Anda di halaman 1dari 62

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Kurikulum KTSP Berbasis Kompetensi

a. Pengertian Kurikulum

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi

keberhasilan dalam proses pendidikan. Dalam perkembangannya, sudah

berulang kali diadakan berbagai perubahan serta perbaikan kurikulum yang

ditujukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan

kebutuhan yang diperlukan di dunia pendidikan. Hal tersebut bertujuan

untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 2005 (PP19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan, Kurikulum

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan

tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan

kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.

Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk

memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan

potensi yang ada di daerah.

commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan

serangkaian program yang berisi rencana-rencana pelajaran yang telah

disusun sedemikian rupa yang dapat dipakai secara langsung oleh guru

dalam mengajar. Dengan penerapan kurikulum yang tepat, maka

diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.

b. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah

kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di

masing-masing satuan pendidikan. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan (BSNP 2006:3).

Menurut Mulyasa (2006: 12), KTSP adalah kurikulum operasional

yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan

pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan

memperhatikan Undang- Undang Nomor 20 Pasal 36 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007

dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana yang

diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan

Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP 2006: 3).

Penyusunan KTSP sangat diperlukan untuk mengakomodasi semua

potensi yang ada di daerah untuk meningkatkan kualitas satuan

pendidikan dalam bidang akademis maupun non akademis, memelihara

budaya setempat, mengikuti perkembangan IPTEK yang dilandasi iman

dan takwa (Hasan, 2006: 1).

Pada panduan penyusunan Penyusunan KTSP selain melibatkan

kepala sekolah, guru, karyawan, dan juga melibatkan komite sekolah serta

bila perlu melibatkan para ahli dari perguruan tinggi. Dengan

keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP, maka KTSP yang

disusun akan sesuai dengan apresiasi masyarakat, situasi, dan kondisi

lingkungan, serta kebutuhan masyarakat (BSNP 2006: 5).

c. Tujuan, Landasan Pengembangan dan Karakteristik KTSP

Menurut Mulyasa (2006: 22), tujuan diterapkannya KTSP antara

lain untuk:

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif

sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan

memberdayakan sumberdaya yang tersedia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

3) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang

kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Landasan Pengembangan KTSP dijelaskan oleh Mulyasa (2006:

24), sebagai berikut:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan .

3) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

4) Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan.

5) Permendiknas Nomor24Tahun2006 tentang pelaksanaan Permendiknas

Nomor 22 dan 23.

Menurut Mulyasa (2006: 24), karakteristik KTSP bisa diketahui

antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat

mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber

belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP

sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan

pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

kepemimpinan yang demokratis, dan profesional, serta tim kerja yang

kompak dan transparan.

d. Pengembangan KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip seperti, (1) Berpusat pada potensi,

perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan

lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) Relevan dengan

kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar

sepanjang hayat, (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan

kepentingan daerah (BSNP, 2006).

e. Komponen KTSP

1) Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan

menengah dirumuskan kepada tujuan umum pendidikan berikut:

a) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

b) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

c) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut sesuai dengan kejuruannya (BSNP, 2006).

2) Struktur dan Muatan Kurikulum KTSP

Struktur dan muatan kurikulum KTSP pada jenjang Pendidikan

dasar dan menengah yang tertuang dalam Standar Isi meliputi 5

kelompok mata pelajaran, antara lain:

a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. c.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

c) Kelompok mata pelajaran estetika.

d) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

(BSNP, 2006).

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui

muatan dan/ atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan

dalam PP 19/ 2005 pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata

pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar

bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Disamping itu materi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam

isi kurikulum.

3) Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun

kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik

sekolah, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat dengan

memperhatikan kalender pendidikan sesuai yang dimuat dalam

Standar Isi.

Dalam hal pengembangan Silabus dapat dilakukan oleh para

guru secara mandiri atau berkelompok dalam satu sekolah atau

beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran

(MGMP) dan Dinas Pendidikan.

2. Pengertian Sejarah

Pengertian sejarah sekarang ini, yang setelah dilihat secara umum dari

para ahli ialah memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-

benar telah terjadi pada masa lalu. Kemudian, disusul oleh Depdiknas yang

memberikan pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan

pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan

masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini

(Depdiknas,2003:1). Namun, yang jelas kata kuncinya bahwa sejarah

merupakan suatu penggambaran ataupun rekonstruksi peristiwa, kisah,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

maupun cerita, yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Pada umumnya,

para ahli sepakat untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang

terbagi atas tiga hal, yakni sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai ilmu,

sejarah sebagai cerita (Ismaun, 1993:277).

a. Sejarah Sebagai Peristiwa

Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia di masa

lampau. Para ahli pun mengelompokkan sejarah agar dapat memudahkan

kita untuk memahaminya yaitu:

1) Pembagian sejarah secara sistematis, yaitu pembagian sejarah atas

beberapa tema. Contoh : sejarah sosial, politik, sejarah kebudayaan,

sejarah perekonomian, sejarah agama, sejarah pendidikan, sejarah

kesehatan, sejarah intelektual, dan sebagainya.

2) Pembagian sejarah berdasarkan periode waktu. Contoh: sejarah

Indonesia, dimulai dari zaman prasejarah, zaman pengaruh Hindu-

Buddha, zaman pengaruh Islam, zaman kekuasaan Belanda, zaman

pergerakan nasional, zaman pendudukan Jepang, zaman kemerdekaan,

zaman Revolusi Fisik, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.

3) Pembagian sejarah berdasarkan unsur ruang. Dalam sejarah regional

dapat menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih

terbatas oleh persamaan karakteristik, baik fisik maupun sosial

budayanya.Contoh :Sejarah Eropa, sejarah Asia, Tenggrara, sejarah

Afrika Utara,dan sebagainnya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Sejarah sebagai peristiwa sering pula disebut sejarah sebagai

kenyataan dan serba objektif (Ismaun, 1993:279)Artinya, peristiwa-

peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh evidensi-evidensi

yang menguatkan, seperti berupa saksi mata(witness) yang dijadikan

sumber-sumber sejarah (historical sources), peninggalan-peninggalan

(relics atau remains), dan catatan-catatan (records) (Lucey, 1984:27).

Selain itu, dapat pula peristiwa itu diketahui dari sumber-

sumber yang bersifat lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Menurut

Sjamsudin (1996:78), ada dua macam sumber lisan. Pertama, sejarah lisan

(oral history), contohnya ingatan lisan (oral reminiscence), yaitu ingatan

tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang

diwawancarai oleh sejarawan. Kedua, tradisi lisan (oral tradition), yaitu

narasi dan deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa pada masa

lalu yang disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi.

b. Sejarah Sebagai Ilmu

Sejarah dikategorikan sebagai ilmu karena dalam sejarah pun

memiliki “batang tubuh keilmuan” (the body of knowledge), metodologi

yang spesifik. Sejarah pun memiliki struktur keilmuan tersendiri, baik

dalam fakta, konsep, maupun generalisasinya (Banks,1977:211-219;

Sjamsuddin, 1996:7-19). Kedudukan sejarah di dalam ilmu pengetahuan

digolongkan ke dalam beberapa kelompok.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

1) Ilmu Sosial, karena menjelaskan perilaku sosial. Fokus kajiannya

menyangkut proses-proses sosial(pengaruh timbal balik antara

kehidupan aspek sosial yang berkaitan satu sama lainnya) beserta

perubahan-perubahan sosial.

2) Seni atau art. Sejarah digolongkan dalam sastra. Herodotus (484-

425SM) yang digelari sebagai :Bapak Sejarah” beliaulah yang telah

memulai sejarah itu sebagai cerita (story telling), dan sejak saat itu

sejarah telah dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu kemanusiaan atau

humaniora (Sjamsuddin, 1996:189-190). Sejarah dikategorikan

sebagai ilmu humaniora, terutama karena dalam sejarah memelihara

dan merekam warisan budaya serta menafsirkan makna perkembangan

umat manusia. Itulah sebabnya dalam tahap historigrafi dan

eksplanasinya, sejarah memerlukan sentuhan-sentuhan estetika atau

keindahan (Ismaun, 1993:282-283).

c. Sejarah Sebagai Cerita

Dalam sejarah sebagai cerita merupakan sesuatu karya yang

dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan. Artinya, memuat unsur-unsur

dari subjek, si penulis /sejarawan sebagai subjek turut serta

mempengaruhi atau memberi “warna”, atau “rasa” sesuai dengan

“kacamata” atau selera subjek (Kartodirdjo, 1992:62). Dilihat dari ruang

lingkupnya, terutama pembagian sejarah secara tematik, Sjamsuddin (1996:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

203-221) dan Burke (2000:444) mengelompokkannya dalam belasan

jenis sejarah, yaitu sejarah sosial; sejarah ekonomi; sejarah kebudayaan;

sejarah demografi; sejarah politik; sejarah kebudayaan rakyat; sejarah

intelektual; sejarah keluarga; sejarah etnis; sejarah psikologi dan

psikologi histori; sejarah pendidikan; sejarah medis.

Pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari

Ilmu budaya (Humaniora). Akan tetapi di saat sekarang ini sejarah lebih

sering dikategorikan sebagai Ilmu sosial, terutama bila menyangkut

peruntutan sejarah secara kronologis (Syadiashare.com). Menurut

Abdurahman (2007:14) sejarah berasal dari bahasa Arab “syajarah”, yang

artinya pohon dalam bahasa asing lainnya istilah sejarah disebut histore

(Prancis), geschichte (Jerman), histoire / geschiedemis (Belanda) dan

history (Inggris). Sejarah adalah sebuah ilmu yang berusaha menemukan,

mengungkapkan, serta memahami nilai dan makna budaya yang

terkandung dalam peristiwa-peristiwa masa lampau (Abdurahman,

2007:14). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

dijelaskan sejarah adalah riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar

terjadi atau riwayat asal usul keturunan terutama untuk raja-raja yang

memerintah.

Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan, berarti mempelajari dan

menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang-

perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan

akan cara berpikir secara historis. Jadi berdasarkan beberapa referensi di

atas peneliti menyimpulkan sejarah merupakan suatu ilmu yang berfungsi

mempelajari, menemukan dan mengungkap kejadian yang berhubungan

dengan manusia pada masa lampau.

Terminologi "sejarah" dikenal sebelumnya dari bahasa Arab,

syajaratun, yang berarti pohon kayu. Arti ini dimaknai dalam silsilah

(family tree), asal-usul, pertumbuhan dan perkembangan yang kontinuitas

dari suatu komunitas atau peristiwa (Sjamsuddin, 1996:2). Sedangkan

makna yang berkembang kemudian adalah sejarah yang diambil dari

bahasa Yunani kuno, historia yang berarti belajar dengan cara bertanya

(inquiry). Kemudian dialihkan ke bahasa Inggris, history, yang diartikan

sebagai sejarah.

Hampir sama dengan batasan di atas, namun secara rinci dan

tegas batasan sejarah menjadi jelas terpisah dengan peristiwa alam pada

perkembangan berikutnya. Seperti yang disampaikan oleh Woolever dan

Scoot (1988, 115) bahwa," sejarah adalah kajian tentang masa lampau

manusia, aktivitas manusia di bidang politik, militer, sosial, agama, ilmu

pengetahuan dan hasil kreativitasnya (seni, musik, literatur dan

lainnya)". Lebih lanjut, batasan sejarah, yang terkait dengan penekanan

pada konsep waktu kelampauan ini berkembang pula. Seperti yang

diungkapkan oleh Amy Von Heyking (2003),"sejarah bukanlah cerita


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

masa lampau, dan bukan catatan peristiwa sejarah yang teijadi di masa

lalu, melainkan sebuah bentuk kegiatan inquiry yang menolong kita

membangun sebuah pemahaman dari kehidupan kita baik secara individu

maupun kolektif dalam waktu tertentu". Ungkapan Heyking ini, tidak

terlepas dari pemahaman bahwa sejarah adalah sebuah disiplin ilmu

yang merupakan hasil interpretasi yang diperlukan kejelasan

kevaliditasan, dan kredibilitas bukti sejarah tersebut dalam kaitannya

untuk dianalisis, dibangun dan dibangun kembali narasi tentang

masyarakat, peristiwa, dan gagasan di masa lampau ( Foster dan

Yeager,1999 ; Mc Neil, 2000).

Dari perkembangan pengertian sejarah di atas, jelaslah bahwa

unsur-unsur yang melekat pada sejarah adalah manusia, peristiwa, masa

lalu, catatan/rekaman peristiwa, tempat/ruang kejadian dan kronologis,

kegiatan interpretasi dari suatu peristiwa masa lampau secara ilmiah. Sidi

Gazalba (1981 : 2) ; Gross (1978:92), dan Lucey (1984 : 9), menekankan

pada tiga aspek utama yang menggambarkan secara keseluruhan dari

pengertian sejarah, yaitu peristiwa, manusia dan waktu. Peristiwa yang

terjadi hanya satu kali, bersifat unik. Peran manusia dalam melakoni

peristiwa tersebut dan waktu teijadinya peristiwa tersebut. Dapat

dikatakan bahwa menurut ungkapan tersebut, bukan sejarah, jika tanpa

tiga aspek tersebut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Berkaitan dengan upaya pemahaman dan perekonstruksian

sejarah, maka sejarah juga merupakan sebuah kajian tentang peristiwa

masa lalu yang tidak pernah final dikarenakan tidak lengkapnya.

Sejarah sebagai suatu kajian tentang masa lampau memberikan catatan-

catatan yang tidak lengkap. Seperti yang diungkapkan oleh Lucy dan

Mark O'hara (2001:1),"...as the study of everything that has happened,

which given the incomplete record available, would inevitabel be less

than full story but would still be extremely large and complex".

Pemahaman dan kajian tentang sejarah terus berkembang.

Sejarah yang semula hanya terbatas pada cerita masa lalu, kemudian

masuk pada kelompok ilmu pengetahuan, berkat jasa bapak sejarah,

Heradotus, Oleh sebab itu sebagai sebuah kajian peristiwa manusia masa

lalu, sejarah sangat memerlukan ketrampilan berpikir kritis. Hal ini

sebagaimana diungkapkan oleh Mc Neil (2000:1), bahwa," history

knowledge is no more and less than carefully and critically constructed

collective memory. Dengan kata lain, pengetahuan sejarah itu tidak lebih

kurang adalah koleksi ingatan yang dibangun secara hati-hati dan kritis.

Dimensi waktu dalam sejarah, terus disadari bukan hanya

untuk upaya perekonstruksian, tetapi lebih dari itu. Sejarah bukan hanya

nostalgia atas kejadian lampau, tetapi sebagai sebuah dialog yang terus

menerus ke masa sekarang dan akan datang. Sejarah adalah suatu

dialog tanpa akhir antara masa sekarang dan masa lampau (Carr, 1965 :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

35). Masa sekarang diketahui melalui penjelasan tentang masa lampau.

Namun dialog tersebut hanya dapat dicapai melalui penelusuran jejak-

jejak sejarahnya. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Coolingwood

(2001:140) yang menyatakan bahwa, the past is the explanation of the

present, but the past only known by analyzing its traces in the present.

Terkait dengan penulisan sejarah yang akurat, objektif serta tidak

pernah final, karena dibatasi oleh catatan sejarah. Keterbatasan catatan

sumber sejzirah, menurut Commager (dalam Woolever dan Scoot, 1988:

118), adalah disebabkan penulisan atau catatan sejarah cenderung dibuat

oleh kelompok yang menang perang, dan bukan oleh kelompok yang kalah,

atau tersisih. Ditambahkan Commager (dalam Woolever dan Scoot, 1988:

119-120) adanya faktor lain yang menyebabkan biasnya sejarah, yaitu (1)

membesarkan, membuat spektakuler suatu kejadian atau individu, (2)

penulisan sejarah yang dipengaruhi oleh rasa kesukuan dan nasionalisme

sejarawan, (3) memberikan penilaian terhadap peristiwa masa lalu dengan

standar dan nilai yang berlaku sekarang, (4) membiarkan pengetahuan

tentang peristiwa yang belakangan tetjadi mempengaruhi kita dalam-

menganalisis, misal sebab akibat.

Mengenai permasalahan ketidaklengkapan data catatan sejarah,

maka Woolever dan Scoot (1988) membagi sejarawan ke dalam dua

golongan, berdasarkan tulisan sejarah yang dihasilkannya, yaitu

"descriptive (narrative historians)" dan "scieniific historians. Jika


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

golongan sejarawan yang pertama lebih diarahkan penulisan sejarah pada

kegiatan humanis dan kurang memiliki karakteristik objektif dari ilmu

sosial, maka sejarawan golongan kedua memiliki komitmen pada sifat,

metode, pendekatan ilmu dalam mengupas dan merekonstruksi masa lalu.

Sebagai suatu mata pelajaran di sekolah, sejarah merupakan mata

pelajaran yang tertua dibandingkan disiplin ilmu sosial lainnya. Pendidikan

sejarah diajarkan di sekolah sejak zaman penjajahan, sesudah kemerdekaan

hingga sekarang (Hasan, 2000:9). Pemberian pendidikan sejarah ini lebih

diorientasikan kepada kepentingan penguasa/pemerintah yang ada mulai

dari Belanda dan Jepang. Anhar Gonggong (2003) mengatakan dalam

periode tertentu pelajaran sejarah di Indonesia sesudah kemerdekaan juga

dijadikan alat penopang kekuasaan. Untuk mengurangi hal tersebut, Anhar

Gonggong menyarankan agar dalam pengertian pendidikan sejarah harus

diberikan di depan kelas sebagai sejarah dalam pengertian ilmu, tidak

dalam pengertian politik.

