Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Grea

tinggal di Sepakat Apartemen ( RUSUNAWA) dan juga sebagai mahasiswi

Fakultas Kedokteran semester IV, Grea memiliki BB 69kg TB 158cm merasakan asam
pada mulut dan air liurnya pun banyak sehingga Grea sering menelan air liurnya, suatu
malam Grea bercerita pada temannya Tina bahwa dadanya terasa sesak dan rasa terbakar
hampir satu bulan ini, Grea juga merasa kan nyeri di ulu hati nya, menurut Tina, Grea
memiliki pola makan yang tidak teratur dan salah, terkadang Grea memakan banyak
goreng-gorengan dan makan banyak coklat, namun terkadang Grea juga tidak makan
seharian, yang di ketahui Tina, Grea saat ini sedang ada masalah dengan orang tuanya.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1. Nyeri ulu hati : keluhan nyeri disekitar epigastrium
2. Air liur : sekret kelenjar saliva yang mengandung enzim
1.3 Kata Kunci
1. Nyeri ulu hati
2. Dada sesak
3. Mulut asam
4. Air liur meningkat
5. Pola makan tidak teratur
6. BB: 69 kg, TB: 158 cm, BMI: 27,64
7. Rasa terbakar pada dada
8. Coklat dan gorengan
9. Stress
1.4 Rumusan Masalah
Grea, mahasiswi FK semester IV merasakan asam pada mulut, dada terasa sesak dan
rasa terbakar, nyeri pada ulu hati, serta memiliki pola makan yang salah dan tidak teratur.

1.5 Analisis Masalah

Grea (BB: 69kg, TB: 158cm) BMI: 27,64


Keluhan
DD:
- GERD
- Gastritis
- Ulkus peptikum

Nyeri ulu hati


Dada sesak dan terasa terbakar
Mulut asam
Air liur meningkat
- Definisi
- Patofisiologi
- Faktor resiko
- Gejala
- Etiologi
- Prognosis
- Epidemiologi

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Penanganan
Tata Laksana

Pencegahan

1.6 Hipotesis
Grea mengalami dispepsia dengan suspect GERD, penegakan diagnosis dengan
pemeriksaan penunjang
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Anatomi sistem pencernaan atas
2. Fisiologi gastroesofagus
3. Biokimia gaster
4. Dispepsia
5. GERD
6. Gastritis
7. Ulkus peptikum
8. Mekanisme mual dan muntah
9. Bagaimana pola makan dapat menyebabkan gangguan pada gastrointestinal?
10. Hubungan antara psikis dan penyakit yang diderita
11. Mengapa Grea merasa asam pada mulutnya?
12. Apa yang menyebabkan rasa terbakar pada dada Grea?
13. Apa perbedaan khas antara GERD, gastritis dan ulkus peptikum?
14. Cara menegakkan diagnosis: (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)?
15. Bagaimana tata laksana dan pencegahan pada kasus ini?
16. Bagaimana hubungan status gizi dengan penyakit
17. Mengapa memakan gorengan dan coklat merupakan faktor resiko dari GERD?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Atas
Mulut
Fungsi dari mulut dan struktur yang berasosiasi dengan mulut adalah sebagai
penerima pertama makanan, yang memulai pencernaan melalui proses mastikasi atau
mengunyah kemudian menelan. Mulut, yang disebut juga

oral cavity/rongga mulut

dibentuk oleh pipi, bibir, palatum durum (keras), dan palatum molle (halus), dan lidah.
Batas: Anterior: bibir; Lateral: pipi; Superior: palatum; Inferior: lidah; Posterior: isthmus
faucium.1
Mulut dibagi menjadi vestibulum oral, cavitas oral propria, bibir, dan lidah (lingua).
Bukaan dari rongga mulut disebut juga orifisia oris (oral orifice). Cavitas oral propria
merupakan ruang yang memanjang dari gusi dan gigi ke fauces (lubang atau pintu
masuk antara rongga mulut dengan orofaring).1
Cavitas oral propia (cavum oris / rongga mulut)
Batas dari cavitas oral propia (cavum oris/rongga mulut) ini:
3

Bagian superior dibatasi atap mulut (palatum), bagian anterior dibatasi rima oris,
bagian posterior dibatasi isthmus faucium, dan bagian inferior dibatasi oleh diaphragma
oris, yang terdiri dari m. digasticus venter anterior, m. mylohyoideus, m.genioglossus. 1

Lidah
Lidah merupakan kelenjar asesorius pada proses pencernaan yang dibungkus oleh
membran mukosa. Dua per tiga bagian lidah berada di rongga mulut, sementara
sepertiganya berada di faring, melekat dengan tulang hioid. Tonsila lingualis berada pada
permukaan superior dari pangkal lidah, dan bagian inferior lidah berhubungan dengan
garis tengah dari dasar mulut dengan frenulum lingualis. Pada permukaan lidah
terdapat papilla yang memberikan permukaan kasar pada lidah yang membantu
pergerakan makanan dan sebagian memiliki kuncup pengecap. 2,3,4
Otot ekstrinsik
Terdiri dari otot hyoglosus, genioglossus dan styloglossus. Otot-otot inilah yang
berfungsi untuk menggerakkan lidah pada saat gerakan mengunyah makanan, membuat
makanan yang telah dikunyah menjadi suatu masa bergumpal dan mengarahkan
makanan ke bagian belakang mulut untuk segera ditelan. 2,3,4
Otot intrinsik
Terdiri dari otot longitudinalis superior, longitudinalis inferior, lingualis transversus dan
lingualis vertikalis. Berfungsi untuk mengatur bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara
dan menelan makanan. 2,3,4

Labia (Bibir)
Bibir atau labia merupakan lipatan daging yang mengelilingi mulut. Bibir terdiri dari m.
orbicularis oris, m. zygomaticus

minor, m.zygomaticus major, dan m. risorius, serta

dilindungi dari luar oleh kulit dan dari dalam oleh membran mukosa. Permukaan dalam
setiap bibir berhubungan dengan gigi melalui suatu lipatan pada garis tengah bibir yang
disebut labial frenulum.. Ketika mengunyah, kontraksi dari otot buccinator yang terdapat
4

di pipi bekerja sama dengan otot orbicularis yang terdapat pada bibir untuk
mempertahankan makanan agar tetap berada di antara gigi atas dan gigi bawah, yang
juga berperan ketika berbicara.1
Palatum
Palatum merupakan dinding atau septum yang memisahkan rongga mulut dari rongga
nasal yang kemudian membentuk atap mulut. Struktur ini sangat penting karena
memungkinkan pernapasan dan pengunyahan terjadi secara bersamaan. Palatum durum
(keras), yang merupakan bagian anterior dari atap mulut terbentuk oleh tulang maksila
dan palatin yang dilindungi oleh membran mukosa. Struktur ini membentuk sekat dari
tulang di antara rongga mulut dan nasal. Sedangkan palatum mole (palatum halus),
membentuk bagian posterior dari atap mulut, yang merupakan otot melengkung yang
membentuk sekat di antara orofaring dan nasofaring yang dilapisi membran mukosa.1
Salah satu bagian dari rongga mulut, terdapat seperti organ yang mengggantung pada
sisi bebas dari palatum molle yaitu otot berbentuk seperti kerucut yang disebut uvula.
Selama menelan, palatum halus atau palatum molle ditarik ke arah superior, menutup
nasofaring dan mempersiapkan untuk menelan makanan maupun cairan, mencegah
masuk lagi ke rongga nasal.1
Glandula Saliva (Kelenjar Air Ludah)
Kelenjar Saliva merupakan kelenjar pencernaan aksesoris yang menghasilkan saliva.
Banyak kelenjar-kelenjar saliva minor yang berlokasi di membran mukosa daerah palatum
di dalam rongga mulut, akan tetapi terdapat 3 pasang kelenjar saliva di luar rongga mulut
yang memproduksi sebagian besar dari saliva yang dialirkan ke rongga mulut melalui
saluran tertentu. Kelenjar parotid merupakan kelenjar saliva terbesar, yang berada di
bagian depan-bawah dari daun telinga, di antara kulit dan otot masseter. Saliva yang
diproduksi kelenjar inii dialirkan melalui duktus parotid (Stensens) yang keluar di rongga
mulut berhadapan dengan gigi molar atas kedua. Kelenjar submandibular berada di
bawah mandibula, di sisi dalam dari rahang, ditutupi otot mylohioid. Saliva dari kelenjar ini
dialirkan melalui duktus submandibularis (Whartons), yang keluar di dasar mulut di bagian
lateral dari frenulum lingualis. Kelenjar sublingualis berada di bawah membran mukosa
dari bagian dasar mulut, dangan saliva yang dikeluarkan melalui duktus sublingual
(Rivinuss duct) yang keluar di dasar mulut pada area posterior dari papilla ductus
submandibularis.1
5

Gigi (Dent)
Gigi : Terdapat 4 jenis gigi, yaitu gigi seri/incisors, gigi taring/canines, dan gigi geraham
premolar dan molar. Gigi geraham memiliki permukaan buccal yang bersinggungan
dengan pipi, sementara

gigi seri dan gigi taring memiliki permukaan labial yang

bersinggungan dengan bibir. Semua gigi memiliki permukaan lingual yang bersinggungan
dengan lidah. 1
Pharynx
Terdiri dari nasopharynx, oropharynx, dan laryngopharynx. Pharynx memiliki otot-otot
melingkar (circular) dan lurus. Otot-otot yang melingkar, antara lain: m.constrictor
pharyngeus superior, medial, dan inferior. Otot-otot yang berserabut lurus, antara lain: m.
palatopharyngeus, m. stylopharyngeus, dan m. salpingopharyngeus. 1
Esofagus
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25cm
dan berdiameter 2cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus
terletak di posterior jantung dan trakea, di antara vertebra, dan menembus hiatus
diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan
yang dimakan dari faring ke lambung.5
Pada kedua ujng esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk
sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian
esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada
waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata,
bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke
dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk
ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.5
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat
lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa
bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas;
epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dengan
lambung (garis-Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan
normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan
6

submukosa

mengandung

sel-sel

sekretori

yang

memproduksi

mukus.

