Anda di halaman 1dari 3

Nama : Heni Veronika Nainggolan

NIM : 11000121120157

Kelas :J

Mata Kuliah : Filsafat Hukum

Dosen Pengampu : Prof.Erlyn Indarti, S.H.,M.A.,Ph.D.

TUGAS 7 FILSAFAT HUKUM

ANALISIS PARADIGMA YANG DIGUNAKAN DALAM DEFINISI HUKUM DAN


KASUS HUKUM BERDASARKAN ONTOLOGISNYA

Menurut James Allen, hukum adalah suatu usaha untuk menegakkan keadilan dalam
pihak yang harus dibedakan. Perlu kita pahami bahwa memang dalam menegakkan keadilan itu,
tidak bisa hanya melibatkan satu pihak saja. Tetapi keadilan itu bisa ditegakkan ketika
melibatkan banyak pihak walaupun pada akhirnya konsep adil menurut Hakim belum tentu adil
menurut para pencari keadilan . Artinya bahwa hukum itu terbentuk dari subjektif banyak orang
yang tentunya memiliki cosmos yang berbeda-beda. Sehingga keadilan itu harus “ diupayakan
bersama “. Karena keadilan itu tidak bisa tercapai hanya karena melibatkan satu pihak saja, tetapi
harus mempertimbangkan kontribusi pihak lain. Definisi hukum itu jatuh pada paradigma
partisipatory, karena dalam paradigma partisipatory melibatkan peran dari banyak orang yang
berpartisipasi untuk menjawab pertanyaan ontologis paradigma. Paradigma partisipatory secara
ontologi adalah realisme partisipatif. Artinya bahwa paradigma partisipatory ini menggunakan
realitas subjektif-objektif yang diciptakan bersama oleh pikiran dan cosmos yang ada. Cosmos
adalah “ dunia kecil” dalam mana pikiran kita bekerja. Sehingga paradigma partisipatory ini
dibangun berdasarkan adanya realitas yang partisipatif dengan realitas subjektif-objektif. Contoh
implementasi dari paradigma partisipatory ini dapat kita lihat dalam putusan Hakim dalam
sidang perkara di pengadilan. Disini saya mengambil contoh dari paradigma partisipatory ini
adalah “ Putusan Nomor 798/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. “ yang menjatuhkan putusan kepada
Richard Eliezer Pudihang Lumiu yaitu salah satu anggota POLRI yang terlibat dalam kasus
pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat. Kasus ini tentunya sangat
hangat diperbincangkan ditengah-tengah masyarakat kita karena kasus ini telah mengambil
perhatian publik sejak tahun 2022 yang lalu. Kita ketahui bahwa kasus ini melalui proses yang
begitu lama sampai pada akhirnya Richard Eliezer membuat terang peristiwa tindak pidana ini
dengan melibatkan dirinya sebagai justice collaborator ( saksi pelaku yang bekerjasama ) dalam
kasus pembunuhan berencana tersebut.

Apabila kita lihat bahwa dalam kasus ini telah melibatkan banyak subjektivitas dari
masing-masing pihak. Diantaranya : Hakim Ketua yaitu Wahyu Iman Santoso,S.H.,M.H., 2
orang Hakim Anggota yaitu Morgan Simanjuntak, S.H.,M.Hum, dan Alimin Ribut
Sujono,S.H.,M.H. Kemudian ada Penasihat Hukum terdakwa yaitu Ronny Berrty Talapessy,
Jaksa Penuntut Umum, Panitera Pengganti, ada juga 4 orang saksi mahkota yaitu saksi Ricky
Rizal Wibowo, saksi Kuat Ma’ruf, saksi Ferdy Sambo, dan saksi Putri Candrawathi serta 48
saksi lainnya yang diantaranya ada keluarga korban dan juga saksi ahli. Sebagaimana kita
pahami bahwa pihak-pihak yang berpastisipasi di dalam kasus ini memiliki peran dan kontribusi
nya masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam menerangkan
realitas yang ada. Terutama untuk para saksi yang harus memberikan keterangan yang sebenar-
benarnya sesuai dengan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar serta apa yang mereka
alami.

Dalam kasus ini Richard Eliezer di jerat dengan pasal 340 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke
1 KUHP yang mana unsur-unsur delik dalam pasal ini semuanya terpenuhi. Sehingga Penuntut
umum mendakwakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Dakwaan
Primair pasal 340 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Penuntut umum menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dan menetapkan agar terdakwa
membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000 ( lima ribu rupiah). Tuntutan dari penuntut umum ini
tentunya juga melalui beberapa pertimbangan yuridis dari hasil keterangan saksi-saksi yang
dihadirkan dalam persidangan dan juga rumusan delik yang didakwakan kepada terdakwa. Tetapi
, pada akhirnya Richard Eliezer hanya dijatuhi sanksi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan
oleh Hakim Ketua dalam sidang pada tanggal 10 Februari 2023. Yang dibacakan langsung oleh
Hakim Ketua Majelis “ menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu
dengan pidana penjara selama 1 ( satu) tahun 6 ( enam ) bulan.

Dapat kita lihat dalam perkara ini dengan menggunkan paradigma partisipatory bahwa
Hakim Ketua dalam memutuskan perkara ini memiliki subjektivitas yang besar. Dapat kita lihat
begitu banyak subjektivitas yang berpartisipasi dalam persidangan tersebut baik itu Jaksa
Penuntut Umum, Saksi Mahkota, Saksi Ahli serta Panitera Pengganti. Yang masing-masing
pihak ini memiliki kontribusi dalam persidangan secara subjektif. Seperti Penuntut Umum yang
memberikan tuntunan saksi pidana penjara selama 12 tahun penjara. Tetapi,tetap Hakim
ketualah yang memiliki hak untuk memutus perkara sehingga berkekuatan hukum tetap.
Berbagai pendapat atau keterangan yang diberikan oleh para saksi dan juga pihak-pihak yang
terlibat dalam persidangan tersebut menjadi pertimbangan objektif bagi Hakim dalam
persidangan tersebut. Perlu kita pahami pula bahwa vonis sebagai putusan akhir dari Hakim
kepada terdakwa terbentuk karena adanya pendapat dari orang-orang yang menyampaikan
subjektif nya , sehingga hal itu menjadi objektif bagi Hakim. Cosmos yang didapatkan oleh
Hakim Ketua dari Subjektif pihak-pihak tersebutlah yang menghasilkan putusan akhir ( vonis)
perkara tersebut. Cosmos dalam kasus ini berasal dari orang-orang yang berpartisipasi dalam
persidangan tersebut sesuai dengan ontologi paradigma partisipatory yaitu realisme partisipatif.
Jadi, bukan hanya subjektif Hakim saja yang menjadi pertimbangan dalam memutus perkara
tersebut. Tetapi, juga subjektif orang-orang yang berpartisipasi dalam persidangan. Sehingga
dalam paradigma partisipastory, bukan hanya subjektivitas satu orang saja tetapi banyak orang.
Sebenarnya dalam paradigma postpositivisme juga terdapat subjektivitas, tetapi perbedaannya
dalam paradigma partisipatory, subjektivitasnya lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai