KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI PENCERNAAN
Cavitas oris memiliki atap, dasar, dinding anterior, dan dinding lateral.
Cavitas oris terbuka di wajah melalui fissura oris dan berhubungan
dengan oropharynx pada isthmus oropharyngealis (Drake et al., 2018)
Atap cavitas oris dibentuk oleh palatum durum dan palatum molle.
Dasarnya dibentuk oleh diaphragma oris dan lingua. Dinding anterior
dibentuk oleh labium oris. Dinding lateralnya dibentuk oleh bucca
(pipi) yang berotot dan menyatu di anterior dengan labium oris.
Labium oris mengelilingi fissura oris (Drake et al., 2018).
a) Lingua (lidah)
Lingua merupakan organ berotot yang membentuk sebagian dasar
cavitas oris propria dan sebagian dinding oropharynx. Lingua
terbagi menjadi pars oralis (pars anterior) dan pars pharyngealis
(pars posterior). Pars oralis terletak di anterior sulcus terminalis
linguae, sedangkan pars pharyngealis terletak di belakangnya. Pars
oralis linguae terletak di cavitas oris propria dan berbentuk sedikit
triangular dengan apex linguae yang tumpul. Apex linguae Coba
anda analisis kembali anatomi cavitas oris berdasarkan dinding
pembatas dan pembagian ruangnya mengarah ke anterior dan
terletak tepat di posterior dentes incisivus. Radix linguae melekat
ke mandibula dan os hyoideum. Facies superior pars oralis linguae
(2/3 anterior lingua) mengarah dalam bidang horizontal. Facies
pharyngealis linguae (1/3 posterior lingua) melengkung ke inferior
dan mengarah lebih ke bidang vertical (Drake et al., 2018).
2. Pharynx
Pharynx merupakan saluran yang menghubungkan cavitas nasi dan cavitas
oris di kepala dengan larynx dan oesophagus di leher. Pharynx terbagi
menjadi 3 regiones, yaitu nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx
Struktur rinci dari 3 regiones ini dapat dilihat di topik anatomi systema
respiratoria. Terkait dengan proses penelanan, fossa (recessus) piriformis
yang terletak di laryngopharynx membentuk saluran yang mengarahkan
makanan dan minuman dari cavitas oris menuju oesophagus. Otot-otot
pharynx terorganisir menjadi 2 kelompok berdasarkan arah serabut otot.
Otototot constrictor memiliki serabut yang berjalan sirkuler, sementara
otot-otot longitudinal berjalan vertikal. Otot constrictor terdiri atas m.
constrictor pharyngis superior, m. constrictor pharyngis media, dan m.
constrictor pharyngis inferior (gambar 1.9). Otot longitudinal terdiri atas
m. stylopharyngeus, m. salpingopharyngeus, dan m. palatopharyngeus
(Drake et al., 2018).
3. Oesophagus
Oesophagus merupakan saluran berotot dengan panjang 25 cm,
menghubungkan pharynx dan ventriculus. Oesophagus ini terdiri atas
oesophagus cervicalis di region colli, oesophagus thoracica di cavitas
thoracis, dan oesophagus abdominalis di cavitas abdominis (Muresian,
2016). Organ ini dimulai pada ujung inferior laryngopharynx, berjalan
melalui aspek inferior leher, memasuki mediastinum dan turun di anterior
columna vertebralis, menembus diaphragma melalui hiatus oesophagii,
dan berakhir di bagian superior ventriculus (Tortora dan Nielsen, 2017).
4. Ventriculus (Gaster/Stomach/Lambung)
Ventriculus merupakan organ tractus gastrointestinalis yang paling
berdilatasi dan berbentuk seperti huruf J. ventriculus terletak di regio
epigastrica, regio umbilicalis, dan regio hypochondriaca sinistra.
Ventriculus memiliki 2 permukaan, yaitu facies anterior (facies superior)
dan facies posterior (facies inferior). Ventriculus memiliki 4 regiones
utama, yaitu cardia, fundus, corpus, dan pars pylorica. Cardia mengelilingi
muara oesophagus ke ventriculus. Sudut superior yang terbentuk ketika
oesophagus masuk ke lambung disebut incisura cardiaca. Bagian yang
membulat di atas dan kiri cardia disebut fundus. Inferior dari fundus
terdapat bagian sentral ventriculus yang besar yang disebut corpus. Pars
pylorica terbagi menjadi 3 regio, yaitu antrum pyloricum, canalis pylorica,
dan pylorus. Antrum pyloricum berhubungan dengan corpus ventriculi.
