Anda di halaman 1dari 40

DISTRIBUSI OBAT

MATA KULIAH: UNDANG-UNDANG


DAN ETIKA KESEHATAN

KELOMPOK VI
•MARDIATI RAHMA TAWARA (O1A117102)
•NOVIANTI PUSPITASARI (O1A117114)
•SRI DEVI FEBRIANTI (O1A117125)
•TITIN SHAFIRANSYAH ISLAMIATI (O1A117128)
•WA ODE HASZRAM DANI (O1A117130)
•AISAH NUR HAWA (O1A117134)
•ANUGERAHWATI MARSUKI PUTRI (O1A117138)
•CICI PULCERIMA (O1A117139)
•EKA PEBRIANA (O1A117140)
•HASRI AININ HIKBAR (O1A117147)
•HASRI AINUN HIKBAR (O1A117149)
POINTS FOR TODAY
Distribusi obat

01 Definis Distribusi obat

Pedoman dan Ruang Lingkup


02 CPOB

03 Penerapan
CDOB
dan Sertifikasi dari

04 Kasus dan Penyelesainnya


00 Regulasi mengenai distribusi obat

4. Peraturan Menteri Kesehatan No 3


Tahun 2015 Tentang Peredaran,
1. Undang-undang No 36 Tahun Penyimpanan, Pemusnahan Dan
2009, tentang Kesehatan Pelaporan Narkotika, Psikotropika
Dan Prekursor Farmasi.

5. Peraturan Kepala BPOM Nomor HK


2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang
Tahun 1998 tentang Pengamanan Pedoman Teknis cara distribusi obat
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang baik.

6. Peraturan Kepala Badan Pengawas


Obat Dan Makanan Republik Indonesia
3. Peraturan Menteri Kesehatan No Nomor 25 Tahun 2017 Tentang Tata
34 Tahun 2014 tentang perubahan Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat
atas Permenkes 1148 tahun 2011 Yang Baik
tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
01. Definisi Distribusi Obat
01 Definisi Distribusi Obat dan Regulasinya

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan


Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik: “Distribusi adalah Setiap
kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi pengadaan, pembelian, Point 1
penyimpanan, penyaluran, importasi, eksportasi obat dan/atau bahan
obat, tidak termasuk penyerahan obat langsung kepada pasien”.

Dalam peraturan yang sama menyebutkan pula “ CDOB adalah Cara


distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan Point 2
dan tujuan penggunaannya”. Dengan kata lain distribusi mempunyai
kesamaan arti dengan penyaluran.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998


Pasa1 Ayat 4 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan:
“Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran Point 3
atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan”
02. Pedoman dan Ruang Lingkup CPOB
Prinsip-Prinsip Umum berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, sebagai berikut :

1. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek pengadaan,
penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai
distribusi.
2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk
memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi
selama proses distribusi.
3. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat uji klinis.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-hatian (due
diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan
kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga
penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang
bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta
mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Ruang Lingkup CDOB: Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542
Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Bab II Pasal 2 mengenai ruang lingkup (CDOB) yang mengatakan : Pengaturan
CDOB dalam Peraturan ini, meliputi: Obat dan Bahan Obat serta beberapa uraian berikut :

BAB I BAB VI
1 Managemen Mutu
6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan
Obat Kembalian, Diduga Palsu
dan Penarikan Kembali
BAB II

2 Organisasi, Manajemen dan


Personalia
BAB VI
7 Transportasi
BAB III

3 Bangunan dan Perlatan

BAB VIII
BAB IV 8 Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak
4 Operasional

BAB IX
BAB V
5 Inspeksi Diri
8 Dokumentasi
Management Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan
integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji
secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen manajemen puncak.

Bahasan Managemen Mutu mencangkup

01 Sistem mutu:

02 Pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak


03 Kajian dan pemantauan managemen
04 Managemen Resiko Mutu

MANAGEMENT MUTU ?
Managemen mutu
Kajian dan pemantauan managemen:
Sistem mutu: Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji
sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut
Sistem pengelolaan mutu harus mencakup mencakup:
1. Pengukuran capaian sasaran sistem manajemen mutu;
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber 2. Penilaian indikator kinerja yang dapat digunakan untuk
memantau efektivitas proses dalam sistem manajemen
daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk mutu, seperti keluhan, penyimpangan, CAPA, perubahan
proses; umpan balik terhadap kegiatan berdasarkan
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
kontrak; proses inspeksi diri termasuk pengkajian
yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan risiko dan audit; penilaian eksternal seperti temuan
inspeksi badan yang berwenang dan audit pelanggan.
dan/atau transportasi. Totalitas dari tindakan ini 3. Peraturan, pedoman, dan hal baru yang terkait dengan mutu
yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu;
digambarkan sebagai sistem mutu. 4. Inovasi yang dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen
mutu
5. Perubahan iklim usaha dan sasaran bisnis yang sudah
Mutu ditetapkan sebelumnya.

Pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak


Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan Managemen resiko mutu:
pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini
harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi:
Manajemen risiko mutu adalah suatu
1. penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak yang proses sistematis untuk menilai,
ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan kontrak mengendalikan, mengkomunikasikan dan
sebelum kegiatan tersebut dijalankan, serta memeriksa mengkaji risiko terhadap mutu obat
status legalitasnya jika diperlukan dan/atau bahan obat. Hal ini dapat
2. penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi antar
pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang terkait dilaksanakan baik secara proaktif maupun
mutu. retrospektif
3. Untuk pemantauan dan pengkajian secara teratur kinerja
penerima kontrak, identifikasi dan penerapan setiap
perbaikan yang diperlukan
Organisasi, Managemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat
bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas
yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang
sesuai dengan tanggung jawabnya.

Bahasan Managemen Mutu mencangkup


01 Organisasi dan managemen

02 Penanggung Jawab
03 Personil lainnya
04 Pelatihan
05 Hiegiene

Organisasi, Managemen dan


Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.
• Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
• Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi
tanggung jawab dari fasilitas distribusi.
• Bangunan harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi
obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat
dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan.
• Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan
area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan.
• Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
• Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan,mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan
keselamatan dan keamanan.
• Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai
• Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa
sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
• Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
• Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat dan/atau
bahan obat.
• Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.
Program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
• Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.
Bangunan dan Peralatan
Cangkupan bahasannya meliputi:

Peralatan Sistem Komputer

Suhu dan Kualifikasi


Pengendalian dan
Lingkungan Validasi
Operasional

Bahasan operasional meliputi


• Kuakifikasi pemasok
Operasional • Kualifikasi pelanggan
• Penerimaan
Semua tindakan yang dilakukan oleh
fasilitas distribusi harus dapat • Penyimpanan
memastikan bahwa identitas obat
dan/atau bahan obat tidak hilang dan
• Pemisahan obat dan/ atau
distribusinya ditangani sesuai dengan bahan obat
spesifikasi yang tercantum pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus • Pemusnaan obat dan/ atau
menggunakan semua perangkat dan bahan obat
cara yang tersedia untuk memastikan
bahwa sumber obat dan/atau bahan • Pengambilan
obat yang diterima berasal dari industri
farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain • Pengemasan
yang mempunyai izin sesuai peraturan • Pengiriman
perundang-undangan untuk
meminimalkan risiko obat dan/atau • Ekspor dan impor
bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi resmi.
Inspeksi Diri
Program inspeksi diri harus dilaksanakan
dalam jangka waktu yang ditetapkan
dan mencakup semua aspek CDOB Audit terhadap kegiatan yang
serta kepatuhan terhadap peraturan
disubkontrakkan harus menjadi
perundang-undangan, pedoman dan
bagian dari program inspeksi-diri.
prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak
hanya dilakukan pada bagian tertentu
saja. Inspeksi
Diri
Semua pelaksanaan inspeksi diri harus
Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara
dicatat. Laporan harus berisi semua
yang independen dan rinci oleh personil pengamatan yang dilakukan selama
inspeksi. Salinan laporan tersebut harus
yang kompeten dan ditunjuk oleh
disampaikan kepada manajemen dan pihak
perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan terkait lainnya. Jika dalam pengamatan
ditemukan adanya penyimpangan dan/atau
oleh ahli independen dapat membantu,
kekurangan, maka penyebabnya harus
namun tidak bisa dijadikan sebagai satu- diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
satunya cara untuk memastikan kepatuhan
terhadap penerapan CDOB.
Keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus
dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis.

Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya.

Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam menangani
obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu. Jika diperlukan, dibutuhkan suatu sistem yang
komprehensif untuk menangani semua kasus, termasuk cara penarikan kembali.

Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan
penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Bahasan mengenai Keluhan,
obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali meliputi: keluhan,
obat dan/ atau bahan obat kembalian, obat dan/ atau bahan obat diduga palsu dan penarikan
kembali obat dan/ atau bahan obat
Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau
bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.
Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara
atau kombinasi di atas. Bahasan mengenai Transportasi meliputi:

Kontainer,
Pengemasan dan
pelabelan

Obat dan/ Transportasi


Atau bahan obat Obat dan/ atau
dalam pengiriman bahan obat yang
memerlukan kondisi
Transportasi khusus Kendaraan dan
Dan produk dalam peralatan serta
transit kontrol suhu Selama
transportasi
Transportasi
Transportasi obat dan/atau bahan obat yang
Transportasi dan produk dalam transit Memerlukan kondisi khusus
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer
pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang Untuk obat dan/atau bahan obat yang memerlukan
tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat kondisi khusus selama transportasi (misalnya suhu dan
dalam pengiriman harus dilengkapi dengan kelembaban), industri farmasi harus mencantumkan
peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor
mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan serta dicatat.
penyelewengan lainnya selama transportasi.
Kendaraan dan peralatan
Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk
Obat dan/ atau bahan obat dalam mengirimkan, menyimpan dan menangani obat
pengiriman dan/atau bahan obat harus sesuai persyaratan dan
Obat dan/atau bahan obat dalam pengiriman harus lengkap untuk mencegah terjadinya paparan obat
ditangani sedemikian rupa sehingga identitas obat dan/atau bahan obat pada kondisi yang dapat
dan/atau bahan obat tidak hilang mempengaruhi stabilitas dan integritas kemasan,
serta untuk mencegah kontaminasi.

Kontainer, pengemasan dan pelabelan Kontrol suhu selama transportasi


Harus tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi
Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan (misalnya kemasan termal, kontainer yang suhunya
diangkut dalam kontainer pengiriman yang tidak dikontrol, dan kendaraan berpendingin) untuk
mempengaruhi mutu, dapat memberi perlindungan memastikan kondisi transportasi yang benar
memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk dipertahankan antara fasilitas distribusi dan
kontaminasi. pelanggan. Pelanggan harus mendapatkan data suhu
pada saat serah terima obat dan/atau bahan obat.
Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh
dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat
dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu
penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi
Fasilitas distribusi berdasar kontrak:
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat:
a. Kontrak antar fasilitas distribusi
b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama,
pergudangan, kebersihan dan sebagainya
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai
dengan persyaratan CDOB :

Pemberi Kontrak:
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang dikontrakkan.

Penerima kontrak:
Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak.

Kontrak:
Didalam persyaratan kontrak harus mencakup, antara lain:
 Penanganan kehilangan/ kerusakan produk obat selama pengiriman
dan dalam kondisi tidak terduga (force major)
 Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan
Fasilitas obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman
distribusi dengan menyertakan berita acara kerusakan.
berasar  Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak
kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
 Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak
setiap saat.
Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem


manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah
kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran,
antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan
dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang
terkait dengan pemastian mutu.
Aneks I
Bahan Obat

Pengiriman Ulang dan Pelabelan


Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama, pengemasan
ulang dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat sehingga
pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB.

Penanganan Obat yang tidak sesuai


Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat
mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar. Dokumentasi harus tersedia,
mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.

Dokumentasi
Bahan obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas distribusi
harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sertifikat analisis yang dikeluarkan oleh
industri farmasi asal harus menunjukkan hasil analisis yang diperoleh dari
pengujian dan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian acak. Direkomendasikan
untuk menggunakan format sertifikat analisis seperti yang disarankan oleh WHO
Expert Committee on Specification for Pharmaceutical Preparation .
Aneks II
Produk rantai dingin (Cold chain product/ CCP)
Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain
meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.
• Personil dan pelatihan
1.Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. peraturan perundang-undangan
b. CDOB
c. prosedur tertulis
d. monitoring suhu dan dokumentasinya
e. respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan
2. Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang
bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.

• Bangunan dan fasilitas


Bangunan: Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan
bahaya alamiah lainnya.
Fasilitas: Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold room / chiller (+2 s /d + 8oC), freezer room /
freezer (-25 s / d -15oC), dengan persyaratan sebagai berikut: (a). Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room; (b). Chiller dan
Freezer:

• Operasional
Penerimaan:Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap: (a). Nama produk rantai dingin yang diterima ; (b).
Jumlah produk rantai
dingin yang diterima; (c). Kondisi fisik produk rantai dingin ; (d). Nomor bets (e). Tanggal kedaluwarsa (f). Kondisi alat pemantauan suhu ;
(g)Kondisi Vaccine Vial
Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM)
Penyimpanan: Fasilitas penyimpanan harus memiliki : (a). chiller atau cold room (suhu +2 s/d +8oC; (b). freezer atau freezer room (suhu -15 s/d
–25oC)
Pengiriman: Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut : (a). FEFO (First Expire First Out); (b). FIFO (First In - First Out);
(c).
Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indicator sudah mengarah atau mendekati
ke batas layak pakai
(atau posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya
masih panjang.

•Pemeliharaan
Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara menempatkan vaksin yang peka
Aneks III
Narkotika dan psikotropika

• Personil dan pelatihan


Penanggung jawab merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan perundang undangan.

• Bangunan dan peralatan


• Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk mengelola narkotika wajib memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Gudang atau lemari penyimpanan psikotropika harus aman dan terkunci.
• Kunci lemari atau gudang penyimpanan psikotropika dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas distribusi
atau personil lain yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan.
• Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan
yang dipersyaratkan.
• Gudang khusus penyimpanan psikotropika tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab
fasilitas distribusi

• Operasional:
Kualifikasi pemasok:
• Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri
farmasi yang memproduksi narkotika.
• Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan
Kualifikasi pelanggan:
• Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas distribusilain yang memiliki ijin
khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki
kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
• Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran psikotropika ke fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan
farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyerahkan psikotropika sesuai
Aneks III
Narkotika dan psikotropika

Pengadaan: Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerimaan: Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:
• kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat
pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan;
• kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik;
• kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur
penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
Penyimpanan: Penyimpanan narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan menyimpan
barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan.
Pemusnahan: Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh petugas
Badan POM, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi dan saksi.
Penyaluran: Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan
pengiriman.
Ekspor dan Impor:
• Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
• Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan tahunan dari industri
farmasi pengguna.
• Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika, harus memenuhi peraturan perundang-undangan

• Narkotika dan Psikotropika Kembalian


 Narkotika atau psikotropika kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat kembalian lain,
terkunci dan aman untuk mencegah pendistribusian kembali.
 Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya harus didokumentasikan. Untuk produk kembalian yang
akan dimusnahkan harus dilaporkan ke Badan POM RI.
03. Penerapan dan Sertifikasi CDOB
Penerapan
CDOB
Penerapan CDOB dijelaskan dalam Bab III Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik tentang Penerapan CDOB
sebagai berikut :
Pasal 3 :
1. PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis
CDOB.
2. Pedoman Teknis CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 4 :
Selain PBF dan PBF Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Instalasi
Sediaan Farmasi yang menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat juga wajib menerapkan Pedoman Teknis
CDOB.
Pasal 5 :
3. Terhadap PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan Pedoman Teknis CDOB
diberikan Sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Sertifikat CDOB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) akan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
CDOB

Sertifikasi CDOB

Aturan mengenai Sertifikasi CDBO tertuang dalam Peraturan


Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2017 Tentang Tata Cara
Sertifikasi Cara Distribusi Obat Yang Baik, sebagai berikut :
SERTIFIKAT CDOB
Pasal 3
PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan Pedoman
Teknis CDOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dibuktikan dengan Sertifikat CDOB.
Pasal 4
Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
diberikan untuk kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran:
Obat; dan/atau
Bahan Obat.
Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk produk
rantai dingin meliputi vaksin dan produk biologi lainnya,
narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
CDOB: Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2017
Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat Yang Baik

Persyaratan
1. Permohonan Sertifikat CDOB hanya dapat diajukan oleh PBF atau PBF Cabang yang memenuhi
persyaratan:

a. memiliki izin PBF untuk PBF; atau

b. memiliki pengakuan sebagai PBF Cabang untuk PBF Cabang.

2. Permohonan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 12
(dua belas) bulan terhitung sejak diterbitkan izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang.
.

Tata cara permohonan


Pendaftaran Pemohon
Pasal 6
Pemohon harus melakukan pendaftaran untuk mendapatkan nama pengguna (username) dan kata sandi (password).
Pasal 7
1. Pendaftaran Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan melalui website Badan Pengawas Obat
dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id atau melalui subsite http://www.sertifikasicdob.pom.go.id.
2. Pemohon melakukan entry data secara daring (online) dan mengunggah dokumen pendukung ke dalam subsite
http://www.sertifikasicdob.pom.go.id.
3. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas hasil pemindaian izin PBF atau pengakuan
sebagai PBF Cabang.
4. Terhadap pendaftaran Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan verifikasi secara daring (online).
5. Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) Hari.
6. Dalam hal hasil verifikasi dinyatakan lengkap dan benar, Pemohon mendapatkan nama pengguna
(username) dan kata sandi (password). .
Sanksi Administrasi: Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2017 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat Yang Baik

Pasal 22

1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan


ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan Sertifikat CDOB.
03. Contoh kasus dan Penyelesaiannya
Kasus 1 Pelanggaran Sanksi

Judul Acara berita: 754 Mengelola administrasi secara tidak tertib,gudang Potensi sanksi: Sesuai dengan Pasal 33
Pedagang Obat Besar tidak memenuhi persyaratan ,dan menyalurkan obat Permenkes Nomor
Melanggar Aturan pada secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun
2017 (dilansir dari secara penuh, pengadaan obat dari jalur tidak resmi , 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
Berita Tempo.com) menyalurkan obat keras tidak berwenang, tidak disebutkan bahwa:
bertanggungjawab atas penyaluran obat keras dalam Pelanggaran terhadap semua ketentuan
jumlah besar, dan beroperasi dialamat yang tidak dalam Peraturan Menteri ini dapat
sesuai dengan izin. dikenai sanksi administratif. Sanksi
administratif dapat berupa,
a. Peringatan;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pencabutan pengakuan;atau
d. Pencabutan izin.
Penghentian sementara kegiatan berlaku
paling lama 21 hari kerja dan harus
dilaporkan kepada Direktur
Kasus 2 Pelanggaran Sanksi

Dinkes Tangsel banyak penyimpanan narkotika dan psikotropika didalam Sesuai UU RI nomor 5 tahun 2017
temukan pelanggaran lemari yang di campur bersama obat-obatan jenis lain tentang psikotropika pasal 14 ayat 4
distribusi obat keapotek dan administrasi perlakuan terhadap obat-obatan yaitu Penyerahan psikotropika oleh
(dilansir dari m.merdeka.com mengandung psikotropika, contohnya frisium yang apotek, rumah sakit,
tahun 2016) seharusnya dikeluarkan dengan resep dokter puskesmas, dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan resep dokter
Sanksi pidana diatur dalam pasal 60 UU
RI Nomor 5 tahun 1997 Barangsiapa
menyerahkan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1) ,Pasal
14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14
ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Kasus 3 Pelanggaran Sanksi

Personil/ anggota baru Perlakuan ini telah melanggar pedoman CDOB berikut : Berdasarkan Peraturan
belum terlatih dalam Poin Personali : Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang Kepala Badan Pengawas Obat
pelatihan lanjutan dari dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan Dan Makanan Republik
fasilitas distribusi suatu memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu Indonesia Nomor
pabrik obat X terbukti prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun
melakukan pelanggaran keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga 2012 Tentang
dengan tidak memeriksa kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala , serta Pedoman Teknis Cara
informasi mengenai jenis Penyimpanan : Fasilitas penyimpanan harus memiliki : Distribusi Obat Yang Baik
sediaan yang sedang 1. chiller atau cold room (suhu +2 s/d +8oC), untuk menyimpan Bab IV mengenai Sanksi
diproses vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2 s/d 8oC, biasanya Administratif Pasal 6 yang
penataruangannya. Sediaan digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, berbunyi :
tersebut ialah vaksin DT, Hepatitis B, DPT-HB. Pelanggaran terhadap
dengan jumlah stok 100 2. freezer atau freezer room (suhu -15 s/d –25 oC) untuk menyimpan ketentuan Pedoman Teknis
batch yang diletakkan vaksin OPV. CDOB dapat dikenai
bukan dalam lemari es 3. Bagian Obat dan atau Bahan Obat dikembalikan : Obat dan/atau sanksi administratif
yang suhunya terkendali bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan yang berupa Penghentian
yang infonya Vaksin rendah tidak dapat dikembalikan. sementara kegiatan
tersebut akan segera atau Pencabutan
didistibusikan Sertifikat CDOB.
Kasus 3 Pelanggaran Sanksi

BPOM Ungkap Kasus Dalam pengungkapan kasus tersebut petugas BPOM Kegiatan illegal ini melanggar Pasal 196
Pendistribusian Obat dan bersama BNNP Jateng dan Polda Jateng dan 197 Undang –Undang No. 36 Tahun
Kosmetik Ilegal Senilai Rp3,5 mengamankan satu orang tersangka ,UA, dengan 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman
M (dilansir dari i.news.id barang bukti 127.900 obat dan kosmetik illegal yang hukuman penjara paling lama 15 tahun
tahun 2018) Semarang : diperkirakan senilai Rp3,5 miliar. dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah
serta Pasal 62 Undang – Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dengan ancaman hukuman
penjara paling lama 5 tahun dan denda
paling banyak 2 miliar rupiah.
Kasus 5 Pelanggaran Sanksi
Tanggal 2 Januari 2009, Dari 1. Apotek Kasih Jaya tidak membeli obat  UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
hasil pemeriksaan Apotek pada PBF melainkan melalui PBAK Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja
Kasih Jaya Jl. Agung 2 (Pedagang Besar Alat Kesehatan). memproduksi/ mengedarkan sediaan farmasi
Surabaya ditemukan obat Menurut PP 51 tahun 2009 tentang dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
sebagai berikut: Viagra pekerjaan kefarmasian pasal 1 ayat 10 :” standard dan/ persyaratan keamanan, khasiat dan
02425 4 box 800.000, Fasilitas Distribusi atau Penyaluran kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud
Fluocinonide Ointment 01557 Sediaan Farmasi adalah sarana yang dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
2 box 120.000 digunakan untuk mendistribusikan atau dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu tahun dan denda paling banyak Rp.
Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sediaan Farmasi”. ayat 12 :  Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja
“Pedagang Besar Farmasi adalah memproduksi/ mengedarkan sediaan farmasi
perusahaan berbentuk badan hukum yang dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin
memiliki izin untuk pengadaan, edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
penyimpanan, penyaluran ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
perbekalan farmasi dalam jumlah besar lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sesuai ketentuan peraturan banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
perundang-undangan”. ratus juta rupiah).
2. Apotek tidak memeriksa obat yang  UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
diterima apakah mempunyai no batch, exp. Konsumen Pasal 62 ayat (1) pelaku usaha yang
date, dan no registrasi Menurut PP 72 melanggar ketentua sebagaimana dimaksud
tahun 1998 tentang Pengamanan dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara
Sediaan Farmasi dan Alat paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
Kesehatan pasal 28, penandaan dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua
informasi sediaan farmasi harus miliar rupiah).
dicantumkan, salah satunya yaitu
kadaluarsa obat.
Kasus 6 Pelanggaran Sanksi

Bedasarkan hasil pengujian


Undang-undang Republik Indonesia No. 36  Sanksi hukum diberika karena terbukti
Balai Besar POM Surabaya melanggar tindak pidana sesuai : Undang-
terhadap sampel berikut : Pil tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 (4): undang RI No. 36 tahun 2009 tentang
Zhui Fung Tan diproduksi Kesehatan Pasal 197 : Setiap orang yang dengan
”Sedian farmasi adalah obat, bahan obat, obat
PT. Hanis Maju. Evaluasi dan sengaja memproduksi atau mengedarkan
Tindak Lanjut Produsen tradisional, dan kosmetika”. Pasal 106 (1) : sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
obat tersebut (PT. Haris Maju) tidak memiliki ijin edar sebagaimana dimaksud
”Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya
melakukan tindak dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pelanggaran karena pada dapat diedarkan setelah mendapat ijin edar”. pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
produk tidak dicantumkan tahun dan 52 denda paling banyak Rp.
nomer registrasi, tanggal 1.500.000.000-,(satu miliar lima ratus juta
kadarluarsa obat, dan produk rupiah).
terbukti mengandung bahan
kimia obat (BKO). Dengan
tanda kutip telah banyak
didistribusikan di pasaran.
Kasus 7 Pelanggaran Sanksi
Berdasarkan informasi Polres 1. Menjual obat-obat ilegal yang 1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
A bahwa banyak ditemukan mengandung narkotika (Cannabis Kesehatan Pasal 196 : “Setiap orang yang
(Tablet Carnophen beredar di sativa) dan psikotropika (diazepam) dengan sengaja memproduksi atau
kalangan remaja) telah secara bebas. mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
dilakukan pemeriksaan 2. Trihexyphenidyl digunakan untuk kesehatan yang tidak memenuhi standart
terhadap apotek-apotek di pengobatan parkinsonisme, gangguan dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
Kabupaten tersebut dan ekstrapiramidal karena obat. Obat-obat kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
pada salah satu apotek dengan bahan aktif Trihexyphenidyl dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
ditemukan penjualan bebas yang beredar di Indonesia yaitu dengan pidana penjara paling lama 10
rata-rata per bulan sebanyak Arkine®, Artane®, Hexymer® , (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
12 box dan Parkinal®. Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Trihexyphenidyl sebanyak 7 3. Carnophen mengandung bahan aktif  Pasal 197 : “Setiap orang yang dengan
box, penjualan tanpa resep Karisoprodol 200 mg, Asetaminofen sengaja memproduksi atau mengedarkan
Ephedrine tablet rata-rata 3 160 mg dan kafeina 32 mg yang sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
kaleng @ 1000 tablet serta diindikasikan untuk nyeri otot, tidak memiliki izin edar sebagaimana
penjualan tanpa resep lumbago, rheumatoid arthiritis, dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
diazepam 5 mg tablet spondilitis. Obat lain sejenis Carnophen dipidana dengan pidana penjara paling lama
sebanyak 30 tablet. yang beredar di Indonesia yaitu 15 (lima belas) tahun dan denda paling
Somadril Compositum®. banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
4. Obat-obatan tersebut termasuk ratus juta rupiah).
golongan obat keras di mana
penjualannya harus berdasarkan resep
dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan,
apotek melakukan pelanggaran karena
menjual Trihexyphenidyl dan
Carnophen secara bebas.
Kasus 8 Pelanggaran Sanksi
Berdasarkan surat dari BPOM 1. sediaan farmasi seperti yang tertuang
1. UU No. 36 tahun 2009 bab XX ketentuan pidana
RI, ditemukan kosmetik tanpa dalam Undang-undang Republik Indonesia
izin edar/diduga palsu dengan Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan : pasal 196 : “Setiap orang yang dengan segala
merk SATUN optimals Pasal 105 ayat (2) “Sediaan farmasi yang
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
bleacing cream day cream berupa obat tradisional dan kosmetika
serta dengan kemasan botol serta alat kesehatan harus memenuhi dan /atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
putih tanpa kertas keterangan standar dan/atau persyaratan yang
standart dan/ atau persyaratan keamanan, khasiat
pemakaian hingga tanggal ditentukan. Pasal 106 ayat (1) Sediaan
kedaluwarsa. farmasi dan alat kesehatan hanya dapat atau kemanfaatan dan sebagaimana dimaksud
diedarkan setelah mendapat izin edar.
dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
(2) Penandaan dan informasi sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
memenuhi persyaratan objektivitas
tahun dan denda paling banyak RP
dan kelengkapan serta tidak menyesatkan
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin 1.000.000.000. (satu miliyar rupiah)
edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang
kemudian terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan
dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan
dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kasus 9 Pelanggaran Sanksi

BPOM Ungkap Kasus PPNS BPOM RI menggerebek dua gudang Hal ini melanggar UU Kesehatan No 36 Tahun
Pelanggaran Tindak Pidana ilegal dan satu rumah di daerah Kebon 2009 Pasal 197 serta UU Perlindungan Konsumen
Penjualan Obat Ilegal Online Jeruk, Jakarta Barat yang diduga menjadi No 8 Tahun 1999 Pasal 62 ayat (1) dengan
(dilansir dari tempat penyimpanan dan distribusi obat ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara
www.pom.go.id) ilegal,” ungkap Penny K. Lukito, Kepala dan/atau denda paling banyak 1,5 miliar rupiah.
BPOM RI. “Dari tiga tempat tersebut,
ditemukan 291 item (552.177 pieces) obat
ilegal, diantaranya obat disfungsi ereksi
seperti Viagra, Cialis, Levitra, dan Max Man.
Selain itu, ditemukan juga suplemen
pelangsing, obat tradisional penambah
stamina pria dan krim kosmetika ilegal serta
alat perangsang seks dengan nilai
keekonomian diperkirakan mencapai 17,4
miliar rupiah.
Kasus 10 Pelanggaran Sanksi

BPOM bersama dengan Bareskrim


Badan Pengawas Obat dan Pelanggar Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun
menggeledah lokasi yang dicurigai menjadi
Makanan (BPOM) telah gudang produksi dan distribusi obat-obatan 2006, khususnya pasal 196 dan 197, dengan
ini di Balaraja, Tangerang. Lebih dari 42
menetapkan satu tersangka ancaman pidana 15 tahun penjara serta denda Rp1
juta pil yang diduga obat palsu ditemukan
dalam kasus obat illegal, palsu lengkap dengan alat produksi, bahan baku miliar.
dan juga kemasannya. Di antaranya adalah
dan kadaluwarsa di Tangerang,
obat nyeri otot dan obat pereda nyeri
Banten, kata Kabareskrim seperti Tryhexyphanydyl, Heximer, obat
analgetik (pereda sakit) Tramadol,
Komjen Ari Dono Sukmanto
Carnophen dan Somadryl.Operasi
di Mabes Polri penggeledahan obat palsu ini disebut
‘Favorit Generasi Muda’ karena banyaknya
generasi muda yang mencari obat-obat
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai