada tahun
sebelumnya yang mencapai 92,5%. Walaupun demikian, keter-
sediaan obat dan vaksin tersebut
belum terdistribusi merata antar-provinsi. Data tahun 2012
menunjukkan terdapat 3 provinsi dengan tingkat ketersediaan di
bawah 80%, sementara terdapat 6 Provinsi yang memiliki ting-
kat ketersediaan obat lebih tinggi dari 100%. Disparitas ini
mencerminkan belum optimalnya manajemen logistik obat dan
vaksin. Untuk itu, perlu didorong pemanfaatan system pengelo-
laan logistik online serta skema relokasi obat vaksin antar Pro-
vinsi/Kabupaten/Kota yang fleksibel dan akuntabel.
Pada periode 2010-2014, telah dimulai upaya perbaikan
manajemen logistik obat dan vaksin, salah satunya melalui
implementasi e-catalog dan inisiasi e-logistic obat. Pada tahun
2013, e-catalog telah dimanfaatkan oleh 432 Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan RS pemerintah, serta menghemat
anggaran penyediaan obat hingga sebesar 30%. Sedangkan e-
logistic, sampai dengan tahun 2013 telah terdapat 405 instalasi
farmasi Kabupaten/Kota telah memanfaatkan aplikasi ini. Mela-
lui e-logistic, pemantauan ketersediaan obat dan vaksin akan se-
makin real time dan memudahkan pengelolaannya bagi pelaksa-
naan program kesehatan.
Walaupun ketersediaan obat dan vaksin cukup baik, tetapi
pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan pada
umumnya masih belum sesuai standar.
Pada tahun 2013, baru 35,15% Puskesmas dan 41,72%
Instalasi Farmasi RS yang memiliki pelayanan kefarmasian
sesuai standar. Penggunaan obat generic sudah cukup tinggi,
tetapi penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan
baru mencapai 61,9%. Hal ini terutama disebabkan oleh masih
rendahnya penerapan formularium dan pedoman penggunaan
obat secara rasional. Di lain pihak, penduduk yang mengetahui
tentang seluk-beluk dan manfaat obat generik, masih sangat se-
dikit, yakni 17,4% di pedesaan dan 46,1% di perkotaan. Penge-
40 | Manajemen Logistik Kesehatan

tahuan masyarakat tentang obat secara umum juga masih belum


baik, terbukti sebanyak 35% rumah tangga melaporkan menyim-
pan obat termasuk antibiotik tanpa adanya resep dokter (Riskes-
das 2013).
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional memiliki poten-
si untuk meningkatkan kebutuhan akan obat esensial dan alat
kesehatan. Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat dan alat
kesehatan yang aman, bermutu, dan berkhasiat tersebut, peme-
rintah telah menyusun Formularium Nasional dan e-catalog
untuk menjamin terlaksananya penggunaan obat rasional.
Konsep Obat Esensial diterapkan pada Formularium
Nasional sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan, sehingga
pelayanan kefarmasian dapat menjadi cost effective.
Persentase obat yang memenuhi standar mutu, khasiat dan
keamanan terus meningkat dan pada tahun 2011 telah mencapai
96,79%. Sedangkan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi
syarat keamanan, mutu dan manfaat terus meningkat dan pada
tahun 2013 mencapai 90,12% (2013). Sementara itu, mutu sara-
na produksi obat, produk kefarmasian lain, alat kesehatan, dan
makanan umumnya masih belum baik, akibat kurang efektifnya
pengawasan dan pembinaan. Tahun 2013, hanya 67,8% sarana
produksi obat dan hanya 78,18% sarana produksi alat kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang memi-
liki sertifikasi Good Manufacturing Practices terkini dan meme-
nuhi cara produksi yang baik. Belum baiknya mutu obat masih
diperberat dengan masalah tingginya harga obat akibat rantai
distribusi yang tidak efisien dan bahan baku obat yang masih
diimpor.
Impor bahan baku obat, produk kefarmasian lain dan alat-
alat kesehatan mengakibatkan kurangnya kemandirian dalam
pelayanan kesehatan. Hampir 90% kebutuhan obat nasional
sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Hanya, indus-
tri farmasi masih bergantung pada bahan baku obat impor. Seba-
nyak 96% bahan baku yang digunakan industri farmasi dipero-
leh melalui impor. Komponen bahan baku obat berkontribusi
25-30% dari total biaya produksi obat, sehingga intervensi di
komponen ini akan memberikan dampak bagi harga obat.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 41

Dari sisi sumber daya alam, Indonesia sangat kaya akan


tumbuhan obat. Hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja)
tahun 2012 yang baru menjangkau 20% wilayah tanah air, me-
nghasilkan temuan 1.740 spesies tumbuhan obat. Bila dukungan
pemerintah untuk kemandirian bangsa konsisten, peneliti yang
dedikatif pasti mampu menghasilkan bahan baku obat dari tanah
air sendiri. Sejarah kemandirian bahan baku obat membuktikan
bahwa peran regulasi dan komitmen lintas sektor kesehatan
sangat besar untuk keberhasilan pencapaiannya. Pada tahun
1982-1990, produksi parasetamol mendapat proteksi 100% dari
pemerintah. Dengan demikian, prioritas yang harus dilakukan
adalah kemandirian bahan baku obat disamping pengembangan
e-catalog dan e-logistic.

Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerang-


ka Kelembagaan

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional


Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan na-
sional 2015-2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangu-
nan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025,
yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui ter-
ciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai
oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam ling-
kungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelaya-
nan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta me-
miliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wila-
yah Republik lndonesia.
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada
tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup, me-
nurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian
Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan keseha-
tan, maka strategi pembangunan kesehatan 20052025 adalah: 1)
pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2) pemberdaya-
42 | Manajemen Logistik Kesehatan

an masyarakat dan daerah; 3) pengembangan upaya dan pembia-


yaan kesehatan; 4) pengembangan dan dan pemberdayaan sum-
ber daya manusia kesehatan; dan 5) penanggulangan keadaan
darurat kesehatan.
Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada pe-
nguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang ber-
kualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peni-
ngkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan pening-
katan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi
salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor
kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal,
termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.

Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan RumahTangga (PKRT). Indikator ter-
capainya sasaran adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebe-
sar 90%.
b. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat kese-
hatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri sebesar 35.
c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran
yang memenuhi syarat sebesar 83%.

Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan


yang akan dilakukan adalah:

1) Peningkatan Pelayanan Kefarmasian


Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan.
Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:
a. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefar-
masian sesuai standar sebesar 60%.
b. Persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas sebesar
70%.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 43

2) Peningkatan Ketersediaan Obat Publik Dan Perbekalan


Kesehatan
Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya obat, vaksin dan
perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau di
pelayanan kesehatan pemerintah. Indikator pencapaian sasaran
tersebut adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebe-
sar 90%.
b. Persentase instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan
manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar sebe-
sar 75%.

3) Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan


Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya pengendalian
pra dan pasca pemasaran alat kesehatan dan PKRT. Indikator
pencapaian sasaran adalah:
a. Persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang meme-
nuhi syarat sebesar 83%.
b. Jumlah alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri sebe-
sar 10.
c. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/CPAKB) sebe-
sar 55%.
d. Persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good
Review Practices sebesar 75%.

4) Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefar-


masian
Sasaran kegiatan ini meningkatnya produksi bahan baku
dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefar-
masian. Indikator pencapaian sasaran adalah:
a. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi
di dalam negeri sebanyak 25.
b. Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku obat dan
obat tradisional produksi dalam negeri sebanyak 10 Industri.
44 | Manajemen Logistik Kesehatan

5) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis


Lainnya Pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya dukungan ma-
najemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program
kefarmasian dan alat kesehatan.
Indikator pencapaian sasaran adalah persentase kepuasan
klien terhadap dukungan manajemen sebesar 95%.

DAFTAR PUSTAKA

Anspaugh J. David, Mark B. Dignan, Susan Anspaugh. 2000.


Health Promotion Programs. United States of America.
The Mc Graw-Hill companies.
Bruce G. Simons, walter H.Greene, Nell H.Gottheb. 1995. Intro-
duction to Health Education and Health Promotion.
Illnois. Waveland Press, Inc.
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta. Grasindo.
Rasmuson, Mark, dkk. 1988. Communication for Child Survi-
val. Washington D.C. Academy for educational develop-
ment.
Staf jurusan PKIP, FKM-UI. 1984. Pengantar Pendidikan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta. UI-FKM.
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Rencana Stra-
tegis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. – Jakar-
ta: Kementerian Kesehatan RI, 2015.
BAB 2

TINJAUAN UMUM TENTANG


FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
DALAM LOGISTIK

Konsep Dasar Manajemen


Manajemen berasal dari bahasa Inggris, management,
yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur
atau mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari bahasa
Italia, maneggio, yang diadopsi dari bahasa Latin, managiare,
yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan (Samsudin,
2006). Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang
bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan
rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya (Muninjaya, 2004). G.R Terry mengemukakan ma-
najemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari
tindakan–tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta men-
capai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaa-
tan sumber daya manusia dan sumber – sumber lainya.
Pada kenyataannya manajemen sulit diDEFINISIkan kare-
na tidak ada DEFINISI manajemen yang diterima secara univer-
sal. Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni
dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan organi-
sasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai
tugas yang mungkin dilakukan. Manajemen memang bisa berarti
seperti itu, tetapi bisa juga mempunyai pengertian lebih dari pada
itu. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang digu-
nakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner mengemuka-
kan suatu DEFINISI yang lebih kompleks yaitu sebagai berikut:
“Manajemen adalah suatu proses perencanaan pengorgani-
sasian, pengarahan dan pengawasan, usaha-usaha para anggota

45
46 | Manajemen Logistik Kesehatan

organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi


lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan ”.
Dari definisi di atas terlihat bahwa Stoner telah menggunakan
kata "proses", bukan "seni". Mengartikan manajemen sebagai
"seni" mengandung arti bahwa hal itu adalah kemampuan atau
ketrampilan pribadi. Sedangkan suatu "proses" adalah cara siste-
matis untuk melakukan pekerjaan. Manajemen diDEFINISIkan
sebagai proses karena semua manajer tanpa harus memperha-
tikan kecakapan atau ketrampilan khusus, harus melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan dalam pencapaian tuju-
an yang diinginkan (Swastha, 1991). Berdasarkan uraian di atas
disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen merupakan kerja-
sama dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasi-
kan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan (Planning) pengorganisasian (Orga-
nizing), pengarahan (Actuating), dan pengawasan (Controlling).
Sampai sekarang belum ada suatu teori manajemen dapat dite-
rapkan pada semua situasi. Seorang manajer akan menjumpai
banyak pandangan tentang manajemen. Setiap pandangan mung-
kin berguna untuk berbagai masalah yang berbeda-beda (Hani
Handoko, 1993).

Gambar 2. Siklus Manajemen Logistik


Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 47

Fungsi –Fungsi Manajemen


Fungsi manajemen menurut Muninjaya (2004) adalah
langkah-langkah penting yang wajib dilaksanakan oleh manajer
untuk mencapai tujuan organisasi. George R. Terry membagi
fungsi manajemen dengan urutan: perencanaan (Planning),
pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (Actuating) dan pe-
ngawasan (Controlling).
Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh fungsi-fungsi
manajemen yang antara lain menurut George. R. Terry yang ter-
diri dari: Planning (perencanaan), Organizing (Pengorganisasi-
an), Actuating (penggerakan), Controlling (pengawasan).
Fungsi manajemen menurut Henry Fayol, yaitu: Planning
(perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Coordinating
(pengkoordinasian), Commanding (perintah), Controlling (pe-
ngawasan).
Fungsi manajemen menurut L.M. Gullick, yaitu: Planning
(perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Staffing (penga-
daan staff), Directing (pengarahan), Coordinating (koordinasi),
Reporting (pelaporan), Budgeting (pendanaan).
Fungsi manajemen menurut James A.F. Stoner, yaitu:
Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Lead-
ing (kepemimpinan), Controlling (pengawasan).
Fungsi manajemen menurut Muninjaya (2004) adalah
langkah-langkah penting yang wajib dilaksanakan oleh manajer
untuk mencapai tujuan organisasi. George R. Terry membagi
fungsi manajemen dengan urutan: perencanaan (planning), pe-
ngorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan penga-
wasan (controlling).
Dapat disimpulkan bahwa secara garis besar fungsi-fungsi
dalam suatu manajemen antara lain planning, organizing, actua-
ting dan controlling (Hani Handoko, 1993).

Fungsi Perencanaan (Planning)


Sebelum seorang manajer dapat mengorganisasi, menga-
rahkan dan mengawasi, mereka haruslah membuat rencana yang
memberikan tujuan dan arah organisasi. Perencanaan adalah
pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus
dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa.
48 | Manajemen Logistik Kesehatan

Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila


rencana tersebut telah ditetapkan; rencana haruslah diimplemen-
tasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawa-
san, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap
berguna. "Perencanaan kembali" kadang-kadang dapat menjadi
faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan
kondisi baru secepat mungkin. Salah satu aspek yang juga pen-
ting dalam perencanaan adalah pembuatan keputusan (making
decision), proses pengembangan dan penyeleksian sekumpulan
kegiatan untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk meru-
muskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di ma-
syarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan tersebut (Muninjaya, 2004).
Tiga aspek pokok yang harus diperhatikan dalam perenca-
naan, yaitu:
a. Hasil dari pekerjaan perencanaan (outcome of planning) dise-
but dengan rencana (plan), yang dapat berbeda antara satu
pekerjaan perencanaan dengan pekerjaan perencanaan lain-
nya.
b. Perangkat perencanaan (mechanic of plan) adalah satuan
organisasi yang ditugaskan yang bertanggung jawab menye-
lenggarakan pekerjaan perencanaan.
c. Proses perencanaan (process of planning) adalah langkah-
langkah yang harus dilaksanakan pada pekerjaan perenca-
naan.

Langkah-Langkah Perencanaan

1) Analisis Situasi
Merupakan langkah pertama dalam proses penyusunan
perencanaan. Langkah ini dilakukan dengan analisis data la-
poran yang dimiliki oleh organisasi (data primer) atau meng-
kaji laporan lembaga lain (data sekunder) yang datanya dibu-
tuhkan, observasi, dan wawancara. Agar mampu melaksana-
kan analisis situasi dengan baik, manajer dan staf sebuah
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 49

organisasi atau mereka yang diberikan tugas sebagai tim


perencana harus dibekali ilmu epidemiologi (agar perencana
mampu menjelaskan distribusi penyakit dan masalah keseha-
tan yang terjadi di masyarakat), ilmu antropologi (membantu
perencana untuk memahami budaya masyarakat yang berkai-
tan dengan perilaku sehat-sakit), ilmu demografi (membantu
perencana mengkaji aspek kependudukan yang berpengaruh
terhadap kesehatan), ilmu ekonomi (membantu perencana
untuk menganalisis faktor ekonomi yang berkaitan dengan
pencarian pertolongan kesehatan), dan ilmu statistik (mem-
bantu perencana mengolah dan mempresentasikan data agar
menjadi informasi yang mudah dimengerti oleh para pengam-
bil keputusan).

2) Mengidentifikasi Masalah dan Prioritasnya


Melalui analisis situasi akan dihasilkan berbagai data.
Data dianalisis lebih lanjut menggunakan pendekatan epide-
miologi untuk dapat dijadikan informasi tentang distribusinya
di suatu wilayah, berdasarkan kurun waktu tertentu dan pada
kelompok masyarakat tertentu. Masalah adalah kesenjangan
yang dapat diamati antara situasi/kondisi kondisi yang terjadi
dengan situasi/kondisi yang diharapkan, atau kesenjangan
yang dapat diukur antara hasil yang mampu dicapai dengan
tujuan/target yang ingin dicapai.
Cara menetapkan prioritas masalah yang dianjurkan
adalah memakai teknik penyajian data. Untuk dapat menetap-
kan prioritas masalah dengan teknik kajian data, ada beberapa
kegiatan yang harus dilakukan, yaitu:

a) Melakukan pengumpulan data. Data ialah hasil dari suatu


pengukuran dan atupun pengamatan. Agar data tersebut
dapat menghasilkan kesimpulan tentang prioritas masalah,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni: jenis data
(seperti data kesehatan oleh Blum, yakni data tentang peri-
laku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan),
sumber data (data primer, data sekunder dan data tersier),
jumlah responden, cara pengambilan sampel (simple ran-
dom sampling, systematic random sampling, stratisfied
50 | Manajemen Logistik Kesehatan

random sampling, cluster random sampling), cara me-


ngumpulkan data (dengan wawancara, pemeriksaan, pe-
ngamatan, serta presentasi).
b) Melakukan pengolahan data. Pengolahan data adalah me-
nyusun data yang tersedia sedemikian rupa sehingga jelas
sifat-sifat yang dimilikinya. Cara pengolahan data secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam yakni secara ma-
nual, mekanikal, dan elektrikal.
c) Melakukan penyajian data. Ada tiga macam cara penyaji-
an data yakni secara tekstular, tabular dan grafikal.
d) Memilih prioritas masalah. Berbagai masalah yang ditam-
pilkan dalam penyajian data harus ditetapkan masalah ma-
na yang menjadi prioritas, dengan cara memakai kriteria
yang dituangkan dalam matriks, yang disebut teknik krite-
ria matriks (criteria matrix tecnique). Kriteria yang umum
digunakan adalah pentingnya masalah, kelayakan teknolo-
gi dan sumber daya yang tersedia.

3) Menentukan Tujuan Program


Perumusan sebuah tujuan operasional program keseha-
tan harus bersifat SMART: Spesific (jelas sasarannya, dan
mudah dipahami oleh staf pelaksana), Measurable (dapat
diukur kemajuannya), Appropriate (sesuai dengan strategi
nasional, tujuan program dan visi/misi institusi dan sebagai-
nya), Realistic (dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas
dan kapasitas organisasi yang tersedia), Time Bound (sum-
ber daya dapat dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan
untuk mencapai tujuan program sesuai dengan target waktu
yang telah ditetapkan).

4) Mengkaji Hambatan Dan Kelemahan Program


Tujuan mengkaji hambatan dan kelemahan program
adalah untuk mencegah atau mewaspadai timbulnya hamba-
tan serupa. Selain mengkaji hambatan yang pernah dialami,
juga dibahas prediksi kendala dan hambatan yang mungkin
akan terjadi di lapangan pada saat program dilaksanakan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 51

5) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)


Format sebuah RKO yang lengkap terdiri dari:
a. Alasan utama disusunnya RKO (mengapa program ini
dilaksanakan-WHY);
b. Tujuan (apa yang ingin dicapai-WHAT);
c. Kegiatan program (bagaimana cara mengerjakannya-
HOW);
d. Pelaksanaan dan sasarannya (siapa yang akan mengerja-
kan dan siapa sasaran kegiatan program-WHO);
e. Sumber daya pendukung (WHAT kind of support);
f. Tempat (di mana kegiatan akan dilaksanakan-WHERE);
g. Waktu pelaksanaan (kapan kegiatan akan dikerjakan-
WHEN).

Rencana kerja yang baik harus mengandung rumusan


tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan secara umum maupun
tujuan khususnya. Rencana kerja adalah suatu uraian rinci
dari suatu rencana yang di dalamnya terkandung keterangan
tentang kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, waktu serta
sumber daya yang harus dilakukan untuk melaksanakan seti-
ap kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Azwar, 1996).
Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO) Dalam
tahap ini akan dibuat dan dikembangkan rencana operasional
atau serangkaian kegiatan dalam pencapaian tujuan.
Dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu
untuk mencapai:
a. Protective benefits merupakan hasil dari pengurangan ke-
mungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputu-
san.
b. Positive benefits peningkatan pencapaian tujuan organi-
sasi.

Manfaat perencanaan antara lain:


a. Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan.
b. Perencanaan terkadang cenderung menunda kegiatan.
52 | Manajemen Logistik Kesehatan

c. Perencanaan mungkin terlalu membatasi manajemen un-


tuk berinisiatif dan berinovasi. Kadang-kadang hasil yang
paling baik didapatkan oleh penyelesaian situasi individu
dan penanganan setiap masalah pada saat masalah tersebut
terjadi.

Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-
sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingku-
pinya. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu
departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi
adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar
kegiatan-kegiatan sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan
bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu orga-
nisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi.
Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap
individu pada organisasi bertanggung jawab dalam melaksana-
kan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar
proses pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
Pengertian organisasi antara lain yaitu:
a. Cara manajemen merancang struktur formal untuk pengguna-
an yang paling efektif sumber daya yang ada.
b. Bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatan-kegiatan-
nya, dan pada tiap kelompok diikuti dengan penugasan seo-
rang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi ang-
gota-anggota kelompok.
c. Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan-jabatan,
tugas- tugas dan para karyawan.
d. Cara para manajer membagi tugas-tugas yang harus dilaksa-
nakan dalam departemen mereka dan mendelegasikan wewe-
nang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas tersebut.
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk me-
rancang struktur formal mengelompokkan dan mengatur serta
membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota
organisasi dapat dicapai dengan efisien.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 53

Aspek penting dalam proses pengorganisasian, yaitu:


a. Bagan organisasi formal;
b. Pembagian kerja;
c. Departementalisasi;
d. Rantai perintah atau kesatuan perintah;
e. Tingkat-tingkat hirarki manajemen;
f. Saluran komunikasi;
g. Rentang manajemen dan kelompok informal yang dapat
dihindarkan.

Proses pengorganisasian terdiri dari tiga tahap, yaitu:


a. Perincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan setiap
individu dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Pembagian beban pekerjaan menjadi kegiatan-kegiatan yang
secara logika dapat dilaksanakan oleh setiap individu. Pem-
bagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak da-
pat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu me-
nganggur, tidak efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu.
c. Pengadaan dan pengembangan mekanisme kerja sehingga ada
koordinasi pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatu-
an yang terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian
ini akan membuat para anggota organisasi memahami tujuan
organisasi dan mengurangi ketidak efisiensian dan konflik.

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, me-


nggolong-golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelega-
sian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka menca-
pai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004).
Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegia-
tan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana dengan
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai dengan memuaskan (Azwar, 1996).

Langkah-langkah pengorganisasian, yaitu:


1) Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tujuan organisa-
si sudah disusun pada saat perencanaan.
54 | Manajemen Logistik Kesehatan

2) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan


pokok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, pimpinan yang
mengemban tugas pokok organisasi sesuai dengan visi dan
misi organisasi. Untuk itu, ia membagi tugas pokoknya ke-
pada staf yang ada. Dari sini akan muncul gagasan departe-
mentalisasi, pengembangan bidang-bidang, seksi-seksi, dan
sebagainya sesuai dengan kegiatan pokok.
3) Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan
yang praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas pokok ke-
dalam elemen kegiatan harus mencerminkan apa yang harus
dikerjakan oleh staf.
4) Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan
menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk me-
laksanakan tugasnya. Pengaturan ruangan dan dukungan alat-
alat kerja adalah salah satu contohnya.
5) Penugasan personil yang cakap yaitu memilih dan menempat-
kan staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas. Bagian
ini penting dipahami oleh manajer personalia pada saat me-
ngangkat atau memilih staf penjabat atau yang akan melaksa-
nakan tugas-tugas tertentu organisasi.
6) Pendelegasian wewenang.
Secara umum disebutkan, wewenang satuan organisasi
pimpinan sebaiknya hanya bersifat memutuskan hal-hal yang
bersifat penting saja. Sedangkan wewenang pengambilan ke-
putusan yang bersifat rutin harus didelegasikan kepada satuan
organisasi yang lebih bawah. Prinsip pendelegasian wewe-
nang seperti ini disebut denagn nama “prinsip pengecualian”.

Fungsi Pengarahan/Penggerakan/Pelaksanaan (Actuating)


Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepe-
mimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti
dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien da-
lam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen,
pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping me-
nyangkut manusia juga menyangkut berbagai tingkah laku dari
manusia-manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah
lakunya yang berbeda-beda.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 55

Prinsip-prinsip yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan


dalam melakukan pengarahan yaitu:
a. Prinsip mengarah kepada tujuan;
b. Prinsip keharmonisasian dengan tujuan;
c. Prinsip kesatuan komando.
Pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepa-
da bawahan dengan maksud agar mereka bersedia untuk bekerja
sebaik mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari prinsip-
prinsip di atas.

Cara-cara pengarahan yang dilakukan dapat berupa:


a. Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan memberikan infor-
masi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan
baik.
b. Perintah
Merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang
yang berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi
suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
c. Delegasi wewenang
Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melim-
pahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada ba-
wahannya.

Pekerjaan pelaksanaan bukan merupakan pekerjaan yang


mudah, karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung
berbagai aktivitas yang bukan saja satu sama lain saling berhu-
bungan, tetapi juga bersifat majemuk dan komplek. Kesemua
aktivitas ini harus dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan
yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Mema-
dukan berbagai aktivitas seperti ini dengan menugaskan semua
orang yang terlibat dalam organisasi untuk melaksanakan aktivi-
tas yang dimaksud, memerlukan suatu keterampilan khusus.
Tugas seorang manajer adalah melakukan upaya sedemikian
rupa sehingga dapat memotivasi bawahan untuk secara bertang-
gungjawab melaksanakan berbagai aktivitas yang telah disusun.
Oleh karena itu, seorang manajer harus menguasai berbagai pe-
ngetahuan dan keterampilan, seperti: a). Pengetahuan dan kete-
56 | Manajemen Logistik Kesehatan

rampilan motivasi (motivation); b) Pengetahuan dan keterampi-


lan komunikasi (communicator); c) Pengetahuan keterampilan
kepemimpinan (leadership); d) Pengetahuan dan keterampilan
pengarahan (directing); e) Pengetahuan dan keterampilan penga-
wasan (controlling); f) Pengetahuan dan keterampilan supervisi
(supervition)
Fungsi pelaksanaan merupakan fungsi penggerak dari se-
mua kegiatan program untuk mencapai tujuan program, oleh ka-
rena itu dalam melaksanakan fungsi pelaksanaan seorang mana-
jer harus mampu mengarahkan dan menggerakan semua sumber
daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
(Muninjaya, 2004).
Pekerjaan pelaksanaan bukan merupakan pekerjaan yang
mudah, karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung
berbagai aktivitas yang bukan saja satu sama lain saling berhu-
bungan, tetapi juga bersifat majemuk dan kompleks. Kesemuaan
aktivitas ini harus dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan
yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan.
Memadukan berbagai aktivitas seperti ini dan apalagi
menugaskan semua orang yang terlibat dalam organisasi untuk
melaksanakan aktivitas yang dimaksud, memerlukan suatu kete-
rampilan khusus. Tugas seorang administrator atau manajer ada-
lah melakukan upaya sedemikian rupa sehingga dapat memoti-
vasi bawahan untuk secara bertanggungjawab melaksanakan
berbagai aktivitas yang telah disusun.
Oleh karena itu, seorang manajer harus menguasai berba-
gai pengetahuan dan keterampilan, seperti:
a. Pengetahuan dan keterampilan motivasi (motivation)
Motivasi ialah upaya untuk menimbulkan rangsangan,
dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun
pada sekelompok orang yang mau berbuat dan bekerjasama
secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncana-
kan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar,
1996).
b. Pengetahuan dan keterampilan komunikasi (communicator)
Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan
dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti serta saling
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 57

percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara sese-


orang dengan orang yang lain (Azwar,1996).
c. Pengetahuan keterampilan kepemimpinan (leadership)
d. Pengetahuan dan keterampilan pengarahan (directing)
e. Pengetahuan dan keterampilan pengawasan (controlling)
f. Pengetahuan dan keterampilan supervisi (supervition)

Fungsi Pengawasan (Controlling)


Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa fungsi pe-
ngawasan. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Tanpa penga-
wasan atau pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan
wewenang akan dapat terjadi (Muninjaya, 2004)
Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawa-
san yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1. Pengawasan harus bersifat khas, artinya jelas sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan untuk hal-hal yang
bersifat pokok saja seperti hanya mengawasi penyimpangan-
penyimpangan saja.
2. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan
yang terjadi secara tepat, cepat dan benar. Dengan demikian
pengawasan harus ada umpan balik yang dapat dimanfaatkan
segera.
3. Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa
depan, yang dimaksud dengan fleksibel adalah harus tanggap
terhadap segala perubahan yang terjadi.
4. Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi, teruta-
ma yang menyangkut hubungannya dengan struktur organi-
sasi yang telah ada. Di samping itu pengawasan tersebut ha-
rus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi,
artinya harus bersifat ekonomis.
5. Berikan kesempatan pengawasan kepada satuan organisasi
yang bersangkutan, untuk menjamin kemudahan dalam pe-
ngawasan, maka berikanlah kesempatan tersebut kepada ata-
san langsung dari bawahan.
6. Hasil pengawasan harus mudah dimengerti dan harus dapat
dimanfaatkan untuk menyususun rekomendasi guna memper-
baiki sesuatu yang dipandang tidak tepat.
58 | Manajemen Logistik Kesehatan

Pengawasan merupakan suatu proses untuk menjamin


bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Penga-
wasan manajemen adalah usaha sistematik untuk menetapkan
standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, membanding-
kan kegiatan nyata dengan tujuan perencanaan, membandingkan
kegiatan nyata dengan standard yang ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan
dengan cara paling efektif dan efisiensi dalam pencapaian tuju-
an-tujuan perusahaan.

Tiga tipe pengawasan, yaitu:


a. Pengawasan pendahuluan
Dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan
dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat
sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.
b. Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan
kegiatan
Merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu
prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipe-
nuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan, untuk
menjadi semacam peralatan "double check" yang telah men-
jamin ketepatan pelaksanaan kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik
Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
diselesaikan.

Tahap-tahap dalam proses pengawasan antara lain:


a. Penetapan standar kegiatan;
b. Penentuan pengukuran kegiatan;
c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
d. Membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standart dan
penganalisaan penyimpangan-penyimpangan;
e. Mengambil tindakan pengoreksian bila dianggap perlu.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 59

Permasalahan yang dihadapi oleh eksekutif dalam penga-


wasan karena harus melakukan koordinasi terhadap tiga komu-
nikasi, koordinasi, dan kerjasama sangatlah vital, sehingga
diperlukan sekali perhatian terhadap masa1ah orang dan cara
pengawasan terhadapnya (cara kerja dan sikapnya).
Monitoring (pengawasan) Merupakan suatu proses untuk
mengukur penampilan suatu program yang kemudian dilanjut-
kan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawa-
san yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1. Pengawasan harus bersifat khas, artinya jelas sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan untuk hal-hal yang
bersifat pokok saja seperti hanya mengawasi penyimpangan-
penyimpangan saja.
2. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan
yang terjadi secara tepat, cepat dan benar. Dengan demikian
pengawasan harus ada umpan balik yang dapat dimanfaatkan
segera.
3. Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa de-
pan, yang dimaksud dengan fleksibel adalah harus tanggap
terhadap segala perubahan yang terjadi.
4. Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi, teruta-
ma yang menyangkut hubungannya dengan struktur organi-
sasi yang telah ada.
5. Berikan kesempatan pengawasan kepada satuan organisasi
yang bersangkutan, untuk menjamin kemudahan dalam pe-
ngawasan, maka berikanlah kesempatan tersebut kepada ata-
san langsung dari bawahan.
6. Hasil pengawasan harus mudah dimengerti dan harus dapat
dimanfaatkan untuk menyususun rekomendasi guna memper-
baiki sesuatu yang dipandang tidak tepat.

Fungsi Evaluasi
Evaluasi Merupakan pengukuran terhadap akibat yang
ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program dalam menca-
pai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
60 | Manajemen Logistik Kesehatan

Penilaian secara umum dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:


1. Penilaian pada tahap awal program, yaitu penilaian yang dila-
kukan pada saat merencanakan program. Tujuan utamanya
ialah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun
benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, da-
lam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut.
2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program, yaitu penilaian
yang dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan.
Tujuan utamanya ialah untuk mengukur apakah program
yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan renca-
na atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan-penyimpa-
ngan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program
tersebut.
3. Penilaian pada tahap akhir program, yaitu penilaian yang
dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan.
Tujuan utamanya dapat dibedakan atas dua macam yakni
untuk mengukur keluaran (output) dan untuk mengukur dam-
pak (impact) yang dihasilkan (Azwar, 1996).

Pelaporan adalah proses atau cara melaporkan data atau


informasi atau berita. Laporan yang baik memiliki beberapa sya-
rat yaitu:
a. Laporan dibuat dalam suatu format tertentu yang telah diten-
tukan sebelumnya.
b. Laporan disusun secara lengkap dalam arti bahwa segala
sesuatu yang diharapkan dilaporkan terdapat dalam laporan.
c. Laporan disusun dalam bahasa yang sesuai dengan tingkat
pendidikan, daya kognitif dan daya nalar penerima laporan.
d. Laporan disampaikan tepat pada waktunya. Dalam setiap
organisasi harus jelas berbagai kategori waktu penyampaian
laporan, apakah harian, mingguan, bulanan, semesteran, tahu-
nan dan sebagainya.
e. Laporan harus bersifat faktual. Laporan harus sesuai dengan
fakta yang ada di lapangan (Siagian, 2002).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 61

Prinsip-Prinsip Manajemen

1. Division of work (pembagian pekerjaan)


Spesialisasi di segala bidang untuk mencapai efisiensi
dan efektivitas penggunaan pegawai.

2. Authority and responsibility (kewenangan dan tanggung


jawab).
Keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab.

3. Dicipline (disiplin)
Suasana tertib dan teratur, tunduk, patuh dan taat pada
norma, peraturan, dan ketentuan dengan ikhlas dan sedang
hati tanpa paksaan.

4. Unity of command (kesatuan perintah)


Perintah, laporan dan pertanggungjawaban kepada seo-
rang pimpinan.

5. Unity of direction (kesatuan arah)


Seorang kepala dan satu rencana.

6. Subordination of individual interst to general interst (kepen-


tingan umum di atas kepentingan individu). Kepentingan
umum ditempatkan di atas segala kepentingan.

7. Remuneration of personnel (gaji/upah/penghasilan)


Sistem dan metode harus adil dan memberikan kepua-
san maksimal.

8. Centralization (sentralisasi)
Disentralisasikan atau didesentralisasikan kepada unit-
unit tergantung situasi dan kondisi – yang memberikan hasil
yang lebih baik.

9. Scalar chain (jenjang hirarki)


Tingkatan wewenang dan tanggung jawab (tertinggi –
terendah) tidak boleh menyimpang (dapat dipersingkat).
62 | Manajemen Logistik Kesehatan

10. Order (ketertiban)


Material dan sosial (tempat tepat bagi sesuatu dan
seseorang).

11. Equity (keadilan)


Sikap pemimpin yang baik, ramah dan adil, simpati,
kesetiaan dan ketaatan bawahan.

12. Stability of turn over of personnel (stabilitas jabatan


pegawai)
Kepastian, kestabilan dalam bekerja.

13. Initiative (prakarsa)


Kesempatan berprakarsa – indikasi adanya kepuasan.

14. Spirit de corps (Kesetiakawanan)


Team work dan komunikasi yang baik (Muhklis,
2006).

Sejarah Logistik
Istilah logistik berasal dari bahasa Yunani “logos” yang
berarti rasio, kata, kalkulasi, alasan, pembicaraan, orasi. Sedang-
kan dalam kamus Oxford logistik didefinisikan sebagai salah
satu cabang ilmu militer yang berhubungan dengan pengadaan,
pemeliharaan serta pengiriman material, personil dan fasilitas.
Definisi lain pada kamus Oxford dari logistik yakni pemindahan
tempat sumber daya berdasarkan waktu.

Sejarah Logistik di Dunia Kemiliteran


Sistem logistik pada dunia komersil saat ini memegang
peranan krusial dalam menentukan harga pasar dan kestabilan
kesediaan supply atas demand di pasar. Namun pada pepera-
ngan, sistem logistik menentukan hidup atau mati sebuah pasu-
kan juga menentukan kemenangan salah satu pihak.

Sejarah Logistik Saat Perang Troya dan Yunani


Masalah logistik sendiri sudah mulai diperhitungkan sejak
perang Troya di Yunani 460 – 400 SM. Pada masa itu bangsa
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 63

Yunani tidak mampu membawa bahan makanan dan uang yang


cukup untuk mensuplai pasukan mereka saat perang. Mereka
harus terus menerus menanam makanan di Troya dan mela-
kukan penyerbuan – penyerbuan kecil. Akibat masalah logistik
ini bangsa Yunani tidak bisa melancarkan serangan skala besar
untuk mengakhiri perang tersebut.

Transportasi dan Logistik


Transportasi dan logistik juga berhubungan erat. Carthage
adalah satu-satunya bangsa di Mediterania kuno yang menggu-
nakan gajah dalam pertempuran. Mengapa? Karena mereka dita-
kuti musuh. Gajah bagai panser di zaman dahulu. Gajah mampu
menghancurkan dinding pertahanan, membawa peralatan, atau
membuat kebisingan yang cukup untuk menakut-nakuti hampir
semua prajurit musuh di medan perang. Hannibal disebut-sebut
dalam sejarah romawi, membawa 37 ekor gajah dalam long
march menuju Gaul bersama 45 ribu pasukannya.
Menakjubkan, meski akhirnya asupan suplai makanan
yang terbatas, lagi-lagi menjadi kendala. Tetap sulit dibayang-
kan bagaimana pengelolaan logistik saat itu dari sang jenius pe-
rang Hannibal. Pada akhir kisah, 37 ekor gajah tersebut hanya
sisa satu bersama Hannibal, Hannibal the lone survivor. Di era
peperangan yang modern, Inggris membangun infrastruktur un-
tuk kepentingan logistik perang di India. Mereka juga memanfa-
atkan gajah sebagai transportasinya.
Napoleon juga tak ketinggalan, dirinya bahkan mengata-
kan logistik adalah faktor terpenting dalam strategi militer,
sebab sebuah angkatan bersenjata tidak berdaya tanpa sumber
daya dan transportasi. Terbukti atas kekalahan Inggris di perang
kemerdekaan Amerika serta kekalahan poros Perang Dunia ke II
di medan Afrika, seluruhnya akibat kegagalan dalam hal logis-
tik. Awal Perang Dunia ke II telah melibatkan jutaan ton supp-
ly bahan makanan serta senjata, ribuan kapal perang, pesawat
tempur serta kendaraan tempur lainnya. Untuk memindahkan
sumber daya sebanyak itu tentu dibutuhkan perencanaan khusus
agar persediaan garis depan tidak terputus. Pada kala itu peren-
cana perang menggunakan sistem supplypoint dimana sumber
64 | Manajemen Logistik Kesehatan

daya ditumpuk di depo-depo lini belakang. Pengiriman ke depo-


depo lini depan lalu pendistribusian ke titik-titik pasukan.

Sejarah Logistik di Era Industri


Logistik di industri komersil dimulai di tahun 1960-an.
Pada era tersebut konsep logistik berkembang. Akibat mening-
katnya tingkat kompleksitas demandatas suatu barang yang
dipengaruhi oleh ketepatan waktu penerimaan barang, kualitas,
kuantitas dan jarak.
Manajemen di rantai supply logistik yang kompleks terse-
but bersinggungan dengan variabel peramalan demand di masa
depan, penurunan kualitas, serta moda transportasi yang seluruh-
nya akan mempengaruhi harga.

Pengertian Manajemen Logistik Menurut Para Ahli

Martin
Proses yang secara strategic mengatur pengadaan bahan
(pembelian, perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen,
dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui
organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu se-
hingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik untuk jangka
waktu sekarang maupun waktu mendatang melalui pemenuhan
pesanan dengan biaya yang efektif.

Bowerex (2002:13)
logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis ter-
hadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang jadi dari para suplaier, di antara fasilitas-fasilitas perusa-
haan dan kepada para langganan.

Lukas Dwiantara
logistik didefinisikan sebagai segala sesuatu atau benda
yang berwujud dan dapat diperlakukan secara fisik (tangible),
baik yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pokok
maupun kegiatan penunjang (administrasi).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 65

Subagya: 1994
Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan
atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan ke-
butuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan
serta penghapusan material/alat- alat.

Bowersox: 1995
Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang stra-
tegis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cada-
ng dan barang jadi dari para suplier, di antaranya fasilitas-fasi-
litas perusahaan dan kepada para pelanggan.

Menurut Wolper (1995) dalam Rahmi (2013)


Manajemen logistik adalah manajemen pengendalian bara-
ng-barang layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai
pada disposisi dan ada elemen penting yaitu: strategi terpadu
untuk menjamin bahwa barang, jasa dan perlengkapan dibeli
dengan biaya total yang terendah; statregi terkait untuk menja-
min bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan diken-
dalikan secara agresif.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bah-


wa manajemen logistik adalah serangkaian proses pengelolaan
bahan mentah, bahan setengah jadi, barang jadi dan informasi
terkait yang meliputi percanaan dan pengontrolan/pengendalian
secara efektif dan efisien mulai dari tempat asal penerimaan
sampai pada tempat pemakaian untuk memaksimalkan pelaya-
nan sesuai kebutuhan konsumen.

Konsep Dasar Manajemen Logistik


Logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis ter-
hadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang-jadi dari para suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusa-
haan dan kepada para langganan. Tujuan logistik adalah me-
nyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material da-lam
jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam kea-daan
yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan
total biaya yang terendah (Bowersox, 1995).
66 | Manajemen Logistik Kesehatan

Manajemen logistik sering diartikan sebagai Bisnis Logis-


tics, Distribution, Industrial lolgistics, Logistical Management,
Logistics, Material Management, Physical Distribution, Quik-
response Systems, juga Supply Chain Management (Tunggal,
2008). The Council of Logistics Management (CLM), organisasi
pelopor logistik di Amerika Serikat mendefinisikan Manajemen
Logistik sebagai bagian dari proses Supply Chain yang berfung-
si untuk merencanakan, aliran dan penyimpanan barang, pelaya-
nan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of-origin)
hingga titik konsumsi (point-of-consumption) dalam tujuannya
untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (Tunggal, 2008).
Manajemen Logistik menurut Martin (1998) dalam Tung-
gal (2008) adalah suatu proses yang secara strategik mengatur
pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan
bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi
terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan
cara tertentu sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik
untuk jangka waktu sekarang maupun waktu mendatang melalui
pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif. Sedangkan SCM
(Supply Chain Management) sebagai jaringan organisasi yang
melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses
dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk
produk dan jasa pada pelanggan.
Manajemen logistik dan SCM dalam prosesnya tidak me-
miliki perbedaan yang besar, hanya saja SCM dipandang seba-
gai logistik bagian luar perusahaan yang meliputi pelanggan dan
supplier. Manajemen logistik lebih memfokuskan pada pengop-
timalan rencana orientasi dan kerangka kerja berupa pembuatan
rencana tunggal untuk aliran produk dan informasi di dalam
perusahaan, sedangkan SCM merasa tidak cukup hanya integrasi
bagian dalam. Tujuan utama SCM adalah mengurangi atau bah-
kan menghilangkan persediaan buffer yang terlibat antara bebe-
rapa departemen dalam satu rantai dengan cara saling membagi
informasi mengenai demand dan persediaan yang ada (Tunggal,
2008). Ruang lingkup manajemen logistik meliputi segala sesua-
tu yang memindahkan ke, dari, dan di antara fasilitas-fasilitas
perusahaan (Bowersox, 1995).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 67

Peranan, Tanggung Jawab Serta Sasaran Logistik


Manajemen logistik yang efektif dikenal sebagai kunci
elemen dalam penggabungan keuntungan dan hasil yang kom-
petitif dari perusahaan. Peran logistik ialah menyediakan kesem-
patan pada organisasi untuk memperoleh keuntungan yang kom-
petitif dari orientasi pemasaran, bersamaan dengan keefisienan
dan keefektifan (Tunggal, 2008).
Tanggung jawab manajemen logistik yakni mendesain dan
mengurus suatu sistem untuk mengawasi arus dan penyimpanan
yang strategis bagi material, suku cadang dan barang-jadi agar
dapat diperoleh manfaat maksimun bagi perusahaan. Sedangkan
sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level soko-
ngan manufakturing-pemasaran yang telah ditentukan sebelum-
nya dengan total biaya yang serendah mungkin (Bowersox,
1995).

Tujuan Manajemen Logistik


Tujuan manajemen logistik adalah menyampaikan barang
jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah tepat pada
waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang tepat dipakai, ke
lokasi mana dibutuhkan, dan dengan total biaya terendah. Ber-
dasarkan hal tersebut maka tujuan manajemen logistik dapat
diuraikan dalam tiga tujuan, yaitu:

1) Tujuan operasional
Tujuan operasional adalah tersedianya barang dalam
jumlah yang tepat dan mutu yang baik pada saat dibutuhkan.

2) Tujuan Keuangan
Tujuan keuangan adalah tercapainya tujuan operasional
yang serendah-rendahnya.

3) Tujuan keamanan
Tujuan keamanan adalah tercapainya persediaan yang
tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan
tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lain-
nya, serta nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercer-
min di dalam sistem akuntansi.
68 | Manajemen Logistik Kesehatan

Aktivitas - Aktivitas Logistik


Proses logistik juga memiliki input dan output. Input
dalam proses logistik meliputi sumber daya alam, manusia,
financial, dan sumber informasi. Output proses logistik meliputi
keuntungan kompetitif untuk organisasi, hasil dari orientasi pe-
masaran dan keefisienan serta keefektifan operasional, pemanfa-
atan waktu dan tempat, dan perpindahan yang efisien ke pelang-
gan. Output lainnya terjadi ketika pelayanan logistik bercampur
sedemikian rupa sehingga menjadi asset milik organisasi (Tung-
gal, 2008). Output dibuat seefektif dan seefisien mungkin pada
hasil.

13 aktivitas logistik dibawah ini:


1. Customer service (Pelayanan Pelanggan);
2. Demand forecasting (Peramalan Permintaan);
3. Inventory management (Manajemen Persediaan);
4. Logistic communications (Komunikasi Logistik);
5. Materials handling (Penangganan Material);
6. Order processing (Proses Pemesanan);
7. Packaging (Pengemasan);
8. Parts and services support (Dukungan Komponen dan Jasa);
9. Plant and warehouse site selection (Pemilihan Lokasi dan
Gudang);
10. Procurement/ Purchasing;
11. Reverse logistics;
12. Traffic and transportation (Transportasi);
13. Warehouse and storage (Gudang dan Penyimpanan).

Komponen-Komponen Manajemen Logistik

1. IN PUT INTO LOGISTIK


1) Natural Resources (Land, Fasilities And Equipment)
2) Human Resources
3) Financial Resources
4) Information Resources

2. MANAGEMENT ACTION
1) Planning
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 69

2) Implementation
3) Control

3. LOGISTIC MANAGEMENT

LOGISTIC MANAGEMENT

1/4/2011
1. RAW
MATERIAL
2. IN
SUPPLIER PROCCESS CUSTUMER
INVENTORY
3. FINISHED
GOOD

4. LOGISTIC ACTIVITIES
1) Costumer Service
2) Demand Forecasting
3) Inventory Management
4) Material Logistic
5) Logistic communication
6) Order Proceccing
7) Packaging
8) Part and Service Support
9) Plant and Warehouse Site Selection
10) Procurement
11) Reverse Logistic
12) Traffic and Transpotation
13) Warehouse and Storage

5. OUTPUT LOGISTIK
1) Competitive Advantage
2) Marketing Orientation And Operational Efficiencies And
Efectiveness
3) Time And Place Utility
70 | Manajemen Logistik Kesehatan

4) Efficient Movement To Custumer


5) Proprietary Assets

Menurut Martin Christopher, logistik adalah: “a process of


strategically managing the procurement, movement and storage
of materials, parts and finished inventory (and the related infor-
mation flows) through the organization and its marketing chan-
nels in such a way that current and future profitability are maxi-
mized through the cost-effective fulfillment of orders”.
Logistik dianggap sebagai suatu proses yang sangat pen-
ting, karena dengan pengelolaan yang efektif dan efisien akan
menjadi salah satu sumber keunggulan kompetitif yang dapat
diciptakan oleh perusahaan. Dasar-dasar kesuksesan dalam kom-
petisi di pasar ada beberapa macam tetapi suatu model sederha-
na yang dapat dikemukakan dan cukup masuk akal adalah apa
yang dinamakan sebagai “the triangular linkage of the compa-
ny” atau “the Three C’s” yaitu customers, competition dan com-
pany dengan hubungan keterkaitan diantara ketiganya seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Customers, Competition dan Company dengan


Hubungan Keterkaitan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 71

Penanganan manajemen logistik yang baik akan bermuara


pada terbentuknya keunggulan kompetitif perusahaan. Sumber
dari keunggulan kompetitif tersebut terletak pertama-tama pada
kemampuan perusahaan membedakan dirinya sendiri di depan
mata konsumen dari para pesaingnya (value advantage). Kedua,
dengan cara bekerja berbiaya rendah yang berarti memperoleh
laba yang lebih tinggi (productivity atau cost advantage).

Productivity advantage
Biasanya makin besar volume produksi suatu barang, bia-
ya per satuan barang akan makin kecil karena fixed cost dibagi
lebih merata dengan angka pembagi yang lebih besar. Sedang-
kan variable cost per satuan barang akan tetap, sehingga total
cost per satuan barang akan mengecil. Oleh karena itu, kenaikan
market share akan menaikkan volume produksi dan selanjutnya
akan menurunkan biaya produksi per satu satuan barang. Namun,
cara menurunkan biaya produksi tidak hanya dengan menaikkan
market share, tetapi dapat juga dengan menurunkan biaya logis-
tik.

Value advantage
Sudah menjadi semacam axioma dalam marketing mana-
gement bahwa konsumen tidak membeli “barang” (product)
tetapi mereka membeli “faedah atau keuntungan tertentu” (bene-
fit). Oleh karena itu, bila perusahaan tidak mampu membedakan
produknya dengan produk kompetitornya, maka barang atau
produknya akan menjadi “barang komoditas” biasa dan konsu-
men akan cenderung membeli jenis barang tersebut yang harga-
nya paling murah. Untuk mendapatkan value advantage ini,
maka perusahaan harus menciptakan nilai tertentu dan biasanya
harus dilakukan pada suatu segmen pasar tertentu.
Dalam prakteknya, perusahaan-perusahaan yang sukses –
tanpa perduli berskala kecil, menengah, dan besar - ternyata
terus menerus berusaha mencari posisi dalam pasar berdasarkan
kedua-dua advantage itu, yaitu productivity advantage dan value
advantage. Opsi-opsi yang tersedia dalam hubungan antara
value advantage dan productivity advantage adalah seperti
72 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 4. Value Adventage Kaitan dengan Productive


Adventage

Perusahaan yang merasa menempati kotak bawah kiri


dalam matrix tersebut berada pada posisi paling malang, karena
tidak mempunyai keunggulan apa-apa atau sangat minim. Cara
satu-satunya adalah harus bergerak ke kanan atau ke atas. Dalam
matriks tersebut terlihat bahwa fungsi logistik dapat membantu
banyak untuk meningkatkan, baik value advantage maupun
productivity advantage.
Yang sangat penting diperhatikan adalah bahwa layanan
akan sangat menentukan dalam membedakan antara perusahaan
yang satu dan yang lainnya. Jenis layanan ini (value advantage)
hampir tidak terbatas jenisnya, dari yang memakan biaya sampai
yang sama sekali tidak, atau hanya membutuhkan biaya yang
relatif sangat kecil.
Dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berhasil menjadi
market leader adalah perusahaan yang mengusahakan dan ber-
hasil mencapai dua puncak kesempurnaan, yaitu cost leadership
dan service leadership.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 73

Fungsi Manajemen Logistik


Fungsi-fungsi logististik terdiri dari perencanaan dan pe-
nentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaaan, penerimaan dan
penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, penghapusan dan pe-
ngawasan. Apabila lemah dalam perencanaan, misalnya dalam
penentuan suatu item barang yang berlebih atau kurang maka
akan mengacukan suatu siklus manajemen logistik secara kese-
luruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran, kadaluarsa
atau penumpukan. Sehingga harus selalu dijaga agar semua un-
sur di dalam siklus pengelolaan logistik sama kuatnya dan sega-
la kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang
(Seto, 2004).
Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat
dijalankan sebagai berikut:

Perencanaan dan
penentuan kebutuhan

penghapusan penganggaran
Pengedalian/
pengawasan
pemeliharaan pengadaan

penyaluran Penerimaan dan


penyimpanan

Gambar 5. Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)

Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan


Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk
dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Penentuan kebu-
tuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaa menyangkut
proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah
74 | Manajemen Logistik Kesehatan

kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun


rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus
berpedoman kepada daftar obat, formularium rumah sakit, stan-
dar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan mengutama-
kan obat-obat generik (Seto, 2004).
Berdasarkan Dirjen Bina kefarmasian dan Alat kesehatan
kemenkes RI (2010) perencanaan kebutuhan dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu:

a) Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi dida-
sarkan pada real konsumsi perbekalan farmasi periode yang
lalu dengan penyesuaian dan koreksi.

b) Metode Morbiditas/Epidemiologi
Perhitungan kebutuhan dengan metode morbiditas dida-
sarkan pada jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digu-
nakan untuk beban kesakitan yang harus dilayani. Metode
morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbelakalan far-
masi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunju-
ngan, dan waktu tunggu (lead time).

c) Metode Kombinasi
Kombinasi antara metode konsumsi dengan morbiditas
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Perencanaan bia-
sanya dilakukan bulanan atau mingguan untuk mengendali-
kan persediaan dan temapat distribusi (Bowersox, 2004).

