Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alat-alat elektronik yang senantiasa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari
kebanyakan dialiri oleh arus AC atau disebut dengan arus listrik bolak-balik. Dalam
alat-alat elektronik yang kita gunakan terdapat berbagai jenis rangkaian listrik yang
memiliki peran yang berbeda-beda. Rangkaian arus bolak-balik terdiri yang terdiri
dari resistor, induktor dan kapasitor disebut dengan rangkaian RLC. Rangkaian
dengan induktansi dan kapasitansi dapat menunjukkan sifat resonansi, yang penting
dalam banyak jenis aplikasi. Resonansi menjadi dasar untuk selektivitas frekuensi
dalam sistem komunikasi. Misalnya, kemampuan penerima radio atau televisi untuk
memilih frekuensi tertentu yang dipancarkan oleh stasiun tertentu dan pada saat yang
sama, untuk menghilangkan frekuensi dari stasiun lain berdasarkan prinsip resonansi.
Rangkaian RLC adalah rangkaian yang tersusun atas resistor, induktor, dan
kapasitor baik secara seri maupun paralel. Rangkaian ini dinamakan RLC karena
menunjukkan simbol tahanan (R), induktansi (L), dan kapasitansi (C). Rangkaian
RLC bisa membentuk osilator harmonik dan akan beresonansi pada rangkaian LC.
Resonansi pada rangkaian listrik adalah suatu gejala yang terjadi pada suatu
rangkaian bolak-balik yang mengandung elemen induktor dan kapasitor. Resonansi
pada rangkaian seri disebut resonansi seri, sedangkan pada rangkaian paralel disebut
resonansi paralel atau antiresonansi.
Ketika rangkaian RLC dirangkai secara seri, maka ada tiga kemungkinan sifat
yang dimiliki oleh rangkaian yaitu resistif, kapasitif, dan induktif. Rangkaian bersifat
resistif ketika XL = XC, bersifat kapasitif ketika XL < XC, dan bersifat induktif ketika
XL > XC. Resonansi seri dapat terjadi apabila XL = XC atau VL = VC sehingga
impedansi rangkaian sama dengan nilai resistansinya (Z = R) dan arus sefase dengan
tegangan.
Rangkaian RLC dan resonansi diaplikasikan pada berbagai alat elektronik
terutama pada alat komunikasi. Rangkaian RLC paling umum digunakan pada tuning.
Tuning merupakan salah satu bagian pada radio yang fungsinya untuk memilih
frekuensi yang diinginkan. Oleh karena rangkaian RLC penting digunakan maka
diperlukan pemahaman khusus mengenai rangkaian RLC. Oleh karena itu, praktikum
resonansi RLC ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman
mengenai rangkaian RLC serta peristiwa resonansi yang menyertainya.
B. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menyelidiki pengaruh perubahan frekuensi sumber terhadap karakteristik
rangkaian RLC seri
2. Menginterpretasi kurva respon frekuensi rangkaian RLC seri
3. Menentukan frekuensi resonansi dan faktor kualitas rangkaian RLC seri
C. Manfaat Praktikum
Praktikum ini memiliki beberapa manfaat, baik itu manfaat praktis maupun
teoritis.
1. Manfaat Praktis
a. Dengan melaksanakan praktikum ini, maka kita dapat meningkatkan
pemahaman kita mengenai karakteristik rangkaian RLC seri akibat
pemberian frekuensi sumber yang berbeda-beda serta peristiwa
resonansi yang terjadi pada rangkaian tersebut
b. Dengan melaksanakan praktikum ini, maka kita mampu menyelidiki
besarnya frekuensi resonansi suatu rangkaian RLC berdasarkan dari plot
kurva antara frekuensi sumber dengan arus yang mengalir pada
rangkaian
2. Manfaat Teoritis
a. Dapat Melihat pengaruh perubahan frekuensi sumber terhadap
karakteristik.
b. Mengetahui Proses Kurva Respon Kurva pada rangkaian R – L – C seri.
c. Dapat Menentukan frekuensi resonansi dan faktor kualitas rangkaian R
– L – C seri.
BAB II
LANDASAN TEORI

