Anda di halaman 1dari 87

RESUME SKENARIO 1

MENGAPA BUNTU?
BLOK 10
Disusun oleh:

1. Dara Karisma U. W. (132010101032)


2. Widya Ayu Putri M (132010101018)
3. Prilia Widiyana Putri (152010101010)
4. Agnellia Maulidya U (152010101012)
5. Desi Dwi Cahyani (152010101022)
6. Ardhita Meily Pramesti D (152010101030)
7. Muhammad Ahda A.R (152010101034)
8. Muhammad Fikri Udin (152010101035)
9. Gusfita Trisna Ayu (152010101038)
10. Ghani Silahuddin (152010101047)
11. Khansa Salsabila (152010101064)
12. Astri Mutia Saraswati (152010101087)
13. Habib Mustofa (152010101089)
14. Asyifa Hilda Hapsari (15201010119)
15. Nizar Fiska Bayu A (15201010118)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
Skenario 1
Mengapa Buntu ?

Seorang bayi laki-laki berusia 3 hari dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan
perut membesar. Selain itu bayi tersebut mengalami kesulitan dalam menyusu dan seringkali
muntah jika disusui. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda dehidrasi berat, meteorismus,
dan tidak mempunyai lubang anus. Bayi tersebut lahir normal, spontan, langsung menangis
keras dengan BBL: 2850 gram dengan ditolong seorang bidan
Dokter menjelaskan kepada ibu bahwa bayinya harus dirawat di RS untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut, untuk memperbaiki kondisi umum dan untuk tindakan medis lain
agar tidakjatuh dalam keadaan yang buruk karena kemungkinan bayinnya mengalami
kelainan anatomi organ pencernaan yang berakibat proses biokimiawi dalam proses
pencernaan terganggu.
Learning Objective

1. Embriologi Sistem Pencernaan


2. Anatomi Sistem Pencernaan
3. Histologi Sistem Pencernaan
4. Fisiologi Sistem Pencernaan
5. Kelainan Kongenital, meliputi: definisi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, talaks, dan prognosis.
a. celah bibir dan palatum
b. mikro makro gnetia
c. Megacolon
d. atresia esofagus
e. fistula trakea esofagus
f. akalasia Esofagus
g. gastrochisis
h. stenosis pilorus
i. hernia diafragmatica
j. Diverticulum Mercel
k. atresia duodenal
l. Malrotasi usus
m. Atresia Ani
n. omfalokel
o. hernia inguinalis
p. atresia biliaris
Pembahasan
Embriologi Sistem Pencernaan
Dasar dari embriologi system pencernaan diawal dari pembentukan tabung usus
primitif, dimana mudigah akan membentuk tiga usus dasar yaitu usus depan, usus tengah, dan
usus belakang. Pada perkembangannya nanti tiga usus di atas akan membentuk dari organ-
organ pencernaan secara bertahap:
a. Pembentukan Esofagus
Pada minggu keempat di dinding ventral usus depan berbatasan dengan usus
faring akan terbentuk Divertikulum Respiratorium (tunas paru) yang ke depannya akan
berkembang menjadi organ pernafasan seperti trakea

Pada awalnya tunas paru akan menempel dengan usus faring kemudian secara perlahan akan
berpisah dengan adanya Septum Trakea-Esofageal yang memisahkan tunas paru dengan
diding bagian dorsal usus faring. Pada beberapa kasus akibat dari deviasi ataupun dorongan
mekanis yang mendorong Septum Trakea-Esofageal ke arah anterior dari tunas paru yang
mengakibatkan esofagus bagian distal akan menempel dengan tunas paru dan akan terbentuk
suatu saluran sempit yang disebut fistula.

Setelah terlepas maka usus faring akan berkembang menjadi esofagus. Awalnya esofagus
yang terbentuk masih pendek dan akan memanjang mengikuti jantung yang mengalami
penurunan posisi. Beberapa kasus mengalami pemanjangan esofagus yang tidak maksimal
sehingga menarik lambung ke atas melalui Hiatus Diafragmatica.

b. Pembentukan Lambung
Organ lambung terbentuk dari pelebaran dari fusiform usus depan. Pada walanya usus
depan akan memutar searah jarum jam sehingga menyebabkan pelebaran kea rah anterior
pada sisi kanan dan posterior pada sisi kiri. Lalu karena sisi kiri mengalami pelebaran yng
lebih cepat hingga terbentuk Cavertura Minor dan Cavertura Mayor. Setelah itu lambung
akan mengalami perputaran pada sumbu antero-posterior yang mneyebaka ujung sefalis
bergeser ke kanan dan ujung kaudal bergeser ke arah kiri. Pada beberapa kasus otot sirkular
dan longitudinal lambung pada bagian pilorus dapat mengalami penebalan dan
mengakibatkan penyempitan spinter pilori dan menghambat lewatnya makanan ke duo
denum.
Anatomi Sistem Pencernaan
1. CAVITAS ORIS

Secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu vestibulum dan cavum oris propium.
vestibulum yaitu ruang diantara bibir (labia oris) dan pipi (bucca), gusi (ginggiva) dan
gigi (dens) sedangkan cavum oris propium yaitu rongga yang dibatasi tulang
maxillaries dan mandibularis, palutum, dan oropharynx.

KELENJAR SALIVA
Kelenjar saliva di mulut terdiri
dari kelenjar parotis, submaxila dan
sublingualis.

LINGUA
Lingua terdiri dari:
Radiks lingua (pangkal lidah )
Dorsum lingua (punggung lidah)
Apek lingua (ujung lidah)
Sub lingua (dibawah lidah )

Otot ekstrinsik
lidah
Otot yang berorigo
diluar lidah dan
berinsersio di lidah
berfungsi:merubah
bentuk lidah
1. M
genioglosus
Origo:spina mentalis mandibula
Insertio:lidah dan os hyoid
Fungsi : mendorong lidah ke depan, bawah, dan untuk pergerakan Ujung lidah.
2. M.hypoglosus
Origo: corpus dan cornu majus os hyoid
Insertio:sisi lateral lidah
Fungsi : menarik balik lidah, menurunkan punggung lidah dan dasarnya.
3. M.styloglossus
Origo: facies anterolateral processus styloideus os temporalis, lig stylomandibulare
Insertio:Lateral lidah
Fungsi : menarik dan mengangkat lidah.
4. Palatoglossus:
Origo: palatum molle
Insertio:sisi lateral lidah
Fungsi : menarik dan mengangkat lidah

Otot intrinsik lidah


Otot berorigo mapun berinsertio pada lidah yang berfungsi merubah bentuk lidah.
Otot intrinsic lidah diantaranya :
1.M longitudinalis lingua superior
2.M tranversus linguae
3.M.vertikalis linguae
4. M.longitudinalis inferior lingua
Nervus
N. Lingualis, Chorda Tympani,
N. Glossopharyngeus,
N. Hypoglosus
Vaskularisasi
Arteri : A. Carotis Eksterna A. Lingualis A. Sublingual, A. Profunda Lingua,
rami dorsalis lingua, rami suprahyoid.
Vena : V. Profunda lingua V. Sublingualis V. Lingualis V. Jugularis Interna.
DENTES
Pada anak-anak gigi susu terdiri dari 5 gigi per kuadran Incicivus(2), Caninus(1) dan
Molar (2), jadi gigi susu berjumlah 20 buah sedangkan pada orang dewasa gigi
permanen berjumlah 8 gigi per kuadran, Incicivus(2), Caninus(1), Premolar (2) dan
Molar (3), jadi jumlah gigi permanen yaitu 32 buah.

2. FARING
Orofaring adalah salah satu bagian dari
faring yang letaknya dorsal dari cavum oris dan
terdapat diantara radix linguae dan epiglottis.
Tonsilla palatina adalah bangunan penting yang
terdapat pada bagian ini. Tonsilla palatina
berada diantara/dibatasi oleh Arcus
palatoglossus dan/atau Arkus palatofaring.

3. ESOFAGUS
Esofagus terletak di belakang trakea dan
di depan tulang punggun setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam
abdomen menyambung dengan lambung. Terbagi atas pars cervicales, pars thoracica dan pars
abdomen.
Esofagus dibagi mejadi tiga bagian berdasarkan otot penyusunnya;
Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
Bagian medial (campuran otot rangka dan otot halus)
Bagaian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

4. LAMBUNG

Terdiri atas bagian fundus, corpus, curvatura major &minor, pylorus (canalis pilorus dan
antrum pilorus). Terdapat 2 spincter yakni Pincter cardia dan pylorus. Organ ini terletak di
intraperitoneal. Terdapat omentum minus yang teletak di curvatura minor dan omentum
majus yang terletak di curvatura mayor. Terdapat plika longitudinalis gastrica terutama pada
curvatura minor.
Vaskularisasi
a. Suplai arteri, pada curvatura minor di dalam omentum minus terdapat a.gastrica sinistra
yang merupakan cabang terkecil dari a.coeliaca dan a.gastrica dextra cabang dari
a.hepatica communis. Kedua arteriae ini beranastomose kira-kira pertengahan curvatura
minor , sedangkan pada curvatura major mempunyai suplai aa.gastrica breves yang
endarahi fudus dan pars cardiac gaster, a. Gastroomentalis sinistra yang mendapat
suplai dari a.gastrica dextra cabang dari a.gastroduodenalis.
b. System vena anlog dengan arterinya di mana vv.gastricae breves dan plexus esophageal
mengalir ke dalam v.lienalis. v.gastrica sinistra dan plexus esophageal mengalir ke
dalam v.porta. sedangkan v.gastrica dextra setelah menerima v.prepylorica selanjutnya
mengalir ke dalam v.porta setinggi pars superior duodeni. Aliran v.gastroomentalis
dextra mengalir ke dalam v.gastroduodenalis.

5. DUODENUM

Duodenum berawal di Pylorus lambung dan


berakhir pada Flexura denojejunalis, terdiri dari 4
pars yaitu:
- Pars superior
- Pars descenden
- Pars horizontalis
- Pars ascenden
Pars superior duodenum terletak di intraperitoneal,
berproyeksi setinggi Vertebra Lumbalis I dan
semua bagian lain terletak di retroperitoneal. Pars
horizontalis duodenum terletak setinggi Vertebra
Lumbalis III dan berlanjut sebagai pars ascenden
duodenum.
Duodenum bagian kranial divaskularisasi oleh a. panceaticoduodenales superiores anterior
dan posterior yang berasal dari Truncus Coeliacus, sedangkan bagian kaudal duodenum
divaskularisasi oleh a. pancreaticoduodenales inferior anterior dan superior yang merupakan
cabang dari a. mesenterica superior.
5. JEJUNUM DAN ILEUM

Struktur Jejunum sangat mirip dengan Duodenum tetapi tidak mengandung Glandulae
Duodenales. Sedangkan pada Ileum mengandung lebih sedikit Plicae Circulares
dibandingkan intestinum tenue bagian proximal.
Jejunnum dan Ileum terletak di intraperitoneal dan divaskularisasi oleh cabang-cabang A.
mesenterica superior.
6. INTESTINUM CRASSUM
Intestinum crassum memiliki panjang sekirar 1,5 meter dan terdiri atas 4 bagian:
- Caecum dengan Apendix vermiformis
- Colon dengan Colon ascenden, Colon transversum, Colon descenden, dan Colon
sigmoideum
- Rectum
- Canalis Analis

Caecum dengan Appendix vermiformis, Colon Transversum, dan Colon sigmoideum terletak
di intraperitoneum dan memiliki mesenterium sendiri. Sedangkan Colon ascenden, Colon
descenden, dan sebagian Rectum biasanya merupakan organ retroperitoneal sekunder.

Usus besar memiliki empat perbedaan khas dibandingkan usus halus, yaitu:
- Diameter lebih besar
- Memiliki Taenia yang merupakan lapisan otot longitudinal yang berkurang menjadi 3
pita
- Haustra dan Plicae semilunares
- Appendices epiploicae
Bagian Caecum dan Appendix Vermiformis
divaskulariasi A. ileocolica dengan R.
ilealis dan R. Colicus.
Colon ascenden dan Colon transversum
divaskularisasi oleh A. colica dextra dan A.
colica media yang beranastomosis satu
sama lain, merupakan cabang dari A.
mesenterica superior.
Colon descenden dan Colon sigmoideum
divaskularisasi oleh A. colica sinistra dan
Aa. sigmoideae dari A mesenterica inferior
.
A. rectalis superior yang juga berasal dari A. mesenterica inferior mendarahi rectum
bagian atas.

7. Hepar

Hepar merupakan merupakan kelenjar paling besar dan organ metabolik utama
pada tubuh. Hepar terletak di regio hypochondrium dextra dan epigastrium. Hepar
dibagi menjadi lobus dextra yang berukuran lebih besar dan lobus sinistra yang
berukuran lebih kecil. Keduanya dipisahkan oleh lig.falciforme di sebelah ventral.
Selain itu, hepar juga dibagi menjadi lobus quadratus di ventral dan lobus
caudatus di dorsal. Hepar dapat mengalami perubahan bentuk dan menyesuaikan
diri dengan bentuk organ disekitarnya. Hepar didarahi langsung oleh A. Hepatica
propia yang berasal dari A. Hepatica communis, suatu cabang arterial langsung
dari truncus coeliacus. A. Mesenterica superior berperan dalam aliran darah lobus
hepatis dextra, dan A. Gastrica sinistra berperan pada suplai darah di lobus
hepatis sinistra. Hepar memiliki sistem vena masuk dan keluar yaitu V. Portae
hepatis yang mengumpulkan darah kaya akan nutrisi dari organ organ abdomen
yang tidak berpasangan membawa darah dari hepar ke V. Cava inferior.