Fungsi Penganggaran
Penganggaran terdiri dari kegiatan-kegiatan dan usaha-
usaha untuk perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala
standar yakni mata uang dan jumlah biaya dengan memperhati-
kan pembatasan yang berlaku terhadapnya. Anggarannya
umumnya dipakai dalam periode satu tahun dan merupakan ope-
rasional dari institusi yang berisi ramalan pendapatan yang akan
diterima dan pengeluaran yang tejadi pada tahun mendatang.
Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 75

usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan


dalam skala standar yaitu dengan skala mata uang (Seto, 2004).

Fungsi Pengadaan
Fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegia-
tan untuk memenuhi kebutuhan operasonal yang telah ditetap-
kan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan
peramalan yang baik), maupun penganggaran. Dalam pengadaan
dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan tersebut.
Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan
pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumba-
ngan (Seto, 2004).
Menurut Kepmenkes No.1197/MENKES/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan merupa-
kan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah diren-
canakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan sumba-
ngan/hibah. Pembelian dapat dilakukan secara tender oleh pani-
tia pembelian barang farmasi dan secara langsung dari pabrik/
distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.

Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/
SK/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan sesuai denga aturan kefarmasin me-
lalui pembelian langsung, tender, kontribusi atau sumbangan.
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemen-
kes RI (2010), tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbe-
kalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi
mutu, jumlah maupun waktu. Penerimaan perbekalan farmasi
harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Dalam
tim penerimaan farmasi harus ada tenaga farmasi yang terlibat.
Semua perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa sesuai
dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit.
Semua persediaan farmasi yang sudah diterima dan sudah
dilakukan pemeriksaan harus segera disimpan di dalam sebuah
ruang penyimpanan yang baik dan sesuai dengan stnadar. Tuju-
an penyimpanan adalah memastikan bahwa persediaan keseha-
76 | Manajemen Logistik Kesehatan

tan terjaga mutu dan keefektifannya denga cara menciptakan


kondisi fisik, hygine, dan infrastuktur yang perlukan.
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010), tujuan penyimpanan adalah:
1. Memelihara mutu sediaaan farmasi;
2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab;
3. Menjaga ketersediaan;
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Fungsi Penyaluran
Penyaluran atau pendistribusian merupakan salah satu
fungsi dalam manajemen logistik dimana dilakukan kegiatan pe-
ngurusan, penyelanggaraan dan pengaturan pemindahan barang
dari tempat penyimpanan ke tempat pamakain (user) sehingga
menjamin kelancaran pelayanan yang bermutu (Thaurani, 2008
dalam Rahmi 2013).
Kegiatan distribusi merupakan lanjutan dari proses pe-
nyimpanan. Menurut Subagya (1994), hal-hal yang perlu diper-
hatikan dalam pendistribusian barang, yaitu:
1. Ketepatan jenis dan spesifikasi logisik yang disampaikan;
2. Ketepatan barang logistik yang disampaikan;
3. Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan;
4. Ketepatan waktu penyampaian;
5. Ketepatan tempat penyampaian;
6. Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan.

Fungsi Penghapusan
Menurut Dirjen Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010), penghapusan merupakan kegiatan penye-
lesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena
kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak
terkait, sesuai dengan prosedur yang berlaku. Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) harus membuat prosedur terdokumentasi
untuk mendeteksi kerusakan dan kadaluarsa perbekalan farmasi
serta penanganannya, IFRS harus diberi tahu setiap produk
perbekalan farmasi yang rusak, yang ditemukan oleh perawat
staf medik. Tujuan dari penghapusan adalah untuk menjamin
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 77

perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola


sesuai dengan standasr yang berlaku.

Fungsi Pengendalian/Pengawasan
Fungsi ini merupakan fungsi inti dari pengelolaan perleng-
kapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengaman-
kan keseluruhan pengelola logistik. semua kegiatan dalam siklus
logistik harus selalu dilakukan pengawasan mulai dari fungsi pe-
rencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyim-
panan, penyaluran, pemeliharaan, dan penghapusan. Menurut
Dirjend Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010) tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi kelebihan
dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.

Manajemen Persediaan
Inventory atau persediaan merupakan simpanan material
yang berupa bahan mentah, barang dalam proses atau barang
jadi (Sumayang, 2003). Tujuan dari inventory control adalah
menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan
oleh karena itu hasil stock opname harus yang seimbang dengan
permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu
(Anief, 2001).
Manajemen persediaan baerusaha mencapai keseimbangan
diantara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu peri-
ode perencanaan yang mengandung risiko dan ketidakpastian.
Konsep yang ideal dari persediaan terdiri dari pengadaan suatu
produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem yang
demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah
atau bahan jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan.
Walaupun sistem ini tidak praktis, namun penting diingat bahwa
setiap rupiah yang diinvestasi dalam persediaan harus ditujukan
untuk mancapai suatu tujuan tertentu (Bowerox, 2004).
Menurut Assauri (2004), persediaan merupakan suatu
aktivitas yang meliputi baranpg-barang milik perusahaan dengan
maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang masih
dalam proses produksi. Adapun jenis-jenis persediaan, yaitu:
78 | Manajemen Logistik Kesehatan

a. Batch Stock
Batch Stock merupakan persediaan yang diadakan kare-
na kita membeli atau membuat bahan-bahan dalam jumlah
yang lebih besar dari pada jumlah yang dibutuhkan pada saat
itu.

b. Fluctution Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Bila ter-
dapat fluktuasi permintaanyang sangat besar maka persediaan
ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan
naik turunya permintaan tersebut.

c. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diramalkan berdasarkan pola musi-
man yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi
penggunaan atau perjualan yang meningkat.

Fungsi Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), persediaan dapat me-
layani beberapa fungsi bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi
persediaan adalah sebagai berikut:
1. Decouple, Memisahkan beberapa tahapan dari proses pro-
duksi. Jika persediaan berfruktasi, persediaan tambahan
mungkin diperlukan untuk melakukan decouple proses
produksi dari pemasok.
2. Melakukan decouple perusahaan dari fruktuasi dan per-
mintaan dan menyediakan persedin barang-barang yang
akan memberikan pilihan bagi pelanggan.
3. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pem-
belian dalam jumlah yang besar dan mengurangi biaya
pengiriman barang.
Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga

Metode Pengendalian Persediaan


Masalah umum dalam suatu model persediaan bersumber
dari kejadian yang dihadapi berupa tersedianya barang terlalu
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 79

banyak atau terlalu sedikit untuk memenuhi permintaan pelang-


gan di masa mendatang. Kalau barang terlalu banyak dalam per-
sediaan, maka perusahaan terpaksa menderita biaya tembahan
(biaya pergudangan). Barang yang terlalu sedikit menimbulkan
kekecewaan bagi para pelanggan dan menimbulkan rasa kurang
percaya yang akhirnya merugikan perusahaan sendiri (Atmaja,
2012).
Pengendalian logistik disebut juga pengendalian persedia-
an. Pengendalian persediaan adalah aktivitas mempertahankan
jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Harus ada
keseimbangan antara mempertahankan tingkat persediaan yang
tepat dengan pengaruh keuangan minimum terhadap pelanggan.
Teknik pengendalian merupakan hal yang terpenting da-
lam mengelola persediaan di instalasi farmasi untuk menentukan
obat mana yang harus diprioritaskan, berapa jumlah titik penga-
man (buffer stock) persediaan yang harus ada, serta kapan saat-
nya mulai mengadakan pemesanan kembali (Reorder Point/
ROP) (Sulastri, 2012).
Pengawasan/pengendalian persediaan suatu prosedur me-
kanis untuk melaksanakan suatu kebijakan persediaan, aspek
akuntabilitas dari pengawasan ini akan mengukur berapa unit
yang ada di tangan pada suatu lokasi tertentu dan terus mengi-
kuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar.
Pelaksanaan pengawasan persediaan menjadi tanggung jawab
koordinator logistik. Walaupun pengawasan persediaan merupa-
kan hal esensial bagi kelancaran operasi, namun masalah-masa-
lah pengawasan biasanya menimbulkan gangguan atau kegaga-
lan untuk mencapai sasaran-sasaran karena masalah-masalah
kebijakan yang tidak sesuai (Bowersox, 2004).
Keseimbangan antara permintaan dan persediaan diartikan
bahwa persediaan itu lengkap tetapi yang perlu saja dilihat dari
jumlah itemnya. Dilihat dari jumlah unitnya cukup tetapi tidak
berlebihan. Untuk mencapai keseimbangan antara persediaan
dan permintaan salah satunya ditentukan oleh persediaan obat
didasarkan atas kecepatan gerak atau putaran, dimana obat yang
laku keras (fast moving) supaya tersedia lebih banyak dan obat
kurang laku (slow moving) disediakan dalam jumlah sedikit
(Anief, 2010).
80 | Manajemen Logistik Kesehatan

Untuk memastikan bahwa suatu sistem pengendalian se-


diaan efektif, maka tiga pertanyan dasar harus dijawab adalah
apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipe-
san dan kapan memesan kembali (Johns dan Harding, 2001).

Metode Pengendalian Analisis ABC


Banyaknya persediaan bahan di sebuah perusahaan tentu-
nya mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Perbedaan tersebut baik dari segi harga per unit bahan,
dari segi jumlah unit yang diperlukan dan dari penyimpanan
bahan. Dengan demikian apabila bahan diperlakukan sama rata,
maka tindakan ini kadang-kadang akan merugikan perusahaan.
Hal ini karena terdapat perbedaan nilai rupiah dari bahan yang
dipergunakan (Atmaja, 2012).
Dalam kenyataannya akan terdapat bahan baku yang
dipergunakan dalam jumlah unit yang besar namun mempunyai
nilai rupiah yang kecil, sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan
baku dalam nilai rupiah yang tinggi walaupun jumlah unit fisik-
nya tidak besar. Dengan demikian perlakuan yang berbeda untuk
masing-masing bahan yang mempunyai karakteristik yang ber-
beda juga masih tetap diperlukan dalam perusahaan yang ber-
sangkutan tersebut. Cara yang paling umum digunakan untuk
prioritas persediaan adalah klasifikasi ABC (Atmaja, 2012).
Analisis ABC disebit juga sebagai Analisis Pareto Atau
Hukum Pareto 80/20 adalah salah satu metode yang digunakan
dalam manajeman logistik untuk membagi kelompok barang
menjadi tiga yaitu A, B dan C. Kelompok A merupakan barang
dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai nilai investasi
sekitar 80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan
barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai
investasi sekitar 15% dari nilai investasi total, sedangkan kelom-
pok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50% tapi
mempunyai nilai investasi sekita 5% dari nilai investasi total.
Dengan pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan ma-
sing-masing akan lebih mudah, sehingga perencanaaan, pengen-
dalian fisik, keandalan pemasok dan pengurangan besar stok
pengaman dapat menjadi lebih baik.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 81

Assauri (2004), menyatakan bahwa dalam penentuan kebi-


jaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar
terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan, maka
dapat digunakan metode analisis ABC. Metode ini menggam-
barkan Pareto Analysis, yang menekankan bahwa sebagian kecil
dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan mempu-
nyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup lebih
dari 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan.
Gagasannya adalah untuk membuat kebijakan-kebijakan
persediaan yang krisis namun sedikit bukan pada yang banyak
namun sepele. Tidaklah realistis jika memantau barang yang
tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang
sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).
Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan
dilakukan dengan klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara
membagi sediaan ke dalam tiga kelas didasarkan pada nilai
penggunaan tahunan. Analisis ABC menyoroti perbedaan antara
efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini memungkinkan
teridentifikasikan barang yang benar-benar berpengaruh pada
kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkon-
sentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa menga-
baikan yang lain (John dan Harding, 2001).
Dasar yang pergunakan untuk mengadakan pemisahan
tersebut adalah (Atmaja, 2012):
1. Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik
yang kecil atau rendah, namun jumlah rupiah nya tinggi.
2. Kelas B, merupakan bahan baku dengan karakteristik yang
berbeda di antara kelas A dan Kelas C, baik jumlah fisik
maupun jumlah rupiahnya adalah sedang.
3. Kelas C, merupakan bahan baku atau jumlah unit fisik yang
besar atau tinggi, namun nilai rupiah yang rendah atau kecil.

Sistem ABC, semua obat dalam persediaan digolongkan


menjadi salah satu dari kategori:
1. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70%
total penjualan.
2. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20%
total penjualan.
82 | Manajemen Logistik Kesehatan

3. Kelompok C mewakili 50% obat tetapi hanya kira-kira 10%


total penjualan.

Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam


beberapa kasus obat jenis ini merupakan obat yang sangat ma-
hal. Hanya ada sedikit kelompok A dalam persediaan apotik.
Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya,
merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat
itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan
apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati,
angka pemesanan ulang dan EOQ nya seharusnya dihitung
(Seto, 2004).
Kelompok B dan C merupakan obat yang agak lama
lakunya. Kelompok B mempunyai penjualan rata-rata dan per-
putaran intervensi. Kelompok C adalah jenis obat yang paling
lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.
Kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan
merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan
tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelom-
pok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan
dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang
peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).
Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelom-
pok C untuk menentukan apakah obat tersebut semestinya
disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang
lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah
obat dan intervensi dalam persediaan, tetapi memberikan penga-
ruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan
(Seto, 2004).
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2010), prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis
perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis
yang memakan anggaran/rupiah terbanyak.
Urutan langkah adalah sebagai berikut:
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh
dari salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan
farmasi, dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama dagang.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 83

Kelompok ke dalam jenis-jenis kategori, dan jumlahkan


biaya perjenis kategori perbekalan farmasi.
b. Menjumlahkan anggaran total, hitung masing-masing persen-
tase jenis perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis-jenis perbekalan farmasi di atas, mulai
dengan jenis yang memakan persentase biaya terbanyak.
d. Hitung persentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan
seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±
70% anggaran total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis
perbekalan farmasi saja).
1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%;
2) Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%;
3) Perbekalan Farmasi ketegori C menyerap anggaran 10%.

Klasifikasi persediaan berdasarkan pemakaian dan inves-


tasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (Dirjen Bina kefarmasian dan
Alat Kesehatan tahun 2010):
1. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan intervensi tinggi
dengan persen (%) kumpulatif 0-70% yang disebut fast mo-
ving dengan bobot=3, yaitu kategori kelompok A.
2. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya se-
dang dengan persen (%) kumulatif 71-90% yang disebut
moderate dengan bobot=2, yaitu kategori kelompok B.
3. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan intervensi yang
rendah dengan persen (%) kumulatif 91-100% yang disebut
slow moving dengan bobot=1, yaitu kategori kelompok C.

Selain item-item yang dikelompokkan ke dalam kelas A,


B dan C, selanjutnya pihak manajemen industri perlu memfo-
kuskan perhatian pada item-item kelas A. Pihak manajemen
industri juga dapat memanfaatkan klasifikasi ABC ini untuk
merumuskan sistem manajemen inventori item, seperti ditujukan
dalam tabel (Gazperz, 2006).
84 | Manajemen Logistik Kesehatan

Tabel 1. Kebijaksanaan Manajemen Inventori Berdasarkan


Klasifikasi ABC

Item Item
Item Kelas
Deskripsi Kelas Kelas
C
A B
Fokus perhatian
Utama Normal Cukup
manajemen
Pengendalian (Kontrol) Ketat Normal Longgar
Stock Pengaman Sedikit Normal Cukup
Akurasi Peramalan
Tinggi Normal Cukup
Kebutuhan
Perhitungan Inventori 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan
(Heizer dan Render, 2010)

1) Analisis ABC pemakaian


a. Mengurutkan dari nilai pemakaian terbesar sampai nilai
pemakaian terkecil, kemudian dibuat nilai persentase pe-
makaian.
b. Mencari nilai kumulatif pemakaian.
c. Mengklarifikasi barang persediaan tersebut terdasarkan
persentase kumulatif pemakaian.
d. Jika nilai frekuensi kumulatifnya 0 sampai 70%, maka dik
ategorikan sebagai kelompok A, jika nilainya berkisar
antara 70-90% maka dikategorikan sebagai kelompok B,
sedangkan nilai pada kisaran antara 90-100% maka dika-
tegorikan sebagai kelompok C.

2) Analisis ABC nilai investasi


a. Menghitung jumlah pemakaian pertahun untuk setiap
satuan unit barang.
b. Mencari harga dari setiap unit barang tersebut.
c. Mengalikan pemakaian dengan biaya per barang untuk
memperoleh nilai investasi.
d. Mengurutkan nilai investasi dari yang terbesar sampai
yang terkecil, kemudian di buat persentase nilai investasi.
e. Mencari nilai investasi kumulatif.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 85

f. Mengklarifikasi barang persediaan tersebut berdasarkan


persentase kumulatif nilai investasinya.
g. Jika nilai frekuensi kumulatifnya 0 sampai 70%, maka
dikategorikan sebagai A, jika nilainya berkisar antara 70-
90%, maka dikategorikan sebagai B, sedangkan nilai pada
kisaran 90-100%, dikategorikan sebagai barang C.
Setelah didapatkan kelompok barang A, B dan C,
maka selanjutnya dibuat kebijakan untuk pengendaliannya
sesuai dengan kepentingan kelompok barang tersebut.

Analisis ABC Indeks Kritis


Dalam penerapan analisis ABC di rumah sakit diperlukan
metode pendukung lainnya, karena diketahui bahwa kebutuhan
obat-obatan di rumah sakit sangat beragam, kadang-kadang
walaupun nilai investasinya rendah tetapi sangat vital dalam
pelayanan kepada pasien. Metode yang bisa melihat kritisnya
obat-obatan tersebut adalah indeks kristis ABC yang dikem-
bangkan oleh rumah sakit Universitas Michigan (Calhoun dan
Campell, 1985 dalam Kumalasari, 2016)
Analisis ABC indeks kritis mencakup jumlah pemakaian,
nilai investasi, dan kritisnya terhadap pelayanan pasien. Nilai
kritis obat terhadap pelayanan pasien ini dinilai oleh para peng-
guna obat yang nantinya akan digunakan untuk menetapkan per-
sediaan dengan kategori A,B dan C.
Nilai kritis obat ini dinilai oleh pengguna obat berdasarkan
kriteria (Calhoun dan Campbell, 1985 dalam Kumalasari, 2016):
1. Kelompok X: obat yang tidak boleh diganti dan harus terse-
dia dalam rangka perawatan pasien. Kekosongan obat tidak
dapat ditoleransi.
2. Kelompok Y: obat yang dapat diganti dengan obat lain yang
tersedia walaupun tidak memuaskan karena tidak sesuai
dengan keinginan, dan kekosongan kurang dari 48 jam masih
dapat ditoleransi.
3. Kelompok Z: obat yang dapat diganti, kekosongan lebih dari
48 jam dapat ditoleransi.
4. Kelompok O: obat yang tidak dapat diklasifikasikan menjadi
X, Y dan Z.
86 | Manajemen Logistik Kesehatan

Selanjutnya setiap kelompok diberi bobot, X=3, Y=2, dan


Z=1. Untuk mendapat nilai kritisnya maka semua bobot yang
diberikan pengguna obat dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah
yang memberi bobot, dengan catatan kalau memberi bobot 0
tidak dimasukkan dalam perhitungan.
Setelah didapatkan nilai kritis setiap jenis obat, maka se-
lanjutnya untuk membuat analisis ABC indeks kritis digabung-
kan jumlah pemakaian, nilai investasi, dan nilai kritisnya. Peng-
gabungan adalah sebagai berikut (Calhoun dan Campbell, 1985
dalam Kumalasari 2016):

Indeks kritis = jumlah pemakaian + nilai investasi + 2 x nilai kritis

Setelah didapat indeks kritisnya maka selanjutnya obat


dikelompokkan menjadi:
1. Kelompok A, nilai indeks 9,5-12
2. Kelompok B, nilai indeks 6,5-9,4
3. Kelompok C, nilai indeks 4-6,4

Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis ABC

Kelebihan

1) Kontrol
Dengan menggunakan analisis ABC maka organisasi da-
pat mengkontrol persediaan dengan lebih baik.

2) Biaya
Karena analisis ABC berdasarkan Hukum Pareto, maka
organisasi dapat lebih memperhatikan biaya dari 20% barang
yang nilainya 80% dari total. Dengan begitu dapat direncanakan
untuk mengurangi biaya seperti misalnya dengan mengurangi
lead time, safety stock dan bernegosiasi harga supplier.

3) Meningkatkan pelayanan
Dengan analisis ABC maka organisasi dapat menyediakan
persediaan dengan jenis, jumlah, dan waktu yang tepat sehingga
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 87

dapat mengurangi pembelian segera dan ketidakmampuan me-


menuhi permintaan.

Kekurangan

1) Harus ada standarisasi dan pengkodean setiap barang.


2) Dapat menyebabkan kurangnya perhatian terhadap barang
yang kritis tetapi nilainya rendah.
3) Harus dilakukan rutin secara periodik sehingga perubahan
harga dan konsumsi dapat dipertimbangkan kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2002. Manjemen Administrasi Rumah


Sakit. Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.(Hal.
42-47).
Anief, muhamad, 2001. manajemcn farmasi. cetakan 1. Yogja-
karta: Gadja Mada. (Hal. 135-139).
Anindita, Utari, 2014. Skripsi: Cara Pengendalian Persediaan
Obat Paten Dengan Metode Analisis ABC, Metode EOP,
Buffer Stock Dan ROP Di Unit Gudang Farmasi RS Zahi-
ra Tahun 2014. UIN: Jakarta. (Hal. 8, 17, 20-25).
Aryanti, Iljanto. 2013: Analisis Pengendalian Persediaan Obat
Dengan Analisis ABC,EOQ Dan ROP Pada Instalasi Far-
masi Rumah Sakit X Periode Januari-Desember 2011.
FKMUI. Jakarta. (Hal.42-48).
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi
Revisi. Jakarta.Fakultas Ekonomi: Universitas Indonesia.
(Hal. 108,110,112-115).
Atmaja, 2012. Tesis: Penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis
Untuk Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Rumah
Sakit Salemba. UI: Depok. (Hal. 30,33,37).
Azwar Azrul, 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi
Ketiga. Binarupa Aksara Publisher. Jakarta. (Hal. 98-101).
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta:
Binarupa Aksara.
88 | Manajemen Logistik Kesehatan

Bowersox, Donald J. 2004. Manajemen Logistik Integrasi Sis-


tem Dan Manajemen Fisik Dan Material. Jakarta: Bumi
Aksan. (Hal. 125, 129, 131, 132).
Dirjen Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan Kemenkes RI,
2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di
Rumah Sakit.
Gasperz, Vincent. 2009: Proction Planing Anda Invntory
Control. Jakarta. (Hal. 25,27).
Handoko, Hani. 1991. Manajemen Edisi III. Yogyakarta.
Heizer, Jay Dan Render, Barry,2010,Manajemen Operasi. Jakar-
ta: Salemba Empat. (Hal. 102-105).
Jhon, D. T. Dan Haning, H. A. 2001, Manajemen Operasi Untuk
Meraih Keunggulan Kompetitif, Cetakan 1. Di Terjemah-
kan Oleh: Kunto Wibiosono. Jakarta. PPM. (Hal.90).
Kemenkes RI, Nomor 1197/Menkes/Sk/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
Kemenkes, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tentang Rumah Sakit.
Kumalasari, 2016: Pengendalian Persediaan Obat Umum
Dengan Analisis Abc Indeks Kritis Di Ifrsi Siti Palem-
bang. Palembang. (Hal.98,99,105).
Listyorini, 2016: Perencanaan Dan Pengendendalian Obat
Generik Dengan Metode Analisis Abc, Eoq Dan Rop Studi
Kasus Di Unit Gudang Farmasi Rs Pku Aisyiyah Boyolali.
Surakarta. (Hal.50).
Mulyardewi Insan, 2010. Tesis: Analisis Perencanaan dan
Pengendalian Obat Di RSU Zahirah. UI. Jakarta. (Hal.35-
36).
Muninjaya, A. A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta:
Buku Kedokteran.
Muninjaya, A.A. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rahmi fadilah. 2013. Skripsi: Studi Pengendalian Persediaan
Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC, EOQ dan
ROP Digudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin.
UNISH: Jakarta. (Hal.30,31,32).
Seto, Soerjono. 2004.Manajemen Farmasi.Surabaya: Airlangga
University Press. (Hal. 88).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 89

Siagian, Sondang P. 2002. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta:


Bumi Aksara.
Siregar, 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori Dan Penerapan.
Jakarta: EGC. (Hal.98).
Swastha, Basu. 1991. Pengantar Bisnis Modern, Yogyakarta.
Tunggal, A. W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
BAB 3

PENGELOLAAN LOGISTIK OBAT

Konsep Pengelolaan Logistik Obat


Martin (1998) dalam Tunggal (2008) mengartikan manaje-
men logistik sebagai proses yang secara strategik mengatur pe-
ngadaan bahan, perpindahan dan penyimpanan bahan, kompo-
nen dan barang jadi melalui suatu organisasi dan jaringan pema-
sarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat di-
maksimalkan baik jangka waktu sekarang maupun waktu men-
datang melalui pemenuhan pemesanan dengan biaya yang efek-
tif.
Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidu-
pan sehari-hari baik langsung maupun tidak langsung demikian
pula dengan logistik obat.
Logistik Obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan secara
efektif dan efisien dalam pengelolaan obat untuk mencapai tuju-
an yang telah ditetapkan.
Obat adalah sediaan atau panduan bahan-bahan yang siap
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiolo-
gi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pen-
cegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi (Depkes RI, 2005). Pengelolaan merupakan suatu
proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dilakukan secara efektif dan efisien (BPOM, 2001). Proses
pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang me-
nyangkut aspek perencanaan/seleksi, pengadaan, pendistribusi-
an, dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber
yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana, dan perangkat lunak
(metode dan tata laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan di berbagai tingkat unit kerja (Depkes RI, 1991).

90
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 91

Tujuan Utama Pengelolaan Obat


Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten/ Kota adalah
tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata,
dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kese-
hatan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan di unit pela-
yanan kesehatan (BPOM, 2001).
Secara khusus pengelolaan obat harus dapat menjamin:
a) Tersedianya rencana kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar di
Kabupaten/Kota.
b) Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesu-
ai dengan waktunya.
c) Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien.
d) Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik.
e) Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu
tunggu (lead time) yang pendek.
f) Terpenuhinya kebutuhan obat untuk mendukung pelayanan
kesehatan dasar sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang
dibutuhkan.
g) Tersedianya sumber daya manusia dengan jumlah dan kua-
lifikasi yang tepat.
h) Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman
pengobatan yang disepakati.
i) Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat
yang sahih, akurat dan mutakhir.

Untuk mencapai tujuan, maka sistem pengelolaan dan pe-


nggunaan obat kabupaten/ kota mempunyai empat fungsi dasar
yaitu:
1. Perumusan kebutuhan (selection);
2. Pengadaan (procurement);
3. Distribusi (distribution);
4. Penggunaan obat (use);

Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang


pengelolaan yang terdiri dari:
a) Organisasi (organization);
92 | Manajemen Logistik Kesehatan

b) Pembiayaan dan kesinambungan (financing and sustaina-


bility);
c) Pengelolaan informasi (information management);
d) Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia
(human resources).

Pelaksanaan keempat fungsi dan keempat sistem pendu-


kung di atas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau pera-
turan perundang-undangan yang berlaku serta didukung kepedu-
lian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program dalam
bidang obat dan pengobatan (Depkes RI, 2003).

Kegiatan Logistik Obat


Kegiatan logistik obat merupakan kegiatan yang diperun-
tukkan dalam rangka menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai
dengan pola penyakit serta kebutuhan Pelayanan Kesehatan Da-
sar termasuk Program Kesehatan (Depkes RI, 2003). Kegiatan
perencanaan dan pengelolaan obat sektor pemerintah dilaksana-
kan oleh beberapa unit kerja di lingkungan Departemen Keseha-
tan (baca Kementerian Kesehatan) serta diluar lingkungan De-
partemen Kesehatan (Depkes RI, 1991). Masing-masing unit
kerja yang terkait tersebut melaksanakan beberapa aspek penge-
lolaan obat yang terdiri dari:

Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Perencanaan dilaksa-
nakan oleh Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Keseha-
tan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Pus-
kesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertim-
bangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Dalam proses
perencanaan kebutuhan obat pertahun, Puskesmas diminta me-
nyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO.
Selanjutnya UPOPPK yang akan melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 93

Permintaan dan Penerimaan


Sumber penyediaan obat di Puskesmas berasal dari Dinas
Kabupaten/ Kota. Obat yang disediakan adalah obat Esensial
yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Ke-
sehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional,
serta sesuai dengan kesepakatan global maupun KEPMENKES
No: 085 tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan Resep dan
atau menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan milik
Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan
tersedia di Puskesmas. Berdasarkan UU Nomor: 23 tahun 1992
tentang Kesehatan yang telah diperbaharui menjadi UU Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No: 72 tahun 1998
tentang pengamanan farmasi dan alat kesehatan, yang diperke-
nankan untuk melakukan penyediaan obat adalah tenaga Apote-
ker. Puskesmas tidak diperkenakan melakukan pengadaan obat
secara sendiri-sendiri. Oleh karena itu permintaan obat berfungsi
dalam mendukung pelayanan obat di masing-masing Puskesmas.
Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat
di masing-masing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola
penyakit yang ada di wilayah kerjanya. Permintaan obat diaju-
kan dengan menggunakan formulir Laporan Pemakaian Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).
Kegiatan permintaan obat terdiri atas dua jenis, yakni:

1. Permintaan Rutin
Permintaan rutin dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk masing-
masing Puskesmas.

2. Permintaan Khusus
Permintaan Khusus dilakukan diluar jadwal distribusi rutin
apabila kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan, pena-
nganan KLB, obat rusak dan kadaluarsa.
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima
obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih
tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Petugas penerimaan
obat dalam hal ini wajib melakukan pengecekan terhadap obat-
94 | Manajemen Logistik Kesehatan

obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/ peti, jenis


dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen
(LPLPO) dan ditandatangani oleh petugas penerima/ diketahui
Kepala Puskesmas.

Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan me-
melihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat.
Kegiatan penyimpanan meliputi:

1) Pengaturan tata ruang


Kegiatan pengaturan tata ruang ditujukan agar petugas
memperoleh kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pen-
carian, serta pengawasan obat.
Faktor-faktor pertimbangan dalam tata ruang adalah
sebagai berikut:
 Kemudahan bergerak;
 Sirkulasi udara yang baik;
 Rak dan Pallet;
 Kondisi penyimpanan khusus;
 Pencegahan kebakaran.

2) Penyusunan stok obat


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis.

3) Pencatatan stok obat


Pencatatan stok obat menggunakan kartu stok. Fungsi
kartu stok adalah untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa). Tiap lembar kartu
stok digunakan untuk mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat
yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran. Selain itu tiap baris
data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi
obat. Data pada kartu stok tersebut selanjutnya digunakan untuk
menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan seba-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 95

gai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat


penyimpanannya.

4) Pengamatan mutu obat


Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami
perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan
ini dapat diamati secara visual dan jika diduga ada kerusakan
yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik, harus
dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium.
Berikut adalah tanda-tanda perubahan mutu obat:

1. Tablet
 Adanya perubahan warna, bau atau rasa;
 Adanya noda, bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan
atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab;
 Kaleng atau botol rusak.

2. Kapsul
 Perubahan warna isi kapsul;
 Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan
lainnya.

3. Tablet salut
 Pecah-pecah, terjadi perubahan warna;
 Basah dan lengket satu dengan yang lainnya;
 Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan
fisik.

4. Cairan
 Menjadi keruh atau timbul endapan;
 Konsistensi berubah;
 Warna atau rasa berubah;
 Botol-botol plastik rusak atau bocor.

5. Salep
 Warna berubah;
96 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Pot atau tube rusak atau bocor;


 Bau berubah.

6. Injeksi
 Kebocoran wadah (vial, ampul);
 Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi;
 Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada
endapan;
 Warna larutan berubah.

Obat-obat yang terbukti rusak kemudian dikumpulkan dan


disimpan terpisah, lalu dikembalikan/ diklaim sesuai aturan
yang berlaku ataupun dihapuskan sesuai aturan yang berlaku.

Penyimpanan
Penyimpanan adalah: suatu kegiatan menyimpan dan me-
melihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk:
o Memelihara mutu obat;
o Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab;
o Menjaga kelangsungan persediaan;
o Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Kegiatan penyimpanan obat meliputi:

Pengaturan Tata Ruangan


Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan,
penyusunan, pencarian dan pengawasan obat, maka diperlukan
pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meran-
cang gudang sebagai berikut:

1. Kemudahan bergerak
Untuk memudahkan bergerak maka gudang perlu ditata
sebagai berikut:
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 97

1) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan meng-


gunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan
ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi din-
ding dan pintu untuk mempermudah gerakan
2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran
obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem:
o Arus garis lurus
o Arus U
o Arus L

2. Sirkulasi udara yang baik


Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah
adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruang gudang.
Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat
sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki
kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun bia-
yanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alter-
natif lain adalah mengunakan kipas angin, apabila kipas angin
belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.

3. Rak dan pallet


Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan
dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan stok obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan:
o Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap
banjir;
o Peningkatan efisiensi penangganan stok;
o Dapat menampung obat lebih banyak;
o Pallet lebih murah dari pada rak.

4. Kondisi penyimpanan khusus


o Vaksin memerlukan “cold chain” khusus dan harus
dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik;
o Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci;
98 | Manajemen Logistik Kesehatan

o Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter


harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya di-
simpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.

5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari penumpukan bahan-bahan yang mudah ter-
bakar seperti kardus, kartun dan lain-lain. Alat pemadan keba-
karan harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan
dalam jumlah yang cukup.

Penyusunan Stok Obat


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk
memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-lang-
kah sebagai berikut:
1. Gunakan prinsip FIFO (First In First Out) dalam penyu-
sunan obat yaitu obat yang masa kadaluarsanya lebih awal
atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal
sebab umumnya obat yang datang lebih awal biasanya
juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif lebih tua
dan masa kadaluarsanya mungkin lebih awal;
2. Susunan obat dalam kemasan besar di atas pallet secara
rapi dan teratur;
3. gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkoba;
4. Simpan obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur,
udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang
sesuai;
5. Simpan obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan
obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian luar;
6. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan
rapi;
7. Apabila persediaan obat cukup banyak maka biarkan obat
tetap dalam box masing-masing dan ambil seperlunya;
8. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian per-
lu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu ber-
ada di belakang sehingga obat dapat dimanfaatkan sebe-
lum masa kedaluwarsa habis.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 99

b. Pencatatan dan Kartu Stok Obat


Fungsi pencatatan dan kartu stok obat sebagai berikut:
o Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (peneri-
maan, pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa)
o Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber
anggaran
o Tiap baris data hanya diperlukan mencatat 1 (satu) keja-
dian mutasi obat
o Data pada kartu stok digunakan untuk meyusun laporan,
perencanaan, pengadaan, distribusi dan sebagai pemban-
ding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyim-
panan.

Hal-hal penting lain dalam pencatatan kartu stok obat


antara lain:

1. kegiatan yang harus dilakukan


 Kartu stok diletakkan bersamaan atau berdekatan
dengan obat bersangkutan;
 Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari;
 Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak ataudalurwasa) langsung dicatat didalam
kartu stok;
 Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap
akhir bulan.

2. Informasi yang didapat


 Jumlah obat yang tersedia (sisa stok);
 Jumlah obat yang diterima;
 Jumlah obat yang keluar;
 Jumlah obat yang hilang/rusak/dalurasa;
 Jangka waktu kekosongan obat.

3. Manfaat informasi yang didapat


 Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan;
obat;
100 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Penyusunan laporan;
 Perencanaan pengadaan dan distribusi;
 Pengendalian persediaan;
 Untuk pertanggung jawaban bagi petugas penyimpanan
dan penyaluran;
 Sebagai alat bantu kontrol bagi kepala unit pengelola
obat publik dan perbekalan kesehatan atau bendaha-
rawan obat.

4. Petunjuk pengisian
1) petugas penyimpan dan penyalur mencatat segala pene-
rimaan dan pengeluaran obat di kartu stok (formulir)
sesuai dengan apa yang tercantum dalam BAPPB,
dokumen bukti mutasi barang (DBMB) atau dokumen
lain yang jelas;
2) penyusunan obat disusun menurut ketentuan –ketentuan
sebagai berikut:
o obat dalam jumlah besar (bulk) disimpan di atas
pallet atau diganjal kayu secara rapi, teratur dengan
memperhatikan tanda-tanda khusus (tidak boleh
terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-lain);
o penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan
yang lain harus jelas sehingga memudahkan penge-
luaran dan perhitungan;
o penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan
adanya forklift untuk obat-obat berat;
o obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya
disimpan dalam lemari terkunci dipegang oleh petu-
gas penyimpan dan penyalur;
o satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi (rak,
lemari);
o obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khu-
sus disimpan dalam tempat khusus misalnya: eter,
film.
3) Obat-obat disimpan menurut sistem FIFO (First In
First Out);
4) Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber),
dan diletakkan bersama obat pada lokasi penyim-panan;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 101

5) Bagian judul pada kartu stok diisi dengan:


o Nama obat;
o Kemasan;
o Isi kemasan.
o Nama sumber dana atau dari mana asalnya obat
6) Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut:
o Tanggal penerimaan atau pengeluaran;
o Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran;
o Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim;
o No. Bacth/No. Lot;
o Tanggal kedalurwasa;
o Jumlah penerimaan;
o Jumlah pengeluaran;
o Sisa stok;
o Paraf petugas yang mengerjakan.
Pencatatan dan Kartu Stok Induk
Fungsi dari pencatatan kartu stok induk ini adalah:
2. Kartu stok induk digunakan untuk mencatat mutasi obat
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kedarluasa);
3. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat tata
mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari semua sumber
anggaran;
4. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu)
kejadian mutasi obat;
5. Data pada kartu stok induk digunakan sebagai:
o alat kendali bagi kepala unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan terhadap keadaan fisik obat
dalam tempat penyimpanan;
o alat bantu untuk penyusunan laporan, perencanaan
pengadaan dan distribusi serta pengendalian persediaan.
Hal-hal penting lain dalam pencatatan kartu stok induk
antara lain:
1. Kegiatan yang harus dilakukan
 kartu stok unit diletakkan di ruangan kepala unit pengelola
obat publik dan perbekalan kesehatan;
102 | Manajemen Logistik Kesehatan

 pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari;


 setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hila-
ng, rusak atau kedalurasa) langsung dicatat dalam kartu
stok;
 penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap
akhir bulan.

2. Informasi yang didapat


 Jumlah obat yang tersedia (sisa stok);
 Jumlah obat yang diterima;
 Jumlah obat yang keluar;
 Jumlah obat yang hilang/rusak/ kedalurasa;
 Jangka waktu kekosongan obat.

3. Manfaat informasi yang didapat


1) alat kontrol bagi unit pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan.
2) alat bantu untuk:
 penyusunan laporan;
 perencanaan pengadaan dan distribusi;
 pengendalian persediaan.

4. Kegiatan yang harus dilakukan


1) Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatata segala peneri-
maan dan pengeluaran obat di kartu stok induk berdasar-
kan BAPPB, SBBK atau dokumen lain yang jelas.
2) Kartu stok induk adalah:
 sebagai pencerminan obat-obatan yang ada di gudang;
 alat bantu bagi ordonatur untuk pengeluaran obat;
 alat bantu dalam menetukan kebutuhan.
3) Bagian judul pada kartu induk persediaan oabat diisi
dengan:
 nama obat tersebut;
 satuan obat;
 sumber/asal obat;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 103

 jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam


persediaan, dihitung sebesar stok kerja + stok tunggu +
stok pengaman (kurang lebih 20 bulan).
4) Kolom-kolom pada kartu induk persediaan obat diisi seba-
gai berikut:
 tanggal diterima atau dikeluarkan obat;
 nomor tanda bukti BAPPO dan atau DBMO dan lain-
lain;
 dari siapa diterima obat atau kepada siapa dikirim obat;
 sampai dengan (9) jumlah obat yang diterima berdasar-
kan sumber anggaran;
 sampai dengan (15) jumlah obat yang dikeluarkan;
 sampai dengan (21) sisa stok obat dalam persediaan;
 keterangan yang dianggap perlu, misalkan tanggal dan
tahun kedalurasa, nomor bact dan lain-lain.

Pengamatan Mutu Obat


Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami
perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan
mutu obat dapat diamati secara visual. Jika dari pengamatan
visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapka dengan
cara organolepati, harus dilakukan sampling untuk pengujian
laboratorium.

Tanda-Tanda Perubahan Mutu Obat


Tanda-tanda perubahan mutu obat meliputi:
1) Tablet
 Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
 Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang,
sumbing, pecah, retak, dan terdapat benda asing, jadi
bubuk dan lembab
 Keleng atau botol rusak sehingga dapat mempengaruhi
mutu obat
2) Kapsul
 Perubahan warna isi kapsul
 Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu
dengan lainnya
104 | Manajemen Logistik Kesehatan

3) Tablet salut
 Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
 Basah dan lengket satu dengan yang lain
 Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan
kelainan fisik
4) Cairan
 Menjadi keruh atau timbul endapan
 Konsistensi berubah
 Warna atau rasa berubah
 Botol-botol plastik rusak atau bocor
5) Salep
 Warna berubah
 Pot atau tube rusak atau bocor
 Bau berubah
6) Injeksi
 Kebocoran wadah (vial, ampul)
 Trdapat partikel asing pada serbuk injeksi
 Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada
endapan
 Warna larutan berubah

Tindak Lanjut Terhadap Obat yang Terbukti Rusak


 Dikumpulkan dan disimpan terpisah
 Dikembalikan/diklaim sesuai aturan yang berlaku
 Dihapuskan sesuai dengan aturan yang berlaku

Pendistribusian
Pendistribusian adalah suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu,
terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit
pelayanan kesehatan yang terdiri dari Sub unit pelayanan kese-
hatan dilingkungan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskes-
mas Keliling, Posyandu serta Polindes. Obat-obatan yang telah
dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku
Harian Pengeluaran Obat, sehingga dapat menjadi suatu sumber
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 105

data dalam perencanaan dan pelaporan. Kegiatan pendistribusi-


an, meliputi:

1. Penentuan frekuensi distribusi


Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
frekuensi distribusi yakni jarak sub unit pelayanan dan biaya
distribusi yang tersedia.

2. Penentuan jumlah dan jenis obat yang diberikan.


Penentuan jumlah obat yang perlu dipertimbangkan yakni
pemakaian rata-rata per jenis obat, sisa stok, pola penyakit, serta
jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kese-
hatan.

3. Pelaksanaan penyerahan obat


Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara:
 Gudang obat menyerahkan/mengirimkan obat dan diteri-
ma di unit pelayanan.
 Penyerahan di gudang Puskesmas diambil sendiri oleh
sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama
dengan formulir LPLPO dan lembar pertama disimpan
sebagai tanda bukti penerimaan obat.

Tujuan dari distribusi obat adalah:


1. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur
sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan;
2. Terjaminnya kecakupan dan terpiliharanya pengunaan obat
di unit pelayanan kesehatan;
3. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutu-
han pelayanan dan program kesehatan.

Kegiatan distribusi obat di unit pengelolaan obat publik


dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota terdiri dari:

1. Kegiatan Distribusi Rutin


Unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
(UPOPPK) merencanakan dan pelaksanakan pendistribusian
106 | Manajemen Logistik Kesehatan

obat-obatan ke unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja-


nya. Kegiatan ini dilakukan sebagai berikut:

1) perumusan stok optimum


perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan
memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian, waktu
tunggu serta ketentuan-ketentuan mengenai stok pengaman.
Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan
termaksud rencana tingkat persediaan, didasarkan pada besarnya
stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan keseha-
tan.
Stok optimum = rata-rata pemakaian obat dalam satu
periode tertentu + stok pengaman + waktu tunggu. Pada akhir
periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar stok penga-
man di setiap unit pelayanan kesehatan.
Rencana tingkat persediaan di unit pengelola obat publik
dan pebekalan kesehatan tiap akhir periode juga dapat ditetap-
kan. Tujuan dari penetapan rencana persediaan pada akhir atau
awal rencana persediaan apda akhir atau awal rencana distribusi
adalah untuk memestikan bahwa persediaan obat di unit penge-
lola obat publik dan perbekalan kesehatan cukup untuk melayani
kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Posisi perse-
diaan yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi
setiap penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan
obat oleh unit pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh
unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan kabupaten/
kota.

2) Penetapan frekwensi pengiriman obat-obatan ke unit


pelayanan
Ferkwensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan dite-
tapkan dengan memperhatikan:
- anggaran yang tersedia;
- jarak UPK dari UPOPPK;
- fasilitas gudang UPK;
- sarana yang ada di UPOPPK.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 107

3) penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman


Agar lokasi biaya pengiriman dapat dipergunakan secara
efisien dan efektif maka UPOPPK perlu membuat peta lokasi
dari unit-unit pelayanan kesehatan di tempat kerjanya. Jarak
(KM) antara unit pengelola obat publik dan perbekalan keseha-
tan dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada
peta lokasi
Dengan mempertimbangkan jarak, biaya trasnportasi atau
kemudahan fasilitas yang tersedia dapat ditetapkan rayonisasi
dari wilayah pelayanan distribusi
Disamping itu dilakukan pula upaya untuk memanfaatkan
kegiatan – kegiatan tertentu yang dapat membantu pengangku-
tan obat ke UPT misalkan kunjungan rutin petugas kabupaten ke
UPT, pertemuan dokter puskesmas yang diselenggarakan di
kabupaten/kota dan sebagainya
Atas dasar ini ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap
rayon distribusi misalnya ada rayon distribusi yang dapat dila-
yani untuk sebulan sekali ada rayon yang dapat dilayani tiap
enam blan sekali sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Buatlah daftar rayon dan jadwal distribusi tiap berikut de-
ngan nama unit pelayanan kesehatan di rayon tersebut lengkap
dengan nama dokter kepala UPK serta penanggung jawab pe-
ngelola obat.

2. Kegiatan Distribusi Khusus


Kegiatan distribui khusus di unit pengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan kabipaten/kota dilakukan sebagai
berikut:
a. Unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
kabupaten/kota menyusun rencana distribusi obat untuk
masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksana-
an kegiatan program yang diterima dari propinsi atau dinas
kesehatan kabupaten/kota. Unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan kabupaten/kota bekerja sama dengan
penanggung jawab program mengusahakan pendistribusi-
an obat sebelum pelaksanaan kegiatan masing-masing pro-
gram.
108 | Manajemen Logistik Kesehatan

b. Distribusi obat program ke puskesmas dilakukan atas per-


mintaan penanggung jawab program yang diketahui oleh
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Untuk program penanggulangan penyakit tertentu seperti
malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obat
diminta langsung oleh petugas program kepada UPOPPK
kabupaten/kota tanpa melalui puskesmas, maka petugas
yang bersangkutan harus membuat laporan permintaan dan
pemakaian obat yang diketahui oleh kepala dinas keseha-
tan kabupaten/kota.
d. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas pro-
gram kepada penderita di lokasi sasaran, diperoleh/diminta
dari puskesmas yang membawahi lokasi sasaran, setelah
selesai pelaksanaan pemberian obat, bila mana ada sisa
obat yang harus dikembalikan ke puskesmas yang
bersangkutan. Khusus untuk program diare diusahakan da
sejumlah persediaan obat di posyandu yang pengadaannya
diatur oleh puskesmas.

3. Tata Cara Pendistribusian Obat


Dalam tata cara pendistribusian obat terdiri dari:
a. Unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
kabupaten/kota melaksanakan distribus obat ke puskesmas
dan rumah sakit di wilayah kerjanya sesuai dengan kebu-
tuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.
b. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat-obatan
untuk puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan unit-
unit pelayanan kesehatan lain yang ada di wilayah binaan-
nya.
c. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung
dari unit-unit pengelola obat publik dan perbekalan kese-
hatan ke puskesmas pembantu sesuai dengan situasi dan
kondisi wilayah atas persetujuan kepala puskesmas yang
membawahinya.
d. Tata cara pengiriman obat ke unit pelayanan kesehatan
dapat dilakukan dengan cara penyerahan oleh unit penge-
lola obat publik dan perbekalan kesehatan ke unit pelaya-
nan kesehatan, pengambilan sendiri oleh UPK di UPOPPK
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 109

atau cara lain yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan


kabupaten/kota.
e. Obat-obat yang akan dikirimkan ke puskesmas atau rumah
sakit harus disertai dengan dokumen penyerahan atau pe-
ngiriman obat.
f. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang
akan dikirim maka perlu di lakukan pemeriksaan terhadap:
o Jenis dan jumlah obat;
o Kualitas atau kondisi obat;
o Isi kemasan dan kekuatan sediaan;
o Kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat
o No bacth.
g. Tiap pengeluaran obat dari unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan harus segerah dicatat pada kartu stok
obat dan kartu stok induk obat serta buku catatan harian
pengeluaran obat.

4. Pencatatan pendistribusian obat


Kartu rencana distribusi obat berfungsi sebagai:
o Sebagai lembaran kerja bagi penyusun rencana distribusi
dan pengendalian distribusi
o Sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi
ke unit pelayanan kesehatan

Pencatatan Harian Pengeluaran Obat


Obat-obatan yang dikeluar segera dicatat dan dibukukan
dalam buku harian pengeluaran obat mengenai data obat dan
dokumen obat tersebut.
Fungsinya yaitu sebagai dokumen yang memuat semua
catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun doku-
men yang menyertai pengeluaran obat tersebut. Informasi yang
didapat dari pencatatan harian pengeluaran obat antara lain:
o Jumlah obat yang dikeluarkan, nomor dan tanggal doku-
men yang menyertai;
o Unit penerima obat.

Manfaat informasinya yaitu sebagai sumber data untuk


perencanaan dan pelaporan.
110 | Manajemen Logistik Kesehatan

Petunjuk pengisian
Kegiatan yang harus dilakukan dalam pengisian sesuai
dengan petunjuk antara lain:
a. Petugas penyimpanan dan penyaluran mengelola dan
mencatat pengeluaran obat di buku harian pengeluaran
obat. Buku harian pengeluaran obat memuat semua catatan
pengeluaran obat, baik mengenai data obat-obatan maupun
catatan dokumen obat tersebut
b. Buku catatan harian pengeluaran obat ditutup tiap hari dan
dibubuhi paraf atau tanda tangan kepala unit pengelola
obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Kolom harian pengeluaran barang diisi sebagai berikut:
o Nomor urut sesuai dengan pengeluaran obat;
o Tanggal pengeluaran barang;
o Nomor tanda bukti pengeluaran baik yang berupa surat
kiriman dan tanggal dokumen tersebut;
o Nama perusahan pengirim;
o Jumlah item obat;
o Total harga;
o Keterangan.

Pengendalian Persediaan
Salah satu cara melakukan pengendalian supply obat ada-
lah dengan pendekatan Penggunaan Obat Rasional. Penggunaan
obat dikatakan rasional jika secara medik memenuhi persyaratan
tertentu dan masing-masing persyaratan mempunyai konsekuen-
si yang berbeda. Sekalipun aspek perencanaan kebutuhan, distri-
busi, penyimpanan telah dilaksanakan sesuai dengan standar
yang berlaku, apabila penggunaan obat tidak diperhatikan de-
ngan baik, maka rangkaian pengelolaan obat akan tetap menga-
lami permasalahan. Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar. Kegiatan-kegiatan pengendalian terbagi dalam:
1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu di Puskesmas dan seluruh unit pelayanan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 111

2. Menentukan stok optimum, stok pengaman, dan waktu tung-


gu (leadtime).

Pengendalian obat terdiri dari:

1. Pengendalian persediaan
Pengendalian persediaan dilakukan dengan pengamatan
terhadap stok kerja, stok pengamatan, waktu tunggu dan sisa
stok. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan, diperhitungkan
keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu kedatangan obat.
Dalam pengendalian persediaan hal yang perlu dilakukan adalah
pencegahan kekosongan obat dan pemeriksaan besar (pencaca-
han).

 Pencegahan Kekosongan Obat


Hal yang perlu diperhatikan yaitu:
- Cantumkan jumlah stok optimum pada kartu stok.
- Laporkan segera kepada UPOPPK, jika terdapat pemakaian
yang melebihi rencana karena keadaan yang tidak terduga.
- Buat laporan sederhana secara berkala kepada Kepala Pus-
kesmas tentang pemakaian obat tertentu yang banyak dan
obat lainnya masih mempunyai persediaan banyak.