Canalis pylorica merupakan saluran bagian tengah. Bagian paling distal
dari pars pylorica adalah pylorus. Pylorus ditandai di permukaan organ
oleh pyloric constriction dan mengandung cincin otot sirkuler lambung
yang menebal yaitu m. sphinter pylorica. M. sphincter pylorica
mengelilingi ujung distal lambung yaitu orificium pylorica. Pylorus
berhubungan dengan duodenum. Ketika lambung kosong, mucosanya
membentuk lipatan besar yang disebut rugae (plica) ventriculi. Pylorus
berhubungan dengan duodenum melalui sfingter otot polos yang disebut
sphincter Coba anda analisis kembali anatomi oesophagus berdasarkan
pembagian, perjalanan, penyempitan dinding, struktur lower oesophageal
sphincter Tepi medial lambung yang cekung disebut curvatura minor,
sedangkan tepi lateral yang cembung disebut curvatura major. Tikungan di
curvatura minor disebut incisura angularis (gambar 1.12) (Tortora dan
Nielsen, 2017; Drake et al., 2018; Wineski, 2019; Barr dan Almond,
2016).
a) Duodenum
Duodenum berbentuk huruf C dengan panjang 20-25 cm. Lumen
duodenum terluas dibandingkan organ intestinum tenue yang lain.
Duodenum terletak retroperitoneal, kecuali pada bagian permulaannya
yang dihubungkan ke hepar oleh ligamentum hepatoduodenale.
Duodenum terbagi menjadi 4 bagian:
b) Jejunum
Jejunum dimulai dari duodenojejunal junction. Jejunum mewakili 2/5
proximal intestinum tenue, terletak sebagian besar di kuadran kiri atas.
Dibandingkan ileum, jejunum memiliki diameter yang lebih besar,
dinding lebih tebal, lemak mesenterica lebih sedikit, plica circularis
lebih tinggi dan lebih banyak, arcade arterialis yang kurang menonjol,
dan vasa recta lebih panjang (Drake et al., 2018; Hansen, 2019;
Wineski, 2019).
c) Ileum
Ileum membentuk 3/5 distal intestinum tenue, terletak sebagian besar
di kuadran kanan bawah. Dibandingkan jejunum, ileum memiliki
dinding lebih tipis, plica circularis lebih sedikit dan kurang menonjol,
vasa recta lebih pendek, lemak mesenterica lebih banyak, dan arcade
arterial lebih banyak (gambar 1.13) (Drake et al., 2018).
Ileum berakhir di ileocecal junction dan bermuara ke intestinum
crassum di tempat cecum dan colon ascendens berhubungan. Dua
katup penutup menonjol ke dalam lumen intestinum crassum, yaitu
plica/valva ileocecalis. Otot-otot ileum berlanjut ke masing-masing
katup membentuk sebuah spingter (Drake et al., 2018; Wineski, 2019).
e) Cecum
Cecum adalah bagian pertama intestinum crassum, berupa kantung
berujung buntu. Ia terletak inferior dari ileocecal junction di fossa
iliaca dextra. Cecum merupakan struktur intraperitoneal karena
mobilitasnya, bukan karena alat penggantung peritoneumnya. Cecum
berlanjut menjadi colon ascendens setinggi pintu masuk ileum ke
cecum (Drake et al., 2018; Wineski, 2019).
f) Appendix vermiformis
Appendix vermiformis adalah saluran berbentuk cacing dan berujung
buntu, berlubang, dan sempit yang muncul dari dinding posteromedial
cecum. Ia memiliki aggregasi jaringan limfoid yang besar di
dindingnya. Ia tergantung ke ileum terminalis oleh mesoappendix
(mesenteriolum). Titik perlekatan appendix vermiformis ke cecum
konsisten dengan taenia libera cecum yang mengarah langsung ke
basis appendix, tetapi lokasi bagian appendix lain sangat bervariasi
(gambar 1.15). Proyeksi permukaan basis appendix adalah di junction
antara 1/3 lateral dan 1/3 intermedia dari garis antara SIAS (spina
iliaca anterior superior) dexter ke umbilicus (McBurney’s point).