Mukus

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera
akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam
tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka,
sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri
dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya,
tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput
peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan
esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan
semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan
meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.5
Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh
cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh arteria
gastrika sinistra dan frenika inferior.5
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena
sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varikosa
esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat
fatal.5
Gaster
Gaster memiliki 3 bagian6 :
1. Pars Cardiaca: Jalan masuk ke gaster
2. Corpus Gastricum: bagian utama dengan Fundus gastricus di bagian superior
3. Pars pylorica: tempat keluar dari gaster yang berlanjut sebagai Antrum pyloricum
dan Canalis pyloricus. Canalis pyloricus dikelilingi oleh M. sphincter pyloricus.
Gaster memiliki dinding anterior dan posterior (Paries anterior dan posterior).
Curvatura minor terletak di sisi kanan. Curvatora major di sisi kiri. Lekukan pada Curvatura
minor (Incisura angularis) menandakan awal pars pylorica. Curvatura major juga mulai
dengan lekukan yang menandakan sudut HIS antara Oesophagus dan Gaster (Incisura
cardialis). Didalam Gaster, transisi diantara kedua organ tersebut ditandai dengan lipat
mukosa yang bersama-sama dengan katup angiomuskular gastro-oesophagus, berperan
pada penutupan gaster. 6
7

Dinding gaster terdiri dari tiga lapis muskular (Tunica muskularis) tapi tidak ditemukan
secara konsisten disemua regio Gaster. Lapisan longitudinal eksterna (stratum
longitudinale) berbatasan dengan lapisan sirkular (Stratum circulare). Lapisan paling
dalam terdiri dari serat otot oblik (Fibrae obliquae) yang hilang pada curvatura minor. 6
Mukosa Gaster memiliki relief khas yang memperluas permukaan dalam. Lipat Gaster
(Plicae gastricae) yang dapat dikenali secara makroskopis berorientasi longitudinal dan
membentuk kanal fungsional sepanjang Curvatura minor (kanal Gaster). Lipat mukosa
memperlihatkan area mikroskopik kecil (Areae gastricae). Ditempat keluar Gaster
(pylorus), lapisan otot sirkular menebal untuk membentuk M. sphincter pyloricus. 6
Arteri-arteri pada Gaster6 :
-

Curvatura minor: A. gastrica sinistra (cabang langsung Truncus coeliacus) dan A.

gastrica dextra (berasal dari A. hepatica propria).


Curvatura major: A. gastroomentalis sinistra (berasal dari A. splenica) dan A.
gastroomentalis dextra (berasal dari A. gastroduodenalis yang merupakan cabang

dari A. hepatica communis)


Fundus: Aa. Gastricae breves (berasal dari A. splenica di area Hilum splenicum)
Sisi posterior: A. gastricae posterior (ada pada 30-60%, berasal dari A. splenica di
belakang gaster)

Vena-vena Gaster6 :
-

Curvatura minor: V. gastrica sinistra dan V. gastrica dextra


Curvatura major: V. gastroomentalis sinistra (ke V. splenica) dan V. gastroomentalis

dextra (ke V. mesenterica superior)


Fundus: Vv. Gastricae breves (ke V. splenica)
Sisi posterior: V. gastrica posterior (ada pada 30-60%, ke V. splenica)

2.2 Fisiologi Gastroesofagus


Esofagus
Fungsi utama esofagus adalah untuk menyalurkan makanan secara cepat dari faring
ke lambung.7 Dan pada esofagus terjadi 4 proses pencernaan dasar, yaitu7,8 :
1. Sekresi, perlu diketahui bahwa di esophagus tidak terjadi proses pencernaan sehingga
tidak disekresikan enzim-enzim atau bahan-bahan untuk mencerna makanan. Namun,
8

untuk melindungi mukosa esofagus dan melubrikasi lumennya, epitel mukosa esofagus
mensekresi mucus.8
2. Pencernaan dan penyerapan, di esofagus sendiri tidak terjadi proses pencernaan,
kalaupun ada itu merupakan sisa dari proses yang ada di rongga mulut yaitu sisa enzim
amylase yang masih bekerja di esofagus dan akan inaktif di gaster ketika terkena
lingkungan asam.8
3. Motilitas, yang perlu diperhatikan disini bahwa proses menelan dimulai ketika suatu bolus
atau bola makanan, secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju
faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian
mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medulla. Pusat menelan kemudian secara
refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat dalam proses menelan. Satu hal
terpenting lainnya, bahwa selama menelan pada tahap orofaring, makanan diarahkan ke
dalam esofagus dan dicegah agar tidak masuk ke saluran yang salah seperti ke trakea.
Ada 5 hal yang mendasari proses ini8 :
1. Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan
langit langit keras.
2. Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga saluran
hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.
3. Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan
erat pita suara melintasi lubang laring atau glottis. Selama menelan, pita suara
melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot laring
menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain, sehingga pintu masuk glotis
tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu lembaran kecil jaringan ikat epiglotis
tertekan ke belakang menutupi glotis yang menambah proteksi untuk mencegah
makanan masuk ke saluran pernapasan.
4. Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan
terhambat secara singkat sehingga individu tidak mencoba melakukan usaha yang
sia-sia untuk bernafas.
5. Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong
bolus ke dalam esophagus.
Setelah bolus masuk ke esofagus, dimulailah fase esofageal yang membawa bolus
dari esofageal atas ke esofageal bawah, sebelum memasuki gaster. Gerakan mendorong
esofagus ini dilakukan oleh gerak peristaltik primer yang merupakan kelanjutan dari
gelombang peristaltik yang berawal dari faring dan menyebarkan ke esofagus selama
tahap faringeal dan proses menelan. Makanan berjalan dari faring ke lambung sekitar 89

10 detik. Pada posisi tegak, makanan bisa lebih cepat, berkisar 5-8 detik karena terbantu
oleh gaya gravitasi. Apabila gelombang peristaltik primer tidak mampu membawa
makanan hingga kelambung, maka terjadi gerakan peristaltik sekunder yang dihasilkan
peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan. Gerakan ini terus menerus terjadi
hingga semua makanan masuk ke lambung. Gerakan peristaltik sekunder di awali oleh
sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks
yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui serabut serabut aferen vagus ke
medula dan kembali lagi ke esofagus melalui saraf eferen dan vagus. Gangguan dari
penelanan dapat menimbulkan kelaianan berupa reflux, belching (sendawa), serta
akalasia.7
Sebelum memasuki gaster ditemukan lagi struktur sfingter gastroesofageal yang
berperan untuk mencegah terjadinya refluks isi asam lambung naik ke atas melalui
esofagus. Gerak peristaltik yang muncul dari esofagus turun ke bawah dan menimbulkan
relaksasi reseptif yang terjadi di sfingter ini. Tonus sfinger ini berkurang, relaks, dan
memperbolehkan bolus untuk masuk ke gaster. 7
Fungsi sekresi esofagus yaitu menghasilkan sekret berupa mukus berguna untuk
melumasi bolus selama proses penelanan. Bagian esofagus yang dekat dengan gaster
memiliki kelenjar mukus yang khusus untuk melindungi mukosa dari proses perusakan jika
sampai terjadi refluks sekret asam dari gaster yang dapat saja mengiritasi mukosa
esofagus apabila berhasil melewati mekanisme proteksi sfingter gastroesofageal.7
Gaster
Lambung disebut juga gaster, secara anatomis berupa kantong di bawah diafragma.
Berbagai fungsi lambung adalah 1) menampung makanan, 2) melumatkan dan mencerna
makanan, 3) melanjutkan makanan 4) sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme
berbahaya melalui sekresi asam lambung dan juga 5) fungsi endokrin.9
Fungsi pencernaan dilakukan dengan mengaduk, melumatkan seolah-olah digiling
menjadi adonan homogen yang lunak sampai cair. Fungsinya adalah agar bolus makanan
mudah dilanjutkan melalui spinchter pylorus, mudah di cerna oleh usus kecil dan juga
supaya zat nutrient serta air mudah di absorpsi. Selain itu, gaster mencerna bolus melalui
sekret yang dihasilkan olehnya (pencernaan karbohidrat berlangsung, pencernaan protein
10