 Pemeriksaan Besar (Pencacahan)


Pemeriksaan besar dimaksudkan untuk mengetahui keco-
cokan antara kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah seti-
ap jenis obat. Pemeriksaan dapat dilakukan setiap bulan, triwu-
lan, semester atau setahun sekali.

2. Pengendalian penggunaan
Pengendalian penggunaan bertujuan untuk menjaga kuali-
tas pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana
obat. Instrumen yang digunakan dalam pengendalian pengguna-
an adalah Format Monitoring Peresepan. Pengendalian penggu-
naan meliputi:
 Prosentase penggunaan antibiotik;
 Prosentase penggunaan injeksi;
112 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Prosentase penggunaan rata-rata jumlah R;


 Prosentase penggunaan obat Generik;
 Kesesuaian dengan Pedoman.

3. Penangganan obat hilang


Obat dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat
penyimpanan ditemukan kurang dari catatan sisa stok pada kartu
stok bersangkutan. Oleh karena itu pengujian silang antara jum-
lah obat dalam tempat penyimpanannya dengan catatan sisa stok
pada kartu stok perlu dilakukan secara berkala, paling tidak 3
(tiga) bulan sekali.

Pelayanan Obat
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek
teknis yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter
sampai penyerahan obat kepada pasien.
Kegiatan pelayanan obat meliputi:

1. Penataan ruang pelayanan obat


 Luas ruang pelayanan ± 3 x 4 meter dan mempunyai
penerangan yang cukup.
 Loket yang memadai untuk komunikasi dengan pasien
pada tempat penyerahan obat.
 Ruang pelayanan harus terkunci bila ditinggalkan.
 Tempat penyimpanan obat.

Obat disimpan di dalam lemari, rak atau kotak-kotak


tertentu.
 Tempat peracikan
- Ruangan harus selalu bersih, rapi dan teratur;
- Sediakan meja untuk peracikan obat;
- Obat-obatan tidak boleh berserakan dimana-mana;
- Wadah obat harus selalu tertutup rapat dengan baik
untuk menghindari kemungkinan terkontaminasi dan
udara lembab;
- Wadah obat harus diberi label sesuai dengan obat yang
ada didalamnya.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 113

2. Penyiapan obat
Dalam penyiapan obat petugas harus memahami isi resep
dan juga memperhatikan dosis obat.

3. Penyerahan obat
Obat yang akan diserahkan, sebelumnya dilakukan penge-
cekan terhadap nama pasien, jenis obat, jumlah obat, aturan
pakai obat, kemasan, dan sebagainya.

4. Informasi obat
Informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien sa-
ngatlah penting untuk mencegah pasien tidak menggunakan obat
dengan tepat. Informasi yang diberikan meliputi kapan obat
digunakan dan banyaknya obat, lama pemakaian obat, cara
penggunaan obat, ciri-ciri tertentu setelah pemakaian obat, efek
samping obat, obat-obatan yang berinteraksi dengan kontrasepsi
oral, serta cara menyimpan obat.

5. Etika pelayanan
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan de-
ngan cara yang baik dan sopan dengan menggunakan Bahasa
Indonesia atau kalau perlu Bahasa Daerah setempat sehingga pa-
sien menerima dengan senang hati. Petugas yang ramah dan so-
pan akan memberikan semangat kesembuhan pada pasien,
sehingga akan membantu penyembuhan secara psikologis.

6. Daftar perlengkapan peracikan obat


Perlengkapan peralatan peracikan, adalah sebagai berikut:
 Mortir dengan alu, kecil dan sedang;
 Spatel/ sudip untuk membantu mencampur dan membersih-
kan;
 Spatel/ sendok untuk menghitung tablet atau kapsul;
 Baki/ wadah lain tempat menghitung tablet atau kapsul;
 Lap/ serbet yang masing-masing untuk salep dan serbuk.
114 | Manajemen Logistik Kesehatan

Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib
baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan mau-
pun yang digunakan di unit-unit pelayanan di Puskesmas dan
Rumah Sakit. Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah agar
tersedia data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan,
pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh
rangkaian kegiatan mutasi obat.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi pencatatan
dan pengelolaan data untuk mendukung Perencanaan Pengadaan
Obat. Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan
obat di Puskesmas adalah LPLPO dan kartu stok. Penyeleng-
garaan pencatatan meliputi gudang Puskesmas, kamar obat, ka-
mar suntik, dan Puskesmas keliling. Pelaporan dilakukan secara
periodik, setiap awal bulan. Untuk Puskesmas yang mendapat-
kan distribusi setiap bulan LPLPO dikirim awal bulan, begitu
juga untuk Puskesmas yang mendapatkan distribusi setiap triwu-
lan.

Indikator Pengelolaan Obat


Pengelolaan obat dilakukan pada beberapa tingkat yaitu
tingkat Kabupaten/ Kota dan Puskesmas. Bila dilihat dari fungsi
pengelolaan obat yaitu: seleksi obat, pengadaan obat, distribusi
obat dan penggunaan obat yang didukung oleh sistem informasi
pengelolaan obat, maka perlu ditetapkan konversi sasaran dari
masing-masing kegiatan sehingga menjadi parameter yang dapat
diukur (Depkes RI, 2003).
Berikut adalah indikator pengelolaan obat Kabupaten/
Kota:

a) Alokasi dana pengadaan obat


Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan
obat yang disediakan/ dialokasikan oleh pemerintah daerah Ka-
bupaten/ Kota untuk memenuhi kebutuhan obat pelayanan kese-
hatan di wilayah tersebut.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 115

b) Prosentase alokasi dana pengadaan obat


Prosentase dana alokasi pengadaan obat dilihat dari total
dana pengadaan obat dibagi dengan total dana untuk bidang
kesehatan.

c) Biaya obat per penduduk


Biaya obat per penduduk merupakan besarnya dana yang
tersedia untuk masing-masing penduduk.

d) Biaya obat per kunjungan kasus penyakit


Biaya obat per kunjungan kasus penyakit merupakan be-
sarnya dana yang tersedia untuk setiap kunjungan kasus.

e) Biaya obat per kunjungan resep


Biaya obat per kunjungan resep merupakan besaran dana
yang dibutuhkan untuk setiap resep (digunakan pada waktu pe-
rencanaan dan obat) dan besaran dana yang tersedia untuk setiap
resep (digunakan setelah turunnya alokasi dana pengadaan obat.

f) Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN


Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN meru-
pakan total dari jenis obat yang termasuk dalam DOEN dibagi
dengan total jenis obat Instalasi Pengelolaan Obat.

g) Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit


Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit meru-
pakan kesesuaian jenis obat yang tersedia digudang instalasi
pengelolaan obat dengan pola penyakit yang ada di Kabupaten/
Kota yakni jumlah jenis obat yang tersedia dibagi dengan jum-
lah jenis obat untuk semua kasus penyakit di Kabupaten/ Kota.

h) Tingkat ketersediaan obat


Tingkat ketersediaan obat merupakan jumlah kuantum
obat yang tersedia di unit Pengelola Obat, Publik dan Perbeka-
lan Kesehatan untuk pelayanan kesehatan di Kabupaten/ Kota
dibagi dengan jumlah atau kuantum pemakaian rata-rata obat
per bulan.
116 | Manajemen Logistik Kesehatan

i) Ketepatan perencanaan
Ketepatan perencanaan merupakan perencanaan kebutu-
han nyata obat untuk Kabupaten/ Kota dibagi dengan pemakaian
obat pertahun.

j) Prosentase dan nilai obat kadaluarsa


Prosentase dan nilai obat kadaluarsa merupakan jumlah
jenis obat yang kadaluarsa dibagi dengan total jenis obat.

k) Prosentase dan nilai obat rusak


Prosentase dan nilai obat rusak merupakan jumlah jenis
obat yang rusak dibagi dengan total jenis obat.

l) Prosentase penyimpanan jumlah obat yang didistribusikan


Prosentase penyimpanan jumlah obat yang didistribusikan
merupakan prosentase dari selisih antara jumlah obat yang seha-
rusnya didistribusikan dengan kenyataan pemberian obat.

m) Prosentase rata-rata bobot dari variasi persediaan


Prosentase rata-rata bobot dari variasi persediaan merupa-
kan prosentase bobot rata-rata perbedaan antara catatan perse-
diaan dengan kenyataan fisik obat dari indikator yang ditetap-
kan.

n) Rata-rata waktu kekosongan obat


Rata-rata waktu kekosongan obat merupakan jumlah hari
kosong dalam satu tahun.

o) Prosentase penggunaan antibiotik pada diare


Prosentase penggunaan antibiotik pada diare merupakan
jumlah resep dengan antibiotik pada kasus diare akut non spe-
sifik dibagi dengan jumlah seluruh kasus (lama dan baru) diare
akut non spesifik.

p) Prosentase penggunaan antibotik pada ISPA


Prosentase penggunaan antibotik pada ISPA merupakan
jumlah resep dengan antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 117

dibagi dengan jumlah seluruh kasus (lama dan baru) ISPA non
pneumonia.

q) Prosentase penggunaan injeksi


Prosentase penggunaan injeksi merupakan jumlah resep
dengan injeksi untuk kasus myalgia dibagi dengan jumlah selu-
ruh kasus (lama dan baru) myalgia.

r) Polifarmasi
Polifarmasi merupakan jumlah jenis obat untuk seluruh
sampel resep pasien dengan diagnosis tunggal untuk penyakit
yang ditetapkan, dibagi dengan jumlah sampel resep.

s) Prosentase obat yang tidak diresepkan


Prosentase obat yang tidak diresepkan merupakan jumlah
jenis obat yang tidak pernah diresepkan selama 6 (enam) bulan
dibagi jumlah jenis obat yang tersedia.

t) Ketepatan waktu pengiriman LPLPO


Ketepatan waktu pengiriman LPLPO merupakan jumlah
LPLPO waktu yang diterima secara tepat waktu dibandingkan
dengan jumlah seluruh LPLPO yang seharusnya tiap bulan.

Indikator Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota


Indikator adalah variabel yang dapat di gunakan untuk
mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilaku-
kannya pegukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
dari waktu ke waktu.
Persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam merumus-
kan indikator (SMART) adalah sebagai berikut:
 SIMPLE yaitu: sederhana artinya indikator yang ditetap-
kan sedapat mungkin sederhana dalam mengumpulkan
data maupun dalam rumusan penghitungan untuk menda-
patkannya.
 MEASURABLE yaitu dapat diukur artinya indikator
yang ditetapkan harus merepresentasikan informasinya
dan jelas ukurannya. Dengan demikian dapat digunakan
untuk perbandingan antara suatu tempat dengan tempat
118 | Manajemen Logistik Kesehatan

lainnya atau antara suatu waktu dengan waktu lainnya.


Kejelasan pengukuran juga akan menunjukan bagaimana
cara mendapatkan datanya.
 ATTRIBUTABLE yaitu bermanfaat. Artinya indikator
yang ditetapkan harus bermamfaat untuk kepentingan pe-
ngambilan keputusan. Ini berarti bahwa indikator itu harus
merupakan pengejawantahan dari informasi yang memang
dibutukan untuk pengambilan keputusan. Jadi harus spesi-
fik untuk pengambilan keputusan tertentu.
 RELIABLE yaitu dapat dipercaya, artinya indikator yang
ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan data
yang baik, benar, dan teliti. Indikator yang tidak/belum
bisa didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar
dan teliti seyogianya tidak digunakan.
 TIMELY yaitu tepat waktu, artinya indikator yang dite-
tapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan dan pe-
ngolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya
sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.

Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa


jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain
dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan
tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetap-
kan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu
kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang
lebih tepat. Pengelolaan obat dilakukan pada beberapa tingkat
yaitu tingkat kabupaten/kota, sehingga untuk pengukuran tingkat
kinerja juga menggunakan indikator yang berbeda tergantung
tingkat unit tersebut.
Berdasarkan tujuan pengelolaan obat yang telah ditetap-
kan, perlu dilakukan konversi terhadap tujuan agar dapat diukur,
sehingga tujuan pengelolaan obat dapat menjadi terjaminnya ke-
tersedian obat yang bermutu baik secara tepat jenis, tepat jumlah
dan tepat waktu serta digunakan secara rasional. Bila dilihat
fungsi pengelolaan obat yaitu: seleksi obat, pengadaan obat, dis-
tribusi obat dan penggunaan obat yang didukung oleh sistem
informasi pengelolaan obat, maka perlu ditetapkan konversi
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 119

sasaran dari masing-masing kegiatan sehingga menjadi parame-


ter yang dapat diukur.
Di bawah ini disampaikan indikator-indikator pengelolaan
obat kabupaten/kota sebagai berikut:

1. Indikator Alokasi Dana Pengadaan Obat


Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai dengan
kebutuhan obat untuk populasi merupakan prasyarat terlaksa-
nanya penggunaan obat yang rasional yang pada gilirannya akan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan indikator ini
akan dapat dilihat komitmen babupaten/kota dalam penyediaan
dana pengadaan obat sesuai kebutuhan kabupaten/kota.

DEFINISI
Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan
obat yang disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah kabu-
paten/kota untuk memenuhi kebutuhan obat pelayanan keseha-
tan di wilayah tersebut. Yang dilihat pada indikator ini adalah
jumlah dana anggaran pengadaan obat yang disediakan pemerin-
tah daerah kabupaten/ kota dibandingkan dengan jumlah kebutu-
han dana untuk pengadaan obat sesuai dengan kebutuhan popu-
lasi.

PENGUMPULAN DATA
Data di kumpulkan dari dokumen yang ada di dinas kese-
hatan kabupaten/kota berupa total dana pengadaan obat, dan
kebutuhan dana pengadaan obat yang sesuia dengan kebutuhan
populasi.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Total dana pengadaan obat kab/ kota
Kesesuaian dana pengadaan obat = x 100,-
Total kebutuhan dana pengadaan obat

Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp. 125.000.000
120 | Manajemen Logistik Kesehatan

Besarnya total kebutuhan dana pengadaan obat = Rp.


125.000.000

Kesesuaian dana pengadaan obat = 125.000.000/135.000.000 x


100 % = 92,5 %

PENYAMPAIAN HASIL
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah
daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar 92,5% dari total kebu-
tuhan dana.

CATATAN
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran pe-
ngadaan obat yang berasal dari semua sumber anggaran yang
ada.

ANGKA IDEAL
Dana pengadaan obat yang disediakan sangat mendekati
dengan kebutuhan sebenarnya.

2. Indikator Prosentasi Alokasi Dana Pengadaan Obat


Obat merupakan pendukung utama untuk hampir semua
programm kesehatan di unit pelayanan kesehatan. Untuk itu ke-
tersediaan dana pengadaan obat harus proposional dengan ang-
garan kesehatan secara keseluruhan.

DEFINISI
Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan
obat yang disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah Ka-
bupaten/Kota untuk mendukung program kesehatan di daerah
Kabupaten/Kota dibandingkan dengan jumlah alokasi dana
untuk bidang kesehatan.

PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Dinas Kese-
hatan Kabupaten/Kota berupa: Total dana pengadaan obat, dan
total dana untuk bidang Kesehatan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 121

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Total dana pengadaan obat


Prosentase alokasi dana pengadaan obat = x 100%
Total dana untuk bidang kesehatan

Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp.125.000.000
Besarnya total dana untuk bidang kesehatan = Rp. 750.000.000
Prosentasi dana pengadaan obat = 120.000/750.000.000 x 100 %
= 16,6 %

PENYAMPAIAN HASIL
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah
daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar 16,6 % dari total dana
untuk bidang kesehatan.

CATATAN
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran pe-
ngadaan obat yang berasal dari semua sumber anggaran yang
ada.

ANGKA IDEAL
Dana pengobatan obat harus proposional dengan anggaran
kesehatan secara keseluruhan.

3. Indikator Biaya Obat Per Penduduk


Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai kebutuhan
populasi bervariasi untuk masing-masing Kabupaten/Kota untuk
itu perlu diketahui besarnya dana yang disediakan oleh Kabu-
paten/Kota apakah telah memasukkan parameter jumlah pendu-
duk dalam pengalokasian dananya.

DEFINISI
Besarnya dana yang tersedia untuk masing-masing pendu-
duk.
122 | Manajemen Logistik Kesehatan

PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Dinas Kese-
hatan Kabupaten/Kota berupa: total dana pengadaan obat, dan
jumlah penduduk yang didapatkan dari Kantor Statistik Kabupa-
ten/Kota.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Total dana pengadaan obat yang dialokasikan
Biaya obat per penduduk = x 100%
Jumlah penduduk Kabupaten/Kota

MISALNYA:
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp.800.000
Jumlah penduduk Kabupaten/Kota = Rp. 200.000
Biaya obat per penduduk = 800.000.000/200.000 = Rp.4.000

Total dana pengadaan obat yang dialokasikan


Biaya obat per penduduk = x Rupiah
Jumlah penduduk Kabupaten/Kota

MISALNYA:
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp.700.000
Jumlah penduduk Kabupaten/Kota = Rp. 200.000
Biaya obat yang dialokasi per penduduk = 700.000.000/200.000
= Rp.3.500

PENYAMPAIAN HASIL
Biaya obat yang dialokasi per penduduk Kabupaten/Kota
adalah sebesar Rp.3.500 sedang biaya obat/penduduk adalah
Rp.4000.

CATATAN
Dengan diketahuinya standar biaya obat/ penduduk dapat
menjadi patokan dalam penetapan alokasi dana pengadaan obat
tahun-tahun mendatang.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 123

ANGKA IDEAL
Biaya obat/penduduk menurut standar WHO yaitu 2 dolar/
penduduk.

4. Indikator Biaya Obat Per Kunjungan Kasus Penyakit


Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai dengan
jumlah kunjungan kasus yang ada di Kabupaten/Kota bervariasi
untuk masing-masing Kabupaten/Kota. untuk itu perlu diketahui
besar dana yang disediakan oleh Kabupaten/Kota apakah telah
memasukkan parameter jumlah kunjungan kasus dalam pengalo-
kasian dananya.

DEFINISI
Besaran dana yang tersedia untuk setiap kunjungan kasus.

PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Dinas Kese-
hatan Kabupaten/Kota berupa: Total dana pengadaan obat, serta
jumlah kunjungan kasus.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Total dana pengadaan obat
biaya obat per kunjungan kasus = x 100%
jumlah kunjungan kasus

Misalnya:
Besarnya totoal dana pengadaan obat = Rp. 800.000.000
jumlah kunjungan kasus
= Rp. 160.000 biaya obat per kunjungan kasus
= Rp. 800.000.000/ 160.000
= Rp. 5.000
Total dana pengadaan obat
Biaya obat per kunjungan kasus = x 100%
jumlah kunjungan kasus
124 | Manajemen Logistik Kesehatan

Besarnya totoal dana pengadaan obat = Rp. 720.000.000


jumlah kunjungan kasus
= Rp. 160.000 biaya obat per kunjungan kasus
= Rp. 720.000.000/ 160.000
= Rp. 4,5.000

PENYAMPAIAN HASIL:
Biaya obat per kunjungan kasus di kabupaten/kota adalah
sebesar Rp. 5.000 sedang biaya obat yang dialokasikan per kun-
jungan kasus adalah hanya sebesar Rp. 4.5000.

CATATAN:
Dengan diketahuinya standar biaya obat/ kunjungan kasus
dapat menjadi patokan dalam penetapan alokasikan dana penga-
daan obat di tahun-tahun mendatang.

ANGKA IDEAL:
Biaya obat yang dialokasikan per kunjungan kasus harus
memperhatikan parameter jumlah kunjungan kasus.

5. Indikator Biaya Obat Per Kunjungan Resep


Keterangan dana pengadaan obat yang sesuai dengan jum-
lah kunjungan resep yang ada di kabupaten/ kota bervariasi
untuk masing-masing kabupaten/kota. Untuk itu perlu diketahui
besaran dana yang disediakan oleh kab/ kota apakah telah me-
masukkan parameter jumlah kunjungan resep dalam pengaloka-
sikan dananya.

DEFINISI
Besaran dana yang dibituhkan untuk setiap resep (diguna-
kan pada waktu perencanaan dan obat) dan besaran dana yang
tersedia untuk setiap untuk setiap resep (digunakan setelah tu-
runnya alokasi dana pengadaan obat).

PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di dinas kese-
hatan kabupaten/ kota berupa total dana pengadaan obat, total
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 125

dana pemakaian obat tahun lalu serta jumlah kunjungan resep


yang didapatkan dari kompilasi laporan LB-2/LPLPO.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Total dana pemakaian obat tahun lalu
Biaya obat per kunjungan resep = x 100%
jumlah kunjungan resep

Misalnya:
Besarnya totoal dana pengadaan obat = Rp. 800.000.000 jumlah
kunjungan kasus
= Rp. 160.000 biaya obat per kunjungan kasus
= Rp. 800.000.000/ 160.000
= Rp. 5.000

Total dana pemakaian obat tahun lalu


Biaya obat per kunjungan resep = x 100%
jumlah kunjungan resep

Besarnya totoal dana pengadaan obat = Rp. 720.000.000 jumlah


kunjungan kasus
= Rp. 160.000 biaya obat per kunjungan kasus
= Rp. 720.000.000/ 160.000
= Rp. 4,5.000

PENYAMPAIAN HASIL:
Biaya obat yang dibutuhkan per kunjungan resep adalah
Rp. 5.000 sedang biaya obat yang dialokasikan per kunjungan
resep adalh sebesar Rp. 4.5000.

CATATAN:
Dengan diketahuinya standar biaya obat/ kunjungan kasus
dapat menjadi patokan dalam penetapan alokasikan dana penga-
daan obat di tahun-tahun mendatang.
126 | Manajemen Logistik Kesehatan

ANGKA IDEAL:
Besarnya dana yang disediakan harus memuaskan para-
meter jumlah kunjungan resep.

6. Indikator Kesesuaian Item Obat yang Tersedia dengan


DOEN
Penetapan obat yang masuk dalam DOEN telah memper-
timbangkan faktor drug of choice, analisa biaya –manfaat dan
didukung dengan data ilmiah. Untuk pelayanan kesehatan dasar
maka jenis obat yang disediakan berdasarkan DOEN yang terba-
ru agar tercapai prinsip efektifitas dan efisiensi.

DEFINISI:
Total jenis obat yang termasuk dalam DOEN dibagi de-
ngan total jenis obat yang tersedia di gudang/ instalasi penge-
lolaan Obat.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi
pengelolaan obat kabupaten/kota berupa: jumlah jenis obat yang
tersedia dan jumlah jenis obat yang tidak termasuk dalam
DOEN.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Jumlah jenis obat yang termasuk dalam DOEN
Kesesuaian obat yang tersedia = x 100%
Jumlah jenis obat yang tersedia

Misalnya:
Jumlah jenis obat yang tersedia = 100 jumlah jenis obat yang
tidak termasuk dalam DOEN = 5 jumlah jenis obat yang
termasuk dalam DOEN =100-5=95 kesesuain obat yang tersedia
95/100x100% = 95%

PENYAMPAIAN HASIL:
Kesesuaian obat yang tersedia di kabupaten/kota bila
dibandingkan dengan DOEN adalah sebesar 95%.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 127

CATATAN:
Kesesuaian jenis obat dengan DOEN merupakan upaya
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan dana
pengadaan obat.

ANGKA IDEAL:
Kesesuaian jenis obat adalah 100% dari daftar DOEN.

7. Indikator Kesesuaian Ketersediaan Obat dengan Pola


Penyakit
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di kabu-
paten/kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berita harus
sesuai dengan pola penyakit yang ada di kabupaten/kota.

DIFINISI:
Kesesuaian jenis obat yang tersedia di gudang/instalasi pe-
ngelolaan obat dengan pola penyakit yang ada di kabupaten/kota
adalah jumlah jenis obat untuk semua kasus penyakit di kabu-
paten/kota.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi pe-
ngelolaan obat kabupaten/kota berupa: jenis obat yang tersedia
dan pola penyakit di kabupaten/kota.

PERHITUNGAN DAN CONTOH:

Jumlah jenis obat tersedia


Kesesuaian obat yang tersedia = x 100 %
Jumlah jenis obat untuk semua kasus

Misalnya:
Jumlah jenis obat yang tersedia = 126 jumlah jenis obat untuk
kasus penyakit (dilihat dari standar pengobatan) = 105 kesesuai-
an obat yang tersedia = 126/105x100 % = 140 %
128 | Manajemen Logistik Kesehatan

PENYAMPAIAN HASIL:
Kesesuaian obat yang tersedia di kabupaten/kota bila
dibandingkan dengan pola penyakit adalah 140 %.

CATATAN:
Kesesuaian dengan kebutuhan populasi merupakan perim-
bangan utama dalam melakukan seleksi obat.

ANGKA IDEAL:
Kesesuaian jenis obat adalah 100 % dengan pola penyakit
yang ada.

8. Indikator Tingkat Ketersediaan Obat


Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di kabu-
paten/kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jum-
lah (Kuantum) obat yang tersedia di Unit pengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan minimal harus sama dengan stok sela-
ma waktu tunggu kedatangan obat.

DEFINISI:
Jumlah kuantum obat yang tersedia di Unit pengelola obat
publik dan perbekalan ksehatan untuk palayanan kesehatan di
kabupaten/kota dibagi dengan jumlah atau kauntum pemakaian
rata-rata obat per bulan.
Jumlah jenis obat dengan jumlah minimal sama dengan
waktu tunggu kedatangan obat dibagi dengan jumlah semua je-
nis obat yang tersedia di Unit pengelola obat publik dan perbe-
kalan kesehatan kabupaten/kota.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di unit penge-
lola publik dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota berupa:
jumlah (kuantum) persediaan obat yang tersedia, pemakaian
rata-rata obat per bulan (dalam waktu tiga bulan terakhir) di
kabupaten/kota, waktu kedatangan obat, total jenis obat yang
tersedia.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 129

PERHITUNGAN DAN CONTOH:


Jumlah obat yang tersedia
Tingkat ketersediaan obat = x bulan
Rata-rata pemakaian obat per bulan

Misalnya:
Jumlah (kuantum) obat A yang tersedia = 100.000 jumlah rata-
rata pemakaian obat A perbulan = 20.000 tingkat ketersediaan
obat = 100.000/20.000 = 5 bulan.
Total jenis obat dengan tingkat
Minimal sama dengan waktu tunggu
Tingkat ketersediaan obat = x 100 %
Total jenis obat dalam persediaan

PENYIMPANAN HASIL:
Kisaran kecukupan obat di kabupaten/kota adalah sebesar
….sampai….bulan dan total jenis obat dengan tingkat kecuku-
pan aman sebesar 90 %.

CATATAN:
Kecukupan obat merupakan indikasi kesinambungan pela-
yanan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan di kabupa-
ten/kota.

ANGKA IDEAL:
Tingkat ketersediaan obat yang aman adalah 100 %.

9. Indikator Ketetapan Perencanaan


Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di kabu-
paten/kota harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus
sesuia dalam jumlah dan jenis obat untuk pelayanan kesehatan
di kabupaten/kota.

DEFINISI
Perencanaan kebutuhan nyata obat untuk kabupaten/kota
dibagi dengan pemakaian obat pertahun.
130 | Manajemen Logistik Kesehatan

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpul dari dokumen yang ada di instalasi penge-
lolaan obat kabupaten/kota berupa: jumlah atau kuantum peren-
canaan kebutuhan obat dalam satu tahun dan pemakaian rata-
rata obat per bulan di kabupaten/kota yang didapatkan dari lapo-
ran. tetapkan obat indikator untuk kabupaten/kota yang dibuat
dengan pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit
terbanyak.

PERHITUNGAN DAN CONTOH:

Kuantum obat yang direncanakan


ketetapan perencananan = x 100 %
Jumlah pemakaian obat dalam satu tahun

Misalnya:
Jumlah obat A yang direncanakan dalam satu tahun = 450.000.
jumlah pemakaian obat A dalam satu tahun = 500.000. ketetapan
perencanaan obat = 450.000/500.000x100 % = 90 % jumlah
pemakaian obat B yang di rencanakan dalam satu tahun =
800.000. jumlah pemakaian B dalam satu tahun 1000.000
ketetapan perencanaan obat
= 800.000/1.000.000 x 100 %
= 80 %.

PENYAMPAIAN HASIL
Demikian seterusnya untuk semua obat indikator keteta-
pan perencanaan obat di kabupaten/kota adalah sebesar ……%.

CATATAN:
Ketetapan perencanaan kebutuhan obat kabupaten/kota
merupakan awal dari fungsi pengelolaan obat yang strategis.

ANGKA IDEAL:
Perencanaan kebutuhan adalah 100 % dari kebutuhan baik
dalam jumlah dan jenis obat.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 131

10. Indikator Prosentase dan Nilai Obat Kadaluarsa


Terjadinya obat kedaluwarsa mencerminkan ketidaktepa-
tan perencanaan, dan/ atau kurang baik sistem distribusi dan
atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan
atau perubahan pola penyakit.

DEFINISI:
Jumlah jenis obat yang kadaluarsa dibagi dibagi dengan
total jenis obat.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi
pengelolaan obat kabupaten/kota berupa: jumlah jenis obat yang
tersedia untuk pelayanan kesehatan selama satu tahun dan jum-
lah jenis obat yang kadaluarsa serta harga masing-masing obat.

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Total jenis yang kadaluwarsa


prosentase obat kadaluarsa = x 100 %
Total jenis yang tersedia

Misalnya:
Total jenis obat yang tersedia = 100 total jenis obat yang
kadaluarsa = 1 prosentasi obat kadaluarsa serta harga masing-
masing = 1/100x100 % = 1 %

Nilai obat kadaluarsa = jumlah obat yang kadaluwarsa x harga per kemasan

Nilai obat yang kadaluarsa didapatkan dari: obat yang kada-


luarsa adalah A sebanyak = 5 kaleng harga perkaleng obat A =
Rp. 85.000 Nilai obat kadaluarsa Rp. 85.000x5=Rp. 425.000
demikian seterusnya untuk obat lain yang kadaluarsa.

PENYAMPAIAN HASIL:
Prosentase obat kadaluarsa di kabupaten/kota adalah sebe-
sar 1 % dengan Rp. 425.000.
132 | Manajemen Logistik Kesehatan

CATATAN:
Obat kadaluarsa mencerminkan kurang baiknya pengelola-
an obat.

ANGKA IDEAL:
Prosentase obat kadaluarsa adalah 0 %.

11. Indikator Prosentase dan Nilai Obat Rusak


Terjadi obat rusak mencerminkan ketidaktepatan perenca-
naan, dan atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan
obat dan atau perubahan pola penyakit.

DEFINISI:
Jumlah jenis obat yang rusak dibagi dengan total jenis
obat.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di unit penge-
lola obat publik dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota beru-
pa: jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
selama satu tahun dan jumlah jenis obat yang rusak dan harga
masing-masing.

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Total jenis yang rusak


Prosentase obat rusak = x 100 %
Total jenis obat yang tersedia

Misalnya:
Total jenis obat yang tersedia = 100
Total jenis obat rusak = 2
Prosentase obat rusak = 2/100 x 100 % = 2 %.
Nilai obat rusak = jumlah obat yang rusak x harga per kemasan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 133

Nilai obat rusak didapatkan dari:


Obat yang rusak adalah A sebanyak = 10 kaleng
Harga per kaleng obat A: Rp. 75.000
Nilai obat rusak: Rp. 750.000

PENYAMPAIAN HASIL
Prosentase obat rusak di Kabupaten/Kota adalah sebesar 2 %
dengan nilai Rp. 750.000

CATATAN
Obat rusak mencerminkan kurang baiknya pengelolaan obat.

ANGKA IDEAL
Prosentase nilai obat rusak dan kadaluarsa adalah 0 %.

12. Prosentase Penyimpanan Jumlah Obat yang Didistribu-


sikan
Obat yang didistribusikan adalah sebesar stok optium
dikurangi dengan sisa stok di unit pelayanan kesehatan. Sedang
stok optium sendiri merupakan stok kerja selama periode distri-
busi ditambah stok pengaman. Dengan tidak sesuainya pemberi-
an obat maka akan mengganggu pelayanan kesehatan di puskes-
mas.

DEFINISI:
Prosentase dari selisih antara jumlah (kuantum) obat yang
seharusnya didistribusikan dengan kenyataan pemberian obat.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Instalasi
Pengelola Obat Kabupaten/Kota berupa: kartu distribusi dan
kartu stok serta LPLPO per puskesmas.
Tetapkan obat indikator untuk Kabupaten/Kota yang dibu-
at dengan pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit
terbanyak dan tetapkan beberapa puskesmas sebagai sample.
134 | Manajemen Logistik Kesehatan

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah obat diminta


Penyimpangan kuantum obat yg didistribusi = x 100 %
Pemberian obat dari gudang

Misalnya:
Untuk puskesmas A stok optimum obat P = 750
Sisa stok obat P = 250
Jumlah obat P yang diminta = 750-250 = 500
Pemberian obat dari Kabupaten/Kota = 450
Penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan = (500-450)/
500 x 100 % = 50/500 x 100 % = 10 %
Demikian seterusnya untuk semua obat indikator dan
semua puskesmas yang ditetapkan.

PENYAMPAIAN HASIL
Penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan di Kabu-
paten/Kota adalah 10 %.

CATATAN
Ketidaktepatan jumlah pendistribusian obat mencerminkan
kurang dipahaminya perhitungan pendistribusian obat oleh pe-
ngelola obat.

ANGKA IDEAL
Prosentase penyimpangan distribusi obat adalah 0 %.

13. Indikator Prosentase Penyimpanan Jumlah Obat yang


Didistribusikan
Sistem pancatatan stok yang tidak akurat akan menye-
babkan kerancunan pada perencanaan obat yang akan datang
dan akan terjadi kerancunan untuk melihat obat kurang atau obat
berlebih. Prosentase rata-rata bobot dari variasi perbedaan
menggambarkan tingkat ketepatan sistem pencatatan stok yang
mencerminkan keadaan nyata fisik obat.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 135

DEFINISI:
Prosentase rata-rata bobot dari variasi persediaan adalah
prosentase bobot rata-rata perbedaan antara catatan persediaan
dengan kenyataan fisik obat dari indikator obat yang ditetapkan.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi
pengelola obat kabupaten/kota berupa: kartu distribusi dan kartu
stok serta pengamatan terhadap fisik obat untuk obat indikator
yang ditetapkan.

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah stok keseluruhan obat indikator


dalam catatan
Prosentase rata-rata bobot
variasi persediaan = x 100 %
Jumlah stok keseluruhan obat
Indikator secara fisik

Misalnya:
Jumlah dalam catatan stok keseluruhan obat indikator yang
ditetapkan: 10.000 + 2.000 + 2.500 + 1.500 + 2.000 = 18.000

Jumlah kenyataan fisik keseluruhan obat indikator yang


ditetapkan adalah: 10.000 + 1.950 + 2.450 + 1.500 + 2.000 =
17.900

Selisih antara catatan dengan kenyataan fisik = 18.000 – 17.900


= 100

PENYAMPAIAN HASIL
Prosentase rata-rata bobot dari variasi persediaan =
100/18.000 x 100 % = 0,56 %.

14. Indikator Rata-Rata Waktu Kekosongan Obat


Prosentase rata-rata waktu kekosongan obat dari obat dari
indikator menggambarkan kapasitas sistem pengadaan dan dis-
tribusi dalam menjamin kesinambungan suplai obat.
136 | Manajemen Logistik Kesehatan

DEFINISI:
Waktu kekosongan obat didefinisikan sebagai jumlah obat
kosong dalam satu tahun. Prosentase rata-rata waktu kekoso-
ngan obat adalah prosentase jumlah hari kekosongan obat dalam
satu tahun.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Instalasi
Pengelola Obat Kabupaten/Kota berupa: kartu distribusi dan
kartu stok serta pengamatan terhadap fisik obat indikator yang
ditetapkan.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Jumlah hari kekosongan semua obat
indikator dalam 1 th
Prosentase waktu kekosongan obat = x 100 %
Total jenis obat indikator

Misalnya:
Obat indikator yang ditetapkan adalah 3 jenis obat
Jml hari kekosongan obat A dlm 1 th = 15
Jml hari kekosongan obat B dlm 1 th = 25
Jml hari kekosongan obat C dlm 1 th = 20

PENYAMPAIAN HASIL
Rata-rata waktu kekosongan obat utk 3 obat indikator
adalah (15 + 25 + 20)/3 = 20 hari.

CATATAN
Waktu kekosongan obat merupakan salah satu faktor
koreksi dalam perenacanaan obat khususnya dalam perencenaan
obat khususnya dalam penetapan pemakaian rata-rata/bulan.

ANGKA IDEAL
Waktu kekosongan obat adalah 0 hari.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 137

15. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada Diare


Penggunaan antibiotik pada diare non spesifik merupakan
penggunaan obat yang tidak rasional karena tidak sesuai dengan
pedoman pengobatan yang ada. Untuk itu indikator ini diguna-
kan untuk melihat tingkat penggunaan obat rasional di Kabupa-
ten/Kota.

DEFINISI:
Jumlah resep dengan antibiotik pada kasus diare akut non
spesifik dibagi dengan jumlah seluruh kasus (lama dan baru)
diare akut nonspesifik.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan atau Instalasi Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota berupa:
kompilasi dari selfmonitoring peresepan Puskesmas.
Tetapkan obat indikator untuk Kabupaten/Kota yang dibu-
at dengan pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit
terbanyak dan tetapkan beberapa puskesmas sebagai sample.

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah Prosentase penggunaan


antibiotik untuk diare di seluruh puskesmas
Prosentase penggunaan antibiotik
pada Diare = x 100 %
Jumlah Puskesmas

Misalnya:
Untuk puskesmas A prosentase penggunaan antibiotik untuk
diare = 30 %
Untuk Puskesmas B prosentase penggunaan antibiotik untuk
diare = 35 %
Untuk Puskesmas C prosentase penggunaan antibiotik untuk
diare = 40 %
138 | Manajemen Logistik Kesehatan

PENYAMPAIAN HASIL
Prosentase penggunaan antibiotik pada diare di Kabupa-
ten/Kota adalah sebesar (30 + 35 + 40)/3 = 35 %

ANGKA IDEAL
Prosentase penggunaan antibiotik pada diare adalah 0 %.

16. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA


Penggunaan antibiotik pada ispa non pneumonia meru-
pakan penggunaan obat yang tidak rasional karena tidak sesuai
dengan pedoman pengobatan yang ada. Untuk itu indikator ini
digunakan untuk melihat tingkat penggunaan obat rasional di
kabupaten/kota.

DEFINISI:
Jumlah resep dengan antibiotik pada kasus ispa non pneu-
monia merupakan penggunaan obat yang tidak rasional karena
tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang ada. untuk itu
indikator ini digunakan untuk melihat tingkat penggunaan obat
rasional di kabupaten/kota.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari dinas kesehatan kabupaten/kota
dan atau instalasi pengelolaan obat kabupaten/kota berupa: kom-
pilasi dari self-monitoring peresepan puskesmas.

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah Prosentase penggunaan antibiotik


untuk ISPA di seluruh Puskesmas
Presentase penggunaan antibiotik
pada Diare = x 100 %
Jumlah Puskesmas

Misalnya:
Untuk Puskesmas A Prosentase penggunaan antibiotik untuk
ISPA = 50 %
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 139

Untuk Puskesmas B Prosentase penggunaan antibiotik untuk


ISPA = 60 %
Untuk puskesmas C Prosentase penggunaan antibiotik untuk
ISPA = 70 %
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA = (50 + 60 + 70)/3
= 60 %

PENYAMPAIAN HASIL
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA di Kabupa-
ten/Kota adalah sebesar 60 %.

ANGKA IDEAL
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA adalah 0 %.

17. Indikator Prosentase Penggunaan Antibiotik pada


Myalgia
Penggunaan injeksi untuk kasus Myalgia merupakan
penggunaan obat yang tidak rasional karena tidak sesuai dengan
pedoman pengobatan yang ada. Untuk itu Indikator ini diguna-
kan untuk melihat tingkat penggunaan obat rasional di Kabu-
paten/Kota.

DEFINISI:
Jumlah resep dengan injeksi untuk kasus Myalgia dibagi
dengan jumlah seluruh kasus (lama dan baru) Myalgia.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan atau Instalasi pengelolaan obat Kabupaten/Kota berupa:
kompilasi dari self-monitoring peresepan Puskesmas.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


Jumlah Prosentase penggunaan antibiotik
untuk Myalgia seluruh Puskesmas
Presentase penggunaan injeksi pada
Myalgia = x 100 %
Jumlah Puskesmas
140 | Manajemen Logistik Kesehatan

Misalnya:
Untuk Puskesmas A Prosentase penggunaan injeksi untuk
Myalgia = 40 %
Untuk Puskesmas B Prosentase penggunaan injeksi untuk
Myalgia = 45 %
Untuk Puskesmas C Prosentase penggunaan injeksi untuk
Myalgia = 50 %
Prosentase penggunaan injeksi pada Myalgia = (40 + 45 +
50)/3 = 45 %

PENYAMPAIAN HASIL
Prosentase penggunaan injeksi untuk kasus Myalgia di
Kabupaten/Kota adalah sebesar 45 %.

ANGKA IDEAL
Prosentase penggunaan injeksi untuk kasus Myalgia ada-
lah 0 %.

18. Indikator Polifarmasi


Polifarmasi ditetapkan berdasar jumlah r/ dalam satu
resep, dimana bila jumlah r/ lebih besar atau tidak sesuai dengan
satandar pengobatan dapat disebut polifarmasi. terjadinya poli-
farmasi merupakan suatu pemborosan pemakaian obat dan cer-
minan ketidakrasionalan penggunaan obat.

DEFINISI:
Jumlah jenis obat untuk seluruh sampel resep untuk pasien
dengan diagnosis tunggal untuk penyakit yang ditetapkan misal-
nya diare akut nonspesifik. ISPA nonpneumonia dan Myalgia
dibagi dengan jumlah sampel resep.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan atau Instalasi Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota berupa:
kompilasi dari self-monitoring peresepan Puskesmas.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 141

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah R/ untuk seluruh Puskesmas


Polifarmasi = x 100 %
Jumlah Puskesmas

Misalnya:
Untuk Puskesmas A jumlah R/ = 4,1
Untuk Puskesmas B jumlah R/ = 3,9
Untuk puskesmas C jumlah R/ = 4
Jumlah R/ untuk tiga kasus penyakit = (41, + 3,9 + 4)/3 = 4

PENYAMPAIAN HASIL
Polifarmasi untuk tiga kasus penyakit di Kabupaten/Kota
adalah sebesar 4.

CATATAN:
Polifarmasi merupakan suatu pemborosan untuk itu perlu
adanya penekanan sampai dengan 0.

ANGKA IDEAL
Polifarmasi adalah 0 %.

19. Indikator Prosentase Obat yang Tidak Diresepkan


Obat yang tidak diresepkan akan menyebabkan terjadinya
kelebihan obat. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi antara
pengelola obat dengan pengguna obat agar tidak terjadi hal
seperti itu.

DEFINISI:
Jumlah jenis obat yang tidak pernah diresepkan selama 6
(enam) bulan dibagi jumlah jenis obat yang tersedia.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan dari Instalasi Pengelolaan Obat Kabu-
paten/Kota berupa kompilasi pemakaian obat untuk seluruh
Kabupaten/Kota.
142 | Manajemen Logistik Kesehatan

PERHITUNGAN DAN CONTOH

Jumlah obat dengan stok tetap


Prosentase obat yang tidak diresepkan = x 100 %
Total jenis obat yang tersedia

Misalnya:
Jml jenis obat yang dalam enam bulan stoknya tetap = 3
Total jenis obat yang tersedia = 99
Prosentase obat yang tidak diresepkan = 3/99 x 100 % = 3,33 %

PENYAMPAIAN HASIL
Jumlah jenis obat yang tidak diresepkan selama 6 (enam)
bulan adalah sebesar 3,33 %.

ANGKA IDEAL
Jumlah jenis obat yang tidak diresepkan sebaiknya 0 %.

20. Indikator Ketetapan Waktu Pengiriman LPLPO


LPLPO yang merupakan sumber data pengelolaan obat
sangat penting artinya sebagai bahan informasi pengambilan
kebijakan pengelolaan obat. Salah satu syarat data yang baik
adalah tepat waktu.

DEFINISI:
Jumlah LPLPO yang diterima secara tepat waktu diban-
dingkan dengan jumlah seluruh LPLPO yang seharusnya diteri-
ma setiap bulan.

PENGUMPULAN DATA:
Data dikumpulkan di Instalasi Pengelolaan Obat dan atau
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berupa catatan kedatangan
laporan LPLPO dari Puskesmas.

PERHITUNGAN DAN CONTOH


LPLPO yang diterima tepat waktu
LPLPO yang diterima tepat waktu = x 100%
LPLPO yang seharusnya diterima
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 143

Misalnya:
LPLPO yang datang pada tanggal 1-10 adalah = 20
LPLPO yang seharusnya diterima = 25
LPLPO yang diterima tepat waktu = 20/25 x 100 % = 80 %

PENYAMPAIAN HASIL
Ketetapan pengiriman LPLPO di Kabupaten/Kota adalah
80 %.

CATATAN:
Ketidak tepatan pengiriman LPLPO akan berpengalaman
terhadap proses pembentukan informasi di Kabupaten/Kota.

ANGKA IDEAL
Pengiriman LPLPO sebaiknya paling lambat tanggal 10
tiap bulannya.

GLOSARIUM
BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
UPOPPK : Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
LPLPO : Laporan Pemakaian Lembar Permintaan Obat
KLB : Kejadian Luar Biasa
FIFO First In First Out
dokumen bukti mutasi barang (DBMB)
DOEN : Daftar Obat Essensial Nasional
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
UPT : Unit Pelayanan Teknis
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas
WHO : World Health Organization

DAFTAR PUSTAKA

Arikanto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek,


Edisi Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta.
Azis, S., Endreswari, S., dkk. 2001. Penyusunan Pedoman Eva-
luasi Pengelolaan Obat Berdasarkan Pengukuran Indika-
144 | Manajemen Logistik Kesehatan

tor di Puskesmas Kabupaten Pekalongan. Di dalam: Bule-


tin Penelitian Kesehatan Vol. 29 No.2. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. Halaman 84-96.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2001. Pengelola-
an Obat Kabupaten/ Kota. BPOM. Jakarta.
Bowersox, Donald J. 1995. Manajemen Logistik 1. Bumi Aksa-
ra. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI dan Japan International Cooperation
Agency. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di
Kabupaten/ Kota. Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI, Materi Pelatihan Pengelolaan Obat
Di Kabupaten/Kota, Jakarta, 2003.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengelolaan Obat Tingkat
II, Ditjet POM 1996, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Perencanaan dan
Pengelolaan Obat. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Kebijakan Obat Nasional.
Depkes. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Kupang. 2008. Profil Kesehatan Kota
Kupang 2007. Dinkes. Kupang.
Disa, Ira. 2009. Sifat-sifat Organoleptik. Purwokerto.
Fatmawatid. 2006. Sistem Penyimpanan Obat, Pencatatan Dan
Pelaporan Obat, Distribusi Obat Di Puskesmas Taman
Sidoarjo. Sidoarjo http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?
id=gdlhub-gdl-sl-2006-fatmawatid-2623&PHPSESSID=
068ef00626d3e335b59998cc35e21ce4 [4 November 2008]
http://iradisa.blogspot.com/2009/04/sifat-sifat-
organoleptik.html# [16 Nopember 2009].
Mandaazzahra. 2008. Manajemen Logistik Puskesmas. http://
mandaazzahra.wordpress.com/2008/06/10/manajemen-
logistik-di-puskesmas/[4 November 2008].
Mc Mahon, R., Barton, E., dan Piot, M. 1995. Manajemen Pela-
yanan Kesehatan Primer. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 145

Muninjaya, A,A,Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Peneli-
tian Kuantitatif dan Kualitatif di bidang Kesehatan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Keseha-
tan. Rineka Cipta. Jakarta.
Pos Kupang. 2008. Stok Antibiotik di Puskesmas Pasir Panjang
Masih Kosong. Kupang http://www.poskupang.com/main/
cont.php?content=filedetail&jenis=2&idnya+12927&deta
ilnya=1 [23-02-2009].
Samsudin, Sadili. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta.
Jakarta.
Tunggal,A,W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
WHO. Pedoman Pengelolaan Obat.
BAB 4

PENGELOLAAN LOGISTIK
OBAT PUSKESMAS

Pengelolaan Penyediaan Obat pada Fasilitas Kesehatan


Tingkat Pertama/ Puskesmas
Manajemen logistik adalah proses perencanaan, imple-
mentasi serta pengendalian persediaan dan aliran material sejak
dari titik asal sampai konsumsi dalam rangka memenuhi kebutu-
han konsumen/ user secara efektif dan efisien. Dengan kata lain,
sistem logistik memiliki dua objektif utama yaitu pelayanan ter-
baik dan minimasi biaya, termasuk di dalam pengelolaan logis-
tik obat.
Tujuan pengelolaan logistik obat adalah menjamin kelang-
sungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang
efisien, efektif dan rasional. Obat merupakan komponen penting
dalam pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat
esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Obat harus
dijamin mutu dan keamanannya. Obat harus disimpan sesuai
dengan karatistik masing-masing item obat. Diperlukan jaminan
keamanan fisik, karena beberapa obat mempunyai nilai ekono-
mis yg tinggi. Dampak pengelolaan yang tidak baik adalah obat
hilang, obat rusak, obat kadaluarsa, sehingga dapat mempenga-
ruhi kepercayaan masyarakat terhadap institusi menurun, sema-
ngat kerja staf dan frustasi, menurunnya tingkat penggunaan
sarana kesehatan.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau disebut pusat
kesehatan primer/Puskesmas memerlukan penyediaan obat-oba-
tan dan persediaan. Untuk mengelola penyediaan obat, diperlu-
kan kerjasama tim. Kerjasama ini melibatkan seluruh petugas
fasilitas kesehatan: dokter, perawat, pekerja kesehatan dan petu-
gas gudang penyimpanan obat. Setiap pegawai harus mengeta-
hui cara pengelolaan penyediaan obat secara benar di fasilitas
kesehatannya.
146
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 147

Untuk mengelola masing-masing komponen penyediaan


obat secara benar, para ahli obat dunia mengidentifikasi bebera-
pa tugas pokok. Tugas-tugas ini disebut prosedur standar penge-
lolaan penyediaan obat. Dengan mengikuti prosedur ini, penge-
lolaan penyediaan obat menjadi sederhana. Membuat rencana
untuk memperbaiki penyediaan obat untuk memperbaiki atau
memulai (melaksanakan) prosedur standar di fasilitas kesehatan/
Puskesmas.
Pada penulisan ini di uraikan lebih lanjut tentang apa saja
yang termasuk dalam pengelolaan penyediaan obat di Puskes-
mas.
Pengelolaan penyediaan obat pada fasilitas kesehatan ting-
kat pertama/Puskesmas terdiri dari 5 komponen utama, yaitu:

Mempersiapkan Gudang Obat


Obat dan persediaannya mahal dan berharga. Perlu ada
perhatian karena obat dapat rusak. Bila obat rusak, kemanjuran
obat dapat menurun atau memberi pengaruh buruk bagi pende-
rita.
Obat dan persediaannya harus selalu disimpan di ruang
penyimpanan yang layak. Fasilitas harus mempunyai ruangan
yang dapat di kunci, berada dalam keadaan yang baik dan rapih.
Ruangan itu akan menjadi gudang penyimpanan dan harus terpi-
sah dari ruang pemberian obat. Petugas harus menyimpan semua
persediaan di gudang dan mengeluarkan tiap hari dari gudang ke
apotik.
148 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 6. Penyiapan Gudang

Menyiapkan Gudang di Fasilitas Kesehatan

1. Pilih ruangan yang aman di fasilitas kesehatan sebagai


gudang
Menyimpan persediaan di gudang memudahkan
petugas untuk selalu mengetahui persediaan yang ada dan
menyimpan persediaan secara aman.
Gudang harus cukup besar untuk diisi seluruh perse-
diaan. Gudang harus berupa ruangan yang terkunci atau
bila Puskesmas sangat kecil, berupa lemari terkunci.

Cara mengamankan gudang:

a. Gudang harus dikunci ganda


Pasang dua gembok pada pintu ruangan atau
lemari. Tiap gembok harus mempunyai kunci berbeda.
Beri kunci hanya kepada orang yang bertanggung
jawab atas persediaan di gudang. Simpan kunci cada-
ngan di tempat yang aman.

b. Jaga agar gudang selalu terkunci bila sedang tidak


dipakai
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 149

Gambar 7. Memberikan Kunci atau Gembok pada Gudang

2. Jaga agar gudang dalam keadaan yang baik


Suhu udara yang sangat dingin atau sangat panas,
sinar atau kelembaban dapat merusak persediaan. Panas
mempengaruhi cairan, salep dan supositoria. Beberapa
obat, seperti obat suntik dan tetes mata atau telinga, cepat
rusak bila terkena sinar. Tablet dan kapsul mudah menye-
rap air dari udara sehingga menjadi lengket dan rusak.