Pasien dengan gangguan appendix vermiformis dapat mendeskripsikan
nyeri di dekat lokasi ini (Drake et al., 2018; Wineski, 2019).
g) Colon
Colon berjalan ke superior dari cecum dan terdiri atas colon ascendens,
colon transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Colon
ascendens dan colon descendens tergolong retroperitonel, sedangkan
colon transversum dan colon sigmoideum tergolong intraperitoneal
(Drake et al., 2018)
6. Anus
Canalis analis berakhir di anus yang membuka ke luar. Ada 2 otot sfingter,
yaitu m. sphincter ani internus yang dibentuk oleh otot polos dan bersifat
involunter dan m. sphincter ani externus yang dibentuk oleh otot skelet
dan bersifat volunter (Marieb dan Keller, 2018). M. sphincter ani externus
tersusun atas pars profundi, pars superficialis, dan pars subcutanea
(Heylings et al., 2018).
7. Mikrostruktur umum dari tractus gastrointestinalis
Tractus gastrointestinalis memiliki struktur umum berupa 4 lapisan utama,
yaitu mucosa, submucosa, tunica muscularis (muscularis externa), dan
tunica serosa/adventitia. Mucosa (membrana mucosa) merupakan lapisan
paling dalam dan terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu epithelium, lamina
propria, dan lamina muscularis mucosae. Submucosa merupakan lapisan
jaringan konektif yang kuat dan sangat vaskuler. Tunica muscularis terdiri
atas stratum circularis di lapisan dalam dan stratum longitudinalis di
lapisan luar. Stratum obliquum tunica muscularis hanya terdapat di
ventriculus. Permukaan eksternal tractus gastrointestinalis dilapisi oleh
tunica serosa atau tunica adventitia, yang bergantung pada posisinya di
dalam tubuh (Stringer et al., 2016).
Akibat lain dari perbedaan panjang taenia coli dengan lapisan lain
adalah timbul bangunan yang disebut appendix epiploicum, yaitu
lipatan peritoneum viscerale yang berbentuk ovoid dan bertangkai,
berisi jaringan lemak. Appendices epiploicae biasanya melekat
sepanjang taenia coli dan paling banyak terdapat di colon transversum
(gambar 1.14) (Rismanto J., 1991)
Di permukaan internal rectum, ada lipatan menyerupai plica
semilunaris coli yang relatif lebih permanen. Lipatan ini disebut plica
transversalis recti (valvula Houstoni). Biasanya berjumlah 3 buah,
kadang-kadang 2 atau 4 buah (Rismanto J., 1991)
Ada perbedaan prinsip antara plica semilunaris coli dan plica
transversalis recti di satu pihak dengan plica circularis di pihak lain.
Plica yang pertama adalah lipatan mucosa yang disertai lipatan dinding
usus lain ke arah lumen, sedangkan plica yang kedua hanya lipatan
mucosa. Plica yang pertama relatif temporer (kecuali plica
transversalis recti), sedangkan plica yang kedua relatif permanen
(Rismanto J., 1991).
C. Glandula Digestoria
Glandula digestoria (kelenjar pencernaan) terdiri atas glandula
salivarius, hepar, vesica fellea, pancreas, dan glandula intestinalis.
4. Pancreas
Pancreas merupakan organ lunak berlobus yang membentang
secara miring melintasi dinding posterior abdomen, dari duodenum
ke spleen. Pancreas terletak sebagian besar di posterior ventriculus.
Pancreas adalah struktur retroperitoneal, kecuali sebagian kecil
caudanya. Pancreas terdiri atas caput, processus uncinatus, collum,
corpus, dan cauda. Caput pancreatis terletak di dalam lengkung
duodenum yang berbentuk huruf C. Processus uncinatus menonjol
dari bagian bawah caput, berjalan posterior dari vasa mesenterica
superior. Collum pancreatis terletak anterior dari vasa mesenterica
superior. Corpus pancreatis memanjang dan terbentang dari collum
ke cauda pancreatis. Cauda pancreatis berjalan di antara lapisan
ligamentum splenorenalis (Drake et al., 2018; Wineski, 2019).
6. Glandula Intestinalis
Glandulae intestinales merupakan kelenjar kecil yang terdapat di
tractus gastrointestinalis. Glandula intestinalis diberi nama sesuai
dengan organ yang ditempatinya, misalnya glandula gastrica di
gaster (glandula cardiaca di cardia, glandula fundica di fundus,
glandula gastrica di corpus, dan glandula pylorica di pylorus),
glandulaintestinalis/crypta intestinalis/crypta Lieberkuhn di
intestinum tenue (glandula duodenalis/glandula Bruneri di
duodenum) (Rismanto J., 1990).