pertama kali), dan berperan dalam penyerapan beberapa zat larut lemak seperti alkohol
dan aspirin.9
Sesaat setelah bolus tiba di bagian atas gaster (kardia), gaster mengirimkan refleks
(refleks vagovagal) untuk menghambat tonus otot lambung sehingga lambung dapat
menampung makanan. Mekanisme ini juag merupakan suatu relaksasi reseptif.
Selanjutnya muncul gerakan-gerakan peristaltik lemah yang dimulai dari bagian atas
lambung dan bergerak ke arah lambung. Sel-sel interstisial Cajal (pace maker) dapat
ditemukan di bagian fundus atas gaster yang menghasilkan potensial gelombang lambat.
Gelombang ini bergerak dan semakin kuat di bagian akhir lambung mengakibatkan
timbulnya potensial aksi berupa gerakan peristaltik yang lebih kuat (bagian antrum
memiliki otot yang lebih tebal dibandingkan bagian korpus dan fundus). Sfingter pilori yang
masih tertutup menyebabkan gerakan bolus dengan sekret lambung tidak dapat melewati
rongga yang sangat kecil ini. Dengan demikian, gerakan peristaltik lambung ini juga dapat
bermanfaat sebagai suatu gerakan mengaduk dan mencampur, yang sering disebut
dengan gerakan retropulsi, serta lebih dominan terjadi di bagian antrum gaster. Hasil dari
pencampuran bolus dengan sekret gaster ini menghasilkan suatu kim (chyme).9
Sfingter pilori merupakan struktur yang terletak di ujung distal gaster, sebelum terdapat
bukan menuju duodenum. Sfingter pilori beserta dengan bagian akhir gaster dapat disebut
dengan istilah pompa pilori yang berperan dalam regulasi pengosongan gaster.
Banyaknya kim yang terdapat di gaster akan membuat gaster teregang dan pada akhirnya
merangsang gaster untuk meningkatkan motilitas dan pengosongan gaster. Gastrin juga
meningkatkan kerja pompa pilori.9
Meskipun demikian, faktor yang lebih penting justru datang bukan dari gaster,
melainkan dari duodenum. Apabila kim yang terdapat di duodenum banyak mengandung
lemak, bersifat asam, hipertonik (atau hipotonik), serta mukosa duodenal teriritasi, terjadi
respons refleks enterogastrik yang membuat sfingter pilori meningkatkan tonusnya. Selain
melalui persarafan, enterogastron, suatu hormon yang salah satunya memiliki efek ke
gaster akan menghambat kontraksi antrum dan meningkatkan tonus sfingter pilori. Contoh
dari enterogastron adalah GIP (gastric inhibitory peptide), sekretin, kolesistokinin (CCK).
CCK dihasilkan oleh mukosa jejenum akibat deteksi terhadap lemak (dan sedikit akibat

11

asam amino) yang memiliki fungsi lain untuk merangsang kantung empedu mengeluarkan
isinya.9
Di sepanjang dinding mukosa gaster terdapat sel-sel pensekresi mukus yang
bermanfaat untuk melindungi gaster dari suasana asam gaster. Sekret ini agaknya bersifat
agak basa dan melapisi gaster cukup tebal (sekitar 1 mm). Sifat basa ini menjelaskan
bahwa sifat asam cairan lambung tidak secara langsung mengiritasi mukosa lambung
karena terlindungi oleh sekret mukus ini. Selain itu dapat ditemukan pula kelenjar oksintik
(disebut pula kelenjar gastrik) dan kelenjar pilorik (PGA, pyloric gland area). Jumlah sekret
dari keselurhan kelenjar di gaster mencapai 2 liter setiap harinya. Sekret yang dihasilkan
oleh kelenjar oksintik (biasa terletak di fundus dan corpus gaster) adalah9 :
1. Mukus oleh mucous neck cells;
2. Pepsinogen oleh chief cells (peptic cells) - pepsinogen berperan dalam pencernaan
protein setelah diaktifkan oleh asam klorida menjadi pepsin;
3. dan Asam klorida serta faktor intrinsik oleh sel parietal (atau sel oksintik). Faktor
intrinsik berperan dalam penyerapan vitamin B12 yang bermanfaat untuk proses
pematangan sel darah merah.
Ion klorida ditranspor dari sitoplasma sel parietal ke kanalikulus (juga bagian dari sel
parietal, namun mempunyai bukaan ke lumen gaster). Adanya transpor ini mengakibatkan
kanalikulus bermuatan negatif dan menginisasi difusi pasif ion kalium dan natrium keluar
ke kanalikulus. Di dalam sitoplasma sel ini terdapat disosiasi molekul air menjadi ion
hidrogen (H+), yang kemudian dikeluarkan ke kanalikulus untuk menggantikan K+ yang
masuk ke sitoplasma melalui pompa ion aktif, serta ion hidroksil (OH-). yang akan bertemu
dengan CO2 sitoplasma sehingga membentuk ion bikarbonat (HCO3-) dan kembali ion
H+). Ion bikarbonat kemudian keluar ke cairan ekstraseluler untuk digantikan dengan ion
klorida yang masuk ke dalam sitoplasma dari cairan ekstraselular. Melimpahnya ion H+
dan Cl- di kanalikuli membentuk banyak molekul asam klorida yang dikeluarkan ke lumen
gaster. pH sekresi asam melalui mekanisme ini dapat mencapai 0,8.9
Sementara itu sekresi oleh kelenjar pilorik (daerah antrum, pilorik) terdiri atas sel-sel
mukus yang hampir identik dengan hasil sekret mucous neck cells dari kelenjar oksintik.
Hormon penting yang disekresi oleh kelenjar ini adalah gastrin yang akan mengatur sel
parietal kelenjar oksintik dalam menghasilkan asam klorida.1 Gastrin dihasilkan oleh sel
12

Gdi kelenjar pilorik bagian antrum akibat menerima makanan yang kaya akan protein atau
dirangsang oleh parasimpatis (asetilkolin). Gastrin kemudian merangsang sel ECL
(enterochromafin-like cells) yang kemudian menghasilkan histamin. Histamin selanjutnya
merangsang sel parietal untuk menserkesikan asam klorida melalui mekanisme yang telah
dijelaskan di atas.9
Regulasi sekresi gaster terbagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal. Fase
sefalik melibatkan sekresi gaster akibat adanya rangsang bau dan makanan di dalam
mulut. Fase intestinal sebaliknya merupakan faktor yang memengaruhi sekresi gaster
yang berasal dari usus halus, misalnya akibat adanya kimus yang asam sehingga
mengurangi sekresi HCl gaster. Faktor lain antara lain hipoglikemia, alkohol, dan kafein.
Alkohol misalnya dapat meningkatkan sekresi HCl. Melalui penelitian satu jurnal dikatakan
pula bahwa absorpsi nikotin menyebabkan pengosongan lambung yang terlambat dan
sedikit memiliki efek meningkatkan stimulasi asam lambung. Konsep waktu pengosongan
lambung ini penting dipahami, terutama berkaitan dengan gangguan motilitas dan retensi
makanan pada lambung.9
2.3 Biokimia Gaster
Lambung mengeluarkan asam klorida dan enzim yang memulai pencernaan protein.
Setiap hari lambung mensekresikan sekitar 2 liter getah lambung. Permukaan luminal
lambung berisi lubang-lubang kecil (foveola) dengan kantung dalam yang terbentuk oleh
lipatan masuk mukosa lambung. Bagian pertama dari invaginasi ini disebut foveola
gastrica, yang di dasarnya terletak kelenjar lambung. Berbagai sel sekretorik melapisi
bagian dalam invaginasi ini, sebagai eksokrin, endokrin, atau parakrin.8
Sel sekretorik eksokrin lambung8 :
sel mukus ( mucous ) : mengeluarkan mukus encer.
chief cell: menghasilkan prekusor enzim pepsinogen.
sel parietal : mengeluarkan HCL dan faktor intrinsik.
Sekresi secara kolektif membentuk getah lambung.
Diantara foveola gastrica, mukosa lambung dilapisi oleh sel epitel permukaan, yang
mengeluarkan mukus kental tebal basa yang membentuk lapisan setebal beberapa
milimeter di atas permukaan mukosa.8
13

Fungsi HCL8 :
1. Mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif, pepsin, dan
membentuk medium asam yang optimal bagi ativitas pepsin.
2. Membantu memecahkan jaringan ikat dan serat otot, mengurangi ukuran makanan
besar menjadi lebih kecil
3. Menyebabkan denaturasi protein, yaitu menguraikan bentuk final protein yang
berupa gulungan sehingga ikatan peptida lebih terpajan ke enzim
4. Bersama lilisozim liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang tertelan
bersama makanan, meskipun sebagian tetap lolos dan terus tumbuh dan
berkembang di usus besar.
Pepsinogen
Ketika pepsinogen disekresikan ke dalam lumen lambung, HCL memutuskan sepotong
kecil molekul, mengubahnya menjadi bentuk aktif enzim, pepsin. Setelah terbentuk,
pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsin.
Mekanisme semacam ini, dimana bentuk aktif suatu enzim mengaktifkan molekul enzim
yang sama, disebut proses otokatalisis [ pengaktifan diri ]. Pepsin memulai pencernaan
protein dengan memutuskan ikatan-ikatan asam amino tertentu untuk menghasilkan
fragmen-fragmen peptida, enzim ini bekerja palin efektif dalam lingkungan asam.8
Mukus bersifat protektif8
berkat sifat pelumasnya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis
mukus mencegah dinding lambung mencerna diri nya sendiri, karena pepsin terhambat
jika berkontk dengan lapisan mukus yang menutupi bagian dalam lambung.
karena bersifat basa, mukus membantu melindungi cedera asam karena menetralkan
HCL di dekat lapisan dalam lambung, tetapi tidak menganggu fungsi HCL di lumen.
Sementara pH di lumen dapat serendah 2, ph di lapisan mukus di permukaan sel
mukosa adalah sekitar 7.
Faktor Intrinsik penting untuk menyerap vitamn B12 8
Vitamin B12 hanya dapat diserap jika berikatan dengan faktor intrinsik. Pengikatan
kompleks faktor intrinsik-vitamin B12 dengan reseptor khusus yang hanya terdapat di ileum
terminal, bagian terakhir usus halus, memicu endositosis [ yang diperantai oleh reseptor ]
komplek ini di lokasi tersebut.
14

Jalur regulatorik Sel Parietal dan chief cell8


asetilkolin adalah neurotransmitter yang dibebaskan dari pleksus saraf intrinsik sebagai
respon terhadap refleks lokal pendek maupun stimulasi Vagus. Ach merangsang parietal
dan chief cell serta sel G dan sel ECL
sel G mengeluarkan hormon Gastrin ke dalam darah sebagai respon terhadap produkproduk protein di lambung dan sebagai respon terhadap Ach. Gastrin merangsang sel
parietal dab chief cell, mendorong sekresi getah lambung yang sangat asam. Gastrin
secra tak langsung mendorong sekresi HCL dengan merangsang sel ECL untuk
mengeluarkan histamin. Gastrin bersifat trofik/mendorong pertumbuhan mukosa
lambung dan usus halus sehingga kemampuan sekresi mukosa-mukosa tersebut
terpelihara.
histamin, suatu zat yang bekerja secara parakrin, dibebaskan dari sel ECL sebagai
respon terhadap Ach dan gastrin. Histamin bekerja lokal pada sel-sel parietal sekitar
untuk mempercepat sekresi HCL.
somatostatin dibebaskan dari sel D sebagai respon terhadap asam. Zat ini bekerja
lokal secara parakrin melalui umpan balik negatif untuk menghambat sekresi sel
parietal, sel g, dan sel ECL, sehingga sel anghasil HCL dan jalur stimulatoriknya yang
paling kuat inaktif.
2.4 Dispepsia
Definisi
Dispepsia

adalah

istilah

yang

digunakan

untuk

suatu

sindrom/kumpulan

gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri/rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang dan perut rasa penuh/begah.9
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan ada atau tidak adanya penyebab dispepsia ada 2, yaitu10 :
1. Dispepsia Organik
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi
banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.

Dispepsia organik dapat

digolongkan menjadi10 :
a. Dispepsia Tukak
15

Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan
pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung
atau duodenum.10
b. Refluks Gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan
regurgitasi asam terutama setelah makan.10
c. Ulkus Peptik
Ulkus peptik dapat terjadi di esofagus, lambung, duodenum atau pada
divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang
asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat
dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum.10:
-

Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang

makin banyak.
Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin.
Peningkatan respon gastrin terhadap makanan
Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah

pengasaman isi lambung.


Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan
pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Menurunnya resistensi
mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin dapat berperan

penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada kegagalan ginjal kronik.


d. Penyakit Saluran Empedu
Sindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa
nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan
bahu kanan.10
e. Karsinoma
Karsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan kolon) sering
menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa
nyeri perut. Keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat
f.

badan menurun.10
Pankreatitis
Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin

tegang dan kembung.10


g. Dispepsia pada sindrom malabsorbsi
Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea,
sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.10
h. Dispepsia akibat obat-obatan

16

Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di
daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat golongan
NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan laini.

lain).10
Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan
lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas
kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus,
sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung.10

2. Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah
berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan
struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology
dan endoskopi. Dalam konsensus

Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan

sebagai dispepsia yang berlangsung sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus
berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh
(perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perut bagian atas dan tidak
ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin
menerangkan gejala-gejalanya.10
Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang
berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obatobatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien
tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional
antara lain10:
a. Sekresi Asam Lambung
b. Dismotilitas Gastrointestinal
c. Diet dan Faktor Lingkungan
d. Psikologik

Etiologi
Penyebab dispepsia antara lain11 :

17

1. Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum,
2.
3.
4.
5.

gastritis, tumor, infeksi Helicobacter /pylori.


Obat-obatan: OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dsb.
Penyakit pada hati, pancreas, system bilier: hepatitis, pankreasitis, kolesistitis kronik.
Penyakit sistemik: DM, penyakit tifoid, jantung koroner.
Bersifat fungsional: dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
gangguan/ kelainan organik/ struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dispepsia
fungsional atau dispepsia non ulkus.

Diagnosis dispepsia
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan
radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola dispepsia yang
dikenal yaitu10 :
Dispepsia tipe seperti ulkus (gejalanya seperti terbakar, nyeri di epigastrium terutama
saat lapar/epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida dan
obat antisekresi asam)
Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan
anoreksia)
Dispepsia non spesifik
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien
yang dapat ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga diagnosis secara klinis
agak terbatas kecuali bila ada alarm sign. Bila ada salah satu atau lebih pada tabel
tersebut ada pada pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi.10
Alarm sign10 :
1. Umur 45 tahun (onset baru)
2. Perdarahan dari rektal atau melena
3. Penurunan berat badan >10%
4. Anoreksia
5. Muntah yang persisten
6. Anemia atau perdarahan
7. Massa di abdomen atau limfadenopati
8. Disfagia yang progresif atau odinofagia
9. Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
10. Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
11.Riwayat ulkus peptikum
2.5 GERD
Definisi
18

Berdasarkan

Konsensus

Montreal

tahun

2006

(the

Montreal definition and

classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus),


penyakit

refluks

gastroesofageal

(Gastroesophageal

Reflux Disease/GERD)

didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke dalam

esofagus

yang

menimbulkan

berbagai

gejala

yang mengganggu

(troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi.

Komplikasi

yang berat yang dapat timbul adalah Barretts esophagus, striktur, adenokarsinoma
di kardia dan esofagus.12
Etiologi
Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh
karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara
esofagus dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esofagus
bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esofagus bagian bawah yang
bersifat sementara, terganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esofagus, ataupun
hernia hiatus.13,14
Patogenesis
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES).13 Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali saat terjadinya aliran antegrad pada proses
menelan atau aliran retrograde saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke
esofagus hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmHg).14,15
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus,
yaitu:
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus
LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intraabdomen.13 Sebagian besar pasien GERD ternyata
mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus
LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah
tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll),
dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.13,15
19

Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa


pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam
terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu
relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa
didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi
pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung
yang lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.13,14
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.
Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia,
namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus
hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari
esofagus serta menurunkan tonus LES.15
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esofagus adalah
gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.13 Setelah terjadi refluks,
sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan
peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme
bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat
dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya
esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki waktu transit
esofagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik
esofagus yang minimal.14,15
c. Ketahanan epitelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan
mukus yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan epithelial
esofagus terdiri dari13,15 :
1. membran sel
2. batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esofagus
3. aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. sel-sel esofagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H + dan Clintraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
20

Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus,


sedangkan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H.
Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat.
Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl,
pepsin, garam empedu, dan enzim pankreas.14
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya.
Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya
pepsin atau garam empedu. Namun yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi
adalah asam.14
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan
di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi
lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.14
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid
reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud
dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam
atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena
hipersensitivitas viseral.13

Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan
makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat
berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu berkorelasi dengan temuan
endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan
angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan yang padat mungkin
terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrets esophagus.
Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat . Walaupun
gejala khas/tipikal dari GERD adalah heartburn atau regurgitasi, gejala tidak khas
ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak
(non cardiac chest pain/NCCP), suara serak, laringitis, batuk, asma, bronkiektasis,
gangguan tidur, dan lain-lain. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor
predisposisi untuk timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis di daerah
gastroesophageal high

pressure

zone

akibat

penggunaan

obat-obatan

yang
21

menurunkan tonus LES . Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering dijumpai
secara bersaman. Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan
antara gangguan tidur dan GERD.16
2.6 Gastritis
Definisi
Gastritis dapat didefinisikan sebagai peradangan mukosa lambung.17
Klasifikasi
Gastritis dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
a. Gastritis kronik
Merupakan peradangan mukosa kronis yang akhirnya menyebabkan atrofi
mukosa dan metaplasia epitel. Di dunia barat, prevalensi perubahanhistologik yang
menunjukkan gastritis kronik melebihi 50% untuk populasi usia lanjut.17
Penyebab utama dari gastritis kronik adalah infeksi Helicobacter pylori yang
merupakan bakteri batang gram-negatif, berbentuk S, tidak invasive, tidak
membentuk spora, serta berukuran sekitar 3,5 x 0,5 m. Kombinasi antara pengaruh
enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran zat kimia merugikan oleh neutrofil yang
datang dapat menyebabkan gastritis.17
Biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala, dapat berupa rasa tidak enak di
abdomen atas serta mual dan muntah.17
b. Gastritis akut
Merupakan proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan bisa saja terjadi
terlepasnya epitel mukosa superficial (erosi). Bentuk erosive yang parah merupakan
penyebab penting perdarahan saluran cerna akut.17
Gastritis akut sering berkaitan dengan17 :
a. Pemakaian OAINS terutama aspirin dalam jumlah besar.
b. Konsumsi alcohol berlebihan.
c. Banyak merokok
d. Pemberian obat kemoterapi antikanker
e. Uremia
f. Infeksi sistemik
g. Stress berat
h. Iskemia dan syok
i. Upaya bunuh diri dengan ciran asam dan basa
j. Trauma mekanis
Gastritis akut bisa saja terjadi tanpa menyebabkan gejala sama sekali, namun
dapat juga timbul dengan bentuk nyeri epigastrium dengan keparahan bervariasi
22

disertai mual dan muntah, atau bermanifestasi sebagai hematemesis, melena dan
pengeluaran darah yang dapat mematikan, bergantung pada keparahan kelainan
anatomik.17
Keterkaitan etiologi terpenting adalah dengan infeksi H. Pylori.

Di daerah

endemik, infeksi ini berjangkit pada masa anak dan menetap selama berpuluh tahun.
H. pylori adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk S, tidak invasif, tidak
membentuk spora, dan berukuran sekitar 3,5 x 0,5 m.17
c. Gastritis autoimun
Gastritis autoimun terjadi akibat autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar
lambung, khususnya terhadap enzim penghasil asam H+, K+, ATPase. Cedera
autoimun menyebabkan kerusakan kelenjar dan atrofi mukosa sehingga sehingga
produksi faktor intrinsik dan asam berkurang. Defisiensi faktor intrinsik ini
menyebabkan anemia pernisiosa.17
Etiologi
Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting. Pada
awal infeksi oleh kuman Helicobacter pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons
inflamasi akut.9
Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multipel antrum atau lesi
hemorogik. Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik setelah
ditemukan autoantibodi terhadap faktor intristik dan terhadap secretory canalicular sel
parietal pada pasien dengan anemia pernisiosa. Pasien gastritis kronik yang mengandung
antibodi sel parietal dalam serumnya dan menderita anemia pernisiosa, mempunyai ciriciri khusus sbb: menderita gastritis kronik yang secara histologik menunjukkan gambaran
gastritis kronik atropik, predominasi korpus dan pada pemeriksaan darah menunjukkan
hipergastrinemia.9
Kecurigaan terhadap peran infeksi Helicobacter pylori diawali dengan kenyataan
bahwa pasien yang terinfeksi oleh kuman Helicobacter pylori mempunyai antibodi
terhadap sekretori struktur kanalikular sel parietal jauh lebih tinggi dari pada mereka yang
tidak terinfeksi.9
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung misalnya
enteric rotavirus dan calcivirus. Kedua jenis virus tersebut dapat menimbulkan
gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak spesifik.9

23

Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae dapat menginfeksi


mukosa gaster hanya pada pasien immunocompromised. Obat anti-inflamasi nonsteroid
merupakan penyebab gastropati yang amat penting. Gastropati akibat OAINS bervariasi
sangat luas, dari hanya berupa keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptik dengan
komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.9
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda dari gastritis, antara lain18 :

Gejala dispepsia
Perdarahan GI bagian atas
Gejala dan tanda anemia pernisiosa

Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gastritis antara lain18 :

Pemeriksaan radiologik
Endoskopi dan biopsi
Tes pentagastrin untuk produksi asam
Penilaian faktor intrinsik dan tes schilling untuk anemia persiosa
Kadar antibodi sel parietal gastrin serum

2.7 Ulkus Peptikum


Definisi
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan
lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan
getah pencernaan.9
Etiologi
Ulkus peptikum terjadi ketika asam yang membantu pencernaan makanan merusak
dinding lambung atau duodenum. Penyebab paling umum adalah infeksi bakteri yang
disebut Helicobacter pylori. Penyebab lainnya adalah penggunaan jangka panjang obat
anti-inflamasi obat (NSAID) seperti aspirin dan ibuprofen. Stres dan makanan pedas tidak
menyebabkan ulkus, tetapi dapat memperburuk kondisinya.9
Epidemiologi
Kasus ulkus peptikum bervariasi dengan jenis ulkus, jenis kelamin, usia, kondisi
geografis dan lokasi lingkungan. Ras, pekerjaan, kecenderungan genetik, dan faktor sosial
24

diduga juga memainkan peranan dalam patogenesis ulkus peptikum. Prevalensi ulkus
peptikum di Amerika Serikat telah mengalami pergeseran yang semula didominasi oleh
kaum pria, kini prevalensi antara pria dan wanita sebanding. Tren terbaru menunjukkan
bahwa prevalensi menurun pada pria yang lebih muda dan meningkat pada wanita yang
lebih tua. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan penurunan kebiasaan merokok pada
pria muda, dan peningkatan penggunaan AINS pada wanita yang lebih tua. Ulkus
peptikum

dengan

komplikasi

meningkatkan resiko kematian.

pendarahan

dan

perforasi

telah

meningkat

dan

Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa yang menghasilkan alkali, biasanya pada atau di
dekat curvatura minor, karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung
pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang
cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida. Sekresi lambung terjadi pada 3
fase yang serupa9 :
-

Fase Sefalik.
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum.
Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek
signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas
vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang

signifikan.9
Fase lambung.
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan

sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.9


Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon(dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.9

25

Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein


yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi
pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara
kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak
dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam
hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung.9
Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung.
Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki
disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap
pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Faktor lain yang
mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel
mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus
peptikum karena satu dari dua faktor ini: Hipersekresi asam pepsin dan Kelemahan barier
mukosa lambung.9
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alkohol, dan
obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma)
dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh
dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut :
hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam
pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus
koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira
dari gastrinoma adalah ganas(maligna).9
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces) dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat
menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau
area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress
seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera
menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat.
Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini
khas pada ulserasi stress.9
26

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung.
Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin
menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan
dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung. Ulkus cushing
umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus,
lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus
stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.9
Pada kasus tukak lambung yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah sehingga
mengalir melalui saluran pencernaan dan dapat menyebabkan muntah bercampur darah
yang berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna kehitaman karena bercampur
darah. Tukak yang kronis menginvasi tunica muscularis, dan nantinya mengenai
peritoneum sehingga gaster dapat mengalami perforasi sampai ke dalam bursa omentalis
atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi pancreas menghasilkan nyeri alih ke
punggung.9
Arteri lienalis berjalan pada sepanjang margo superior pancreas, dan erosi arteria ini
dapat menimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang menembus dinding
anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas peritonealis dan
menimbulkan peritonitis difusa. Namun, paries anterior gaster dapat melekat pada hepar,
dan ulkus kronis dapat meluas sampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini terjadi diperlukan
perawatan dokter untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.9
Manifestasi klinis
Pada bayi baru lahir, gejala awal dari ulkus peptikum bisa berupa adanya darah di
dalam tinja. Jika ulkus menyebabkan terbentuknya lubang (perforasi) pada lambung atau
usus halus, bayi bisa tampak kesakitan dan cenderung timbul demam.9
Pada bayi yang lebih tua dan anak kecil, selain di dalam tinjanya ditemukan darah,
juga disertai muntah atau nyeri perut berulang. Nyeri seringkali semakin memburuk atau
membaik jika anak makan. Nyeri juga menyebabkan anak terbangun dari tidurnya pada
malam hari. Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.9
-

Nyeri
27

Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, sepert tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri

terjadi

bila

kandungan

asam

lambung

dan

duodenum

meningkat

menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali,
namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul.
Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan
lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa
-

gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.9


Pirosis (nyeri ulu hati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan
lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau

sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.9


Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut
atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam

lambung.9
Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari
diet

dan

obat-obatan.