8. VESICA BILIARIS

Vesica biliaris/vesica fellea merupakan sebuah kantung berbentuk buah pir yang
terletak di fascies visceralis lobus dexter hepatis di dalam fossa di antara lobus
dexter hepatis dengan lobus quadratus. Vesica biliaris memiliki bagian-bagian
fundus vesicae biliaris, corpus vesicae biliaris, collum vesicae biliaris. Selain itu,
vesica biliaris juga mempunyai sebuah saluran yaitu ductus cysticus yang
nantinya akan bertemu dengan ductus hepatis di sebuah ductus yang dinamai
ductus choledocus. Vesica biliaris diperdarahi oleh a. Cyctica cabang dari a.
Hepatica dextra
9. PANKREAS

Pankreas berada pada posisi retroperitoneal sekunder. Terbentang di sepanjang


dinding posterior abdomen dari duodenum, di sisi kanan, sampai lien, di sisi kiri.
Pankreas dibagi menjadi 3 bagian yaitu caput, corpus, dan cauda. Selain itu,
pankreas juga memiliki 2 ductus yaitu ductus pankreatikus mayor (wirsungi) yang
nantinya akan bermuara ke pars descenden duodenal di papilla duodenal mayor
(papilla vateri) dan yang kedua adalah ductus pankreatikus minor (santorini) yang
mengalirkan getah pankreas dan sama dengan ductus pankreatikus mayor, ductus
ini juga bermuara di pars descenden duodenal tepatnya di papilla duodenalis
minor yang letaknya di atas papilla duodenalis mayor. Pankreas diperdarahi oleh
a. Gastroduodenalis, a. Pancreaticoduodenalis, a. Pancreatica (magna dan
dorsalis)
Histologi Sistem Pencernaan

1. MULUT
Mulut terdiri dari:
a) Bibir yang terdiri dari 3 lapisan yakni epitel berlapis pipih, jaringan ikat fibroelastis,
dan jaringan otot bergaris. Selain itu juga memiliki 3 bagian yakni pars kutanea, pars
intermedia dan pars mukosa.
b) Lidah sebagian besar terdiri dari otot bergaris saling tegak lurus dalam 3 bidang yakni
transversal, longitudinal, dan vertikal. Bagian ventral memiliki epitel berlapis pipih.
Bagian dorsal memiliki papila lingualis pada 2/3 anterior dantonsila lingualis pada 1/3
posterior. Terdapat papil pada lidah yakni papila filiformis dengan epitel stratified
squamous keratinizing, papila fungiformis berepitel stratified squamous
nonkeratinizing dengan taste bud, dan papila circumvalata berepitel stratified
squamous nonkeratinizing dengan taste bud.
c) Gingiva yang dilapisi epitel berlapis pipih bertanduk, merekat erat periost dan
periodontal.
d) Palatum durum dilapisi epitel berlapis pipih bertanduk. Pada 1/3 anterior berupa fatty
zone dan 2/3 posterior berupa glandular zone.
e) Palatum mole dilapisi epitel berlapis pipih tak bertanduk kemudian di dekat
nasofaring berupa epitel berderet silindris bersilia dan sel goblet. Pada sisi oral
terdapat kelanjar mucous.
1) BIBIR

Pars Kutanea Pars Intermedia Pars Mukosa

Struktur kulit dengan Bagian merah bibir Epitel berlapis pipih


rambut /peralihan tak bertanduk
Epitel berlapis pipih Epidermis dengan Dermis mengandung
bertanduk banyak keratohialin, banyak kelenjar labialis
Folikel rambut (+) stratum lusidum tebal Dermal papil tampak
dgn banyak papil dan tinggi-tinggi
pleksus pembuluh
darah pd dermis
Tdk ada folikel
rambut/kelenjar
keringat/sebasea

Kutanea Intermedia Mukosa


2) PIPI
- Tersusun oleh otot lurik di dalam jaringan ikat fibroelastis
- Sisi luar diliputi kulit, sehingga penampakan akan seperti lapisan kulit yang
terdiri dari folikel rambut, kelenjar sebacea, dan kelenjar keringat.
- Sisi dalam diliputi membrane/mukosa dengan epitel berlapis pipih tak
bertanduk, banyak mengandung ujung saraf sensorik, pleksus kapiler, kelenjar
mukosa kecil dan kelenjar labial seromukous.
- Terdapat berkas sabut elastis yang masuk di antara sabut otot lurik, dimana
mukosa terikat pada lapisan otot ini sehingga tidak terlipat dan tidak tergigit
saat mengunyah.
Dalam Luar

3) LINGUA (LIDAH)
- Memiliki 3 jenis arah otot lurik yaitu arah transversal, longitudinal dan
vertical.
- Memiliki kelenjar yang berada diantara serat-serat otot lidah, diantaranya
adalah kelenjar mucosal yang terletak di pangkal lidah dengan saluran keluar
di belakang sulkus terminalis, kelenjar serosa yang berada di badan lidah
dengan saluran eluar di depan sulkus terminalis, dan kelenjar asini campur
yang berada diujung lidah dengan saluran keluar di bawah lidah.
- Pada lidah terdapat 4 papilla,
a. Papilla filiformis:
Tersebar di seluruh permukaan lidah
Tersusun dalam barisan sejajar sulkus terminalis
Bentuk seperti kerucut langsing
Terdiri dari jaringan ikat di tengahnya, diselubungi oleh epitel yang
mengalami keratinisasi
Tidak memiliki kuncup kecap atau Taste Bud dan fungsinya hanya
sebagai sensorik dari lidah
b. Papilla fungiformis
Terserbar diantara deretan papilla filiformis
Jumlahnya makin banyak makin ke ujung lidah
Bentuk seperti Fungi atau jamur dengan tangkai pendek
Terdiri dari jaringan ikat di tengah membentuk papil sekunder diliputi
epitel tipis
Terdapat pleksus pembuluh darah di lamina propia sehingga papil
tampak merah
Memiliki Taste Bud

c. Papilla sirkumvalata
Berjumlah 10-14 bua
Terletak di sepanjang sulkus terminalis
Dibatasi oleh sebuah parit melingkar dengan banyak kuncup kecap
pada epitel dinding lateralnya
Terdapat saluran keluar kelenjar Ebner di dasar parit untuk
membersihkan parit dari sisa makanan sehingga kuncup kecap dapat
menerima rangsangan selanjutnya.

d. Papilla foliata
Terletak pada bagian samping dan belakang lidah
Berbentuk lipatan mirip Daun dengan kuncup kecap terletak dalam
epitel di lipatan tersebut
Terdapat kelenjar serosa mirip kelenjar Ebner bermuara di dasar
alurnya

e. Kuncup kecap (Taste Bud)


Mengandung sel reseptor kecap
Terletak di epitel selapis pipih utamanya di papilla dan beberapa
tempat di beberapa tempat di rongga mulut, palatum, dan epiglottis.
Berwarna pucat berbentuk Tong
Terdiri dari sel penyokong atau sustentakular, sel pengecap neuroepitel,
dan sel basal.
4) KELENJAR LIUR

Kelenjar Liur
Intrinsik (minor) Ekstrinsik (mayor)
Mukosa & submukosa dr Di luar rongga mulut, besar2,
rongga mulut pengeluaran sekret secara
Kecil2, & trs menerus intermittent apabila ada
mengeluarkan sekret rangsangan
membasahi rongga mulut Sekret: saliva yg disalurkan ke
- Glandula labialis pd bibir rongga mulut melalui saluran
- Glandula lingualis pd keluar
lidah Sifat: merokrin, tubulo-alveolar
- Glandula buccalis pd glandula parotis (serous)
mukosa pipi glandula submandibularis/
- Glandula palatinae pd submaxilaris (Mixed)
palatina glandula sublingualis
(Mucous dominant)

Kelenjar Liur Utama


a. Kelenjar Parotis
- Terletak di bawah depan telinga
- Saluran keluar utamamya (Duktus Stensen) menembus pipi, bermuara ke
dalam vestibulum didepan gigi molar 2 atas
- Merupakan kelenjar liur terbesar, tipe asini serosa tubulo alveolar kompleks
- Sekretnya mengandung banyak enzim amylase

b. Kelenjar Submandibular/Submaxillar
- Terletak di dasar mulut/ dibawah corpus mandibula
- Saluran keluarnya (Saluran Wharton) bermuara di ujung lidah
- Merupakan tipe kelenjar alveolar kompleks dengan asini serosa, mukosa dan
campuran
- Sekretnya mengandung enzim amylase lemah dan enzim lisozim
c. Kelenjar Sublingual
- Merupakan kumpulan kelenjar-kelenjar kecil di dekat saluran keluar kelenjar
submandibular di dasar mulut
- Tiap kelenjar masing-masing bermuara di bawah lidah
- Tipe tubula alveolar kompleks, campur, serosa dan mukosa

5) GINGIVA
- Dilapisi epitel berlapis pipih bertanduk
- Lamina propia terdiri dari jaringan ikat kuat, melekat erat dengan periost atau
periodontal membrane, dan tidak memiliki lapisna submukosa
- Terdapat bentukan:
Free gingiva: tepi bebas gingiva, propia papil (+)
Attached gingiva: merupakan bagian gingiva yang melekat pada tulang
alveolar
Attached epithelial cuff: bagian gingiva yang menempel pada enamel, propia
papil (-)
6) PALATUM

Palatum durum Palatum molle


Epitel spt ginggiva (ep berlapis pipih Ep. berlapis pipih tak bertanduk,
bertanduk), propia papil tinggi, dekat nasopharynx mjd ep. berderet
pemb. darah, memp. sub mukosa silindris bersilia & sel goblet, pd sisi
kecuali di dekat gingiva & garis oral: kelj mucous (+), sisi
tengah (raphe), memp. sabut2 pharyngeal: kelj. campur (+).
kolagen dg arah vertikal terikat
kuat pd periost
Tdd:
fatty zone 1/3 bag. Anterior
jar. lemak di dalam sub mukosa
glandular zone 2/3 posterior
kelj mukus didalam sub mukosa

- Palatum Durum

- Palatum Molle
7) GIGI
a. Enamel
- Lapisan terluar gigi
- Paling keras yang terdiri dari bahan anorganik yang 90% diantaranya
adalah kalsium fosfat
- Terdiri dari enamel prismata
- Garis pertumbuhan (+)
b. Dentin
- Melingkupi pulpa dentis, pada mahkota dan akar gigi
- Bagian terbsar, terdiri dari 69% mineral
c. Semetum
- Komposisi dan morfologi sama seperti tulang, terdiri dari 46% bahan
anorganik
- Terdapat pada bagian akar gigi
- Terdiri dari 2 macam, yaitu cellular cement yang memiliki sementosit dan
acellular cement yang tidak memiliki sementosit
d. Pulpa dentis
- Rongga didalam gigi, dibatasi oleh sel-sel odontoblast berisi sel-sel
mesenkim, sabut kolagen, sabut reticular, 1 arteri, 2 vena, dan ada sabut
saraf.
e. Periodontal membrane
- Terdiri dari jaringan ikat yang melekatkan gigi dengan sekitar
- Sarpheys Fibers (+) yang merupakan berkas-berkas sabut kolagen yang
terbentang antara tulang alveolar dan cementum
- Periodontal membrane membentuk persendian Gomphosis
2. ESOFAGUS
Esofagus memiliki beberapa lapisan yakni:
Epitel: berlapis pipih tanpa tanduk
Propria: terdapat kelenjar Oesophageal cardiac gland dan juga ada saluran
keluarnya Oesophageal gland proper hingga sub-mukosa
Muskularis mukosa: berupa satu lapisan tebal berupa otot polos yang
arahnya longitudinal
Sub-mukosa: terdapat gerombolan kelenjar Oesophageal gland proper
(kelenjar mukus yang berada di sub-mukosa)
Tunika muskularis eksterna: terdiri dari lapisan sirkularis diatas dan juga
lapisan longitudinalis dibawahnya. Lapisan ini akan terbagi lagi menjadi:
- 1/3 bagian atas terdiri dari otot bergaris
- 1/3 bagian tengah terdiri dari otot polos dan bergaris
- 1/3 bagian bawah terdiri dari otot polos
Tunika adventitia
3. USUS HALUS
Usus halus memiliki beberapa lapisan, yakni:
Tunika mukosa
Lapisan epitel, terdiri dari sel-sel:
- Sel absorbtif silindris tinggi, striated border (+)
- Sel goblet spt piala, memproduksi mukous,
tersebar diantara sel-sel absorbtif
- Sel paneth silindris, puncak kecil (granula
eosinofilik +), letak di dasar kripta
- Sel silindris rendah di atas kripta, banyak yang mitosis,
menggantikan sel absorbtif & goblet
- Sel argentafin tersebar diantara sel-sel yg
menutupi vili & kripta, seidkit di yeyunum & ileum, banyak di
duodenum.
Lamina propria
- terdiri dari jaringan ikat kendor yg mempunyai banyak sabut-sabut
retikuler, infiltrasi sel-sel limfosit (+).
- banyak anyaman kapiler
- ikut membentuk vili & plika kerkringi
Muskularis mukosa
Terdiri dari 2 lapis otot polos:
- lapisan dalam: sirkuler
- lapisan luar: longitudinal
Ikut membentuk plika kerkringi
Fungsi: mendekatkan mukosa dg makanan
absorbsi lebih baik
Tunika sub-mukosa
Terdiri dari jaringan ikat kendor yg mempunyai banyak sabut-sabut elastis &
jar ingan lemak (+)
Berisi:
kelenjar Bruner pada duodenum
plexus submukosa dari Meissner, berupa ganglion otonom
plexus dari Heller, berupa plexus pembuluh darah
Tunika muskularis eksterna
Terdiri dari 2 lapis otot polos:
- muskulus sirkularis (dalam)
- muskularis longitudinalis (luar)
diantaranya: plexus Auerbach (+)

Tunnika adventitia
Terdiri dari jaringan ikat kendor yg tertutup mesotelium (serosa)
Fungsi utama usus halus adalah untuk mencerna makanan dan juga sebagai absorpsi,
sehingga agar fungsi dari pencernaan bisa bekerja dengan maksimal, ada beberapa struktur
penting yang berperan yakni:
Sel goblet bentuk seperti gentong, letaknya diatara epitel permukaan,
memproduksi mukous, semakin ke anal semakin banyak jumlahnya.
Kelenjar pada lamin propria: kripta liberkun, pada tunika mukosa: kelenjar
Bruner.
Sedangkan untuk fungsi absorpsi, yang berpran yaitu:
Plika semi sirkularis dari kerkringi merupakan lipatan spiral/sirkuler,
bentuknya atau 1/3 lumen, bercabang-cabang, dibentuk oleh lapisan mukosa
dan submukosa, dan bertuknya pemanen/tetap, semakin ke anal akan semakin
pendek karena di pertengahan ileum dia akan menghilang.
Vili intestinalis merupakan tonjolan-tonjolan propria, bentuknya seperti
lidah/daun/jari, panjangnya -1 mm, dan berada di tegah-tengah plika
kerkringi.
Mikrovili / striated border merupakan tonjolan-tonjolan halus berbentuk
silinder, dan hanya tampak dengan mmkroskop elektron.
Untuk membedakan struktur lokalis antara duodenum, yeynum dan ileum:
Struktur Plika Vili Kelenjar
kerkringi
Duodenum Banyak dan Lebar Lamina
bercabang seperti daun propria: kripta
liberkun (+)
Tunika sub-
mukosa:
kel.brunner (+),
dan lebih pucat
(khas
duodenum).
Yeyunum Banyak dan Bagian atas: Kripta liberkun
panjang seperti lidah dan sel goblet
Bagian lebih banyak
bawah dari duodenum
seperti jari

Ileum Makin jarang Pendek dan Kripta liberkun


dan pendek, atropi, banyak, sel
menghilang hilang di goblet tertutup
di akhir akhir ileum infiltrasi
ileum limfosit, di
lamin propria
ada peyer patch
(khas ileum).
4. APENDIKS

Merupakan diverticulum kecil dan buntu, berasal dari caecum ( 25 cm di bawah iliocaecal
junct). Lumen sempit dengan batas tidak teratur, mengandung debris sel. Tidak ada vili,
sedikit kelenjar dan sedikit sel goblet. Diselubungi epitel selapis silindris berstriated border.
Pada lamina proprianya terdapat massa jaringan limfoid
Tunika Mukosa
Secara struktur mirip kolon (lihat bawah). Ada banyak kesamaan dengan kolon seperti epitel
pelapis dengan sel goblet. Lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn (tapi kurang
berkembang, lebih pendek, letak sering berjauhan) dan jaringan limfoid difus sangat banyak.
Terdapat pula Muskularis mukosa.

Tunika Submukosa sangat vascular.


Tunika Muskularis terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian
luar). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
Tunika Serosa

5. ILIOCAECAL JUNCTION
Mukosa membentuk lipatan anterior dan posterior (2 daun katup), terdiri dari lapisan mukosa
dan submukosa yang diperkuat oleh otot polos melingkar.
6. USUS BESAR (KOLON)

Terdapat sekum; kolon asendens, tranversal, desendens, sigmoid; rectum serta anus. Terdapat
kelenjar intestinal yang lebih dalam dan lebih rapat. Sangat banyak sel goblet Lapisan
muskulus longitudinal pada caecum dan colon bersatu membentuk 3 pita memanjang (taenia
coli). Serosa merupakan jaringan ikat kendor berisi kantong2 lemak (appendices epiploicae).
Tunika Mukosa
Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet (lebih banyak dibanding usus halus)
tapi tidak mempunyai plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia terdapat
kelenjar intestinal lieberkuhn yang lebih banyak dan nodulus limpatikus. Tidak terdapat sel
paneth tapi terdapat sel enteroendokrin. Dibawah lamina terdapat muskularis mukosa

Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan saraf pleksus
meissner
Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot sirkular
berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli). Diantaranya
dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.

Tunika Serosa/Adventisia
Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi pembuluh darah
dan sel-sel lemak. Kolon tranversum dan sigmoid melekat ke dinding tubuh melalui
mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon ini. Sedangkan
adventisia membungkus kolon ascendens dan descendens Karena ketaknya peritoneal.

7. RECTUM
Tunika Mukosa
Terdiri epitel kolumner simpleks, mempunyai sel goblet dan mikrovili, tapi tidak mempunyai
plika sirkularis maupun vili intestinalis. Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal
lieberkuhn, sel lemak, dan nodulus limpatikus. Dibawah lamina terdapat muskularis mukosa.
Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah, sel lemak dan saraf pleksus
meissner
Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian luar). Otot sirkular
berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli). Diantaranya
dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.
Adventisia
Merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi rectum, sisanya ditutupi serosa.
1. Rectoanal Junction
Mukosa & Submukosa:
Kelenjar intestinal pada daerah ini mulai memendek dan lama kelamaan menghilang.
Membran mukosa membentuk lipatan memanjang (Columna Rectalis Morgagni) dimana
terdapat banyak vena panjang berdinding tipis 2,5 cm di atas anus, epitel silindris berubah
menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas ke bawah sebagai peralihan dari mukosa ke kulit.
Di anus, epitelnya menjadi berlapis gepeng bertanduk dengan kelenjar tubulosa bercabang
(kelenjar sirkumanal)
Muskularis:
Pada daerah rektum bagian bawah, lapisan muskulus longitudinal lebih pendek dari panjang
rektum sehingga mukosa menonjol ke lumen membentuk sekat (Plika Transversa). Di bawah
rektum, lapisan dalam muskularis menebal membentuk sfingter ani internum. Di saluran anus
terdapat berkas otot lurik yang membentuk sfingter ani externum

8. ANUS
Epitel: mulai garis rekto-anal s/d ano-perineal epitelnya berlapis pipih tak bertanduk
sphincter ani externus: kulit tipis berambut dengan kelj lemak & keringat apokrin (kelj.
sirkum-analis). Muskulus sirkularis: tdd otot polos tebal, sphincter ani internus, Sphincter ani
externus, dibentuk otot bergaris dari pelvis.
Tunika Mukosa
Terdiri epitel squamosa non keratin, lamina propia tapi tidak ada terdapat muskularis mukosa.
Tunika Submukosa
Menyatu dengan lamina propia. Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah,
saraf pleksus hemorroidalis dan glandula sirkum analis.
Tunika Muskularis
Bertambah tebal. Terdiri atas sfingter ani interna (otot polos, perubahan otot sirkuler),
sfingter ani eksterna (otot rangka) lalu diluarnya m. levator ani. Otot sirkular berbentuk utuh
tapi otot longitudinal terbagi tiga untaian besar (taenia koli). Diantaranya dipisah oleh pleksus
mienterikus auerbach.
Adventisia
Terdiri jaringan ikat longgar

9. PANKREAS
EKSOKRIN (multilobulated, tubuloasinar kompleks)
Ciri-ciri:
Bentuk seperti buah alpukat terdiri dari 5-8 sel bentuk piramid, tersusun mengelilingi
lumen sempit
Di antara tiap asini terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, limfe,
saraf, dan duktus
Asini-asini berkelompok membentuk suatu bangunan tidak teratur, pada lumennya
terdapat sel sentroasinar
Sistem duktus eksokrin pankreas:
Dari sentroasinar/sentroduktular sekret dialirkan ke duktuli interkalaris, lalu ke duktus
intralobular, interlobular, terakhir ke duktus utama
Epitelnya makin ke duktus utama makin bertambah tinggi, dan selnya dari pipih
menjadi kuboid dan silindris secara bertahap

ENDOKRIN (Pulau Langerhans)


Tersebar di seluruh pankreas, berbentuk massa bundar tidak teratur dengan sel-sel
pucat banyak pembuluh darah, tiap pulau dipisahkan dari jaringan eksokrin di
sekitarnya oleh jaringan retikular tipis
Terdapat 4 jenis sel :
Sel A (Alfa) : menghasilkan glukagon dan ACTH
Sel B (Beta) : menghasilkan insulin
Sel D (Delta) : menghasilkan somatostatin yang menghambat glukagon dan insulin
Sel C (Clear) : sel cadangan, fungsi belum jelas
10. HEPAR
Diliputi oleh simpai jaringan ikat fibrosa (Simpai dari Glisson) yang membentuk
septa jaringan ikat tipis masuk ke dalam hati, membagi hati dalam lobus dan lobulus
Hati merupakan organ yang tersusun oleh sel parenkim (hepatosit) yang tersusun
berupa lempeng-lempeng saling berhubungan dan bercabang, membentuk anyaman 3
dimensi dimana di antara lempeng terdapat sinusoid darah
Hepatosit berbentuk poligonal dengan membran sel jelas, inti bulat/lonjong. Terdapat
vakuola penyimpanan glikogen dan lemak
Lobulus hati memiliki beberapa kanal portal di tepinya dan vena sentralis di
tengahnya lempeng hepatosit tampak memancar dari vena sentralis seperti ruji roda
Terdapat 2 sel:
o Endotelial cell (inti kecil memanjang dengan sitoplasma tipis)
o Kupffer cell / fagosit / stellata cell (sel dengan inti besar, pucat, sitoplasma
banyak)
Hepatosit dipisahkan dari dinding sel darah oleh suatu celah sempit disebut Celah
Disse / Ruang Perisinusoid)
Lobulus hati / lobulus klasik merupakan prisma poligonal ukuran 1-2 mm, terlihat
hexagonal pada potongan melintang dengan vena sentralis di tengah dan kanal portal
di sudut-sudutnya (unit fungsional hati)
Daerah portal/kanal portal mengandung jaringan ikat, cabang vena porta, arteri
hepatika, duktus biliaris, dan pembuluh limfe
Jar. Ikat lobuli

Canal portal: jar. ikat interlobuler yg


terletak di antara 3 lobuli yg berdekatan.

Pd potongan melintang berbentuk segitiga,


disbt segitiga Kiernan, mengandung:

v. interlobularis: cabang v. porta,


dg penampang terbesar, dinding
tipis

a. interlobularis: cabang a.
hepatika, dg penampang terkecil,
dinding agak tebal

bile duct: epitel selapis kubis


sampai silindris

11. KANDUNG EMPEDU


Bentuk buah alpukat berujung buntu, merupakan divertikulum dari duktus hepatikus
komunis
Dindingnya terdiri dari:
Membran Mukosa
Bila kosong membentuk banyak lipatan/rugae sehingga tampak tdk
teratur
Diselubungi sel epitel silindris tinggi dengan inti di basal
Lamina proprianya berisi jaringan retikular halus dengan pembuluh
darah kecil
Terdapat kelenjar mukosa di daerah leher kandung empedu
Muskularis
Lapisan serat otot polos dengan tebal dan susunan tidak teratur,
tersusun seperti jala dengan anyaman serat kolagen, retikulin, dan
elastin di antaranya
Adventitia/Serosa
Jaringan ikat padat kolagen bersatu dengan simpai Glisson
Leher kandung empedu melanjutkan diri menjadi duktus sistikus, dimana membran
mukosanya membentuk lipatan spiral dengan serat otot polos sebagai pusatnya (Katup
Spiral Heisster)
Fisiologi Sistem Pencernaan

1. MULUT
a. Bibir
- Berupa otot yang bersungsi untuk mengambil makanan. Selain itu juga berfungsi
sebagai reseptor taktil dan membantu dalam artikulasi berbicara.
b. Palatum
- Memisahkan mulut dan saluran hidung sehingga memungkinkan kita bernaafas
dan mengunyah dalam waktu yang bersamaan
c. Uvula
- Menutup saluran hidung saat menelan agar makanan tidak masuk ke rongga
hidung
d. Gigi
- Berfungsi untuk menghaluskan makanan dan merangsang kuntum kecap.
e. Air liur, mengandung beberapa zat yang diperlukaan dalam pencernaan:
- Amilase berfungsi untuk pencernaan karbohidrat pertama yang akan
menghasilkan produk maltosa (dari amilosa) dan alfa limit dekstrin( dari amino
pektin).
- Mucus membasahi makanan sehingga partikel makanan menyatu danmudahdi
telan.
- Memiliki sifat antibakteri :
a. Lisozim : melisiskan dan merusak dinding sel bakteri
b. Glikoprotein : Pengikat antibodi igA
c. Laktoferin : Mengikat Fe untuk menghambat multiplikasi bakteri
- Dapar bikarbonat untuk menetralkan asam dalam makanan atau dari bakteri.
Sekresi Liur dapat ditingkatkan oleh refleks liur sederhana dan refleks liur
Terkondisi. Sekeresi liur sedehana apabila sekresi liur dirangsang oleh reseptor
tekanan dan kemoreseptor di mulut ketika makanan masuk ke dalam mulut.
Sedangkan refleks liur terkondisi terjadi ketika kita sedang memikirkan, melihat dan
membau makanan (tanpa stimulasi oral).
Rangsangan diterima sensorik tubuh menstimulasi reseptor liur di medula
impuls melalui saraf otonom menstimulasi kelenjar liur untun mensekresikan lebih
banyak air liur.
Air liur dapat dirangsang oleh saraf simpatis maupun parasimpatis, namun air liur
yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda :
a. Parasimpatis : Air liur banyak, encer, cepat keluar dan kaya enzim.
b. Simpatis : Air liur volumenya terbatas, kental, tidak cepat keluar, kaya mucus.
2. FARING dan ESOFAGUS
Faring merupakan saluran bersama pencernaan dan pernafasan
Proses Menelan :
1. Lidah menelan bolus ke langit-langit dan mendorong bolus ke faring
2. Uvula terangkat ke atas mencegah makanan masuk ke rongga mulut
3. Ketika bolus menyentuh faring, pusat menelan di otak menghambat pusat
pernafasan.
4. Glotis menutup, dan epiglotis melipat ke arah glotis yang tertutup. Hal tersebut
bertujuan agar makanan tidak masuk ke laring.
5. Terjadi kontraksi faring yang menyebabkan bolus terdorang ke esofagus melewati
sfingter faringoesofageal.
6. Sfingter faringoesofageal tertutup dan pernafasan kembali terjadi
7. Peristaltik esofagus mendorong bolus menuju lambung melewati sfingter
gsastroesofageal.
Gelombang peristaltik esofagus
- Primer : Mendorong bolus menuju lambung
- Sekunder : Mendorong bolus yang besar dan lengket ke lambung
Bolus besar dan lengket menyebabkan peregangan esofagus peningkatan
sekresi liur bolus dilumasi liur + gerakan peristaltik sekunder mendororng
bolus ke lambung.
Fungsi mukus di esofagus : Melindungi esofagus dari cidera akibat bolus yang kasar
dan asam lambung.