BAB III
TINJAUAN TEORITIS CHOLELITIASIS
A. DEFINISI
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan
predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40
tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu
cepat. (Cahyono, 2014)
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi
yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang
mengendap di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui
secara pasti, faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan
dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu
penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang
empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu. (Rendi, 2012)
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri
dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu
yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya
semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah
itu insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai
pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3
orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum
diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya:
gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu.
Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi
faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati
penderita cholelitiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu
empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingterrodi, atau
mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung
empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan
dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau
radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus
dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis. (Haryono,
2012)
B. ETIOLOGI
Ada tiga jalur utama pembentukan batu empedu:
1. Supersaturasi kolesterol: Biasanya, empedu dapat melarutkan jumlah
kolesterol yang dikeluarkan oleh hati. Namun jika hati memproduksi lebih
banyak kolesterol daripada yang dapat dilarutkan oleh empedu, kelebihan
kolesterol tersebut dapat mengendap menjadi kristal. Kristal terperangkap
dalam lendir kandung empedu, menghasilkan lumpur kandung empedu.
Seiring berjalannya waktu, kristal tersebut dapat tumbuh membentuk batu
dan menyumbat saluran yang pada akhirnya menyebabkan penyakit batu
empedu.
2. Kelebihan bilirubin: Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari
pemecahan sel darah merah, disekresikan ke dalam empedu oleh sel hati.
Kondisi hematologi tertentu menyebabkan hati membuat terlalu banyak
bilirubin melalui proses pemecahan hemoglobin. Kelebihan bilirubin ini
juga dapat menyebabkan pembentukan batu empedu.
3. Hipomotilitas kandung empedu atau gangguan kontraktilitas: Jika kandung
empedu tidak mengosongkan secara efektif, empedu dapat menjadi pekat
dan membentuk batu empedu.
Tergantung pada etiologinya, batu empedu memiliki komposisi yang
berbeda-beda. Tiga jenis yang paling umum adalah batu empedu kolesterol,
batu empedu pigmen hitam, dan batu empedu pigmen coklat. 90% batu
empedu adalah batu empedu kolesterol.
Setiap batu memiliki serangkaian faktor risiko yang unik. Beberapa faktor
risiko berkembangnya batu empedu kolesterol adalah obesitas, usia, jenis
kelamin wanita, kehamilan, genetika, nutrisi parenteral total, penurunan berat
badan yang cepat, dan obat-obatan tertentu (kontrasepsi oral, clofibrate, dan
analog somatostatin).
Sekitar 2% dari seluruh batu empedu adalah batu pigmen berwarna hitam
dan coklat. Hal ini dapat ditemukan pada individu dengan pergantian
hemoglobin yang tinggi. Pigmennya sebagian besar terdiri dari bilirubin.
Pasien dengan sirosis, penyakit ileum, anemia sel sabit, dan fibrosis kistik
berisiko terkena batu pigmen hitam. Pigmen coklat terutama ditemukan pada
populasi Asia Tenggara dan tidak umum di Amerika Serikat. Faktor risiko batu
pigmen coklat adalah stasis intraduktal dan kolonisasi kronis bakteri pada
empedu.
Pasien dengan penyakit Crohn dan pasien dengan penyakit ileum (atau
reseksi) tidak mampu menyerap kembali garam empedu dan hal ini
meningkatkan risiko batu empedu.
C. FAKTOR RESIKO / PREDISPOSISI
Berbagai penyakit dan kondisi dapat memengaruhi aliran empedu atau kadar
kolesterol, bilirubin, atau asam empedu Pasien. Namun tidak semua penderita
batu empedu memiliki kondisi yang mendasarinya. Beberapa faktor risiko
yang paling umum adalah faktor normal, seperti usia, profil genetik, kadar
hormon , dan fluktuasi berat badan.
Faktor risiko meliputi:
1. Usia.
Batu empedu membutuhkan waktu untuk berkembang dan tumbuh cukup
besar hingga menyebabkan penyumbatan. Laki-laki dan orang yang
ditetapkan sebagai laki-laki saat lahir (AMAB) lebih mungkin terkena
penyakit ini setelah usia 60 tahun. Wanita dan orang yang AFAB lebih
mungkin terkena penyakit ini selama masa subur, kira-kira antara usia 20
dan 50 tahun.
2. Hormon.
Wanita dan orang AFAB tiga kali lebih mungkin terkena batu empedu
dibandingkan pria dan orang AMAB. Risiko mereka memuncak dan
menurun seiring dengan tingkat estrogen dan progesteron mereka .
Estrogen meningkatkan kadar kolesterol, sementara progesteron
memperlambat pengosongan kandung empedu.
3. Berat.
Lemak tubuh melepaskan estrogen, sehingga menambahnya akan
meningkatkan kadar estrogen dan kadar kolesterol Pasien. Di sisi lain,
penurunan berat badan yang cepat, seperti setelah operasi penurunan berat
badan, juga bisa menyebabkan batu empedu. Kehilangan lemak tubuh
dengan cepat melepaskan banyak kolesterol ke dalam empedu Pasien.
4. Genetika.
Jika Pasien keturunan penduduk asli Amerika atau Meksiko, profil genetik
Pasien membuat Pasien lebih rentan terhadap kadar kolesterol tinggi
dalam empedu, yang menyebabkan batu empedu. Jika Pasien memiliki
riwayat keluarga dengan batu empedu, kemungkinan besar Pasien akan
mengembangkannya, apa pun latar belakang ras Pasien.
D. MANIFESTASI KLINIS
Batu empedu umumnya tidak menimbulkan gejala kecuali tersangkut dan
menimbulkan penyumbatan. Penyumbatan ini menimbulkan gejala, paling
sering Nyeri perut kuadran kanan atas (RUQ/right upper quadrant) dikenal
Murphy's sign dan mual. Nyeri bisa hilang timbul dan dapat menetap. Pasien
juda dapat mengalami gejala lain jika penyumbatannya parah atau berlangsung
lama, seperti:
1. Berkeringat.
2. Demam.
3. Detak jantung cepat (Takikardi).
4. Hipotensi
5. Perut bengkak dan nyeri tekan.
6. Warna kuning pada kulit (jaundice) dan mata (Sklera Ikterik).
7. Kencing berwarna Keruh bahkan gelap
8. kotoran berwarna terang/ Pucat.
9. Nafsu Makan Menurun
Nyeri batu empedu yang khas terjadi secara tiba-tiba dan parah serta dapat
membuat Pasien mual. Hal ini disebut serangan batu empedu atau serangan
kandung empedu . Pasien mungkin merasakannya paling parah setelah makan,
ketika kandung empedu Pasien berkontraksi, sehingga menciptakan lebih
banyak tekanan pada sistem empedu Pasien. Ini mungkin membangunkan
Pasien dari tidur.
Nyeri batu empedu yang memuncak dan kemudian perlahan memudar
disebut kolik bilier. Itu terjadi dalam episode yang mungkin berlangsung
beberapa menit hingga jam. Episode ini berakhir ketika dan jika batu bergerak
atau tekanannya mereda. Orang-orang menggambarkan rasa sakitnya sebagai
rasa sakit yang hebat, tajam, menusuk, kram, atau diremas. Pasien mungkin
tidak bisa duduk diam.
E. PATOFISIOLOGI
Batu empedu kolesterol terbentuk terutama karena sekresi kolesterol yang
berlebihan oleh sel-sel hati dan hipomotilitas atau gangguan pengosongan
kandung empedu. Pada batu empedu berpigmen, kondisi dengan pergantian
heme yang tinggi, bilirubin mungkin terdapat dalam empedu pada konsentrasi
yang lebih tinggi dari normal. Bilirubin kemudian dapat mengkristal dan
akhirnya membentuk batu.
Gejala dan komplikasi kolelitiasis terjadi ketika batu menyumbat saluran
sistikus, saluran empedu, atau keduanya. Obstruksi sementara pada duktus
sistikus (seperti ketika batu tersangkut di duktus sistikus sebelum saluran
melebar dan batu kembali ke kandung empedu) menyebabkan nyeri bilier
namun biasanya hanya berlangsung sebentar. Ini dikenal sebagai kolelitiasis.
Obstruksi saluran sistikus yang lebih persisten (seperti ketika batu besar
tersangkut secara permanen di leher kandung empedu) dapat menyebabkan
kolesistitis akut. Kadang-kadang batu empedu bisa melewati saluran sistikus
dan tersangkut serta berdampak pada saluran empedu, dan menyebabkan
penyumbatan dan penyakit kuning. Komplikasi ini dikenal sebagai
koledokolitiasis.
Jika batu empedu melewati saluran sistikus, saluran empedu komunis dan
copot di ampula bagian distal saluran empedu, pankreatitis batu empedu akut
dapat terjadi akibat penumpukan cairan dan peningkatan tekanan pada saluran
pankreas dan aktivasi enzim pankreas in situ. Kadang-kadang, batu empedu
yang berukuran besar dapat melubangi dinding kandung empedu dan
menimbulkan suatu fistula antara kandung empedu dan usus kecil atau besar,
sehingga menyebabkan obstruksi usus atau ileus.
