Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KONSEP PERSEDIAAN

1. Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan barang – barang yang dimiliki oleh suatu

perusahaan, yang diperoleh dari pembelian atau dari hasil produksi

sendiri dengan tujuan untuk dijual kembali kepada konsumen.

Menurut Ahmad Syafi’I “Persediaan meliputi segala macam

barang yang menjadi obyek pokok aktivitas perusahaan yang tersedia

untuk diolah dalam proses produksi atau dijual”.

Menurut Mulyadi “Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya

terdiri dari satu golongan, yaitu persediaan barang dagangan yang

merupakan barang yang dibeli untuk dijual kembali.”

2. Klasifikasi Persediaan Barang Dagangan

Persediaan dalam sebuah perusahaan dagangan terdiri dari

berbagai macam dan jenis. Persediaan memiliki dua karakter penting,

yakni:

a. Persediaan tersebut merupakan milik perusahaan.

b. Persediaan tersebut siap dijual kepada para konsumen.

c. Oleh sebab itu, dalam perusahaan dagang hanya dikenal satu

klasifikasi persediaan yang disebut persediaan barang dagangan.

Persediaan ini meliputi segala macam barang dagangan yang


1
dimiliki perusahaan. Perusahaan manufaktur juga memiliki

persediaan. Berbeda halnya persediaan pada perusahaan dagang,

pada perusahaan manufaktur tidak semua persediaan siap dijual.

Oleh karena itu, persediaan diklasifikasikan menjadi 3 kategori,

yaitu:

1) Persediaan barang jadi

2) Persediaan barang dalam proses

3) Persediaan bahan baku

3. Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagangan

Persediaan barang merupakan faktor penting dalam menentukan

harga pokok penjualan. Karena persediaan barang dagangan yang

tersedia(yang belum terjual) maka diperlukan suatu cara untuk

menentukan jumlah serta nilai barang – barang tersebut.

Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung dan

mencatat persediaan berkaitan dengan perhitungan harga pokok

penjualan yaitu:

a. Metode Fisik

Metode Fisik atau disebut juga metode periodic adalah


metode pengelolaan persediaan, di mana arus keluar
masuknya barang tidak dicatat secara terinci sehingga untuk
mengetahui nilai persediaan pada suatu saat tertentu harus
melakukan perhitungan barang secara fisik (stock opname)
di gudang. Penggunaan metode fisik mengharuskan
perhitungan barang yang ada (tersisa) pada akhir periode
akuntansi ketika menyusun laporan keuangan Alfurkaniati.
Menurut Alfurkaniati, perhitungan harga pokok penjualan dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

Persediaan awal barang Rp xxx

Pembelian xxx (+)

Persediaan Total Rp xxx

Persediaan akhir xxx (-)

Harga pokok penjualan Rp xxx

Pencatatan persediaan (jurnalnya) tidak sama dengan metode

perpetual, adapun jurnal yang digunakan pada metode fisik yaitu :

Jurnal untuk mencatat pada saat pembelian :

Pembelian Rp xxx

Utang Usaha/Kas Rp xxx

Jurnal untuk mencatat pada saat penjualan :

Piutang Usaha Rp xxx

Penjualan Rp xxx

Adapun masalah yang timbul jika digunakan metode fisik,


yaitu jika diinginkan menyusun laporan keuangan jangka
pendek (interim) misalnya bulanan, yaitu keharusan
mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Bila
barang yang dimiliki jenisnya dan jumlahnya banyak, maka
perhitungan fisik akan memakan waktu yang cukup lama dan
akibatnya laporan keuangan juga akan terlambat. Tidak
diikutinya mutasi persediaan dalam buku menjadikan metode
ini sangat sederhana baik pada saat persediaan dalam buku
menjadikan metode ini sangat sederhana baik pada saat
pencatatan pembelian maupun pada waktu melakukan
pencatatan penjualan.

“Metode mutasi persediaan adalah cocok digunakan dalam


penentuan biaya bahan baku dalam perusahaan yang harga pokok

produknya dikumpulkan dengan harga

pesanan”.Mulyadi(2016:556)

b. Metode Buku (Perpetual)

Dalam metode perpetual setiap jenis persediaan dibuatkan


rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu
persediaan atau kartu persediaan. Rincian dalam buku pembantu
bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku
besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini
terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat
pembelian, penjualan, dan saldo persediaan. Setiap perubahan
dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening
persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat
diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan.
Masing-masing kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan harga
perolehannya. Zaki Baridwan (2015:151)

Metode ini dipilah lagi kedalam beberapa metode, antara lain :

1) FIFO (First In First Out)

Dalam metode ini barang yang masuk (dibeli atau

diproduksi) lebih dahulu akan dikeluarkan (dijual) lebih

dahulu. Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah

barang yang berasal dari pembelian atau produksi terakhir.

Metode ini kurang baik untuk menangani pengaruh

inflasi karena peningkatan harga perolehan tidak diimbangi

dengan pembebanan pada penjualan persediaan, tetapi metode

ini dapat memberikan informasi persediaan yang dapat

dipercaya.

2) LIFO (Last In First Out)

Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau


diproduksi) paling akhir akan dikeluarkan/dijual paling awal).
Sehingga barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang

yang berasal dari pembelian atau produksi awal periode.

3) Rata-Rata Bergerak

“Dalam metode ini, barang yang dikeluarkan/dijual

maupun barang yang tersisa, dinilai berdasarkan harga rata-rata

bergerak. Sehingga barang yang tersisa pada akhir periode

adalah barang yang memiliki nilai rata-rata.”

Rudianto(2012:239)

Dibandingkan dengan metode fisik maka metode

perpetual merupakan cara yang baik untuk mencatat

persediaan barang dagangan. Manfaatnya yaitu mempermudah

untuk melakukan control barang dagangan yang ada digudang.

Pencatatan jurnal persediaan menurut metode perpetual

adalah sebagai berikut :

Jurnal untuk mencatat pada saat pembelian

: Persediaan Rp xxx

Utang Usaha/Kas Rp xxx

Jurnal untuk mencatat pada saat penjualan

Piutang Usaha/Kas Rp xxx

Penjualan Rp xxx

Harga Pokok Penjualan Rp xxx

Persediaan Rp xxx
4. Pengaruh Metode Harga Perolehan terhadap Laporan Keuangan, Neraca dan Laba Rugi
Pengaruh FIFO
Metode FIFO adalah cara yang lebih sederhana dalam menghitung nilai persediaan dan biaya
barang yang terjual, ketika barang Ketika harga barang cenderung meningkat, metode FIFO
membantu menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi pada laporan keuangan karena biaya
inventaris yang lebih rendah dibandingkan dengan harga jual yang lebih tinggi.
Namun, salah satu kelemahan FIFO terjadi dalam situasi inflasi, di mana metode ini dapat
menghasilkan beban pajak yang lebih tinggi. Ini karena, dalam kondisi harga yang meningkat,
biaya inventaris yang lebih rendah (karena dihitung berdasarkan harga pembelian yang lebih
dahulu) akan menghasilkan laba kotor yang lebih tinggi, yang pada gilirannya meningkatkan
kewajiban pajak perusahaan.
2. Pengaruh LIFO
Metode LIFO dapat menyebabkan persediaan lama tertinggal di gudang, potensial menyebabkan
masalah dengan kedaluwarsa atau usang jika tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini tentu menjadi
masalah untuk produk yang memiliki umur simpan terbatas atau untuk industri yang mengalami
perubahan cepat dalam perkembangan teknologi atau preferensi konsumen.
Selain itu, LIFO dapat membuat nilai persediaan yang dilaporkan di neraca keuangan menjadi lebih
rendah dari yang sebenarnya, karena persediaan tersebut dihitung berdasarkan harga pembelian
yang lebih lama dan mungkin lebih rendah. Ini bisa mengakibatkan penurunan nilai aset perusahaan
pada laporan keuangan, yang mungkin tidak menguntungkan dari perspektif investor atau pemberi
pinjaman.
3. Pengaruh Average
Dalam metode ini masalah persediaan mungkin tidak mencerminkan nilai ekonomi yang berlaku
dan akan merugikan perusahaan, dimana ketika nilai rata – rata persediaan dibagi dengan jumlah
unit maka akan menghasilkan jumlah dengan titik decimal yang harus dibulatkan keatas atau
kebawah ke bilangan bulat, sehingga metode ini tidak memberikan hasil yang benar – benar akurat
dan akan berdampak pada pencatatan laporan keuangan, neraca serta laporan laba rugi peusahaan.

D. Pemilihan Metode Harga Perolehan dan Pengaruhnya terhadap Pajak


Dalam pemilihan metode harga perolehan yang akan digunakan biasanya dipengaruhi oleh jenis
dan sifat barang persediaan yang dijual. Ada jenis barang yang hanya cocok menggunakan metode
tertentu, namun ada juga jenis dan sifat barang yang bisa menggunakan beberapa metode, maka
setiap perusahaan harus menentukan metode yang paling cocok dan akurat, karena kesalahan dalam
mencatat persediaan barang akan mempengaruhi Neraca (Balance Sheet) dan Laporan Laba Rugi
(Income Statements).

➢ Pengaruh Metode Harga Perolehan terhadap Pajak antara lain; 1. FIFO terhadap Pajak
Pasar yang bersifat fluktuatif menyebabkan biaya produksi suatu produk terus naik sejalan dengan
inflasi. FIFO menjadi metode yang dapat membuat catatan keuangan perusahaan terlihat lebih
impresif. Dengan metode persediaan FIFO, produk atau barang yang dijual adalah produk terlama
dengan harga produksi yang masih murah. Hal ini membuat margin dan keuntungan terlihat lebih
besar jika dibandingkan dengan perhitungan metode rata-rata. Namun disisi lain dengan tingginya
profit yang dihasilkan perusahaan maka pajak yang harus dibayarkanpun menjadi semakin besar. 2.
LIFO terhadap Pajak
Berbanding terbalik dengan metode FIFO, dalam metode LIFO apabila harga mengalami kenaikan
maka harga barang menjadi konservatif. Laba operasional tidak dipengaruhi oleh untung atau rugi
dari fluktuasi harga serta laba atau rugi yang dihasilkan perusahaan cenderung lebih rendah dan ini
akan mengakibatkan biaya pajak yang harus dibayarkan semakin rendah.
3. Average terhadap Pajak
Merupakan metode pendekatan dimana harga barang yang dijual dicatat berdasarkan rata – rata
harga dari seluruh barang yang ada. Metode average ini cocok untuk produk yang tidak memiliki
kadaluarsa seperti furniture, alat elektroik, alat tulis kantod, dll. Pajak yang terutang cenderung
lebih kecil daripada FIFO dikarenakan semua biaya yang dikeluarkan langsung dibagi dengan
banyaknya unit persediaan serta laba yang dihasilkan juga menjadi lebih kecil.