3. GASTER
Mekanisme Sekresi HCl
Sel parietal lambung secara aktif menyekresi H+ dan CL- melalui kerja dua pompa terpisah.
Ion hidrogendisekresikan ke dalam lumen oleh pompa transpor aktif H+ K+ ATPase primer
di membran luminal sel parietal. K+ yang dipindahkan ke dalam sel oleh pompa ini segera
keluar melalui saluran K+di membran luminal sehingga ion ini mengalami daur ulang antara
sel dan lumen . H+ yang disekresikan berasal dari penguraian H2O menjadi H+ dan OH-.
Dengan dikatalisis oleh karbohidrat anhidrase ,OH- bergabung dengan CO2 (yang diproduksi
secara metabolik di sel atau atau berdifusi masuk dari plasma) untuk membentuk HCO3- .
klorida disekresikan oleh transpor aktif sekunder. Dengan didorong oleh gradien konsentrasi
HCO3- menuruni gradien konsentrasi ke dalam plasma dan secara bersamaan memindahkan
CL ke dalam sel parietalmelawan gradien konsentrasinya. Sekresi klorida tuntas ketika CL-
yang masuk dari plasma berdifusi keluar sel menuruni gradien elektrokimiawinya melalui
saluran CL- di membran luminal menuju lumen lambung.
4. USUS HALUS
Kimus mengalami prosses pencernaan dan absorbsi selama berada di dalam
usus halus. Absorpsi merupakan perpindahan hasil-hasil pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein melalui dinding usus ke sirukasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubug.
Slain itu, juga terjadi absorbsi sejumlah air, elektrolit dan vitamin.
Pada usus halus, kimus digerakan oleh dua macam gerakan, yaitu kontraksi
pencampuran dan kontraksi propulsif.Pada saat kimus masuk ke duodenum maka akan terjadi
peregangan. Peregangan usus halus ini akan menyebabkan suatu kontraksi segmental.
Apabila satu rangkaian kontraksi segmentasi berelaksasi maka akan timbul kontraksi baru
pada titik sebelumnya yang menyebabkan kimus terpotong potong. Sedangkan kontraksi
propulsif adalah gerakan mendorong kimus kearah katup ileosekal. Gerak peristaltik bagian
proksimal lebih cepat dan melambat di bagian distal atau terminal. Karena lambatnya gerakan
tersebut maka kimus dapat mencapai spingter ileosekal dalam 2 3 jam. Gerakan peristaltik
ini akan lebih meningkat lapabila ada makanan tambahan yang masuk kedalam lambung.
Kimus yang melewati spingter ileosekal selanjutnya akan masuk kedalam duodenum.
5. Kolon
Fungsi kolon adalah melakukan absorbsi air dan elektrolit dari kimus sehingga
terbentuk massa feses yang padat selain itu kolon juga berfungsi sebagai tempat
penampungan feses sementara.Pada kolon, terdapat dua macam motilitas, yaitu mengaduk
dan meremas masa feses. Setelah proses absorbsi selesai, maka feses selanjutnya akan masuk
ke dalam rektum.
6. Rektum dan anus
Setelah melewati proses absorbsi terakhir pada kolon,feses yang terbentuk dan masuk
ke rektum akan ditampung sementara sampai proses defekasi terjadi. Feses yang masuk
ke rektum akan menyebabkan distensi (peregangan) dinding rektum. Distensi dinding rektum
akan mengirim sinyal eferen dari pleksus mienterikus yang menyebabkan peristaltik di kolon
desenden, sigmoid, dan rektum yang akan mendorong feses ke anus. Selanjutnya, spingter ani
internus akan relaksasi, bila spingter ani ekternus ditahan maka defekasi dapat ditunda,
namun apabila dibiarkan berelaksasi secara sadar maka akan terjadi defekasi.
Kelainan Kongenital

A. CELAH BIBIR DAN PALATUM


Etiologi
- Celah bibir : akibat adanya hipoplasia lapisan mesenkin yang menyebabkan
kegagalan penyatuan processus nasalis media dan processus maxilaris.
- Celah palatum : Kegagalan dalam memfusikan lempeng palatum.
Dapat terjadi karena genetik, sindrom malformasi dan ibu yang terlalu banyak
mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Epidemiologi
- Celah bibir dengan atau tanpa palatum 1:600 kelahiran. Celah bibir banyak terjadi
pada laki-laki
- Hanya celah palatum 1:1000 kelahiran
Manifestasi Klinis
- Celah bibir
^ dapat berupa celah kecil bahkan sampai meluas ke dasar hidung.
^ bisa bilateral maupu unilateral (dominan kiri)
^ disertai gigi cacat bentuk, gigi tambahan atau tidah tumbuh gigi
^ defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan tonjolan keluar
bagian
anterior celah processus maksilaris.
- Celah Palatum
^ Terjadi pada linea mediana bisa hanya melibatkan uvula atau dapat meluas ke
dalam melalui palatum mole dan durum sampai ke foramen incisivus.
- Celah bibir dan palatum
Meluas sampai palatum mole kemudian palatum durum di satu atau kedua sisi dan
telihat stengah dari rongga hidung.
Tata Laksana
- Bibir sumbing
Dilakukan setelah umur 2 bulan setelah anak menunjukkan kenaikan berat badan
yang memuaskan, bebas dari infeksi oral, saluran nafas dan sistemik. Biasanya
menggunaka teknik operasi z. Dan pebaikan hasil operasi bisa dilakukan pasa usia
4-5 tahun.
- Celah palatum
Kebanyakan dilakukan sebelum umur 1 tahun, diupayakanuntuk meningkatkan
perkembangan bicara yang normal.
Jika keadaan anak gizi baik, elektrolit seimbang, pemberian makanan pasca bedah
dapat dilakukan pada hari ke-6 pascaoperasi dengan diet cair atau setengah cair
selama 3 minggu.
Komplikasi
- Otitis media berulang dan ketulian
- Cacat bicara karena fungsi otot-otot palatum dan faring yang yang tidak adekuat.
Biasanya anak kesulitan berbicara huruf p,b,d,t,h,y,s,sh dan ch.

B. Mikro Makrognatia
Mikrognatia
Definisi
Suatu kelainan kongenital yang digambarkan sebagai hipoplasi atau penurunan
jumlah sel di mandibula sehingga menyebabkan kecilnya ukuran mandibula atau
dagu.
Etiologi
a. Kelainan kromosom : trisomi 13 dan trisomi 18
b. Obat teratogenik : metroteksat, karbamazepin, warfarin, tetrasiklin, dll
c. Genetic syndrome : Treacher Collins, Robin and Robert Syndrome, dll
Patofisiologi
Kecilnya ukuran mandibula dari ukuran normal diakibatkan oleh adanya
hipoplasi mandibula. Hipoplasi mandibula terjadi pada saat usia kehamilan 7-11
minggu. Selama masa itu, keadaan intra uterin haruslah bagus terutama adanya cairan
amnion yang mencukupi. Apabila ibu tersebut mengalami oligohidroamnion atau
kekurangan cairan amnion maka akan memicu terjadinya deformasi pada mandibula
bayi. Akibat adanya deformasi tersebut, berdampak pada posisi lidah bayi yang
semakin ke atas ke arah langit-langit atau palatum. Padahal, pada saat itu palatum
janin masih belum menutup sempurna sehingga apabila palatum tertutup oleh lidah
bayi yang semakin ke atas maka palatum tersebut tidak bisa menutup dan terjadilah
bibir sumbing/labio palatoskisis. Oleh karena itu, biasanya bayi yang mengalami
mikrognatia kadang disertai juga dengan labio palatoskisis.
Manifestasi Klinis
a. Kerusakan keselarasan gigi, cavum oris menympit, dan maloklusi (bentuk rahang
atas dan rahang bawah yang abnormal)
b. Dagu mengalami penyusutan
c. Kesulitan pemberian makanan pada anak-anak
d. Kesulitan dalam mengucapkan artikulasi dengan jelas dan berbicara
Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik :
- Ukuran rahang lebih kecil dari normal
- Biasanya bayi susah makan
- Maloklusi
b. Pemeriksaan penunjang :
- MRI
- Roentgen gigi
- Skull ray
Tata Laksana
a. Pre-natal : Menjaga tekanan intrauterin agar dagu tidak mengalami deformasi
b. Post-natal :
- Ex Utero Intrapartum Treatment (EXIT)
Dirancang untuk mempertahankan sirkulasi uteroplasma dan menstabilkan
bayi saat jalan nafas sedang diselamatkan
- Trakeostomi
Digunakan untuk neonatus dengan hipoplasi mandibula berat
- Distraction Osteogenesis (DO)
Digunakan dengan cara menginduksi osteogenesis atau pembentukan tulang
baru antara permukan tulang, yang sebelumnya telah dilakukan osteotomi
terlebih dahulu pada daerah sekitar corpus mandibula.
Prognosis
Menurut study dari Harvard Medical School yang melakukan penelitian pada
20 fetus, didapatkan hasil 4 bayi dalam keadaan hidup, 25% memiliki kariotipe
abnormal, 3 bayi (15%) dapat ditentukan dengan sonografi. Kemudian mereka
menyimpulkan bahwa fetus yang didiagnosis in utero sebagai mikrognatia memiliki
prognoisis buruk dan memiliki resiko tinggi mengalami defek kongenital serius.
Makrognatia
Definisi
Suatu kelainan kongenital yang menyebabkan keadaan mandibula di regio
protuberensia mengalami pembesaran sehingga ukurannya lebih besar daripada
normal.
Etiologi
Biasanya makrognatia terjadi bersamaan dengan beberapa kondisi seperti
gigantisme, akromegali dan pagets disease.
Patofisiologi
Seperti yang diketahui bahwa makrognatia biasanya muncul bersamaan
dengan beberapa kondisi seperti gigantisme dan akromegali, dimana pada keadaan
tersebut tubuh memiliki kelebihan hormon pertumbuhan sehingga tulang-tulangg pun
mengalami pembesaran akibat adanya hormon tersebut termasuk pembesaran pada
mandibula sehingga menyebabkan makrognatia atau mandibula berukuran besar
daripada normal.
Manifestasi Klinis
a. Keselarasan gigi rusak
b. Kesulitan dalam mengucapkan artikulasi secara tepat
Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik :
- Ukuran dagu lebih besar dari ukuran normal
- Maloklusi
- Artikulasi tidak jelas dan keselarasan gigi rusak
b. Pemeriksaan penunjang :
- Dental X-Ray
- Skull Ray
Tata Laksana
Utuk mengatasi makrognatia dilakukan pembedahan ortognatik.
C. MEGAKOLON/ HIRSCHPRUNG
1. Definisi
Hirschsprungs disease atau juga bisa disebut aganglionic megacolon disease adalah
suatu kelainan kongenital yang dicirikan dengan ketiadaan ganglion saraf pada kolon
yang mengakibatkan kolon kehilangan kemampuan melakukan gerakan peristaltik dan
menyebabkan obstruksi.
2. Etiologi
Kelainan ini disebabkan karena kegagalan migrasi sel krista neural selama
masa embrionik. Seharusnya, sel krista kaudal mencapai kolon bagian distal pada
sekitar minggu ke-8 dan sampai di anus pada sekitar minggu ke-12. Mutasi genetik
banyak dikaitkan dengan kegagalan migrasi ini, Butler et al menemukan bahwa
mutasi pada gen RET, GDNF, GFR1, NRTN, EDNRB, ET3, ZFHX1B, PHOX2b,
SOX10, dan SHH ditemukan pada penderita Hirschsprungs Disease

3. Patofisiologi
Penyakit aganglionik megakolon ini disebabkan karena kerusakan primer
dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa
(Meissner) dan mienterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan berupa tidakadanya gerakan peristaltik,
yang menyebabkan akumulasi isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan
kerusakan sehingga terjadi pembesaran kolon (megakolon). Selain itu, kegagalan
sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya
obstruksi, karena dapat mempersulitevakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas.

4. Manifetasi Klinis
Terdapat tiga tanda khas pada penyakit ini, yaitu:
- Keterlambatan pengeluaran mekonium ( >48 jam)
- Muntah hijau
- Keluarnya feses secara menyembur apabila dilakukan anal tussay
Selain itu, gambaran klinis lain yang patut diwaspadai adalah adanya demam, diare,
distensi abdomen, dan feses berbau busuk yang merupakan tanda terjadinya
enterokolitis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang umum dipakai untuk
menegakkan diagnosis, yakni:
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan foto polos abdomen.
Pada foto polos abdomen bisa ditemukan adanya gambaran obstruksi letak rendah.
Selain itu, pemeriksaan radiologis dapat pula dilakukan dengan menggunakan
bantuan kontras berupa barium enema dimana kontras barium dimasukan melalui
anus untuk menandai daerah pada kolon. Pada pemeriksaan barium enema tiga
bisa didapatkan tanda khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke
proksimal yang panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di
proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah
pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Gambaran radiologis Hirschprungs


disease
2. Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan histopatologis dilakukan untuk melakukan diagnosis pasti pada
Hirschsprungs disease. Pada pemeriksaan ini, jaringan dari kolon akan diambil
melalui biopsi dan diwarna untuk menentukan ada atau tidaknya ganglion saraf.
Selain itu, pemeriksaan histo-pa juga dilakukan saat operasi reparasi untuk
menentukan batas segmen kolon yang normal dan yang mengalami kelainan.

6. Tatalaksana
Sampai saat ini, penanganan penyakit Hirschprung hanya bisa dilakukan
dengan operasi reparasi. Tidakan lain yang mungkin dilakukan untuk mengurangi
gejala dan komplikasi berupa pemasangan pipa anus dan irigasi rektum. Pemberian
antibiotik juga perlu dipertimbangkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
sepsis dan enterokolitis.
Penanganan bedah umumnya dilakukan dua tahap. Tahap pertama berupa
kolostomi untuk mencegah perburukan keadaan pasien. Tahap kedua adalah dengan
melakukan operasi defintif berupa pembuangan segmen kolon yang tidak normal.

Megacolon yang ditemukan saat operasi

7. Prognosis
Secara umum, apabila bisa didiagnosis secara dini, prognosis dari penyakit ini
tergolong baik dengan 90% pasien yang menjalani operasi pebaikan mengalami
penyembuhan. Namun, sekitar 10% dari pasien masih mengalami gangguan
pencernaan sekalipun setelah dilakukan operasi perbaikan.

D. ATRESIA ESOFAGUS
a. Definisi
Kelainan pada system pencernaan dimana esofagus tak terbentuk secara sempurna

b. Etiologi
Merupakan penyakit kelainan kongenital yang artinya terjadi sebelum kelahiran. Bisa
juga adanya dorongan mekanis terhadap pembentukan esofagus
c. Klasifikasi
Kebanyakan bayi dengan kelainan ini memiliki kelainan lain yaitu adanya hubungan
antara esofagus dan trakea atau yg disebut Tracheo Esofageal Fistula (TEF).
Beberapa bayi dengan kelainan ini memiliki kelainan lain dan yang paling sering
adalah kelainan jantung.
d. Gejala Klinis
Kulit kebiruan
Batuk dan tersendak ketika disusui
Tak mau menyusu
Mengeluarkan air liur terus menerus

e. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan usg dan akan didapatkan gambaran akumulasi dari cairan amnion
akibat adanya hambatan cairan ke saluran pencernaan. Dapat dilakukan juga x-ray
foto dam akan didapatkan gambaran:
Kantung-kantung udara di esofagus
Udara diperut dan usus

f. Tatalaksana
Dapat dilakukan operasi untuk memotong fistula dan menyambung kembali esofagus.
Ketika sebelum operasi bayi terlebih dahulu dirawat di ruang icu dan dilakukan
pengurasan lambung agar tak terjadi aspirasi. Kemudaian pemberian nutrisi melalui
intravena.

Setelah operasi bayi akan kembali dirawat di ruang icu. Untuk pemberian nutrisi tetap
melalui intravena, dan bayi baru dapat disusui tergantung dari perbaikan dan kondisi
bayi.

g. Patofisiologi
Deviasi ataupun dorongan mekanis yang mendorong Septum Trakea-Esofageal ke
arah anterior dari tunas paru yang mengakibatkan esofagus bagian distal akan
menempel dengan tunas paru dan akan terbentuk suatu saluran sempit yang disebut
fistula.
h. Prognosis
Semakin awal diagnosis diberikan memberikan semakin memperbesar kemungkina
keberhasilan tatalaksana.

