KELOMPOK VI
•MARDIATI RAHMA TAWARA (O1A117102)
•NOVIANTI PUSPITASARI (O1A117114)
•SRI DEVI FEBRIANTI (O1A117125)
•TITIN SHAFIRANSYAH ISLAMIATI (O1A117128)
•WA ODE HASZRAM DANI (O1A117130)
•AISAH NUR HAWA (O1A117134)
•ANUGERAHWATI MARSUKI PUTRI (O1A117138)
•CICI PULCERIMA (O1A117139)
•EKA PEBRIANA (O1A117140)
•HASRI AININ HIKBAR (O1A117147)
•HASRI AINUN HIKBAR (O1A117149)
POINTS FOR TODAY
Distribusi obat
03 Penerapan
CDOB
dan Sertifikasi dari
1. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek pengadaan,
penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai
distribusi.
2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk
memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi
selama proses distribusi.
3. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat uji klinis.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-hatian (due
diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan
kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga
penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang
bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta
mencegah paparan obat palsu terhadap pasien.
Ruang Lingkup CDOB: Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542
Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Bab II Pasal 2 mengenai ruang lingkup (CDOB) yang mengatakan : Pengaturan
CDOB dalam Peraturan ini, meliputi: Obat dan Bahan Obat serta beberapa uraian berikut :
BAB I BAB VI
1 Managemen Mutu
6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan
Obat Kembalian, Diduga Palsu
dan Penarikan Kembali
BAB II
BAB VIII
BAB IV 8 Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak
4 Operasional
BAB IX
BAB V
5 Inspeksi Diri
8 Dokumentasi
Management Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko
terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan
integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji
secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen manajemen puncak.
01 Sistem mutu:
MANAGEMENT MUTU ?
Managemen mutu
Kajian dan pemantauan managemen:
Sistem mutu: Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji
sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut
Sistem pengelolaan mutu harus mencakup mencakup:
1. Pengukuran capaian sasaran sistem manajemen mutu;
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber 2. Penilaian indikator kinerja yang dapat digunakan untuk
memantau efektivitas proses dalam sistem manajemen
daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk mutu, seperti keluhan, penyimpangan, CAPA, perubahan
proses; umpan balik terhadap kegiatan berdasarkan
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
kontrak; proses inspeksi diri termasuk pengkajian
yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan risiko dan audit; penilaian eksternal seperti temuan
inspeksi badan yang berwenang dan audit pelanggan.
dan/atau transportasi. Totalitas dari tindakan ini 3. Peraturan, pedoman, dan hal baru yang terkait dengan mutu
yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu;
digambarkan sebagai sistem mutu. 4. Inovasi yang dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen
mutu
5. Perubahan iklim usaha dan sasaran bisnis yang sudah
Mutu ditetapkan sebelumnya.
02 Penanggung Jawab
03 Personil lainnya
04 Pelatihan
05 Hiegiene
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus
dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis.
Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya.
Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam menangani
obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu. Jika diperlukan, dibutuhkan suatu sistem yang
komprehensif untuk menangani semua kasus, termasuk cara penarikan kembali.
Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan
penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Bahasan mengenai Keluhan,
obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali meliputi: keluhan,
obat dan/ atau bahan obat kembalian, obat dan/ atau bahan obat diduga palsu dan penarikan
kembali obat dan/ atau bahan obat
Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau
bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.
Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara
atau kombinasi di atas. Bahasan mengenai Transportasi meliputi:
Kontainer,
Pengemasan dan
pelabelan
Pemberi Kontrak:
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang dikontrakkan.
Penerima kontrak:
Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak.
Kontrak:
Didalam persyaratan kontrak harus mencakup, antara lain:
Penanganan kehilangan/ kerusakan produk obat selama pengiriman
dan dalam kondisi tidak terduga (force major)
Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan
Fasilitas obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman
distribusi dengan menyertakan berita acara kerusakan.
berasar Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak
kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak
setiap saat.
Dokumentasi
Dokumentasi
Bahan obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas distribusi
harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sertifikat analisis yang dikeluarkan oleh
industri farmasi asal harus menunjukkan hasil analisis yang diperoleh dari
pengujian dan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian acak. Direkomendasikan
untuk menggunakan format sertifikat analisis seperti yang disarankan oleh WHO
Expert Committee on Specification for Pharmaceutical Preparation .
Aneks II
Produk rantai dingin (Cold chain product/ CCP)
Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain
meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.
• Personil dan pelatihan
1.Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. peraturan perundang-undangan
b. CDOB
c. prosedur tertulis
d. monitoring suhu dan dokumentasinya
e. respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan
2. Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang
bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.
• Operasional
Penerimaan:Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap: (a). Nama produk rantai dingin yang diterima ; (b).
Jumlah produk rantai
dingin yang diterima; (c). Kondisi fisik produk rantai dingin ; (d). Nomor bets (e). Tanggal kedaluwarsa (f). Kondisi alat pemantauan suhu ;
(g)Kondisi Vaccine Vial
Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM)
Penyimpanan: Fasilitas penyimpanan harus memiliki : (a). chiller atau cold room (suhu +2 s/d +8oC; (b). freezer atau freezer room (suhu -15 s/d
–25oC)
Pengiriman: Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut : (a). FEFO (First Expire First Out); (b). FIFO (First In - First Out);
(c).
Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM (Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indicator sudah mengarah atau mendekati
ke batas layak pakai
(atau posisi VVM menunjukkan warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal kedaluwarsanya
masih panjang.
•Pemeliharaan
Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara menempatkan vaksin yang peka
Aneks III
Narkotika dan psikotropika
• Operasional:
Kualifikasi pemasok:
• Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri
farmasi yang memproduksi narkotika.
• Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan
Kualifikasi pelanggan:
• Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas distribusilain yang memiliki ijin
khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki
kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
• Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran psikotropika ke fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan
farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyerahkan psikotropika sesuai
Aneks III
Narkotika dan psikotropika
Pengadaan: Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerimaan: Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:
• kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat
pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan;
• kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik;
• kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur
penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
Penyimpanan: Penyimpanan narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan menyimpan
barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan.
Pemusnahan: Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh petugas
Badan POM, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi dan saksi.
Penyaluran: Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan
pengiriman.
Ekspor dan Impor:
• Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
• Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan tahunan dari industri
farmasi pengguna.
• Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika, harus memenuhi peraturan perundang-undangan
Sertifikasi CDOB
Persyaratan
1. Permohonan Sertifikat CDOB hanya dapat diajukan oleh PBF atau PBF Cabang yang memenuhi
persyaratan:
2. Permohonan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 12
(dua belas) bulan terhitung sejak diterbitkan izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang.
.
Pasal 22
Judul Acara berita: 754 Mengelola administrasi secara tidak tertib,gudang Potensi sanksi: Sesuai dengan Pasal 33
Pedagang Obat Besar tidak memenuhi persyaratan ,dan menyalurkan obat Permenkes Nomor
Melanggar Aturan pada secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun
2017 (dilansir dari secara penuh, pengadaan obat dari jalur tidak resmi , 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
Berita Tempo.com) menyalurkan obat keras tidak berwenang, tidak disebutkan bahwa:
bertanggungjawab atas penyaluran obat keras dalam Pelanggaran terhadap semua ketentuan
jumlah besar, dan beroperasi dialamat yang tidak dalam Peraturan Menteri ini dapat
sesuai dengan izin. dikenai sanksi administratif. Sanksi
administratif dapat berupa,
a. Peringatan;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pencabutan pengakuan;atau
d. Pencabutan izin.
Penghentian sementara kegiatan berlaku
paling lama 21 hari kerja dan harus
dilaporkan kepada Direktur
Kasus 2 Pelanggaran Sanksi
Dinkes Tangsel banyak penyimpanan narkotika dan psikotropika didalam Sesuai UU RI nomor 5 tahun 2017
temukan pelanggaran lemari yang di campur bersama obat-obatan jenis lain tentang psikotropika pasal 14 ayat 4
distribusi obat keapotek dan administrasi perlakuan terhadap obat-obatan yaitu Penyerahan psikotropika oleh
(dilansir dari m.merdeka.com mengandung psikotropika, contohnya frisium yang apotek, rumah sakit,
tahun 2016) seharusnya dikeluarkan dengan resep dokter puskesmas, dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan resep dokter
Sanksi pidana diatur dalam pasal 60 UU
RI Nomor 5 tahun 1997 Barangsiapa
menyerahkan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1) ,Pasal
14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14
ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Kasus 3 Pelanggaran Sanksi
Personil/ anggota baru Perlakuan ini telah melanggar pedoman CDOB berikut : Berdasarkan Peraturan
belum terlatih dalam Poin Personali : Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang Kepala Badan Pengawas Obat
pelatihan lanjutan dari dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan Dan Makanan Republik
fasilitas distribusi suatu memiliki kompetensi sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu Indonesia Nomor
pabrik obat X terbukti prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun
melakukan pelanggaran keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga 2012 Tentang
dengan tidak memeriksa kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala , serta Pedoman Teknis Cara
informasi mengenai jenis Penyimpanan : Fasilitas penyimpanan harus memiliki : Distribusi Obat Yang Baik
sediaan yang sedang 1. chiller atau cold room (suhu +2 s/d +8oC), untuk menyimpan Bab IV mengenai Sanksi
diproses vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2 s/d 8oC, biasanya Administratif Pasal 6 yang
penataruangannya. Sediaan digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, berbunyi :
tersebut ialah vaksin DT, Hepatitis B, DPT-HB. Pelanggaran terhadap
dengan jumlah stok 100 2. freezer atau freezer room (suhu -15 s/d –25 oC) untuk menyimpan ketentuan Pedoman Teknis
batch yang diletakkan vaksin OPV. CDOB dapat dikenai
bukan dalam lemari es 3. Bagian Obat dan atau Bahan Obat dikembalikan : Obat dan/atau sanksi administratif
yang suhunya terkendali bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan yang berupa Penghentian
yang infonya Vaksin rendah tidak dapat dikembalikan. sementara kegiatan
tersebut akan segera atau Pencabutan
didistibusikan Sertifikat CDOB.
Kasus 3 Pelanggaran Sanksi
BPOM Ungkap Kasus Dalam pengungkapan kasus tersebut petugas BPOM Kegiatan illegal ini melanggar Pasal 196
Pendistribusian Obat dan bersama BNNP Jateng dan Polda Jateng dan 197 Undang –Undang No. 36 Tahun
Kosmetik Ilegal Senilai Rp3,5 mengamankan satu orang tersangka ,UA, dengan 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman
M (dilansir dari i.news.id barang bukti 127.900 obat dan kosmetik illegal yang hukuman penjara paling lama 15 tahun
tahun 2018) Semarang : diperkirakan senilai Rp3,5 miliar. dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah
serta Pasal 62 Undang – Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dengan ancaman hukuman
penjara paling lama 5 tahun dan denda
paling banyak 2 miliar rupiah.
Kasus 5 Pelanggaran Sanksi
Tanggal 2 Januari 2009, Dari 1. Apotek Kasih Jaya tidak membeli obat UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
hasil pemeriksaan Apotek pada PBF melainkan melalui PBAK Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja
Kasih Jaya Jl. Agung 2 (Pedagang Besar Alat Kesehatan). memproduksi/ mengedarkan sediaan farmasi
Surabaya ditemukan obat Menurut PP 51 tahun 2009 tentang dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
sebagai berikut: Viagra pekerjaan kefarmasian pasal 1 ayat 10 :” standard dan/ persyaratan keamanan, khasiat dan
02425 4 box 800.000, Fasilitas Distribusi atau Penyaluran kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud
Fluocinonide Ointment 01557 Sediaan Farmasi adalah sarana yang dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana
2 box 120.000 digunakan untuk mendistribusikan atau dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu tahun dan denda paling banyak Rp.
Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sediaan Farmasi”. ayat 12 : Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja
“Pedagang Besar Farmasi adalah memproduksi/ mengedarkan sediaan farmasi
perusahaan berbentuk badan hukum yang dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin
memiliki izin untuk pengadaan, edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
penyimpanan, penyaluran ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
perbekalan farmasi dalam jumlah besar lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sesuai ketentuan peraturan banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
perundang-undangan”. ratus juta rupiah).
2. Apotek tidak memeriksa obat yang UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
diterima apakah mempunyai no batch, exp. Konsumen Pasal 62 ayat (1) pelaku usaha yang
date, dan no registrasi Menurut PP 72 melanggar ketentua sebagaimana dimaksud
tahun 1998 tentang Pengamanan dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara
Sediaan Farmasi dan Alat paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
Kesehatan pasal 28, penandaan dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua
informasi sediaan farmasi harus miliar rupiah).
dicantumkan, salah satunya yaitu
kadaluarsa obat.
Kasus 6 Pelanggaran Sanksi
BPOM Ungkap Kasus PPNS BPOM RI menggerebek dua gudang Hal ini melanggar UU Kesehatan No 36 Tahun
Pelanggaran Tindak Pidana ilegal dan satu rumah di daerah Kebon 2009 Pasal 197 serta UU Perlindungan Konsumen
Penjualan Obat Ilegal Online Jeruk, Jakarta Barat yang diduga menjadi No 8 Tahun 1999 Pasal 62 ayat (1) dengan
(dilansir dari tempat penyimpanan dan distribusi obat ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara
www.pom.go.id) ilegal,” ungkap Penny K. Lukito, Kepala dan/atau denda paling banyak 1,5 miliar rupiah.
BPOM RI. “Dari tiga tempat tersebut,
ditemukan 291 item (552.177 pieces) obat
ilegal, diantaranya obat disfungsi ereksi
seperti Viagra, Cialis, Levitra, dan Max Man.
Selain itu, ditemukan juga suplemen
pelangsing, obat tradisional penambah
stamina pria dan krim kosmetika ilegal serta
alat perangsang seks dengan nilai
keekonomian diperkirakan mencapai 17,4
miliar rupiah.
Kasus 10 Pelanggaran Sanksi