E. Penyajian dalam Laporan Keuangan


PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan) Persediaan (PSAK 14) adalah standar akuntansi
keuangan yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran, dan penyajian persediaan dalam laporan
keuangan suatu entitas. Tujuan dari PSAK Persediaan adalah untuk memastikan bahwa persediaan
dilaporkan dengan cara yang konsisten dan transparan dalam laporan keuangan.
PSAK Persediaan berlaku untuk semua jenis persediaan, baik persediaan barang jadi, persediaan
bahan baku, persediaan barang dalam proses, maupun persediaan barang yang dikirimkan atas
nama pihak lain.
Selain itu, PSAK Persediaan juga mengatur tentang perlakuan persediaan dalam situasi tertentu,
antara lain:
1) Persediaan yang dimiliki
oleh perusahaan dalam bentuk konsinyasi, yaitu persediaan yang dimiliki oleh pihak lain namun
disimpan di gudang perusahaan untuk dijual. Dalam hal ini, perusahaan harus memperlakukan
persediaan konsinyasi sebagai persediaan milik pihak lain dan tidak boleh mengakui persediaan
tersebut sebagai aset.
2) Persediaan yang dijual
secara kredit atau cicilan, yaitu persediaan yang dijual dengan memberikan kredit kepada pembeli
atau dengan membayar secara cicilan. Dalam hal ini, perusahaan harus memperhatikan ketentuan
mengenai pengakuan pendapatan dan pengakuan piutang dagang.
3) Persediaan yang
dihasilkan oleh perusahaan untuk kepentingan internal, seperti prototipe atau barang percobaan.
Dalam hal ini, perusahaan harus memperlakukan persediaan tersebut sebagai biaya produksi dan
tidak boleh mengakui persediaan tersebut sebagai aset.
PSAK Persediaan juga menyediakan pedoman mengenai pengukuran persediaan pada perusahaan
manufaktur dan perdagangan. Perusahaan manufaktur harus menghitung biaya produksi persediaan
dengan memperhitungkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik yang terkait. Sementara itu, perusahaan perdagangan harus menghitung biaya perolehan
persediaan dengan memperhitungkan harga beli, biaya pengangkutan, dan biaya lainnya yang
terkait.
Dalam hal terdapat ketidakpastian terkait penurunan nilai persediaan, perusahaan harus melakukan
estimasi yang cermat dan mengadopsi metode yang konsisten dalam penghitungan penurunan nilai
persediaan. Dengan memperhatikan ketentuan PSAK Persediaan secara cermat, perusahaan dapat
menghindari kesalahan dalam pengakuan, pengukuran, dan penyajian persediaan dalam laporan
keuangan serta memastikan laporan keuangan yang disajikan akurat dan dapat dipercaya. Beberapa
hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan PSAK Persediaan antara lain:
1) Biaya perolehan atau
biaya produksi harus mencakup semua biaya yang diperlukan untuk memperoleh atau
memproduksi persediaan, termasuk biaya pengangkutan dan biaya lainnya yang terkait.
2). Persediaan harus diukur dengan biaya yang lebih rendah antara biaya perolehan atau biaya
produksi dan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih adalah harga jual diperkirakan dari
persediaan setelah dikurangi biaya-biaya penjualan.
3) Jika terdapat penurunan nilai persediaan, maka penurunan nilai tersebut harus diakui sebagai
kerugian dalam laporan laba rugi. Penurunan nilai persediaan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti perubahan harga pasar, kerusakan atau kecacatan barang, atau kemerosotan
permintaan.
4) Persediaan harus dicatat
dan diinventarisasi secara teratur dan dilakukan pengecekan fisik persediaan secara berkala untuk
memastikan keakuratan catatan persediaan.
5) Persediaan yang diakui
sebagai aset tidak boleh dihapuskan dari laporan keuangan kecuali jika persediaan tersebut telah
terjual atau dibuang, atau jika ada indikasi yang kuat bahwa persediaan tersebut tidak akan laku
terjual.
6) Perusahaan harus
mencatat persediaan dengan sistem yang memungkinkan informasi yang diperlukan untuk
pengendalian persediaan dan pengambilan keputusan terkait persediaan.
7) Perusahaan harus
memperhatikan ketentuan mengenai metode penghitungan biaya persediaan yang digunakan.
Metode yang dapat digunakan antara lain metode FIFO (first in first out), LIFO (last in first out),
atau metode rata-rata tertimbang.
8) Perusahaan harus
memperhatikan ketentuan mengenai penilaian persediaan yang rusak, tidak layak jual, atau
kadaluwarsa. Persediaan yang tidak layak jual harus dihapuskan dari catatan persediaan dan diakui
sebagai kerugian dalam laporan laba rugi.
9) Perusahaan harus
memperhatikan ketentuan mengenai pengungkapan informasi terkait persediaan dalam laporan
keuangan, seperti jumlah persediaan, metode penghitungan biaya persediaan yang digunakan, dan
informasi mengenai persediaan yang rusak atau tidak layak jual.
Dalam menyusun laporan keuangan, perusahaan perlu memperhatikan ketentuan PSAK Persediaan
dengan cermat agar laporan keuangan yang disajikan dapat dipercaya dan memberikan informasi
yang berguna bagi pengguna laporan keuangan, seperti pemilik perusahaan, investor, dan kreditor.

Anda mungkin juga menyukai