Untuk menjaga gudang berada dalam keadaan baik:

a) Awasi struktur fisik gudang secara teratur


Perbaiki setiap kerusakan di atap, dinding, pintu,
jendela dan lantai.

b) Atur suhu dalam gudang


Periksa apakah ada plafon dalam gudang. Bila
tidak ada, harus dibuat. Dapat menggunakan karton dari
kardus bekas.
Biarkan udara hangat keluar. Buka pintu dan jen-
dela bila seseorang berada di gudang. Buat ventilasi
udara di dinding atau plafon. Gunakan kawat nyamuk
untuk mencegah serangga. Amankan seluruh tempat
terbuka dengan teralis untuk mencegah pencurian. Bila
ada kipas angin, gunakanlah. Jaga agar kipas bekerja
dalam keadaan baik.
150 | Manajemen Logistik Kesehatan

c) Atur sinar dalam gudang


Bila sinar masuk melalui jendela, blok sinar lang-
sung tersebut dengan mencat jendela warna putih atau
pasang tirai.

d) Atur kelembaban dan cegah kerusakan oleh air


Periksa apakah saluran pembuangan air baik.
Harus ada saluran pembuangan di sekitar gudang. Atap
harus mempunyai talang. Amankan daerah saluran
pembuangan. Biarkan udara bergerak bebas. Amankan
ventilasi udara dan jendela. Lakukan perbaikan segera
saat bocor terjadi untuk mengurangi kelembaban dan
kerusakan akibat air.
Wadah tablet dan kapsul dapat diisi dengan kan-
tong pengering (dessicant = kristal pengering yang
tidak dapat dimakan). Pengering menjaga bagian dalam
wadah obat tetap kering. Jangan buka kantong penge-
ring. Simpan kantong itu dalam wadah obat. Jaga agar
wadah obat tertutup kecuali saat memberi obat.

Gambar 8. Binatang Pengerak

e) Jaga agar gudang bebas hama


Beberapa hama umum adalah tikus, kecoa, semut
dan tawon. Tumpahan dapat menarik hama. Bersihkan
tumpahan dan segera buang wadah obat yang pecah.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 151

3. Jaga agar gudang bersih dan teratur


Dalam gudang yang bersih dan teratur, mudah untuk
menemukan persediaan. Persediaan lebih mungkin berada
dalam keadaan baik dan siap dipakai.

Cara mengatur gudang:

a. Bersihkan gudang dan jaga kerapihan


Debu mengkontaminasi persediaan dan membuat
label sulit dibaca. Tumpahan dan pecahan mengumpulkan
debu.
Pel lantai, bersihkan debu dari rak dan dinding seca-
ra teratur.

b. Simpan persediaan obat di atas rak


Penggunaan rak adalah cara mudah untuk mengatur
persediaan.
Bila tidak ada rak di gudang, buatlah rak sementara
dari kardus atau dari tumpukan batu bata dan papan. Le-
takkan kardus atau papan pada panggung. Jangan tempat-
kan kardus atau papan langsung di atas lantai. Lantai dapat
basah. Kelembaban dapat merusak kardus atau kayu.
Penggunaan kardus dan papan harus dianggap
sebagai tindakan sementara saat anda menunggu pem-
buatan rak yang memadai.
152 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 9. Pengaturan dan Pemberian Alas


pada Gudang

c. Bila ada lemari pendingin, jaga agar kerjanya tetap


baik
Gunakan lemari pendingin untuk menyimpan obat
dan persediaan yang peka terhadap panas. Jangan me-
nyimpan makanan pegawai dalam lemari pendingin. Mem-
buka dan menutup pintunya dapat menurunkan suhu dan
merusak obat. Catat suhu setiap hari. Periksa apakah ada
cukup ruang sekitar lemari pendingin agar udara bergerak
bebas.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 153

d. Simpan narkotika dan obat psikotropika di ruang


penyimpanan yang dikunci ganda
Narkotika dan Psikotropika hanya boleh dilayani
dengan Resep Dokter. Narkotika berdasarkan golongan
harus disertai dengan kelengkapan resep yang jelas.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta-
naman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-
sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau peruba-
han kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai meng-
hilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantu-
ngan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan seba-
gaimana terlampir dalam Undang-Undang Republik Indo-
nesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Narkotika Terbagi atas 3 golongan yaitu:
Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang ha-
nya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mem-
punyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantu-
ngan.
Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkha-
siat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pe-
ngembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkha-
siat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/
atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantu-
ngan.
Menurut Undang – Undang nomor 5 tahun 1997,
tentang psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psiko-
aktif melalui pengaruh sedatif pada susunan syaraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5
tahun 1997 dijelaskan mengenai ruang lingkup pengaturan
di bidang psikotropika yang meliputi segala kegiatan yang
154 | Manajemen Logistik Kesehatan

berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai poten-


si mengakibatkan syndrome ketergantungan yang digolo-
ngan menjadi 4 golongan yaitu:

Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi amat luas mengakibatkan syn-
drome ketergantungannya.

Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu penge-
tahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan syn-
drome ketergantungannya.

Psikotropika golongan III


Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan ba-
nyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu penge-
tahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
syndrome ketergantungan.

Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibat-
kan syndrome ketergantungan.

Mengatur Persediaan Obat


Pengaturan persediaan dalam gudang harus disesuaikan
dengan pelayanan yang diberikan di fasilitas kesehatan. Setiap
orang yang bekerja di gudang harus dapat menemukan perse-
diaan obat dengan mudah.
Obat-obatan yang mempunyai kesamaan harus dikelom-
pokkan di atas rak, diatur menurut abjad nama generiknya. Ba-
rang dengan usia lebih pendek (tanggal kadaluarsa pendek atau
persediaan lama) harus ditempatkan di depan barang yang sama
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 155

dengan usia yang lebih panjang (tanggal kadaluarsa lebih lama


atau persediaan baru).

Gambar 10. Pengaturan dan Penempatan Obat

Mengatur Obat dan Persediaan di dalam Gudang

1. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan seca-


ra bersamaan di atas rak
Saat mengatur persediaan, “kesamaan” berarti dalam
cara pemberian obat (luar, oral, suntikan) dan bentuk ra-
muannya (obat kering atau cair). Simpan obat dalam
kelompok berikut: obat luar, oral, dan suntikan. Simpan di
rak yang sama obat tablet dan kapsul. Kelompokkan di rak
yang sama obat cair dan salep. Kelompokkan di rak yang
sama persediaan obat lainnya.

CONTOH: MENYIMPAN OBAT YANG SEJENIS


Di gudang Klinik Talor, ada salep tetrasiklin dan
tablet tetrasiklin. Salep dioles di kulit (luar) dan tablet
dimakan (oral). Petugas kesehatan menyimpan salep
bersama dengan kelompok obat luar dan tablet bersama
dengan kelompok oral.
Di gudang juga ada tablet kotrimoksasol dan sirup
kotrimoksasol. Keduanya adalah kelompok oral. Petugas
kesehatan mengelompokkan tablet bersama dengan tab-
let lainnya dan kapsul di atas rak. Sirup ditempatkan
dengan obat cair lainnya.
156 | Manajemen Logistik Kesehatan

Bila dalam gudang ada tiga rak atau lebih, simpan


persediaan sebagai berikut:
 RAK ATAS: Menyimpan obat kering (tablet, kap-
sul, paket oralit). Gunakan wadah obat yang kedap
udara. Bila rak atas dekat plafon atau tidak terjang-
kau, gunakan rak itu untuk menyimpan barang yang
TIDAK peka terhadap panas atau yang JARANG
dipakai.
 RAK TENGAH: Menyimpan obat cair, termasuk
obat suntik dan salep. JANGAN menempatkan obat
di bawahnya. Bila bocor, obat di bawahnya akan
rusak
 RAK BAWAH Menyimpan persediaan lain, seperti
alat bedah, kondom dan label. Ingat, JANGAN me-
nyimpan langsung di atas lantai.
 Selalu simpan barang yang perlu suhu dingin dalam
lemari pendingin.

2. Cari nama generik dari setiap obat dalam gudang


Nama generik obat seharusnya ada pada label. Nama
generik berbeda dengan nama merek. Nama generik me-
nggambarkan obat. Nama merek diberi oleh produsen obat.
Ada banyak merek untuk obat generik yang sama. Lihat
contoh di bawah.

Gambar 11. Contoh Obat Generik dan Patent


Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 157

3. Atur dan beri label persediaan di atas rak


Dalam setiap kelompok, atur persediaan sesuai abjad
nama generik. Beri cukup ruang untuk setiap barang. Ke-
lompokkan barang yang sama dalam jumlah yang mudah
dihitung, seperti dalam pasangan atau kelompok lima atau
sepuluh. Simpan obat suntik dalam kelompok sepuluh.

Gambar 12. Penempatan Alat Kesehatan dan Sediaan


Farmasi pada Rak

Tulis nama generik dari setiap barang pada label.


Lem label di depan barang di atas rak. Bila anda mengatur
158 | Manajemen Logistik Kesehatan

persediaan dengan cara ini, akan mudah bagi anda untuk


mengetahui jenis dan jumlah persediaan yang ada. Kecil
kemungkinan untuk salah mengenai barang yang mempu-
nyai kemiripan tampak atau nama.

4. Simpan obat sesuai tanggal kadaluarsa dengan meng-


gunakan prosedur FEFO (FIRST EXPIRY FIRST OUT
- Yang Lebih Dahulu Kadaluarsa, Dikeluarkan Terlebih
Dahulu)
Tanggal kadaluarsa yang tercetak di label memberi
tahu kapan obat kadaluarsa, yaitu, kapan obat tidak lagi
manjur. Obat yang kadaluarsa dapat berbahaya. Pabrik
mencetak tanggal pada wadah obat untuk memperlihatkan
berapa lama obat masih efektif. Obat masih dapat efektif
untuk jangka pendek sesudah tanggal kadaluarsa, tetapi ini
tidak dijamin.

Gambar 13. Contoh Penempatan Obat

Periksa semua obat dalam gudang untuk tanggal ka-


daluarsa. Buang semua obat kadaluarsa dari gudang. Tem-
patkan obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek
di depan obat yang berkadaluarsa lebih lama. Bila obat
mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang
baru diterima di belakang obat yang sudah berada di atas
rak.

5. Simpan obat tanpa tanggal kadaluarsa dengan meng-


gunakan prosedur FIFO (FIRST IN FIRST OUT -yang
Datang Terlebih Dahulu, Dikeluarkan Pertama)
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 159

Simpan barang tanpa tanggal kadaluarsa sesuai uru-


tan penerimaan. Tempatkan barang yang baru diterima di
belakang barang yang sudah berada di atas rak. Mungkin
ada tanggal pembuatan dalam wadah. Tanggal menunjuk-
kan barang lama harus digunakan dahulu.

6. Buang obat yang kadaluarsa dan rusak


Obat yang kadaluarsa dan rusak menurun efeknya
atau berakibat buruk pada pasien. Beberapa mungkin tidak
mempunyai efek sama sekali. Obat-obat ini harus dising-
kirkan. Bergantung kebijakan fasilitas kesehatan anda,
obat dikembalikan ke pemasok obat untuk dimusnahkan
atau dibakar di fasilitas klinik anda. Singkirkan juga perse-
diaan obat yang berlebihan dan yang tidak terpakai di kli-
nik. Buat catatan pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam,
saksi dan cara pemusnahan. Catat pada kartu persediaan
obat.

Gambar 14. Penempatan Obat Sesuai Abjad


160 | Manajemen Logistik Kesehatan

Membuat Catatan
Kegunaan dari membuat catatan antara lain:
Adanya catatan Adanya catatan
menghemat waktu: melindungi anda:
 Anda akan mengetahui apa  Bila anda dituduh mencu-
yang ada di gudang. ri atau menyalahgunakan
 Anda akan mengetahui kapan persediaan, anda dapat
anda menggunakan persediaan merujuk ke catatan.
dan untuk apa persediaan digu-  Pada catatan anda akan
nakan. terdokumentasi
 Anda akan mengetahui jumlah pergerakan persediaan.
persediaan yang digunakan  Dari catatan terlihat bah-
secara teratur. wa anda tidak bertanggu-
 Anda akan mengetahui kapan ng jawab untuk masalah
memesan lagi. itu.

Ada banyak cara untuk membuat catatan. Prosedur yang


dianjurkan adalah penggunaan kartu persediaan. Pembuatan kar-
tu persediaan dapat disesuaikan dengan sistem pencatatan mana
saja.

Menerima Persediaan Obat dan Memberi Persediaan Obat


Kartu Persediaan Obat
Harus ada kartu persediaan bagi setiap barang di gudang.
Simpan kartu persediaan bersama dengan barang di atas rak.
Gunakan kartu persediaan untuk mengikuti gerakan barang
(yaitu, mencatat kapan dan bagaimana barang dipakai).
Lihat contoh kartu persediaan di bawah. Di atas kartu
tertulis:
 NAMA barang/ obat, termasuk bentuk dan dosis;
 NOMOR KODE yang mengidentifikasi barang;
 SATUAN + UKURAN (wadah barang + jumlah barang
dalam wadah);
 HARGA satuan;
 BATAS PEMESANAN ULANG (jumlah satuan untuk
dipesan).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 161

Mungkin ada barang di gudang yang terdiri dari berbagai


bentuk (tablet, cairan, atau salep), dosis (amoksilin tablet 250
mg atau 500 mg) atau ukuran satuan (botol 1000 tablet atau bo-
tol 500 tablet). Bila ada, harus ada kartu persediaan yang terpi-
sah untuk setiap bentuk, dosis dan ukuran satuan dari barang
tersebut. Jangan gunakan kartu yang sama untuk bentuk, dosis
atau ukuran satuan yang berbeda dari suatu barang.
Saat mencatat pada kartu persediaan, gunakan bolpen
untuk mengisi Barang/Obat, Nomor kode, dan Satuan + ukuran.
Informasi ini tidak berubah. Gunakan pensil untuk harga dan ba-
tas pemesanan ulang. Harga dan batas pemesanan ulang dari
suatu barang dapat berubah. Kartu Persediaan juga mempunyai
lajur untuk mencatat informasi tentang pergerakan barang:
 Tanggal penerimaan atau pengeluaran;
 Diterima dari, nama pemasok obat yang mengirim barang ke
gudang anda;
 Jumlah yang diterima, jumlah satuan yang diterima gudang;
 Diberikan ke, nama bagian fasilitas yang memberi obat ke
pasien;
 Jumlah yang diberikan, jumlah satuan yang dikeluarkan
gudang;
 Saldo persediaan, jumlah satuan yang tersisa di gudang;
 Keterangan, informasi penting tentang pergerakan barang;
 Tanda tangan dari orang yang mencatat pergerakan barang.
162 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 15. Contoh Kartu Persediaan Obat

Pada lajur KETERANGAN, catat sisa awal dari kartu se-


belumnya, nomor permintaan pemesanan dan tanggal kadaluarsa
barang yang diterima, perubahan harga, dan informasi tentang
penyingkiran barang yang kadaluarsa, bermutu buruk atau ber-
lebihan. Catat setiap informasi lain yang penting bagi pengelo-
laan obat dan persediaan di fasilitas anda. Catat setiap kali anda
menerima atau mengeluarkan suatu barang. Catat hanya satu
pergerakan (yaitu, satu penerimaan atau satu pengeluaran) tiap
baris. Catat pada saat terjadi pergerakan.

Membuat Catatan Persediaan yang Akurat

1. Buat kartu persediaan barang/obat untuk setiap barang


di gudang
2. Tempatkan kartu persediaan bersama barang di atas rak
Menempelkan kartu di depan rak dekat label barang.
Menempatkan kartu bersama dengan wadah barang di atas
rak.
3. Catat pada kartu persediaan setiap anda menerima atau
mengeluarkan barang
Gunakan bolpen. Informasi ini tidak berubah. Catat
pada saat terjadi pergerakan. Jangan menunggu sampai akhir
jam kerja, akhir hari, minggu atau bulan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 163

a. Catat barang yang diterima gudang


Bila anda menerima barang di gudang, letakkan pada
tempatnya di atas rak. Catat pergerakannya di kartu perse-
diaan.
1. Catat TANGGAL penerimaan;
2. Catat dari mana barang DITERIMA;
3. Catat JUMLAH YANG DITERIMA dalam satuan;
4. Jumlahkan JUMLAH YANG DITERIMA dengan
SISA STOK sebelumnya;
5. Catat SALDO yang baru;
6. Catat nomor permintaan pesanan dan tanggal kadalu-
arsa barang pada lajur KETERANGAN.

CONTOH:
Pada tanggal 6 Desember, ada 1 botol amoksisilin tablet
250 mg dalam persediaan. Petugas kesehatan menerima
12 botol dari pemasok obat. SALDO baru adalah 13
botol.
1 botol + 12 botol = 13 botol

b. Catat barang yang dikeluarkan gudang


Bila barang keluar dari gudang ke bagian pemberian
obat, barang harus selalu berupa satuan yang utuh. Jangan
beri dalam satuan yang dipecahkan.
1) Catat TANGGAL keluar;
2) Catat kemana barang/obat DIKELUARKAN;
3) Catat JUMLAH YANG DIKELUARKAN dalam
satuan;
4) Kurangi JUMLAH YANG DIKELUARKAN dari
SISA DALAM PERSEDIAAN sebelumnya;

CONTOH:
Pada tanggal 20 Desember, terdapat 13 botol amoksilin
tablet 250 mg dalam persediaan. Petugas dari dinas
kesehatan menemukan 1 botol amoksilin yang sudah
164 | Manajemen Logistik Kesehatan

kadaluarsa. Ia mengirim (mengeluarkan) botol tersebut


kembali ke pemasok obat. SALDO BARU DALAM
PERSEDIAAN berjumlah 12 botol amoksilin tablet 250
mg.

13 botol - 1 botol = 12 botol

5) Catat JUMLAH PERSEDIAAN BARU;


6) Catat keterangan signifikan lainnya mengenai pergera-
kan barang/obat dalam lajur KETERANGAN.

4. Selalu perbarui catatan pergerakan jumlah satuan secara


akurat dalam lajur SALDO
Mungkin ada sisa satuan yang tidak utuh di akhir jam
klinik. Bila ada, jangan dikembalikan ke gudang. Kuncikan di
bagian pemberian obat sampai jam kerja klinik berikutnya.

5. Hitung persediaan barang pada selang waktu yang ter-


atur, seperti sekali sebulan
Hitung jumlah satuan dari setiap barang di gudang
secara teratur yang disebut dengan perhitungan fisik. Pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama, buat perhitungan fisik dari
setiap barang sekali sebulan.

a. Periksa ulang informasi di bagian atas kartu persedia-


an obat
Periksa apakah informasi baru dan tepat.

b. Buat perhitungan fisik dari setiap jenis barang/obat


1) Buat garis ganda sesudah penulisan akhir pada kartu.
Anda dapat menggunakan warna yang berbeda (merah)
untuk hal ini dan untuk pencatatan berikutnya.
2) Catat TANGGAL penghitungan. Tulis kata “perhitu-
ngan fisik” yang melintang di atas lajur. Lihat contoh di
bawah.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 165

3) Hitung jumlah satuan yang sebenarnya (seperti botol)


dari obat itu. Jumlah satuan yang dihitung adalah perhi-
tungan fisik.
4) Catat jumlah perhitungan fisik di lajur SALDO. Bila
perhitungan fisik dan saldo sebelumnya tidak sama, tu-
lis “ada ketidak sesuaian” dan tulis jumlah yang hilang
di lajur KETERANGAN.
5) Buat garis ganda melintang di atas kartu persediaan se-
sudah informasi perhitungan fisik. Garis ganda menyo-
roti informasi perhitungan fisik.
Bila perhitungan fisik dan saldo sebelumnya tidak
sama, selidiki. Mungkin ada barang di atas rak yang ku-
rang atau lebih daripada yang tercatat pada kartu perse-
diaan. Seseorang mungkin lupa mencatat pergerakan-
nya di kartu inventaris. Selidiki siapa yang bertugas.
Selidiki siapa yang mempunyai akses kunci. Amati
setiap kegiatan yang aneh atau mencurigakan selama
beberapa hari berikutnya.
Bila kartu persediaan hilang, selidiki. Buat kartu
persediaan baru. Catat dalam lajur KETERANGAN
bahwa ini merupakan kartu pengganti. Bila menemukan
kartu yang lama, salin informasi dari kartu pengganti ke
kartu lama. Kemudian, musnahkan kartu penggantinya.
Simpan kartu persediaan yang sudah penuh sela-
ma dua sampai lima tahun. Kartu mengandung informa-
si yang berguna tentang persediaan yang digunakan fa-
silitas dan tentang setiap perubahan karena iklim, wa-
bah, atau sebab lain.
Kartu persediaan penting bagi pengelolaan perse-
diaan obat. Anda akan merujuk ke informasi yang ter-
catat dalam kartu saat anda mengelola semua kompo-
nen persediaan obat.
Untuk referensi yang cepat tentang prosedur pem-
buatan catatan, lihat DAFTAR PERIKSA KARTU
PERSEDIAAN. Pasang daftar dalam gudang untuk
memberi tahu para pegawai tentang cara pembuatan ca-
tatan. Anjurkan para pegawai untuk mengikuti prose-
dur.
166 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 16. Pengawasan dan pelayanan Obat

Menerima Pembayaran
Bila fasilitas kesehatan yang melakukan pembayaran per-
sediaan, anda harus tahu harga dari setiap barang dalam gudang.
Bila anda mengetahui harga, anda dapat menghitung harga dari
persediaan barang dalam gudang dan biaya dari persediaan yang
akan dipesan. Anda akan mengetahui perkiraan perbedaan harga
dari barang yang sama. Misalnya, tablet lebih murah dibanding
bentuk cair dari obat yang sama.

GLOSARIUM
BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
UPOPPK : Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
LPLPO : Laporan Pemakaian Lembar Permintaan Obat
KLB : Kejadian Luar Biasa
FIFO : First In First Out
FEFO : (FIRST EXPIRY FIRST OUT - Yang Lebih
Dahulu Kadaluarsa, Dikeluarkan Terlebih
Dahulu)
DOEN : Daftar Obat Essensial Nasional
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
UPT : Unit Pelayanan Teknis
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas
WHO : World Health Organization
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 167

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2001. Penge-


lolaan Obat Kabupaten/ Kota. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI dan Japan International Cooperation
Agency. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di
Kabupaten/ Kota. Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Perencanaan dan
Pengelolaan Obat. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Kebijakan Obat Nasional.
Depkes. Jakarta. http://www.who.or.id/ind/products/ow5/
sub1/display.asp?id=1#bab1.
Muntasir, 2008, Materi kuliah Manajemen Logistik, Jurusan
Aministrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM Undana,
Kupang.
Muntasir. 2005. Manajemen Kebijakan Obat. Jurusan Adminis-
trasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM Undana, Kupang.
Tunggal,A,W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
http://www.who.or.id/ind/products/ow5/sub1/display.asp?i
d=1#bab1.
BAB 5

PENYIMPANAN DAN GUDANG

Gudang dan Penyimpanan


Dalam logistik kesehatan, gudang merupakan salah satu
faktor yang sangat penting diperhatikan, gudang terdapat di unit
pelayanan, pabrik dan aktivitas yang memerlukan penyimpanan
dalam jumlah dan volume besar. Pada industri seperti industri
farmasi, gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produk-
si dan operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan
bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusi-
kan. Selain untuk penyimpanan gudang juga berfungsi untuk
melindungi bahan (baku, pengemas, dan obat jadi) dari penga-
ruh luar dan binatang pengerat, serangga, dan melindungi obat
dari kerusakan.
Penyimpanan sangat mendukung dalam peningkatan kua-
litas pelayanan kesehatan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan
menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan produk
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan
fisik yang dapat merusak mutu produk tersebut.
Warehouse atau pergudangan berfungsi menyimpan
barang untuk produksi atau hasil produksi dalam jumlah dan
rentang waktu tertentu yang kemudian didistribusikan ke lokasi
yang dituju berdasarkan permintaan. Kendala yang dihadapi
dalam pengelolaan warehouse adalah akurasi pergerakan barang
dan menghitung rentang waktu barang disimpan. Dibutuhkan
kontrol aktivitas pergerakan barang dan dokumen untuk mening-
katkan efisiensi penggunaan warehouse agar jumlah dan rentang
waktu barang disimpan dalam nilai minimum atau sesuai peren-
canaan.

Warehouse Management System


Warehouse management system yang didukung teknologi
informasi untuk membantu pengawasan pergerakan barang ma-

168
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 169

suk, pergerakan dalam warehouse dan barang keluar. Pengawa-


san dengan menggunakan sistem, memberikan kemudahan pe-
ngelolaan dan nilai tambah warehouse, yaitu:
1. Memudahkan pengelola warehouse memberikan informasi
ketersediaan suatu barang kepada bagian perencanaan pro-
duksi atau pengiriman agar ketersediaan barang tetap pada
tingkat yang aman;
2. Penempatan barang yang ditentukan oleh sistem sehingga
memudahkan penyimpanan, pengambilan dan perhitungan
stok;
3. Mengurangi lead time dari aktivitas penyimpanan barang dan
pengiriman barang;
4. Ketersediaan beragam informasi mengenai level barang dan
utilitas warehouse memudahkan analisa untuk menyusun
strategi penggunaan warehouse yang lebih efisien.
Pergudangan (Warehousing)
Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi
dan operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan
bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribu-
sikan. Selain untuk penyimpanan gudang juga berfungsi untuk
melindungi bahan (baku, pengemas, dan obat jadi) dari penga-
ruh luar dan binatang pengerat, serangga, dan melindungi obat
dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut maka
harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau
yang sering disebut dengan manajemen pergudangan.
Manajemen pergudangan memiliki cakupan antara lain:
1. Mengatur orang/petugas (SDM);
2. Mengatur penerimaan barang;
3. Mengatur penataan/penyimpanan barang; dan
4. Mengatur pelayanan akan permintaan barang.
Adapun sasaran pengelolaan gudang (manajemen pergu-
dangan) adalah:
1. Fasilitas
 Penyediaan serta pengaturan yang baik terhadap fasilitas/
perlengkapan/peralatan yang dibutuhkan dalam gudang;
 Pemakaian ruang seefektif mungkin;
170 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Memungkinkan pemeliharaan yang baik dan mudah untuk


semua fasilitas gudang;
 Fleksibilitas terhadap perubahan.

2. Tenaga kerja
 Penggunaan tenaga kerja seefektif mungkin;
 Mengurangi resiko kecelakaan kerja;
 Memungkinkan pengawasan yang baik.

3. Barang
 Menghindari kerusakan barang ataupun yang mempenga-
ruhi kualitasnya;
 Menghindari terjadinya kehilangan barang;
 Mengatur letak agar hemat tempat/ruang;
 Pengaturan aliran keluar masuknya barang.

Syarat-syarat Gudang (Sesuai dengan GMP)


Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka
gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB) terki-
ni. Syarat-syarat tersebut di antaranya:
1. Harus ada prosedur tetap (protap) yang mengatur/tata cara
kerja bagian gudang, termasuk didalamnya mencakup ten-
tang tata cara penerimaan bahan, penyimpanan dan distri-
busi bahan/produk;
2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan
bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan per-
syaratan, bersih dan teratur;
3. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan
yang mudah terbakar atau mudah meledak (misalnya alko-
hol atau pelarut-pelarut organik);
4. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam
status “karantina” dan “ditolak”;
5. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sam-
pling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produk-
si (grey area);
6. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO
(first in first out) atau FEFO (first expired first out).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 171

Kapasitas Gudang
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi berfungsi tidak-
nya suatu gudang adalah kapasitas dari gudang itu sendiri. Dalam
menentukan kapasitas gudang, maka keadaan yang harus diper-
timbangkan adalah keadaan maksimum. Gudang mencapai kea-
daan maksimum pada saat sediaan pengaman belum dipakai,
terjadi keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan
datang lebih cepat. Untuk dapat menghitung besarnya kapasitas
gudang yang harus dipenuhi, maka diperlukan data tentang: (1)
jumlah pesanan (order quantity) dalam suatu periode tertentu
yang dilakukan, (2) besarnya sediaan pengaman yang ditentu-
kan, (3) variasi lead time, dan (4) fluktuasi pemakaian.

Manajemen Pergudangan
Fasilitas penyimpanan dan pengiriman merupakan salah
satu bagian dari sistem suplai obat. Gudang merupakan tempat
pemberhentian sementara barang sebelum dialirkan, dan ber-
fungsi mendekatkan barang kepada pemakai hingga menjamin
kelancaran permintaan dan keamanan persediaan. Fasilitas pe-
nyimpanan dan pengiriman dapat dimanfaatkan secara optimal
bila kegiatan lain dalam sistem suplai obat (seperti seleksi obat,
perencanaan biaya dan pengadaan) ditetapkan secara tepat.

Efisiensi Gudang
Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas gudang
diperlukan:
 Penggunaan ruangan yang ada secara optimal untuk penyim-
panan dan mengurangi penggunaan ruangan untuk barang
yang seharusnya tidak disimpan di gudang;
 Mengurangi kemungkinan adanya gerakan ataupun arus ma-
nusia/barang yang tidak berguna selama proses penyimpanan,
pelayanan distribusi atau kegiatan lain;
 Meningkatkan kenyamanan bagi karyawan selama bekerja di
gudang;
 Mengurangi kegiatan dan biaya pemeliharaan yang tidak
perlu, mengingat biaya pengelolaan yang tersedia terbatas.
172 | Manajemen Logistik Kesehatan

Indeks Efisiensi Gudang


Jumlah obat dan perbekalan farmasi yang disimpan di gu-
dang semakin lama semakin meningkat baik dalam jenis mau-
pun jumlahnya. Agar memberikan dampak positip pada distri-
busi dan pelayanan, maka perlu diupayakan cara penyimpanan
yang seefektif dan seefisien mungkin. Hal ini menyebabkan
masalah pergudangan harus ditangani dengan baik dan menuntut
adanya parameter atau kriteria penyimpanan di gudang. Para-
meter yang disebut indeks efisiensi dimaksudkan untuk membe-
rikan perbandingan dari berbagai sistem penyimpanan atau
pergudangan. Hal ini untuk membantu menemukan sistem per-
gudangan yang optimal, untuk menyimpan sejumlah barang
yang ada dengan gambaran perputaran yang telah diketahui dan
persyaratan yang telah ditentukan.
Bentuk perbandingan yang ada hanya berkaitan dengan
fungsi gudang dalam arti tempat penyimpanan barang yang akan
jumlah dan/atau nilainya. Area fungsional yang berdekatan, yang
pada suatu saat akan membentuk suatu sistem integral dengan
gudang tersebut tidak diperhitungkan. Sebagai contoh area se-
macam ini adalah tempat barang yang masuk/datang dimana
barang tersebut diperiksa pada saat diterima. Pada perbandingan
tersebut, diasumsikan bahwa barang dimasukkan dan disimpan
di gudang dengan alat pengangkut yang sesuai seperti sebuah
pallet atau wadah. Pengangkut barang ini harus serupa untuk
seluruh ruang gudang, dan digunakan secara optimal.
Definisi dari indeks berikut ini dibuat untuk pemanfaatan
ruangan yaitu:

a. Penggunaan area ruangan yang dinyatakan dalam persen (%)

luas area yang


ditempati barang
Penggunaan area ruangan = -------------------------------- x 100
Area gudang

Angka ini menggambarkan penggunaan area gudang


yang tersedia secara maksimum.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 173

Luas area gudang dalam m2 adalah seluruh bangunan


dikurangi dengan:
 Area bangunan seperti dinding, tiang dan lain-lain;
 Area tambahan seperti jalan, tangga, ruang cuci, toilet dan
lain-lain;
 Area untuk berkumpul seperti ruangan karyawan, kantin
dan lain-lain;
 Area efektif lainnya seperti ruang penerimaan barang,
pengepakan dan lain-lain;
 Area penunjang gudang.

b. Penggunaan volume ruangan yang dinyatakan dalam persen


(%)

Volume gudang yang


ditempati barang
Penggunaan volume ruangan = ---------------------------- x 100
total ruangan gudang

Angka ini menggambarkan penggunaan ruangan gu-


dang yang tersedia.
 Luas area yang ditempati (m2) = proyeksi bidang vertikal
dari seluruh wadah pada satu tingkat/lantai
 Total ruangan gudang (m3) = luas bidang gudang x tinggi
ruangan

c. Faktor pemanfaatan ruang yang dinyatakan dalam m3/m2

jumlah volume yang


ditempati barang
Faktor pemanfaatan ruang = ------------------------------- x 100
Luas area gudang

Volume gudang yang dipakai untuk penyimpanan (m3)


= bidang yang terpakai x tinggi maksimal yang masih diizin-
kan dari unit penyimpanan x jumlah wadah dalam gudang
174 | Manajemen Logistik Kesehatan

d. Waktu pengambilan barang tercepat yang dinyatakan dalam


menit
Angka ini menyatakan rata-rata waktu tercepat untuk
pengambilan barang yang diinginkan dari gudang dalam 1
(satu) jam.

e. Kemungkinan pengambilan barang dalam 1 (satu) jam


Banyaknya barang yang dimungkinkan diambil dalam
waktu 1 (satu) jam, dengan memperhatikan kondisi sekeli-
lingnya.

f. Biaya investasi untuk setiap penyimpanan


Angka ini menunjukkan perkiraan biaya investasi yang
perlu disediakan untuk setiap (m2) barang yang akan disim-
pan. Gambaran tidak dapat diberikan secara mutlak, tetapi
hanya merupakan rasio yang berkaitan dengan sebuah gudang
dengan penataan rak dengan ketinggian tertentu dengan se-
jumlah tempat meletakkan barang pada gudang kerangka.
Perlu dimasukkan biaya membangun dan harga peralatan ser-
ta biaya sumber daya organisasi (tidak termasuk tanah).

Meningkatkan Efisiensi
Efisiensi kerja di gudang dapat ditingkatkan melalui:
1. Memanfaatkan penggunaan ruang gudang yang tersedia dan
ruangan lain secara maksimum;
2. Memanfaatkan volume ruang yang ada secara optimum de-
ngan memanfaatkan tinggi ruangan dengan tetap memperha-
tikan ketentuan penumpukan barang;
3. Pengaturan rak, pallet dan jarak antara rak dan pallet sedemi-
kian rupa sehingga arus barang/karyawan menjadi lebih cepat
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mutasi barang menja-
di lebih singkat;
4. Kondisi kerja
Untuk meningkatkan kinerja perlu diperhatikan hal
berikut:
 Ventilasi yang cukup merupakan faktor penting dalam
merancang gudang agar kondisi kerja dapat lebih baik;
 Kebersihan ruang kerja;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 175

 Fasilitas kebersihan;
 Ruang istirahat.
5. Pedoman kerja yang rinci dan mudah dipahami serta uraian
tugas untuk masing-masing petugas yang baik merupakan
salah satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi kerja;
6. Supervisi yang berkesinambungan sehingga semua karyawan
mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan
yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi;
7. Pelatihan baik bersifat manajerial maupun fungsional yang
berkesinambungan.

Rancangan pembuatan atau pendayagunaan gudang dimak-


sudkan untuk mengoptimalkan fasilitas penyimpanan. Hal ini
tergantung pada keputusan yang diambil pada kegiatan lainnya
dalam sistem suplai obat, perencanaan biaya serta distribusi.

Faktor yang Berpengaruh pada Pembuatan Desain Gudang


Prinsip utama pada perancangan pembuatan atau pemakai-
an gudang adalah adanya ketentuan parameter dan prasyarat
untuk mencapai indeks efisiensi dan efektifitas yang optimum,
terjaminnya mutu dan jumlah obat untuk pelayanan distribusi.
Faktor yang mempengaruhi desain gudang adalah: kebebasan
bergerak, sistematika penyusunan, kapasitas, kebutuhan rua-
ngan/luas, penyimpanan khusus, biaya, lokasi, sirkulasi udara/
cahaya, pemeliharaan serta keamanan.

a. Kebebasan dan efisiensi gerakan


 Gunakan sistem satu lantai
 Adanya sekat akan membatasi pengaturan barang. Jika
digunakan sekat harus diperhatikan posisi dinding dan pin-
tu untuk memudahkan gerakan
 Luas jalan/gang perlu diperhatikan untuk memudahkan
pengambilan obat dan untuk menjamin sirkulasi udara
yang baik

b. Sistematika penyusunan dan ukuran ruang


Penyusunan obat dan perbekalan farmasi lainnya meru-
pakan faktor yang menentukan bagaimana gudang dirancang,
176 | Manajemen Logistik Kesehatan

termasuk bagaimana pengelompokan dilakukan. Pengelom-


pokan berbagai jenis, jumlah, volume dan kondisi penyimpa-
nan khusus, dapat dilakukan berdasarkan farmakologi, produ-
sen/sumber dana, kelompok farmasetika, atau hal-hal lain.
Misalnya pengaturan dilakukan berdasarkan kelas terapi,
indikasi klinis, urutan abjad, dan atau tingkat pemakaian.
Pengelompokan apapun yang dipakai, harus diperhitungkan
dan diupayakan seoptimum mungkin persentase pemakaian
luas dan persentase pemakaian volume ruangan yang terpa-
kai. Pencapaian angka maksimal dari indeks tersebut dilaku-
kan dengan pengaturan dan penempatan rak dan penggunaan
pallet yang tepat sekaligus akan dapat meningkatkan sirkulasi
udara dan gerakan barang.

c. Kapasitas
Setiap gudang mempunyai kapasitas penyimpanan yang
maksimum yang dipengaruhi oleh seberapa besar ruangan
yang digunakan untuk kepentingan lain seperti ruang admi-
nistrasi, ruang karantina, ruang pelayanan dan lain sebagai-
nya. Setiap gudang mempunyai kondisi dan kegiatan yang
berbeda, tergantung pada lokasi dan pengelolaan gudang atau
distribusi di wilayah tersebut. Keadaan ini berpengaruh ter-
hadap kapasitas yang dapat dimanfaatkan untuk penyimpanan
obat.

d. Kebutuhan luas dan volume gudang


Jumlah obat yang akan disimpan tergantung pada ren-
cana pengadaan, rencana kedatangan, rencana distribusi dan
kemungkinan adanya pengembalian perbekalan dari unit
pelayanan karena rusak atau alasan lainnya. Kebutuhan luas
dan volume ruangan yang dapat menampung jumlah maksi-
mum obat dan perbekalan farmasi dalam waktu yang sama
dapat diperkirakan dengan melakukan estimasi besarnya per-
sentase pemakaian luas dan volume ruangan dan diperhitung-
kan juga luas dan volume ruangan yang digunakan untuk
keperluan lain. Perhitungan jumlah maksimum dari obat dan
perbekalan farmasi yang akan disimpan harus memperhatikan
pengelompokan, mutasi penerimaan, pengolahan, atau pene-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 177

rimaan yang akan terjadi serta kenyamanan bekerja dan kea-


manan selama penyimpanan.

e. First In First Out (FIFO)


Prinsip FIFO dalam penerimaan dan pengeluaran obat
dan perbekalan farmasi merupakan salah satu faktor penting
dalam mendesain gudang. Gudang yang disusun untuk me-
mudahkan proses FIFO, harus disesuaikan dengan cara pe-
nyimpanan yang memungkinkan dilaksanakannya proses
FIFO. Jika prinsip FIFO yang digunakan pada desain gudang
adalah dengan menggunakan sistem rak (masuk belakang,
keluar di depan; masuk di kanan keluar di kiri) yang akan
berbeda dengan sistem FIFO yang menggunakan sistem blok
(barang ditumpuk pada waktu penerimaan, kemudian dibalik
atau ditumpuk ulang dengan cara menempatkan barang yang
di atas menjadi di bawah). Kebijakan mengenai FIFO akan
menentukan desain ruangan dan juga perlengkapan penyim-
panan yang digunakan seperti rak dan pallet serta fasilitas
lainnya seperti ventilasi, cahaya dan sumber daya manusia.

f. Penyimpanan khusus
Beberapa jenis obat memerlukan tempat penyimpanan
khusus, termasuk diantaranya vaksin, narkotika dan bahan
obat yang mudah terbakar. Vaksin memerlukan cold chain
khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya
aliran listrik.
Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dengan kunci ganda dan selalu dalam keadaan
terkunci. Kunci harus disimpan oleh APA.
Bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan pada
bangunan yang terpisah dari gudang induk.

g. Biaya
Aspek biaya yang diperhitungkan adalah biaya inves-
tasi yang diperlukan untuk membangun gudang dan biaya
operasional yang diperlukan pada saat pemakaian gudang.
178 | Manajemen Logistik Kesehatan

Biaya investasi adalah biaya yang digunakan pada pem-


bangunan gedung, serta penyediaan alat dan perlengkapan-
nya. Sedang biaya operasional adalah untuk merancang pena-
taan penyimpanan dan pemeliharaan gudang, sehingga biaya
ini tidak hanya meliputi biaya pembayaran listrik, telepon,
air, kebersihan dan keamanan akan tetapi juga meliputi biaya
yang dibutuhkan akibat proses penempatan dan pengambilan
obat dan perbekalan farmasi selama proses penerimaan, pe-
ngolahan, pengemasan dan penyerahan.

h. Lokasi
Dalam menentukan lokasi gudang perlu dipertimbang-
kan:
 Lokasi sumber suplai;
 Faktor iklim dan geografis yang dapat mempengaruhi jalur
distribusi;
 Jumlah, tipe dan kapasitas gudang.
Tempat untuk mendirikan gudang hendaknya dapat
meningkatkan kemampuan dalam penerimaan, memeliha-
ra dan mengirimkan obat ke unit pelayanan kesehatan.

i. Sirkulasi udara dan cahaya


Salah satu faktor penting dalam merancang gudang
adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam gudang.
Sirkulasi udara yang baik akan memaksimalkan umur hidup
dari obat. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biaya-
nya menjadi besar untuk ruang gudang yang luas. Alternatif-
nya adalah penggunaan kipas angin yang apabila tidak men-
cukupi perlu dibuat ventilasi melalui atap.
Lampu yang dipasang harus diperhatikan, baik kekua-
tan cahaya maupun letak. Lampu harus ditempatkan di atas
gang atau jalan sehingga tidak terhalang oleh rak/lemari pe-
nyimpanan.

1. Pemeliharaan
Ruangan harus dirancang agar mudah dibersihkan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 179

2. Aspek keamanan
Gudang harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
menjamin obat dan perbekalan farmasi dalam keadaan
aman yaitu dalam keadaan terlindung dan terjaga dari fak-
tor-faktor kehilangan, kerusakan akibat banjir, suhu udara
dan kebakaran.
Untuk keperluan ini maka gudang harus dilengkapi
dengan pemadam kebakaran yang dipasang pada tempat
yang mudah dijangkau, dan sebaiknya disediakan alarm
yang dapat memberitahukan adanya awal kebakaran.

Definisi dan Fungsi Gudang


Menurut Lembaga Manajemen Pergudangan (2008), gu-
dang atau pergudangan adalah suatu tempat penyimpanan yang
berfungsi untuk menyimpan persediaan sebelum diproses lebih
lanjut. Pengadaan gudang dalam suatu perusahaan menandakan
bahwa hasil produksi dari perusahaan tersebut cukup besar
sehingga arus keluar masuk dan stok penyimpanan barang harus
dikendalikan. Oleh karena itu, gudang merupakan solusi dalam
penanganan secara efektif dan efisien dalam perencanaan kese-
diaan hasil produksi sebuah perusahaan.
Warehouse merupakan tempat penyimpanan barang, baik
bahan baku yang akan digunakan dalam proses manufaktur,
maupun barang jadi yang siap dikirimkan. Sedangkan kegiatan
pergudangan (warehousing) tidak hanya kegiatan penyimpanan
barang saja melainkan proses penanganan barang mulai dari
penerimaan barang, pencatatan, penyimpanan, pemilihan, pe-
nyortiran pemberian label sampai dengan proses pengiriman
barang (Meyers and Stephens, 2000).
Menurut Mulcahy (1994), gudang adalah suatu fungsi
penyimpanan berbagai macam jenis produk yang memiliki unit
penyimpanan dalam jumlah yang besar maupun yang kecil
dalam jangka waktu saat produk dihasilkan oleh pabrik (penju-
al) dan saat produk dibutuhkan oleh pelanggan atau stasiun ker-
ja dalam fasilitas produksi.
Fungsi utama pada gudang menurut Warman (2004), ada-
lah sebagai tempat penyimpanan bahan mentah (raw material),
barang setengah jadi (intermediate goods), maupun tempat pe-
180 | Manajemen Logistik Kesehatan

nyimpanan produk yang telah jadi (final goods). Selain itu,


gudang juga menjadi tempat penampungan barang yang akan
dikirim atau barang yang baru datang.
Menurut Tompkins et al (2003), fungsi gudang adalah
sebagai berikut:

a. Receiving
Suatu aktivitas yang meliputi kegiatan penerimaan
semua material yang telah dipesan untuk disimpan dalam gu-
dang, penjaminan pengalokasian atau pembagian barang
untuk disimpan atau dikirim lagi.

b. Inspection and quality control


Perpanjangan dari proses receiving dan dilakukan keti-
ka suppliers tidak konsisten terhadap kualitas atau produk
yang dibeli sulit diatur dan harus diperiksa tiap langkah da-
lam proses.

c. Repackaging
Kegiatan memecah produk yang diterima dalam jum-
lah atau ukuran yang besar dari supplier kemudian dikemas
dalam satuan yang lebih kecil atau menggabungkan bebera-
pa produk dalam bentuk kit. Pelabelan ulang dilakukan keti-
ka produk diterima tanpa tanda yang mudah dibaca oleh
sistem atau manusia untuk tujuan identifikasi.

d. Putaway
Merupakan kegiatan memindahkan dan menempatkan
barang pada tempat penyimpanan.

e. Storage
Merupakan suatu keadaan dimana barang menunggu
untuk diambil sesuai dengan permintaan.

f. Order picking
Merupakan proses pemindahan barang dari gudang
sesuai dengan permintaan. Hal ini merupakan layanan dasar
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 181

warehouse untuk customer dan merupakan fungsi utama dari


dasar desain warehouse.

g. Postponement
Dapat dilakukan sebagai langkah yang dapat dipilih
setelah proses pengambilan barang. Seperti pada proses
repackaging, barang sejenis atau campuran dikemas untuk
memudahkan penggunaan.

h. Sortation
Merupakan kegiatan memilah barang sesuai dengan
pesanan masing- masing dan akumulasi pendistribusian dari
berbagai pesanan.

i. Packing and shipping


Aktivitas yang meliputi kegiatan pengecekan keleng-
kapan sesuai dengan pesanan, pengepakan barang sesuai
dengan shipping container yang tepat, menyiapkan dokumen
pengiriman, pengakumulasian pesanan dan penempatan
muatan ke dalam truk.

j. Cross-docking
Pengeluaran tanda terima dari receiving dock langsung
ke shipping dock.

k. Replenishing
Merupakan kegiatan pengisian kembali lokasi pengam-
bilan utama di gudang.

Tata Letak Gudang


Perancangan tata letak didefinisikan sebagai perancangan
tata letak pabrik sebagai perencanaan dan integrasi aliran kom-
ponen-komponen suatu produk untuk mendapatkan interelasi
yang paling efektif dan efisien antar operator, peralatan, dan
proses transformasi material dari bagian penerimaan sampai ke
bagian pengiriman produk (Apple, 1990).
Menurut Heizer et al (2009), tata letak gudang adalah
sebuah desain yang mencoba meminimalkan biaya total dengan
182 | Manajemen Logistik Kesehatan

mencari paduan yang terbaik antara luas ruang dan penanganan


bahan.
Tujuan tata letak gudang (warehouse layout) adalah un-
tuk menemukan titik optimal diantara biaya penanganan bahan
dan biaya-biaya yang berkaitan dengan luas ruang dalam guda-
ng. sebagai konsekuensinya, tugas manajemen adalah memak-
simalkan penggunaan setiap kotak dalam gudang yaitu meman-
faatkan volume penuhnya sambil mempertahankan biaya pena-
nganan bahan yang rendah. biaya penanganan bahan adalah
biaya-biaya yang berkaitan dengan transportasi barang masuk,
penyimpanan, dan transportasi bahan yang keluar untuk dima-
sukkan dalam gudang. Biaya ini meliputi peralatan, orang, ba-
han, pengawasan, asuransi, dan penyusutan. Tata letak gudang
yang efektif juga meminimalkan kerusakan bahan dalam gu-
dang (Heizer et al, 2009).
Meyers dan Stephens (2000), memberikan dua kriteria
yang penting untuk tata letak gudang. Dua kriteria tersebut ada-
lah sebagai berikut:

1. Fixed Location
Semua produk ditempatkan pada lokasi yang tetap
sehingga pekerja dapat menemukan produk yang dimak-
sud secara cepat.

2. Small Amount of Everything


Menyimpan sebagian kecil dari keseluruhan produk
di tempat yang tetap, sehingga pekerja dapat melalui
semua produk dalam jarak yang dekat.

Menurut Tompkins et al (2003), terdapat beberapa fak-


tor utama yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi
penyimpanan, yaitu:

1. Faktor Material

a. Prinsip Popularity
Prinsip ini adalah prinsip pengelompokan pro-
duk atau material berdasarkan frekuensi perputaran
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 183

suatu material. Kecepatan ferkuensi perputaran suatu


material dibedakan menjadi perputaran cepat (fast mo-
ving), perputaran sedang (medium moving) dan perpu-
taran lambat (slow moving). Penempatan material yang
mempunyai tingkat rasio kuantitas perputaran terting-
gi.

b. Prinsip Similarity
Dalam prinsip ini biasanya pengelompokan suatu
material berdasarkan material yang diterima dan diki-
rim bersamaan ditempatkan berdekatan.

c. Prinsip Size
Adalah prinsip pengelompokan material berda-
sarkan atas ukuran, dalam hal ini dimensi material dan
kuantitas material. Penempatan material yang sulit
untuk dipindahkan juga menjadi pertimbangan untuk
ditempatkan pada lokasi yang strategis sehingga mu-
dah untuk dipindahkan dan biaya perpindahannya rela-
tif ringan.

d. Prinsip Characteristic
Merupakan suatu bentuk pengelompokan materi-
al berdasarkan karakteristik dari material yang akan
disimpan. Beberapa karakteristik material penting yang
perlu dipertimbangkan antara lain:

1) Material yang mudah kadaluarsa


Material yang mudah kadaluarsa atau mem-
busuk membutuhkan kontrol lingkungan yang baik
dan teratur.

2) Material yang mudah hancur dan bentuk tak biasa


Material dengan bentuk tak biasa terkadang
menimbulkan perpindahan penting dan masalah
pergudangan. Jika beberapa material disatukan,
open space harus diterapkan pada gudang. Jika ma-
terial tersebut hancur ketika kelembaban tinggi,
184 | Manajemen Logistik Kesehatan

ukuran penyimpanan tiap unit dan metode perguda-


ngan harus sesuai.

3) Material yang berbahaya


Berbagai material seperti cat, pernis, propane
dan bahan kimia yang mudah terbakar harus dile-
takkan terpisah. Kode keamanan harus dicek dan
wajib diikuti dengan tanda material mudah terbakar
atau meledak.

4) Material yang berharga


Beberapa macam material yang mempunyai
nilai tinggi dan atau berukuran kecil biasanya men-
jadi target pencurian. Material seperti ini harus
mendapatkan perlindungan khusus di sekitar lokasi
penyimpanan.

5) Material yang sensitif


Beberapa bahan kimia tidak berbahaya jika
disimpan secara terpisah, tetapi mudah menguap
jika bersinggungan dengan bahan kimia lain. Bebe-
rapa material tidak membutuhkan gudang khusus,
tetapi mudah terkontaminasi jika bersinggungan de-
ngan material lain.

2. Faktor Ruang
Perencanaan ruang meliputi penentuan kebutuhan ruang
untuk material yang disimpan dalam gudang. Setelah memper-
timbangkan faktor material, perencanaan ruang harus memaksi-
malkan kegunaan ruang dan juga menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan saat peren-
canaan ruang antara lain:

a. Space conservation
Dengan memaksimalkan lokasi penyimpanan, akan
meningkatkan fleksibilitas dan kapabilitas dari penanganan
material dengan penerimaan yang besar.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 185

b. Spacelimitation
Pengunaan ruang akan dibatasi oleh tiang penopang,
sprinkler dan tinggi langit- langit, muatan tiap lantai, tonggak
dan kolom lajur, dan tinggi tumpukan material yang aman.

c. Accessibility
Tekanan yang berlebih pada penggunaan ruang dapat
menunjukkan akses material yang buruk. Ruang warehouse
harus memenuhi tujuan spesifik untuk akses material. Gang
sebagai jalan utama seharusnya lurus dan harus menuju pintu
dengan tujuan untuk memperbaiki pergerakan dan mengura-
ngi waktu tempuh. Gang seharusnya cukup lebar untuk men-
dukung aktivitas pergudangan yang efisien, tetapi bukan
pemborosan ruang.

d. Ordeliness
Inti dari prinsip keteraturan adalah fakta bahwa “ware-
house keeping” yang baik dimulai dari housekeeping dalam
pikiran. Aisle (gang) seharusnya ditandai dengan baik meng-
gunakan aisle tape atau cat. Sebaliknya material yang letak-
nya melanggar ruang gang dan akses ke material akan berku-
rang. Ruang kosong di dalam area gudang harus dihindarkan
dan harus dikoreksi dimana hal itu mungkin terjadi.
Selain itu, tata letak gudang yang baik juga harus me-
ngadaptasi asas-asas efektifitas kerja, efisiensi, produktifitas
dan keselamatan kerja agar produk yang tersimpan memenuhi
standar yang ditetapkan. Prinsip yang diadaptasikan dalam
melaksanakan asas tersebut adalah MESH System (Osada,
2011). Dinyatakan pula bahwa MESH System (Management,
Environment, Safety, and Health System) sebagai wujud kesa-
daran akan pentingnya keadaan lingkungan kerja, kesehatan
dan keselamatan kerja. Salah satu cara mengimplementasikan
MESH System dengan melakukan penerapan housekeeping
management dari Jepang, yaitu 5S yang terdiri dari Seiri, Sei-
ton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. 5S diartikan ke dalam baha-
sa Indonesia menjadi 5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat
dan Rajin.
186 | Manajemen Logistik Kesehatan

Sistem Housekeeping diterapkan karena terjadi ketidak


teraturan penempatan tools di tempat kerja, khususnya depar-
temen produksi. Program 5R diharapkan menghilangkan
pemborosan yang ada dapat diminimalkan sehingga terjadi
peningkatan produktifitas dan efektivitas dari perusahaan.
Jahja (2009), mengatakan bahwa metode 5R merupa-
kan tahap untuk mengatur kondisi tempat kerja yang berdam-
pak terhadap efektifitas kerja, efisiensi, produktifitas dan
keselamatan kerja. Salah satu cara menciptakan suasana kerja
yang nyaman adalah perusahaan menerapkan sikap kerja 5R.

Material Handling
Material handling dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk
menyediakan 9R yaitu material dalam jumlah yang tepat (right
amount), untuk material yang tepat (right material), dalam kon-
disi yang tepat (right condition), pada tempat yang tepat (right
place), pada waktu yang tepat (right time), dalam posisi yang
benar (right position), dalam urutan yang benar (right sequen-
ce), dengan biaya yang pantas (right cost) dan dengan menggu-
nakan alat dan metode yang benar (right methods) yang memini-
malkan biaya produksi (Tompkins et al, 2003). Menurut Meyers
and Stephens (2000), secara luas definisi material handling ada-
lah penanganan material dalam lingkungan manufaktur.
Tujuan mendasar dari material handling adalah pengura-
ngan biaya produksi per unit dan berikut ini adalah tujuan yang
memiliki kaitan dengan pengurangan biaya produksi menurut
Meyers and Stephens (2000):
1. Menjaga dan meningkatkan kualitas produk, mengurangi
kerusakan dan memberi perlindungan pada material.
2. Meningkatkan keselamatan dan mengembangkan kondisi
kerja.
3. Meningkatkan produktivitas melalui:
a. Bahan harus mengalir dalam jalur yang lurus;
b. Bahan harus bergerak sedekat mungkin;
c. Gunakan gravitasi. Ini merupakan kekuatan yang gratis;
d. Pindahkan lebih banyak bahan pada satu waktu;
e. Pemindahan bahan dengan menggunakan mesin;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 187

f. Pemindahan bahan dengan menggunakan mesin oto-


matis;
g. Pertahankan atau tingkatan pemindahan bahan atau
rasio produksi;
h. Tingkatan hasil dengan menggunakan peralatan pe-
ngendalian bahan yang otomatis.
4. Mendorong peningkatan penggunaan fasilitas, yaitu:
a. Meningkatkan penggunaan volume bangunan;
b. Membeli peralatan serbaguna;
c. Standarisasi peralatan pemindah bahan.
5. Mengurangi berat kosong.
6. Pengawasan/kontrol inventory.

Menurut Meyers and Stephens (2000), terdapat 20 prin-


sip material handling. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ada-
lah:

1. Prinsip perencanaan
Seluruh aktivitas penangan harus direncanakan.

2. Prinsip Sistem
Prinsip sistem mengintegrasikan sebanyak mungkin
aktivitas pemindahan material yang terjadi ke dalam suatu
sistem operasi terkoordinasi, meliputi vendor, receiving,
storage, production, inspection, packaging, warehousing,
shipping, transportation, dan pelayanan konsumen.

3. Prinsip Aliran Material


Rencanakan urutan operasi dan susunan peralatan
untuk mengoptimumkan aliran material.

4. Prinsip Penyederhanaan
Sederhanakan penanganan material dengan menghi-
langkan, menggabungkan, atau mengurangi pemindahan
material dan/atau peralatan yang tak perlu.
188 | Manajemen Logistik Kesehatan

5. Prinsip Gravitasi
Gunakan gravitasi untuk memindahkan barang jika
mungkin.

6. Prinsip Pemanfaatan ruang


Manfaatkan volume bangunan semaksimal mungkin.
Pemindahan material berusaha memaksimalkan pemanfaa-
tan volume bangunan.

7. Prinsip Unit Load (Muatan Satuan)


Tingkatkan jumlah, ukuran, dan berat beban yang
ditangani.

8. Prinsip Mekanisasi
Gunakan peralatan pemindah mekanis jika mungkin
untuk mengurangi pemindahan manual.

9. Prinsip Otomasi
Prinsip otomasi membuat pemindahan otomatis.

10. Prinsip Pemilihan Peralatan


Dalam pemilihan peralatan penanganan material
mempertimbangkan semua aspek barang yang dipindah,
pemindahan yang dilakukan, dan cara yang dilakukan.

11. Prinsip Standarisasi


Bakukan cara, jenis, dan ukuran peralatan peminda-
han.

12. Prinsip Adaptabilitas


Gunakan peralatan yang dapat melakukan berbagai
pekerjaan yang tidak memerlukan waktu dan biaya peru-
bahan atau setting yang berarti.

13. Prinsip Perbandingan Bobot Mati


Minimumkan perbandingan bobot mati peralatan
yang bergerak terhadap beban muatan yang dipindahkan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 189

14. Prinsip Utilisasi


Peralatan pemindahan material dan operatornya
harus selalu bekerja.

15. Prinsip Perawatan


Rencanakan perawatan pencegahan dan perbaikan
terjadwal untuk peralatan pemindah material.

16. Prinsip Obsolescencel/Ketinggalan Jaman


Ganti cara dan peralatan pemindah yang sudah kuno
dan ketinggalan jaman jika peralatan dan metode yang
lebih efisien akan memperbaiki pekerjaan.

17. Prinsip Pengendalian


Material merupakan sesuatu yang mengandung bia-
ya dan sistem penanganannya dapat menjadi bagian dari
sistem pengendalian inventory tersebut.

18. Prinsip Kapasitas


Gunakan peralatan pemindah untuk membantu men-
capai kapasitas produksi penuh.

19. Prinsip Performansi


Tentukan efisiensi kinerja pemindahan dalam bentuk
biaya tiap satuan yang dipindah.

20. Prinsip Keselamatan


Berikan metode dan peralatan pemindah yang aman.
Pemindahan manual mungkin merupakan metode pemin-
dahan material yang paling berbahaya, karena itu dapat
digunakan peralatan material handling agar lebih aman.

Hanya dengan menyatakan prinsip-prinsip pemindahan


barang dan membuat saran-saran untuk pemakaiannya tidak
menjamin bahwa prinsip-prinsip ini akan diterapkan dengan
tepat. Cara terbaik untuk menggunakan prinsip-prinsip ini seca-
ra sangkil adalah dengan lembaran periksa yaitu membagi dan
memilah (Apple, 1990).
190 | Manajemen Logistik Kesehatan

Teori Antrian
Teori antrian dikemukakan oleh A.K Erlang seorang insi-
nyur Denmark pada tahun 1909. Menurut Siagian (1987), suatu
antrian adalah baris tunggu dari pelanggan (satuan) yang
memerlukan layanan dari satu atau lebih pelayan (fasilitas laya-
nan).
Proses dasar yang dianggap oleh model antrian adalah
pelanggan (customer) yang memerlukan pelayanan berasal dari
suatu populasi yang disebut sumber masukkan (input source).
Pelanggan memasuki sistem antrian (queuing system) dan me-
nggabungkan diri atau membentuk suatu antrian. Pada waktu
tertentu, anggota dalam antrian dipilih untuk memeroleh pelaya-
nan dengan menggunakan aturan tertentu yang disebut disiplin
pelayanan (service discipline). Pelayanan yang diperlukan oleh
pelanggan kemudian dilakukan oleh mekanisme pelayanan
(service mechanism), dan setelah dilayani pelanggan dapat me-
ninggalkan sistem (Suprapto, 1988)
Disiplin antri adalah aturan keputusan yang menjelaskan
cara melayani pengantri. Menurut Siagian (1987), ada 5 bentuk
disiplin pelayanan yang biasa digunakan, yaitu:
1. First Come First Served (FCFS) atau First In First Out
(FIFO) artinya, lebih dulu datang (sampai), lebih dulu di-
layani (keluar). Misalnya, antrian pada loket pembelian
tiket bioskop.
2. Last Come First Served (LCFS) atau Last In First Out
(LIFO) artinya, yang tiba terakhir yang lebih dulu keluar.
Misalnya, sistem antrian dalam elevator untuk lantai yang
sama.
3. Service In Random Order (SIRO) artinya, panggilan dida-
sarkan pada peluang secara random, tidak soal siapa yang
lebih dulu tiba.
4. Priority Service (PS) artinya, prioritas pelayanan diberi-
kan kepada pelanggan yang mempunyai prioritas lebih
tinggi dibandingkan dengan pelanggan yang mempunyai
prioritas lebih rendah, meskipun yang terakhir ini kemu-
ngkinan sudah lebih dahulu tiba dalam garis tunggu. Ke-
jadian seperti ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa
hal, misalnya seseorang yang dalam keadaan penyakit
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 191

lebih berat dibanding dengan orang lain dalam suatu tem-


pat praktek dokter.

Metode First In First Out (FIFO)


Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang pertama
yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan (dalam peru-
sahaan manufaktur atau dijual dalam perusahaan dagang), kare-
na itu, persediaan yang tersedia merupakan barang yang dibeli
paling terakhir (Keiso dkk‚ 2002).
First in first out adalah metode antrian yang paling seder-
hana. Semua paket diperlakukan sama dengan menempatkannya
pada sebuah antrian, lalu dilayani dengan urutan yang sama ket-
ika paket-paket tersebut memasuki antrian. (Agoes dan Putran-
to, 2007). Krismiaji dan Aryani (2011) menyatakan bahwa, me-
tode FIFO tidak memasukkan biaya dan unit periode sebelum-
nya, maka ada dua kelompok produk jadi, yaitu produk jadi
berasal dari barang dalam proses awal dan produk jadi berasal
dari produk masuk proses periode berjalan. Hal ini karena me-
tode FIFO, dianggap barang dalam proses awal periode dikerja-
kan lebih dulu setelah itu baru pabrik mengerjakan produk yang
masuk proses periode berjalan. Gambar 2 menjelaskan menge-
nai metode antrian FIFO.

Gambar 17. Metode Antrian FIFO


Sumber: Semeria, 2001
192 | Manajemen Logistik Kesehatan

Mesin Pemindah Bahan


Mesin pemindah bahan (material handling equipment)
adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan
yang berat dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang
tidak jauh, misalnya pada bagian-bagian atau departemen pab-
rik, pada tempat-tempat penumpukan bahan, lokasi konstruksi,
tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagai-
nya. Mesin pemindah bahan hanya memindahkan muatan
dalam jumlah dan besar tertentu dengan perpindahan bahan ke
arah vertikal, dan atau kombinasi keduanya (Sajali, 2011).
Menurut Silalahi dan Hamsi (2013), mesin pemindah ba-
han dapat dikelompokkan berdasarkan pada ciri khas, penggu-
naan, keadaan/jenis muatan yang ditangani, serta arah gerakan.
Berdasarkan hal tersebut maka mesin pemindah bahan dapat
dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1. Peralatan pengangkat, yaitu peralatan yang ditujukan untuk
memindahkan muatan satuan dalam satu batch, yaitu mesin
pengangkat contohnya kerek, dongkrak, kemudian crane dan
elevator.
2. Peralatan pemindahan (conveyor), yaitu peralatan yang ditu-
jukan untuk memindahkan muatan curah (banyak partikel,
homogen) maupun muatan satuan secara kontinu, misalnya
screw conveyor, belt conveyor, pneumatic conveyor, dan
vibratory conveyor.
3. Peralatan permukaan dan overhead, yaitu peralatan yang
ditujukan untuk memindahkan muatan curah dan satuan, baik
batch maupun kontinu, misalnya scapper, excavator, bulldo-
zer, dan sebagainya.

Jenis pesawat angkat merupakan jenis mesin pemindah


bahan yang sering digunakan dalam untuk objek-objek pada
area konstruksi, pelabuhan, dan perindustrian. Pesawat angkat
yang digunakan memiliki ciri, cara kerja, dan dimensi yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi lapangan, jumlah, profil,
dan dimensi objek yang akan diangkut. Crane adalah contoh
dari pesawat angkat yang berfungsi untuk mengangkat dan me-
mindahkan bahan yang tidak mampu dipindahkan oleh manusia
(Sutanto dan Soeharsono, 2014)
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 193

Crane merupakan salah satu pesawat pengangkat dan


pemindah material yang banyak digunakan. Crane juga meru-
pakan mesin alat berat (heavy equitment) yang memiliki bentuk
dan kemampuan angkat yang besar dan mampu berputar hingga
3600 dan jangkauan hingga puluhan meter. Crane biasanya di-
gunakan dalam pekerjaan pekerjaan proyek, pelabuhan, per-
bengkelan, industri, pergudangan dan lain-lain (Hutauruk,
2013). Menurut Sutanto (2015), crane adalah gabungan meka-
nisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk menga-
ngkat sekaligus mengangkat dan memindahkan muatan yang
dapat digantungkan secara bebas atau diikatkan pada crane.
Hoist crane, adalah pesawat pengangkat yang biasanya
terdapat pada pergudangan dan perbengkelan. Hoist crane di-
tempatkan pada langit-langit dan berjalan di atas rel khusus
yang dipasang pada langit-langit tersebut. Rel-rel tersebut juga
dapat bergerak secara maju-mundur satu arah (Hutauruk, 2013).

Gambar 18. Hoist Crane


Sumber: www.konecranes, 2012

Pallet
Pallet digunakan sebagai alat bantu untuk menjaga ba-
rang jadi dari kerusakan, khususnya pada packing produk. Ada-
pun penempatan barang jadi pada pallet dilakukan pada kate-
gori barang yang semestinya memakai pallet (Wiratmani,
2010).
194 | Manajemen Logistik Kesehatan

Berdasarkan bahan pembuatannya terdapat dua jenis


pallet, yaitu pallet kayu dan pallet plastik.

Pallet Kayu
Pallet kayu merupakan pallet yang terbuat dari kayu,
kelemahan dari jenis pallet ini adalah mudah rusak dan rentan
terkena rayap.

Gambar 19. Pallet Kayu


Sumber: palletplastik.net

Pallet Plastik
Pallet yang terbuat dari plastik cenderung lebih berat di-
bandingkan dengan pallet kayu. Harga pallet plastik relative
lebih mahal dikarenakan lebih awet dan kuat.

Gambar 20. Pallet Plastik


Sumber: palletplastik.net, 2011
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 195

Menurut PT. Transway Cargo Intitama (2011), ada bebe-


rapa ukuran ISO standar pallet yang umum digunakan, yaitu:

a. ISO 48” x 40” : digunakan di Amerika Utara


b. ISO 1200mm x 1000mm : digunakan di Eropa dan Asia
c. ISO 1140mm x 1140mm : biasa digunakan di Australia
d. ISO 42” x 42” : digunakan di seluruh dunia
e. ISO 1100mm x 1100mm : biasa digunakan di Asia Tengah
f. ISO 1200mm x 800mm : pallet yang didesain khusus untuk
digunakan di Eropa, mengikuti ukuran pintu standar

Penyimpanan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Kegiatan penyimpanan obat meliputi:


1. Pengaturan tata ruang;
2. Penyusunan stok obat;
3. Pencatatan stok obat;
4. Pengamatan mutu obat.

Pengaturan Tata Ruang


Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, pe-
nyusunan, pencarian dan pengawasan obat-obat, maka diperlu-
kan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meran-
cang gudang adalah sebagai berikut:

a. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu
ditata sebagai berikut:
1) Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan meng-
gunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan
ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dindi-
ng dan pintu untuk mempermudah gerakan.
2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran
obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem:
 Arus garis lurus
 Arus U
 Arus l
196 | Manajemen Logistik Kesehatan

b. Sirkulasi udara yang baik


Salah satu faktor penting dalam merancang gudang
adalah adanya sirkulasi udara yang cukup didalam rua-
ngan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan
umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam memper-
panjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam
gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal
untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah meng-
gunakan kipas angin. Apabila kipas angin belum cukup
maka perlu ventilasi melalui atap.

c. Rak dan pallet


Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet
akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan stok
obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan:
 Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap
banjir;
 Peningkatan efisiensi penanganan stok;
 Dapat menampung obat lebih banyak;
 Pallet lebih murah dari pada rak.

d. Kondisi penyimpanan khusus


 Vaksin memerlukan "cold chain" khusus dan harus
dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
 Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci.
 Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter
harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya di-
simpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk.

e. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan
yang mudah terbakar seperti dus, kartun dan lain-lain. Alat
pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang
mudah dijangkau.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 197

Penyusunan Stok Obat


Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis, apa-
bila tidak memungkinkan obat yang sejenis dapat dikelompok-
kan menjadi satu.
Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Gunakan prinsip FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat
yang pertama diterima harus pertama juga digunakan sebab
umumnya obat yang datang pertama biasanya juga diproduk-
si lebih awal dan akan kadaluwarsa lebih awal pula.
2) Susun obat yang berjumlah besar di atas pallet atau diganjal
dengan kayu secara rapi dan teratur.
3) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan
obat-obatan yang berjumlah sedikit tetapi mahal harganya.
4) Susun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
5) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan
obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
6) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi
7) Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas
dapat dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan.
8) Barang-barang yang memakan tempat seperti kapas dapat
disimpan dalam dus besar, sedangkan dus kecil dapat digu-
nakan untuk menyimpan obat-obatan dalam kaleng atau
botol.
9) Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat
tetap dalam box masing-masing, ambil seperlunya dan susun
dalam satu dus bersama obat-obatan lainnya. Pada bagian
luar dus dapat dibuat daftar obat yang disimpan dalam dus
tersebut.
10) Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian maka
perlu dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu
berada dibelakang yang dapat menyebabkan kadaluwarsa.
198 | Manajemen Logistik Kesehatan

Pencatatan Stok Obat

Fungsi:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerima-
an, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa);
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber
dana;
3) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadi-
an mutasi obat;
4) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan-distribusi dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.

Kegiatan yang harus dilakukan:


1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat
bersangkutan;
2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari;
3) Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/daluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok;
4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan.

Informasi yang didapat:


1) Jumlah obat yang tersedia (sisa stok);
2) Jumlah obat yang diterima;
3) Jumlah obat yang keluar;
4) Jumlah obat yang hilang/rusak/daluwarsa;
5) Jangka waktu kekosongan obat.

Manfaat informasi yang didapat:


Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat.
a. Perencanaan pengadaan dan penggunaan;
b. Pengendalian persediaan;
Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut:
1) Obat dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet atau
ganjal kayu secara rapi, teratur dengan memperhatikan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 199

tanda-tanda khusus (tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi


empat dan lain-lain).
2) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain
harus jelas sehingga memudahkan pengeluaran dan perhi-
tungan.
3) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya
forklift untuk obat-obat berat.
4) Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disim-
pan dalam lemari terkunci dipegang oleh petugas penyim-
panan.
5) Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi (rak, lemari dan
lain-lain).
6) Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus
disimpan dalam tempat khusus.
Contoh: eter, film dan lain-lain.
c. Obat-obat disimpan menurut sistem FIFO (First In First Out);
d. Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan dile-
takkan bersama obat pada lokasi penyimpanan;
e. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan dengan:
 Nama obat.
 Kemasan
 Isi kemasan
f. Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut:
1. Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
2. Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran.
3. Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim.
4. No. Batch/no. Lot.
5. Tanggal kadaluwarsa
6. Jumlah penerimaan
7. Jumlah pengeluaran
8. Sisa stok
9. Paraf petugas yang mengerjakan
Catatan: pada akhir bulan sedapat mungkin kartu
stok ditutup, sekaligus untuk memeriksa kesesuaian antara
catatan dengan keadaan fisik. Untuk melakukan hal ini
maka pada setiap akhir bulan beri tanda atau garis dengan
200 | Manajemen Logistik Kesehatan

warna yang berbeda dengan yang biasa digunakan, misal-


nya warna merah.

Pengamatan Mutu Obat


Khusus untuk produk obat-obatan pengamatan mutu obat
sesuai kriteria di bawah ini:
1. Tablet
 Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa;
 Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sum-
bing, pecah, retak, dan atau terdapat benda asing, jadi
bubuk dan lembab;
 Kaleng atau botol rusak sehingga mempengaruhi mutu
obat.
2. Kapsul
 Perubahan warna isi kapsul;
 Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu
dengan yang lainnya.
3. Tablet salut
 Pecah-pacah, terjadi perubahan warna;
 Basah dan lengket satu dengan yang lainnya;
 Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelai-
nan fisik.
4. Cairan
 Menjadi keruh atau timbul endapan;
 Konsistensi berubah;
 Warna atau rasa berubah;
 Botol-botol plastic rusak atau bocor.
5. Salep
 Warna berubah;
 Konsistensi berubah;
 Pot/tube bocor/rusak;
 Bau berubah.
6. Injeksi
 Kebocoran wadah (vial/ampul);
 Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi;
 Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada
endapan;
 Warna larutan berubah.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 201

Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak:


o Dikumpulkan dan disimpan terpisah;
o Dikembalikan/diklaim sesuai aturan yang berlaku;
o Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku.

Kartu stok

Nama barang : ..............................................................


Kemasan : ..............................................................
Isi kemasan : ..............................................................
Satuan : ..............................................................
Lokasi : ..............................................................
Harga/kemasan : Rp. .......................................................

No.
Dari/ Batch/ Kadalu Sisa
Tanggal Dokumen Penerimaan Pengeluaran Paraf
Kepada no. warsa stok
Lot

Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan me-
melihara dengan cara menempatkan produk pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat me-
rusak mutu produk tersebut.

Tujuan Penyimpanan
o Kualitas barang dapat dipertahankan;
o Barang terhindar dari kerusakan;
o Barang aman dari kehilangan dan pencurian;
o Pengawasan stock lebih mudah.
202 | Manajemen Logistik Kesehatan

Metode Penyimpanan
Salah satu metode yang dipakai adalah metode gsp (good
storage practice). Gsp merupakan panduan mengenai cara pe-
nyimpanan produk yang baik dan benar. Umumnya banyak dija-
dikan pedoman di industri farmasi. Panduan ini tentunya sudah
menjadi standar di lingkungan industri, namun dengan lingkup
yang lebih sederhana tetap dapat diaplikasikan dalam pengelo-
laan bisnis retail. Pada dasarnya melalui gsp kita ingin memasti-
kan bahwa produk yang akan kita berikan ke pelanggan haruslah
selalu dalam kualitas yang baik dan aman untuk digunakan. De-
ngan demikian konsumen dapat merasa nyaman dan aman keti-
ka mereka mengetahui bahwa produk yang mereka beli sudah
melalui rangkaian proses yang benar.
Pengelolaan penyimpanan yang baik dan benar mengatur
beberapa aspek antara lain:
1. Tempat penyimpanan;
2. Fasilitas penyimpanan;
3. Sumber daya manusia;
4. Pengelolaan stok;
5. Dokumentasi.
Berikut ini akan diulas gambaran umum dari tiap-tiap
komponen yang dianggap paling pokok untuk dapat diaplikasi-
kan dalam keseharian.

Tempat Penyimpanan
Tempat penyimpanan atau gudang memiliki persyaratan
umum, misalnya lokasi, ukuran, perlengkapan yang dibutuhkan,
kemudian alat ukur suhu dan kelembaban, dan juga pengendali-
an hama/serangga/hewan pengganggu. Meliputi:

Ukuran Gudang
Ruang penyimpanan harus dipastikan mampu menampung
segala kebutuhan penyimpanan berbagai jenis produk, dengan
tujuan menghindari bercampurnya antar satu produk dengan
produk yang lain ataupun produk yang dalam kondisi baik atau
rusak.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 203

Kebutuhan Penyimpanan
Umumnya tempat penyimpanan harus memiliki pemisah
untuk kategori produk yang satu dengan yang lain. Misalnya un-
tuk produk yang rusak dengan yang baik, untuk obat yang ber-
suhu dingin dengan yang suhu ruangan, dan sebagainya. Area
khusus juga mungkin diperlukan misalnya untuk penerimaan
atau pengeluaran barang.

Pengelompokan Barang:
o Berdasarkan barang yang sejenis:
1. Atk/alat kebersihan/suku cadang/dll;
2. Obat/alkes/pembalut;
3. Bahan baku/kesediaan jadi/volume besar;
4. Sirup/tablet/zalf/injeksi.
o Berdasarkan sifat barang:
1. Barang mudah menguap/terbakar;
2. Penympanan dingin;
3. Penyimpanan tidak kena cahaya.
o Berdasarkan volume dan berat: besar (jauh dari pintu)/
kecil (dekat pintu), berat (dekat pintu)/ringan
o Berdasarkan pabrik
o Berdasarkan alphabet

Kondisi Penyimpanan
Tempat penyimpanan biasanya memiliki persyaratan suhu
dan kelembaban yang harus selalu dapat diawasi. Dalam hal ini
aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain: lokasi dan/atau
jumlah titik pengawasan suhu yang dapat mewakili kondisi rua-
ngan. Alat ukur tersebut juga harus memiliki standar ukuran
yang sudah terkalibrasi (biasanya melalui bmg). Dan yang terak-
hir frekuensi pengawasan juga perlu diatur untuk memastikan
bahwa kondisi gudang selalu terpantau dengan cukup. Lebih
spesifik lagi untuk produk-produk tertentu memiliki kondisi
penyimpanan yang khusus, misalnya tidak boleh dijadikan satu
dengan produk lain, harus tersimpan dalam tempat yang terkun-
ci, dan lain sebagainya. Dan yang tidak kalah penting tempat pe-
nyimpanan harus memenuhi standar keamanan dan juga kualitas
produk yang disimpan.
204 | Manajemen Logistik Kesehatan

Faktor-faktor Lain yang Perlu Diperhatikan dalam Penyim-


panan:
 Penyimpanan < 25°C (sejuk): disimpan dalam ruangan ber-
AC;
 Penyimpanan dingin disimpan dalam lemari pendingin (2-
8°C);
 Penyimpanan 0°C disimpan dalam freezer;
 Narkotika disimpan dalam lemari narkotika yang mempunyai
aturan sesuai dengan ketentuan;
 Barang mudah terbakar disimpan dalam gudang tahan api
yang dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran.

Pengendalian Serangga/Hewan Pengganggu


Tempat penyimpanan biasanya juga tidak luput dari gang-
guan serangga/hewan pengganggu, karena itu perlu adanya sis-
tem pengawasan yang baik. Diawali dengan program pengece-
kan rutin yang sudah dibuat jadwalnya. Sangat disarankan untuk
menggunakan layanan outsource yang memiliki kompentensi
lebih baik. Kemudian material yang digunakan untuk menghin-
dari gangguan serangga tidak boleh yang dapat merusak kualitas
produk. Dan yang terakhir, setiap aktivitas pengecekan tersebut
terdokumentasi untuk memudahkan pengawasan rutin.

Fasilitas Penyimpanan
Fasilitas umum yang perlu tersedia dalam penyimpanan
antara lain pencahayaan yang cukup, dan pendingin (AC) jika
diperlukan. Sementara itu fasilitas yang berkaitan dengan kea-
manan antara lain, perlengkapan keamaan individu, tanda penga-
man, alarm, dan pemadam kebakaran. Jika memiliki gudang
yang cukup besar keberadaan forklift ataupun troli juga diperlu-
kan untuk memudahkan penanganan pemindahan barang. Di-
samping itu keberadaan komputer untuk memantau kondisi stok
sangat penting, terutama jika ragam produk sangat banyak dan
aliran produk bergerak juga sangat cepat, sehingga produk lebih
terpantau dan mengurangi resiko terjadinya selisih stok. Jika
produk tertentu memiliki kondisi penyimpanan tertentu, kebera-
daan generator listrik diperlukan untuk mengantisipasi jika terja-
di mati listrik.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 205

Sumber Daya Manusia


Seluruh personel yang bekerja di areal penyimpanan perlu
mendapatkan pelatihan mengenai cara penyimpanan yang baik,
peraturan, prosedur operasional, dan prosedur keamanan. Perso-
nel yang bekerja di areal penyimpanan juga perlu menggunakan
perlengkapan ataupun pakaian yang bisa melindungi atau tidak
menyebabkan produk menjadi terkontaminasi.

Pengelolaan Stok
Pengelolaan stok meliputi aktivitas antara lain:
a) pengecekan pada saat penerimaan produk;
b) pengawasan stok;
c) pengeluaran produk, pengepakan, dan transportasi;
d) pemusnahan produk.

Adapun penjelasan lebih lanjut di bawah ini:

 Proses penerimaan barang


Setiap kali terjadi aktivitas penerimaan barang perlu
dilakukan pengecekan antara lain: kemasannya tidak rusak,
jumlah yang diantar, label produk, nama dan alamat pema-
sok. Berkaitan dengan produk farmasi, nomer batch dan juga
tanggal kadaluarsa harus diperiksa.

 Pengendalian stok dan tempat penyimpanan


Sistem pergudangan harus dibuat sistematis, misalnya
ruang untuk pergerakan barang atau petugas gudang agar mu-
dah bergerak, kemudian proses pengecekan barang, dan juga
penggunaan kartu stok untuk mengawasi pergerakan barang.
Penggunaan label juga diperlukan untuk mengetahui
apakah produk dalam kondisi baik, \rusak, atau masih dalam
pengecekan, yang penting juga adalah secara rutin dilakukan
perhitungan stok untuk menghindari selisih stok.

 Pengeluaran produk
Untuk produk farmasi umumnya pengeluaran produk
mengikuti mekanisme FEFO (First Expiry First Out), artinya
produk yang memiliki masa kadaluarsa yang lebih dekat
206 | Manajemen Logistik Kesehatan

harus diprioritaskan untuk dikeluarkan terlebih dahulu. Perlu


dipastikan pula bahwa setiap pengeluaran barang selalu dila-
kukan pengecekan terlebih dahulu untuk menghindari kesala-
han.
Produk-produk yang sudah dikeluarkan perlu dipasti-
kan sudah diterima oleh pembeli dengan lengkap.

 Barang retur
Dalam menangani barang yang diretur yang paling uta-
ma adalah tersedianya prosedur tertulis mengenai barang
retur. Terutama mengenai kapan barang boleh retur, berapa
banyak, dan syarat-syarat lainnya.
Barang retur harus dipisahkan dengan barang yang
reguler, dan diberi label untuk memperjelas pembedanya. Ka-
rena barang retur perlu dicek terlebih dahulu mengenai kon-
disi keamanan dan juga kualitasnya.

 Barang rusak
Penanganan barang-barang yang rusak juga perlu diatur
dalam prosedur tertulis, umumnya membahas mengenai pe-
misahaan untuk lokasi penyimpanan, label produk, pengece-
kan, dan juga mekanisme pemusnahannya. Khusus untuk pro-
duk obat-obatan pengawasan mutu obat.
Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak:
o Dikumpulkan dan disimpan terpisah;
o Dikembalikan/diklaim sesuai aturan yang berlaku;
o Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku.

 Pemusnahan barang
Pemusnahan produk farmasi tentunya tidak bisa samba-
rangan, dan perlu diatur dalam prosedur tertulis. Biasanya dari
setiap pabrikan produk dan juga dari pemerintah mengeluar-
kan aturan mengenai tata cara pemusnahan untuk menghin-
dari penyalahgunaan ataupun dampak-dampak yang diakibat-
kan dari pemusnahan produk tersebut.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 207

Dokumentasi
Disamping menjalankan operasional penyimpanan dengan
benar, yang tidak terkalah penting untuk memastikan bahwa se-
mua operasional dijalankan sebagaimana mestinya yaitu doku-
mentasi terutama berkaitan dengan proses penyimpanan.
Dokumentasi terhadap setiap aktivitas penyimpanan sa-
ngat penting, pertama untuk menghindari terjadinya kekeliruan
dan kebingungan akibat banyaknya transaksi yang berjalan. Ke-
dua, dokumentasi dapat digunakan sebagai panduan kerja se-
hingga dapat memastikan tidak ada aktivitas yang terlewati.
Ketiga, digunakan untuk melakukan pelacakan terutama jika
terjadi ketidaksesuaian misalnya selisih stok, barang hilang,
kelebihan, dan sebagainya. Dan yang terakhir, dokumentasi me-
mang merupakan persyaratan yang diwajibkan ketika kita mela-
kukan aktivitas penyimpanan produk, terutama produk-produk
farmasi.
Dokumentasi yang dimaksud di atas sangat beragam,
antara lain:
o Prosedur, merupakan dokumen yang berisi penjabaran atau
instruksi suatu aktivitas. Umumnya prosedur berisi menge-
nai penjelasan, flowchart, dan juga diagram/gambar.
o Pencatatan, merupakan dokumen yang berisi catatan dari
suatu aktivitas. Bentuknya dapat berupa hard copy seperti
kartu stok, buku catatan, dan juga dapat berupa soft copy.

Pengelolaan Dokumen
Karena banyaknya dokumen yang dimiliki dalam satu
organisasi, maka perlu dokumen-dokumen tersebut perlu dike-
lompokkan menjadi:
1) salinan utama;
2) kontrol distribusi;
3) salinan yang tidak diawasi;
4) proses penarikan;
5) salinan yang sudah tidak berlaku.

Penyimpanan Dokumen
Dokumen-dokumen tersebut sangat penting, sehingga per-
lu disimpan dalam tempat yang aman. Kemudian selalu dilaku-
208 | Manajemen Logistik Kesehatan

kan review secara periodik, supaya jika ada perubahan aktivitas


dapat langsung tersedia dokumentasinya.
Dokumen-dokumen tersebut juga harus bisa diakses de-
ngan mudah oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dan untuk
dokumen yang sudah tidak terpakai dapat dihancurkan atau
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan, misalnya yang sudah
lebih dari 5 tahun atau prosedur yang sudah lama tidak berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2001. Pengelo-


laan Obat Kabupaten/ Kota. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI dan Japan International Cooperation
Agency. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Ka-
bupaten/ Kota. Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Perencanaan dan
Pengelolaan Obat. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. http://id.wiki
pedia.org/wiki/pergudangan.
Muninjaya, A,A,Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Peneli-
tian Kuantitatif dan Kualitatif di bidang Kesehatan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tunggal,A,W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
BAB 6

PENGELOLAAN LOGISTIK
HORMONAL DAN ALAT
KONTRASEPSI

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hormonal


telah mempelajari bahwa estrogen dan progesteron memberikan
umpan balik kepada terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotala-
mus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel
dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis, estrogen
dapat menghambat pengeluaran folikel stimulating hormone
(FSH) sehingga perkembangan dan kematangan folikel de Graff
tidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat menghambat
pengeluaran hormonal luteinizing (LH). Estrogen mempercepat
peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterus-endo-
metrium yang belum siap untuk menerima implantasi.
Fungsi komponen progesteron:
 Rangsangan balik ke hipotalamus dan hipofisis, sehingga
pengeluaran LH tidak terjadi dan menghambat ovulasi.
 Progesteron mengubah endometrium, sehingga kapasitasi
spermatozoa tidak berlangsung.
 Mengentalkan lender serviks sehingga sulit ditembus
spermatozoa.
 Menghambat peristaltik tuba, menyulitkan konsepsi.
 Menghindari implantasi, melalui perubahan struktur
endometrium.

Kontrasepsi Hormonal Pil (Oral)


Kontrasepsi hormonal pil mengalami penelitian panjang,
sehingga sebagian besar wanita tanpa kesulitan, dengan partun
menstruasi serta durasi antara 4 sampai 6 hari. Di samping dura-
si 4 sampai 6 hari, masih terdapat patrun menstruasi wanita:

209
210 | Manajemen Logistik Kesehatan

 Wanita tergolong durasi menstruasi kurang dari 4 hari,


memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi.
 Wanita dengan durasi menstruasi lebih dari 6 hari me-
merlukan pil KB dengan efek estrogen yang rendah.

Pada setiap pil KB terdapat perbandingan kekuatan estro-


genik (lebih dominan estrogen) atau progeterogenik (dominan
progesteron), melalui penilaian patrun menstruasi.
Sifat khas kontrasepsi hormonal adalah sebagai berikut:
 Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, te-
gang, retensi air dan garam, berat badan bertambah, me-
nimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat mens-
truasi, meningkatkan pengeluaran leukorea, menimbulkan
perlunakan serviks.
 Komponen progesterone menyebabkan payudara tegang,
akne (kukulan), kulit dan rambut kering, menstruasi ber-
kurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama
kering.

Macam-Macam Pil KB
1. Pil kombinasi: kombinasi komponen progesteron/ este-
rogen diminum 3 kali seminggu.
2. Pil sekuensial:
 Pil ini mengandung komponen yang disesuaikan
dengan sistem hormonal tubuh;
 Dua belas pil pertama hanya mengandung estrogen;
 Pil ketiga belas dan seterusnya merupakan kombi-
nasi.
3. Progesteron (progerterone only pil): hanya mengan-
dung progesteron dipergunakan ibu postpartum.
4. Pil mini, merupakan pil hormon yang hanya mengan-
dung progestrone dalam dosis mini (kurang dari 0,5
mg) yang harus diminum setiap hari termasuk pada saat
haid.
5. Once a moth pil, pil hormon yang mengandung estro-
gen yang ” Long acting ” yaitu biasanya pil ini terutama
diberikan untuk wanita yang mempunyai Biological
Half Life panjang.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 211

6. Morning after pil, merupakan pil hormon yang me-


ngandung estrogen dosis tinggi yang hanya diberikan
untuk keadan darurat saja, seperti kasus pemerkosaan
dan kondom bocor.

Keuntungan Kontrasepsi Oral (Pil)


1. Mudah menggunakannya.
2. Cocok untuk menunda kehamilan pertama dari pasa-
ngan usia subur muda.
3. Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi.
4. Dapat mencegah defesiensi zat besi (Fe).
5. Mengurangi resiko kanker ovarium.
6. Tidak mempengaruhi produksi ASI pada saat pemakai-
an pil yang mengandung estrogen.

Efek Samping yang Ditimbulkan Kontrasepsi Oral (Pil)

 Nousea
 Nyeri
payudara
 Gangguan
Haid
 Hipertensi
 Acne
 Penambahan
berat badan.
 Beberapa pil
paten yang
telah
dipasarkan.
Gambar 21. Contoh Alat Kontrasepsi
212 | Manajemen Logistik Kesehatan

Progesteron kuat Estrogen kuat


Anovlar Ovulen
Gynovlar Volidan
Norlestrine Lyndiol
Anacycline Noracycline
Ovosta Conovid E
Eugynon Prevision
Norinyl Ortho novum
Microgynon 60 ED Nuvacim
Microgynon 30 ED
Gambar 22. Contoh Kontrasepsi Oral

Suntikan KB
Dua farmasi menemukan suntikan KB hampir bersamaan
yaitu:
1. Upjohn company (1958)
 Depo provera yang mengandung medroxyprogesteron
acetat 150 mgr.
 Cyclofem yang mengandung medroxyprogesteron
acetat 50 mgr dan komponen estrogen.
2. Schering AG (1957)
 Norigest 200 mgr yang merupakan derivat testosteron.

Mekanisme Kerja Suntikan KB


Mekanisme kerja komponen progesteron atau deri-
vat testosteron adalah:
 Menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak
terjadi pelepasan ovum;
 Mengentalkan lendir serviks, sehingga sulit ditembus
spermatozoa;
 Perubahan peristaltik tuba fallopi, sehingga konsepsi
terhambat;
 Mengubah suasana endometrium, sehingga tidak sem-
purna untuk implantasi hasil konsepsi.

Keuntungan Suntikan KB
 Pemberiannya sederhana setiap 8 sampai 12 minggu;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 213

 Tingkat efektivitasnya tinggi;


 Hubungan seks dengan suntikan KB bebas;
 Pengawasan medis yang ringan;
 Dapat dipakai pascapersalinan, pascakeguguran, pasca-
menstruasi;
 Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh
kembang bayi;
 Suntikan KB Cyclofem diberikan setiap bulan dan
peserta KB akan mendapat menstruasi.

Kerugian Suntikan KB
 Perdarahan yang tidak menentu;
 Terjadi amenorea (tidak datang bulan) berkepanjangan;
 Masih terjadi kemungkinan hamil.
Kerugian atau penyulit inilah yang menyebabkan
peserta KB menghentikan suntikan KB.

Kapan Suntikan KB dapat Diberikan?

1. Pascapersalinan
 Segera ketika masih di rumah sakit;
 Jadwal suntikan berikutnya.
2. Pascaabortus
 Segera setelah perawatan;
 Jadwal waktu suntikan diperhitungkan.
3. Interval
 Hari kelima menstruasi;
 Jadwal waktu diperhitungkan.
Jadwal waktu suntik berikutnya diperhitungkan
dengan pedoman:
1. Depoprovera : interval 12 minggu
2. Norigest : interval 8 minggu
3. Cyclofem : interval 4 minggu
Dengan pedoman tersebut kepada peserta KB
dapat memperhitungkan kedatangannya dengan teng-
gang waktu yang cukup jelas.Suntikan KB cyclofem
214 | Manajemen Logistik Kesehatan

merupakan suntikan KB masa depan, karena mempu-


nyai keuntungan:
1. Diberikan setiap 4 minggu;
2. Peserta suntikan cyclofem mendapat menstruasi;
3. Pemberian aman, efektif dan relatif murah.

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)


Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD mempu-
nyai sejarah perkembangan yang panjang sebelum generasi III
dengan keamanan, efektivitas dan penyulit yang tidak terlalu be-
sar. Hipocrates telah mencanangkan agar pranata ekonomi dan
penduduk berjalan seiring sehingga jumlah penduduk dapat
dikendalikan. Hipocrates telah membuat alat untuk memasukan
batu-batu kecil ke dalam rahim, sehingga tidak terjadi kehamilan
pada onta. Pengetahuan ini digunakan oleh kafilah dalam perja-
lanan panjang di gurun pasir sehingga onta-onta tidak hamil.
Ritcher dari Polandia 1909 membuat AKDR dari benang
sutera tebal yang dimasukkan ke dalam rahim. Pada tahun 1930
Grafenberg dari Jerman membuat cincin dari benang sutera dan
perak untuk menghindari kehamilan dengan hasil memuaskan.
Pada tahun 1959 Oppenheimer dan Ishimaka mengemukakan
hasil yang memuaskan terhadap 1.500 sampai 2.000 wanita yang
memakai cincin Grafenheimer. Otta dari Jepang pada tahun 1959
membuat AKDR dari bahan plastik dengan hasil yang cukup
memuaskan yang disebut Ottaring.
Pengetahuan tentang desinfektan dan sterilitas belum me-
muaskan sehingga banyak dijumpai infeksi alat kandungan. Di
Indonesia telah banyak dicoba AKDR generasi kedua seperti
spiral Margulis, Lippes Loop, AKDR M (metal) dengan hasil
yang baik. Telah dikembangkan AKDR generasi ketiga yang
mengandung Cu atau hormonal diantaranya Seven cupper, Mul-
tiload, Cupper T 380, Medosa dan Progestasert (AKDR dengan
Progesteron). BKKBN menggunakan Cupper T 380 A sebagai
standar yang dibuat oleh .

Mekanisme Kerja AKDR Sebagai Alat Kontrasepsi


Bagaimana sebenarnya mekanisme kerja AKDR belum
diketahui dengan pasti, tetapi cara kerjanya bersifat lokal. Seba-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 215

gai bukti dapat dijumpai kehamilan dengan AKDR in situ


AKDR dalam keadaan kolaps membuat suasana pada fundus
uteri menjadi normal dan siap menerima hasil konsepsi.

Cara Pemasangan AKDR


Pasangan yang memutuskan untuk memiih AKDR sebagai
metode ber-KB sebaiknya dibantu oleh dokter, bidan, atau tena-
ga medis lain yang sudah terlatih. Sebelumnya, kesehatan anda
akan diperiksa cermat untuk memastikan cocok-tidaknya meto-
de ini bagi yang bersangkutan. Apabila ternyata cocok, maka
waktu pemasangan yang tepat adalah pada waktu menstruasi atau
40 hari setelah melahirkan.
Dimana AKDR dipasang? AKDR dipasang di dalam ra-
him. Benang AKDR berfungsi untuk memudahkan kontrol dan
pencabutan. Kadang-kadang, pada saat menstruasi, AKDR sedi-
kit turun dari posisinya. Tapi pada saat menstruasi berakhir,
AKDR akan kembali ke posisi semula. Beberapa pria mengeluh
merasa nyeri pada saat bersenggama. Ini disebabkan karena uju-
ng penisnya mengenai benang AKDR tersebut. hal ini bisa di-
konsultasikan dengan dokter untuk merapikan posisinya atau
ujung benangnya akan dipotong.

Mekanisme Kerja Lokal AKDR Sebagai Berikut:


1. AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga
menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leuko-
sit, makrofag dan limfosit.
2. AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, pros-
taglandin, yang menghalangi kapasitasi spermatozoa.
3. Pemadatan endometrium oleh leukosit,makrofag dan lim-
fosit menyebabakan blastokis mungkin dirusak oleh mak-
rofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi.
4. Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menye-
babkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengura-
ngi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi. Mekanisme
kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam peneli-
tian.
216 | Manajemen Logistik Kesehatan

Keuntungan AKDR
Alat kontrasepsi dalam rahi dapat diterima oleh masyara-
kat dunia, termasuk indonesia dan menempati urutan ketiga
dalam pemakaian.
Keuntungan AKDR yang lain adalah:
1. Dapat diterima masyarakat dengan baik;
2. Pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit;
3. Kontrol medis yang ringan;
4. Penyulit tidak terlalu berat;
5. Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung
baik.

Kerugian AKDR
Alat AKDR bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna,
sehingga masih terdapat kerugian sebagai berikut:
1. Masih terjadi kehamilan dengan AKDR in situ;
2. Terdapat perdarahan: Spotting dan menometroragia;
3. Leokorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang
senggama terasa lebih basah;
4. Dapat terjadi infeksi;
5. Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer
atau sekunder dan kehamilan etropik;
6. Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan
mengganggu hubungan seksual.

Sekalipun masih dijumpai penyulit AKDR, kelangsungan


pemakaian cukup tinggi, sehingga tetap menjadi andalan gera-
kan KB Nasional.

Kapan Waktu untuk Memasang AKDR?


Alat kontrasepsi dalam rahim dipasang diluar hamil dan
saat selesai menstruasi. Sekitar tahun 1970, Lippes loop D dipa-
sang pada program postpartum. pemasangan program postpar-
tum belum memuaskan karena banyak terjadi ekspulsi, dan ma-
syarakat segan untuk kembali. Ekspulsi terutama terjadi pada
pemasangan pascapersalinan.
AKDR dapat dipasang pada:
1. Bersamaan dengan menstruasi;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 217

2. Segera setelah bersih menstruasi;


3. Pada masa akhir puerperium;
4. Tiga bulan pascapersalinan;
5. Bersamaan dengan seksio sesarea;
6. Bersamaan dengan abortus dan kuretage.

Hari kedua-ketiga pascapersalinan


Rumor yang masih berkembang dalam masyarakat bahwa
pemasangan AKDR pascapersalinan harus menunggu terjadinya
menstruasi. Perlu diperhatikan bahwa wanita dapat hamil tanpa
didahului menstruasi. Dengan demikian tentang kapan waktu
memasang AKDR perlu disebarkan dengan jelas kepada masya-
rakat, sehingga tidak terlanjur hamil.

Kapan AKDR Tidak dapat Dipasang?


Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dapat dipasa-
ng pada keadaan:
1. Terdapat infeksi genitalia: menimbulkan eksaserbasi
infeksi dan keadaan patologis lokal (frungkle, stenosis
vagina dan infeksi vagina);
2. Dugaan keganasan serviks;
3. Perdarahan dengan sebab yang tidak jelas;
4. Pada kehamilan terjadiabortus, mudah perforasi, perda-
rahan dan infeksi.

Teknik Pemasangan AKDR


Memperhatikan penyulit AKDR, maka pemasangan perlu
mendapat perhatian:

1. Persiapan pemasangan AKDR


a) penderita tidur terlentang di meja genekologi;
b) Vulva dibersihkan dengan kapas lisol, betadin, hidisrub
atau lainnya;
c) Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan besar
dan arah rahim;
d) Duk stering dipasang di bawah bokong;
e) Spekulum cocor bebek dipasang, sehingga serviks
tampak;
218 | Manajemen Logistik Kesehatan

f) Serviks-portio dibersihkan dengan kapas betadin atau


lisol atau lainnya;
g) Dilakukan sodage untuk menentukan dalan panjang-
rahim dan arah posisi rahim.

2. Persiapan dan Pemasangan AKDR


Dikemukakan beberapa jenis pemasangan AKDR
sebagai berikut:

a. Jenis Lippes Loop


1. Lippes Loop dimasukkan ke dalam introdusor dari
pangkal, sampai mendekati ujung proksimal;
2. Tali AKDR dapat dipotong dahulu, sesuai dengan
keinginan atau dipotong kemudian setelah pemasa-
ngan;
3. Introdusor dimasukkan ke dalan rahim, sesuai de-
ngan dalamnya rahim;
4. Pendorong AKDR dimasukkan ke dalam introdusor,
untuk mendorong sehingga Lippes Loop terpasang;
5. Setelah terpasang maka Introdusor dan pendorong-
nya ditariknya bersama;
6. Tali AKDR dapat dipotong sependek mungkin untuk
menghindari sentuhan penis dan menghindari infek-
si.

Komplikasi pemasangan Lippes Loop adalah:


a. Perforasi yang dapat terjadi pada saat pemasangan
atau dapat terjadi kemudian dalam bentuk translo-
kasi;
b. Gejala perforasi IUD adalah penderita merasa nyeri
sampai dapat terjadi syok.

Adapun cara untuk menghadapi perforasi IUD


pada saat pemasangan:
a) IUD ditarik kembali;
b) Observasi: keadaan umum; tekanan darah, nadi dan
suhu; evaluasi perdarahan dalam kavun abdomen;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 219

c) Pengobatan perforasi IUD: Anjurkan masuk rumah


sakit, berikan antibiotika, observasi keadaan umum
dan perdarahan dalam abdomen. bila keadaan umum
menurun dilakukan tindakan operasi;
d) Sikap bidan menghadapi perforasi IUD saat pemasa-
ngan: konsultasi pada dokter puskesmas atau dokter
ahli dan penderita segera dirujuk ke rumah sakit.

b. Jenis Cupper T atau Seven Cupper


AKDR seven cupper atau cupper T telah tersedia
dalam keadaan steril, dan baru dibuka menjelang pema-
sangan.
a) Bungkus seven cupper atau cupper T dibuka;
b) AKDR-nya dimasukkan ke dalam introdusor melalui
ujung-ujungnya sampai batas tertentu dengan mema-
kai sarung tangan steril;
c) Introdusor dengan AKDR terpasang dimasukkan ke
dalam rahim sampai menyentuh fundus uteri dan
ditarik sedikit;
d) Pendorong selanjutnya mendorong AKDR hingga
terpasang;
e) Introdusor dengan pendorongnya ditarik.

c. Jenis Multiload atau Medusa


AKDR jenis Medusa atau Multiload telah siap
untuk dipasang langsung:
a) Pembungkus AKDR dibuka menjelang pemasangan;
b) Teknik pemasangan langsung dengan mendorong
sampai mencapai fundus uteri, tanpa berhenti;
c) Setelah mencapai fundus uteri introdusornya ditarik;
d) Tali AKDR dipotong sependek mungkin;
e) Sterilisasi pemasangan Medusa atau Multiload lebih
terjamin, komplikasi perforasi terjadi saat pemasa-
ngan AKDR.

