Rahn memiliki dua makna secara bahasa yang pertama ialah Atsubut wad dawam ( الثبوت والدوام
) yang bermakna tetap dan langgeng kemudian, kedua adalah Al habs ( ) احلبسyang bermakna
menahan . Secara istilah syara’ yang dijelaskan para ulama yaitu barang yang punya nilai
harta pada kacamata syari’ah sebagai jaminan suatu hutang.
2. Hadist
امنا يريد حممد ان يذهب مبايل فقال النيب صلى اهلل: وقد رهن النيب صلى اهلل عليه وسلم درعه عند يهودي طلب منه سلف الشعري فقال
اين ألمني يف األرض أمني يف السماء ولو ائتمنين ألديت اذهبوا اليه بدرعي، كذب: عليه وسلم
Nabi Muhammad Saw menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi itu untuk
menghutangi gandum maka, Yahudi tersebut mengatakan : Muhammad mengambil
hartaku. Maka, Nabi Muhammad Saw bersabda: “ Sesungguhnya aku orang yang dapat
dipercaya di bumi dapat dipercaya di langit, kalau aku dipercaya niscaya aku akan
menunaikan kepercayaan itu, pergilah kepada orang Yahudi itu dengan baju besiku.
Dengan adanya hadist ini maka, rahn itu diperbolehkan dalam islam.
Di sini terdapat ikhtilaf ulama’ tentang disyaratkannya rahn ketika seseorang dalam
bepergian, menurut ulama’ jumhur akad rahn boleh dilaksanakan meskipun tidak dalam
perjalanan. Sedangkan dalam ayat diatas, menceritakan akad rahn biasanya dilaksanakan
ketika dalam perjalanan. pendapat ini sama dengan pendapat imam mujahid , adlohaq
dan dhohiriyah namun pendapat ini di bantah ulama’ dengan dasar hadist diatas.
Adapaun rukun – rukun akad rahn itu ada empat ;
1. ( راهنorang yang menggadaikan )
2. ( مرهتنorang yang menerima gadai )
3. ( مرهونbarang yang di gadaikan )
4. ( مرهون بهhutang )
Dalam rukun tersebut ulama’ ulama juga berbeda pendapat menurut imam hanafi
rukun rahn itu ada dua yakni ijab dan qobul saja dari rahin dan murtahin sedangkan,
menurut ulama’ jumhur selain hanafi itu ada empat yakni shigot ( ijab dan qobul ) ,
akid ( rahin dan murtahin ) , marhun dan marhun bih.
Keadaan bolehnya akad gadai itu ada 3 peratama, terjadi bersama terjadinya akad
utang piutang. Kedua, terjadi setelah adanya utang. Ketiga, terjadi sebelum adanya
utang. Dalam kedaadan yang ketiga ini imam hanafi dan maliki membolehkannya
karena sebagai jaminan suatu utang sedangkan, menurut imam syafi’i dan hambali
tidak boleh karena jaminan sebuah utang harus setelah adanya utang.
Syarat sah rahn juga ada emapat ;
1. Berakal
2. Baligh ( menurut imam syafi’i sedangkan imam hanafi dan maliki cukum tamyiz
tidak harus baligh )
3. Barang yang digadai harus ada ketika akad meskipun belum ditentukan
barangnya yang mana
4. Orang yang menerima gadai ( murtahin ) atau wakilnya menerima barang
tersebut.
Hukum rahin ( orang yang menggadai ) memanfaatkan barang gadai itu terdapat dua
pendapat, ulama’ jumhur selain syafi’i megatakan tidak boleh sedangkan, menurut
imam syafi’i boleh bagi seorang rahin untuk memanfaatkan barang gadai selagi tidak
merugikan murtahin ( orang yang menerima gadai ). Selain ini, hukum murtahin
memanfaatkan barang gadai juga terdapat dua pendapat, menurut ulama’ jumhur
selain imam hambali mengatakan tidak diperbolehkannya hal tersebut sementara itu,
iamam hambali membolehkan seorang murtahin untuk memanfaatkan barang gadai
jika barang tersebut sebuah hewan namun, pemanfaatan ini harus senilai dengan
biaya biaya perawatan hewan tersebut. Adapun biaya, penjagaan dan pengembalian
rahn itu menjadi tanggung jawab rahin begitupula, manfaat barang rahn tetap
menjadi milik rahn. Jika barang gadai itu berkembang semisal barangnya berupa
domba yang berbulu tebal maka bulu tersebut masuk dalam akad rahn dan juga jadi
barang jaminan. imam syafi’i mengatakan manfaat barang gadai tidak masuk dalam
barang gadai, berbeda dengan imam malik yang mengatakan bahwa manfaat barang
gadai tidak masuk dalam barang gadai kecual barangnya berupa anak hewan atau
tunas tumbuhan maka dua barang ini termasuk barang jaminan kemudian jika
seorang mutahin mengeluarkan biaya dalam penjagaan/perawatan barang gadai saat
rahin tidak ada maka biaya itu menjadi tangungan rahin dan murtahin boleh
memintanya kepada rahin ketika ada. Jika barang gadai itu mengalami kerusakan
menurut imam syafi’i dan hambali tidak wajib nanggung ketika sidah menjaga
dengan hati hati tapi jika sebaliknya yakni menjaga dengan ceroboh maka wajib
nanggung sedangkan menurut imam hanafi karena seorang murtahin jika dilihat dari
istifa’ dan dloman dia berhak mengambil dari barang tersebut senilai dengan nilai
hutang rahin jika rahin tidak mampu melunasi, dalam masalah mengambil senilai
dengan barang rahn seorang murtahin harus tahu prosedurnya yaitu dengan menjual
barang tersebut kemudian jika hasil dari penjualan tersebut melebihi hutangnya
rahin maka murtahin harus mengembalikannya jika kurang maka dia berhak
meminta kepada rahin. Adapun hukum rahin mentashorufkan barang rahn/gadai itu
terdapat rincian, jika barangnya di tashorufkan sebelum serah terima dalam akad
rahn maka hukumnya boleh tapi jika sebaliknya maka tidak boleh kecuali atas izin
murtahin begitupula seeorang murtahin mentashorufkan barang gadai juga harus atas
izin rahin karena barang yang ditashorufkan bukan miliknya, menurut imam hanafi
dan maliki tashorufnya di mauqufkan sedangkan, menurut imam syafi’i dan hambali
tashorufnya dihukumi bathil tidak bisa dibenarkan. Dan berakhirnya akad rahn itu
ketika barang rahn sudah dikembalikan kepada rahin secara sukarela dari murtahin
maka akad gadai tersebut batal.
Hiwalah ( ) حوالة
Secara bahasa adalah al intiqol( pemindahan ) dan secara istilah
ulama’ selain imam hanafi :
عقد يقتضي نقل الدين من ذمة ايل ذمة
Sebuah akad yang menuntut pemindahan hutang dan tangunggan
kepada tangungan yang lain.
Maksud dari hiwalah adalah seorang memindahkan tagihan dari
satu pihak ke pihak lain. Akad hiwalah ini biasanya terjadi dalam
masalah utang piutang misal Ahmad berhutang kepada Zaid
sedangkan, Umar juga memiliki utang kepada Ahmad yang mana
hutangnya Umar sama dengan hutangnya Ahmad kepada Zaid
kemudian, Ahamad memindahkan utangnya kepada Zaid ke Umar
jadi, yang melunasi utangnya Ahmad kepada zaid adalah umar.
3. استقرار الدين
Wakalah ( ) وكالة
Wakalah ini memiliki banyak defini, secara bahasa ada 2
pernyataan yang pertama, adalah ( التفويضmenyerahkan )
seperti dalam kalimat وكلت امري ايل اهلل
Yang kedua, ialah ( احلفظmenjaga ). Yang dimaksud disini
ialah mewakilkan seseorang pada urusan yang bisa
diwakilkan. Sedangkan, menurut ulama’ definisi wakalah
adalah akad menyerahkan urusan kepada urusan orang lain
untuk dikerjakan yang orang itu sendiri bisa
melaksanakannya dimasa hidupnya
Dalil disyariatkan wakalah ialah al quran, hadist dan ijma’ ;
•Al quran surat al kahfi ayat 19
ٍق ِت ِق ِذ ِا ِد ِة
َفاْبَعُثْٓو ا َاَح َدُك ْم ِبَوِر ُك ْم ٰه هٖٓ ىَل اْلَم ْيَن َفْلَيْنُظْر َاُّيَه ٓا َاْزٰك ى َطَعاًم ا َفْلَيْأ ُك ْم ِبِرْز ِّم ْنُه
Maka, utuslah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini. Hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih
baik, lalu membawa sebagian makanan itu untukmu.
•Hadist
Nabi muhammad Saw mewakilkan aba rofi’ dengan orang anshor untuk
menikahkan beliau dengan maimunah ra dan lainya