Pasien

dapat

juga

datang

dengan

perdarahan

gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut


sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala
setelahnya.9
Penatalaksanan
Tata laksana yang dapat dilakukan antara lain9 :
1) Medikamentosa
- Hindari rokok dan makanan yang menyebabkan nyeri
- Antasida untuk terapi simtomatik
- Bloker H2 (ranitidin, cimetidine)
- PPI (omeprazole)
- Bismuth koloidal
- Ampisilin atau tetrasiklin + metronidazole (efektif melawan Helicobacter pylori)
28

Re-endoskopi pasien dengan ulkus gaster setelah 6 minggu karena terdapat risiko

keganasan
2) Pembedahan
- Hanya diindikasikan untuk kegagalan terapi medikamentosa dan komplikasi.
- Operasi elektif untuk ulkus duodenum : vagotomi seletif tinggi ; saat ini jarang

digunakan : Operasi elektif untuk ulkus gaster : gastrektomi Billroth


Ulkus duodenum/gastrikum yang telah perforasi : penutupan sederhana pada

perforasi dan biopsi.


Perdarahan : kontrol endoskopik dengan skleroterapi, menjahit pembuluh darah

yang rusak
Stenosis pilorik : gastroenterostomi

Pencegahan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup ( Penurunan stress dan istirahat, Penghentian merokok, dan
modifikasi diet ), obat-obatan, dan tindakan pembedahan. Jika penyebabnya adalah
NSAIDs, sebaiknya hindari pemakaian NSAIDs, termasuk setiap obat yang mengandung
ibuprofen maupun aspirin.9
Jika tidak ada makanan tertentu yang diduga menjadi penyebab maupun pemicu
terjadinya ulkus, biasanya tidak dianjurkan untuk membatasi pemberian makanan kepada
anak-anak yang menderita ulkus. Makanan yang bergizi dengan berbagai variasi
makanan adalah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Alkohol dan
merokok dapat memicu terbentuknya ulkus. Selain itu, kopi, teh, soda dan makanan yang
mengandung kafein dapat merangsang pelepasan asam lambung dan memicu
terbentuknya ulkus, jadi sebaiknya makanan tersebut tidak diberikan kepada anak-anak
yang menderita ulkus.9
Langkah-langkah perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
tukak lambung antara lain9 :
a)

Istirahat yang cukup sampai gejala mereda hindari stres, tekanan emosional, dan
kerja berat jangan sampai terlambat makan dan jangan makan yang berlebihan
jangan biarkan lambung kosong, makan sedikit-sedikit dengan jenjang waktu yang

b)
c)

sering.
Konsumsi makanan yang ringan dan lunak
Hindari makanan yang pedas, asam, keras, dan lain-lain yang dapat memperparah
radang lambung seperti alkohol, kopi, buah yang mentah dan masam, nangka,

d)

durian, salak.
Hindari merokok karena rokok dapat mengiritasi dinding lambung dan duodenum.
29

e)
f)

Hindari obat-obatan yang mengandung aspirin.


Usahakan buang air besar secara teratur. Untuk menurunkan asam lambung yang
berlebihan yang dapat mengiritasi lambung biasanya minum obat antasida. Obatobatan bersifat antasid yang banyak dijual bebas di warung berfungsi menurunkan
keasaman cairan di lambung dengan cara menaikan pH, sehingga untuk
sementara gejala sakit akan hilang. Namun hal tersebut hanya bersifat sementara
karena luka pada lambung belum pulih dan sekresi kelenjar-kelenjar lambung
belum seimbang.
Dengan perawatan yang baik dan memperhatikan pola hidup dan pola makan

g)

yang sesuai, kebanyakan tukak lambung dapat sembuh sama sekali. Namun
seringkali meninggalkan bekas jaringan parut yang dapat robek dan terjadi
ulkus/luka kembali sehingga serangan dapat berulang kembali.
Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi tukak lambung berfungsi

h)

untuk mengurangi peradangan dan infeksi, memperkuat dinding mukosa lambung,


mengurangi kepekaan dinding lambung, dan memperbaiki fungsi pencernaan
secara umum.
2.8 Mekanisme Mual Dan Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti19 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Stimulasi taktil di belakang tenggorokan


iritasi dan peregangan lambung
tekanan intrakranial
rotasi dan akselerasi kepala
obesitas
hipotensi sfingter akibat peregangan terlalu lama

Mekanisme muntah sendiri dijelaskan sebagai berikut19 :


Isi Lambung --> Tekanan intraabdominal naik --> Tekanan Sfingter Esofagus Bawah
menurun --> Isi lambung keluar ke esofagus --> Bila sfingter esofagus atas tertutup maka
gerakan peristaltik mengembalikan isi lambung kembali ke lambung, bila sfingter esofagus
terbuka (distensi esofageal), maka isi lambung akan keluar sepanjang jalur laring, hidung
dan mulut --> muntah
2.9 Pola makan Menyebabkan Gangguan Pada Gastrointestinal
Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm) yang jam
kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem
pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktuwaktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus
30

lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga
ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme. Jeda
waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama
dapat mengakibatkan sindroma dispepsia. Kerja lambung meningkat pada waktu
pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari berada dalam kondisi normal dan
melemah pada waktu malam hari jam 07.00-09.00 malam. Melaparkan diri salah satunya
dapat mencetuskan sekresi asam lambung, dimana bila dilakukan berulang-ulang akan
dapat mengiritasi mukosa lambung dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih
banyak dari pada efek protektif pertahanan mukosa.20,21,22
2.10 Hubungan Antara Psikis Dengan Gastrointestinal
Faktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan, misalnya emosi, juga dapat
mengubah motilitas lambung dengan bekerja melalui sistem saraf otonom untuk
mempengaruhi derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun efek emosi pada
motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat diperkirakan
namun kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung mengurangi motilitas, sementara
kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya.8
2.11 Penyebab Grea Merasa Asam Pada Mulut
Penyakit refluks gastroesofageal disebabkan oleh pemisah antirefluks yang lemah,
atau tonus lower esophageal sphincter (LES) menurun sehingga timbul refluks retrograd
pada saat tekanan intralumen meningkat. Hal ini yang menyebabkan makanan yang
sudah bercampur dengan asam lambung bisa naik ke esofagus dan menyebabkan rasa
asam pada mulut. Selain itu pada keadaan normal, seharusnya esofagus menjalankan
suatu mekanisme bersihan asam dari lumen esofagus dengan berbagai cara, meliputi,
gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur dan bikarbonat. Oleh karena itulah menelan air liur
akan menjadi sering, karena ekskresi air liur yang banyak akibat refluks.9
Rasa asam pada mulut grea ini juga disebut regurgitasi. Regurgitasi adalah aliran balik
isi lambung ke dalam rongga mulut. bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi
tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai oleh mual. gangguan ini dirasakan dalam
tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. regurgitasi tanpa tenaga ini
cukup sering terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak
sempurna. pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi sfingter
esofagus bagian bawah dan kegagalan sfingter esofagus bagian atas untuk bertindak
31

sebagai sawar regurgitasi. water brush merupakan reflek hipersekresi saliva akibat
adanya esofagitis peptik atau disfagia, dan tidak sama dengan regurgitasi. water brush
terjadi pada sekitar 15% dari waktu pada saat seseorang menderita disfagia.5
2.12 Penyebab Rasa Terbakar Pada Dada Grea
Heartburn
Heartburn adalah perasaan seperti terbakar di substernal atau dada. Umumnya
penderita tidak mengeluh rasa nyeri atau sakit di dada melainkan rasa seperti terbakar. Di
dada seolah terbakar timbul karena isi lambung yang sangat asam keluar kembali ke
esofagus (saluran yang menyalurkan makanan dari mulut ke lambung) akibat makan
berlebihan, stress, alkohol, dan sebagainya.13
Pirosis (Nyeri ulu hati)
Pirosis (nyeri ulu hati) adalah gejala lain penyakit esofagus yang sering terjadi. Pirosis
di tandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas
atau di belakang prosesus xifoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat di
sebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu kedalam esofagus bagian
bawah, ke duanya mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap di sebabkan oleh
inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia
hiatus atau esofagotis. Nyeri ulu hati merupakan keluhan lazim selama kehamilan.13
2.13 Perbedaan Khas Antara GERD, Gastritis Dan Ulkus Peptikum
Dari pengertian dan pembahasan kelompok ini sebelumnya, secara definisi GERD
adalah suatu bentuk kerusakan esofagus akibat regurgitasi isi lambung, gastritis adalah
kerusakan lapisan mukosa lambung akibat ketidakseimbangan faktor agresif dan defensif
lambung, sedangkan ulkus peptikum sendiri dapat merupakan bentuk komplikasi dari
gastritis.9
Untuk membedakan ketiga penyakit ini secara jelas, diperlukan pemeriksaan
endoskopi yang membedakan ketiga penyakit ini melalui bentuk dan lokasi lesinya.9
1. GERD: Peradangan dan perubahan epitel pada saluran esofagus bagian distal yang
dapat dinilai berdasarkan Klasifikasi Los Angles
2. Gastritis: terdapat iritas mukosa lambung
3. Ulkus Peptikum: Lesi dengan gambaran khas, bentuk seperti gunung berapi meletus
dengan tepi yang tidak terlalu meninggi.