Ditinjau dari sifat alirannya, listrik dibedakan antara listrik aru searah (Direct-
Current, DC) dan listrik arus bolak-balik (Alternating-Current, AC). Disebut listrik
arus searah jika arahnya tetap, meskipun mungkin besarnya berubah. Arus searah
yang besarnya tetap disebut arus rata. Arus searah yang besarnya berubah sebagai
fungsi waktu disebut arus denyut atau arus pulsa. Arus bolak balik (Alternating-
Current, AC) adalah arus dan tegangan yang berubah tanda secara berulang atau
periodik. Bentuk gelombang yang paling dasar adalah bentuk sinusoidal, oleh
karena itu menurut dalil Fourier hampir semua bentuk gelombang dapat diuraikan
dalam deret Fourier menggunakan bentuk gelombang Sinusoidal. Ada beberapa
cara dalam membahas arus bolak-balik. Yang paling umum adalah metode fungsi
eksponensial kompleks. Dengan cara ini aturan yang digunakan pada arus searah
tetap berlaku, asalkan digunakan fasor kompleks. Cara kompleks ini biasanya
digunakan pada rangkaian RLC seri dan parallel dengan tekanan pada pengertian
factor kualitas (Q) (Bakri, Martawijaya, & Saleh, 2015: 63-64).
Rangkaian listrik adalah suatu kumpulan elemen atau komponen listrik yang
saling dihubungkan dengan cara-cara tertentu dan paling sedikit mempunyai satu
lintasan tertutup. Pada rangkaian listrik tersusun oleh komponen pasif maupun aktif.
Keberadaan dua komponen pasif induktor dan kapasitor dalam satu rangkaian listrik
secara bersamaan, yakni rangkaian RLC, akan menghasilkan sebuah sistem
persamaan differensial derajat kedua. Persamaan matematis ini cukup panjang
prosedurnya jika diselesaikan secara analitik (Murjannah, & Prihanto, 2013: 2).
Banyak penelitian menyebutkan dengan memanfaatkan frekuensi tinggi, nilai
induktor (L) dan kapasitor (C) yang digunakan dapat dikurangi sehingga volume
induktor dan kapasitor dapat diperkecil. Dengan semakin kecil nilai L dan C yang
digunakan, topologi rangkaian bisa menjadi lebih sederhana secara ukuran, selain itu
dengan semakin kecil nilai L dan C yang digunakan, biaya yang dibutuhkan untuk
memperoleh nilai tersebut juga bisa semakin ditekan. Salah satu metode yang dapat
digunakan agar dapat diperoleh peralatan konverter yang sederhana, dengan ukuran
semakin padat (compact) namun memiliki ekonomis dan efisiensi yang baik adalah
dengan menggunakan teknologi resonan converter. Resonansi sendiri merupakan
suatu peristiwa dimana nilai reaktansi induktif dan kapasitif memiliki nilai yang
sama dan kemudian saling mengkompensasi sehingga impedansi pada suatu
rangkaian RLC bisa menjadi sangat kecil. Tidak hanya peningkatan efisiensi
rangkaian yang mampu diberikan namun juga kemampuan penguatan tegangan dari
rangkaian RLC (Nugraha, Facta, & Waristo, 2013: 968).
Sekarang, kita perhatikan rangkaian yang lebih realistis, yang terdiri atas
resistor, inductor, dan kapasitor yang dihubungkan secara seri. Banyanan sakelar S 1
ditutup dan S2 dibuka sehingga kapasitor memiliki muatan awal sebesar Qmaks .
Selanjutnya, S1 dibuka dan S2 ditutup. energi total ini tidak selamanya konstan sperti
dalam rangkaian LC karenaterdapar resisitor yang menyebabkan perubahan energi
dalam (Serway & Jeweet, 2010p: 621).
Resonansi adalah proses bergetarnya suatu benda ketika ada pengaruh getaran
benda lain, hal ini terjadi karena kedua benda tersebut memiliki frekuensi yang sama.
Resonansi RLC merupakan suatu gejala yang terjadi pada rangkaian arus AC yang
terdiri dari resistor (𝑅), induktor (𝐿) dan kapasitor (𝐶). Resonansi dalam rangkaian
seri yaitu resonansi seri, sedangkan resonansi dalam rangkaian paralel yaitu resonansi
paralel (anti resonansi). Resonansi pada rangkaian RLC terjadi ketika reaktansi
kapasitif ( 𝑋𝐶 ) sama dengan reaktansi induktif ( 𝑋𝐿 ) dan amplitudo tegangan 𝑉𝐿 =
𝐼𝑋𝐿 dan 𝑉𝐶 = 𝐼𝑋𝐶 adalah sama. Pada frekuensi resonansi RLC impedansi mencapai
nilai minimumnya dan arus mencapai nilai maksimumnya. Impedansi total (𝑍) pada