Pendidikan sejarah tidak hanya dimaknai sebagai alat untuk

memberikan pemahaman tentang kemegahan dan kegagalan suatu bangsa

di masa lampau, tetapi juga memperkenalkan pebeiajar terhadap disiplin

ilmu sejarah (berpikir keilmuan) (Hasan, 2003). Dalam konteks makna

pendidikan sejarah yang pertama, maka pendidikan sejarah cenderung

bersifat transmisi dalam implementasinya, atau lebih fokus pada sisi

manusia, generasi penerus. Sedangkan yang kedua menempatkan sejarah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

seperti tradisi kedua "social studies, as a social sciences", atau dapat

dikatakan lebih memfokuskan pada sisi disiplin ilmu. Hal ini menekankan

pendidikan sejarah kepada kualitas berpikir, mempelajari dan

mengembangkan berbagai ketrampilan yang diperlukan dalam ilmu

sejarah. Menurut Hamid Hasan (2003) fokus kurikulum pendidikan sejarah

hendaklah menjadikan manusia dan ilmu sebagai salah satu sumber dan

bukan satu-satunya.

Peranan pendidikan sejarah sebagai salah satu tiang atau landasan

utama bagi pendidikan IPS (Wiriaatmadja (1992:12), terutama untuk

penanaman nilai- nilai seperti pengenalan jati diri, empati, toleransi yang

akan menumbuhkan sense of belonging dan sense of solidarity. Nilai-nilai

ini diperlukan untuk membentuk identitas nasional. Di tengah era

globalisasi, yang disebut juga era neoliberalisme oleh Mansour Fakih

(2001), pembentukan identitas nasional tidaklah mudah. Salah satunya

tentangan dari cyber media, yang mengakibatkan transnasional. Sebagai

contoh adalah peristiwa sengketa Ambalat antara Indonesia dengan

Malaysia, masyarakat Indonesia serentak bertambah semangat

nasionalismenya, tidak saja yang ada di Indonesia, juga yang ada di negara-

negara lain. Contoh lain, betapa singkat dan mudah terbakar emosi

masyarakat dunia pemeluk Islam, saat tayangan televisi menayangkan

serangan Amerika atas Irak, atau juga tindakan sembrono tentara Amerika

terhadap Al-Quran di penjara Guantenamo. Oleh karena itu menurut Von


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Laue (1995:22) pengajaran sejarah di masa depan haruslah memiliki ciri

(1) sejarah yang tidak menekankan hanya pada sejarah nasional dan lokal,

tetapi juga diperlukan sejarah global.(2) sejarah yang berintikan adanya

hubungan yang selaras sesama manusia dengan landasan saling

menyayangi dan memperkokoh kesetiakawanan, dan bukan sebaliknya, (3)

sejarah yang memiliki pandangan ke masa depan dengan bertolak dari

peristiwa masa lampau.

Di dalam proses pengajaran sejarah guru diberi kesempatan untuk

merancang pengembangan kualitas kesejarahan ini dalam suatu proses

pendidikan yang sinergis (Hasan, 2000). Kemampuan, inovasi guru dalam

mengorganisasikan materi, tujuan, pembelajaran, fasilitas pembelajaran

dan pola evaluasi yang akan digunakan akan menentukan keberhasilan

belajar siswa (Hasan, 1996) . Secara lebih luas paparan mengenai apa dan

bagaimana tujuan dan manfaat yang diharapkan diperoleh oleh siswa

sebagai subjek belajar dalam skala kecil, dan warga bangsa dalam skala

besar.

a. Peran Sejarah

Sejarah sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan tidak

pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan

belajar sejarah, kita dapat mengambil manfaat sejarah karena beberapa

alasan, diantaranya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

1) Dapat mengakui keberadaan setiap manusia di masa lampau dan

akan terus hidup abadi hingga saat ini dan saat mendatang.

2) Dapat mempersiapkan diri untuk menyampaikan kejadian masa

lalu dan masa sekarang kepada generasi berikutnya sebagai bahan

pengetahuan dan pengalaman.

3) Dapat menyakinkan orang berdasarkan alasan peristiwa di masa

lampau.

4) Dapat memperbaiki hidup sendiri dengan merujuk kepada

peristiwa di masa lalu untuk diambil pelajaran dan hikmah

sehingga bisa bermanfaat untuk di masa depan.

Selanjutnya dapat diuraikan manfaat-manfaat mempelajari

sejarah sebagai berikut:

1) Edukatif, Bahwa pelajaran-pelajaran sejarah memberikan

kebijaksanaan dan kearifan. Ucapan “Belajarlah dari Sejarah“ atau

“Sejarah mengajarkan kepada kita” atau “Perhatikanlah pelajaran-

pelajaran yang diberikan oleh sejarah”. Dengan ucapan-ucapan itu

dinyatakan bahwa fungsi dan kegunaan sejarah ialah memberikan

pelajaran.

2) Inspiratif, Sejarah memberikan ilham atau inspirasi kepada kita,

tindakan-tindakan kepahlawanan dan peristiwa-peristiwa gemilang

pada masa lalu dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan

yang sekarang. Peristiwa-peristiwa besar mengilhami kita agar


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

mencetuskan peristiwa yang besar pula. Di Indonesia sejarah yang

berfungsi inspiratif seringkali dijalin di sekitar perjuangan para

pahlawan pembela kemerdekaan selama masa imperialisme dan

kolonialisme Barat.

3) Instruktif, Misalnya, kegunaan dalam rangka pengajaran dalam

salah satu kejuruan atau keterampilan seperti navigasi, teknologi,

persenjataan, jurnalistik, taktik militer dan sebagainya. Fungsi dan

kegunaan sejarah ini disebut sebagai kegunaan yang bersifat

instruktif karena mempunyai peran membantu kegiatan

menyampaikan pengetahuan atau keterampilan (instruksi).

4) Rekreatif, Seperti halnya dalam karya sastra yakni cerita atau

roman, sejarah juga memberikan kesenangan estetis, karena bentuk

dan susunannya yang serasi dan indah. Kita dapat terpesona oleh

kisah sejarah yang baik sebagaimana kita dapat terpesona oleh

sebuah roman yang bagus. Dengan sendirinya kegunaan yang

bersifat rekreatif ini baru dapat dirasakan jika sejarawan berhasil

mengangkat aspek seni dari cerita sejarah yang disajikan.

5) Memberikan Kesadaran Waktu

Kesadaran waktu yang dimaksud adalah kehidupan dengan

segala perubahan, pertumbuhan, dan perkembangannya terus

berjalan melewati waktu. Kesadaran itu dikenal juga sebagai

kesadaran akan adanya gerak sejarah. Kesadaran tersebut


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

memandang peristiwa-peristiwa sejarah sebagai sesuatu yang terus

bergerak dari masa silam bermuara ke masa kini dan berlanjut ke

masa depan. Waktu terus berjalan pada saat seorang atau suatu

bangsa mulai menjadi tua dan digantikan oleh generasi berikutnya.

Bahkan waktu terus berjalan pada saat seseorang atau suatu

bangsa hanya bersenang-senang dan bermalas-malasan, atau

sebaliknya, seseorang atau suatu bangsa sedang membuat karya-

karya besar. Dengan memiliki kesadaran sejarah yang baik,

seseorang akan senantiasa berupaya mengukir sejarah

kehidupannya sebaik-baiknya.

Suatu bangsa adalah suatu kelompok sosial yang ditinjau dari

berbagai segi memiliki banyak perbedaan. Terbentuknya suatu bangsa

disebabkan adanya kesamaan sejarah besar di masa lampau dan adanya

kesamaan keinginan untuk membuat sejarah besar bersama di masa

yang akan datang. Sebagai contoh Bangsa Indonesia sejak zaman

prasejarah telah memiliki kesamaan sejarah. Kemudian memiliki zaman

keemasan pada zaman Sriwijaya, Mataram Hindu-Buddha,

dan Majapahit. Setelah itu bangsa Indonesia mengalami masa

penjajahan selama ratusan tahun. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia

tersebut menjadi ingatan kolektif yang dapat menimbulkan rasa

solidaritas dan mempertebal semangat kebangsaan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Sejarah mencatat bahwa peranan manusia dalam menentukan

arah dunia, baik dari segi politik, agama, budaya, ekonomi, maupun

sosial. Bentuk-bentuk penindasan terhadap harga diri manusia, baik itu

imperialisme, kolonialisme, atau perbudakan, telah melahirkan

kesadaran dalam diri segenap insan bahwa penjajahan dalam segala

bentuknya harus dihapuskan guna terjalinnya perdamaian dan

kedamaian. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa tragis yang pernah

ada tak lagi berulang. Akhirnya dapatlah kita simpulkan, bahwa sejarah

merupakan perbendaharaan atau khazanah pedoman yang

mencerminkan pengaman umat manusia pada masa lampau untuk dapat

kita fahami dan dijadikan pelajaran bagi kehidupan kita sekarang

maupun petunjuk arah bagi cita-cita kehidupan di masa depan.

Perubahan zaman yang disebabkan oleh kemajuan ilmu dan

teknologi, membawa pengaruh terhadap keberadaan mata pelajaran

sejarah di sekolah. Siswa mulai mempertanyakan tujuan dan manfaat

yang didapatnya dari pelajaran tersebut, selain bernostalgia dengan

peristiwa masa lampau. Isu tentang proses dan hasil belajar sejarah

yang kurang menyenangkan selama ini, termasuk juga sikap,

anggapan siswa dan masyarakat yang ditujukan terhadap mata

pelajaran sejarah menjadi bahan diskusi, pemikiran dari para sejarawan

dan pakar pendidikan sejarah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Sebagaimana ungkapan Collingwood di atas sehubungan

dengan kaitan dimensi waktu dalam sejarah, dialog antara dimensi

waktu lalu dan sekarang bahkan masa depan tidak pernah terputus.

Masing-masing dimensi memiliki posisi yang strategis. Masa lalu

diperlukan untuk menjelaskan, memahami kehidupan yang dijalani

manusia sekarang ini dan seterusnya dapat digunakan untuk kebaikan

kehidupan masa depan. Jadi sejarah bukanlah ilmu pendidikan yang

disampaikan hanya untuk bernostalgia. Seperti dipertegas oleh Frankel

(2003) yang menyatakan," ....History is the study of the past the past

causes the present, andso the future...".

Sementara itu "ancaman" atas keberadaan pelajaran sejarah di

sekolah sangat dikaitkan oleh masyarakat dengan anggapan

keberhasilan hidup (materi, ekonomi). Mackinolty (2001:5)

mengungkapkan bahwa pelajaran sejarah dipertanyakan

kerelevanannya untuk dipelajari terkait dengan kemajuan teknologi

yang menekankan pada hasil produksi, ekonomi, kebendaan.

Selain itu pentingnya pelajaran sejarah ini diberikan di

sekolah sangat terkait dengan perkembangan bangsa, bukan sekedar

keinginan melainkan merupakan kebutuhan nasional. Dinyatakan oleh

Cleaf (1991:38), bahwa melalui mata pelajaran sejarah dapat

menolong siswa mengembangkan pemahaman dan apresiasi terhadap

warisan dan tradisi-tradisi, serta mereka akan mampu membandingkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

kemajuan yang diperoleh bangsanya dibandingkan dengan bangsa

lain. Selain itu melalui mata pelajaran sejarah seyogyanya siswa

dapat memahami dan mengapresiasikan peristiwa-peristiwa sejarah itu

sendiri (Syamsuddin, 1999).

Dari penelitian Stanton Burgess Tumer (1987) yang

memfokuskan bagaimana pendapat siswa, guru, instruktur,

administratur dan orang tua tentang kegunaan sejarah, mendapatkan

suatu kesimpulan bahwa topik-topik yang relevan dengan kehidupan

siswa dianggap sebagai kurikulum sejarah yang disarankan untuk

menolong siswa mendapatkan manfaat dari belajar sejarah.

Dalam pembelajaran sejarah selain memberikan kesadaran

kepada peserta didik bahwa perubahan yang tetjadi merupakan

kejadian biasa, juga membiasakan siswa akan situasi konflik dan

kemudian belajar menghadapinya dengan pengetahuan bagaimana

mengelola {conflict management) dan mengatasi konflik (conflict

resolution) (Wiriatmadja, 2002).

Sejarah juga mengajarkan manusia untuk bijaksana dalam

memandang berbagai peristiwa yang kontroversial di masa lalu,

sehingga kita mampu melakukan refleksi terhadap berbagai

kecenderungan dalam menjalani kehidupan saat ini. Di samping itu,

sejarah juga juga memberikan makna pemahaman, apresiasi dan

pengertian terhadap berbagai masalah yang tumbuh dan berkembang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

di masyarakat (Jarolimek, 1996).

Lebih khusus pendidikan sejarah adalah dasar bagi

terbinanya identitas nasional yang merupakan salah satu modal utama

membangun bangsa (Widja, 1989). Hal senada dikatakan oleh

Buckhardt (dalam Jacques Barzun, 1991) bahwa tujuan pendidikan

sejarah adalah (1) menempa identitas nasional, (2) memelihara

hubungan integrative dalam ruang lingkup yang luas, dalam kehidupan

intemasional;(3) menanamkan nilai-nilai kewargaan dan etika.

Jorgensen (1993) juga mengatakan bahwa dengan

mempelajari sejarah kita dapat menemukan identitas diri pribadi,

masyarakat dan bangsa, sehingga menyadarkan akan perbedaan dan

perubahan lingkungan, sekaligus membangun pemahaman yang

memadai menyangkut makna dari sejarah yang dialami dalam

kehidupan sehari-hari, karena kemampuan untuk menangkap makna

dari sejarah akan menjadi dasar bagi setiap manusia untuk

mengembangkan sikap positif terhadap diri dan lingkungannya.

Sejarah juga mengajak setiap orang untuk mampu bersikap bijak

dalam menyikapi berbagai masalah di masyarakat dengan bercermin

pada masa lalu (Hasan. 1996).

Dalam bukunya The Methods and Skills of History, Conal

Furay dan Michael J Salevouris (2000), memaparkan beberapa

kegunaan pendidikan sejarah, salah satunya yang penting juga adalah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

memberikan siswa kesempatan untuk mendapatkan pengalaman

dalam menganalisis dan menginterpretasi informasi sejarah atau

memberikan ketrampilan analisis dan ketrampilan berkomunikasi.

Hal tersebut searah dengan tujuan pendidikan sejarah bagi

siswa di jenjang SD/SMP yaitu," untuk mengembangkan wawasan

kebangsaan dari berbagai peristiwa sejarah, mengembangkan

ketrampilan berpikir logis dan kritis, serta menghargai sikap

kepahlawanan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari- hari".

Sedangkan untuk jenjang SMA, tujuan pendidikan sejarah diberikan

untuk mengembangkan; ketrampilan berpikir kesejarahan, kemampuan

mengkaji sumber-sumber sejarah, kemampuan menulis cerita sejarah

dan menerapkan cara berpikir kesejarahan dalam menganalisis peristiwa

di sekitarnya (Hasan, 2003:290-291).

b. Tujuan Sejarah

Mata pelajaran Sejarah Indonesia bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut :

1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep

waktu dan tempat/ruang dalam rangka memahami perubahan dan

keberlanjutan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di

Indonesia;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

2) Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking)

yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif,

inspiratif, dan inovatif;

3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap

peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di

masa lampau;

4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap diri sendiri,

masyarakat, dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui

sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan

masa yang akan datang;

5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian

dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah

air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat

diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat

dan bangsa;

6) Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral

yang mencerminkan karakter diri, masyarakat dan bangsa; dan

7) Menanamkan sikap berorientasi kepada masa kini dan masa depan.

Secara rinci dan sistematis, Notosusanto (1979:4-10)

mengidentifikasi empat jenis kegunaan sejarah, yakni fungsi edukatif,

fungsi inspiratif, fungsi instruktif, dan fungsi rekreasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

1) Fungsi Edukatif

Artinya, bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan

ataupun kearifan-kearifan. Hal itu dikemukakan dalam ungkapan

John Seeley yang mempertautkan masa lampau dengan sekarang,

we study history, so that we may be wise before the event. Oleh

karena itu, penting pula ungkapan-ungkapan, seperti belajarlah dari

sejarah atau sejarah mengajarkan kepada kita.

2) Fungsi Inspiratif

Artinya, dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi

atau ilham. Dan juga, sejarah dapat memberikan spirit dan moral.

Menurut spiritual Prancis Henry Bergson sebagai elan vital, yaitu

sebagai energi hidup atau daya pendorong hidup yang

memungkinkan segala pergerakan dalam kehidupan dan tindak

tanduk manusia.

3) Fungsi Instruktif

Bahwa dengan belajar sejarah dapat berperan dalam proses

pembelajaran pada salah satu kejuruan atau keterampilan tertentu,

seperti navigasi, jurnalistik, senjata/militer, dan sebagainya.

4) Fungsi Rekreasi

Artinya, dengan belajar sejarah dapat memberikan rasa kesenangan

maupun keindahan. Seorang pembelajar sejarah dapat terpesona

oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

membaca, baik itu berupa roman maupun cerita-cerita peristiwa

lainnya. Selain itu, sejarah dapat memberikan kesenangan lainnya,

seperti “pesona perlawatan” yang dipaparkan dan digambarkan

kepada kita melalui berbagai evidensi dan imaji. Sebab dengan

mempelajari berbagai peristiwa menarik di berbagai tempat negara

dan bangsa, kita ibarat berwisata ke berbagai negara di dunia.

3. Pembelajaran Sejarah

Kochhar (2008) mengatakan bahwa sejarah adalah ilmu tentang

manusia. Sejarah berkaitan dengan ilmu hanya apabila sejarah menkaji

tentang kerja keras manusia dan pencapaian yang di perolehnya. Sejarah

menguamakan kajian tentang orang-orang yang “ menaklukan daratan dan

lautan tanpa beristiahat” dari pada mereka yang “berdiri dan menunggu”.

Mahasiswa tentang pentingnya sejarah leluhur bangsa. Terciptanya

bangsa yang besar yaitu dengan tatap menghargai sejarah bangsanya sendiri

dari awal-awal perjuangan melawan penjajah sampai dengan terciptanya

kemerdekaan suatu bangsa. Pengajaran sejarah bersifat meneliti kehidupan

masa lampau yang didukung dengan penemuan-penemuan masa

lampau/prasejarah. Prinsip pembelajaran sejarah adalah salah satu wahana

untuk mencerdaskan bangsa. Dengan sifatnya yang unik, sejarah perpijak

pada fakta masa lampau yang di analisis untk memahami masa kini dan

diproyeksikan untuk merencanakan kehidupan masa depan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

Dengan adanya prinsip pembelajaran sejarah kita bisa tahu metode

belajar sejarah yang bagai manakah yang kita inginkan, prinsip-prinsip

pembelajaran sejarah memberi pengetahuan tentang sejarah dan seluk-

beluknya sesuai kebutuhan.

Menurut Prof. Dr.A Chaedar Alwasilah, MA memberikan batasan

terhadap istilah belajar,mengajar, dan pembelajaran, yaitu: belajar (learning),

mengajar (teaching), dan pembelajaran (instruction). Pada hakikatnya

pembelajaran adalah proses mengajar dengan metode dan teknik yang

berbeda-beda, salah satunya dengan tanya jawab antara mahasiswa dengan

Dosen. Dengan teknik berkelompok, sehingga dengan berkelompok dapat

berkomunikasi mahasiswa bisa saling bertukar pikiran satu sama lain.

Pembelajaran adalah proses memberi informasi dengan mengelola

lingkungan pembelajaran dengan efektif dan efisien (Abdul Rohman : 2008).

Maksudnya, dalam menjalankan proses belajar mengajar, pembimbing tidak

saja harus mengajar pengetahuan kepada siswa, namun juga harus

mengajarkan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Mengajar juga disebut membimbing pengalaman anak, bagaimana

agar anak tersebut dapat aktif beraktivitas dalam lingkungannya. Dari

pembimbingan pengalaman tersebut diharapkan anak memperoleh kecakapan,

sikap dan karakter yang baik, sehingga siswa dapat mengembangkan

mentalnya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan bisa bisa

mengembangkan bakatnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pengalaman


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

dengan lingkungan itulah yang harus diberikan pembimbing kepada anak

didik, karena sumber dari belajar itu sendiri adalah pengalaman agar siswa

nantinya selain dapat pengetahuan yang maksimal juga dapat mengahadapi

masalah-masalah dalam kehidupannya. Selain itu, siswa dapat terjun kedalam

lingkungan soialnya, menerapkan norma-norma, pikiran, dan perasaanya

kedalam pribadi anak tersebut.

Beberapa diskusi tentang tujuan pembelajaran sejarah yang diajarkan

dalam organisasi pendidikan di Indonesia. Dari diskusi tersebut terdapat

tujuan bahwa untuk mewujudkan sejarah dalam skema pendidikan, sejarah

perlu diajarkan sampai kelas sepuluh. Menyesuaikan dengan pola pendidikan

baru, sejarah yang diajarkan di sekolah dasar menjadi bagian dari ilmu sosial,

kisah-kisah dan cerita dari tokoh dan peristiwa umumnya yang akan

dipelajari. Di kelas bawah dan menengah sejarah dipelajari sebagai bagian

dari ilmu sosial. Di kelas menengah sejarah yang diajarkan yaitu sejarah

tentang kehidupan peradaban masyarakat India dimulai dari zaman prasejarah

sampai perkembangan saat ini.

Perkembangan historis dari negara-negara di dunia pun juga dipelajari,

namun materi yang diajarkan dari historis tersebut khusus bagi negara yang

yang mempunyai nilai penting bagi sejarah pada umat manusia pada

umumnya, “sebagai tambahan dalam konteks ini, gerakan kaum sosialis,

perang dunia, bangkitnya Asia, Afrika, Amerika Latin, dan masalah

perdamaian dan kerja sama internasional serta tata ekonomi baru


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

diperkenalkan ...” (Kochhar, 2008:21).Dari pernyataan tersebut materi yang

diajarkan kepada siswa bukan hanya dari aspek politik sejarah, namun juga

pada aspek ekonominya sehinnga para siswa mengetahui perkembangan dunia

masa sekarang serta masalah yang terjadi pada negara tersebut pada saat ini.

Jadi, sejarah merupakan mata pelajaran inti yang harus diajarkan sampai

tingkat sepuluh sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dalam dunia

pendidikan.

Menurut teori Kochhar (2008), sasaran umum pembelajaran sejarah

yaitu untuk mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri. Maksudnya

yaitu dalam pembelajaran sejarah digunakan untuk mengetahui siapa diri kita

sendiri, minat dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang adalah warisan

yang dimiliki untuk memahami identitasnya sendiri. Seorang generasi baru

politikus dan suatu generasi baru negarawan tidak akan mengetahui struktur

negara yang didasar Undang-Undang dan pada generasi baru seperti anak-

anak tidak akan mengetahui perjuangan yang dilakukan oleh para pemimpin

awal untuk memperoleh kemerdekaan dan peran dari masing-masing tokoh

tersebut tanpa pembelajaran sejarah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

4. Profesionalisme Guru Sejarah

a. Kompetensi Guru

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS

Purwadarminto (1999: 405), pengertian kompetensi adalah kekuasaan

untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar

kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.

Menurut pendapat C. Lynn (1985: 33), bahwa “competence my

range from recall and understanding of fact and concepts, to advanced

motor skill, to teaching behaviours and profesional values”. Kompetensi

dapat meliputi pengulangan kembali fakta-fakta dan konsep-konsep

sampai pada ketrampilan motor lanjut hingga pada perilaku-perilaku

pembelajaran dan nilai-nilai profesional.

Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63),

kompetensi merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan

menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan

berlangsung dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut

dapat dipahami bahwa kompetensi menunjuk pada kinerja seseorang

dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilaku.

Lebih lanjut Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63),

membagi lima karakteristik kompetensi yaitu sebagai berikut.

1) Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

menyebabkan sesuatu.

2) Sifat, yaitu karakteritik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi.

3) Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image dari sesorang.

4) Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang

tertentu.

5) Ketrampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang

berkaitan dengan fisik dan mental.

Menurut E. Mulyasa (2004: 37-38), kompetensi merupakan

perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Pada sistem

pengajaran, kompetensi digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan

profesional yaitu kemampuan untuk menunjukkan pengetahuan dan

konseptualisasi pada tingkat yang lebih tinggi. Kompetensi ini dapat

diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman lain sesuai

tingkat kompetensinya.

Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen

dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai

guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya

sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

Dalam hubungannya dengan tenaga kependidikan, kompetensi

merujuk pada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi sertifikasi

tertentu dalam melaksanakan tugas kependidikan. Tenaga kependidikan

dalam hal ini adalah guru. Guru harus memilki kompetensi yang

memadai agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Menurut Piet

Sahertian (1994: 73), “Kompetensi guru adalah kemampuan

melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui

pendidikan dan latihan”. Suparlan (2006: 85) berpendapat bahwa

“Kompetensi guru melakukan kombinasi kompleks dari pengetahuan,

sikap, ketrampilan dan nilai-nilai yang ditujukkan guru dalam konteks

kinerja yang diberikan kepadanya”.

Menurut Sumitro dkk (2002: 70), “Sekolah memerlukan guru

yang memiliki kompetensi mengajar dan mendidik inovatif, kreati,

manusiawi, cukup waktu untuk menekuni profesionalitasnya, dapat

menjaga wibawanya di mata peserta didik dan masyarakat sehingga

mampu meningkatkan mutu pendidikan”.

Kemampuan mengajar adalah kemampuan esensial yang harus

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

dimilki oleh guru, tidak lain karena tugas yang paling utama adalah

mengajar. Dalam proses pembelajaran, guru menghadapi siswa-siswa

yang dinamis, baik sebagai akibat dari dinamika internal yang berasal

dari dalam diri siswa maupun sebagai akibat tuntutan dinamika

lingkungan yang sedikit banyak berpengaruh terhadap siswa. Oleh

karena itu, kemampuan mengajar harus dinamis juga sebagai tuntutan-

tuntutan siswa yang tak terelakkan. Kemampuan mengajar guru

sebenarnya merupakan pencerminan guru atas kompetensinya.

Kompetensi ini terdiri dari berbagai komponen penting.

Nana Sudjana (2002: 17), mengutip pendapat Cooper bahwa ada

empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:

1) Mempuyai pengetahuan tentang belajar tingkah laku manusia.

2) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang

dibinanya.

3) Mempunyai sikap yang tepat tentang dirinya, sekolah, teman

sejawat dan bidang studi yang dibinanya.

4) Mempunyai kemampuan tentang teknik mengajar

Sementara itu menurut pendapat Glasser yang dikutip Nana

Sudjana (2002: 18), yang menyebutkan ada empat yang harus dikuasi

oleh guru, meliputi: “1) Menguasai bahan pelajaran, 2) Kemampuan

mendiagnosa tingkah laku siswa, 3) Kemampuan melaksanakan proses

pembelajaran, 4) Kemampuan mengukur hasil belajar siswa”.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

Pada tahun 1970-an terkenal wacana tentang apa yang disebut

sebagai pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi atau “Competency

Based Training Education (CBTE)”. Pada saat itu, Direktorat Pendidkan

Guru dan Tenaga Teknis (Disguntentis) pernah mengeluarkan “buku

saku” tentang sepuluh kompetensi guru, yaitu:

1) Memiliki kepribadian sebagai guru.

2) Menguasai landasan pendidikan.

3) Menguasai bahan pengajaran.

4) Menyusun program pengajaran.

5) Melaksanakan proses belajar mengajar.

6) Melaksanakan penilaian pendidikan.

7) Melaksanakan bimbingan.

8) Melaksanakan administrasi.

9) Menjalin kerjasama dan interaksi dengan guru, sejawat, dan

masyarakat.

10) Melaksanakan penelitian sederhana (Suparlan, 2006: 81-82).

Kesepuluh kompetensi di atas diharapkan dimiliki guru

secara maksimal agar proses belajar mengajar akan lebih efektif sehingga

menghasilkan peserta didik yang kompeten. Menurut Suparlan (2006:

83). “Kompetensi minimal yang harus dimiliki guru meliputi: menguasai

materi, metode dan system penilaian, namun jika tidak dilandasi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

penguasaan kepribadian keguruan dan ketrampilan lainnya, guru tidak

akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional”.

Jika guru menguasai dan melaksanakan kesepuluh kompetensi

tersebut dalam proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar

sekolah maka guru itu diharapkan dapat menjadi guru yang efektif. Guru

yang mampu melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik.

Terkait dengan penguasaan materi bahan ajar, guru dituntut dapat

menggunakan strategi dan metode mengajar yang tepat serta

melaksanakan penilaian hasil belajar yang terus-menerus dan jujur.

Selain itu penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki antusiasme

yang tinggi dalam arti memiliki semangat senang mengajar dengan

penuh kasih sayang. Kemampuan dan kemauan guru dalam

melaksanakan tugas profesionalnya akan menjadi syarat utama bagi

terbentuknya guru yang efektif.

b. Media Pembelajaran

Heinich (Supriadie, 1996:67) mengemukakan “media secara

harfiah berarti perantara (between) yakni perantara sumber pesan dengan

penerima pesan”. Sedangkan Gagne (Sadiman,2003:6) mengemukakan

bahwa “media adalah berbagai komponen dalam lingkungan siswa yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

dapat merangsangnya untuk belajar.”

Media berasal dari kata medium yang berasal dari bahasa latin

yang berarti perantara atau pengantar. Jadi dapat disimpulkan bahwa

media adalah perantara sumber-sumber dari berbagai elemen-elemen

penting di dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk

belajar.

Istilah media yang digunakan dalam bidang pembelajaran disebut

media pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, alat bantu atau media

tidak hanya dapat memperlancar proses komunikasi akan tetapi dapat

merangsang siswa untuk merespon dengan cepat tentang pesan

(message) yang disampaikan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa media

merupakan suatu alat dalam menyampaikan materi. Akan tetapi apabila

media tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya, maka media tersebut

tidak efektif dan tidak dapat menyampaikan isi pesan kepada siswa. Oleh

karena itu, media perlu dirancang dengan memperhatikan ciri-ciri dan

karakteristik dari sasaran dan kesesuaian dengan tujuan instruksional

yang telah ditetapkan. Media pembelajaran yang dirancang dengan baik

dan benar akan dapat merangsang komunikasi siswa dengan sumber

media tersebut.

Awalnya, media hanyalah alat bantu yang digunakan guru untuk

menerangkan pelajaran. Alat bantu pertama yang digunakan adalah alat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

bantu visual, yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman

visual kepada siswa, antara lain untuk mendorong motivasi belajar,

memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak dan mempertinggi

daya serap belajar. Kemudian, pada abad ke-20 lahirlah alat bantu audio

visual terutama yang menggunakan pengalaman kongkrit untuk

menghindari verbalisme (Susilana dan Riyana, 2008:7).

Media pembelajaran dapat mempertinggi daya serap atau retensi

belajar siswa dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya

diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar siswa.

Menurut Susilana dan Riyana (2008:9) dalam kaitannya dengan

fungsi media pembelajaran, dapat ditekankan beberapa hal sebagai

berikut:

1) Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi

tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu

untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif.

2) Media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan

proses pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa media

pembelajaran sebagai salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri

tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka

menciptakan situasi belajar yang diharapkan.

3) Media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan dengan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

kompetensi yang ingin dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri.

Fungsi ini mengandung makna bahwa penggunaan media dalam

pembelajaran harus selalu melihat kepada kompetensi dan bahan ajar.

4) Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai alat hiburan, dengan

demikian tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekedar

untuk permainan atau memancing perhatian siswa semata.

5) Media pembelajaran bisa berfungsi untuk mempercepat proses

belajar.Fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media

pembelajaran siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar lebih

mudah dan lebih cepat.

6) Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar. Pada umumnya hasil belajar siswa dengan

menggunakan media akan tahan lama mengendap sehingga kualitas

pembelajaran memiliki nilai yang tinggi.

7) Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk

berpikir, oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya penyakit

verbalisme.

Menurut Munadi (2008:36) analisis fungsi yang didasarkan pada

medianya dan didasarkan pada penggunanya. Pertama, analisis fungsi

yang didasarkan pada media terdapat tiga fungsi media pembelajaran,

yakni; 1) media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar; 2)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

fungsi semantik; 3) fungsi manipulatif. Kedua, analisis fungsi yang

didasarkan atas penggunanya (anak didik) terdapat dua fungsi yakni 4)

fungsi psikologis dan 5) fungsi sosio-kultural.

Secara lebih rinci Munadi (2008: 37) menjabarkan fungsi

media pembelajaran sebagai berikut:

1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar

Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar.

Dalam kalimat “sumber belajar” ini tersirat makna keaktifan, yakni

sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain. Media

pembelajaran dapat mengantikan fungsi guru terutama sebagai

sumber belajar.

2) Fungsi Semantik

Fungsi semantik yaitu “kemampuan media dalam menambah

perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya

benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik).”

3) Fungsi Manipulatif

Fungsi manipulatif didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum

yang dimiliki oleh media tersebut. Berdasarkan karakteristik umum

ini, media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas

ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan indrawi.

4) Fungsi Psikologi

Fungsi psikologi terbagi menjadi lima yaitu:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

a) Fungsi atensi; media pembelajaran dapat meningkatkan

(attention) siswa terhadap materi ajar. Oleh karena itu media

pembelajaran harus dibuat semenarik mungkin sehingga dapat

menarik dan memfokuskan perhatian siswa.

b) Fungsi afektif; Yaitu menggugah perasaan, emosi, dan tingkat

penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Media

pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan atau

penerimaan siswa terhadap stimulus tertentu.

c) Fungsi kognitif; Siswa yang belajar melalui media pembelajaran

akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi

yang mewakili objek-objek yang dihadapi baik objek itu berupa

orang, benda, atau kejadian atau peristiwa.

d) Fungsi imajinatif; Media pembelajaran dapat meningkatkan

dan mengembangkan imajinasi siswa. Imajinasi ini mencakup

penimbulan atau kreasi objek-objek baru sebagai rencana bagi

masa mendatang, atau dapat juga mengambil bentuk fantasi

(khayalan) yang didominasi kuat sekali oleh pikiran-pikiran

autistik.

e) Fungsi motivasi; Motivasi merupakan seni yang mendorong siswa

untuk melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran

tercapai. Motivasi merupakan dorongan pihak luar dalam hal ini

guru yang mendorong, mengaktifkan dan menggerakkan siswanya


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

dengan melalui bantuan media pembelajaran.

5) Fungsi Sosio Kultural

Fungsi media dilihat dari sosio kultural, yakni mengatasi hambatan

sosio kultural antara peserta komunikasi pembelajaran. masalah ini

dapat diatasi salah satunya dengan menggunakan media

pembelajaran. Media pembelajaran memiliki kemampuan dalam

memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman,

dan menimbulkan persepsi yang sama.

Selain itu, media pembelajaran mempunyai manfaat yang dapat

menarik minat dan motivasi belajar siswa. Miarso (2009:458)

merumuskan manfaat media pembelajaran dari berbagai kajian teoritik

maupun empirik sebagai berikut:

1) media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada

otak kita sehingga dapat berfungsi secara optimal.

2) media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh

para pelajar.

3) media dapat melampaui batas ruang kelas.

4) media memungkinkan adanya interaksi langsung antara pelajar

dengan lingkungannya.

5) media menghasilkan keseragaman pengamatan. media memberikan

pengalaman dan persepsi yang sama. pengamatan yang dilakukan oleh


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

pelajar bisa bersama-sama diarahkan kepada hal-hal penting yang

dimaksudkan oleh guru.

6) media membangkitkan keinginan dan minat baru. dengan

menggunakan media pembelajaran, horizon pengalaman anak semakin

luas, persepsi semakin tajam, konsep-konsep dengan sendirinya

semakin lengkap. akibatnya keinginan dan minat untuk belajar selalu

muncul.

7) media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar,

misalnya pemasangan gambar-gambar di papan tempel, pemutaran

film, mendengarkan rekaman, atau radio merupakan rangsangan yang

membangkitkan keinginan siswa untuk belajar.

8) media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari

sesuatu yang konkrit maupun abstrak.

9) media memberikan kesempatan kepada pelajar untuk belajar mandiri,

pada tempat, waktu, dan kecepatan yang ditentukan sendiri.

10) media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new literacy),

yaitu kemampuan untuk membedakan dan menafsirkan objek,

tindakan, dan lambang yang tampak, baik yang alami maupun buatan

manusia, yang terdapat dalam lingkungan.

11) media mampu meningkatkan efek sosialisasi, yaitu dengan

meningkatknya kesadaran akan dunia sekitar.

12) media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri guru maupun


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

pelajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai fungsi dan

manfaat media pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting yakni salah

satunya sebagai alat yang dapat merangsang perhatian siswa dan

membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga terciptanya suasana

pembelajaran yang lebih efektif dan yang diharapkan dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

Media juga seringkali diartikan sebagai alat yang dapat dilihat dan

di dengar. Alat-alat ini dipakai dalam pengajaran dengan maksud untuk

membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Dengan

menggunakan alat-alat ini, guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih

mantap, hidup dan interaksinya bersifat banyak arah. Seperti yang

dikemukakan oleh Hamalik (1986:4) bahwa hubungan komunikasi akan

berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat

bantu yang disebut dengan media komunikasi, dalam Arsyad (2006:4).

Sedangkan menurut Gagne dan Briggs (1975:4) , media pembelajaran

meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

pengajaran, yang terdiri dari: buku, tape recorder, benda asli atau nyata,

video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar,

grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain media adalah komponen

sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar, dalam

Arsyad (2006:4).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang pengertian media

dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) media adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna

pesan yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai

dengan sempurna, (2) media berperan sebagai perangsang belajar dan

dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan

dalam meraih tujuan-tujuan belajar, (3) adapun yang disampaikan oleh

guru mesti menggunakan media, paling tidak yang digunakan adalah

media verbal yaitu berupa kata-kata yang diucapkannya dihadapan siswa,

(4) segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekolah, baik berupa

manusia ataupun bukan manusia yang pada permulaannya tidak

dilibatkan dalam proses belajar mengajar setelah dirancang dan dipakai

dalam kegiatan tersebut. Lingkungan itu berstatus media sebagai alat

perangsang belajar.

Dalam perkembangannya, media pengajaran mengikuti

perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan

dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip

mekanis. Kemudian teknologi audio-visual yang menggabungkan

penemuan mekanik dan elektronik untuk tujuan pengajaran. Teknologi

yang muncul terakhir adalah teknologi mikroprosessor yang melahirkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

pemakaian komputer dan kegiatan interaktif (Arsyad, 2010: 157).

Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Asyar (2011:45)

mengelompokkan jenis media menjadi empat jenis, yaitu:

1) media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan

indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. dengan media ini,

pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat terganung pada

penglihatannya.

2) media audio, adalah jenis media yang digunakan dalam proses

pembelajaran yang hanya melibtkan indera pendengaran peserta didik.

semakin baik kemampuan pendengaran maka akan semakin banyak

pengalaman yang akan diterima peserta didik.

3) media audio-visual, adalah jenis media yang di gunakan dalam

pembelajaran yang melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus

dalam proses pembelajaran. pesan dan informasi dalam media ini

dapat disalurkan berupa pesan verbal dan nonverbal yang

mengandalkan kemampuan mendengar dan melihat dari peserta didik.

4) multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan

peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan

pembelajaran. dalam pembelajaran multimedia melibatkan indera

penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual

gerak, dan audio serta media interaktif yang berbasis komputer dan

teknologi komunikasi dan informasi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

c. Kemampuan/Evaluasi

Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation

dalam bahasa Inggris, yang lazim diartikan dengan penaksiran atau

penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir atau

menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir disebut sebagai

evaluator (Echols, 1975).

Sejumlah ahli mengemukakan pemahaman evaluasi secara

etimologis, seperti Grounlund, Nurkancana, dan Raka Joni. Menurut

Grounlund (1976) ” a system atic process of determining the extent to

which instructional objectives are achieved by pupil ”. Nurkancana

(1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses

kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu. Sementara Raka Joni ( 1975)

mengartikan evaluasi sebagai suatu proses dimana kita

mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan

mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan tersebut

mengandung pengertian baik-tidak baik, memadai tidak memadai,

memenuhi syarat tidak memenuhi syarat, dengan perkataan lain

menggunakan value judgment.

Dengan pengertian di atas maka dapat dikemukakan bahwa

evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai seseorang dengan

menggunakan patokan-patokan tertentu untuk mencapai tujuan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

Sementara evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu proses

menetukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menggunakan

patokan-patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah

ditentukan sebelumnya.

Untuk memperjelas lagi, ada beberapa perumusan penilaian

sebagai padanan kata evaluasi menurut beberapa ahli diantaranya:

1) Adam (1964), menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai

kemampuan anak didik. Bila kita melangkah lebih jauh lagi dalam

menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran itu dengan

menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai dalam suatu

kerangka maksud pendidikan dan pelatihan atas dasar beberapa

pertimbangan lain untuk membuat penilaian, maka kita tidak lagi

membatasi diri kita dalam pengukuran karena telah mengevaluasi

kemampuan atau kemajuan anak didik.

2) Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen (1961), menjelaskan bahwa

evaluasi berhubungan dengan pengukuran . Dalam beberapa hal

evaluasi lebih luas, karena evaluasi juga termasuk penilaian penilaian

formal dan penilaian intuitif mengenai kemajuan peserta didik.

Evaluasi juga mencakup penilaian tentang apa yang baik dan apa yang

diharapkan. Dengan demikian hasil pengukuran yang benar

merupakan dasar yang kokoh untuk melakukan penilaian.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68

3) Arikunto (1990), penilaian lebih menekankan kepada proses

pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang

bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran menekankan proses

penentuan kualitas sesuatu yang dibandingkan dengan satuan ukuran

tertentu. Sehingga dari batasan pengukuran dan penilaian di atas dapat

disimpulkan bahwa pengukuran dilakukan apabila kegiatan

penilaian membutuhkannya, bila kegiatan pengukuran tidak

membutuhkan maka kegiatan pengukuran tidak perlu dilakukan.

Selanjutnya hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan

dibandingkan dengan kriteria sehingga didapat hasil penilaian yang

bersifat kualitatif.

4) Ralph Tyler (1950) menyatakan bahwa Evaluasi merupakan sebuah

proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam

hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.

Terdapat beberapa istilah yang sering disalahartikan dalam

kegiatan evaluasi, yaitu evaluasi (evaluation), penilaian (assessment),

pengukuran (measurement), dan tes (test). Dalam UU No.20/2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa

“evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan

penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada

setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk

pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya, dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

PP.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17

dikemukakan bahwa “penilaian adalah proses pengumpulan dan

pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta

didik”.

Istilah pengukuran (measurement) mengandung arti “the act

or process of ascertaining the extent or quantity of something” (Wand

and Brown, 1957 : 1). Hopkins dan Antes (1990) mengartikan

pengukuran sebagai “suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa

angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri

(atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa”. Dengan demikian,

evaluasi dan penilaian berkenaan dengan kualitas daripada sesuatu,

sedangkan pengukuran berkenaan dengan kuantitas (yang menunjukkan

angka- angka) daripada sesuatu. Oleh karena itu, dalam proses

pengukuran diperlukan alat ukur yang standar. Misalnya, bila ingin

mengukur IQ diperlukan alat ukur yang disebut dengan tes, bila ingin

mengukur suhu badan diperlukan alat yang disebut dengan

termometer, dan sebagainya.

Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk

mengetahui efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Indikator efektivitas dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang

terjadi pada peserta didik. Perubahan tingkah laku itu dibandingkan

dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70

kompetensi, tujuan dan isi program pembelajaran. Adapun secara

khusus, tujuan evaluasi adalah untuk :

1) Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi

yang telah ditetapkan.

2) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam

proses belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan

memberikan remedial teaching.

3) Mengetahui efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang

digunakan guru, baik yang menyangkut metode, media maupun

sumber-sumber belajar.

Depdiknas (2003 : 6) mengemukakan tujuan evaluasi

pembelajaran adalah untuk (a) melihat produktivitas dan efektivitas

kegiatan belajar-mengajar, (b) memperbaiki dan menyempurnakan

kegiatan guru, (c) memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan

program belajar-mengajar, (d) mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang

dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan

keluarnya, dan (e) menempatkan siswa dalam situasi belajar- mengajar

yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Adapun fungsi evaluasi adalah :

1) Secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi

belajarnya, sehingga ia merasakan kepuasan dan ketenangan. Untuk

itu, guru/instruktur perlu melakukan penilaian terhadap prestasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71

belajar peserta didiknya.

2) Secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah

cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat

berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat

dengan segala karakteristiknya.

3) Menurut didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu

guru/instruktur dalam menempatkan peserta didik pada kelompok

tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-

masing.

4) Untuk mengetahui kedudukan peserta didik diantara teman-

temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau

kurang.

5) Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh

program pendidikannya.

6) Untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi,

baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun

kenaikan tingkat/kelas.

7) Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan

tentang kemajuan peserta didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala

sekolah, guru/instruktur, termasuk peserta didik itu sendiri.

Di samping itu, fungsi evaluasi dapat dilihat berdasarkan jenis

evaluasi itu sendiri, yaitu :


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

1) Formatif, yaitu memberikan feed back bagi guru/instruktur sebagai

dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan

program remedial bagi peserta didik yang belum menguasai

sepenuhnya materi yang dipelajari.

2) Sumatif, yaitu mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap

materi pelajaran, menentukan angka (nilai) sebagai bahan keputusan

kenaikan kelas dan laporan perkembangan belajar, serta dapat

meningkatkan motivasi belajar.

3) Diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang peserta didik

(psikologis, fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.

4) Seleksi dan penempatan; yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar

untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan

minat dan kemampuannya.

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka

pelaksanaan evaluasi hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip :

kontinuitas, komprehensif, objektivitas, kooperatif, dan praktis. Dengan

demikian, evaluasi pembelajaran hendaknya (a) dirancang sedemikian

rupa, sehingga jelas abilitas yang harus dievaluasi, materi yang akan

dievaluasi, alat evaluasi dan interpretasi hasil evaluasi (b) menjadi bagian

integral dari proses pembelajaran (c) agar hasilnya objektif, evaluasi

harus menggunakan berbagai alat (instrumen) dan sifatnya komprehensif

(d) diikuti dengan tindak lanjut. Di samping itu, evaluasi juga harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

memperhatikan prinsip keterpaduan, prinsip berorientasi kepada

kecakapan hidup, prinsip belajar aktif, prinsip kontinuitas, prinsip

koherensi, prinsip keseluruhan, prinsip paedagogis, prinsip

diskriminalitas, dan prinsip akuntabilitas.

Ada empat bentuk penyajian hasil evaluasi, yaitu :

1) Evaluasi dengan menggunakan angka, misalnya 1 s.d. 10 atau 1 s.d.

100.

2) Evaluasi dengan menggunakan kategori, misalnya : baik, cukup,

kurang.

3) Evaluasi dengan menggunakan uraian atau narasi, misalnya : perlu

bimbingan serius, keaktifan kurang, perlu pendalaman materi tertentu,

atau siswa dapat membaca dengan lancar.

4) Evaluasi dengan menggunakan kombinasi angka, kategori, dan uraian

atau narasi.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang dilakukan tentang analisis pembelajaran sejarah

dan pengembangan kurikulum:

1) Penelitian Campbel (2000) yang meneliti tentang perubahan kurikulum dilihat

dari seni dan kemanusiaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan

kurikulum dalam pendidikan dapat meningkatkan kemampuan guru, siswa

dan pihak terkait seperti dinas pendidikan mampu mengembangkan kemajuan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

pendidikan.Adopsi positif dari pengembangan kurikulum mampu menjadikan

dan meningkatkan segala aspek pendidikan dalam sekolah.

2) Kin Lee (2000) meneliti tentang perubahan dan penerapan kurikulum

pendidikan dalam lingkungan pendidikan di Hongkong. Dengan metode

survey, penelitian ini menghasilkan adanya perubahan suatu kurikulum

dipengaruhi oleh penerapan sekolah, guru, siswa dan organisasi serta

lingkungan sekolah agar suatu implementasi kurikulum berhasil.

3) Johnson (2001) meneliti tentang kurikulum sekolah dalam perkembangannya

akan mengalami revisi atau perbaikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Faktor seperti kebijakan kepala skeolah, fasilitas , penugasan dan instruksi

kerja dapat menyebabkan pelaksanaan suatu kurikulum berhasil atau tidak

nantinya dalam meningkatkan pendidikan di sekolah.

4) Penelitian Fransina Aprilyse Ndoen (2010) bertujuan untuk menganalisis

pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, materi,

metode, media dan evaluasi pembelajaran sejarah bilingual, pelaksanaan

pembelajaran sejarah bilingual di kelas X dan XI SMA Nusa Cendana

International Plus School Kupang, kendala yang dihadapi oleh guru dan siswa

serta dampaknya terhadap siswa. Objek penelitian berupa pelaksanaan

pembelajaran sejarah bilingual di kelas X dan kelas XI SMA Nusa Cendana

International Plus School Kupang. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Nusa

Cendana International Plus School Kupang. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan strategi studi kasus


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

tunggal.Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, kuesioner

dan mencatat dokumen. Instrumen penelitian meliputi pedoman observasi,

pedoman wawancara, dan catatan lapangan. Teknik analisis data meliputi

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1) Guru telah menyusun silabus dan

rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik; (2) Pemilihan materi, metode

dan media disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa serta alokasi

waktu yang tersedia; penilaian yang dilakukan berupa penilaian proses dan

hasil; (3) Pelaksanaan pembelajaran sejarah bilingual meliputi: a)

Penyampaian materi menggunakan bahasa Inggris dijelaskan kembali

menggunakan bahasa Indonesia; b) Pembelajaran sejarah bilingual dengan

menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi serta pemberian

tugas; (4) Pembelajaran sejarah bilingual memberikan dampak positif bagi

siswa.

5) Penelitian Setyarini Turalich (2012) meneliti tentang analisis proses

pelaksanaan pembelajaran matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) di SMK Kristen Salatiga. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran matematika berdasarkan

KTSP di SMK Kristen Salatiga, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui kendala-kendala dalam melaksanakan KTSP dan upaya yang

dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh SMK Kristen

Salatiga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

pengambilan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Hasil observasi berupa data tentang pelaksanaan proses belajar

mengajar di kelas. Wawancara dilakukan kepada Wakil Kepala Sekolah

bagian kurikulum, tiga guru matematika dan tiga siswa. Berdasarkan hasil

penelitian dapat diperoleh Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

di SMK Kristen Salatiga sudah sesuai dan sejalan dengan Peraturan

Pemerintah. Terdapat tiga kendala dalam pelaksanaan KTSP di SMK Kristen

Salatiga, yaitu berasal dari guru, siswa dan sekolah. Usaha yang dilakukan

guru untuk mengatasi kendala adalah berusaha menyesuaikan materi ajar

dengan waktu yang tersedia, serta meningkatkan kualitas profesionalismenya

dengan cara mengikuti seminar dan pelatihan-pelatihan kependidikan.

Kendala dari siswa diatasi dengan siswa lebih aktif dalam proses pelaksanaan

pembelajaran, mengadakan belajar kelompok, serta bertanya pada guru secara

langsung apabila mengalami kesulitan dalam belajar. Kendala dari sekolah

berkaitan dengan sarana dan prasarana diatasi dengan melakukan

pembangunan secara bertahap.

6) Penelitian Deden Cahaya Kusuma (2013) meneliti tentang komponen -

Komponen Pengembangan KTSP pada Bahan Uji Publik KTSP. Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen pengembangan KTSP

berdasarkan Bahan Uji Publik KTSP. Kurikulum adalah sejumlah

pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang

disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

dengan maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala

segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan

pendidikan. Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat

untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini, berarti bahwa sebagai alat

pendidikan kurikulum memiliki komponen-komponen penting dan sebagai

penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Komponen-

komponen pembentuk ini satu sama lainnya saling berkaitan. Adapun

komponen-komponen pengembangan kurikulum, yaitu komponen tujuan,

komponen isi, komponen metode, dan komponen evaluasi.

C. Kerangka Berfikir

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas

pendidikan nasional. Salah satu di antaranya adalah pembaharuan kurikulum

yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu KTSP. Diharapkan melalui KTSP, guru

dapat mengembangkan profesionalitasnya agar terjadi pembelajaran yang kreatif,

inovatif serta kualitas pendidikan dapat lebih baik.

Pelaksanaan pembelajaran KTSP di sekolah tidaklah mudah untuk

dilaksanakan, di samping kompetensi guru, yang dapat menentukan keberhasilan

suatu pembelajaran. yaitu siswa, sumber belajar, dan strategi mengajar. Faktor-

faktor tersebut tidak selalu berjalan dengan baik, adakalanya terjadi hambatan-

hambatan, baik intern maupun ekstern. Faktor dari guru sebagai pelaksana yang

membutuhkan penguasaan materi, media pembelajaran dan evaluasi serta

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78

kompetensi guru Sejarah yang nantinya akan meningkatkan kemampuan siswa

baik soff skill maupun hard skill.

Pelaksanaan KTSP di sekolah mengalami hambatan dan kendala.

Misalnya hambatan dari dalam diri siswa, lingkungan sekitar, kendala sumber

belajar dan beberapa faktor lain. Berbagai usaha diperlukan untuk mengatasi

hambatan-hambatan tersebut, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan

siswa mempunyai kompetensi yang diharapkan oleh lingkungan. Pengembangan

KTSP didasarkan pada satuan pendidikan, berarti komponen sekolah, baik kepala

sekolah, guru, komite sekolah dan dewan pendidikan, harus memahami hakikat

KTSP. Sekolah adalah pelaksana kurikulum, baik kurikulum nasional maupun

kurikulum yang ditentukan berdasarkan kompetensi sekolah (muatan lokal).

Pelaksanaan tersebut dilaksanakan melalui proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah memerlukan

manajemen pengajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan

efisien.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79

Adapun kerangka berpikir dijelaskan sebagai berikut :

KTSP

SILABUS SARPRAS RPP

PELAKSANAAN KOMPETENSI
SMK GURU PROSES HARD SKILL DAN
PEMBELAJARAN SOFT SKILL

SISWA

EVALUASI KENDALA

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

commit to user

Anda mungkin juga menyukai