3. Pemeriksaan ulang AKDR


Setelah pemasangan AKDR perlu dilakukan kontrol
medis dengan jadwal:
220 | Manajemen Logistik Kesehatan

a. Setelah pemasangan kalau dipandang perlu diberikan


antibiotika profilaksis;
b. Jadwal pemerikasaan ulang:
- Dua minggu setelah pemasangan;
- Satu bulan setelah pemeriksaan pertama;
- Tiga bulan setelah pemeriksaan kedua;
- Setiap 6 bulan sampai satu tahun.
Untuk AKDR tanpa bahan aktif cupper, pemakai-
annya dapat berlangsung sampai menjelang menapouse.
Sedangkan AKDR dengan bahan aktif cupper pemakai-
annya tiga sampai empat tahun dan selanjutnya diganti.

4. Kapan AKDR dibuka?


Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dapat dibuka
sebelum waktunya apabila dijumpai:
- Ingin hamil kembali;
- Leokoea, sulit diobati dan penderita menjadi kurus;
- Terjadi infeksi;
- Terjadi perdarahan;
- Terjadi kehamilan mengandung bahan aktif dengan
AKDR.

5. Cupper T 380 A primadona BKKBN


Pertimbangan mengapa BKKBN memilih cup-per T
380 A sebagai primadona:
- Teknik pemasangan mudah dan tidan sakit;
- Efektivitas tinggi;
- Tidak mudah menimbulkan perforasi;
- Tidak banyak menimbulkan komplikasi;
- Tidak banyak menimbulkan trauma;
- Kembalinya kesuburan berjalan lancar.

Demikianlah pertimbangan BKKBN sehingga mene-


tapkan Tcu 380 A sebagai primadona alat kontrasepsi
dalam rahim(AKDR).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 221

Implan atau Susuk KB


Susuk KB yang diperkenalkan di indonesia sejak tahun
1982 dapat diterima masyarakat sehingga indonesia merupakan
negara terbesar pemakai norplant. Susuk KB disebut alat KB
bawah kulit (AKBK). Kini sedang diuji coba susuk KB satu
kapsul yang disebut implanon.
Pada tahun 1982 telah dipasang Norplant di 11 rumah
sakit sebanyak 10.000. Tahun 1987 telah ditingkatkan tempat
pemasangan norplant dengan program extended field trial de-
ngan jumlah 30.000 wanita. Pemasangan norplant makin lama
makin meningkat dengan alasan pemasangan sederhana, pema-
kaian selama lima tahun dan komplikasi tidak terlalu tinggi.
Pemasangan norplant(susuk KB) sederhana dan dapat dia-
jarkan, tetapi masalah mencabut susuk KB memerlukan perha-
tian karena sulit dicari metode yang mudah, murah dan aman;
jumlah yang memerlukan pelayanan pencabutan makin besar;
dan dijumpai penyulit dan kompliksi sat mencabut.

Teknik Pemasangan Susuk KB


Prinsip pemasangan susuk KB adalah dipasang pada le-
ngan kiri atas dan pemasangan seperti kipas mekar dengan 6
kapsul.
Teknik pemasangan susuk KB adalah sebagai berikut:
 Rekayasa tempat pemasangan dengan tepat seperti
kipas terbuka;
 Tempat pemasangan di lengan kiri atas, dipatirasa
dengan lidokain 2%;
 Dibuat insisi kecil sehingga trokat dapat masuk;
 Trokat ditusukkan subkutan sampai batasnya;
 Kapsul dimasukkan ke dalam trokar dan didorong
dengan alat pendorong sampai terasa tertahan;
 Untuk menempatkan kapsul trokar ditarik keluar;
 Untuk meyakinkan bahwa kapsul telah ditempatnya,
alat pendorong dimasukkan sampai dirasa tidak ada
tahanan;
 Setelah 6 kapsul dipasang, bekas insisi ditutup dengan
tensoplast (band aid).
222 | Manajemen Logistik Kesehatan

Mekanisme Kerja Susuk KB


Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mgr Levonol-
gestrel yang akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80
mgr. Konsep mekanisme kerjanya sebagai progesteron yang
dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi
ovulasi, mengentalkan lendie serviks dan menghalangi migra-
si spermatozoa, dan menyebabkan situasi endometrium tidak
siap menjadi tempat nidasi.

Keuntungan Implant
 Efektifitas tinggi setelah dipasang;
 Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun;
 Tidak mengandung estrogen;
 Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dike-
luarkan;
 Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah
dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang
tinggi;
 Dapat mencegah terjadinya anemia.

Kerugian Implant
 Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga
terlatih;
 Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk
insersi dan pengangkatan implant;
 Lebih mahal;
 Sering timbul perubahan pola haid;
 Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendak-
nya sendiri.

Pencabutan Susuk KB Sebelum Waktunya


Keinginan peserta KB untuk mencabut susuk KB dengan
alasan ingin punya anak lagi dan terjadi perdarahan/ gangguan
menstruasi.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 223

Pencabutan Susuk KB
Indonesia yang merupakan negera terbesar pemakai
susuk KB menghadapi kendala dalam mencabut sebanyak
30.000 sampai 40.000 susuk KB setiap tahunnya. Pada perte-
muan kontrasepsi di cisarua Bogor, 4 Februari 1993,banyak
kendala dijumpai saat pencabutan sebagai berikut:

1. Kendala teknis pencabutan


 Pemasangan terlalu dalam;
 Pemasangan susuk KB tidak teratur;
 Pemasangan yang berjauhan.

2. Komplikasi(penyulit)
 Perdarahan dan Hematoma;
 Infeksi;
 Tidak semua susuk KB dapat dikeluarkan.

3. Biaya untuk mencabut susuk KB besar


Pada pencabutan banyak dijumpai kesulitan sehingga
diupayakan untuk merekayasa teknik pencabutan sebagai
berikut:

 Metode standar
- Tempat pencabutan didesinfektan kemudian ditutup
dengan duk;
- Dilakukan patirasa lokal dengan Lidokain sebesar 2%;
- Insisi dibuat pada sekitar tempat insersi susuk KB;
- Pencabutan dengan cara: a. Teknik blind (buta) yaitu
kapsul dijepit dengan kliem arteri dan selanjutnya
ditarik keluar, b.Teknik avue yaitu ujung kapsul diber-
sihkan dari jaringan ikat dan selanjutnya dipegang de-
ngan klien arteri dan dikeluarkan.

 Teknik U
- Tempat pencabutan didesinfektan kemudian ditutup
dengan duk steril;
- Insisi dibuat sejajar dengan pemasangan susuk KB;
224 | Manajemen Logistik Kesehatan

- Jaringan penutup susuk KB dibersihkan;


- Alat U dipakai memegang kapsul, ditarik kearah insisi,
jaringan ikatnya dibersihkan dan selanjutnya kapsul
ditarik keluar.
 Teknik tusuk (Ma) dan pencabutan susuk KB
Di RSUP Denpasar, IGB Manuaba merekayasa alat
dan teknik pencabutan susuk Kb.Konsep pencabutan ada-
lah susuk KB dipasang melalui tusukan dan di cabut de-
ngan teknik tusuk (Ma).
Pembuatan ”alat tusuk” pencabut susuk KB (M a)
adalah sebagai berikut: ambil kawat sepanjang 7 cm sam-
pai 8 cm, kemudian salah satu ujungnya diruncingkan dan
diperkecil dan dilengkungkan 90 untuk mempermudah
menusukkannya ke dalam susuk KB. Ujung lainnya dile-
ngkungkan satu bidang dengan lengkungan yang runcing,
digunakan sebagai pegangan.
Perlengkapan untuk mencabut susuk KB dengan
”teknik tusuk” (Ma) sederhana dengan rincian sebagai
berikut:
- Duk steril yang berlubang 5 cm;
- Pisau tajam untuk membuat insisi;
- Sebuah klem arteri untuk memperdalam dan menyi-
sihkan jaringan ikat penutup kapsul susuk KB;
- Pinset bedah untuk memegang kapsul susuk KB;
- Alat tusuk pencabut susuk KB yang dibuat sendiri;
- Sebuah spuit 5cc;
- Lidokain ampul;
- Tensoplast untuk menutup luka insisi;
- Bahan desinfektan dan kaca steril.
Pencabutan Susuk KB dengan ”Teknik Tusuk” (Ma)
Tahap pencaabutan susuk KB dengan teknik tusuk (Ma)
adalah sebagai berikut:
Tahap Desinfektan
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadin/isodin, yodi-
um-alkohol, atau bahan desinfektan lainnya, setelah steril lapa-
ngan operasi ditutup dengan duk steril.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 225

Tahap Insisi Luka Tempat Pencabutan

1. Anestesi lokal
- Tempat susuk KB dipasang(ujung distal) dengan lido-
kain;
- Anestesi dibawah kapsul susuk KB sehingga dapat
mendorong kepermukaan kulit;
- Anastesi diratakan dan ditunggu sekitar 2 menit.

2. Insisi tempat pencabutan


- Dilakukan melintang dibagian pangkal susuk KB ditu-
sukkan;
- Insisi diperdalam dan jaringan ikat lemak yang melekat
pada kapsul susuk KB sebagian dibersihkan dengan
klem arteri.

Tahap Pencabutan Susuk KB

1. Tangan kanan mendorong satu kapsul susuk KB kearah


insisi;
2. Tangan kiri memegang pinset atau klem arteri untuk
menjepit atau menangkap kapsul susuk KB;
3. Kapsul susuk Kb ditarik semaksimal mungkin kearah luka
insisi;
4. Setelah kapsul susuk KB yang elastis terpegang oleh
pinset atau klem arteri,untuk mengeluarkannya dapat
ditempuh dua jalan:
a. Bersihkan kapsul susuk KB dari jaringan ikat dengan
pisau yang dipegang oleh tangan kanan sampai tampak
putih.
Setelah tampak putih, alat tusuk ditusukkan pada
kapsul terus mengait keluar
b. Tangan kanan mengambil alat tusuk dan menu-sukkan
ke dalam kapsul serta megungkit kapsul kearah luka
insisi, kapsul atau klem arteri dilepas-kan dari tangan
kiri.
Tangan kiri mengambil pisau untuk mem-
bebaskan sedikit demi sedikit kapsul dari jaringan ikat.
226 | Manajemen Logistik Kesehatan

Selanjutnya Kapsul terus diungkit kearah luka


insisi dan selanjutnya dengan mudah dapat dikeluarkan
dari implantasinya.

Penutupan Luka Insisi


- Luka insisi ditutup dengan tensoplast(band aid);
- Untuk profilaksisi diberikan antibiotoka dan anal-gesik;
- Kontrol kembali setelah 5-7 hari.

Keuntungan Pencabutan Susuk KB dengan Teknik Tusuk


(Ma)
1. Harga alatnya sangat murah dan mudah dibuat oleh siapa
dan dimana saja;
2. Teknik tusuk (Ma) mudah diajarkan sehingga dalam wak-
tu singkat menambah jumlah tenaga terlatih;
3. Kerusakan jaringan berkurang sehingga memperkecil
komplikasi;
4. Ketinggalan kapsul susuk KB dapat diperkecil;
5. Waktu pencabutan dapat diperpendek.

Kesulitan Susuk KB dengan Teknik Tusuk (Ma)


Seperti teknik UntungPraptohardjo da teknik konvensi-
al yang dianjurkan maka teknik tusuk (Ma) untuk mencabut
susuk KB tidak terlepas dari kesulitan karena:
1. Posisi kapsul susuk KB yang berjauhan;
2. Pemasangan terlalu dalam;
3. Kapsul susuk KB yang rapuh atau rusak;
4. Waktu pencabutan bervariasi;
5. Masih dapat terjadi komplikasi.

Menghadapi masalah pencabutan susuk KB yang setiap


tahun makin besar jumlahnya maka disumbangkan teknik tu-
suk (Ma) dengan pedoman bahwa susuk KB dipasang melalui
tusukan dan dicabut dengan teknik tusuk (Ma).
Diharapkan teknik tusuk ini dapat menjadi salah satum
alternatif teknik pencabutan susuk KB dalam gerakan kelu-
arga berencana nasional Indonesia dan bahkan diseluruh
dunia.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 227

DAFTAR PUSTAKA

Bia J. Frank, MD, MPH. 1985. Kamus Kedokteran Dorland.


Edisi 26. Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta
Manuaba Gde, Ida Bagus.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kan-
dungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.
Buku kedokteran ECG: Jakarta.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar. Jakarta: Leskonfi
Rahardja Kirana, Drs,Apt dan Tan Hoan Tjay,Drs,Apt ; 2002.
Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi kelima Cetakan kedua. Penerbit PT.
Elex Media Komputindo ; Jakarta.
Setiawati, Arini, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi: Pengan-
tar Farmakologi Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK
UI.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi kedua;
Penerbit Balai Penerbit FKUI ; Jakarta
Tamboyang, Jan. 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan.
Jakarta: Widya Medika
http://www.yakita.or.id/alat_kontrasepsi.htm
http://www.wartamedika.com/2007/12/kontrasepsi-hormonal-
untuk-ibu-menyusui.html
http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Kesehatan
&id=26790
http://72.14.235.132/search?q=cache:QZsJ0RRSFy8J:yoyoke.w
eb.ugm.ac.id/download/farmakologi2.pdf+kontrasepsi+hor
monal&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/06/23/kontrasepsi-
hormonal/
BAB 7

MANAJEMEN PEMELIHARAAN
LOGISTIK KESEHATAN

Manajemen Pemeliharaan
Suatu organisasi atau perusahaan yang baru dibangun bia-
sanya memiliki alat baru dan dengan teknologi yang canggih.
Agar peralatan dan fasilitas tersebut tetap dapat berjalan dengan
lancar, maka selama digunakan harus melakukan perawatan dan
pemeliharaan secara terus-menerus. Kata “pemeliharaan” digu-
nakan di sini dengan arti yang sama dengan perawatan dan juga
pembetulan atau reparasi (Eko Indrajit, 2003). Manajemen pe-
meliharaan adalah suatu rangkaian usaha untuk mempertahan-
kan kondisi fasilitas agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya
atau dalam usaha untuk menjaga terhadap pengaruh yang meru-
sak (Frederika, 2001). Tujuan dari pemeliharaan yang baik ada-
lah menjaga fasilitas dan perlengkapan dalam pemeliharaan yang
baik dan pada kondisi operasional yang semestinya (Corder,
1996).

Manfaat Manajemen Pemeliharaan


a. Meningkatkan kinerja peralatan yang lebih baik;
b. Menunda atau memperkecil ekspansi modal;
c. Mengurangi perbaikan/rehabilitatif;
d. Meningkatkan produktifitas staff melalui perencanaan;
e. Meningkatkan keselamatan kerja;
f. Menunjang mutu kepuasan dan keamanan pasien.

Fungsi Manajemen Pemeliharaan


Manajemen pemeliharaan pada dasarnya sama dengan
proses POACE. Tetapi dengan penakaran pada hal-hal yang
dianggap penting dan menonjol. Penonjolan itu terletak pada

228
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 229

penjadwalan, perencanaan, pelaksanaan dan anggaran biaya dan


evaluasi (Sabarguna, 2004).

Perencanaan Pemeliharaan
Perencanaan adalah sebagai proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutu-
han sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program
yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk men-
capai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan manajerial ter-
diri dari 2 bagian utama yaitu perumusan strategi dan penerapan
strategi. Dalam buku-buku manajemen akan dijumpai berbagai
macam batasan tentang perencanaan. Dari DEFINISI di atas
perencanaan akan menjadi efektif kalau perumusan masalah
dibuat berdasarkan fakta-fakta dan bukan berdasarkan atas emo-
si atau angan-angan (Muninjaya, 1999). Melaksanakan perawa-
tan secara terencana dituntut adanya perencanaan yang terperin-
ci, baik interval bulanan maupun mingguan, harus didukung
dengan pengadaan alat, kebutuhan material dan suku cadang
yang terencana. Lebih dari 80% aktivitas pemeliharaan dapat
direncanakan dalam bentuk work planning dan work scheduling.
Adanya work scheduling (penjadwalan pekerjaan) memungkin-
kan anggaran dapat dialokasikan sepanjang periode waktu ter-
tentu. Dengan melakukan tahapan perencanaan yang sistematis,
maka daftar pekerjaan, frekuensi untuk pelaksanaannya, kebutu-
han material/sparepart, dan personel dapat diatur sedemikian
rupa, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan pola jadwal
tertentu baik secara harian, mingguan maupun bulanan, sesuai
dengan perkiraan waktu yang ditentukan (Heri Setiono, 2009).

Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Alat/ Barang


Perencanaan kebutuhan barang atau yang dikenal dengan
nama Material Requirement Planning (MRP) adalah metode atau
teknik perencanaan dan teknik penjadwalan yang digunakan se-
bagai sarana bagaimana setiap pekerja yang terkait melakukan
komunikasi perihal aliran barang dalam proses produksi. Peren-
canaan kebutuhan barang ini menitikberatkan pada perencanaan
karena memang seperti telah kita ketahui pada dasarnya sangat
sederhana yaitu sekedar menggunakan logika matematika untuk
230 | Manajemen Logistik Kesehatan

merencanakan jumlah material yang diperlukan dan menjadwal-


kan kapan material itu diperlukan. Meskipun sangat sederhana,
dari pratek diketahui bahwa justru karena perencanaan dan pen-
jadwalan inilah seringkali suatu proses produksi dapat berjalan
lancar. Setiap usaha selalu menghasilkan barang atau jasa terten-
tu yang pastinya akan dibutuhkan oleh pelanggan. Oleh karena
itu dalam setiap usaha ada 3 faktor penting yaitu:
a. Masukan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh proses pro-
duksi agar suatu keluaran itu dapat dihasilkan. Ini juga
adalah semua sumber daya yang dimiliki dan dibutuhkan
oleh perusahaan.
b. Proses adalah cara atau dengan apa masukkan itu diubah
menjadi keluaran. Adalah bagaimana perusahaan itu me-
nggabungkan semua sumber daya yang dimiliki sedemiki-
an rupa sehingga menghasilkan keluaran yang dibutuhkan
para pelanggan tadi.
c. Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan, yang
dikehendaki dan diperlukan oleh para pelanggan. Orientasi
keluaran haruslah pada para pelanggan sebab tanpa ada
pelanggan usaha tidak ada artinya.
Hubungan 3 faktor ini disebut sistem, secara seder-
hana dapat dilihat dalam gambar berikut:

masukan sistem keluaran


proses
Sumber (Eko Indrajit, 2003)

Gambar 23. Hubungan antara masukan proses


dan keluaran dalam suatu sistem

Sistem yang telah dibuat terdahulu adalah sejumlah lang-


kah atau proses yang diatur sedemikian rupa sehingga mengha-
silkan pelaksanaan suatu fungsi tertentu, yang dalam hal ini me-
nghasilakan keluaran yang dikehendaki. Selanjutnya, jumlah,
jenis, mutu dan frekuensi keluaran haruslah diatur sedemikian
rupa sehingga menjamin pelaksanaan proses yang menghasilkan
keluaran tersebut dan sesuai dengan tersedianya sumber daya
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 231

yang ada serta penggunaan sumber daya tersebut secara efisien.


Ini semua diatur dan dikerjakan oleh manusia dengan suatu ke-
mampuan tertentu. Dalam pemenuhan kebutuhan alat perlu di-
perhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Tabel 2. Hal yang Penting Diingat dalam Pembelian Alat


No Kelompok Pertimbangkan
1. Keadaan alat 1. kecanggihan
2. daya penggerak
3. kapasitas
4. suku cadang
5. kadaluarsa
6. bahan baku
2. Biaya 1. biaya pengadaan
2. biayaoperasional
3. biaya pemeliharaan
(Sumber: Sabarguna, 2004)

Pengadaan adalah semua kegiatan dan usaha untuk me-


nambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan
peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadi-
nya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha
untuk tetap mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam ba-
tas-batas efisiensi (Subagya, 1994). Sedangkan Mustikasari ber-
pendapat fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk mereali-
sasi atau mewujudkan kebutuhan yang telah direncanakan atau
telah disetujui sebelumnya (Subagya, 1994).
Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembe-
lian tetapi didasarkan dengan pilihan berbagai alternatif yang
paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi.
Cara–cara yang dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi
pengadaan adalah:
a. Pembelian;
b. Penyewaan;
c. Peminjaman;
d. Pemberian (hibah);
e. Penukaran;
232 | Manajemen Logistik Kesehatan

f. Pembuatan;
g. Perbaikan.
Proses pengadan peralatan dan perlengkapan pada umum-
nya dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan dan penentuan kebutuhan;
b. Penyusunan dokumen tender;
c. Pengiklanan/penyampaian undangan lelang;
d. Pemasukan dan pembukuan penawaran;
e. Evaluasi penawaran;
f. Pengusulan dan penentuan pemenang;
g. Masa sanggah;
h. Penunjukan pemenang;
i. Pengaturan kontrak;
j. Pelaksanaan kontrak.
Mengingat fungsi pengadaan adalah fungsi teknis yang
menyangkut pihak luar maka pengendalian fungsi pengadaan
perlu mendapatkan perhatian. Pengendalian dilaksanakan dari
awal kegiatan sampai dengan pemeliharaan. Kebijakan pemerin-
tah yang mengatur tentang pengadaan barang adalah Keppres
No. 80 tahun 2003.
Penjadwalan
Penjadwalan yang dimaksud di sini adalah, susunan peker-
jaan yang dibuat untuk proses pemeliharaan, seperti pengontro-
lan alat kesehatan apakah dilakukan setiap hari, mingguan, bula-
nan, atau tahunan. Penjadwalan pemeliharaan ini biasanya dila-
kukan sesuai dengan jenis alat yang mau dikontrol. Penggunaan
terbaik perencanaan analisis network dapat membantu penjad-
walan proyek, pengambilan keputusan terhadap urutan kegiatan
sangat perlu untuk mencapai penjadwalan yang optimal. Peren-
canaan jadwal pemeliharaan sangatlah penting, dengan adanya
jadwal dapat meningkatkan sistem pemeliharaan terhadap alat,
seperti inspeksi terjadwal, membantu dalam pengambilan kepu-
tusan jika ditemukan alat yang rusak. Penjadwalan ini dapat
dibuat dalam bentuk harian, mingguan, bulanan atau tahunan
tergantung jenis alat yang mau dikontrol (Eko Indrajit, 2003).
Penanggung jawab untuk jadwal pemeliharaan adalah tenaga
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 233

teknisi (Andi 2009). Perencanaan jadwal ini cukup baik karena


jadwalnya sudah ada namun pelaksanaannya belum sesuai de-
ngan jadwal yang ada.
Perawatan/Pemeliharaan
Perawatan yang dimaksud dalam perencanaan perawatan
adalah jenis perawatan yang akan dilakukan pada alat kesehatan
nantinya atau fokus pemeliharaannya. Penyediaan suku cadang,
bahan, dan lain-lain.
Ruang lingkup pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. Penggantian: penentuan internal penggantian peralatan me-
dik yang biaya operasinya meningkat berdasarkan penggu-
naannya.
2. Inspeksi: penentuan frekuensi inspeksi untuk peralatan
medik yang komplek yang digunakan secara terus-mene-
rus.
3. Struktur organisasi: penentuan terbaik akan bermacam-
macam atau beragamnya jenis peralatan bengkel yang di-
perlukan bengkel pemeliharaan.
4. Overhaul dan reparasi: penentuan keputusan overhaul/re-
parasi/penggantian yang harus untuk peralatan yang akan
rusak atau dapat rusak.
5. Keandalan: penentuan penggunaan redundansi (berkelebi-
han) dalam perancangan pemeliharaan untuk memenuhi
persyaratan keandalan (Sabarguna, 2007).
Sumberdaya
Dukungan sumberdaya tidak hanya dalam bentuk sumber-
daya manusia yang ahli dan berpengalaman, tetapi juga sumber
daya keuangan yang mendukung kegiatan logistik maupun keg-
iatan pemeliharaan, para petugas logistik perlu mengetahui be-
tul-betul hubungan antara perencanaan dan konsep penyediaan
suku cadang dengan konsep dan kebijakan pemeliharaan.
PelaksanaanPemeliharaan
Pelaksanaan adalah melaksanakan apa yang telah diren-
canakan dengan penuh tanggung jawab, terus menyesuaikan
dengan situasi (Sabarguna, 2004).
234 | Manajemen Logistik Kesehatan

Jenis-jenis Pemeliharaan
Pemeliharaan tersebut dapat bermacam-macam yang biasa
dibedakan sebagai berikut:

a. Pemeliharaan Rutin (Routine Maintenance)


Pemeliharaan jenis ini bersifat rutin dan terus-
menerus dilakukan, yang bertujuan agar peralatan tetap
berjalan dengan lancar dan mulus. Dalam jenis pemeli-
haraan ini biasanya tidak diperlukan penggantian suku
cadang. Sering juga disebut perawatan atau service,
yang meliputi pekerjaan seperti membersihkan dan
memberikan minyak pelumas dan gemuk pelumas seca-
ra berkala sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat.
Selama pemeliharaan, peralatan tetap berjalan dan tidak
perlu berhenti atau dihentikan. Pemeliharaan jenis ini
dapat direncanakan dan dijadwalkan secara berkala dan
relatif gampang dilaksanakan, namun dalam prakteknya
tidak dilaksanakan dengan rutin. Pemeliharaan tidak
perlu dilakukan oleh mekanik khusus, tetapi cukup oleh
operator yang bertanggungjawab. Keuntungan dari me-
lakukan pemeliharaan jenis ini adalah; mudah dilaku-
kan, tidak perlu mekanik khusus, tidak perlu kerja ad-
ministrasi, penyimpangan kerja alat atau ketidakberesan
dapat segera diketahui, mencegah kerusakan secara
mendadak, memperpanjang usia peralatan.

b. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)


Pemeliharaan jenis ini dilakukan untuk mencegah
agar peralatan tersebut jangan sampai rusak dan tidak
dapat digunakan sementara tengah diperlukan. Dilaku-
kan secara terencana dan terjadwal sejak semula. Pada
pemeliharaan jenis ini, penggantian suku cadang dila-
kukan sebelum betul-betul rusak dan tidak dapat digu-
nakan lagi. Pemeliharaan jenis ini dilakukan sewaktu
peralatan masih dalam keadaan baik. Hal ini harus
dibedakan dari jenis pemeliharaan lain seperti lubrikasi
dan pembersihan yang tujuannya adalah menjaga agar
opersi peralatan dapat berjalan lancar.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 235

Pemeliharaan pencegahan atau perencanaan ter-


jadwal, atau disebut juga pemeliharaan yang dapat di-
perkirakan (predictive maintenance), dapat dibagi men-
jadi dua, yaitu:

a. Inspeksi Terjadwal
Tujuan inspeksi adalah mengidentifikasi
kegagalan yang telah terjadi atau kemungkinan
akan terjadi diwaktu yang akan datang.

b. Penggantian Terjadwal
Hal ini dilakukan atas dasar perkiraan yang
sudah dihitung sebelumnya, berdasarkan statistik
atau petunjuk lainnya.

c. Pemeliharaan Besar (Major Maintenance)


Pemeliharaan besar dilakukan setiap periode ter-
tentu. Periode ini dapat ditentukan berdasarkan waktu
tetap atau berdasarkan masa penggunaannya, misalnya
untuk turbin dilakukan setiap 2 tahun atau setiap 40000
jam dioperasikan. Tujuannya adalah untuk mengemba-
likan peralatan ke kapasitas semula atau setidak-tidak-
nya mendekati kapasitas dan keadaan semula. Misal-
nya, setelah berjalan beberapa waktu lamanya kapasitas
peralatan tinggal 70%, dan dengan pemeliharaan besar
ini kapasitas dipulihkan lagi menjadi, misalnya 95%.
Persiapan untuk pemeliharaan jenis ini biasanya dapat
dilakukan jauh sebelumnya misalnya 1 tahun, 2 tahun,
atau bahkan lebih. Sering disebut juga overhaul, atau
turn around, atau plant stop, atau “turun mesin”.

d. Pemeliharaan Karena Rusak (Break Down Mainte-


nance)
Pemeliharaan jenis ini dilakukan secara terpaksa
karena peralatan rusak secara mendadak biasanya tidak
diantisipasi dahulu, dan terjadi karena berbagai sebab
seperti pemeliharaan besar yang dilakukan sangat ter-
lambat, kurang atau tidak dilakukan pemeliharaan rutin
236 | Manajemen Logistik Kesehatan

atau pencegahan, salah operasi, peralatan dibebani se-


cara berlebihan melebihi kapasitas, dan sebagainya.
Pemeliharaan jenis ini seharusnya dihindari karena akan
merugikan operasi atau produksi perusahaan. Kadang-
ladang jenis pemeliharaan ini disebut pemeliharaan per-
baikan (repair maintenance) karena memang pemeliha-
raan dilakukan untuk memperbaiki yang rusak. Dari
segi sistem, sebetulnya ini tidak dapat dikatakan sebagai
jenis pemeliharaan yang termasuk dalam sistem, tetapi
di luar sistem, pemeliharaan jenis ini apabila terjadi
biasanya akan mendatangkan serangkaian kesulitan
berlanjut. Kesulitan pertama ialah operasi peralatan
harus dihentikan diluar rencana. Ini berpotensi meng-
ganggu pelayanan. Kesulitan kedua adalah kemungki-
nan tidak tersedianya suku cadang dan mekanik untuk
perbaikannya. Kesulitan ketiga adalah biaya dan keru-
gian yang ditimbulkan akan menjadi lebih besar diban-
dingkan dengan apabila dilakukan pemeliharaan sesuai
sistem yang sudah ada: biaya yang besar diperlukan
untuk mendatangkan suku cadang dan mekanik secara
cepat, dan kerugian yang timbul disebabkan oleh ber-
hentinya peralatan dimaksud. Kesulitan berikutnya ada-
lah biasanya pemeliharaan karena rusak akan diikuti
juga oleh jenis pemeliharaan yang sama pula, dalam
frekuensi yang lebih sering, apabila tidak diambil tinda-
kan tegas untuk melakukan kembali pemeliharaan seba-
gaimana seharusnya sesuai dengan sistem dan tata cara
yang sudah ditentukan. Kesulitan lainnya yang timbul
adalah tidak disediakannya anggaran untuk perbaikan
tersebut. Karena perbaikan ini tidak dijadwalkan, maka
juga tidak dianggarkan, sehingga pada waktu terjadi
memang tidak ada anggaran yang tersedia.

e. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)


Ini hampir sama dengan pemeliharaan karena
rusak, hanya saja pemeliharaan ini terpaksa dilakukan
karena alasan tidak dapat diduga sebelumnya, misalnya
terjadi keadaan kahar (force majeur) seperti kebakaran,
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 237

banjir, dan sejenisnya. Persamaan antara pemeliharaan


karena rusak dan pemeliharaan darurat adalah bahwa
keduanya tidak dapat diramalkan dan tidak diperkira-
kan sebelumnya, sedangkan perbedaannya adalah bah-
wa pemeliharaan karena rusak terjadi karena kesalahan
sendiri dan pemeliharaan darurat terjadi karena factor
diluar kekuasaan perusahaan. Untuk dapat melakukan
pemeliharaan ini, peralatan dapat terus berjalan atau
harus dihentikan tergantung dari besarnya kerusakan.
Demikian juga apakah perlu dilakukannya penggantian
suku cadang atau tidak, juga tergantung dari jenis keru-
sakannya. Karena sifatnya darurat, tindakan darurat
yang perlu dilakukan tergantung kritikalitas peralatan
yang tertimpa. Kalau itu menyangkut peralatan yang
vital atau peralatan yang penting, tindakan-tindakan da-
rurat lainnya yang perlu dilakukan di samping melaku-
kan pemeliharaan jenis ini adalah mencarikan anggaran
dari tempat lain, mengadakan suku cadang secara daru-
rat, mencari kontraktor apabila pemeliharaan tidak dapat
dilakukan sendiri. Tentu saja pemeliharaan ini dilaku-
kan setelah dilakukan evaluasi apakah sebagai akibat
dari keadaan darurat tersebut, peralatan yang terkena
secara ekonomis atau teknis masih dapat digunakan.
Apabila tidak, maka tindakan darurat lainnya yang
mungkin diperlukan adalah membeli peralatan baru,
atau menyewa untuk sementara (Eko Indrajit, 2003).
Dari penjelasan di atas menurut Douglas K. Ors-
burn membagi cara pemeliharaan yaitu dari sudut yang
dapat direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan
seperti berikut:

1. Pemeliharaan yang direncanakan:


a. Pemeliharaan rutin;
b. Pemeliharaan pencegahan;
c. Pemeliharaan besar.

2. Pemeliharaan yang tidak direncanakan:


a. Pemeliharaan karena rusak;
238 | Manajemen Logistik Kesehatan

b. Pemeliharaan darurat.

Standarisasi Alat/ Standar Operasional Prosedur (SOP)


Dalam pelaksanaan pemeliharaan hal yang perlu diperhati-
kan ialah standarisasi alat. Barang standar secara umum adalah
barang yang spesifikasi dan dimensinya sesuai dengan ketentuan
yang sudah dikeluarkan oleh badan-badan standarisasi dalam ne-
geri maupun internasional. Sedangkan dalam kaitannya dengan
suatu perusahaan dapat dikatakan bahwa: Barang standar bagi
suatu perusahaan adalah barang yang spesifikasinya dan dimensi
atau ukurannya telah dipilih diantara berbagai spesifikasi dan
dimensi barang-barang tersebut yang tersedia dipasaran yang pa-
ling cocok dan menguntungkan perusahaan. Spesifikasi adalah
keterangan terperinci dari suatu barang, material, ataupun proses
yang cukup banyak yang memungkinkan untuk mengenal dan
membedakan barang yang satu dan barang yang lain. Tanpa spe-
sifikasi yang lengkap menimbulkan ketidaktahuan atau kerugian
bahkan kekeliruan dalam mengidentifikasi suatu barang, baik
dalam proses pemesanan, pencarian, penyimpanan maupun pe-
ngeluaran barang. Standarisasi barang tidak hanya dilakukan
untuk material umum dan suku cadang tetapi dapat juga dilaku-
kan terhadap peralatan.
Bahkan standarisasi suku cadang hanya dapat dilakukan
apabila standarisasi peralatan dapat dilakukan untuk:
a. Jenis peralatan;
b. Tipe peralatan;
c. Kapasitas;
d. Buatan pabrik.

Standar operasional prosedur (SOP) adalah penetapan ter-


tulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana, oleh
siapa, bagaimana cara melakukan, apa saja yang diperlukan, dan
lain-lain yang semuanya itu merupakan prosedur kerja yang ha-
rus ditaati dan dilakukan. Saat ini banyak perusahaan yang tidak
mempunyai standar operasional prosedur (SOP), yang mengaki-
batkan banyak pekerjaan yang tidak terlaksana dengan baik,
yang bersangkutan tidak bertanggung jawab, ada kelalaian kerja,
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 239

kesimpangsiuran, kesalahan, yang mengakibatkan resiko kerugi-


an besar bagi perusahaan/organisasi.
Standar operasional prosedur (SOP) bukan hanya merupa-
kan pedoman prosedur kerja rutin yang harus dilaksanakan, teta-
pi standar operasional prosedur (SOP) juga berfungsi untuk
mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukan, apakah pekerjaan
tersebut telah dikerjakan dengan baik atau tidak, kendala apa
yang dihadapi?, mengapa kendala tersebut terjadi? sehingga kita
dapat mengambil keputusan yang tepat melalui standar operasio-
nal prosedur (SOP).
Agar standar operasional prosedur (SOP) dapat dilaksana-
kan, maka perlu dibuat jabaran standar operasional prosedur
(SOP) secara teknis yang tertuang dalam instruksi kerja dalam
suatu unit kerja, dalam bentuk dokumen dan formulir kerja, serta
records dokumen yang berfungsi sebagai kontrol kerja bahwa
pekerjaan telah dikerjakan dengan baik. Record berguna untuk
analisis data dan peningkatan layanan yang berkesinambungan
(Anonim, 2009).
Untuk itu, setiap perusahaan atau organisasi atau alat saat
ini dituntut untuk mempunyai Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang jelas, karena dengan adanya standar operasional
prosedur (SOP) yang jelas maka akan lebih mengefektifkan dan
mengefisiensikan waktu dan pekerjaan, dimana hal tersebut ber-
hubungan dengan kualitas mutu, dan berimplikasi pada kepuasan
pelanggan atau klien (Anonim, 2009). Tujuan standar operasio-
nal prosedur (SOP):
1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat
kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau
unit kerja.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-
tiap posisi dalam organisasi.
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab
dari petugas/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai
dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan,
duplikasi dan inefisiensi.
240 | Manajemen Logistik Kesehatan

Fungsi standar operasional prosedur (SOP):


a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit
kerja.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan
mudah dilacak.
d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disip-
lin dalam bekerja.
e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Kapan standar operasional prosedur (SOP) diperlu-


kan:
1. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilaku-
kan;
2. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan terse-
but sudah dilakukan dengan baik atau tidak;
3. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada
perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi
lingkungan kerja.

Keuntungan adanya standar operasional prosedur


(SOP):
1. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana,
menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadi-
kan pekerjaan diselesaikan secara konsisten.
2. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam
bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap
pekerjaan.
3. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trai-
nning dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai (Anonim, 2009).

Anggaran atau Biaya Pemeliharaan


Dalam pelaksanaan pemeliharaan diperlukan biaya, per-
masalahannya berapa besar dan berapa penting diperlukan. Bia-
yanya pemeliharaan akan mendapat prioritas yang rendah, ma-
lah diabaikan bila tak cukup wawasan dan manfaat dan perki-
raan biaya yang diperlukan. Kurangnya perencanaan biaya pe-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 241

meliharaan dan perbaikan serta kalibrasi sarana dan alat keseha-


tan menyebabkan penyalahgunaan. Biaya pemeliharaan adalah
sejumlah uang atau anggaran yang dikeluarkan untuk membia-
yai proses pemeliharaan.
Manfaat yang penting diperhatikan bila pemeliharaan dila-
kukan dengan tepat adalah sebagai berikut:
1. Menjamin alat dan sarana siap pakai.
2. Biaya akan lebih murah dibandingkan perbaikan yang ter-
lalu berat.
3. Menunjang mutu keamanan dan kepuasan pasien.

Biaya pemeliharaan penting diperhatikan dalam kaitannya


seperti berikut:
1. Manajemen pemeliharaan secara menyeluruh.
2. Besarnya biaya yang diperlukan.
3. Kapan biaya itu diperlukan.
4. Bagaimana penghematan biaya pemeliharaan.
5. Cara mengukur efektivitas biaya pemeliharaan.

Penting diingat, pemeliharaan sekarang ini bukan merupa-


kan hal yang mudah karena terkait dengan awal perencanaan
pembelian alat. Dalam hal ini pembelian alat diperhatikan (Sa-
barguna, 2004).

3.1 Jenis Biaya Pemeliharaan


Jenis biaya pemeliharaan sangat penting diperhati-
kan, karena sarana pelayanan saat ini sangat sarat dengan
alat-alat kesehatan dan kedokteran dengan teknologi yang
canggih, sebab akan sangat terkait dengan pabrik pembua-
tan alat dan perwakilannya. Jenis biaya pemeliharaan antar
lain:

Tabel 3. Jenis Biaya Pemeliharaan


No Jenis Penjelasan
1 Biaya Biaya yang diperlukan bila pemeli-
kerusakan haraan dilakukan pada alat yang
sudah rusak
242 | Manajemen Logistik Kesehatan

No Jenis Penjelasan
2 Biaya Biaya yang direncanakan, seperti
pemeliharaan ganti pelumas pembersihan, tera
terencana ulang, dan lain-lain

3 Biaya Biaya yang diperlukan dalam rang-


pemeliharaan ka mencegah kerusakan seperti,
pencegahan ganti suku cadang yang aus dan
akan mati
(Sumber: Sabarguna, 2004)

Perilaku atau ciri biaya pemeliharaan antara lain:


a. Biaya pemeliharaan tergantung dengan intensitas
alat atau sarana itu digunakan.
b. Biaya berkaitan dengan umur alat.
c. Biaya terkait dengan ongkos perbaikan yang
berlaku.
d. Biaya yang terkait dengan suku cadang.
e. Biaya terkait dengan perbaikan dilaksanakan oleh
Rumah Sakit atau di luar Rumah Sakit.
f. Biaya terkait ada tidaknya alat cadangan sebagai
pengganti.

Biaya pemeliharaan meliputi: biaya gedung, kenda-


raan, alat medis dan rumah tangga. Biaya pemeliharaan
tersebut dihitung dalam kurun waktu satu tahunan sehing-
ga bisa dijumlahkan dengan nilai investasi untuk mempe-
roleh biaya total (Stefanus, dkk, 2000).

Sumberdaya Manusia

Pengetahuan/Keterampilan Sumber Daya Manusia


DEFINISI sumberdaya manusia oleh Moses Kignun-
du (1989) dalam Gomes 2003 sumber daya manusia ada-
lah pengembangan dan pemanfaatan personil bagi penca-
paian yang efektif mengenai sasaran dan tujuan individu,
organisasi, masyarakat, nasional, dan internasional. Untuk
pemeliharaan alat kesehatan sumber daya manusia yang
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 243

dibutuhkan adalah tenaga elektromedis yang menurut buku


Daftar Rumah Sakit di Indonesia terbitan tahun 1999, serta
buku Pedoman Penyelenggaraan Instalasi Pemeliharaan
Sarana Rumah Sakit tipe kelas A, B dan C, bahwa Insta-
lasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit memerlukan tenaga
teknik Elektromedik tipe kelas A = 11 orang, tipe kelas B
= 9 orang dan tipe kelas C = 4 orang. Sedangkan kondisi
di rumah sakit kita tenaga elektro medis sangatlah kurang.
Fungsi seorang elektromedis adalah:
1. Melakukan perencanaan pemenuhan kebutuhan alat
kesehatan;
2. Melakukan pengadaan alat kesehatan;
3. Melakukan penyimpanan alat kesehatan;
4. Melakukan penempatan alat kesehatan;
5. Melakukan penggunaan alat kesehatan;
6. Melakukan pemeliharaan alat kesehatan dan fasilitas
rumah sakit;
7. Melakukan pengembangan dalam pengelolaan alat
kedokteran dan fasilitas rumah sakit;
8. Melakukan mutasi atau pemindahan;
9. Melakukan pencatatan;
10. Melakukan pertanggungjawaban;
11. Melakukan pengawasan;
12. Melakukan penghapusan.

Dengan kompentensinya adalah:


1. Mengetahui kebutuhan rumah sakit secara umum.
2. Mampu menyusun rencana pengadaan dan analisa alat
kesehatan sesuai spesifikasi teknis.
3. Mampu menyusun spesifikasi, membandingkan dan
menyeleksi kebutuhan alat kesehatan.
4. Mampu melakukan pra instalasi, uji fungsi, uji coba
dan kalibrasi alat kesehatan.
5. Mampu membuat klasifikasi & penyimpanan alat
kesehatan.
6. Mampu menggunakan alat kesehatan sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP) meliputi fungsi,
adjusment dan regulasi.
244 | Manajemen Logistik Kesehatan

7. Mampu membuat prosedur, jadwal dan melaksanakan


pemeliharaan (preventif, korektif) alat kesehatan dan
fasilitas rumah sakit.
8. Mampu melakukan identifikasi pembongkaran dan
pemasangan ulang sesuai prosedur.
9. Mampu membuat dokumentasi alat kesehatan dan
fasilitas rumah sakit.
10. Mampu menyatakan alat kesehatan dan fasilitas ru-
mah sakit siap dan layak pakai sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
a. Mampu menerapkan standar penggunaan, melaku-
kan pengujian pemantauan usia kerja dan evaluasi
tingkat keberhasilan fungsi alat kesehatan dan fasi-
litas rumah sakit serta membuat rekomendasi pe-
ngembangan.
b. Mampu menyatakan alat kesehatan secara teknis
dan ekonomis.

Pendidikan dan Pelatihan


Dalam pemeliharaan alat kesehatan, pelaksanaan
yang handal akan tercapai bila adanya sumber daya manu-
sia yang sesuai dengan bahan yang cukup, alat yang terpe-
lihara serta pelatihan yang relevan. Handal dalam penger-
tian ini adalah mutu dan mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Untuk mewujudkannya diperlukan pelati-
han untuk seluruh personel yang bertanggungjawab pada
operasi dan pemeliharaan peralatan. Pelatihan meliputi
keterampilan perencanaan dan melaksanakan pemelihara-
an peralatan termasuk pemeliharaan kelengkapan data,
perencanaan anggaran, perhitungan biaya, dan sebagainya.
Dukungan pelatihan diperlukan dalam bentuk penyediaan
waktu, perencanaan, bentuk pelatihan, peralatan pelatihan,
infrastruktur dan buku-buku penunjang, termasuk juga
anggaran (Eko Indrajit, 2003).
Contoh penilaian kebutuhan pelatihan yang seharus-
nya dilakukan secara obyektif, antara lain:
a. Sarana dan pendapat petugas;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 245

b. Hasil penilaian dari internal atau eksternal yang berwe-


nang;
c. Penilaian kebutuahan untuk orientasi dan komputer
d. System penilaian kinerja;
e. Inspeksi akreditasi dan survai berijazah;
f. Aktifitas pemonitoran manajemen mutu.

Sumberdaya pendidikan meliputi:


a. Peragaman pendidikan di dalam Rumah Sakit, biasanya
adalah alat baru, cara baru, atau obat baru.
b. Program intensif, diusulkan dengan instrument dan
pelatih tertentu.
c. Konferensi atau seminar, biasanya berkaitan dengan
topik dan profesi tertentu.
d. Pelatihan di kampus, disesuaikan dengan perkemba-
ngan ilmu terbaru (Sabarguna, 2004).
Beberapa Metoda Pelatihan:

a. Metoda di luar pekerjaan (off the job side)


Pada metoda ini pegawai yang mengikuti pendi-
dikan atau pelatihan keluar sementara dari pekerjaan-
nya, mengikuti pendidikan dan pelatihan secara inten-
sif. Metoda ini terdiri dari 2 teknik, yaitu:

1) Teknis presentasi informasi, yaitu menyampaikan


informasi yang tujuannya mengintroduksikan penge-
tahuan, sikap dan keterampilan baru kepada peserta.
Antara lain melalui; ceramah biasa, teknik diskusi,
teknik pemodelan perilaku (behavioral modelling),
model kelompok T, yaitu mengirim pekerja ke orga-
nisasi yang lebih maju untuk mempelajari teori dan
mempraktekkannya.

2) Teknik simulasi. Simulasi adalah meniru perilaku


tertentu sedemikian rupa sehingga peserta pendidi-
kan dan latihan dapat merealisasikan seperti keadaan
sebenarnya. Teknik ini seperti; simulator alat-alat
kesehatan, studi kasus (case study), permainan peran
246 | Manajemen Logistik Kesehatan

(role playing), dan teknik dalam keranjang (in bas-


ket), yaitu dengan cara memberikan bermacam-ma-
cam masalah dan peserta diminta untuk memecah-
kan masalah tersebut sesuai dengan teori dan penga-
lamannya (Zainun, 2001).

b. Metoda di dalam pekerjaan (on the job side)


Pelatihan ini berbentuk penugasan pekerja baru,
yang dibimbing oleh pegawai yang berpengalaman atau
senior. Pekerja yang senior yang bertugas membimbing
pekerja baru diharapkan memperlihatkan contoh-contoh
pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan
suatu pekerjaan yang jelas (Zainun, 2001).
Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk me-
ngembangkan sumber daya manusia menjadi sumber
daya manusia yang handal dan mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapi, karena itu seluruh personel
yang bertanggungjawab pada operasi dan pemeliharaan
harus selalu diikutkan (Eko Indrajit, 2003). Pelatihan
dan pendidikan yang diikuti oleh operator alat dan tena-
ga teknisi dilakukan secara berkesinambungan untuk
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam pe-
rencanaan, pelaksanaan pemeliharaan dan pemanfaatan
alat (Hamsi Alfian, 2004). Hal ini juga sesuai dengan
pendapat dari Munandar (2001) yaitu usaha pelatihan
diperlukan secara terus-menerus supaya para tenaga
kerja dapat mengikuti perkembangan terakhir dalam
bidang kerja mereka masing-masing.

Pemanfaatan Alat Kesehatan di Rumah Sakit


Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjub-
kan di bidang ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan
teknologi kedokteran serta kesehatan. Terobosan penting dalam
bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan yang sa-
ngat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit
termasuk penyakit-penyakit yang menjadi lebih penting secara
epidiomologis sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di
segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 247

masyarakat (Mujtahid, 2008). Teknologi adalah pengembangan


dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong
manusia menyelesaikan masalahnya (Dally, 2008). Rumah sakit
sebagai tempat penyedia pelayanan kesehatan perlu memanfaat-
kan teknologi berupa alat kesehatan untuk mengoptimalkan
pelayanan mereka, karena tanpa adanya teknologi canggih, maka
mereka akan tertinggal dalam kompetisi yang ketat dalam me-
nyediakan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. Hal ini
tanpa disadari dapat mendorong rumah sakit untuk memaksi-
malkan pengadaan dan pemanfaatan teknologi. Dorongan untuk
memanfaatkan teknologi canggih ini juga merupakan daya tarik
khusus untuk peningkatan demand tehadap pemeriksaan dengan
menggunakan alat canggih. Namun ada beberapa rumah sakit
yang tidak memanfaatkan teknologi yang ada karena beberapa
kendala yaitu kurangnya tenaga pelaksana yang pada gilirannya
akan menyebabkan pemanfaatan teknologi yang kurang atau
tidak tepat, dan penambahan biaya layanan. Hal ini juga yang
menyebabkan beberapa rumah sakit tidak menggunakan semua
peralatan atau fasilitas yang ada (Mujtahid, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2009. Manajemen Pemeliharaan. http:// manajemen-


pemeliharaan/ [17 Juni 2010]
Anonim. 2009. Pengertian Standar Operasional Prosedur.
http://ariefraf.wordpress.com/[ 16 Maret 2010].
Corder A.S. 1996. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga.
Jakarta
Dally Ash. 2008. Pengertian Teknologi. http://lautanaksara.
wordpress.com [16 Maret 2010].
Eko Indrajit,dkk.2003. Manajemen Persediaan Barang Umum
Dan Suku Cadang Untik Keperluan Pemeliharaan, Per-
baikan Dan Operasi.Grasindo.Jakarta.
Hamsi Alfian. 2004. Manajemen Pemeliharaan Pabrik. http://
www.library.usu.ac.id [10 Desember 2010].
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Orga-
nisasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
248 | Manajemen Logistik Kesehatan

Mujtahid. 2008. Pemanfaatan Radio Isotop Di Bidang Kedok-


teran. http://mujtahid-alfajri.blogspot.com [14 Maret
2010].
Muninjaya, A,A,Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Sabarguna boy. 2004. Manajemen Keuangan Rumah Sakit.
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jawa Tengah. Yogya-
karta.
____ . 2004. Manajemen Operasional Rumah Sakit. Konsorsi-
um Rumah Sakit Islam Jawah Tengah. Yogyakarta.
____ . 2007. Sistem Bantu Keputusan Untuk Fasilitas Rumah
Sakit. Seagung Seto. Jakarta.
Setiono Heri. 2009. Total Productive Maintenance. http://
manajemen@egroups.com [ 09 Juni 2010].
Subagya M S. 1994. Manajemen Logistik. PT Gunung Agung.
Jakarta.
Tunggal, A. W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
BAB 8

INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tem-


pat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan ada-
lah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kese-
hatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (pro-
motif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksa-
nakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Di
Indonesia, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan
untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama upaya
pemulihan dan penyembuhan, sebab rumah sakit mempunyai
fungsi utama penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan bagi penderita; yang berarti bahwa
pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat
tinggal hanya bersifat spesialistik, sedangkan pelayanan yang
bersifat nonspesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan di
Puskesmas. (Siregar, Charles J.P; 2003)
Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan
keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menu-
rut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah me-
laksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeli-
haraan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1992)
Rumah sakit dapat dianggap sebagai kota dalam kota.
Dalam rumah sakit terdapat segala fasilitas dan kegiatan seperti
yang terdapat dalam kegiatan suatu kota, misalnya hotel yang
249
250 | Manajemen Logistik Kesehatan

dimanifestasikan oleh akomodasi kamar/ruang bagi penderita;


asrama bagi siswa/mahasiswa perawat, residen dan dokter jaga;
sekolah untuk pelatihan perawat, teknisi, ahli gizi,; instalasi far-
masi rumah sakit; kantin/restoran; binatu; pelayanan kerumah-
tanggaan; rekayasa; pembangkit listrik; kantor pos; sistem
komunikasi internal dan eksternal yang padat; bank; bank darah;
bagian hubungan masyarakat; bagian keamanan dan sebagainya.
(Siregar, Charles J.P; 2003.)
Walaupun Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah
satu dari banyak bagian dari rumah sakit, ia mempunyai penga-
ruh yang sangat besar pada perkembangan professional rumah
sakit dan juga terhadap ekonomi dan biaya operasional total
rumah sakit, disebabkan hubungan timbal baliknya dengan dan
saling tergantungnya pelayanan-pelayanan lain pada instalasi
farmasi rumah sakit. Pelayanan kefarmasian termasuk pelayanan
utama di rumah sakit, sebab hampir seluruh pelayanan yang
diberikan pada penderita di rumah sakit berintervensi dengan
sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan. (Siregar, Charles
J.P; 2003)

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

1. Tugas Rumah Sakit


Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan
keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 983/Menkes/
SK/XI/1992, tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya pening-
katan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.

2. Fungsi Rumah Sakit


Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai
berbagai fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,
pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pen-
didikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; serta
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 251

administrasi umum dan keuangan. Ada empat fungsi dasar


rumah sakit yaitu:

1. Pelayanan Penderita
Pelayanan penderita yang langsung di runah sakit
terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi, dan pela-
yanan keperawatan. Disamping itu, untuk mendukung pe-
layanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan
berbagai jenis laboratorium.

2. Pendidikan dan Pelatihan


Pendidikan dan pelatihan merupakan fungsi penting
dari rumah sakit modern. Pendidikan sebagai suatu fungsi
rumah sakit terdiri atas dua bentuk utama yaitu:
a. Pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan, yang men-
cakup dokter, apoteker, perawat, pekerja sosial pelayan
medis, personel rekaman medik, ahli gizi, teknisi sinar
X, dan laboratorium; teknologi medik; terapi pernapa-
san; terapi fisik; dan okupasional; dan administrator
rumah sakit.
b. Pendidikan dan/ atau pelatihan penderita, merupakan
suatu fungsi rumah sakit yang penting dalam suatu ling-
kup yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal ini men-
cakup pendidikan umum bagi anak-anak yang terikat
pada hospitalisasi jangka panjang; pendidikan khusus
dalam bidang rehabilitasi-psikiatri; sosial; fisik dan
okupasional; pendidikan khusus dalam perawatan kese-
hatan, misalnya mendidik penderita disbetes atau pen-
derita kelainan jantung untuk merawat penyakitnya.
Pendidikan tentang obat sangat penting diberikan kepa-
da penderita untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah
penyalahgunaan obat dan salah penggunaan obat, dan
untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal dengan
penggunaan obat yang sesuai dan tepat.

3. Penelitian
Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu
fungsi vital untuk dua maksud utama, yaitu memajukan
252 | Manajemen Logistik Kesehatan

pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan atau


perbaikan pelayanan rumah sakit.

4. Kesehatan Masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit keempat yang
relative baru ini ialah membantu komunitas dalam mengu-
rangi timbulnya kesakitan (illness) dan meningkatkan ke-
sehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan ma-
syarakat adalah hubungan kerja yang erat dari rumah sakit
yang mempunyai bagian kesehatan masyarakat untuk
penyakit menular; partisipasi dalam program deteksi pe-
nyakit; seperti tuberkolosis, diabetes, hipertensi dan kan-
ker; partisipasi dalam program inokulasi masyarakat,
seperti terhadap influenza dan poliomyelitis, serta partisi-
pasi bagian pelayanan ambulatory dalam pendidikan prak-
tik kesehatan rutin yang lebih baik dan lain-lain. Apoteker
rumah sakit mempunyai peluang memberi kontribusi pada
fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi kesehatan,
pelayanan pada penderita rawat jalan dan dengan memberi
konseling tentang penggunaan obat yang aman, dan tinda-
kan pencegahan keracunan. (Siregar, Charles J.P; 2003).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan,
pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit.
Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang
dilakukan di suatu rumah sakit. Jadi, instalasi farmasi rumah
sakit (IFRS) adalah suatu bagian/ unit/ devisi atau fasilitas di
rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu
sendiri. Instalasi rumah sakit adalah satu-satunya bagian atau
devisi di rumah sakit yang bertanggungjawab penuh atas penge-
lolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lain yang beredar dan digunakan di rumah sakit. Mulai
dari perencanaan, pemilihan, penetapan spesifikasi, pangadaan,
pengendalian mutu, penyimpanan, serta dispensing, distribusi
bagi penderita, pemantauan efek, pemberian informasi, dan se-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 253

bagainya, semuanya adalah tugas, fungsi, serta tanggung jawab


instalasi farmasi rumah sakit. (Siregar, Charles J.P; 2003).

Obat
Obat adalah senyawa kimia yang tersusun dari unsur atau
senyawa yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan yang
berkhasiat dalam penyembuhan atau terapi suatu penyakit (Moh
Anief, 1995) yang Obat-obat yang terdaftar dalam formularium
rumah sakit program Askeskin tahun 2007 adalah sebagai beri-
kut:

1. Analgesik, antipiretik, antiinflamasi nonsteroid, antipiral:


a. Analgesik narkotik terdiri dari fentanil, kodein, morfin,
petidin, sufentanil;
b. Analgesik non-narkotik terdiri dari asam asetilsalisilat,
asam mefenamat, fenilbutasol, ibuprofen, indometasin,
kalium diklofenak, ketoprofen, ketorolak, maloxicam, me-
tampiron, natrium diklofenak, piroksikam, tramadol;
c. Antipiral yaitu allopurinol.

2. Anestetik
a. Anestetik lokal yaitu etil klorida;
b. Anestetik umum dan oksigen yaitu katemin;
c. Prosedur perioporatif, obat untuk terdiri dari atropine,
diazepam, morfin.

3. Antialergi dan obat untuk Anafilaksis


a. Cetirizine;
b. Difenhidramin;
c. Epinefrin (adrenalin);
d. Klorofeniramin;
e. Loratadine.

4. Antidot dan obat lain untuk keracunan


1. Khusus: atropine, kalsium glukonat, natrium bikarbonat,
natrium tiosulfat;
2. Umum: magnesium sulfat.
254 | Manajemen Logistik Kesehatan

5. Antiepilepsi-antikonvulsi
1. Diazepam;
2. Fenitoin;
3. Fenobarbital;
4. Karbamazepin;
5. Magnesium sulfat;
6. Valproat.

6. Antiinfeksi
1) Antelmintik terdiri dari:
Antelmintik intestinal (albendazol), antifilaria (dietilkar-
bamazin), antisistosoma (prazikuantel).
2) SAntibakteri terdiri dari:
Beta laktam (amoksisilin trihidrat, ampisilin, dikloksasi-
lin, fenoksimetil penisilin/penisilin V, prokain benzilpe-
nisilin, sefadroksil, sefaleksin, sefazolin, sefiksim, sefo-
taksim, seftazidim, seftriakson, sefuroksim), antibakteri
lain (tetrasiklin/doksisiklin, kloramfenikol/tiamfenikol,
kontrimoksazol DOEN I, kontimoksazol DOEN II, kon-
trimoksazol suspensi, sulfadiazine, sulfametoksazol, tri-
metoprim, aritromisin, linkomisin, spiramisin, aminogli-
kosida, levofloksasin, ofloksasin, siprofloksasin, sulfasa-
lazin, metronidazol).
3) Antiinfeksi khusus terdiri dari:
antilepra (dapzon, klofazimin, rifampisin), antituberkulo-
sis (asoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, strep-
tomisin), antiseptic saluran kemih (kontrimolsazol DOEN
I, nitrofurantoin, trimetoprim).
4) Antifungi terdiri dari flukonazol, griseofulfin, itrakona-
zole, nistatin.
5) Antiprotozoa terdiri dari: antiamuba dan antigiardiasis
(metronidazol), antimalaria untuk pencegahan klorokuin,
untuk pengobatan malaria (antimalaria doen, artemether,
artesunate, klorokuin, amodiakuin, kuinin, primakuin).
6) Antivirus terdiri dari: Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (lamivudin, zidovudin), Non-Nukleoside Re-
verse Transcriptase Inhibitor (nevirapin), antiherpes
(asiklovir).
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 255

7. Antimigren terdiri dari


Profilaksis (dihidroergotamin), serangan akut (ergotamine
kofein, ergotamine tartrat), lain-lain (piracetam).
8. Antineoplastik, imunosupresan dan obat untuk terapi paliatif
terdiri dari:
Antihormon (tamoksifen, testosterone), imunosupre-
san (azatioprin, siklosporin), sitotoksik (asparaginase, bleo-
misin, doksorubisin, etoposid, kalsium folinat, levamisol,
merkaptopurin, metotreksat, siklofosfamid, sisplatin, vin-
blastin, vinkristin), terapi paliatif (morfin).
9. Antiparkinson terdiri dari antiperkinson DOEN dan triheksi-
fenidil.
10. Darah, obat yang mempengaruhi terdiri dari antianemi (asam
folat, besi II sulfat 7H2O, sianokobalamin/ vitamin B12),
koagulasi, obat yang mempengaruhi yaitu fitomenadion/
vitamin K dan heparin, Na.
11. Produk darah dan pengganti plasma terdiri dari pengganti
plasma dan plasma ekspander (dekstran 70, hydroxyl ethyl
starch).
12. Disinfektan dan antiseptic terdiri dari antiseptic (povidon
iodida) dan disinfektan (etakridin/rivanol).
13. Gigi dan mulut, obat dan bahan untuk terdiri dari:
a. Gigi dan mulut, obat untuk, terdiri dari etil klorida, flour,
gentian violet, kalsium hidroksida, klorfenol kamfer
menthol, lidokain.
b. Gigi dan mulut, bahan untuk, terdiri dari temporary stop-
ping fletcher, serbuk dan cairan, pasta devitalisasi (non
arsen) dan semen seng fosfat.
14. Diuretik terdiri dari amilorida, furosemida, manitol dan
spironolakton.
15. Hormon, obat endokrin lain dan kontraseptik terdiri dari
a. Hormone antidiuretik.
b. Antidiabetes terdiri dari antidiabetes oral (glibenklamida,
glimepiride, gliquidone, metformin dan glipizid) dan
antidiabetes parental.
c. Hormone kelamin dan obat yang mempengaruhi fertilitas
yang terdiri dari estrogen (bromocriptine), progestogen
256 | Manajemen Logistik Kesehatan

(noretisteron), kontraseptik (oral, parental dan implan)


dan inductor ovulasi (klomifen).
d. Hormone tiroid dan antitiroid terdiri dari larutan lugol,
natrium tiroksin dan propiltiourasil.
e. Kartikosteroid terdiri dari deksametason, metal predniso-
lon dan prednison.

16. Obat Kardiovaskuler


a. Antiangina terdiri dari atenolol, diltiazem HCL, isosor-
bid dinitrat dan propranolol.
b. Antiaritmia terdiri dari disopiramida, epinefrin (adrena-
lin), kuinidin, lidokain, lisinopril dan propanolol.
c. Antihipertensi terdiri dari atenolol, bisoprolol, hidroklo-
rotiazida, kaptopril, klonidin, lisinopril, metildopa, nife-
dipin, ramipril, reserpin.
d. Antitrombotik terdiri dari asam asetilsalisilat (asetosal)
e. Trombolitik yaitu pentoksifilin.
f. Gagal jantung, obat, terdiri dari digoksin, furosemida,
dan kaptopril.
g. Syok, obat untuk syok kardiogenik yaitu epinefrin
(adrenalin).
h. Antihiperlipidemia terdiri dari gemfobrozil, pravastatin
dan simvastatin.

17. Kulit, obat topical untuk


a. Antiakne yaitu lotion kummerfeldi;
b. Antibakteri terdiri dari antibakteri DOEN, basitrasin,
framisetin, gentian violet larutan 1%, natrium fusidat,
oksitetrasiklin Hcl;
c. Antifungi terdiri dari antifungi DOEN, clobetazol dan
gentian violet;
d. Antiinflamasi dan antipruritik terdiri dari betametason,
hidrokortison;
e. Antiskabies dan antipedikulosis terdiri dari gameksan
dan saleb 2-4 kombinasi asam salisilat 2% dan belerang
endapan 4 %;
f. Keratolitik dan keratoplastik terdiri dari asam salisilat
dan urea;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 257

g. Lain-lain yaitu bedak salisil, liquor carbonis detergent


dan liquor faberi.

18. Larutan dialisis peritoneal yaitu dialisa peritoneal DOEN

19. Larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain


a. Oral yaitu garam oralit II, kalium klorida dan natrium
bikarbonat;
b. Parenteral terdiri dari glukosa, kalsium glukonat, larutan
nutrisi DOEN IV kombinasi, larutan nutrisi DOEN V
kombinasi, larutan nutrisi VI kombinasi, natrium bikar-
bonat, natrium klorida dan ringer laktat;
c. Lain-lain.

20. Mata, obat untuk


a. Sistemik terdiri dari asetazolamida, manitol dan retinol
(vit. A);
b. Topical terdiri dari anestetik local (tetrakain), antimikro-
ba (amfoterisin, gentamisin, idoksurudin, oksitektrasik-
lin, sulfasetamid, kloramfenikol), midriatik (atropine,
homatropin, natrium fluoresein dan tropikamida), miotik
dan antiglaukoma (pilokarpin dan timolol) dan lain-lain
(metilselulosa).

21. Oksitosik dan relaksan uterus terdiri dari oksitosik (metiler-


gometril dan oksitoksin) dan relaksan uterus (magnesium
sulfat).

22. Psikofarmaka
a. Antiansietas dan antiinsomnia terdiri dari alprazolam,
clobazam, diazepam;
b. Antidepresi dan antimania yaitu amitriptilin;
c. Antiobsesi kompulsi yaitu klomipramin;
d. Antipsikosis terdiri dari flufenazin, haloperidol, klorpro-
mazin, perfenazin, risperidon dan trifluoperazin.
258 | Manajemen Logistik Kesehatan

23. Saluran cerna, obat untuk


a. Antasida dan antiulkus terdiri dari antasida DOEN I,
famotidine, lanzoprazole, omeprazole, ranitidine, simeti-
din;
b. Antiemetik terdiri dari betahistine mesilat, dimenhidri-
nat, klorpromazin, loperamid, metoklopramid;
c. Antihemoroid;
d. Antispasmodic terdiri dari atropine, cisapride, domperi-
don, ekstra beladon, hyoscine-N-butil bromide, papave-
rin.
e. Diare, obat untuk,yaitu garam oralit II;
f. Katartik terdiri dari bisakodil dan gliserin;
g. Sterilisasi usus, obat untuk yaitu neomisin;
h. Antiinflamasi, obat untuk, yaitu sulfasalazine.

24. Saluran napas, obat untuk


a. Antiasma terdiri dari aminofilin, deksametason, efedrin,
epinefrin, salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin;
b. Antitusif terdiri dari dekstrometorfan, prometazin,
kodein;
c. Ekspetoran terdiri dari ambroxol, bromheksin, obat batuk
hitam.

25. Sistem imun, obat yang mempengaruhi yaitu serum dan im-
munoglobulin (serum anti bisa luar, serum antitetanus),
vaksin (vaksin BCG, campak, polio, rabies vero untuk ma-
nusia, DP, DPT, vaksin jerap tetanus).

26. Telinga, hidung dan tenggorokan, obat untuk, terdiri dari


antibakteri yaitu kloramfenikol dan lain-lain (fenol gliserol,
karbogliserin, oksimetasolin).

27. Vitamin dan mineral terdiri dari Vit.C, besi, iodium, kalsium
glukonat, kalsium karbonat, kalsium laktat, Vit.B6, Vit.A,
tiamin dan vitamin B kompleks.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 259

Pasien Rawat Inap


Rumah sakit memberikan dua jenis dasar pelayanan kepa-
da penderita yang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Pelayanan yang diberikan kepada penderita sakit yang secara
fisik tinggal di ruang perawatan rumah sakit, disebut pelaya-
nan penderita rawat tinggal.
2. Pelayanan yang diberikan kepada penderita sakit yang datang
ke rumah sakit, yang tidak memerlukan tinggal di ruang pera-
watan rumah sakit disebut pelayanan penderita rawat jalan.
Penderita rawat jalan termasuk penderita ambulatory, yaitu
penderita yang tidak memerlukan tempat tidur di rumah sakit.
Singkatnya, penderita ambulatory adalah penderita yang non-
institusional, yang bertanggung jawab untuk memperoleh,
menyimpan dan mengkonsumsi sendiri obatnya. Ia adalah
atau tidak merupakan penderita rawat jalan, tergantung tem-
pat ia menerima pengobatan.

Dalam perawatan penderita rawat tinggal di rumah sakit


ada lima unsur tahap pelayanan yaitu:
1. Perawatan intensif, adalah perawatan bagi penderita ke-
sakitan hebat yang memerlukan pelayanan khusus sela-
ma waktu kritis kesakitannya atau lukanya, suatu kondisi
apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhannya sendi-
ri. Ia dirawat dalam ruang perawatan intensif oleh staf
medik dan perawat khusus.
2. Perawatan intermediet, adalah perawatan bagi penderita
setelah kondisi kritis membaik, yang dipindahkan dari
ruang perawatan intensif ke ruang perawatan biasa. Pera-
watan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis
perawatan di kebanyakan rumah sakit.
3. Perawatan swarawat, adalah perawatan yang dilakukan
penderita yang dapat merawat diri sendiri, yang datang
ke rumah sakit untuk maksud diagnostic saja atau pende-
rita yang kesehatannya sudah cukup pulih dari kesakitan
intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit
perawatan sendiri (self-care unit).
4. Perawatan kronis, adalah perawatan penderita dengan
kesakitan atau ketidak mampuan jasmani jangka panjang.
260 | Manajemen Logistik Kesehatan

Mereka dapat tinggal dalam bagian terpisah rumah sakit


atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah pe-
rawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.
5. Perawatan rumah, adalah perawatan penderita di rumah
yang dapat menerima layanan seperti biasa tersedia di
rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah paling penting,
tetapi sangat sedikit diterapkan. Perawatan ini lebih mu-
dah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara
psikologis.

Order Obat untuk Penderita Rawat Tinggal

1. Order Rutin
Order obat dokter yang ditulis pada lembaran order
obat adalah suatu resep yang sah. Lembaran order obat yang
dapat dibaca dikirim ke Instalasi farmasi Rumah Sakit dan
harus memuat informasi sebagai berikut:
1. Informasi nama dan alamat pasien rawat tinggal;
2. Nama unit perawatan;
3. Nama dan kekuatan obat;
4. Petunjuk penggunaan;
5. Rute pemberian;
6. Tanda tangan dokter penulis;
7. Tanggal dan waktu order ditulis.

2. Order Obat Intravena


Order untuk obat intravena wajib ditulis dengan cara
yang sama dengan order obat rutin, mencakup informasi tam-
bahan sebagai berikut:
1. Kuantitas yang tepat obat yang akan ditambah (dimasuk-
kan);
2. Volume yang tepat dan nama larutan infuse;
3. Petunjuk khusus untuk pemberian seperti tetesan intrave-
na, intravena bolus (intravena cepat);
4. Waktu tertentu menggantung larutan infus dan kecepatan
tetesan;
5. Petunjuk khusus untuk meneruskan atau penghentian obat
intravena.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 261

3. Nutrisi Parenteral Lengkap (NPL)


Bertujuan untuk menyajikan nutrisi yang terdiri atas
asam amino esensial, karbohidrat, dan elektrolit bagi penderi-
ta yang tidak mampu mengunyah, mencerna, atau mengab-
sorbsi makanan yang diberikan melalui mulut. Karena larutan
baku hiperalimentasi harus selalu dibuat segar, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit harus bertanggung jawab menyediakan
larutan tersebut.
1. Campuran NPL hanya boleh ditulis oleh dokter tetap, ber-
sama-sama ahli diet/ gizi melalui konsultasi;
2. Order tertulis harus dikirim ke Instalasi Farmasi Rumah
Sakit untuk diferifikasi termasuk larutan dasar dan semua
bahan tambahan (additives);
3. Mengikuti order semula, order yang berikut harus dipasti-
kan tiap pagi dan direkam pada kartu penderita tertentu;
4. Persediaan 24 jam diorder dokter tiap pagi;
5. Hanya elektrolit dan vitamin yang boleh ditambahkan pada
larutan hiperalimentasi itu.

Jenis Sistem Distribusi Obat untuk Pasien Rawat Tinggal


Pada dasarnya ada beberapa jenis sistem distribusi obat
untuk penderita rawat tinggal yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individu sentralisasi dan/atau
desentralisasi;
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang;
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dan perse-
diaan di ruang/sentralisasi/desentralisasi;
4. Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasi/desentralisasi.

Persyaratan Sistem Distribusi Obat untuk Pasien Rawat


Tinggal
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat
tergantung pada desain sistem dan pengelolaan yang baik. Suatu
sistem distribusi obat yang didesain dan dikelola baik harus da-
pat mencapai berbagai hal sebagai berikut:
1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara;
2. Mutu dan kondisi obat/sediaan obat tetap stabil dalam selu-
ruh proses distribusi;
262 | Manajemen Logistik Kesehatan

3. Kesalahan obat minimal dan memberi keamanan maksi-


mum pada penderita;
4. Obat yang rusak kadaluarsa sangat minimal;
5. Efisiensi dalam penggunaan sumber terutama dalam perso-
nel;
6. Pencurian dan atau waktu hilang dapat minimal;
7. Instalasi farmasi rumah sakit mempunyai akses dalam se-
mua tahap proses distribusi untuk pengendalian, pementau-
an, dan penerapan pelayanan farmasi klinik;
8. Terjadinya interaksi professional dokter-apoteker-penderita-
perawat;
9. Pemborosan dan penyalahgunaan obat minimal;
10. Harga terkendali;
11. Peningkatan penggunaan obat rasional.
(Siregar, Charles J.P; 2003.)

Fungsi Manajemen Logistik Rumah Sakit


Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus
kegiatan logistik sebagai berikut (Mustiksari: 2007):

Gambar 24. Siklus Logistik


Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 263

Setiap fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu


dengan yang lain. Untuk itu akan dibahas satu persatu fungsi
logistik tersebut.

Fungsi Perencanaan
Pengertian umum adalah proses untuk merumuskan sasa-
ran dan menentukan langkah yang harus dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan secara khu-
sus perencanan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik
yang pelaksanaannya dilakukan oleh semua calon pemakai (user)
kemudian diajukan sesuai dengan alur yang berlaku di setiap
organisasi (Mustikasari: 2007). Subagya menyatakan perencana-
an adalah hasil rangkuman dari kaitan tugas pokok, gagasan,
pengetahuan, pengalaman dan keadaan atau lingkungan yang
merupakan cara terencana dalam memuat keinginan dan usaha
merumuskan dasar dan pedoman tindakan.
Pengelolaan logistik cenderung semakin kompleks dalam
pelaksanannya sehingga akan sangat sulit dalam pengendalian
apabila tidak didasari oleh perencanaan yang baik. Perencanaan
yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan re-
porting yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik untuk
tindakan pengandalian terhadap devisi yang terjadi.
Suatu rencana harus didukung oleh semua pihak, rencana
yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan bahkan
sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya.
Dibawah ini akan dilukiskan bagan kerjasama antara pimpinan,
perencana, pelaksana dan pengawas (Subagya: 1994).
264 | Manajemen Logistik Kesehatan

Gambar 25. Kerjasama antara Pimpinan, Perencana, Pelaksana


dan Pengawas

Dalam suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan


sampai dengan pencapaian tujuan (sasaran) diperlukan kerjasa-
ma yang terus menerus antara pimpinan/staf, perencana, pelak-
sana dan pengawas dengan masing-masing kegiatan yang dila-
kukan sesuai dengan uraian tugas masing-masing. Seluruh ke-
giatan diarahkan pada pencapaian tujuan (untuk mencapai sasa-
ran) organisasi.
Perencanaan dapat dibagi kedalam periode sebagai
berikut:
a. Rencana jangka panjang (Long range);
b. Rencana jangka menengah (Mid range);
c. Rencana jangka pendek (Short range).

Periodisasi dalam suatu perencanaan sekaligus merupakan


usaha penentuan skala perioritas secara menyeluruh dan berguna
untuk usaha tindak lanjut yang terperinci. Melalui fungsi peren-
canaan dan penentuan kebutuhan ini akan menghasilkan antara
lain:
a. Rencana Pembelian;
b. Rencana Rehabilitasi;
c. Rencana Dislokasi;
d. Rencana Sewa;
e. Rencana Pembuatan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 265

Dalam tahapan perencanaan logistik pada umumnya dapat


menjawab dan menyimpulkan pernyataan sebagai berikut:
a. Apakah yang di butuhkan (what) untuk menentukan jenis
barang yang tepat;
b. Berapa yang di butuhkan (how much, how many) untuk
menentukan jumlah yang tepat;
c. Bilamana dibutuhkan (when) untuk menentukan waktu
yang tepat;
d. Di mana dibutuhkan (where) untuk menentukan tempat
yang tepat;
e. Siapa yang mengurus atau siapa yang menggunakan (who)
untuk menentukan orang atau unit yang tepat;
f. Bagaimana diselenggarakan (how) untuk menentukan pro-
ses yang tepat;
g. Mengapa dibutuhkan (why) untuk memeriksa apakah
keputusan yang diambil sudah tepat.

Fungsi Penganggaran
Penganggaran (budgetting), adalah semua kegiatan dan
usaha untuk merumuskan perincian penentu kebutuhan dalam
suatu skala tertentu/skala standar yaitu skala mata uang dan
jumlah biaya (Subagya & Mustikasari).
Dalam fungsi penganggaran, semua rencana dari fungsi
perencanaan dan penentu kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk
disesuaikan dengan besarnya biaya dari dana yang tersedia.
Dengan mengetahui hambatan dan keterbatasan yang dikaji se-
cara seksama maka anggaran tersebut merupakan anggaran yang
dapat dipercaya.
Apabila semua perencanaan dan penentu kebutuhan telah
diperiksa berulang kali dan diketahui untung ruginya serta telah
diolah dalam rencana biaya keseluruhan, maka penyediaan dana
tersebut tidak boleh diganggu lagi, kecuali dalam keadaan terp-
aksa.
Pengaturan keuangan yang jelas, sederhan dan tidak rumit
akan sangat membantu kegiatan. Dalam menyusun anggaran ter-
dapat beberapa hal yang harus di perhatikan antara lain adalah:
a. Peraturan terkait;
b. Pertimbangan politik, sosial, ekonomi dan tehnologi;
266 | Manajemen Logistik Kesehatan

c. Beberapa hal yang berhubungan dengan anggaran;


d. Pengaturan anggaran seperti: sumber biaya pendapatan
sampai dengan pegaturan logistik.

Sumber anggaran di suatu rumah sakit beragam, tergan-


tung pada institusi yang ada apakah milik pemerintah atau swas-
ta. Pada Rumah sakit Pemerintah, sumber anggaran dapat bera-
sal dari Dana Subsidi (Bappenas, Depkes, Pemda) dan dari
penerimaan rumah sakit. Sedangkan pada rumah sakit swasta
sumber anggaran berasal dari Dana Subsidi (Yayasan dan Dona-
tur), Penerimaan rumah sakit dan Dana dari pihak ketiga (Musti-
kasari).
Alokasi anggaran logistik Rumah Sakit 40 %-50 % dalam
bentuk obat dan bahan farmasi, alat tulis kantor, cetakan, alat
rumah tangga, bahan makanan, alat kebersihan dan suku cadang.

Fungsi Pengadaan
Pengadaan adalah semua kegiataan dan usaha untuk me-
nambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan
peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadi-
nya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha
untuk tetap mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batas
efisiensi. (Subagya: 1994). Sedangkan Mustikasari berpendapat
fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasi atau
mewujudkan kebutuhan yang telah direncanakan atau telah
disetujui sebelumnya.
Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembe-
lian tetapi didasarkan dengan pilihan berbagai alternatif yang
paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi. Cara yang
dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah:
1. Pembelian;
2. Penyewaan;
3. Peminjaman;
4. Pemberian (hibah);
5. Penukaran;
6. Pembuatan;
7. Perbaikan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 267

Proses pengadan peralatan dan perlengkapan pada umum-


nya dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan dan penentuan kebutuhan;
b. Penyususnan dokumen tender;
c. Pengiklanan/penyampaian uandangan lelang;
d. Pemasukan dan pembukuan penawaran;
e. Evaluasi penawaran;
f. Pengusulan dan penentuan pemenang;
g. Masa sanggah;
h. Penunjukan pemenang;
i. Pengaturan kontrak;
j. Pelaksanaan kontrak.

Mengingat fungsi pengadaan adalah fungsi teknis yang


menyangkut pihak luar maka pengendalian fungsi pengadaan
perlu mendapatkan perhatian. Pengendalian dilaksanakan dari
awal kegiatan sampai dengan pemeliharaan. Kebijakan pemerin-
tah yang mengatur tentang pengadaan barang adalah Keppres
No. 80 tahun 2003.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada fungsi penga-
daan antara lain:

a. Kode etik pengadaan


Kode etik pengadaan yang dikemukakan oleh George
W. Aljian, antara lain:
1) Hubungan pribadi dengan para pedagang sangat perlu,
namun seorang pembeli harus tetap tidak berpihak dalam
semua tahap perdagangan;
2) Tidak boleh ada keterangan orang dalam, kepada siapa-
pun;
3) Memberi batas kepada seorang rekanan adalah melanggar
etika.

b. Pelelangan pengadaan barang


Setiap mengadakan pelelangan dan pengadaan barang
harus dibentuk panitia pengadaan dan pelangan milik negara
yang ditentukan sebagai berikut:
268 | Manajemen Logistik Kesehatan

1) Keanggotaan panitia minmal lima orang terdiri dari unsur:


perencana, pemikir pekerjaan yang bersangkutan, penang-
gung jawab keuangan, penanggung jawab perlengkapan,
penanggung jawab teknis.
2) Dilarang duduk sebagai anggota panitia adalah: kepala
kantor atau satuan pekerja atau pemimpin proyek, pegawai
pada inspektorat jenderal atau unit-unit yang berfungsi
sebagai pemeriksa.
3) Panitia pelelangan dibentuk oleh kepala kantor atau satuan
pekerja atau pemimpin proyek.
4) Masa kerja panitia berakhir sesuai dengan tugasnya sete-
lah pemenang pelelangan ditunjuk (Subagya:1994)

Fungsi Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk
melakukan pengelolaan barang persediaan di tempat penyimpa-
nan. (Mustikasari: 2007) Penyimpanan berfungsi untuk menja-
min penjadwalan yang telah ditetapkan dalam fungsi sebelumya
dengan pemenuhan yang tepat dan biaya serendah mungkin.
Fungsi ini mencakup semua kegiatan mengenai pengurusan,
pengelolaan dan penyimpanan barang. Fungsi yang lain adalah:
kualitas barang dapat dipertahankan, barang terhindar dari keru-
sakan, pencarian barang yang lebih mudah dan barang yang
aman dari pencuri.
Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi
penyimpanan adalah:

a. Pemilihan lokasi
Aksesibilitas, utilitas, komunikasi, bebas banjir, mampu
menampung barang yang disimpan, keamanan dan sirkulasi
udara yang baik.

b. Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan)


Jenis dan bentuk barang dapat digolongkan ke dalam:
1) Barang biasa: Kendaraan, mobil ambulan, alat berat, bran-
kas, kursi roda dll.
2) Barang khusus: Obat, alat medis dll.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 269

c. Pengaturan ruang
Bentuk tempat penyimpanan, rencana penyimpanan,
penggunaan ruang secara efisien dan pengawasan ruangan.

d. Prosedur atau sistem penyimpanan


Formulir transaksi, kartu catatan, kartu pemeriksaan,
cara pengambilan barang, pengawetan dll.

e. Penggunaan alat bantu

f. Pengamanan dan keselamatan


Pencegahan terhadap api, pencurian, tindakan pencega-
han terhadap kecelakan, gangguan terhadap penyimpanan dan
tindakan keamanan.

Fungsi Penyaluran (Distribusi)


Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha
untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ketempat
lainnya (Subagya: 1994). Faktor yang mempengaruhi penyalu-
ran barang antara lain:
a. Proses Administrasi;
b. Proses penyampaian berita (data informasi);
c. Proses pengeluaran fisik barang;
d. Proses angkutan;
e. Proses pembongkaran dan pemuatan;
f. Pelaksanaan rencana-rencana yang telah ditentukan.

Ketelitian dan disiplin yang ketat dalam menangani masa-


lah penyaluran merupakan unsur yang sangat penting untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.

Fungsi Penghapusan
Penghapusan adalah kegiatan atau usaha pembebasan ba-
rang dari pertanggungjawaban sesuai peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku (Subagya: 1994). Alasan penghapusan
barang antara lain:
270 | Manajemen Logistik Kesehatan

a. Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, ben-


cana alam, administrasi yang salah, tercecer atau tidak
ditemukan;
b. Teknis dan ekonomis: setelah nilai barang dianggap tidak
ada manfaatnya. Keadaan tersebut disebabkan beberapa
faktor: kerusakaan yang tidak dapat diperbaiki, obsolete
(meningkatkan efisiensi atau efektivitas), kadaluarsa yaitu
suatu barang tidak boleh dipergunakan lagi menurut keten-
tuan waktu yang ditetapkan, aus atau deteriorasi yaitu ba-
rang mengurang karena susut, menguap atau hadling,
Busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga barang
tidak dapat dipergunakan lagi;
c. Surplus dan ekses;
d. Tidak bertuan: Barang-barang yang tidak diurus;
e. Rampasan yaitu barang-barang bukti dari suatu perkara.

Program penghapusan dapat ditinjau dari dua aspek antara


lain:

a. Aspek yuridis, administrasi dan prosedur


Dalam aspek yuridis mencakup pembentukan panitia
penilai, identifikasi dan inventarisasi peraturan yang mengi-
kat, persyaratan atau ketentuan terhadap barang yang dihapus,
penyelesaian kewajiban sebelum barang dihapus.

b. Aspek rencana pelaksana teknis


Evaluasi, rencana pemisahan dan pembuangan serta
rencana tindak lanjut. Cara penghapusan yang lazim dilaku-
kan antara lain:
1) Pemanfaatan langsung: usaha merehabilitasi atau mere-
kondisi komponen yang masih dapat digunakan kembali
dan dimasukkan sebagai barang persediaan baru;
2) Pemanfaatan kembali: usaha meningkatkan nilai ekonomis
dari barang yang dihapus menjadi barang lain;
3) Pemindahan: mutasi kepada instansi yang memerlukan
dalam rangka pemanfaatan langsung;
4) Hibah: pemanfaatan langsung atau peningkatan potensi
kepada badan atau pihak di luar instansi (Pemerintah);
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 271

5) Penjualan atau Pelelangan: dijual baik di bawah tangan


atau dilelang;
6) Pemusnahan: menyangkut keamanan dan keselamatan
lingkungan.

Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah sistem pengawasan dari hasil lapo-
ran, penilaian, pemantauan dan pemeriksaan terhadap tahapan
manajemen logistik yang sedang atau telah berlangsung (Musti-
kasari: 2007). Bentuk kegiatan pengendalian antara lain:
a. Merumuskan tatalaksana dalam bentuk manual, standar,
kriteria, norma, instruksi dan prosedur lain;
b. Melaksanakan pengamatan (Monitoring), evaluasi dan la-
poran, guna mendapatkan gambaran dan informasi tentang
penyimpangan dan jalannya pelaksanaan dari rencana;
c. Melakukan kunjungan staf guna mengidentifikasi cara
pelaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan;
d. Melakukan supervisi.

Agar pelaksanaan pengendalian dapat berjalan dengan


baik diperlukan sarana pengendalian sebagai berikut:
a. Struktur organisasi yang baik;
b. Sistem informasi yang memadai;
c. Klasifikasi yang selalu mengikuti perkembangan menuju
standardisasi;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Anggaran yang cukup memadai.

Peran Logistik Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan suatu usaha yang melakukan
produksi jasa sehingga logistik dalam rumah sakit bukan logistik
pendistribusian barang, tetapi hanya menyangkut manajemen
persediaan bahan barang serta peralatan yang dibutuhkan untuk
memproduksi jasa tersebut. Logistik dalam rumah sakit bermula
dari perolehan (procurement) dan berakhir dengan dokumen
penuh dari usaha pembedahan dan pengobatan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa manajemen logistik dalam lingkungan rumah
sakit adalah suatu proses pengolahan secara strtegis terhadap
272 | Manajemen Logistik Kesehatan

pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pemantauan


persediaan barang (stock, material, supplies, inventory, etc) yang
diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
Menurut bidang pemanfaatannya bahan dan barang yang
harus disediakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi:

a. Logistik Obat
Meliputi aktivitas logistik yang terkait dengan obat yang
digunakan dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Obat merupakan salah satu komponen utama pendapatan ru-
mah sakit. Tantangan dalam melaksanakan logistik obat di
rumah sakit secara baik tergolong tinggi. Berbagai pihak ter-
libat dalam logistik obat di rumah sakit.

b. Logistik Alat Kesehatan


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan alat kese-
hatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Masalah utama yang sering terjadi adalah manajemen
inventaris yang kurang baik, sehingga mengakibatkan alat
kesehatan yang disimpan berlebihan.

c. Logistik Food and Baverages


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan pelayanan
gizi, baik untuk pasien atau untuk karyawan rumah sakit. Ma-
salah yang sering muncul adalah barang hilang atau berku-
rang dan mutu proses yang bervariasi.

d. Logistik Bahan Habis Pakai


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan-
bahan yang dikategorikan sebagai bahan habis pakai. Masa-
lah yang paling sering dihadapi adalah sediaan bahan habis
pakai yang berlebihan.

e. Logistik Barang Kuasi


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan barang
kelengkapan administrasi rumah sakit. Masalah yang sering
terjadi adalah sediaan barang kuasi ynag terlalu banyak.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 273

f. Logistik Peralatan Medis dan Non Medis


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan peralatan
medis dan non medis yang digunakan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Masalah yang sering dihadapi adalah
penyimpanan alat dan persediaan suku cadang.

g. Logistik Sarana dan Prasarana Gedung


Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan sarana dan
prasarana gedung rumah sakit. Nilai sarana dan prasarana
gedung rumah sakit dapat mencapai sekitar 40% dari nilai
aset total rumah sakit. Masalah yang sering muncul:
1) Pembangunan sarana dan prasarana yang tidak efisien;
2) Pemeliharaan saran dan prasarana yang tidak sesuai stan-
dar yang tidak ditentukan.

h. Logistik Linen
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan
kelompok linen. Masalah yang dihadapi adalah sediaan yang
berlebihan dan proses yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Mustikasari.2007. Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia,


(Tidak di Publikasikan).
S, Subagya M. 1994.Manajemen Logistik.Jakarta: PT Gunung
Agung.
Andi. 2009. Manajemen Pemeliharaan. http:// manajemen-peme
liharaan/ [17 Juni 2010].
Anonim. 2009. Pengertian Standar Operasional Prosedur.
http://ariefraf.wordpress.com/ [16 Maret 2010].
Corder A.S. 1996. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga.
Jakarta.
Dally Ash. 2008. Pengertian Teknologi. http://lautanaksara.word
press.com [16 Maret 2010].
Eko Indrajit,dkk.2003. Manajemen Persediaan Barang Umum
Dan Suku Cadang Untik Keperluan Pemeliharaan, Per-
baikan Dan Operasi.Grasindo. Jakarta.
274 | Manajemen Logistik Kesehatan

Hamsi Alfian. 2004. Manajemen Pemeliharaan Pabrik. http://


www.library.usu.ac.id [10 Desember 2010].
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Orga-
nisasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Mujtahid. 2008. Pemanfaatan Radio Isotop Di Bidang Kedokte-
ran. http://mujtahid-alfajri.blogspot.com [14 Maret 2010].
Muninjaya, A,A,Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Sabarguna boy. 2004. Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Kon-
sorsium Rumah Sakit Islam Jawa Tengah. Yogyakarta.
_____. 2004. Manajemen Operasional Rumah Sakit. Konsorsi-
um Rumah Sakit Islam Jawah Tengah. Yogyakarta.
_____. 2007. Sistem Bantu Keputusan Untuk Fasilitas Rumah
Sakit. Seagung Seto. Jakarta.
Setiono Heri. 2009. Total Productive Maintenance. http://
manajemen@egroups.com [09 Juni 2010].
Subagya M S. 1994. Manajemen Logistik. PT Gunung Agung.
Jakarta.
Tunggal, A. W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
BAB 9

LOGISTIK BENCANA DAN MEDIS

Sistem manajemen logistik dan peralatan penanggulangan


bencana, merupakan suatu sistem yang menjelaskan tentang
logistik dan peralatan yang dibutuhkan untuk menanggulangi
bencana pada masa pra bencana, pada saat terjadi bencana dan
pada pasca bencana.
Sistem manajemen logistik dan peralatan penanggulangan
bencana merupakan suatu sistem yang memenuhi persyaratan
antara lain sebagai berikut:
1. Dukunguan logistik dan peralatan yang dibutuhkan harus
tepat waktu, tepat tempat, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat
kebutuhan dan tepat sasaran, berdasarkan skala prioritas dan
standar pelayanan.
2. Sistem transportasi memerlukan improvisasi dan kreatifitas di
lapangan, baik melalui darat, laut, sungai, danau maupun
udara.
3. Distribusi logistik dan peralatan memerlukan cara-cara pe-
nyampaian yang khusus (a.l. karena keterbatasan transportasi,
penyebaran kejadian, keterisolasian ketika terjadi bencana).
4. Inventarisasi kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan pe-
nyampaian sampai dengan pertanggungan jawab logistik dan
peralatan kepada yang terkena bencana memerlukan system
manajemen khusus.
5. Memperhatikan dinamika pergerakan masyarakat korban
bencana.
6. Koordinasi dan prioritas penggunaan alat transportasi yang
terbatas.
7. Kemungkinan bantuan dari pihak militer, kepolisian, badan
usaha, lembaga swadaya masyarakat maupun instansi terkait
lainnya baik dari dalam maupun luar negeri, atas komando
yang berwenang.
8. Memperhatikan rantai pasokan yang efektif dan efisien.
275
276 | Manajemen Logistik Kesehatan

Faktor utama yang dapat mendukung berjalannya sistem


logistik dan peralatan untuk penanggulangan bencana adalah:
Kemampuan infrastruktur, ketersediaan dan jumlah alat trans-
portasi penanggulangan bencana baik secara nasional, regional,
local maupun setempat. Perlu dipertimbangkan faktor politis dan
konflik di masyarakat. Efektifitas sistem logistik dan peralatan
ini sangat dipengaruhi oleh sistem informasi dan pengendalian-
nya.
Rantai pasokan dalam sistem manajemen logistik dan pe-
ralatan berdasar kepada:
1. Tempat atau titik masuknya logistik;
2. Gudang utama;
3. Gudang penyalur;
4. Gudang penyimpanan terakhir di pos komando.

Semuanya harus didukung oleh fasilitas pendukung dan


peralatan yang memadai untuk mengangkut atau memindahkan
secara fisik logistik yang akan disampaikan ke lokasi bencana.

Proses Manajemen Logistik dan Peralatan


Proses Manajemen logistik dan peralatan dalam penanggu-
langan bencana ini meliputi delapan tahapan terdiri dari:
a. Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan;
b. Pengadaan dan/atau Penerimaan;
c. Pergudangan dan/atau Penyimpanan;
d. Pendistribusian;
e. Pengangkutan;
f. Penerimaan di tujuan;
g. Penghapusan;
h. Pertanggungjawaban.

Delapan tahapan Manajemen Logistik dan Peralatan terse-


but dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu sistem terpa-
du.
Rincian kegiatan dan tujuan masing-masing tahapan Ma-
najemen Logistik dan Peralatan itu adalah sebagai berikut:
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 277

Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan
1. Proses Inventarisasi Kebutuhan adalah langkah-langkah
awal untuk mengetahui apa yang dibutuhkan, siapa yang
membutuhkan, di mana, kapan dan bagaimana cara me-
nyampaikan kebutuhannya.
2. Inventarisasi ini membutuhkan ketelitian dan keterampilan
serta kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi
korban bencana yang akan ditanggulangi.
3. Maksud dan Tujuan Perencanaan/Inventarisasi kebutuhan
adalah:
a) Mengetahui seberapa banyak jumlah korban terkena
bencana yang membutuhkan bantuan logistik dan pera-
latan.
b) Mengetahui seberapa banyak bantuan logistik dan pera-
latan yang dibutuhkan.
c) Mengetahui jenis kebutuhan (pangan, sandang, papan).
d) Mengetahui bagaimana cara menyampaikan bantuan.
e) Mengetahui penanggung jawab kelompok penerima
bantuan.
f) Mengetahui kapan bantuan harus disampaikan.
4. Inventarisasi kebutuhan dihimpun dari:
a) Laporan-Laporan;
b) Tim Reaksi Cepat;
c) Media Massa;
d) Instansi terkait;
e) Rapat koordinasi terhadap informasi mengenai antara
lain jumlah korban, pengungsi, kondisi kerusakan.
5. Perencanaan Inventarisasi kebutuhan terdiri dari:
a) Penyusunan standar kebutuhan minimal.
b) Penyusunan kebutuhan jangka pendek, menengah dan
panjang.

Pengadaan atau Penerimaan


1. Proses penerimaan dan/atau pengadaan logistik dan pera-
latan penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau
inventarisasi termasuk kategori logistik atau peralatan, dari
mana bantuan diterima, kapan diterima, apa jenis bantuan-
nya, seberapa banyak jumlahnya, bagaimana cara menggu-
278 | Manajemen Logistik Kesehatan

nakan atau mengoperasikan logistik atau peralatan yang


disampaikan, apakah ada permintaan untuk siapa bantuan
ini ditujukan.
2. Proses penerimaan atau pengadaan logistik dan peralatan
untuk penanggulangan bencana dilaksanakan oleh penye-
lenggara penanggulangan bencana dan harus diinventari-
sasi atau dicatat. Pencatatan perlu dilakukan sesuai prose-
dur.
3. Maksud dan Tujuan Penerimaan dan/atau Pengadaan:
a) Mengetahui jenis logistik dan peralatan yang diterima
dari berbagai sumber.
b) Untuk mencocokkan antara kebutuhan dengan logistik
dan peralatan yang ada.
c) Menginformasikan logistik dan peralatan sesuai skala
prioritas kebutuhan.
d) Sebagai upaya pengendalian dan pengawasan penggu-
naan logistik dan peralatan.
e) Untuk menyesuaikan dalam hal penyimpanan.
4. Sumber Penerimaan dan/atau Pengadaan
Penerimaan dan atau Pengadaan logistik dan perala-
tan penanggulangan bencana dapat berasal dari dalam
negeri antara lain dari Pemerintah (APBN), masyarakat,
badan usaha dan lembaga swadaya masyarakat. Penerima-
an dan atau Pengadaan logistik dan peralatan penanggu-
langan bencana dapat berasal dari luar negeri antara lain
dari Pemerintah, masyarakat, badan usaha dan lembaga
swadaya masyarakat.
5. Proses Penerimaan dan/atau Pengadaan
a. Proses pengadaan logistik dan peralatan penanggula-
ngan bencana dilaksanakan secara terencana dengan
memperhatikan jenis dan jumlah kebutuhan, yang dapat
dilakukan melalui pelelangan, pemilihan dan penunjuk-
kan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penerimaan logistik dan peralatan melalui hibah dilak-
sanakan berdasarkan peraturan dan perundangan yang
berlaku dengan memperhatikan kondisi pada keadaan
darurat.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 279

Pergudangan dan Penyimpanan


1. Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data
penerimaan logistik dan peralatan yang diserahkan kepada
unit pergudangan dan penyimpanan disertai dengan berita
acara penerimaan dan bukti penerimaan logistik dan pera-
latan pada waktu itu.
2. Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis ba-
rang logistik dan peralatan apa saja yang dimasukkan ke
dalam gudang, berapa jumlahnya, bagaimana keadaannya,
siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima, cara pe-
nyimpanan menggunakan metoda barang yang masuk ter-
dahulu dikeluarkan pertama kali (first-in first-out) dan atau
menggunakan metode last-in first-out.
3. Prosedur penyimpanan dan pergudangan, antara lain pemi-
lihan tempat, tipe gudang, kapasitas dan fasilitas penyim-
panan, system pengamanan dan keselamatan, sesuai de-
ngan ketentuan yang berlaku.
4. Maksud dan Tujuan Penyimpanan dan Pergudangan ada-
lah:
1) Melindungi logistik dan peralatan dari kerusakan dan
kehilangan atau berkurangnya standar mutu.
2) Memudahkan pendistribusian, dengan menggunakan
system “first-in first-out”.
3) Mengetahui dan menjamin ketersediaan pada setiap
waktu.

Pendistribusian
1. Berdasarkan data inventarisasi kebutuhan maka disusunlah
perencanaan pendistribusian logistik dan peralatan dengan
disertai data pendukung: yaitu yang didasarkan kepada
permintaan dan mendapatkan persetujuan dari pejabat ber-
wenang dalam penanggulangan bencana.
2. Perencanaan pendistribusian terdiri dari data: siapa saja
yang akan menerima bantuan, prioritas bantuan logistik
dan peralatan yang diperlukan, kapan waktu penyampaian,
lokasi, cara penyampaian, alat transportasi yang digunakan,
siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian tersebut.
280 | Manajemen Logistik Kesehatan

3. Maksud dan Tujuan Pendistribusian adalah:


a) Mengetahui sasaran penerima bantuan dengan tepat.
b) Mengetahui jenis dan jumlah bantuan logistik dan pera-
latan yang harus disampaikan.
c) Merencanakan cara penyampaian atau pengangkutan-
nya.

Pengangkutan
1. Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka di-
laksanakan pengangkutan.
2. Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis
logistic dan peralatan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa
yang bertanggung jawab dalam perjalanan termasuk tang-
gung jawab keamanannya, siapa yang bertanggung jawab
menyampaikan kepada penerima.
3. Penerimaan oleh penanggung jawab pengangkutan disertai
dengan berita acara dan bukti penerimaan logistik dan
peralatan yang diangkut.
4. Maksud dan Tujuan Pengangkutan:
a. Mengangkut dan atau memindahkan logistik dan pera-
latan dari gudang penyimpanan ke tujuan penerima;
b. Menjamin keamanan, keselamatan dan keutuhan logis-
tik dan peralatan dari gudang ke tujuan;
c. Mempercepat penyampaian.

Jenis Pengangkutan
Jenis pengangkutan terdiri dari angkutan darat, laut, su-
ngai, danau dan udara, baik secara komersial maupun non
komersial yang berdasarkan kepada ketentuan yang berlaku.
Pemilihan moda angkutan berdasarkan pertimbangan:
a) Situasi dan kondisi keadaan darurat;
b) Kecepatan distribusi;
c) Ketersediaan alat angkutan dan infrastruktur yang ada;
d) Kondisi wilayah asal dan tujuan;
e) Efektifitas dan efisiensi;
f) Keamanan dan keselamatan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 281

a. Penerimaan di Tempat Tujuan


1. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam peneri-
maan di tempat tujuan adalah:
a) Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan
dengan jenis bantuan yang diterima.
b) Men-check kembali, jenis, jumlah, berat dan kondisi
barang.
c) Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu keda-
tangan, sarana transportasi, pengirim dan penerima
barang.
d) Membuat berita acara serah terima dan bukti penerima-
an.
2. Maksud dan Tujuan Penerimaan di tempat tujuan adalah:
a) Logistik dan peralatan diterima dengan baik.
b) Logistik dan peralatan yang dikirim sesuai dengan yang
diterima.

b. Penghapusan
1. Barang logistik dan peralatan yang dialihkan kepemilikan-
nya atau tidak dapat digunakan atau tidak dapat dimanfa-
atkan atau hilang atau musnah dapat dilakukan penghapu-
san.
2. Penghapusan harus dilakukan dengan permohonan peng-
hapusan oleh pejabat yang berwenang melalui proses pe-
nghapusan dan diakhiri dengan berita acara penghapusan.
3. Penghapusan didasarkan peraturan yang berlaku.
4. Maksud dan Tujuan Penghapusan adalah:
a) Untuk mengetahui barang logistik dan peralatan yang
dihapuskan;
b) Bentuk pertanggung jawaban atas amanat dari negara
dan donatur;
c) Mengurangi beban biaya penyimpanan dan pemelihara-
an.

c. Pertanggungjawaban
1. Seluruh proses manajemen logistik dan peralatan yang
telah dilaksanakan harus dibuat pertanggung jawabannya.
282 | Manajemen Logistik Kesehatan

2. Pertanggungjawaban penanggulangan bencana baik keua-


ngan maupun kinerja, dilakukan pada setiap tahapan pro-
ses dan secara paripurna untuk seluruh proses, dalam ben-
tuk laporan oleh setiap pemangku proses secara berjenjang
dan berkala sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan trans-
paransi.

Maksud dan Tujuan Pertanggung Jawaban adalah:


a) Mempertanggung jawabkan seluruh pekerjaan logistik dan
peralatan kepada para pemangku kepentingan;
b) Mempertanggung jawabkan kepada masyarakat;
c) Memudahkan pelacakan apabila terjadi kesalahan.