rangkaian RLC seri bergantung pada frekuensi arus listrik yang dimasukkan.
Reaktansi induktif berbanding lurus dengan frekuensi dan reaktansi kapasitif
berbanding terbalik dengan frekuensi (Mustalim, & Rahmawati, 2018: 54-55).
Resonansi sendiri merupakan suatu peristiwa dimana nilai reaktansi induktif
dan kapasitif memiliki nilai yang sama dan kemudian saling mengkompensasi
sehingga impedansi pada suatu rangkaian RLC bisa menjadi sangat kecil. Apabila
impedansi suatu rangkaian dapat dibuat menjadi begitu kecil, maka hal ini tidak
hanya meningkatan efisiensi rangkaian tersebut namun juga kemampuan penguatan
tegangan dari rangkaian RLC. Kemampuan penguatan tegangan yang dapat berikan
oleh resonan konverter bisa menjadi salah satu alternatif pengganti transformator
penaik tegangan. Resonan konverter memungkinkan penggunaan frekuensi tinggi
sebagai frekuensi kerjanya, sehingga komponen L dan C yang digunakan bisa
semakin kecil. Melalui nilai L dan C yang kecil memberikan peluang untuk
mewujudkan peralatan konverter yang sederhana, namun memiliki nilai ekonomis
dan efisiensi yang baik (Heriawan, Facta, & Karnoto, 2015: 107).
Rangkaian resonansi merupakan suatu rangkaian yang bekerja dengan
memanfaatkan sifat alami dari komponen kapasitor (C) dan induktor (L). Kedua
komponen tersebut jika dikombinasikan akan bersifat seperti pendulum atau
ayunan. Hal ini karena adanya sifat energi tersimpan dalam kedua komponen
tersebut, kapasitor menyimpan dalam bentuk tegangan sedangkan induktor
menyimpan dalam bentuk arus. Hasil dari kondisi ayunan adalah osilasi dari
tegangan kapasitor dan arus induktor walaupun sumber tegangannya adalah DC
tanpa osilasi. Syarat terjadinya osilasi adalah kondisi sistem harus bersifat redaman
kurang (underdamp) (Heriawan, Facta, & Karnoto, 2015: 107).
Rangkaian penting yang memiliki banyak sifat dari Sebagian besar rangkaian
ac ialah rangkaian RLC seri dan paralel dengan generator (sumber). Pada resonansi
RLC seri, tinjau sebuah rangkaian yang terdiri atas hambatan R, induktansi L dan
kapasitor C yang terhubung secara seri dan dihubungkan dengan sebuag sumber
tegangan yang berubah terhadap waktu Vs (t). kita mulai dengan menganalisis arus
yang mengalir dalam rangkaian. Vs (t) adalah sumber tegangan tetap, artinya nilai
rms Vs tidak bergantung kepada arus yang mengalir dalam rangkaian. Arus I yang
berubah dengan frekuensi f dan mencapai nilai maksimum untuk frekuensi. Tampak
1
bahwa arus mempunyai nilai besar di dekat frekuensi : ω o= . Dalam hal ini
√ LC
1
dikatakan terjadi keadaan resonansi, dan frekuensi ω o= . Disebut frekuensi
√ LC
resonansi (Bakri, Martawijaya, & Saleh, 2015: 84-86).
Dari bentuk lengkungan resonansi RLC seri, dapat kita pandang sebagai suatu
tapis yang menyekat satu daerah frekuensi dan meneruskan frekuensi dan
meneruskan frekuensi yang laian. Tapis semacam ini disebut tapis sekat pita.
Rangakaian seri RLC pada keadaan resonansi. Tegangan antara c dan b sama dengan
nol (Vcd = 0), oleh karena Vab = IR. Dalam menjumlahkan tegangan bolak-balik
kita harus menggunaka tegangan kompleks (fasor), artinya kita harus
menjumlahkan besar dan fasanya (Sutrisno, 1986: 51-52).
Pada resonansi RLC paralel, kita anggap L adalah induktansi murni, yang
tidak mengandung hambatan. Rangkaian ini kita hubungkan dengan sebuah sumber
arus konstan agar beda potensial sebanding dengan impedansi rangkaian. Pada
resonansi, impedansi rangkaian RLC paralel mempunyai nilai maksimum. Untuk
menghitung impedansi rangkaian, kita hitung admitansi ȳ, karena kita berhadapan
dengan rangkaian paralel. Dari bentuk lengkung resonansi, tampak rangkaian RLC
paralel bersifat sebagai tapis yang meneruskan isyarat dengan frekuensi di sekitar
1 1
ω o= .dan menahan isyarat dengan frekuensi jauh dari ω o= . Tapis jenis ini
√ LC √ LC
dikenal sebagai tapis lolos pita (Bakri, Martawijaya, & Saleh, 2015: 90-94).