32

Namun pemeriksaan ini sulit dilakukan dalam kondisi fasilitas dan tenaga ahli yang
kurang, maka anamnesis memegang peranan penting dalam membedakan ketiga
penyakit ini. Secara umum, gejala ketiganya menunjukkan gejala umum dispepsia seperti
mual, nyeri epigastrik dan mual. Namun pada GERD, yang khas adalah Heart Burn
(meskipun sebagian besar orang sulit mendefinisikan Heart Burn dan sering salah
intepretasi yang mengarah ke gejala Angina Pectoris), gangguan menelan yaitu merasa
nyeri dan ada yang janggal didaerah esofagus ketika makan akibat kerusakan dan
penyempitan esofagus, juga merasa nyeri yang merambat dari dada hingga punggung
ketika membungkuk.9
Ini berbeda pada gastritis dan ulkus peptikum yang gejala nyeri nya meringan sesaat
setelah makan. Untuk Ulkus sendiri terdapat gejala-gejala komplikasi seperti hematemesis
dan melena.9
2.14 Cara Menegakkan Diagnosis
Anamnesis
Secara umum, skala pengukuran gejala dapat digunakan untuk tujuan diagnostik,
prediktif, atau evaluatif. Jika skala tersebut bertujuan diagnostik, maka kuesioner yang
digunakan haruslah bersifat sangat spesifik terhadap jenis penyakit yang dimaksud, yang
tergambar dari pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, sekaligus mengeksklusikan
penyakit lain dengan probabilitas prediksi yang tinggi.23
Selain karena gejala-gejala pada pasien GERD yang seringkali tidak menunjukkan
gejala khas (heartburn, regurgitasi) sehingga menyulitkan untuk diagnosis akurat, banyak
pasien GERD tidak memiliki kelainan gambaran endoskopi, sehingga evaluasi tingkat
keparahan gejala, kualitas hidup serta respon terapi menjadi sangat penting.23
Kuesioner berisi gejala-gejala yang dinilai oleh pasien sendiri saat ini merupakan
instrumen kunci pada berbagai penelitian klinis.23 Sistem skala FSSG dikembangkan di
Jepang dan banyak digunakan di berbagai negara di luar Jepang. FSSG terdiri dari 12
pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala yang tersering dialami oleh pasien,
tidak hanya heartburn dan acid taste, tetapi juga gejala-gejala dispepsia seperti perut
penuh dan merasa cepat kenyang. Diagnosis GERD dinyatakan dengan kuesioner ini
pada nilai cut-off 8 poin.24

33

Pemeriksaan Penunjang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik
khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit esofagus adalah pemeriksaan
radiologi dengan barium, esofagoskopi disertai biopsi dan mungkin pemeriksaan sitologi,
pemeriksaan manometrik atau motilitas, dan uji refluks asam.5
a. Endoskopi saluran cerna atas
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk mendiagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala GERD, keadaan ini
disebut NERD ( non-erosif refluks disease). Dengan ditemukannya kelainan
esofagitis pada pemeriksaan endoskopi ditambah dengan pemeriksaan histopatologi
(biopsi), dapat mengkomfirmasikan bahwa heart burn atau regurgitasi disebabkan
oleh GERD.13
Klasifikasi Los Angeles
Derajat kerusakan
A

Gambaran endoskopi
Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan
diameter <5mm
Erosi pada mukosa atau lipatan mukosa

dengan

diamter

>5mm

tanpa

saling

berhubungan
Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai atau

mengelilingi seluruh lumen


Lesi
mukosa
esofagus

yang

bersifat

sirkumferensial (mengelillingi seluruh lumen)


b. Pemeriksaan radiologi barium
Pemeriksaan ini sering dikombinasi dengan pemeriksaan radiologis lambung dan
duodenum

(rangkaian

pemeriksaan

radiologis

gastrointestinal

bagian

atas)

menggunakan barium sulfat dalam cairan atau suspensi krim yang ditelan.
Mekanisme menelan dapat dilihat secara langsung dengan pemeriksaan fluoroskopi,
atau perekaman gambar gambar radiografik menggunakan teknik gambar bergerak
(sineradiografi). Cara ini dapat mendeteksi berbagai kelainan antara lain tumor,
polip, divertikulitis, striktura, hernia hiatus, varises esofagus yang besar, proses
menelan yang tidak terkoordinasi, dan peristaltik yang lemah.5

34

c. Pemeriksaan MRI dan radiologis lainnya


Pemeriksaan CT-scan lebih disukai untuk mengevaluasi penebalan abnormal lesi
esofagus dan untuk melihat anatomi pembuluh darah. USG endoskopi digunakan
untuk pencitraan karsinoma esofagus dan untuk menilai derajat infiltrasi tumor
sebelum operasi. Pemeriksaan MRI menghasilkan irisan tomografik yang tipis dan
tidak menggunakan radiasi, untuk menentukan stadium keganasan esofagus. EKG
Doppler dapat digunakan bersama dengan MRI untuk menilai aliran darah
submukosa. Endoskopi yang disertai dengan biopsi adalah pemeriksaan utama
untuk menegakkan diagnosis tumor esofagus.5
d. Esofagoskopi
Endoskopi esofagus, lambung, dan duodenum sering digabungkan dalam satu
pemeriksaan. Peradangan, tukak, tumor, dan varises esofagus dapat dilihat, difoto,
dan dibiopsi. Bilasan sel dapat diperoleh untuk pemeriksaan sitologis yang dapat
menegakkan diagnosis karsinoma esofagus dengan sangat akurat. Infeksi seperti H.
Pylori dapat terdiagnosis melalui pemeriksaan serologis non invasif dan uji napas
urea.5
e. Pemeriksaan motilitas
Fungsi motorik esofagus dapat diperiksa dengan menggunakan kateter pekatekanan atau balon mini yang diletakkan dalam lambung dan kemudian dinaikkan
kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser yang diletakkan diluar tubuh
penderita. Pengukuran perubahan tekanan dalam esofagus dan lambung pada saat
istirahat dan selama menelan sangat menambah pengertian aktivitas esofagus pada
keadaan sehat dan sakit. Pemeriksaan motilitas esofagus bermanfaat dalam
menegakkan diagnosis akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma, dan
gangguan motorik esofagus lainnya. Fungsi sfingter esofagus bagian bawah menarik
perhatian para ahli gastroenterologi. Dalam keadaan normal terdapat daerah
tekanan tinggi (15-30 cm air diatas tekanan intragastrik) yang mencegah terjadinya
refluks isi lambung ke dalam esofagus. Refluks dapat terjadi bila sfingter gagal
mempertahankan tekanan tersebut diatas tekanan intraabdominal.5
f.

Sintigrafi gastroesophageal
Pemeriksaan ini menggunaan cairan atau campuran makanan cair dan padat
yang dilebel dengan radioisotop yang tidak di absorbsi biasanya technetium.
35

selanjutnya

sebuah

penghitung

gamma

(gamma

counter)

eksternal

akan

memmonitor transit dari cairan atau makan yang dilebel tersebut. Sensitifitas dan
spesifitas tes ini masih diragukan.15
g. Uji refluks asam
Uji perfusi asam (tes bernstein) digunakan untuk membedakan antara nyeri dada
yang berasal dari jantung dengan nyeri dada akibat spasme esofagus yang
disebabkan oleh asam.5
Pada uji perfusi asam HCl 0,1 N diteteskan melalui kateter dengan kecepatan 615 ml/menit kedalam esofagus distal. Bila pasien mengalami nyeri esofagus atau ulu
hati maka hasil positif. Nyeri akan menghilang dengan pemberian larutan alkali atau
netral. Penyakit yang paling sering ditemukan bila hasil uji positif adalah esofagitis
refluks, tetapi setiap penyakit yang menyebabkan terputusnya kontinuitas mukosa
esofagus dapat menyebabkan uji ini menjadi positif. Penderita nyeri dada yang
berasal dari jantung tidak dapat membedakan antara larutan garam dengan perfusi
asam.5
Uji refluks lain adalah dengan memantau pH esofagus. Hal ini dilakukan untuk
mendeteksi refluks isi lambung yang asam, juga observasi fluoroskopi esofagus
untuk mendeteksi refluks barium dari lambung ke dalam esofagus dan observasi
fluoroskopi esofagus saat menelan campuran asam klorida dan barium untuk
mendeteksi gangguan aktivitas peristaltik sesaat. Semua pemeriksaan untuk
mengetahui adanya refluks asam ini dapat memberi hasil positif palsu dan negatif
palsu

sehingga

digunakan

gabungan

dua

pemeriksaan

atau

lebih

untuk

mendiagnosis kasus-kasus yang sulit.5


2.15 Tata Laksana Dan Pencegahan pada kasus
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan
gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah
timbulnya komplikasi.13
a. Modifikasi gaya hidup
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun
pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta

36

mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup
adalah13 :

meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum
tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta

mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus,


berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel

epitel
mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan

karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung,


menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian

ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,


menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan

minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam


menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus

LES

seperti

antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta


adrenergic, progesterone.
b. Terapi medikamentosa
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step
down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang
tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau
golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang
lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI).
Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
setelah

berhasil

dapat

dilanjutkan

dengan

terapi

pemeliharaan

dengan

menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik
atau bahkan antasid.14
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata
lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien) dibandingkan
dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval Statement (1999) serta
Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati
bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan
pendekatan terapi step down.14
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa
GERD13 :

37

Antasid
Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi
terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat

terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.13


Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine,

famotidin, dan nizatidin. Obat ini bekerja sebagai penekan sekresi asam.13
Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
praktiknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi

asam.13
Metoklopramid
Metoklopramid

bekerja

sebagai

antagonis

reseptor

dopamine.

Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam


penyembuhan lesi di esofagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis

reseptor H2 atau penghambat pompa proton.13


Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek

meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.13


Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat

pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES.13


Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak
memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap
HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu.13

2.16 Hubungan Status Gizi Dengan Penyakit GERD


Trend obesitas secara dramatis meningkat beberapa dekade terakhir, dengan
prevalensi obesitas antara dewasa di US, didefinisikan sebagai BMI 30 kg/m 2,
meningkat dari 13% pada 1960-1962 hingga 2003-2004, dengan 3% pria dan 7% wanita
terklasifikasi sebagai obesitas berat (BMI 40 kg/m2) pada perkiraan terbaru. Sejalan
dengan trend obesitas ini, prevalensi GERD juga meningkat, saat ini memengaruhi antara
8% dan 26% populasi di dunia barat.25

38

Selain itu, karena prevalensi GERD adalah nyata lebih tinggi pada individual dengan
kelebihan berat badan dan obesitas jika dibandingkan dengan BMI normal, GERD itu
sendiri sekarang dikenal sebagai kormobiditas bergantung obesitas. Memang, terdapat
hubungan penting antara kelebihan jaringan adiposa viceral dengan GERD digambarkan
pula dengan korelasi yang lebih jelas antara GERD dan lingkar pinggang dan rasio
pinggang-pinggul (sebagai penanda obesitas sentral) dibandingkan antara GERD dan
BMI. Namun, prevalensi GERD, bahkan dalam kasus obesitas berat, adalah <50% , ini
menunjukkan bahwa obesitas berat itu sendiri tidak cukup menyebabkan GERD, dan
bahwa di sebagian besar individu sangat gemuk, setidaknya beberapa mekanisme
fisiologis yang mencegah GERD masih tetap utuh.25
GERD terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu25 :
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat.
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Pada poin ke tiga dijelaskan bahwa tekanan intra abdomen yang tinggi memperbesar
kemungkinan terjadinya refluks retrograd ke dalam esofagus. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada kasus orang-orang yang memiliki berat di atas berat ideal (dalam hal ini
termasuk overweigth atau obesitas), memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami
GERD.25
2.17 Gorengan Dan Coklat Sebagai Faktor Resiko Dari GERD
Coklat
Coklat sering dikategorikan sebagai salah satu faktor resiko GERD. Akan tetapi, data
yang menyatakan bahwa coklat dapat mempengaruhi pH dan tonus otot LES sangatlah
terbatas. Sebuah studi menyatakan bahwa konsumsi sirup coklat sebanyak 120 ml dapat
menyebabkan tonus otot LES melemah secara signifikan. Murphy dan Castell
menemukan bahwa 7 pasien dengan gejala GERD mengalami peningkatan pH sesudah
mengkonsumsi coklat bila dibandingkan dengan konsumsi minuman dengan kalori yang
seimbang. Akan tetapi, belum ada studi yang secara langsung dapat membuktikan
keterkaitan coklat dengan gejala GERD.26
Makanan Berlemak (Gorengan)
Telah diketahui bahwa lemak tidak hanya meningkatkan resiko terjadinya refluks akan
tetapi juga meningkatkan sensitivitas esofagus terhadap asam lambung. Nebel dan
39

Castell mengevaluasi studi-studi sebelumnya dengan membandingkan lipid dan protein


terhadap tonus otot LES dengan kalori yang seimbang untuk individu normal. Hasilnya,
mereka menemukan bahwa makanan berlemak mengurangi tekanan LES secara
signifikan bila dibandingkan dengan makanan berprotein yang meningkatkan tonus otot
LES. Sebuah studi terhadap 20 individu yang sehat pada posisi supine, menemukan
bahwa individu yang mengkonsumsi makanan berlemak tinggi secara signifikan
meningkatkan asam lambung dibandingkan dengan individu yang mengkonsumsi
makanan berlemak rendah. Studi ini juga menemukan bahwa asam lambung meningkat
pada pasien yang mengkonsumsi lemak dengan jumlah yang lebih banyak. Berdasarkan
studi-studi tersebut, bukti bahwa makanan berlemak mempengaruhi GERD.26

40

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipotesis diterima tanpa perubahan:
Grea mengalami dispepsia dengan suspect GERD, penegakan diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan penunjang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin J, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.
2. Graaff VD. Human Anatomy. 6th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001. p.
635-64.
3. Tortora GD. Principles of Anatomy and Physiology. 12 th Edition. Vol. 2. United States:
Wiley; 2009.
4. Netter F. Interactive Atlas Of Clinical Anatomy. USA: Novartis Medical Education; 1998.
41

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC; 2012. h. 406-410.
6. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Organ-Organ Dalam. Edisi 23.
Jilid 2. Jakarta: EGC; 2012. h. 75-80.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007.
h.669-70.
8. Lauralee S. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 548666.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi. Jakarta :
Interna Publishing; 2009. h. 441-533.
10. Dwijayanti H, Neneng R, Susetyowati. Asupan Natrium dan Kalium Berhubungan
dengan Frekuensi Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. 2008; 5 (1): 37.
11. Djojoningrat D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pendekatan Klinis Penyakit
Gastrointestinal. Jakarta: Internal Publishing. 2009.
12. Vakil N, Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R; Global Consensus Group. The Montreal
Definition and Classification of Gastroesophageal Reflux Disease: A Global Evidence
Based Consensus. A Medical Journal Gastroenterol. 2006; 101: 1900-1920.
13. Makmun D. Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Refluks Gastroesofageal. Edisi 4. Jilid 1.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD, FKUI; 2007. h. 315-19
14. Kahrilas P. Gastroesophageal Reflux Disease. New England Journal of Medicine.
2008; 359 (16): 17001707.
15. Lazenby PJ, Hardwig SM. Chronic Cough, Asthma, and Gastroesophageal Reflux.
Current Gastroenterology Report. 2000; 2: 217-23.
16. Jung HK. Epidemiology of Gastroesophageal Reflux Disease in Asia: Asystematic
Review. Journal Neurogastroenterol Motil. 2011; 17: 14-27.
17. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC;
2007. h. 623-24.
18. Lasagna, Louis MD. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara;
2009.
19. Putnam PE. GERD: Pediatric Otolaringology. Philladephia: Saunders; 1996.
20. Soehardi S. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung: ITB; 2004.
21. Putheran A. Jam Piket Tubuh Manusia. Djogjakarta: DIVA Press; 2011.
22. Herman B. Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang: Andalas University Press;
2004.
23. Rentz AM, Kahrilas P, Stanghellini V, et al. Development and Psychometric Evaluation of
The Patient Assessment of Upper Gastrointestinal Symptom Severity Index PAGI-S in
Patients With Upper Gastrointestinal Disorders. Qual Life Res. 2004; 13: 1737-49.

42

24. Kusano M, Shimoyama Y, Sugimoto S, Kawamura O, Maeda M, Minashi K, et al.


Development and Evaluation of FSSG : Frequency Scale For The Symptoms of GERD.
Journal Gastroenterol. 2004; 39: 888-91.
25. Prachand VN, Alverdy JC. Gastroesophageal Reflux Disease and Severe Obesity:
Fundoplication Or Bariatric Surgery?. World Journal of Gastroenterology. 2010; 16(30): .
3757-61.
26. Kaltenbach T, Crockett S, Gerson LB. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With
Gastroesophageal Reflux Disease? An Evidence-Based Approach. Journal of the
American Medical Assicoation. 2006; Vol. 166: 965-71.

43

Anda mungkin juga menyukai