Logistik Medis
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan ma-
syarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan tim-
bulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana merupakan kejadian alami (dapat juga oleh ma-
nusia) yang tidak dapat diduga kapan akan terjadi, dimana akan
terjadi, seberapa besar dan siapa saja yang akan terkena benca-
na. Agak lain dengan bencana akibat ulah manusia, disini ada
sekelompok manusia yang sengaja ataupun tidak sengaja mene-
barkan malapetaka pada sesame manusia, seperti ledakan besar/
bom, dan sabotase. Dampak dari bencana akan sangat mempe-
ngaruhi kehidupan manusia, kesehatan fisik-psikis, sosial-eko-
nomi, maupun kultur-budaya. Untuk penanggulangan akibat dari
bencana diperlukan berbagai upaya dan dukungan semua bentuk
sumber daya, baik sumber daya manusia maupun material pe-
nunjang lainnya. Pada bidang kesehatan selain sumber daya ma-
nusia (SDM), juga sangat diperlukan, baik dalam periode emer-
gency maupun non emergency, sarana penunjang pokok berupa
logistik medis maupun non-medis, seperti: obat-obatan, perala-
tan medis, maupun peralatan keperawatan. Pendukung sektor
kesehatan lain yang juga diperlukan: gizi – nutrisi, suplai air
bersih, sarana kesehatan lingkungan dan perumahan/shelter.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 283

Logistik medis, seperti obat-obatan, peralatan medis habis


pakai, peralatan untuk tindakan medis, maupun peralatan pera-
watan, merupakan penunjang utama tindakan medis mulai dari
yang ringan sampai yang berat (operasi besar). Seperti kejadian
bencana gempa di DIY (Bantul) dan Jawa-Tengah (Klaten),
banyak sekali tindakan operasi yang cukup besar, seperti kasus-
kasus traumatik (patah tulang), sangat memerlukan tindakan
cepat. Disisi lain sumber daya yang ada sangat tidak mencukupi,
jumlah kamar operasi, tenaga dokter bedah ortopedi, peralatan
operasi seperti plate and screw sebagai penunjang operasi. Dam-
pak yang terjadi banyak operasi tertunda karena harus menung-
gu giliran, penyakit infeksi muncul (tetanus).
Pada situasi bencana, ketersediaan logistik medik sangat
menentukan keberhasilan penanggulangan kesehatan (morbidi-
tas maupun mortalitas) akibat bencana. Ketersediaan logistik
medis berasal dari persedian lokal, daerah, pengadaan crash
program, maupun dari bantuan swasta nasional maupun dari
negara-negara sahabat. Bantuan – bantuan tersebut perlu dike-
lola dengan baik sebab dapat sangat membantu ketersediaan lo-
gistik medik untuk penanggulangan kesehatan, tetapi dapat juga
menimbulkan masalah bagi negara ataupun institusi penerima
bantuan. Pada bab-bab berikut dibahas dengan ringkas pengelo-
laan logistik medis pada fase akut/darurat maupun fase rehabili-
tasi pada suatu bencana yang menelan korban banyak.
Permasalahan Pada Manajemen Logistik Medis (Log-
Med).
Pada Manajemen Logistik Medis (Log-Med) ada 4 fungsi:
1. Pemilihan atau seleksi item yang perlu disediakan untuk ke-
perluan menunjang kegiatan;
2. Penyediaan atau pengadaan log-med;
3. penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian log-med;
4. penggunaan log-med. Keempat fungsi tersebut ditunjang de-
ngan organisasi dan tata kerja – sumber daya manusia –sis-
tem informasi manajemen log-med – pendanaan yang cukup
(Quick,JD., 1997).
Ketimpangan atau pengelolaan yang tidak baik waktu me-
laksanakan 4 fungsi di atas dapat berdampak sangat buruk pada
pelayanan yang diberikan pada masyarakat.
284 | Manajemen Logistik Kesehatan

Permasalahan dapat terjadi pada:

1. Fungsi perencanaan/pemilihan
Dimana dalam waktu yang sangat pendek harus dapat
menyusun dan memilih kebutuhan log-med. Perencanaan atau
pemilihan log-med yang tidak baik akan berakibat kebutuhan
log-med akan mengalami kekurangan atau akan berlebih (pem-
borosan). Dalam keadaan bencana bantuan log-med cukup
banyak namun belum tentu bantuan tersebut akan sesuai de-
ngan apa yang diperlukan didaerah bencana. Walau bagaima-
napun bantuan-bantuan log-med harus selalu dipertimbang-
kan dan dikaji lebih teliti kemanfaatannya.

2. Fungsi penyediaan/pengadaan
Dalam waktu yang sangat pendek harus tersedia log-
med dengan jenis dan jumlah yang mencukupi.Ketersediaan
log-med dapat dengan cara meminta bantuan cadangan nasio-
nal, propinsi, kabupaten/kota atau dengan crash program me-
lakukan pembelian – pembelian kebutuhan log-med. Perma-
salahan yang dihadapi antara lain dana yang tersedia terbatas,
barang yang diperlukan tidak ada dipasaran, harus diimport
sehingga memerlukan waktu yang lama. Dalam situasi ini je-
jaring antar institusi kesehatan sangat membantu ketersediaan
log-med yang diperlukan.

3. Penerimaan-penyimpanan log-med
Dalam waktu yang singkat menyediakan tempat peneri-
maan, penyimpanan, pengamanan barang/log-med. Permasa-
lahan disini cukup komplek di sisi lain tempat dan SDM sa-
ngat minim, sedangkan log-med yang diterima volumenya
besar dan datang dalam waktu relatif bersamaan, baik dari
pengadaan sendiri maupun dari bantuan-bantuan. Padahal
sebagai penerima barang harus diteliti: labelnya, packingnya,
jenis barang, jumlah tiap jenis barang, rusak/tidak, batas
kedaluarsa, ada/tidaknya persyaratan khusus penyimpanan.
Pemeriksaan ini menyita waktu tidak sedikit dan memerlukan
SDM. Banyak dijumpai bantuan dari luar negeri dating
dengan label yang tidak dapat dibaca karena memakai tulisan
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 285

Negara pemberi bantuan, atau berupa barang sisa dengan


batas kadaluarsa yang pendek atau bahkan sudah kedaluarsa.
Log-med semacam ini akan menjadi beban negera penerima
karena harus menyediakan tempat untuk barang tidak bergu-
na dan menyediakan biaya untuk penghapusannya.

4. Pendistribusian yang Singkat


Dalam waktu yang singkat harus mendistribusikan log-
med ke daerah-daerah yang memerlukan log-med. Masalah
dalam hal distribusi logmed ke daerah yang tidak terjangkau
oleh pelayanan kesehatan atau tidak terjangkau oleh klinik
mobil karena sulit untuk mencapainya. Hal ini memerlukan
bantuan untuk menggunakan alat transport udara, sedangkan
transport udara untuk beberapa daerah sangat terbatas kebera-
daannya dan jumlahnya.

5. Pencatatan dan Pelaporan


Dalam situasi serba darurat menyiapkan pencatatan dan
pelaporan pemakaian log-med. Pencatatan dan Laporan seri-
ng dianggap sebagai penghambat pemenuhan permintaan ba-
rang, sehingga sering diabaikan oleh pengguna log-med.
Sebenarnya data yang didapat dari penggunaan log-med me-
rupakan umpan-balik untuk perencanaan mendatang, untuk
mengetahui seberapa besar nilai bantuan yang telah terserap,
barang medis apa saja dan berapa banyak telah digunakan
dsbnya. Kejadian yang sering dijumpai setelah barang disam-
paikan ke pengguna barang tersebut dianggap sudah habis
digunakan. Ada beberapa kemungkinan; - memang habis
digunakan; - tidak habis digunakan sisa ditimbun; atau -
disalah gunakan. Dua hal terakhir yang tidak dibenarkan,
mengingat log-med tersebut, terutama obat-obatan, untuk
bantuan kemanusiaan dan bila salah penggunaannya dapat
membahayakan yang menggunakan.

Mengacu pada kejadian bencana gempa DIY- Jateng yang


lalu dapat dibagi dalam beberapa periode:
1. Periode emergency/kegawat-daruratan (saat terjadinya
gempa);
286 | Manajemen Logistik Kesehatan

2. Periode rehabilitasi (30 hari setelah terjadinya gempa);


3. Periode rekonstruksi (90 hari setelah terjadinya gempa);
4. Periode mitigasi (setelah periode rekonstruksi).

Tiap periode memerlukan dukungan log-med yang berbe-


da, dan berkaitan tipe/jenis bencana, lokasi bencana serta per-
kembangan pola penyakit yang muncul pada masing-masing
periode.

Periode Emergency (Hari –H Sampai H + 30 Hari)


Pada periode ini relatif belum ada yang siap. Bagi instansi
terkait dengan bencana perlu menetapkan kelompok pengelola
log-med untuk mengatur dan mengkoordinasi ketersediaan log-
med. Dalam kurun waktu 48 jam dan selanjutnya, bantuan akan
berdatangan dari berbagai institusi/organisasi dari dalam negeri
maupun luar negeri.

1. Bantuan log-med untuk bencana berasal dari:


 Persediaan daerah/nasional;
 Pengadaan (crash-program);
 Institusi/organisasi/individu nasional;
 Institusi/organisasi/individu negara sahabat (internasional).

2. Bentuk bantuan log-med:


 Obat-obatan;
 Peralatan medis habis pakai;
 Peralatan medis tidak habis pakai;
 Peralatan keperawatan;
 Peralatan operasi/pembedahan dan pendukungnya.

3. Untuk menghadapi situasi dan bantuan yang berdatangan


tersebut harus tersedia pada kelompok penanggulangan ben-
cana (POKJA):
 Koordinator log-med yang merupakan bagian dari net-
working POKJA;
 SDM (penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian);
 Gudang untuk menyimpanan barang-barang log-med;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 287

 Alat transportasi untuk distribusi barang log-med;


 Sistem informasi manajemen obat/log-med.

Permasalahan yang dihadapi dengan melihat kejadian-


kejadian seperti Bom Bali I, bencana tsunami NAD, gempa
Jogja, koordinasi sangat lambat sehingga sukar untuk menetap-
kan kekuatan log-med yang telah tersedia. Fakta, log-med terse-
bar pada beberapa tempat, item logmed tidak terinventarisasi de-
ngan baik, penyimpanan tidak teratur tersebar dibeberapa tempat
dan pelaksanaan distribusi kurang lancar. Banyak dijumpai
bantuan log-med langsung dikelola oleh pendonor sendiri, teru-
tama bantuan dari negara sahabat yang datang dengan satu team
yang lengkap langsung minta mana lapangan yang memerlukan
klinik/RS mobil.
Apa yang harus tersedia dan berapa banyak harus tersedia?
Sebagai pendukung operasional POKJA kesehatan, untuk mene-
tapkan item dan jumlah tiap item log-med yang harus tersedia
tergantung dari:
a. Pola penyakit pada daerah bencana, yang mana juga tergan-
tung dari tipe bencana yang terjadi: misal bencana gempa
korban akan berbeda dengan gunung berapi. Korban gempa
Bantul dan korban Wedus Gembel Gunung Merapi Sleman
sangat berbeda. Gempa Bantul korban mayoritas luka trauma,
patah tulang sedangkan Gunung Merapi Wedus Gembel
Sleman mayoritas luka bakar yang luas.
b. Lokasi dan luas daerah yang terkena musibah bencana dan
peta (map).
c. Populasi lokasi bencana dan estimasi jumlah korban.
d. Ketersediaan sarana-prasarana kesehatan di daerah bencana.
Infrastruktur rusak POKJA mengirim tim mobil yang leng-
kap. Bila masih berfungsi yang dikirim log-med sesuai kebu-
tuhan.
e. Akses ke daerah lokasi, mudah atau sulit. Akan menentukan
bentuk transportasi yang harus diselenggarakan untuk distri-
busi supplai logmed, kegiatan operasional mobil (klinik atau-
pun RS).
288 | Manajemen Logistik Kesehatan

f. Kesiap-siagaan tersebut seharusnya sudah siap pada setiap


daerah yang rawan gempa yang dalam fase bencana prepa-
redness.

Pada periode emergency/kegawat-daruratan dapat dibuat


skema sebagai berikut:

Gambar 26. Skema periode emergency/response phase

Pertanyaan berikut yang perlu diselesaikan, seperti: kepa-


da siapa (task-force) yang mana koordinator log-med harus ber-
koordinasi? Bagaimana jaringan kerjanya? Sejauh mana sum-
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 289

berdaya yang tersedia dapat digunakan? Bagaimana, kapan,


dimana harus mengadakan? Pada periode Emergency/Disaster
Impact & Response hal ini sulit berkoordinasi dengan baik,
karena suasasana terkejut, tunggu perintah sehingga tidak jelas
siapa koordinator log-med, bertanggung jawab kepada siapa?
Ideal dapat tertata dalam waktu 2 x 24 jam semua harus jelas
siapa pertugas apa.

Penerimaan Barang Logistik Medik


Penerimaan barang-barang log-med yang datang, baik yang
berasal dari pengadaan maupun dari bantuan-bantuan, perlu di-
kelola dengan baik dan tertib. Untuk itu perlu ditata dengan sis-
tem managemen logmed yang mudah, cepat, valid dan berman-
faat buat semua pihak korban, pemberi pelayanan, pengelola
bantuan dan pemberi donor.
Informasi yang diperlukan untuk inventarisasi log-med:
 Kelas log-med (obat/alat medis/alat perwatan/ dll);
 Jenis/item log-med (obat: antibiotika – golongan betalaktam/
makrolide dll);
 Kemasan log-med (karton, botol, dos, dll);
 Bentuk sediaan dan kekuatan (kaplet 500 mg/injeksi vial
serbuk 1 gram, dll);
 Batas kadaluarsa;
 Jumlah tiap item log-med;
 Ada/tidak persyaratan khusus (suhu penyimpanan, dll);
 Asal barang log-med (negara, organisasi, dll).

Masalah penerimaan barang log-med:


Barang datang dalam jumlah besar dalam waktu yang ber-
samaan dan tersebar dibeberapa tempat. Identitas barang tidak
jelas jenis barang log-med karena tertulis dengan tulisan dari
(negara) pendonor. Disisi lain, tenaga (SDM) yang menerima
barang log-med sangat kurang baik kualitas maupun kuantitas.
Dampak barang log-med tidak terinventarisasi dengan baik, apa
saja yang sudah diterima, berapa banyak, dan lokasi tersebar.
Untuk menyelesaikan inventarisasi barang bantuan memerlukan
waktu yang lama (sampai 6 bulan) dan tenaga yang cukup ba-
290 | Manajemen Logistik Kesehatan

nyak, seperti yang terjadi dibeberapa negara yang telah tertimpa


bencana (Quick, JD, 1997). Sampai saat ini belum terjalin
network/jejaring manajemen log-med antar institusi yang mene-
rima bantuan log-med bencana gempa DIY dan Jateng. Apa yang
tersimpan di propinsi, di rumah sakit, di institusi lain tidak dike-
tahui dengan pasti.
Pada saat sekarang dimana periode rekonstruksi sudah
dimulai masih banyak barang log-med yang belum termanfaat-
kan. Kebutuhan di lapangan tidak diketahui dengan pasti apakah
masalah kesehatan yang timbul akibat bencana gempa atau dida-
pat sebelum gempa atau sesudah terjadi gempa. Beberapa kasus
dimanfaatkan oleh pihak tertentu sebagai bahan untuk menjadi-
kan delik hukum terhadap petugas medik.

Gambar 27. Alur Bantuan Log – Med dari Pendonor pada Fase
Response/Periode – Gawat – Darurat

1. Penyimpanan Log-Med
Pada kejadian bencana gempa Mei 2009 yang lalu,
bantuan log-med yang diterima ditempatkan pada tempat yang
dianggap aman, tertutup dan ada kuncinya. Setiap bantuan
disimpan oleh penerima bantuan dan tidak dilaporkan pada
koordinator log-med, yang memang tidak diketahui oleh
penerima barang siapa koordinator/penanggung jawab log-
med bencana. Bantuan tersebar dibeberapa lokasi. Tempat
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 291

penyimpanan kurang memenuhi syarat dan penanggung ja-


wab barang tidak tahu barang apa saja yang ada digudangnya.
Penyimpanan barang dapat dengan:

Tabel 4. Penyimpanan Barang Logistik Medik


Secara Sentralisasi dan Desentralisasi
TERPUSAT/ DESENTRALISASI
SENTRALISASI
Tidak memerlukan
Tempat Membutuhkan tempat luas
tempat luas
Peralatan pergudangan cukup peralatan pergudangan
Fasilitas
banyak lebih sederhana
SDM Banyak (kual.&kuant) Sedikit
Alat Tidak memerlukan
Harus tersedia > 3 unit roda-4
transport roda-4
Alat
Harus tersedia Harus tersedia
komunikasi
Lokasi Jauh dari lokasi bencana Dekat/di lokasi bencana
Hanya pada area
Koordinatif supply log-med
tertentu saja relatif
Sifat beberapa area/ daerah/institusi
sempit (dukuh/
rumah sakit.
kelurahan)
Jalur transportasi kegudang
Lain-lain Mudah diakses
lokasi satelit dapat diakses

Untuk menjamin kelancaran suplai log-med diperlukan


informasi yang periodik selama periode gawat-darurat, me-
ngingat dalam periode tersebut log-med sangat diperlukan
dalam waktu cepat dan jumlah yang mencukupi.

2. Distribusi
Penyaluran log-med dari gudang (pusat maupun satelit)
ke pengguna dari pengalaman bencana gempa Mei 2006 dan
Gunung Merapi meletus di Yogyakarta yang lalu relatif dapat
terpenuhi dengan baik. Transportasi kendaraan tercukupi dan
aksestabilitas dapat terjangkau. Permasalahan tempat posko
dan penunjuk jalan yang kurang menguasai lapangan. Suplai
log-med belum terbakukan sehingga pengiriman tergantung
dari siapa yang mengelola gudang, mana yang banyak diki-
rim banyak mana item yang sedikit dikirim sedikit, tidak ber-
292 | Manajemen Logistik Kesehatan

dasarkan problem kesehatan dilapangan. Untuk pengiriman


suplai dapat mengacu pada The New Emergency Health Kit
98 dari WHO, dimana dalam kit tersebut sudah ada item apa
yang diperlukan untuk 10.000 orang pasien dan pelayanan
selama 3 bulan.

3. Penggunaan
Penggunaan (the use of medicine) merupakan pelaya-
nan medis yang rawan. Dari kejadian bencana yang lalu ba-
nyak kasus yang tidak ditangani oleh yang berkompeten
(dokter atau dokter spesialis) akibat pada periode rehabilitasi
banyak dijumpai komplikasi, antara lain hasil operasi yang
tidak sesuai, munculnya tetanus, dll.

4. Periode Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Periode ini tidak banyak permasalahan kecuali muncul
pada PUSKESMAS yang hancur. Yang diperlukan pemba-
ngunan infrasturuktur pelayanan kesehatan. Problem keseha-
tan yang muncul sama dengan problem kesehatan sebelum
gempa dan dapat ditangani oleh PUSKESMAS setempat.
Untuk PUSKESMAS yang rusak total memang perlu dikirim
klinik mobil beserta log-med nya.

Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan untuk Mempersiap-


kan Logistik Medis
1. Jenis bencana;
2. Luas area bencana (kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,
nasional);
3. Populasi penduduk daerah yang tertimpa bencana;
4. Lokasi/daerah bencana;
5. Sarana-prasarana yang ada;
6. Fasilitas yang tersedia dan dapat disediakan.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 293

Gambar 28. Alur Logistik Pasca Bencana Alam

Persediaan Logistik Medis (New Emergency Health Kit- Who


1998/NEHK1998):
 Dirancang untuk kondisi perlayanan kesehatan primer
Pada tempat yang belum tersedia pelayanan/fasilitas
Kesehatan;
 Merupakan standar dasar pertolongan pertama;
 Jumlah dan jenis obat/perlengkapan medis sangat berva-
riasi antara kejadian satu dan lainnya.

NEHK98: terdiri dari 2 macam:


1. obat-obatan;
2. perlengkapan & peralatan medis.

Dirancang pelayanan medis 10.000 kasus selama 3 bulan.


294 | Manajemen Logistik Kesehatan

Kemasan:
- kemasan untuk 1.000 kasus (= unit dasar) 10 karton;
- tiap 10 karton unit dasar: 1 supplementary unit.

Sumber Logistik Medik:


- Pemerintah pusat dan daerah (buffer stock, crash prog-
ramme);
- Swasta nasional (bantuan);
- Lembaga swadaya masyarakat (bantuan);
- Organisasi-organisasi lainnya (bantuan);
- Luar negeri (bantuan):
 Negara sahabat (bantuan);
 NGO dan/atau organisasi swasta lainnya (bantuan).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2001. Pengelo-


laan Obat Kabupaten/ Kota. BPOM. Jakarta.
BAPPENAS (Draft) Rencana Rehabilitasi Gempa DIY. (unpub-
lished).
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Perencanaan dan
Pengelolaan Obat. BPOM. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Desenclos, J.C., et al., 1993, Clinical Guidelines Diagnostic and
Treatment Manual, 3rd ed., Medecins Sans Frontieres,
Paris, France.
Fauziah, M., 2006, Bencana Alam (Alih Bahasa dari: Natural
Disaster), 1st ed, PAHO – ECG.
Mc Mahon, R., Barton, E., dan Piot, M. 1995. Manajemen Pela-
yanan Kesehatan Primer. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Muninjaya, A,A,Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
PAHO, 2001, Humanitarian Supply Management and Logistics
in the Health Sector, Pan American Health Organization,
Washington DC., USA.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 295

Quick, JD., et al., 1997, Managing Drug Supply, 2nd ed., Mana-
gement Science for Health, Kumarian Press, Connecticut,
USA.
Tunggal,A,W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
WHO, 1999, Emergency Relief Itemsvol. II, UNDP, New York,
USA.
WHO, 1995, Estimating Drug Requirement, reprint, Action
Programme on Essential Drugs and Vaccines, Geneva,
Swiss.
BAB 10

MANAJEMEN LOGISTIK
LINEN DAN LAUDRY

Kata “linen” berasal dari serat “lena” yang didapat dari


sejenis alang-alang yang tumbuh di daerah subtropis. Serat ini
dipintal dan ditenun menjadi textil yang halus, ulet dan berdaya
serat tinggi. Textil ini sangat cocok dibuat seprei, sarung bantal,
taplak, dll, sehingga barang-barang tersebut disebut “linen”.
Jumlah perlengkapan linen untuk satu tempat tidur disebut
satu (1) par-stock.
Satu par-stock linen untuk tempat tidur dewasa adalah:
1. 1 lembar bed pad (alas kaki);
2. 3 lembar kain sprei (1 lembar alas tidur, 2 lembar penutup
di atas dan di bawah selimut);
3. 1 lembar steek laken (alas melintang);
4. 1 lembar zeil (perlak dan kain);
5. 1 lembar selimut;
6. 1 lembar sarung bantal;
7. 1 lembar bed cover;
8. 1 lembar handuk mandi;
9. 1 lembar handuk tangan;
10. 1 lembar handuk muka;
11. 1 lembar wash lap;
12. 1 lembar keset kamar mandi.

Apabila pergantian setiap hari dan kecepatan pencucian


juga satu hari, maka kebutuhannya 3 par-stock:
1. 1 par-stock dipakai;
2. 1 par-stock di linen room;
3. 1 par-stock di laundry.

296
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 297

Perencanaan
Perencanaan linen harus memperhatikan:
1. Jenis rumah sakit;
2. Jumlah tempat tidur;
3. Sistem linen yang dipakai;
4. Ratio TT dan par linen;
5. 1 TT: (3-9) par linen;
6. ICU: (6-10) par linen.

Catatan:
1 1par dipakai
2 1 par dicuci
3 1 par disimpan di ruangan
4 1 par disimpan di gudang linen

Misalkan disuatu rumah sakit mempunyai 800 TT, kebija-


kan RS 1 pasien adalah 4 par linen jadi RS tersebut perlu linen
sebanyak = 800 x4 = 3200. Jika RS tersebut pencucian linen
(1hari – 1x), dengan BOR 80%, berapa tingkat kehilangan dan
kerusakan yang masih ditoleransi ?

Toleransi lost & damage = Z % x 365


--------------
XY

X = jumlah par-stock, y = pencucian/hari


Z% = BOR, standar pencucian = 250 kali cuci

Toleransi lost and damage = 80 %x 365


---------------
4x1
= 73 par-stock

linen tersebut layak pakai selama


250: 365/X x 1 th = 250: (365:4) x1th = 2,7 th

Dalam organisasi RS, biasanya unit linen dan laundri ber-


ada di bawah bagian rumah tangga. Untuk perencanaan kebutu-
298 | Manajemen Logistik Kesehatan

han linen bagian rumah tangga akan bekerja sama dengan bagi-
an logistik dan bidang keperawatan.
Tugas unit linen dan laundri adalah:
1. Merencanakan kebutuhan linen yang diperlukan;
2. Merencanakan kebutuhan bahan linen;
3. Menjaga kebutuhan linen;
4. Memperbaiki alat tenun yang rusak;
5. Mengatur distribusi untuk kelancaran pelayanan linen;
6. Memelihara peralatan laundri;
7. Menyusun laporan kegiatan unit linen dan laundri;
8. Mengawasi kegiatan di unit linen dan laundri;
9. Melaksanakan stock opname secara periodik;
10. Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kepewaian.

Penganggaran
Dalam organisasi rumah sakit, biasanya linen dan laundri
berada di bawah bagian rumah tangga sehingga dalam pengang-
garan linen akan bekerjasama dengan bagian logistik.

Pertimbangan yang dibutuhkan untuk membuat linen:

a. Jenis material
1) Katun (catton)
- Bahan alam yang mempunyai daya serap tinggi, sehing-
ga nyaman dipakai;
- Mudah patah pada keadaan kering;
- Warnanya mudah pudar karena panas matahari (Ultra
Violet), bahan kimia;
- Tidak mudah menyala apabila terbakar;
- berbau seperti kertas terbakar dan meninggalkan bau.
2) Polyester
- Tidak mudah kusut;
- berdaya serap rendah;
- Apabila terbakar menyala dan meleleh dan meninggal-
kan bekas hitam yang keras.
3) Rayon
- Lebih mudah kusut;
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 299

- Tahan panas, berdaya serap tinggi namun mudah robek


dalam keadaan basah;
- Mudah terbakar dan berbau seperti kayu.
4) Bahan campuran
- Untuk mendapatkan kain yang sifatnya menguntungkan
pemakai, maka kain dibuat dari bahan campuran, Tete-
ron Rayon (TR), Teteron Cotton (TC).

b. Jenis tenunan
Banyak sekali jenis tenunan, namun yang sering dipakai
untuk keperluan RS adalah:
1) Tenunan sederhana (plain weave)
Biasanya dipakai untuk membuat kain seprei, baju,
kemeja, sarung, dll.
2) Drill/Twill dan Satin
Biasanya dipakai untuk barang-barang yang membu-
tuhkan.

Pengadaan
Dilakukan oleh bagian logistik sesuai jumlah kebutuhan
linen dan patokan harga serta ketersediaan dana.

Prosedur Pengambilan dan Pendistribusian Cucian

Prosedur pengambilan:
1. Sebelum dibawa ke laundri petugas unit kerja harus memi-
lah linen yang terkena feces, darah, nanah, atau obat-oba-
tan dengan linen kotor lainnya.
2. Bilas dan peras cucian terkontaminasi tersebut lalu masuk-
kan ke dalam kantung plastik kuning sebagai tanda bahwa
cucian terinfeksi.
3. Jam 08.00-09.00 petugas laundri datang ke unit kerja
untuk mengambil cucian kotor.
4. Bersama-sama dengan petugas unit kerja, cucian kotor
dihitung dan dicatat baik jumlah dan jenisnya pada formu-
lir yang tersedia dan di tandaa tangani bersama oleh kedua
petugas tersebut.
5. Cucian dibawa ke kamar cuci dengan troli yang tertutup.
300 | Manajemen Logistik Kesehatan

Proses Pencucian di bagian laundri


1. Semua cucian yang dikirim ke bagian laundri harus dihi-
tung ulang dan ditimbang untuk menentukan bahan cuci-
an.
2. Cucian yang datang dengan kantong plastik kuning, diren-
dam dengan desinfektan 1x24 jam.
3. Lakukan pemisahan jenis linen(sprei, sarung bantal, han-
duk, serbet dll).
4. Linen yang ternoda direndam dengan obat tertentu sesuai
dengan macam noda yang melekat.

Pemasukan Cucian ke dalam Mesin cuci


1. Berat yang dimasukkan ke dalam mesin cuci sesuai de-
ngan kapasitasnya.
2. Linen sejenis dicuci daalam satu putaran/cycle.
3. Cucian yang agak kotor dicuci dalam putaran akhir.
4. Cucian infektion dicuci tersendiri.
5. Perbandingan bahan pencucian (chemical) HARUS sesuai
dengan berat cucian.
6. Keringkan cucian dalam mesin pengering sesuai dengan
jenisnya.
7. Cucian yang sudah bersih dipisah-pisahkan menurut jenis-
nya lalu diseletika dengan peralatan yang tersendiri lalu
disimpan di gudang linen bersih.

Proses Pendistribusian
1. Setiap jam 15.00 sore petugas laundri mengirimkan cucian
bersih ke unit kerja.
2. Cocokkan di formulir isian cucian yang dikimkan ke bagi-
an laundri pagi harinya.
3. Bila tidak cocok catat dalam formulir tersebut.
4. Simpan linen bersih ditempat yang telah disediakan di unit
kerja.

Tujuan Mencuci pakaian:


1. Membersihkan pakaian dari segala kotoran dan noda.
2. Mengembalikan kecermelangan warna pakaian.
3. Membunuh kuman/bakteri yang menempel pada pakaian.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 301

4. Memperpanjang umur pakaian.


5. Menjaga sifat-sifat asli serat bahan.

Akibat Negatif Kekurangan Par Stock Linen


1. Lembur
Akibatnya naiknya upah dan produktifitas bisa
menurun dibandingkan dengan jam kerja.
2. Menambah jam kerja
Jam kerja bertambah dan shift bertambah.
3. Penambahan keperluan lainnya
Penambahan biaya energi.
4. Pengawasan di laundri menjadi kurang efisien
Pengawasan pekerjaan menjadi kacau.
5. Kondisi mutu pelayanan linen menjadi rendah
Karena keterbatasan jumlah linen sehingga yang su-
dah tidak layak (Penuh noda dan sobek) bisa dipakai lagi.
6. Pencucian yang terlalu sering dilakukan
Menyebabkan biaya obat pencuci khusus naik dan
akan mengurangi ketahanan bahan.
7. Mengurangi ketelitian pengecheckan linen.
8. Karena keterbatasan jumlah linen, setiap linen yang diteri-
ma langsung dipakai tanpa dicheck atau disortir lebih dulu.
9. Cepat usang karena sering digunakan
Linen harus diistirahatkan selama 24 jam sebelum
dicuci dilaundry.
10. Produktivitas housekeeping menjadi rendah
Harus menunggu linen yang sedang dikerjakan di
loundri.

AIR untuk Pencucuian Linen

1. Kandungan terlarut dalam air


a. Gas: CO2, O2 menyebabkan karat pada pipa-pipa besi.
b. Garam mineral: Ca, Mg mengurangi kadar aktif sabun.
c. Logam:
Fe: - menyebabkan kain putih menjadi kekuning-
kuningan
- Kain berwarna menjadi tidak cemerlang
302 | Manajemen Logistik Kesehatan

Mn: - Kain putih menjadi kecoklatan

2. Kualitas air untuk Laundry


a. Kesadahan :
Ukuran dari jumlah (konsentrasi) garam-garam
kalsium (Ca) dan (Mg) dalam air rendah, max 40 ppm,
(Satuan Amerika)
b. PH
6,5 – 7
c. Konsentrasi besi (Fe)
Max 0,1 ppn
d. Konsentrasi Mangan (Mn)
Max 0,05 ppm
e. Alkalinitas
Max 40 ppm
f. Konsentrasi Khlorida
Max, 1000 ppm
g. Warn
Max 20 ppm Platina
h. Bau
Tidak berbau
i. Hygiene
Aman, (air minum, 10 M.O/ml)

Kerugian Air Sadah:


1. Dosis detergent lebih tinggi;
2. Peningkatan kerusakan mekanis;
3. Resiko ke abu-abuan;
4. Mengurangi daya serap air;
5. Efek negatif pada mesin;
6. Endapan kapur di mesin.

Proses Pencucian Linen

I. a. Flush
Proses pembasahan yang bertujuan untuk mele-
paskan jenis kotoran yang mudah larut di air, tanpa
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 303

menambahkan kimia pembersih dan ketinggian air me-


dium atau high, umumnya pada suhu rendah.
b. Break
Proses pembasahan dengan menambahkan alkali/
buider untuk memudahkan melepaskan jenis kotoran
protein (darah, kuning telur, keju, ikan dll), pada ting-
kat ketinggian air medium atau high dan pada umum-
nya pada suhu rendah.
c. Prewash
Proses pencucian awal dengan menambahkan de-
tergent, alkali dan atau emulsifier pada ketinggian air
low dan suhu air hangat tanpa atau dengan menaikkan
suhu pencucian. Yang bertujuan melepaskan sebagian
pengotor untuk memudahkan proses pelepasan
II. Main Wash
Proses pencucian yang sesungguhnya, semua jenis
kotoran diharapkan diharapkan dapat dilepaskan dari per-
mukaan linen/kain. Pada umumnya tingkat ketinggian air
di mesin cuci rendah dan temperatur tinggi agar detergent
dan alkali dapat bereaksi secara optimal. Bila jenis linen
berwarna, bleach dengan kandungan aktif oksigen dapat
ditambahkan yang berfungsi melepaskan noda-noda orga-
nik.
III. Bleach
Proses bleaching atau pemucatan dengan mengguna-
kan kadar aktif khlorine, berlangsung dalam suhu hangat
(< 60 derajad C) pada ketinggian air medium, blench ha-
nya untuk kain/linen putih, tujuan dari proses ini adalah
melepaskan noda-noda organik yang tidak dapat dilepas-
kan pada proses main wash, serta menjaga kain agar tetap
putih disamping membunuh bakteri agar lebih hygiene.
IV. Rinse
Proses pembilas sisa-sisa reaksi kimia akan dilepas-
kan dari kain dengan menggunakan air dingin dan membu-
304 | Manajemen Logistik Kesehatan

tuhkan air cukup banyak atau pada ketinggian air high.,


diulang sampai dua atau tiga kali.

V. Intermediate Extract
Untuk membantu mencapai hasil pembilasan yang
optimal khususnya untuk handuk karena banyak menyim-
pan air dan larutan kimia. Pemerasan secara ringan dan
singkat diperlukan dalam proses ini sebelum memasuki
proses final rinse.

VI. Final Rinse


Akhir dari proses pencucian adalah menetralkan sisa-
sisa kimia (detergent, alkali, khlor), ditambahkan penetral.

VII. Extract
Beberapa mesin cuci sudah dilengkapi dengan pro-
ses pengeringan/pemerasan, membantu proses pengeri-
ngan.

Warna Pakaian
Konotasi psikologis yang bisa didapat dari warna adalah:
1. Merah tua : cinta dan persahabatan
2. Merah sedang : sedang dan penuh vitalitas
3. Merah menyala : Nafsu
4. Merah muda : lembut feminim
5. Orange tua : Ambisius
6. Kuning muda sedang : bijaksana, perhatian
7. Keemasan yang kuat : glamour
8. Biru sedang : idealis
9. Abu-abu tua ungu : royalty

Penyimpanan Linen
Tergantung jumlah Parstok linen yang ada, tetapi secara
ideal penyimpanan linen berada pada:
1. Minimal 1 Parsstok disimpan di bagian linen;
2. Minimal 1 Parsstok disimpan dibangsal.
Sedangkan yang lainnya dipakai pasien dan dalam proses
pencucian di Laundry.
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 305

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2002. Manjemen Administrasi Rumah


Sakit. Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.(Hal.
42-47).
Anief, muhamad, 2001. manajemcn farmasi. cetakan 1. Yogja-
karta: Gadja Mada. (Hal. 135-139).
Anindita, Utari, 2014. Skripsi: Cara Pengendalian Persediaan
Obat Paten Dengan Metode Analisis ABC, Metode EOP,
Buffer Stock Dan ROP Di Unit Gudang Farmasi RS Zahi-
ra Tahun 2014. UIN: Jakarta. (Hal. 8, 17, 20-25).
Aryanti, Iljanto. 2013: Analisis Pengendalian Persediaan Obat
Dengan Analisis ABC,EOQ Dan ROP Pada Instalasi Far-
masi Rumah Sakit X Periode Januari-Desember 2011.
FKMUI. Jakarta. (Hal.42-48).
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi
Revisi. Jakarta.Fakultas Ekonomi: Universitas Indonesia.
(Hal. 108,110,112-115).
Atmaja, 2012. Tesis: Penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis
Untuk Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di Rumah
Sakit Salemba. UI: Depok. (Hal. 30, 33, 37).
Azwar Azrul, 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi
Ketiga. Binarupa Aksara Publisher. Jakarta. (Hal. 98-101).
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta:
Binarupa Aksara
Bowersox, Donald J. 2004. Manajemen Logistik Integrasi Sis-
tem Dan Manajemen Fisik Dan Material. Jakarta: Bumi
Aksan. (Hal. 125, 129, 131, 132).
Dirjen Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan Kemenkes RI,
2010. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di
Rumah Sakit.
Gasperz, Vincent. 2009: Proction Planing Anda Invntory Con-
trol. Jakarta. (Hal. 25, 27).
Handoko, Hani. 1991. Manajemen Edisi III. Yogyakarta.
Heizer, Jay Dan Render, Barry, 2010, Manajemen Operasi.
Jakarta: Salemba Empat. (Hal. 102-105).
306 | Manajemen Logistik Kesehatan

Jhon, D. T. Dan Haning, H. A. 2001, Manajemen Operasi Untuk


Meraih Keunggulan Kompetitif, Cetakan 1. Di Terjemah-
kan Oleh: Kunto Wibiosono. Jakarta. PPM. (Hal. 90).
Kemenkes RI, Nomor 1197/Menkes/Sk/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
Kemenkes, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tentang Rumah Sakit.
Kumalasari, 2016: Pengendalian Persediaan Obat Umum
Dengan Analisis Abc Indeks Kritis Di Ifrsi Siti Palem-
bang. Palembang. (Hal. 98, 99, 105).
Listyorini, 2016: Perencanaan Dan Pengendendalian Obat
Generik Dengan Metode Analisis Abc, Eoq Dan Rop Studi
Kasus Di Unit Gudang Farmasi Rs Pku Aisyiyah Boyolali.
Surakarta. (Hal. 50).
Mulyardewi Insan, 2010. Tesis: Analisis Perencanaan dan
Pengendalian Obat Di RSU Zahirah. UI. Jakarta. (Hal. 35-
36).
Muninjaya, A. A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta:
Buku Kedokteran.
Muninjaya, A.A. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rahmi fadilah. 2013. Skripsi: Studi Pengendalian Persediaan
Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC, EOQ dan
ROP Digudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin.
UNISH: Jakarta. (Hal. 30, 31, 32).
Seto, Soerjono. 2004.Manajemen Farmasi.Surabaya: Airlangga
University Press. (Hal. 88).
Siagian, Sondang P. 2002. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta:
Bumi Aksara.
Siregar, 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori Dan Penerapan.
Jakarta: EGC. (Hal. 98).
Swastha, Basu. 1991. Pengantar Bisnis Modern, Yogyakarta.
Tunggal,A,W. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Logistic dan
Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta.
INDEKS

A E
Afrika · 10, 66 Eko Indrajit · 238, 240, 243, 248,
AIDS · 11, 33 255, 257, 258, 285
AKDR · 222, 223, 224, 225, 226, Eropa Barat · 4
227, 228, 229 Estrogen · 217, 220
Amerika · 66, 69, 203, 315 evidence based analysis · 35
Authority and responsibility · 63

F
B
F. A. Moeloek · 7
behavioral modelling · 256 FEFO · 164, 173, 179, 214
bidan · 10, 12, 25, 227 FIFO · 102, 104, 148, 165, 173, 179,
Biological Half Life · 219 185, 198, 199, 200, 205, 207
BMI · 10 First Expiry First Out · 214
Bom Bali I · 299 First In First Out · 102, 104, 148,
Bowerex · 67 173, 185, 198, 199, 207
Bowersox · 68, 69, 70, 78, 83, 91, force majeur · 247
149, 318

G
C
G.R Terry · 47
Canada · 3 Gajah · 66
Cartesian · 2 GBHN · 6, 29
CDR · 9 gempa · 295, 298, 299, 300, 302, 303,
cost efektif · 2 304, 305
cost effective · 5, 41 Gempa Bantul · 299
CPAKB · 44 Good Manufacturing Practices · 41
Grafenberg · 222
Grafenheimer · 222
D Gunung Merapi · 299, 304

Dicipline · 63
Division of work · 63 H
DOEN · 119, 130, 131, 148, 173,
265, 266, 267, 268, 269 Hamsi Alfian · 257, 258, 285
dokter gigi · 10 Hani Handoko · 48, 50
donor agency · 30 Hannibal · 66
donor driven policy · 36 Hendrik L. Blum · 3
hormonal luteinizing · 217
Human Capital · 1, 3, 13

307
308 | Manajemen Logistik Kesehatan

human investment · 12 Muninjaya · 47, 49, 50, 56, 58, 59,


92, 150, 216, 239, 259, 285, 307,
319
I
IMR · 9 N
individual centered · 13
Indonesia Sehat · 18, 19, 43 NAWA CITA · 39
Inggris · 47, 66
IPTEK · 14, 16, 23, 25, 27, 31, 33, 37
Ishimaka · 222 O
ISPA · 121, 142, 143, 145, 148, 174
off the job side · 256
Oppenheimer · 222
J outcome of planning · 51
Oxford · 65
Jamu · 42
Jateng · 298, 303
Jerman · 222 P
JPKM · 17, 21, 25
patofisiologi · 10
Perang Dunia · 66
K perang Troya · 65
PKRT · 39, 41, 43, 44
kesehatan positif · 9 plain weave · 312
konsep holistik · 9 POKJA · 299, 300
Polandia · 222
Polifarmasi · 121, 145, 146
L preventif · 4, 6, 8, 10, 13, 20, 21, 28,
30, 33, 34, 43, 254, 260
Primary Health Care · 43
Lalonde · 3
process of planning · 51
Lippes Loop · 223, 226, 227
profesionalisme · 16, 17, 32, 33, 34,
Live Expectancy · 9
36
LPLPO · 96, 97, 98, 109, 118, 121,
progerterone only pil · 218
129, 138, 147, 148, 173
Progestasert · 223
Lukas Dwiantara · 67
progeterogenik · 218
promotif · 7, 8, 10, 13, 21, 28, 30, 33,
34, 43
M PT Kimia Farma · 223
Puskesmas · 39, 40, 43, 44, 96, 97,
Manajemen Logistik · 49, 68, 69, 70, 98, 108, 109, 112, 115, 118, 141,
76, 91, 149, 150, 175, 259, 273, 142, 143, 144, 145, 147, 149, 150,
285, 286, 288, 295, 318 152, 153, 154, 174, 216, 260, 307
maneggio · 47
mechanic of plan · 51
Medosa · 223 R
Menteri Kesehatan · 7, 79, 260, 261
Munandar · 257, 258, 285
Rahmi · 68, 79, 92, 319
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 309

redeployment · 37 textil · 309


release approach · 8 the lone survivor · 66
Remuneration of personnel · 64 Thomas Kuhn · 8
response phase · 301 Tumbuhan Obat · 42
Ristoja · 42
Ritcher · 222
role playing · 256 U
Unity of command · 64
S Unity of direction · 64

Scalar chain · 64
Seven cupper · 223 V
shared responsibility · 30
SKM · 11
virus HIV · 33
Sleman · 299
SMART · 53, 122
spiral Margulis · 222
Spirit de corps · 65 W
Steven R. Covey · 2
Subagya · 67, 80, 241, 259, 274, 275, Wedus Gembel · 299
277, 278, 279, 280, 281, 285, 286 WHO · 2, 9, 10, 13, 53, 127, 148,
subtropis · 309 150, 174, 305, 308
Supply Chain Management · 69, 92, Wolper · 68
150, 175, 216, 259, 286, 308, 319
supplypoint · 66
Y
T Yogyakarta · 91, 92, 150, 216, 259,
285, 304, 318, 319
task-force · 301 Yunani · 2, 65
Teteron Cotton · 312
PROFIL PENULIS

Dr. H. Muntasir, S.Si, Apt., M.Si. adalah staf


pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Uni-
versitas Nusa Cendana mulai tahun 2003. Penulis
mengajar pada mata kuliah yang berkaitan dengan
Kimia, Farmakologi, Kesehatan dan Farmasi
dengan sertifikat dosen bidang keahlian Biomedik.
Selain mengajar, Penulis juga aktif di bebe-
rapa bidang organisasi profesi, seperti: IAI NTT,
IAKMI NTT dan MUI NTT. Melalui pelaksana kegiatan Pengabdian
Masyarakat di Universitas Nusa Cendana, Penulis pernah mendapat-
kan hibah Nasional Vucer, Ipteks, Kewirausahaan, Magang Kewira-
usahaan, berbagai Program IBM, IBIKK, KKN PPM, HI-LINK
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. dan IPTEKDA
LIPI.
Penulis yang menyelesaikan jenjang pendidikan Doktoral di
bidang Kimia Lingkungan Universitas Hasanuddin Makassar (2016)
ini sekarang menjabat sebagai staf pengajar dan pembimbing tugas
akhir tesis di program S2 IKM pascasarjana Universitas Nusa
Cendana.
Berikut adalah identitas lengkapnya:

I. IDENTITAS
Nama Lengkap : Dr. H. Muntasir, S.Si, Apt., M.Si.
NIP/NIDN : 19700816 200012 1 001 / 0016087004
Identitas Lain (No.Serdos) : 101101407432
Pangkat dan Golongan : Penata Tingkat I/ IIID
Jabatan Fungsional Lektor
Tempat dan Taggal Lahir : Ujung Pandang, 16 Agustus 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Perguruan Tinggi : FKM Universitas Nusa Cendana
Jl. Jenderal Soeharto No. 72, Naikoten Kupang,
NTT. 85000
Telp/Fax. : 0380-821410
Alamat Rumah Perumahan RSS Baumata Blok C No. 2
Kecamatan Taebenu Kabupaten Kupang, Nusa
Tenggara Timur, 85361
Jl. Masjid Babul Jannah No. 23 Maccini Makassar
90144
Jl. Pongtiku No. 28 Malimongan Baru, Bontoala,
Makassar, 90152
HP : (+62) 081339360835
Email : munbasrypps@yahoo.com

310
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 311

Kegemaran (Hobby) : Jogging dan olah raga


Nama Istri Hj. Sri Prilmayanti A. SE, MM
Nama Anak Nurul Fathanah Muntasir
Nabiyl Ahmad Fawzy Muntasir
Naila Nur Faadhilah Muntasir
Orang Tua H. Muhammad Basry
Hj. St. Haniah

II. RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL

Tahun
Tingkat Tempat Pendidikan Program Studi Masuk dan Tempat
Lulus
SDN SD Tauladan Pongtiku 1978-1984 Makassar
SMP SMP Negeri 4. Makassar 1984-1987 Makassar
SLTA SMA Negeri 5 Makassar 1987-1990 Makassar
S1 Universitas Hasanuddin Farmasi 1990-1996 Makassar
PROFESI Universitas Hasanuddin Apoteker 1996-1997 Makassar
S2 Universitas Hasanuddin KIMIA 1999-2001 Makassar
LINGKINGAN
S3 Universitas Hasanuddin KIMIA 2011-2016 Makassar
LINGKUNGAN

III. PENGALAMAN MENGAJAR

Program Institusi/Jurusan/ Program


Mata Kuliah
Pendidikan Studi
Kimia Anorganik (T) S1 FKIP Kimia
Ikatan Kimia (T) S1 FKIP Kimia
Kimia Dasar (M) S1 Peternakan Produksi Ternak
Kimia (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Mikrobiologi (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kewirausahaan dan Kepemimpinan S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
(M)
Farmakologi Sosial dan S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pengelolaan Obat (T)
Parasitologi (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Etika Hukum dan Kesehatan (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen SDM (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Kebijakan Obat (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Hukum dan Undang-Undang S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kesehatan (T)
Biomedik I (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Biomedik II (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kewirausahaan (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fisika Kesehatan (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Perencanaan Strategik Kesmas (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Strategik Kesmas (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Logistik Kesmas (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen dan Evaluasi Proyek S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kesmas (T)
Farmakologi Dasar (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
312 | Manajemen Logistik Kesehatan

Program Institusi/Jurusan/ Program


Mata Kuliah
Pendidikan Studi
Farmasi Fisika (M) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Manajemen Farmasi (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Pemasaran Farmasi (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Metodologi Penelitian Farmasi (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Perundang-undangan Farmasi (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Farmasi Rumah Sakit (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Anatomi dan Fisiologi (T) D3 Farmasi Jurusan Farmasi Poltekkes Kupang
Kimia Analisis Farmasi (T) S1 Farmasi STIFAR Makassar.
Kesehatan Lingkungan (M) S1 Farmasi STIFAR Makassar
Kimia Kesehatan (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Metodologi Penelitian (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Pemasaran dan Jasa S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit (T)
Kesehatan Lingkungan (T) S2 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Investigasi Wabah Lapangan (T) S2 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Epidemiologi Analitik (T) S2 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
(M = Mandiri, T = Tim)

IV. MODUL BAHAN AJAR DAN PANDUAN PRAKTIKUM


Program Institusi/Jurusan/
Mata Kuliah
Pendidikan Program Studi
Kimia Anorganik S1 FKIP Kimia
Ikatan Kimia (T) S1 FKIP Kimia
Kimia Dasar (M) S1 Produksi Ternak
Peternakan
Kimia (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Mikrobiologi (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Panduan Praktikum Mikrobiologi S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
(M)
Kewirausahaan dan Kepemimpinan S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
(M)
Farmakologi Sosial dan S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pengelolaan Obat (T)
Manajemen Kebijakan Obat (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Biomedik I (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Biomedik II (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kewirausahaan (M) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Strategik Kesmas (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen Logistik Kesmas (T) S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Manajemen dan Evaluasi Proyek S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kesmas (T)
Manajemen Pemasaran dan Jasa S1 Kesmas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kesehatan (M)

1. Muntasir. M. Sjahrul, Muhammad Zakir, Indah Raya. Studies of


Use Hydrogen Peroxide (H2O2) Oxidizing to Reduction Cyanide
Level in Wastewater. Prosiding International Seminar 2015.
Chemestry Education Study Program, Departement of Mathematic
Dr. Muntasir, S. Si, Apt. M.Si | 313

and Natural Science Education. Faculty of Teacher Training and


Education Mulawarman University. 12 September 2015.
Samarinda.
2. Muntasir. M. Sjahrul, Muhammad Zakir, Indah Raya. Optimasi
Penggunaan Hidrogen Peroksida (H2O2) Terhadap Penurunan
Kadar Sianida Pada Limbah Cair. Al-Kimia Jurnal Penelitian
Sains Kimia Jurusan Kimia UIN Alauddin Makassar Volume 3
Nomor 2 Juli-Desember 2015. Hal. 28-41. ISSN: 2302-2736.
3. Muntasir. M. Sjahrul, Muhammad Zakir, Indah Raya. Elimination
Cyanide with Hydrogen Peroxide (H2O2) and Calcium Hypochlo-
rite (Ca(OCl)2) on Gold Mine Waste From North Luwu, South
Sulawesi. American Journal of Environmental Protection. 2016;
5(4): 97-102. http://www.sciencepublishinggroup.com/j/ajep. doi:
10.11648/j.ajep.20160504.14. ISSN: 2328-5680 (Print); ISSN:
2328-5699 (Online).
4. Muntasir, Sri Prilmayanti. Jati Emas (Jurnal Aplikasi Teknik &
Pengabdian Masyarakat) Vol.1 No. 2 Oktober 2017 - E. ISSN:
2550-0821 Aplikasi Teknologi Tepat Guna pada Pembuatan Kue
Donat Kue Roti dan Roti Goreng pada Mitra Usaha Roti Sari dan
Dian Jaya Kota Kupang (Appropriate Technology Applications on
Donate Cake Manufacturing Bread Cakes and Bread Roses in Bu-
siness Partners Roti Sari and Dian Jaya Kupang City) hal. 89-94.

V. PENGALAMAN KE LUAR NEGERI

Tahun Uraian dan Nama Kegiatan Tempat dan Waktu


2013 Melaksanakan Ibadah Haji ke Mekkah dari 5 Oktober Arab Saudi
2013 – 15 Nopember 2013
2017 Melaksanakan Kuliah Kesehatan Lingkungan Dili, Timor Leste
kerjasama S2 IKM Universitas Nusa Cendana
Indonesia dan Universitate Da Paz Timor Leste, 14-
20 September 2017

VI. TANDA JASA DAN PENGHARGAAN

Tahun Bentuk Penghargaan Pemberi


2008 Dosen Berprestasi Terbaik II Universitas Nusa Universitas Nusa
Cendana Tahun 2008, Kupang, 27 Juni 2008 Cendana
2010 Dosen Berprestasi Terbaik I FKM Undana

Anda mungkin juga menyukai