Gambar 2.1 Rangkaian RLC Seri Gambar 2.2 Lengkung Resonansi


rangkaian RLC Paralel
(Sumber : Bakri, Martawijaya, & Saleh, 2015: 84-92)
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Identifikasi Variabel
1. Variabel Manipulasi : frekuensi sumber (Hz)
2. Variabel Respon : arus listrik (A)
3. Variabel Kontrol : tegangan sumber (V), resistansi resistor (Ω),
kapasitansi resistor (F), dan induktansi induktor (H)
B. Definisi Operasional Variabel
1. Frekuensi sumber (fS) adalah besarnya frekuensi masukan yang dialirkan
pada rangkaian RLC seri yang berasal dari audio function generator.
Frekuensi sumber tertera pada audio function generator dengan satuan hertz
(Hz).
2. Arus listrik (iS) adalah besarnya kuat arus listrik yang mengalir pada
rangkaian RLC seri ketika diberikan frekuensi sumber yang berbeda-beda.
Arus listrik diukur menggunakan multimeter AC dengan satuan ampere (A).
3. Tegangan sumber (VS) adalah beda potensial yang diinput atau dialirkan
pada rangkaian RLC seri yang berasal dari audio function generator.
Tegangan input tertera pada audio function generator dengan satuan volt (V).
4. Resistansi resistor (R) adalah besarnya nilai hambatan yang dimiliki oleh
resistor untuk menghambat frekuensi sumber yang diinput pada rangkaian.
Resistansi resistor diukur menggunakan LCR meter dengan satuan ohm (Ω).
5. Kapasitansi kapasitor (C) adalah kemampuan dari kapasitor untuk
menyimpan muatan listrik. Kapasitansi kapasitor diukur menggunakan LCR
meter dengan satuan farad (F).
6. Induktansi induktor (L) adalah kemampuan induktor untuk menyimpan
energi pada medan magnet atau menimbulkan ggl di dalam rangkaian akibat
adanya perubahan arus yang melewati rangkaian. Induktansi induktor diukur
menggunakan LCR meter dengan satuan henry (H).
C. Alat dan Bahan
Pelaksanaan kegiatan ini ditunjang oleh komponen-komponen dan alat ukur
berikut:
1. Audio Function Generator (AFG) 1 buah
2. Multimeter AC 1 buah
3. LCR Meter 1 buah
4. Papan Rangkaian 1 buah
5. Resistor 3 buah
6. Kapasitor 1 buah
7. Induktor 1 buah
8. Kabel Penghubung 7 buah
D. Prosedur Kerja
1. Rangkaian seri RLC pada gambar berikut dirakit di atas papan kit

Gambar 3.1 Rangkaian Seri RLS di atas Papan Kit.


(Sumber : Saleh, 2022: 21)
2. Rangkaian dihubungkan dengan Audio Function Generator (AFG) pada
gelombang sinus dengan amplitudo 5 Vrms (diukur secara langsung dengan
menggunakan digital AC voltmeter)
3. Digital AC Ammeter dihubungkan pada rangkaian
4. Untuk mengamati perubahan arus i sebagai fungsi frekuensi dan pada
frekuensi berapa terjadi keadaan resonansi, yaitu nilai arus (atau tegangan
pada R) menjadi maksimum, frekuensi AFG dinaikkan dengan cepat sambil
diamati besar kuat arus pada digital AC Ammeter, setelah itu kembali
diturunkan ke frekuensi 100 Hz
Perlu diingat bahwa : Pada keadaan resonansi untuk RLC seri, impedansi
rangkaian menjadi minimum atau arus menjadi maksimum. Namun dalam
praktek, lebih mudah mengukur tegangan pada rangkaian daripada
mengukur arus. Amperemeter ac yang peka sukar diperoleh apalagi yang
mampu bekerja pada frekuensi tinggi
5. Frekuensi AFG dinaikkan dengan interval 100 Hz dan besar kuat arus i
dicatat untuk setiap interval tersebut hingga diperoleh nilai tegangan yang
kurang lebih sama pada saat frekuensi mula-mula
E. Teknik Analisis Data
1. Memplot grafik respon frekuensi RLC seri, yaitu plot grafik hubungan antara
frekuensi sumber (fS) terhadap kuat arus (iS) yang mengalir pada rangkaian.
2. Menentukan frekuensi resonansi rangkaian RLC seri berdasarkan grafik
yang telah diplot. Resonansi rangkaian diperoleh dengan menarik garis pada
kuat arus listrik maksimum (Imax) yang terbentuk kemudian dari titik kuat
arus listrik maksimum ditarik garis ke sumbu frekuensi sebagai besarnya
frekuensi resonansi.
3. Menentukan f1 dan f2 berdasarkan grafik yang telah diplot dengan menarik
garis pada kuat arus listrik I = I max x 0,707 kemudian dari kedua titik kuat
arus listrik tersebut ditarik garis ke sumbu frekuensi sebagai besarnya f 1 dan
f2.
4. Menentukan besarnya faktor kualitas rangkaian resonansi RLC seri
berdasarkan grafik dengan menggunakan persamaan berikut:
fr fr
Q= =
∆ f f 2−f 1
5. Menghitung besarnya frekuensi resonansi RLC seri dan faktor kualitas
secara teori dengan menggunakan persamaan berikut:
1
f r=
2 π √ LC
2 πf L
Q=
R
6. Hasil pengukuran dari praktikum (berdasarkan grafik) dibandingkan dengan
hasil perhitungan secara teori. Kemudian, dihitung persentase kesalahannya
dengan menggunakan persamaan berikut.

| |
f oteori−f o praktikum
%error= ×100 %
f oteori + f o praktikum
2

| |
Qteori −Q praktikum
%error= × 100 %
Qteori + Q praktikum
2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
V s =5 volt L = 5,24 mH C = 10,89 nF

Tabel 4.1 Pengukuran Kuat Arus sebagai Fungsi Frekuensi

𝒊 (mA)
f s (Hz)
R1=|100± 5 %| R2=|330 ±5 %| R3=|2200 ±5 %|

0 0 0 0

100 0 , 03 0,03 0,03

200 0,06 0,06 0,06

300 0,09 0,09 0,09

400 0,13 0,12 0,12

500 0,16 0,16 0,15

600 0,19 0,19 0,18

700 0,23 0,22 0,22

800 0,26 0,25 0,25

900 0,29 0,29 0,29

1000 0,32 0,33 0,32

2000 0,65 0,60 0,62

3000 0,98 1,00 0,89

4000 1,32 1,32 1,11


5000 1,69 1,68 1,30

6000 2,06 2,06 1,45

7000 2,47 2,48 1,57

8000 2,95 2,92 1,66

9000 3,46 3,40 1,72

10000 4,08 3,91 1,77

11000 4,77 4,52 1,81

12000 5,59 5,24 1,83

13000 6,58 6,65 1,84

14000 7,81 6,95 1,84

15000 9,39 7,85 1,83

16000 11,48 8,92 1,82

17000 14,31 10,21 1,80

18000 18,27 11,32 1,78

19000 23,89 12,30 1,76

20000 30,02 12,80 1,73

21000 34,13 12,92 1,70

22000 31,05 12,65 1,67

23000 25,07 11,97 1,64

24000 20,08 11,14 1,60


25000 16,44 10,66 1,56

26000 13,68 9,34 1,52

27000 11,60 8,55 1,48

28000 10,36 7,87 1,45

29000 9,14 7,25 1,41

30000 8,18 6,51 1,36

31000 7,38 6,18 1,32

32000 6,70 5,73 1,27

33000 6,13 5,32 1,23

34000 5,64 4,92 1,19

35000 5,20 2,62 1,15

36000 4,81 4,29 1,11

37000 4,47 4,00 1,06

38000 4,16 3,75 1,02

39000 3,88 3,52 0,98

40000 3,62 3,30 0,93

41000 3,38 3,10 0,90

42000 3,17 2,80 0,85

43000 2,96 2,58 0,81

44000 2,78 2,50 0,78


45000 2,60 2,40 0,74

46000 2,44 2,15 0,70

47000 2,29 2,12 0,66

48000 2,15 1,90 0,63

49000 2,01 1,75 0,60

50000 1,89 1,70 0,56

51000 1,77 1,66 0,53

52000 1,66 1,50 0,51

53000 1,55 1,45 0,48

54000 1,45 1,37 0,45

55000 1,36 1,27 0,42

56000 1,26 1,20 0,39

57000 1,18 1,12 0,36

58000 1,10 1,05 0,34

59000 1,03 0,97 0,32

60000 0,96 0,91 0,30

61000 0,90 0,82 0,28

62000 0,83 0,79 0,26

63000 0,78 0,70 0,24

64000 0,72 0,69 0,22


65000 0,67 0,64 0,21

66000 0,62 0,59 0,19

67000 0,57 0,54 0,18

68000 0,53 0,50 0,16

69000 0,48 0,46 0,15

70000 0,45 0,40 0,14

71000 0,41 0,38 0,13

72000 0,37 0,35 0,12

73000 0,34 0,31 0,11

74000 0,31 0,29 0,10

75000 0,28 0,25 0,09

76000 0,25 0,22 0,09

77000 0,23 0,20 0,08

78000 0,21 0,19 0,06

79000 0,19 0,18 0,05

80000 0,17 0,16 0,05

81000 0,15 0,15 0,04

82000 0,14 0,12 0,03

83000 0,13 0,12 0,03

84000 0,12 0,10 0,02


85000 0,11 0,10 0,01

86000 0,10 0,09 0,01

87000 0,09 0,08 0

88000 0,08 0,08 0

89000 0,07 0,07 0

90000 0,06 0,06 0

B. Analisis Data
1. Frekuensi Resonansi
Data I
R1 = |100 , 00 ± 5 ,00| Ω
L = 5,24 mH = 5,24 x 10-3 H
C = 10,89 nF = 1,08 x 10-8 F
a) Secara Teori
1
f O=
2 π √ LC
1
f O=
2(3 , 14) √( 5 , 24 × 10 ) H x ( 1 , 08× 10 ) F
−3 −8

1
f O=
2(3 , 14) √ 5,70636 × 10−11
1
f O= −5
2 x 3 , 14 x 4,74634663 x 10
f O=21068 , 83 Hz
b) Secara Praktikum
fo saat Imaks , maka :
f O=21000 Hz
c) % error = | f oTeori−f oPraktikum
f oTeori |× 100%

% error = |2106821068
, 83−21000
, 83 | × 100%
% error = 0,327 %
Dengan analisis yang sama, maka diperoleh data sebagai berikut :
L = 5,24 mH = 5,24 x 10-3 H
C = 10,89 nF = 1,08 x 10-8 F
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Frekuensi Resonansi Secara Teori dan Praktikum
No R (Ω) f oTeori (Hz) f oPraktikum (Hz ) % error
.

1 100 21068,83 21000 0,327

2 330 21068,83 21000 0,327

3 2200 21068,83 13500 33,55

2. Faktor Kualitas (Q)


a) Secara Teori
Untuk R1 = |100 , 00 ± 5|Ω
2π fo L
Q=
R
−3
2 x 3 , 14 x 21068 , 83 Hz (5 ,24 x 10 H )
Q=
100 Ω
Q=¿ 6,93
b) Secara Praktikum
I = Imaks × 0,707
I = 34,13 mA × 0,707
I = 24,12991 mA
∆ f =f 2−f 1
∆ f =23000 Hz−19000 Hz
∆ f =4000 Hz
fO
Q=
∆f
21000 Hz
Q=
4000 Hz
Q = 5,25

c) % error = | QTeori |
QTeori−Q Praktikum
× 100%

% error = |6 , 93−5
6 , 93 |
,25
× 100%

% error = 24,24 %
Dengan analisis yang sama, maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Penentuan Faktor Qualitas Secara Teori dan Praktikum
No. R (Ω) QTeori Q Praktikum % error

1 100 6,93 5,25 24,24

2 330 2,102 2,25 7,041

3 2200 0,315 0,511 62,22


C. Grafik
DATA I
36
34
32
30
28
26
24
22
Kuat Arus, I (mA)

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000 75000 80000 85000 90000 95000
Frekuensi, f (Hz)

Grafik 4.1 Hubungan Antara Kuat Arus, I (mA) dengan Besarnya Frekuensi, f (Hz) pada R1 (Ω)
DATA II
14

13

12

11

10

9
Kuat Arus, I (mA)

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000 75000 80000 85000 90000 95000
Frekuensi, f (Hz)

Grafik 4.2 Hubungan Antara Kuat Arus, I (mA) dengan Besarnya Frekuensi, f (Hz) pada R2 (Ω)
DATA III
2

1.8

1.6

1.4 =3𝟏5𝟎𝟎 𝑯𝒛

1.2
Kuat Arus, I (mA)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000 75000 80000 85000 90000 95000
Frekuensi, f (Hz)

Grafik 4.3 Hubungan Antara Kuat Arus, I (mA) dengan Besarnya Frekuensi, f (Hz) pada R3 (Ω)
DATA I, II, III
36
34
32
30
28
26
24
22
Kuat Arus, I (mA)

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 60000 65000 70000 75000 80000 85000 90000 95000
Frekuensi, f (Hz)

Grafik 4.4 Hubungan Antara Kuat Arus, I (mA) dengan Besarnya Frekuensi, f (Hz) pada R1, R2, dan R3 (Ω)
D. Pembahasan
Resonansi RLC atau biasa disebut dengan rangkaian RLC adalah
rangkaian yang terdiri dari komponen yaitu resistor, kapasitor dan induktor yang
di rangkai secara seri atau paralel. Dimana ketiga komponen inilah yang akan
dirangkai dengan alat dan bahan lainnya. komponen-komponen ini memiliki
fungsi dan perannya masing-masing, resistor berfungsi untuk menghambat
muatan atau aliran listrik yang masuk ke dalam suatu rangkaian, kapasitor
berfungsi untuk menyimpan muatan dengan waktu tertentu dan induktor berfungsi
untuk memblokir arus searah (AC) dan meneryuskan ke arus bolak-balik (DC).
Selain ketiga komponen ini, masih banyak alat elektronik yag digunakan. Untuk
dapat memanipulasi frekuensi yang akan digunakan yaitu pada Audio Function
Generator selain itu agar kita dapat melihat perubahan yang terjadi pada kuat arus
disetiap interval frekuensi mualia dari 100 Hz hingga pada frekuensi yaitu pada
Ammpere Meter. Rangkaian yang terbentuk yaitu rangkaian yang akan digunakan
untuk dapat menentukan besar kuat arus yang terjadi pada saat kita mengubah
besar frekuensi dan mengganti besar hambatannya. Sebuah rangkaian RLC
dikatakan beresonansi jika reaktansi induktif (XL) Sama dengan reaktansi
kapasitif (XC).
Praktikum ini berjudul resonansi RLC. Praktikum ini dilakukan dengan
tujuan yaitu untuk menyelidiki pengaruh perubahan frekuensi sumber terhadap
karakteristik rangkaian RLC seri, menginterpretasi kurva respon frekuensi
rangkaian RLC seri, serta menentukan frekuensi resonansi dan faktor kualitas
rangkaian RLC seri.
Praktikum ini dilakukan dengan prinsip resonansi rangkaian RLC yang
diterapkan pada rangkaian yang terdiri dari resistor, kapasitor, dan induktor yang
mana rangkaian ini disusun secara seri. Prinsip ini menjelaskan mengenai
terjadinya resonansi pada rangkaian RLC seri yaitu ketika reaktansi induktif
memiliki nilai yang sama besar dengan reaktansi kapasitif. Pada saat yang
bersamaan, ketika terjadi resonansi maka impedansi total rangkaian adalah resistif
murni.
Pengambilan data pada praktikum ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Pengambilan data pertama dilakukan dengan mengukur besarnya kuat arus yang
mengalir pada rangkaian RLC sebagai fungsi perubahan frekuensi sumber di
mana pada kegiatan ini digunakan resistor dengan nilai sebesar |100 ± 5 %|.
Pengambilan data kedua dan ketiga sama halnya dengan pengambilan data
pertama namun yang berbeda yaitu resistor yang digunakan pada rangkaian. Pada
pengambilan data kedua resistor yang digunakan senilai |330 ± 5 %|. Untuk
pengambilan data ketiga digunakan resistor senilai |2200 ± 5 %|.
Untuk pengambilan data dengan resistor senilai 50 Ω, 100 Ω, dan 1000 Ω
diperoleh frekuensi resonansi berdasarkan grafik yang sama besarnya untuk
resistor satu dan dua yaitu 21000 HZ, untuk resistor ketiga grafik yaitu sebesar
13500 Hz. Frekuensi ini diperoleh pada saat Imaks. Berdasarkan hasil perbandingan
antara frekuensi resonansi secara praktikum dan secara teori diperoleh persen
kesalahan sebesar 0,327% untuk R1 dan R2, dan untuk R3 sebesar 33,55%. Nilai
persen kesalahan ini dapat dikategorikan sangat kecil untuk R1 dan R2, untuk R3
tergolong besar. Sehingga, frekuensi resonansi yang diperoleh secara praktikum
untuk R1 dan R2 dikatakan bagus karena nilai frekuensi resonansi yang diperoleh
secara praktikum tidak menyimpang jauh dari nilai yang diperoleh secara teori.
Namun untuk R3 dapat dikatakan kurang bagus karena nilai yang diperoleh
terbilang menyimpang. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya ketelitian saat
pengambilan data, ataupun dipengaruhi oleh kodisi alat.
Dari hasil perhitungan frekuensi resonansi kita dapat menarik kesimpulan
bahwa nilai resistansi resistor tidak berpengaruh pada nilai frekuensi resonansi
yang terbentuk. Hal ini terbukti karena pada ketiga pengambilan data diperoleh
nilai frekuensi resonansi yang sama besar untuk R1 dan R2, dan untuk R3 walaupun
berbeda namun belumdapat kita golongkan terlalu besar. Hal ini berarti, frekuensi
resonansi hanya bergantung pada induktansi dan kapasitansi, tidak pada resistansi.
Untuk pengambilan data dengan resistor senilai |100 ± 5 %|, |330 ± 5 %|, dan
|2200 ± 5 %| diperoleh faktor kualitas berturut-turut sebesar 5,25, 2,25, dan 0,511.
Nilai faktor kualitas yang diperoleh secara teori berturut-turut sebesar 6,93, 2,102,
dan 0,315. Berdasarkan hasil perbandingan antara faktor kualitas secara
praktikum dan secara teori diperoleh persen kesalahan yaitu 24,24%, 7,041%, dan
62,22%. Persen kesalahan yang diperoleh tidaklah terlalu besar, sehingga dapat
dinyatakan bahwa hasil praktikum tidak menyimpang jauh dari teori. Hal ini
berarti data hasil praktikum yang diperoleh baik karena hasil perbandingan nilai
faktor kualitas yang diperoleh secara praktikum dan teori memiliki persen error
yang cukup kecil. Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa resistansi resistor
berpengaruh pada besar kecilnya faktor kualitas rangkaian resonansi RLC.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh bahwa frekuensi resonansi
diperoleh pada saat arusnya mencapai maksimum atau dapat dikatakan bahwa
frekuensi resonansi tercapai ketika amplitudo gelombang terbentuk. Frekuensi
resonansi rangkaian RLC seri diperoleh saat arusnya maksimum karena pada saat
arusnya maksimum maka akan diperoleh tegangan maksimum.
V max
I max=
R
Seperti yang telah diketahui bahwa saat terjadi resonansi maka X L = XC sehingga
akan dihasilkan impedansi resistif murni Z = R.
V max V max
I max= =
R Z
Sehingga, frekuensi resonansi diperoleh karena pada saat arus maksimum maka
impedansi rangkaian akan sama besarnya dengan resistansi atau dapat dituliskan:
Z = R tercapai saat I = Imax
Z = R artinya terjadi resonansi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum dan analisi data perhitungan dapat
disimpulkan bahwa pengaruh perubahan frekuensi terhadap
karakteristik rangkaian RLC akan menimbulkan resonansi jika nilai
XL sama dengan nilai XC. Dimana semakin besar nilai besar nilai
resistor mana nilai faktor kualitas semakin kecil seklaigus akan
memperlihatkan nilai fo yang semakin kecil.
2. Berdasarkan hasil interpretasi kurva respon frekuensi rangkaian RLC
terlihat bahwa terjadi pola resonansi.
3. Frekuensi resonansi dan factor kualitas rangkaian RLC seri dapat
1 fO
didapatkan dengan menggunakan rumus f O= dan Q =
2 π √ LC ∆f
untuk analisis secara praktikum, serta untuk nilai f o di dapatkan dari
plot grafik dimana pada saat Imaks.
B. Saran
1. Untuk laboratorium
Agara kiranya dapat menyediakan berbagai alat yang bail untuk
digunakan saat praktikum.
2. Untuk asisten
Agar senantiasa membimbing praktikan dengan baik dan memberikan
pemahaman secara optimal agar semuanya dapat dimengerti.
3. Untuk praktikan
Agar dapat selalu menjaga prilaku dan kebersihan didalam
laboratorium.
DOKUMENTASI

1. Untuk R1

Gambar 1.1 Pengukuran Kuat Arus (i) sebagai Fungsi Frekuensi Sumber (fs)
untuk Resistor 1
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
2. Untuk R2

Gambar 2.1 Pengukuran Kuat Arus (i) sebagai Fungsi Frekuensi Sumber (fs)
untuk Resistor 2
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
3. Untuk R3

Gambar 3.1 Pengukuran Kuat Arus (i) sebagai Fungsi Frekuensi Sumber (fs)
untuk Resistor 3
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, A. H., Martawijaya, M. A., dan Saleh, M. 2015. Dasar-dasar Elektronika.


Makassar: Edukasi Mitra Grafika
Heriawan, N. L., Facta, M., dan Karnoto. 2015. Kinerja Dc – Dc Converter
Dengan Rangkaian Resonansi Frekuensi Tinggi Clc. TRANSIENT, 4
(1): 106-113
Murjannah, W. S., dan Prihanto. 2013. Implementasi Rangkaian Rlc Dengan
Metode Runge Kutta Orde 4. Jurnal Fisika 2 (1): 01-07
Mustalim, F. R., dan Rahmawati, E. 2018. Rancang Bangun Alat Percobaan
Resonansi Rangkaian Rlc Menggunakan Sistem Digital. Jurnal
Inovasi Fisika Indonesia (IFI), 7 (2): 54-58
Nugraha, D. V., Facta, M., dan Waristo, A. 2013. Analisis Inverter Dual Resonan
Sebagai Catu Daya Lampu Led. TRANSIENT, 2 (4)
Serway, R. A., dan Jewett, J.W. 2010. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta:
Salemba Teknika
Sutrisno. 1986. Elektronika Teori dasar dan penerapannya. Bandung: ITB
Bandung

Anda mungkin juga menyukai