E. FISTULA TRAKEAESOFAGUS
Fistula trakea esophagus adalah kelainan yang menghubungkan dua organ bagian dalam
tubuh yaitu antara trakea dan esophagus biasanya pada bagian distal dari organ tersebut.

Pemeriksaan dan diagnosis

Catheter dimasukan ke dalam esophagus stop tidak sampai masuk ke dalam lambung.
Radiografi dilakukan untuk menentukan level obstruksi antara vertebra dan estimasi panjang
dari tonjolan esophagus proximal dan ditemukan gambaran udara yang kontras pada lambung
dan usus yang menandakan fistula trakea esophagus

Prenatal
Ultrasound =polihydramnios, absent stomach
Postnatal / clinical picture

,
Embriologi

Berasal dari foregut primitive


4 minggu mudigah antara lempeng trakea esophagus divertikulum menuju
laryngotrakea
Septum trakea esophagus berkembang dari minggu 4 hingga 5 muskular dan juga
submucosa dari trachea dan esophagus terbentuk.
Bersamaan berkembang dengan terbentuk nya paru-paru dan jantung serta mencapai
panjang akhir pada minggu ke 7

Malformasi yang berhubungan adalah sindrom vacterl

Jantung (VSD,PDA,TOF)
Trakea
Esophagus
Renal ( polisistik ginjal)
Tulang belakang (skoliosis)

Ada 5 trakea esophagus fistula pada umumnya

Penanganan: dengan pembedahan untuk menyambungkan antara esophagus dengan lambung


serta memotong fistula dengan tingkat survival life pada bayi sekitar 90%
F. AKALASIA ESOFAGUS
Akalasia esofagus adalah keadaan dimana tidak adanya atau tidak efektifnya
peristaltik esofagus distal disertai dengan kegagalan sfingter esofagus untuk berelaksasi
sebagai respon ketika menelan (Brunner & Suddarth, 2002)
Etiologi dari akalasia belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat bukti bahwa
degenerasi plexus Auerbach pada segmen esofagus menyebabkan hilangnya pengaturan
neurologis. Degenerasi plexus disebabkan oleh proses autoimun ataupun infeksi kronis.
Segmen esofagus bagian distal menyempit dan tidak mampu berelaksasi sehingga esofagus
bagian proksimal dari penyempitan mengalami dilatasi dan menjadi megaesofagus.
Manifestasi klinis yang timbul akibat akalasia esofagus antara lain:
1. Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia.
2. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring.
3. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya
untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan disfagia.
4. Rasa terbakar dan nyeri substernal dapat dirasakan pada fase awal.
5. Rasa penuh di substernal akibat akumulasi makanan pada esofagus.
Diagnosis akalasia dapat diduga terjadi pada seorang pasien hanya dengan anamnesis
yang baik. Namun, tetap harus dipikirkan diagnosis banding seperti keganasan atau benda
asing pada esofagus. Pengukuran tekanan dalam lumen esofagus dengan manometri
menentukan diagnosis akalasia karena pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding
esofagus menyebabkan tingginya tekanan dalam lumen esofagus. Pada esofagogram terdapat
gambaran birds beak yaitu gambaran esofagus yang berdilatasi dengan penyempitan
dibagian distal.
Penatalaksanaan pada akalasia dapat menggunakan dilatasi dengan Gruntzie-type
balloon efektif terhadap 60% pasien dengan resiko perforasi kurang dari 4%. Bedah
esofagotomi dapat dilakukan dengan cara memotong otot esofagus pada arah sumbu esofagus
sepanjangn sfingter bawah di luar mukosa. Hasil operasi ini cukup memuaskan dengan
tingkat keberhasilan mencapai 80%-90%.

G. GASTROCHISIS
Gastroschisis merupakan salah satu kelainan dinding abdomen yang sering
ditemukan, walaupun secara anatomis, embriognesis, manifestasi klinis dan masalah
yang ditimbulkan berbeda dengan omphalocele. Kedua kelainan tersebut dapat
didiagnosa prenatal dengan menggunakan USG dan mudah dibedakan melalui lokasi
dari defek dan ada tidaknya kantung yang membungkus usus yang eviserasi.

Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura) merupakan defek kongenital dinding


anterior abdomen yang berada di sebelah kanan umbilikus, dimana otot rektus intak
dan normal. Ukuran defek bervariasi dari 2-4 cm, umumnya lebih kecil dari defek
pada omphalocele. Gaster, usus halus dan kolon dapat ditemukan berada di luar
rongga abdomen. Jarang ditemukan hepar, testis maupun ovarium yang herniasi.
Tidak ditemukan kantong yang menutupi organ yang herniasi. Gastroschisis pertama
kali dilaporkan oleh Calde pada tahun 1733 dan tindakan pembedahan pertama
dilakukan oleh Fear pada tahun 1878.
Embriologi
Pembentukan dinding abdomen terjadi pada minggu keempat masa gestasi dimana
embrio berkembang dan membentuk lipatan ke arah kraniokaudal dan mediolateral. Lipatan
abdomen bagian lateral akan bertemu di bagian midline anterior dan mengelilingi yolk sac,
yang pada akhirnya menyebabkan yolk sac mengerut masuk ke yolk stalk yang kemudian
berkembang menjadi umbilikal cord. Pada masa gestasi minggu keenam, pertumbuhan usus
yang cepat menyebabkan herniasi usus kedalam umbilikal cord. Elongasi dan rotasi usus
terjadi selama lebih dari empat minggu. Pada minggu kesepuluh, usus masuk kembali ke
rongga abdomen dan duodenum pars satu, dua, dan tiga, kolon asendens dan desendens
terfiksasi dalam retroperitoneal.
Etiologi gastroschisis masih belum dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan
antara lain kegagalan mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior,
kegagalan usus herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat
meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian midline
akan meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus. Teori lain mengatakan bahwa defek
pada dinding abdomen terjadi akibat adanya trombosis vena omfalomesenterik kanan yang
menyebabkan iskemik dinding abdomen. De Vries dan Hoyme berpendapat bahwa trombosis
vena umbilikalis menyebabkan nekrosis di sekitar dinding abdomen, sehingga defek terjadi di
sebelah kanan. Teori ini mendukung adanya hubungan antara gastroschisis dengan atresia
intestinal dengan dilakukannya observasi bahwa gastroschisis kadang-kadang berhubungan
dengan atresia intestinal, yang etiologinya terjadi akibat iskemik. Sebagian penelitian
menyebutkan bahwa faktor genetik sebagai penyebab perkembangan gastroschisis dan
beberapa pula menyatakan kemungkinan faktor teratogen dari lingkungan yang berkontribusi
terhadap tejadinya defek.
Insidens
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis di dunia
meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada ibu usia muda. Ibu
yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan terekspos lingkungan yang toksin
dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis. Lebih sering terjadi pada laki-laki.
Kelainan Penyerta
Kelainan penyerta pada gastroschisis jarang ditemukan, paling sering berhubungan dengan
kelainan di midgut. Atresia intestinal/stenosis terjadi sekitar 10-15% kasus. Perforasi usus
ditemukan pada 5% pasien. Kelainan lain yang jarang termasuk undesensus testis, hipoplastik
gallbladder, hidronefrosis, Meckels divertikulum dan duplikasi intestinal. Pada tahun
pertama kehidupan bayi dengan gastroschisis sering ditemukan gastroesophageal reflux
(16%) dan undesensus testis (15%) yang sembuh spontan.
Gambaran Klinis
Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen di sebelah kanan umbilikus, dengan
diameter < 4cm. Tidak ada kantong yang menutupi organ yang herniasi. Pada saat lahir, usus
yang herniasi masih tampak normal, tapi 20 menit setelah lahir usus yang keluar akan tampak
udem dan banyak eksudat fibrin sehingga loop usus sulit dilihat dengan jelas. Bayi dengan
gastroschisis biasanya lahir prematur dan mempunyai masalah respirasi.

Diagnosis Prenatal dan Penatalaksanaanya


Defek dinding abdomen dapat dideteksi melalui USG sedini mungkin sejak usia kehamilan
10-12 minggu. USG mempunyai spesifitas 95% dan sensifitas 60-75% dalam mendiagnosa
defek dinding abdomen. USG dapat mendeteksi hepar yang berada di luar rongga abdomen
tetapi tidak dapat melihat atresia intestinal pada gastroschisis. Serial USG pada trimester
ketiga dapat mendeteksi diameter dan penebalan usus yang dicurigai akibat adanya obstruksi
vaskular. Penebalan dinding usus dan dilatasi usus disertai dengan diameter defek yang
mengecil merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan untuk mencegah
nekrosis usus.

Diambil dari : Diambil dari :

http://www.healthbase.com/resources/images/general/gastroschisis.jpg
http://med.brown.edu/pedisurg/images/ImageBank/AbdWallDefects/Ultrasound.jpg

Peningkatan alpha-fetoprotein dan acetylcholinesterase dalam cairan amnion berkorelasi


dengan gastroschisis. Alpha-fetoprotein dapat meningkat hingga 9 kali pada gastroschisis.
Pada penelitian Saller dkk tahun 1994 terdapat peningkatan alpha-fetoprotein 9,42 kali pada
gastroschsis. Tucker dkk tahun 1992 melaporkan peningkatan acetylcholinesterase 80% pada
gastroschisis.
Jika defek dinding abdomen teridentifikasi, maka kelainan penyerta lainnya harus
dicari. Pada gastroschisis cukup dengan mencari kelainan anatomis lainnya. Pada beberapa
penelitian sekitar dua pertiga kelainan penyerta lainnya dapat terdeteksi.
Saat ini, repair intrauterin tidak dianjurkan pada gastroschisis. Hal ini berdasarkan prinsip
bahwa usus yang terpapar cairan amniotik akan menyebabkan kerusakan usus. Beberapa
peneliti menganjurkan dilakukan amniotic fluid exchange atau amnioinfusion pada fetus
dengan gastroschisis. Pada binatang percobaan, kerusakan usus dapat diperbaiki
menggunakan teknik ini.
Bayi gastroschisis dilahirkan lebih awal untuk meminimalkan kerusakan usus akibat
terpapar cairan amnion. Cara persalinan yang optimal untuk bayi-bayi dengan gastroschisis
telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Pendukung persalinan caesar berpendapat
bahwa proses persalinan pervaginam akan menyebabkan cedera pada usus yang terpapar.
Kepustakaan mengemukakan bahwa baik persalinan pervaginam maupun seksio keduanya
aman. Penelitian metaanalisis terbaru dari Segel dkk tidak berhasil menunjukan perbedaan
outcome dari persalinan pervaginam atau persalinan seksio.
Persalinan lebih awal janin dengan gastroschisis dianjurkan untuk membatasi paparan usus
terhadap cairan amnion dalam upaya untuk mengurangi peel yaitu radang pada permukaan
usus. Motilitas yang buruk dari usus diperkirakan berhubungan dengan paparan dari cairan
amnion dan perubahan komposisi matriks seluler dan ekstra seluler dinding usus. Interleukin-
6, interleukin-8 dan ferritin meningkat pada cairan amnion bayi dengan gastroschisis saat
dibandingkan dengan kontrol. Cytokine cairan amnion dan mediator proinflamasi lainnya
telah menunjukan kerusakan dari plexus nervus myentericus dan sel-sel interstisial dari Cajal
pada binatang percobaan gastroschisis. Kerusakan pada sel-sel pacemaker dan plexusplexus
nerve mungkin turut berkontribusi dalam dismotilitas dan malabsorbsi yang didapatkan pada
pasien-pasien dengan gastroschisis. Edema usus dan pembentukan peel meningkat yang
bermakna jika defek gastroschisis menekan aliran venous dari usus yang herniasi. Persalinan
dini mungkin menurunkan efek ini. Berat badan lahir rendah tampaknya mempengaruhi
outcome, bayi-bayi kurang dari 2 kilogram akan meningkatkan waktu full enteral feeding,
meningkatkan lama hari pemakaian ventilator dan peningkatan lamanya nutrisi parenteral
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lebih dari 2 kilogram.
Beberapa penulis menyarankan persalinan prematur yang selektif berdasarkan tampilan
distensi dan penebalan usus pada temuan ultrasonografi prenatal. Adanya usus bayi yang
dilatasi telah menunjukan luaran yang buruk, termasuk gawat janin dan kematian pada
beberapa penelitian tapi tidak pada penelitian lainnya. Satu faktor yang digunakan yaitu
dilatasi usus, untuk memprediksi luaran namun memiliki keterbatasan yaitu definisi umum
tentang dilatasi dimana nilainya berkisar antara 7-25 mm yang dipertimbangkan abnormal.
Waktu dari ultrasonografi serta pengukuran usus juga terbatas standarisasinya.
Adanya atresia usus juga berhubungan dengan memburuknya luaran menurut beberapa
penulis. Diantara mereka yang menyarankan persalinan lebih awal ada yang berpendapat
bahwa persalinan dilakukan secara seksio secara rutin. Beberapa berupaya menginduksi
persalinan pada usia gestasi 36-37 minggu. Para ahli menemukan bahwa persalinan dapat
berhasil diinduksi pada kehamilan-kehamilan dengan gastroshisis pada sebagian besar kasus,
kemungkinan karena tendensi yang mengikutinya untuk lahir prematur. Kebanyakan penulis
menganjurkan persalinan pada pertengahan trimester ketiga dengan mempersiapkan akses
secepat mungkin kepada ahli bedah anak dan neonatus.
Penatalaksanaan Awal
Penanganan pertama pada bayi baru lahir dengan gastroschisis meliputi resusitasi
cairan, NGT dekompresi, mencegah hipotermia. Pada gastroschisis perlu diperhatikan
keadaan usus untuk memastikan aliran darah tidak tertekan oleh puntiran mesenterium atau
jepitan defek dinding abdomen. Jika ukuran defek dinding abdomen menyebabkan gangguan
vaskularisasi maka defek harus segera diperlebar. Pemberian antibiotik spektrum luas,
biasanya digunakan kombinasi Ampisilin 100 mg/kg/hari dan Gentamisin 7,5 mg/kg/hari.
Resusitasi cairan berdasarkan hemodinamik, urin output, perfusi jaringan dan koreksi asidosis
metabolik (jika ada). Semua bayi dengan kelainan defek dinding abdomen harus diperiksa
dengan teliti kelainan penyerta lainnya.
Neonatus dengan gastroschisis akan kehilangan air evaporasi secara nyata dari rongga
abdomen yang terbuka dan usus yang terpapar. Akses intravena yang memadai harus
diberikan dan resusitasi cairan harus dimulai sejak awal kelahiran. Pemberian cairan pada
bayi dengan gastroschisis sekitar 175 ml/kgbb/hari. Sedangkan pada bayi prematur
pemberian cairan 90-125 ml/kgbb/hari. Pemasangan NGT penting untuk mencegah distensi
lambung dan intestinal. Usus yang herniasi harus dibungkus dalam kasa yang dibasahi saline
hangat, dan ditempatkan di tengah dari abdomen. Usus harus dibungkus dalam kantung kedap
air untuk mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga hemostasis suhu. Walaupun
gastroschisis seringnya merupakan kelainan yang tersendiri tapi pemeriksaan bayi yang
seksama harus dilakukan untuk menyingkirkan kelainan bawaan yang mungkin menyertai.
Sebagai tambahan pemeriksaan intestinal yang cermat dilakukan untuk mencari bukti adanya
atresia intestinal, nekrosis maupun perforasi.
Penatalaksanaan Pembedahan
Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan visera ke
rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena trauma langsung atau
karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya mencakup pemasangan silo, reduksi
serial, dan penundaan penutupan dinding abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara
operatif dan reduksi primer atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai
tambahan waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari repair
segera di ruang persalinan, reduksi dan penutupan di neonatus intensif care unit sampai
penutupan bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi usus untuk mencari jeratan
obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Jeratan yang melintang loop usus harus
dilepaskan sebelum pemasangan silo atau penutupan abdomen primer untuk menghindari
terjadinya obstruksi usus. Hipomotilitas usus hampir didapatkan pada semua pasien
gastroschisis, oleh karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak awal.
Menurut sejarah, penutupan primer gastroschisis dianjurkan disemua kasus. Metode
ini dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi memungkinkan untuk di
reduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi, namun akhir-akhir ini beberapa penulis
menganjurkan penutupan primer di ruangan tanpa anestesi umum. Banyak metode yang
digunakan pada keadaan dimana penutupan primer fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang
menggunakan umbilikus sebagai allograft, penggunaan prostetik mesh nonabsorben atau
material bioprostetik. Pilihan prostetik termasuk mesh non-absorben atau material
bioprostetik seperti dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook, Inc., Bloomington,
IN). Setelah penutupan fasia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi penutupan
dinding abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan diharapkan penyembuhan
secara sekunder. Kebanyakan ahli bedah akan membuang umbilikus saat dilakukan repair
gastroschisis. Namun, pada beberapa kasus tetap dipertahankan untuk memberikan hasil
kosmetik yang baik. Pilihan lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi usus dan
menempatkan sebuah lapisan silastik di bawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi.
Teknik ini berguna pada bayi-bayi di saat dokter bedah mempertimbangkan tentang
perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya penutupan fasia dan kulit. Lembaran
silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan dinding abdomen dan kulit ditutup.
Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika menggunakan kateter.
Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intraabdomen dan berkaitan dengan menurunnya perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika
diatas 20 mmHg mengakibatkan gagal ginjal dan iskemik usus.
Pada gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal, penatalaksanaan reseksi dan
anastomosis dapat dilakukan pada saat penutupan defek dinding abdomen. Jika tindakan
anastomosis tidak memungkinkan, tindakan repair pada atresia intestinal dapat dilakukan 4-6
minggu kemudian setelah penutupan defek. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat
stoma pada kasus dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi terjadi,
segmen yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer jika inflamasi usus
minimal. Alternatifnya, jika stoma dibuat dan penutupan primer dilakukan dengan penutupan
dari stoma dapat dilakukan nantinya. Pada kasus dimana perforasi telah terjadi dan penutupan
primer tidak mungkin dilakukan, silo dapat dipasang dan area perforasi dieksteriorisasi
melalui sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat dibuat
pada saat penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari literatur tentang
manajemen optimal dari masalah komplikasi ini.

Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Tahun 1950an oleh Kearns
dan Clarke membuat cutis graft terdiri dari dermis dan fasia rektus anterior. Bilateral flap
dari otot, fasia dan kulit ke arah midline untuk penutupan fasia. Teknik yang paling terkini
adalah menggunakan tissue exspander yang diletakkan di cavitas abdomen untuk mereduksi
disproporsi abdominal viseral. Tissue expander dibiarkan sampai dengan penutupan fasia
dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah memilih untuk menggunakan patch untuk menutup
kulit, tetapi berbagai pengalaman mengemukakan bahwa bahan non reabsorben seperti
marlex, polypropylene mesh dan gor tex menunjukan angka tinggi terjadinya infeksi
termasuk saat mesh dilepaskan.
Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 dimana Teflon
menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti sekarang yang dikenal dengan silo.
Penggunaan silo pertama kali oleh Shermeta tahun 1970-an tapi gagal menarik perhatian
hingga tahun 1995. Silo telah digunakan untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990.
Metode ini untuk menghindari anestesi umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran dan
dapat mengontrol reduksi dari visera. Reduksi bertahap meminimalkan resiko peningkatan
tekanan intraabdomen.
Kidd dkk tahun 2003 dalam penelitiannya membandingkan staged closure dengan
primary closure pada gastroschisis melaporkan terjadinya komplikasi (NEC, sepsis dan
persiapan operasi) yang rendah pada pasien yang menggunakan staged closure. Namun,
mortalitas dan waktu dimulainya pemberian makan tidak menunjukkan perbedaan. Masalah
yang timbul dengan staged closure yaitu defek abdomen akan bertambah besar karena
peregangan, hal ini akan menyulitkan pada saat penutupan defek sehingga memerlukan
prostetik tambahan. Penelitian Lansdale dkk mengamati bahwa penggunaan silo yang lebih
dari 4 hari, akan menyulitkan penutupan defek dan ada resiko untuk menyisakan defek pada
fasia.
Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo dengan
penutupan bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan teori untuk menghindari
tekanan tinggi intraabdomen akan menghindari kerusakan iskemik dari organ visera dan
menyebabkan ekstubasi menjadi lebih cepat. Mula-mula, penutupan bertahap berupa
penempatan usus ke dalam silo yang terbuat dari lembar silastic yang dijahitkan bersama ke
dinding abdomen. Belakangan dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas sirkular yang dapat
ditempatkan pada bagian fasia yang terbuka, tanpa perlu dijahit dengan anestesi umum,
memungkinkan untuk pemasangan silo di ruang persalinan atau di ruangan pada unit
neonatal. Pada kasus yang sama, usus direduksi sekali atau dua kali sehari ke dalam rongga
abdomen dimana silo akan memendek dengan ligasi yang berkelanjutan. Saat isi eviserasi
telah seluruhnya tereduksi, penutupan definitif dapat dilakukan. Proses ini biasanya
berlangsung antara 1 hingga 14 hari, tergantung dari kondisi usus dan bayinya.

postoperative
Pada pasien yang telah diakukan penutupan primer masalah utama adalah apabila
pasien butuh ventilator mekanik untuk beberapa hari post operatif. Selama waktu itu, edema
usus dan dinding abdomen akan mereda dan tekanan intra abdomen akan turun. Sebuah studi
melaporkan, penggunaan ventilator mekanis lebih singkat pada pasien yang menjalani
reduksi silo bertahap jika dibandingkan dengan penutupan primer. NGT dipasang untuk
membantu dekompresi. Pemberian makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak
lagi hijau, produksinya minimal dan usus mulai bergerak. Sebaiknya feeding diberikan dalam
jumlah yang bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya diberikan mengingat lamanya waktu
sampai tercapai full enteral feeding. Sekitar 10% pasien dengan gastroschisis mengalami
hipomotilitas usus sehingga memerlukan parenteral nutrisi yang lebih lama. Penulis
menganjurkan untuk diberi stimulasi oral lebih dini karena refleks menghisap dan menelan
dapat hilang selama menunggu fungsi usus. Antibiotik diberikan selama 48 jam post operatif
kecuali terdapat tanda-tanda luka infeksi maka antibiotik dilanjutkan. Jika terjadi hernia,
operasi dilakukan setelah usia 1 tahun. Mesh dapat dipasang bila terdapat defek fasia yang
besar.
Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering digunakan untuk
mempercepat waktu untuk pemberian minum. Namun, sedikit literatur yang mendukung
penggunaannya. Prokinetik yang sering digunakan termasuk eritromisin, metoklopramide,
domperidone, dan cisapride. Pada model percobaan kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride
yang memperbaiki kontraktilitas dari usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas
hanya pada jaringan dewasa kontrol. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus
plasebo menunjukkan bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki waktu untuk
mencapai pemberian minum enteral yang penuh dibandingkan plasebo. Bagaimanapun juga,
percobaan acak yang serupa untuk memeriksa kegunaan dari cisapride pada post operatif
neonatus, pada kebanyakan gastroschisis, memang menunjukkan efek yang menguntungkan.
Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi dapat berakhir dengan
short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya antara lain infeksi luka operasi,
sepsis, hernia ventralis, perforasi usus, gagal ginjal, pneumonia aspirasi, NEC, dan
komplikasi lainnya akibat peningkatan tekanan intraabdomen (respiratory distress,
gastroesofageal refluks dan hernia inguinal).
outcome jangka panjang
Pada gastroschisis, outcome jangka panjang umumnya baik. Adanya atresia intestinal
merupakan faktor prognostik yang buruk. Pasien dengan atresia usus secara signifikan
membutuhkan nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko akibat yang berhubungan dengan
nutrisi parenteral total menyebabkan penyakit hepar cholestasis dan akses sentral
berhubungan dengan sepsis. Komplikasi ini mengarah pada 20 kali peningkatan risiko
kematian dibandingkan dengan pasien tanpa atresia. Kebanyakan pasien dengan gastroschisis
akan tumbuh secara normal. Pada pasien yang umbilikusnya dibuang pada saat repair
gastroschisis, dilaporkan lebih dari 60% pasien mengalami stres psikososial akibat tidak
adanya umbilikus. Kriptorkismus dihubungkan dengan gastroschisis dengan insidensi dari
15% hingga 30%. Tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal ini disebabkan karena testis
berada diluar abdomen melalui defek dinding abdomen, mengarah pada maldesensus
testikular, atau akibat prematuritas yang berhubungan dengan gastroschisis.

H. STENOSIS PILORUS
Definisi
Stenosis pilorus adalah suatu kelainan kongenital dimana lumen pilorus pada lambung
menyempit akibat dari hipertrofi otot sirkulernya sehingga makanan terhambat dan tidak bisa
masuk ke duodenum.

Faktor Resiko
- Laki laki memiliki faktor resiko lebih tinggi dari perempuan
- Riwayat genetik
- Ibu dengan riwayat konsumsi obat obatan
Diagnosis dan Manifestasi Klinis
- Anak kesakitan dan menangis, terutama setelah diberi susu
- Muntah proyektil (menyembur kuat)
- Gerak peristaltis lambung terlihat saat dilakukan inspeksi
- Teraba otot pilorus yang menebal seperti benjolan saat dilakukan palpasi
- Dehidrasi
- Turgor kulit menurun
- Mata cekung
- Konstipasi
- Oliguri
- Anak selalu merasa haus, tetapi kesakitan setelah diberi susu dan berat badan
menurun
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan BOF, hasil dari pemeriksaan akan
menunjukkan gambaran double bubble (lumen lambung dan duodenum yang terisi dengan
udara).
Penatalaksanaan
Anak dipersiapkan untuk operasi Ramstedt (piloromiotomi).
Prognosis
Prognosis baik apabila segera dilakukan penanganan. Keterlambatan dari diagnosis
atau penanganan dapat mengakibatkan dehidrasi berat pada bayi dan mengalami syok.

I. HERNIA DIAFRAGMATICA

Pengertian
Hernia diafragmatika adalah masuknya organ-organ abdomen melalui defek (lubang)
pada diafragma ke dalam rongga toraks. Secara umum terdapat tiga tipe dasar
herniadiafragmatika yaitu hernia Bochdalek (melalui defek posterolateral), hernia Morgagni
(melalui defek anterio retrosternal) dan hiatus hernia.
Secara umum terdapat tiga tipe dasar hernia diafragmatika kongenital yaitu hernia
Bochdalek(posterolateral), hernia Morgagni (retrosternal atau anterior), dan hiatus hernia
yaitu masuknya esofagus abdominal dan cardia gaster ke dalam rongga dada melalui
pelebaran hiatus esofagus. Hernia Bochdalek terjadi karena kegagalan penutupan membran
pleuroperitoneal kiri, sedangkan hernia Morgagni timbul karena kegagalan bersatunya otot
rusuk dan sternal.

Etiologi
Hernia diafragmatika paling sering disebabkan oleh kegagalan satu atau kedua selaput
pleura peritoneal untuk menutup saluran-saluran perikardioperitoneal selama kehamilan
minggu ke 8.

Manifestasi Klinis
Distres pernapasan (Apgar score rendah) merupakan manifestasi klinis hernia
diafragmatika yang dapat terjadi segera setelah lahir atau timbul 24- 48 jam setelah periode
stabil. Manifestasi awal meliputi takipneu, grunting, retraksi dinding dada, pucat, sianosis
dan tanda klinis shunting dan persistent fetal circulation.Pada pemeriksaan fisik didapat
abdomen yang scaphoid, barrel chest, distress nafas/ sianosis dan pulsasi apeks jantung ke
arah kontralateral. Keempat kelainan ini (tetrad) merupakan salah satu kriteria penting untuk
penentuan diagnosis. Peristaltik pada sisi toraks yang terkena, tidak selalu terdengar pada
auskultasi. Keadaan klinis yang dominan menurut Johnson dan Steinberg3 adalah
terganggunya fungsi pernapasan akibat desakan abdomen terhadap paru, hipoplasia paru, dan
hipertensi pulmonal yang akhirnya dapat menimbulkan gagal napas akut.
Gejalanya berupa:
1. Gangguan pernafasan yang berat
2. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) .
3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
4. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
5. Takikardia (denyut jantung yang cepat)
6. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
7. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
8. Bising usus terdengar di dada
9. Perut teraba kosong.

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
b. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
c. Bising usus terdengar di dada.
d. Perut teraba kosong..
e. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.
f. Pemeriksaan CT Scan atau USG FAST untuk memastikan diagnosis rupture diafragma dan
hernia diafragma.
Analisis gas darah, untuk menentukan adanya asidosis respiratorik akibat distress
nafas, analisis gas darah dapat sebagai indikator sederhana untuk menilai derajat hipoplasia
paru dan dapat diduga adanya hipoplasia paru yang berat bila PCO2 diatas 50 torr.
Pemeriksaan kromosom, untuk membantu menemukan adanya kelainan kongenital lain
sehingga dapat diperkirakan penyulit yang mungkin terjadi.
Rontgen ,Pada foto dada ditemukan gambaran udara intestinal dalam rongga dada.
Pemasangan pipa orogastric dapat membantu menentukan posisi lambung (intra abdominal
atau intra thorakal). Pada hernia Bochdalek kiri dapat ditemukan adanya gambaran udara atau
cairan usus pada hemitorak kiri dan pergeseran bayangan jantung ke kanan. Pemeriksaan
radiologis dada juga dapat menentukan ada tidaknya pneumothorax.
Ultrasonografi (USG), pemeriksaan USG jantung untuk mengetahui adanya kelainan
jantung bawaan. USG ginjal diperlukan untuk menentukan ada tidaknya kelainan saluran
urogenital. USG kepala diperlukan untuk evaluasi adanya perdarahan intraventrikular, infark,
atau kelainan intrakranikal yang lain. Sedangkan USG antenatal (in utero) dapat mendeteksi
adanya polihidramnion(80% kasus hernia Bochdalek disertai dengan polihidramnion), tidak
terdapat gambaran udara dalam lambung di rongga abdomen, terdapat gambaran udara
lambung dalam rongga dada, pergeseran mediastinum dan proyeksi jantung, dan walaupun
jarang.
Pemasangan pulse oximetry, sangat membantu dalam diagnosis dan tata laksana
hipertensi pulmonal persisten yang timbul akibat adanya hipoplasia pulmonal. Pulseoximetry
dipasang pada preductal (tangan kanan) dan postductal (kaki sisi berlawanan) untuk
menentukan adanya shunt kanan ke kiri pada ductus arteriosus.
Ekokardiografi, pemakaian ekokardiografi pada bayi baru lahir dengan hernia
Bochdalek dan mengemukakan bahwa terdapat korelasi terbalik antara hubungan arteria
pulmonalis kiri dengan derajat hipoplasia paru.

tata laksana
a. Anak ditidurkan dalam posisi setengah duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan
teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis.
b. Beri oksigen.
c. Rongent, USG, Fluoroskopi.
d. Bedah, transplantasi paru.
a. Pemeriksaan fisik
1) Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata
2) Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3) Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang
terletak di hemitoraks kanan
4) Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang
5) Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6) Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7) Bising usus terdengar di dada

b. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis
diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
Yang dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami hernia
diafragmatika yaitu :
1. Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.
2. Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari
isi perut terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas.
3. Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi
agar tidak terjadi aspirasi.
4. Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan
yang lebih baik.
komplikasi
a. Gangguan Kardiopulmonal karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum
ke arah kontralateral.
b. Sesak nafas berat berlanjut dengan asfiksia.
c. Mengalami muntah akibat obstruksi usus.
d. Adanya penurunan jumlah alveoli dalam pembentukan bronkus.

J. DIVERTICULUM MERCEL
a. Definisi
Kelainan kongenital dimana pada dinding usus halus terdapat tonjolan keluar yang
mendapat supply langsung dari arteri mesenterikum
b. Penyebab
Gagal menutup dengan sempurna ductus vitelinus yang kemudian membentuk
kantung kecil keluar pada ileum

c. Gejala Klinis
Biasanya tak bergejala, jika mengandung jaringan ektopik lambung maka dapat
terjadi
Ulserasi
Perdarahan
Mual dan muntah

d. Pemeriksaan Penunjang
Cek hematokrit
Cek Hb
Meckels Scan
Injeksi isotop Technetium 99 melalui intravena yang nantinya akan diambil
gambar abdomen dengan kamera gamma sehingga dapat terdeteksi ada atau
tidaknya Diverticle Meckels karena jaringan ektopik akan menghasilkan
isotop yang sama.

e. Tata Laksana
Dilakukan operasi untuk memotong Diverticle Meckels jika perdarahan meningkat

f. Komplikasi
Dapat terjadinya perdarahan dan peritonitis

g. Prognosis
Kebanyakan orang dapat pulih setelah operasi.

K. ATRESIA DUODENAL
Definisi :
Kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik. Bisa mengalami penyempitan
parsial maupun komplit dimana ketika mengalami penyempitan parsial dinamakan atresia
duodenal.
Penyebab :
Idiopatik, sering dijumpai bersama sindrom down , pada beberapa penelitian diduga
gangguan pembuluh darah mesenterika.
Insidensi :
Insidens atresia duodenum adalah 1 : 10.000 kelahiran meliputi sekitar 25-40% dari
semua atresia usus. Setengah dari penderita dilahirkan prematur. Sindrom down terjadi
sekitar 20-30%penderita atresia duodenum. Anomali lain yang diserta atresia duodenum :
malrotasi(20%), atresia esofagus ( 10-20%), penyakit jantung bawaan (10-15%), dan anomali
anorektal serta ginjal (5%).

Patogenesis :
Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen setelah fase
padatpada perkembangan usus pada minggu ke 4 dan 5. Jadi dalam embriologinya selama
bulan kedua lumen duodenum mengalami proliferasi di dindingnya sehingga menyebabkan
tertutupnya lumen, namun lumen ini akan mengalami rekanalisasi sehingga apabila proses
tersebut gagal maka akan terjadi atresia.
Gejala:
Muntah proyektif yang mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi
setelah hari pertama kelahiran, gelombang peristaltik mungkin terlihat pada awalnya, ada
riwayat polihidramnion pada pertengahan kehamilandisebabkan oleh kegagalan proses
penyerapan cairan amniondi bagian distal usus. Ikterik tampak pada sepertiga bayi. Adanya
gambaran double bubble di pemeriksaan foto polos abdomen. Mekonium sedikit , abu-abu
dan kering.
Px penunjang :
Prenatal : USG , mendeteksi adaya gambaran double bubble biasanya terdeteksi pada bulan
ke 7 atau 8 bisa juga pada minggu ke 20
Postnatal : radiografi , X-ray gambaran double bubble sign tanpa gas di distal usus, pada sisi
proximal nampak terisi cairan &udara, dilatasi duodenum proximal.
Px serum darah lengkap dan fungsi ginjal untuk mengecek keseimbangan cairan elektrolit
karena dehidrasi
Terapi :
Pre operatif : resusitasi cairan
Intra operatif : duodenojejunostomi
Pasca operatif : menggunakan trananastomotic tube pada jejunum untuk suplai nutrisi

L. MALROTASI USUS

Definisi
Malrotasi merupakan anomali kongenital berupa gagalnya suatu rotasi/perputaran dan fiksasi
normal pada organ, terutama usus selama perkembangan embriologik. Malrotasi dapat terjadi
disertai atau tanpa volvulus. Volvulus merupakan kelainan puntiran dari segmen usus.
Keadaan ini disebabkan karena adanya rotasi usus di sekeliling cabang arteri mesenterika
superior. Normalnya usus primer berotasi 270 berlawanan dengan arah jarum jam. Akan
tetapi kadang-kadang putaran hanya 90 saja. Apabila hal ini terjadi, kolon dan sekum adalah
bagian usus pertama yang kembali dari tali pusat, dan menempati sisi kiri rongga perut, usus
yang kembali belakangan makin terletak di kanan, sehingga mengakibatkan kolon letak kiri.
Apabila volvulus mengenai seluruh bagian usus maka keadaan ini disebut volvulus midgut.
Epidemiologi: Insiden malrotasi usus terdapat pada 1 dari 500 kelahiran hidup. Hampir 60%
kasus terjadi pada 1 bulan kehidupan, sekitar 20% kasus terjadi pada usia 1 bulan sampai 1
tahun, dan sisanya muncul pada usia lebih dari 1 tahun, yaitu pada masa anak-anak bahkan
dapat terjadi pada orang dewasa dengan insiden yang lebih kecil dibandingkan anak.11
Malrotasi dapat merupakan kelainan kongenital tunggal tetapi biasanya malrotasi ditemukan
bersama kelainan kongenital lain. Sekitar 70% anak dengan malrotasi usus juga memiliki
kelainan lain seperti kelainan jantung, limpa, hati dan sistem pencernaan lain. Mortalitas pada
bayi yang mengalami malrotasi adalah sekitar 30% padatahun 1950-an dan 1960-an, tetapi
kemudian menurun hingga 3%5%. Volvulus banyak menyerang usia neonatus, yaitu 68-
71%. Infant dengan malrotasi, sebanyak 40% bermanifestasi klinis saat minggu pertama
kelahiran, 50% pada bulan pertama dan sisanya bermanifestasi lebih dari 1 bulan.

Etilogi
Lengkung usus tengah yang terletak pada ujung umbilikus berotasi sebesar 90 derajat
berlawanan arah jarum jam (dilihat dari anterior) dengan arteri mesenterika superior sebagai
aksisnya (lengkung kranial mengarah ke kanan bawah sedangkan lengkung kaudal naik ke
kiri atas). Proses tersebut lengkap setelah minggu ke-8. Selama rotasi, lengkung kranial usus
tengah memanjang dan membentuk lengkung jejunum-ileum, sedangkan perluasan dari
sekum membentuk suatu tunas yaitu apendiks vermiformis. Pada minggu ke-10 intrauterin,
sekum dan usus halus kembali keintra abdomen dari saluran tali pusat. Sekum mengadakan
rotasi menuju ke kuadran kanan bawah dan usus halus berotasi dengan aksis arteri
mesenterika superior, sehingga sekum terfiksasi pada kanan bawah dan usus halus terfiksasi
pada peritoneum posterior. Setiap hambatan rotasi dan kembalinya sekum dan usus halus ke
abdomen pada setiap tempat menyebabkan pembentukan pita ( Ladds band) yang menyilang
duodenum dan sekum yang tidak berotasi sempurna dan menyebabkan mesenterium usus
halus tidak terfiksasi pada dinding posterior abdomen. Usus halus bebas bergerak tanpa
fiksasi sehingga memungkinkan terjadinya volvulus. Midgut merupakan bagian embriologis
yang kemudian menjadi duodenum, jejunum, ileum, sekum, apendiks, kolon asending, kolon
bagian fleksura hepatik dan kolon transversal pada manusia pasca lahir. Volvulus midgut
merupakan keadaan yang disebabkan oleh kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa
embriologi dan merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrik karena menyebabkan adanya
obstruksi dan iskemia jaringan usus. Kasus volvulus midgut banyak ditemukan pada satu
tahun pertama kehidupan. Beberapa kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia
masih menjadi janin dan mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang mungkin
menyebabkan volvulus midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah akibat tidak adanya otot
dari saluran cerna dan defek mesenterika.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik malrotasi usus dan volvulus sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai gejala akibat nekrosis usus yang mengancam jiwa. Neonatus dengan malrotasi usus
mengalami nuntah berwarna hijau (muntah bilier), akibat obstruksi setinggi duodenum oleh
pita kongenital dan merupakan gejala utama adanya obstruksi usus pada bayi dan anak.
Apabila gejala ini terdapat pada anak berusia kurang dari 1 tahun maka harus dipikirkan
adanya malrotasi dan volvulus midgut sampai terbukti akibat kelainan lain. Selama masa
neonatus sampai usia 1 tahun, pasien dapat mengalami berbagai gejala seperti pada tabel
- Muntah (akut atau kronik)
- Nyeri perut, biasanya berat, akut, kronik, dengan atau
tanpa muntah
- Diare kronik
- Konstipasi
- Mual
- Irritabilitas atau letargi
- BAB darah
- Gagal tumbuh
Manifestasi klinis lain pada bayi dengan malrotasi adalah dehidrasi akibat muntah yang
sering dengan gejala bayi tampak gelisah, tidak tenang, BAK yang berkurang, letargi, UUB
cekung dan mukosa bibir kering. Apabila terjadi volvulus, aliran darah usus dapat berkurang
sehingga menimbulkan nekrosis usus dan bayi dapat menunjukkan gejala peritonitis atau
syok septik berupa hipotensi, gagal nafas, hematemesis atau melena.

Pemeriksaan Penunjang:
1. Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak banyak membantu diagnosis volvulus, namun
berguna untuk persiapan operasi. Pemeriksaan penunjang laboratorium juga dapat
mengkonfirmasi adanya komplikasi dari volvulus. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis
dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan pada
obstruksi saluran cerna. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan
adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah menunjukkan abnormalitas pada pasien
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan asidosis metabolik bila ada tanda -
tanda syok dan dehidrasi
2. Pemeriksaan Radiologis Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau
radiologis diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan
adalah : a. Foto polos Abdomen. Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat
menunjukan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung dan
duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara dengan cairan (air-fluid
level ). Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya obstruksi, baik bagian proksimal
maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut dicurigai bila duodenojejunal
junction berada di lokasi yang tidak normal atau ditunjukan dengan letak akhir dari
kontras berada. Foto dengan kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian bawah,
dilakukan juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk mencurigai adanya
penyakit Hirschsprung.
3. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis
volvulus, namun pada pemeriksaan ini didapatkan cairan intraluminal dan edema di
abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomi arteri dan vena mesenterika superior
dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi, walaupun tidak selalu. Gambaran
lain yang dapat terlihat pada pemeriksaan USG adalah gambaran whirpool sign yang
merupakan gambaran pembuluh darah mesenterika yang mengalami lilitan dapa volvulus
midgut. Upper gastrointestinal (UGI) series Apabila pemeriksaan USG tidak dapat
mendiagnosis malrotasi dengan volvulus, maka perlu dilakukan pemeriksaan upper
gastrointestinal (UGI) series. Pemeriksaan ini dapat digunakan dengan cepat dan relatif
aman karena dapat mengidentifikasi adanya malrotasi dan volvulus denagn menunjukkan
adanya abnormalitas posisi usus. Pada UGI series, dapat menunjukkan posisi Ligament
Treitz, yaitu suatu pita jaringan yang memfiksasi duodenum pada dinding
retroperitoneum dan dapat juga menunjukkan posisi duodenojejunal junction dan usus
yang berada di kiri garis tengah. Pada malrotasi, tampak perubahan posisi usus dari garis
tengah. Adanya volvulus dapat diindikasikan apabila terdapat gambaran dilatasi lambung
dan duodenum akibat obstruksi setinggi duodenum dan gambaran klasik corkscrew
yang merupakan gambaran duodenum dan yeyunum proximal yang terpelintir di sekitar
aksis mesenterika.
4. Barium Enema Barium sulfat menghasilkan gambaran radiopak (muncul di X-ray)
digunakan sebagai media kontras, kemudian dibiarkan mengalir ke dalam usus besar.
Udara dapat menggembung di dalam usus besar untuk membesarkan dan memberikan
gambar yang lebih baik (sering disebut "double-contrast"). Jika ada perforasi usus yang
diduga terjadi, sebuah kontras larut air digunakan sebagai pengganti dari barium.
Prosedur ini dinyatakan sangat mirip, walaupun gambar tidak cukup baik. Sebuah enema
barium jelas menampilkan herniasi kolon. Masalah lain seperti divertikulosis (kantong
kecil terbentuk pada dinding usus besar yang bisa mengalami peradangan) dan
intususepsi dapat ditemukan. Sebuah apendisitis akut yang terjadi atau puntiran dari loop
usus juga dapat dilihat. Jika gambar normal menyebabkan fungsional seperti irritable
bowel syndrome (IBS) dapat dipertimbangkan.
5. CT scan abdomen mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk mendiagnosis
adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Namun, CT scan jarang digunakan untuk
mendiagnosis malrotasi tanpa volvulus. Gambaran CT scan malrotasi dengan volvulus
meliputi gambaran pembuluh darah mesenterika dan usus yang melilit (whirl pattern),
edema mesenterika akibat obstruksi pembuluh vena dan limfe serta dilatasi lambung dan
duodenum. Penegakan diagnosis malrotasi dilakukan dengan memperhatikan temuan
tanda dan gejala dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan dapat disertai pemeriksaan
penunjang.
Penatalaksanaan: Prioritas utama penyelamatan pasien adalah dengan mendiagnosis
adanya volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis jaringan dan
syok hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan di abdomen. Perlu untuk
dilakukan tatalaksana resusitasi yang cepat jika ada tanda-tanda komplikasi. Prinsip
resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan mencegah terjadinya
inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi cairan segera, sementara menunggu untuk
dilakukan tindakan operatif. Pipa nasogastrik direkomendasikan untuk mengurangi
muntah serta pipa rectal untuk dekompresi volvulus usus besar serta untuk mengurangi
obstruksi akibat feses dan gas. Persiapan pra-bedah harus cepat, karena harus segera
menyelamatkan usus halus yang terancam nekrosis. Tata laksana bayi dan anak dengan
malrotasi dan volvulus adakah dengan tindakan bedah menggunakan prosedur Ladd.
Prosedur Ladd merupakan suatu prosedur bedah yang terdiri dari tindakan distorsi
volvulus midgut, membebaskan pita peritoneal, vertikalisasi duodenum, apendiktomi dan
mengembalikan posisi kolon dan sekum pada tempatnya di kiri abdomen

Komplikasi: Ada beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah usus bolong
(perforasi) dan infeksi dari rongga perut bila volvulus yang menyumbat usus tersebut
tidak segera diperbaiki. Komplikasi juga dapat timbul post-operasi, yaitu sindrom usus
yang pendek (akibat pemotongan saat operasi) dan radang pada peritoneum (peritonitis).

M. ATRESIA ANI
1. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Kelainan ini dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb).

2. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.

3. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis
menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak
rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan
genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal.
Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.

4. Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa :
1. Perut kembung.
2. Muntah.
3. Tidak bisa buang air besar.
4. Ketiadaan lubang anus pada pemeriksaan anal tussay atau ditemukan fistula

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
2. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
3. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
4. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
5. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
6. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada
bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
7. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah
dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah
antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan Atresia ani sampai saat ini hanya bisa dilakukan dengan
pembedahan. Pembedahan biasanya dilakukan 3 tahap, tahap pertama adalah
kolostomi untuk meredakan gejala dan mengurangi resiko mortalitas. Tahap kedua
berupa operasi definitif berupa pembuatan anus dan pemisahan fistel bila terdapat
fistel. Tahap terakhir operasi dilakukan untuk mengembalikan keadaan semula bayi.
Operasi ini hanya bisa dilakukan setelah mengikuti Rule of Tens (10 pound, 10
week, and 10 gram Hb).
7. Prognosis
Prognosis pasien sangat tergantung pada tingkat keberatan penderita. Pada
umumnya hasil operasi bisa baik apabila kelainan atrasia ani dengan letak rendah,
perbaikan sistem gastrointestinal bisa diharapkan. Namun, untuk pasien dengan
kelainan letak sedang atau tinggi, harapan kesembuhan semakin rendah. Beberapa
pasien harus menjalani kolostomi sepanjang hidup karena kehilangan kontrol
defekasi.

N. OMFALOKEL
Definisi
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut
sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat
hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus
yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan
ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada
omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar
dapat pula berisi hati atau limpa.
Etiologi
Etiologi penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang.
Beberapa faktor resiko ataufaktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel
diantaranya adalah infeksi,penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat,
hipoksia, penggunaan salisilat,kelainan genetik serta polihidramnion.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi,
penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada
timbulnya insufisiensiplasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur,
diantaranya bayi dengangastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen
padapercobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan.
Secara jelaspeningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografimemberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila
suatu kelainan didapatibersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan
amniosintesis guna melacak kelainangenetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan
tersebut harusdilacak dengan USG.
Tanda dan Gejala
Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsulin
Berat badan lahir > 2500 gr
Protrusi dari kantong yang berisi usu dan visera abdomen melalui defek dinding
abdomen pada umbilikus
Komplikasi
Menurut Marshall Klaus, 1998, komplikasi dari omphalokel adalah :
Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan
yang telanjang.
Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi yang adekuat
misalnya dengan nutrisi parenteral.
Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang
lama.
Nekrosis
Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang
memperburuk prognosis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan prenatal pada ompalokel
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed
consentpada orang tua tentang keadaan janin, resiko terhadap ibu, dan prognosis. Informed
consentsebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir
dibutuhkanguna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan
atau mengakhirikehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi
melalui pemeriksaan USGberkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama
kehamilan omphalokel mungkinberkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga
mempengaruhi pronosis.
Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate
postnatal),kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi
(konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan
omphalokele dangastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera
dirujuk ke suatu pusat yangmemiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak.
Bayi-bayi dengan omphalokelbiasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh
sehingga lebih sedikit membutuhkanresusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis
Konservatif
Dilakukan bila penutupan secara primer tidak memungkinkan, misalnya pada omfalokel
dengandiameter > 5 cm. Perawatan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Bayi dijaga agar tetap hangatb.
b. Kantong ditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9%c.
c. Posisi penderita miring.
d. NGT diisap tiap 30 menit

Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)


Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau
terdapatperbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami
herniasi ataueviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat
status klinis bayiyang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan
seperti pada bayi-bayiprematur yang memiliki hyaline embran disease atau bayi yang
memiliki kelainan kongenital beratyang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele
bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen
berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukanpenutupan (operasi/repair) secara primer
dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupundemikian, pernah mencoba
melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer denganmodifikasi dan berhasil.
Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsangepitelisasi dari
kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukanskin graft
yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada waktu kemudiandan
setelah status kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 %
merbromin(mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine
(betadine). Obat-obattersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu
pembentukan eskar bakteriostatikdan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi. Obat
tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong dengan elastik
dressing yang sekaligus secara perlahan dapatmenekan dan menguragi isi kantong.
Penatalaksanaan dengan operasi
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup
defek.Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga
seluruhpemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan.
Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang
mungkin ada (misalnya kelainan paru).
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal
danmenutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intra abomen, aproksimasi
dari kulitdan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah
tercapai resusitasidan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat
ruptur kantong danobstruksi usus.Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary
closure (penutupan secara primer ataulangsung) dan staged closure (penutupan secara
bertahap)

O. HERNIA INGUINAL
Definisi :
suatu kondisi medis yang ditandai dengan penonjolan jaringan lunak, biasanya usus,
melalui bagian yang lemah atau robek di bagian bawah dinding perut di lipatan paha. Perut
adalah daerah antara dada dan pinggul
Penyebab :
Mayoritas hernia inguinalis pada bayi dan anak adalah tidak langsung akibat dari
menetapnya prosessus vaginalis yang paten.
Insidensi :
Insiden hernia inguinalis pada anak belum ditegakkan tetapi antara 10-20: 1.000 kelahiran
hidup. Rasio antara anak laki laki dan wanita 4:1. 60% pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri,
10% bilateral.
Patogenesis :
Pada proses embriologinya gonad mulai berkembang selama 5 minggu kehamilan. Lalu
gubernakulum ligamentosa terbentuk dan turun pada salah satu sisi abdomen pada salah satu
sisi inferior gonad. Gubernskulum menurun melalui dinding inferior perut pada tempat cincin
inguinalis interna dan kanalis inguinais berikutnya. Testis yang pada mulanya terletak pada
rigi urogenital di retroperitoneum turun ke daerah cincin pada minggu ke 28. Setiap testis
turun melalui kanalis inguinalis eksterna ke prosessus vaginalis.
Ovarium juga turun ke dalam pelvis dari rigi urogenital tetapi tidak keluar dari hingga perut.
Gubernakulum bagian kranial berdiferensiasi menjadi ligamentum ovarii dan yang bagian
inferior menjadi ligamentum teres uteri yang masuk melalui cincin dalam labia mayora.
Prosesus vaginalis meluas ke dalam labia mayora .
Dalam keadaan normalnya , pada minggu terakhir kehamilan, lapisan prosesus vagnalis
berfusi dan berobliterasi masuk ke dalam saluran inguinaldi sekitar cincin interna. Kegagalan
inilah yang menyebabkan anomali inguinal.
Gejala :
Biasanya tampak sebagai benjolan pada daerah iguinal dan meluas ke depan atau dalam
skrotum, kadang kadang bayi akan datang dengan keadaan bengkak skrotum tanpa benjolan
sebelumnya. Bisa juga terlihat benjolan saat menangis atau mengejan, selama tidur hernia ini
mengurang secara spontan. Riwayat bengkak pada pangkal paha,labia .
Terapi :
Terapi pilihan harus dengan operasi karena tidak dapat sembuh secara spontan.

P. ATRESIA BILIARIS
1. Definisi
Atresia bilier merupakan penyakit yang ditandai oleh obliterasi fibrotik
sebagian atau seluruh lumen extrahepatic biliary tree yang terjadi pada 3 bulan
pertama dari kehidupan.
2. Etiologi
Penyebab atresia bilier tidak diketahui. Kedua jenis atresia bilier tampak
seperti "janin" form, yang muncul selama kehidupan janin dan hadir pada saat
kelahiran, dan "perinatal" form, yang lebih khas dan tidak menjadi jelas sampai kedua
sampai keempat minggu hidup. Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin
atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah kenyataan penting adalah bahwa atresia bilier adalah bukan penyakit
keturunan. Kasus-kasus atresia bilier tidak berjalan di keluarga; kembar identik telah
lahir dengan hanya satu anak yang memiliki penyakit ini. atresia bilier kemungkinan
besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar
saat kelahiran. Kemungkinan untuk acara "memicu" dapat mencakup satu atau
kombinasi dari faktor-faktor berikut:
- infeksi virus atau bakteri
- masalah sistem kekebalan
- komponen empedu yang abnormal
- kesalahan dalam pembangunan hati dan saluran empedu
-

3. Manifestasi Klinis
Tanda pertama atresia bilier adalah penyakit kuning, yang menyebabkan
warna kuning pada kulit dan putih mata. Penyakit kuning disebabkan oleh hati tidak
mengeluarkan bilirubin, pigmen kuning dari darah. Biasanya, bilirubin diambil oleh
hati dan dikeluarkan ke empedu. Namun, penyumbatan saluran empedu menyebabkan
bilirubin dan elemen lainnya untuk membangun empedu dalam darah.
Penyakit kuning mungkin sulit bagi orang tua dan bahkan dokter untuk
dideteksi. bayi sehat Banyak penyakit kuning ringan selama 1 sampai 2 minggu
pertama kehidupan akibat ketidakmatangan hati. Jenis penyakit kuning menghilang
normal pada minggu kedua atau ketiga kehidupan, sedangkan penyakit kuning yang
mendalam atresia bilier. Bayi yang baru lahir dengan penyakit kuning setelah 2
minggu hidup harus dibawa ke dokter untuk memeriksa masalah hati mungkin.
Tanda-tanda lain dari penyakit kuning adalah penggelapan urin dan
keringanan dalam warna gerakan usus. menggelapkan urin dari tingginya tingkat
bilirubin dalam darah tumpah ke urin, sementara bangku mencerahkan dari kurangnya
bilirubin mencapai usus. Pucat, abu-abu, atau buang air besar putih setelah 2 minggu
usia mungkin tanda yang paling dapat diandalkan untuk masalah hati dan harus
meminta kunjungan ke dokter.

4. Diagnosis dan pemeriksaan


Anamnesa, selain mendapatkan tanda klasik seperti riwayat kuning, feses akholik,
urin berwarna gelap, perlu diperhatikan pula untuk mencari kemungkinan etiologi dengan
menanyakan riwayat infeksi ibu pada saat hamil/melahirkan, berat badan lahir rendah dan
resiko hepatitis virus (transfusi darah, operasi) , serta paparan terhadap obat-obatan /
toksin.
Pemeriksaan fisik, pertumbuhan bayi dinilai dengan mengukur berat badan dan
lingkar kepala , sedangkan ikterus dicari pada kulit dan sklera. Jika pada pemeriksaan
fisik abdomen didapatkan hepatosplenomegali ataupun asites maka keadaan ini akan
memperburuk prognosa ..
Pemeriksaan penunjang rutin, darah tepi lengkap, gambaran darah tepi, urin rutin,
tinja 3 porsi dan biokimia darah.
Daftar Pustaka

Buku embriologi kedokteran Langman karangan T.W.Sadler


Butler Tjaden NE, Trainor PA. The developmental etiology and pathogenesis of
Hirschsprung disease. Transl Res. 2013 Jul. 162(1):1-15.

Behrman et all.2000. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Jakarta: EGC


Edisi 15 vol.2
Coe A, Collins MH, Lawal T, Louden E, Levitt MA, Pena A. Reoperation for Hirschsprung
disease: pathology of the resected problematic distal pull-through. Pediatr Dev
Pathol. 2012 Jan-Feb. 15(1):30-8.

Eroschenko V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Heanue TA, Pachnis V. Enteric nervous system development and Hirschsprung's disease:
advances in genetic and stem cell studies. Nat Rev Neurosci. 2007 Jun. 8(6):466-79.

Sherwood, L. Fisiologi Manusia. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. 2014.


Jakarta: ECG Press.
Yang WI, Oh JT. Calretinin and microtubule-associated protein-2 (MAP-2)
immunohistochemistry in the diagnosis of Hirschsprung's disease. J Pediatr Surg.
2013 Oct. 48(10):2112-7.
JohnsHopkins Medicine.Meckels Scan. 9 Februari 2017.
http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/gastroenterology/meckels_sca
n_161,102/

Medline. Diverticle Meckels. 9 Februari 2017.


https://medlineplus.gov/ency/article/000234.htm

MedLinePlus Medical Encyclopedia. Atresia Esophageal. 9 Februari 2017.


https://medlineplus.gov/ency/article/000961.htm

http://repository.unpad.ac.id/19133/1/GASTROSCHISIS.pdf

Anda mungkin juga menyukai