F. WOC
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data
– data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien
saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek
biologis, psikologis, sosial, maupun spritual klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik serta diagnostik. (Asmadi, 2008).
1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding
anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
2. Keluhan utama
keluhan utama yang klien rasakan adalah Nyeri Perut Kuadran Kanan
Atas dan mual muntah.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari
keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P)
yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri
menjalar kemana, Saverity (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b. Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah klien pernah menderita penyakit
sama atau pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram) Mengkaji ada atau tidaknya
keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit
kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok
manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu tekanan darah,
nadi, RR, dan suhu. Beberapa Kasus Kolelithiasis di dapati Takikardi,
Penurunan Tekanan darah dan Peningkatan Suhu Tubuh.
b. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
(1) Kulit. Warna kulit Kuning/Ikterik/Jundice, pucat atau sianosis, rash
lesi, bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna, bentuknya
ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit baik atau tidak..
(2) Kepala. Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut biasanya
ubun-ubun cekung, rambut kering.
(3) Wajah..
(4) Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak
edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan skelera
anemis.
(5) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada
serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi adanya
nyeri tekan atau tidak.
(6) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan,
perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan cuping hidung atau
tidak dan nyeri tekan.
(7) Mulut Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis.
Langit– langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan, bentuk dan
ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.
(8) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah bunyi
napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah bunyi jantung
tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea, peningkatan frekuwensi,
kedalaman (pernafasan kusmaul).
(9) Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya
nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi bising
usus, palpasi seluruh kuadran abdomen. Biasanya pada Kolelitiasis
terdapat nyeri pada perut bagian kanan atas.
(10) Genitalia dan rectum
a. Lubang anus ada atau tidak
b. Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi hipospadia atau
epispadia, adanya edema skrotum atau terjadinya hernia serta kebersihan
preputium.
c. Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau massa, labia
mayora menutupi labia minora, lubang vagina, adakah secret atau bercak
darah.
(11) Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan otot,
palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa.
B. DIAGNOSA
1. Nyeri
2. Nausea
3. Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif b/d Disfungsi Hati
(Kolelithiasis)
4. Hipertermia
C. INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) 1. Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi : Pengalaman sensorik KH : 2. Pemberian Analgesik (I.08243)
atau emosional yang berkaitan Nyeri 5 (Menurun) 3. Edukasi Manajemen Nyeri
dengan kerusakan jaringan Diaforesis 5 (Menurun) (I.12391)
actual atau fungsional, dengan Meringis 5 (menurun) 4. Pemantauan Nyeri (I.08242)
onset mendadak atau lambat Anoreksia 5 (Menurun) 5. Manajemen Medikasi (I.14517)
dan berintensitas ringan hingga Frekuensi Nadi 5 (membaik) 6. Manajemen Sedasi (I.08239)
berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan
Nausea Tingkat Nausea (L.08065) 1. Manajemen Mual (I.03117)
Definisi : Perasaan tidak KH : 2. Manajemen Muntah (I.03118)
nyaman pada bagian belakang Keluhan Mual 5 (Menurun)
tenggorokan atau lambung yang Perasaan ingin Muntah 5
dapat mengakibatkan muntah (Menurun)
Nafsu Makan 5 (Meningkat)
Risiko Perfusi Perfusi Gastrointestinal 1.
Manajemen Nutrisi (I.03119)
Gastrointestinal Tidak (L.02010) 2.
Manajemen Cairan (I.03098)
Efektif. KH: 3.
Konseling Nutrisi (I.03094)
Definisi : Berisiko Mengalami Asites 5 (Menurun) 4.
Dukungan Kepatuhan Program
Penurunan Sirkulasi Pengobatan (I.12361)
Gastrointestinal Fungsi Gastrointestinal 5. Pencegahan Infeksi (I.14539)
(L.03019)
KH:
Nafsu Makan 5 (Membaik)
Warna Feses 5 (Membaik)
Pemulihan Pascabedah
(L.14129)
Mobilitas 5 (Meningkat)
Kondisi Area Luka Operasi 5
(membaik)
Hipertermia Termoregulasi (L.14134) 1. Manajemen Hipertermia (I.15506)
Definisi : Suhu Tubuh KH : 2. Edukasi Termoregulasi (I.12457)
meningkat di atas rentang Suhu Tubuh 5 (membaik)
normal Takikardi 5 (menurun)
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA