Anda di halaman 1dari 6

Mariana

Irfayani
Diana Gusma Siregar
Indri Lidia Kristin Simatupang
Selama periode sebelum 1998, otoritas Pusat Pemerintah Republik
Indonesia sangat terpusat dan semua wilayah di republik ini menjadi
perpanjangan tangan kekuatan Jakarta (pemerintah pusat). Dengan
demikian, rezim Orde Baru menciptakan kekuasaan sentripetal, yaitu
cenderung berpihak pada pusat bukan daerah (pinggiran).

Dalam proses pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, adu tarik
antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran
daerah sebagai hasil dari otonomi daerah meningkatkan tensi politik
lokal. Indikasi ini tercermin dari munculnya ancaman dari masing-
masing kelompok yang pro dan kontra terhadap pembentukan daerah
baru, mobilisasi massa dengan sentimen suku, bahkan sampai ancaman
pembunuhan
pengertian Dasar hukum
Otonomi otonomi
Daerah daerah Pelaksanaan
prinsip-prinsip Otonomi
otonomi Daerah di
daerah Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peraturan hukum yang mengatur
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan UUD 1945, yaitu Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004).
UU ini secara jelas mengatur penerapan otonomi daerah, termasuk dalam hal
pembentukan daerah atau pemekaran wilayah. Dalam sistem otonomi daerah,
terdapat istilah-istilah penting seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Penerapan sistem otonomi daerah telah membawa perubahan politik
di tingkat lokal, yang memiliki dampak positif maupun negatif. Sistem ini dapat
mendukung perkembangan suatu daerah, seperti meningkatkan kemampuan
ekonomi dan mengoptimalkan potensi daerah, namun juga dapat memicu keinginan
beberapa wilayah untuk memisahkan diri dari wilayah induknya, yang menjadi faktor
pemekaran wilayah

Anda mungkin juga menyukai