Anda di halaman 1dari 5

1.

KUSTA

Gejala

pada awalnya tidak tampak jelas dan biasanya berkembang secara perlahan. Bahkan, pada beberapa kasus,
gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20 tahun
atau lebih.

Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya adalah:

 Kulit menjadi mati rasa, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, tekanan, atau
nyeri
 Kulit tidak berkeringat (anhidrosis)
 Kulit terasa kaku dan kering
 Luka yang tidak terasa nyeri di telapak kaki
 Bengkak atau benjolan di wajah dan telinga
 Bercak yang tampak pucat dan berwarna lebih terang daripada kulit di sekitarnya
 Saraf membesar, biasanya di siku dan lutut
 Otot melemah, terutama pada otot kaki dan tangan
 Alis dan bulu mata hilang permanen
 Mata menjadi kering dan jarang mengedip
 Mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung

pencegahan

Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah kusta. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
merupakan upaya terbaik untuk mencegah komplikasi dan penularan kusta. Selain itu, menghindari kontak
dengan hewan pembawa bakteri kusta juga penting untuk mencegah kusta.

Gerakan terpadu untuk memberikan informasi mengenai penyakit kusta kepada masyarakat, terutama di
daerah endemik, merupakan langkah penting agar para penderita mau memeriksakan diri dan mendapatkan
pengobatan.

Pemberian informasi ini juga diharapkan dapat menghilangkan stigma negatif tentang kusta dan diskriminasi
terhadap penderita kusta.

2. Filariasis

Gejala

Berdasarkan gejala, filariasis limfatik terbagi dalam tiga kategori yang meliputi kondisi tanpa gejala, akut, dan
kronis.

1. Tanpa Gejala
Sebagian besar infeksi filariasis limfatik terjadi tanpa menunjukkan gejala apapun. Meski demikian, infeksi ini
tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan limfa dan ginjal sekaligus memengaruhi sistem kekebalan
tubuh.

2. Filariasis Limfatik Akut

Kondisi ini terbagi lagi dalam dua jenis, yaitu:

• Adenolimfangitis akut (ADL)

Gejala yang muncul adalah demam, pembengkakan limfa atau kelenjar getah bening (limfadenopati), serta
bagian tubuh yang terinfeksi akan terasa sakit, memerah, dan membengkak. ADL dapat kambuh lebih dari
satu kali dalam setahun. Cairan yang menumpuk dapat memicu infeksi jamur pada kulit yang merusak kulit.
Semakin sering kambuh, pembengkakan bisa semakin parah.

• Limfangitis filaria akut (AFL)

AFL disebabkan oleh cacing-cacing dewasa yang sekarat akan memicu gejala yang sedikit berbeda dengan
ADL karena umumnya tidak disertai demam atau infeksi lain. Di samping itu, AFL dapat memicu gejala yang
meliputi munculnya benjolan-benjolan kecil pada bagian tubuh, tempat cacing-cacing sekarat terkumpul
(misalnya pada sistem getah bening atau dalam skrotum).

3. Filariasis Limfatik Kronis

Kondisi ini akan menyebabkan limfedema atau penumpukan cairan yang menyebabkan pembengkakan pada
kaki dan lengan. Penumpukan cairan dan infeksi-infeksi yang terjadi akibat lemahnya kekebalan tubuh
akhirnya akan berujung pada kerusakan dan ketebalan lapisan kulit. Kondisi ini disebut sebagai elefantiasis.
Selain itu, penumpukan cairan juga bisa berdampak pada rongga perut, testis pada laki-laki dan payudara
pada perempuan.

pencegahan

Langkah utama dalam untuk mencegah tertular filariasis adalah dengan menghindari gigitan nyamuk sebisa
mungkin. Hal ini sangat penting, terutama di negara-negara tropis, seperti Indonesia. Untuk memaksimalkan
perlindungan terhadap gigitan nyamuk, kita dapat mengambil langkah-langkah sederhana yang meliputi:

 Mengenakan baju atau celana panjang.


 Mengoleskan losion antinyamuk.
 Tidur di dalam kelambu.
 Membersihkan genangan air di sekitar lingkungan.

3. Frambusia

Gejala

Gejala frambusia dibagi dalam beberapa tahapan, seperti dijelaskan berikut ini:

1. Tahap primer

Tahap ini muncul sekitar 2–4 minggu setelah penderita terpapar bakteri penyebab frambusia. Penderita akan
mengalami ruam kulit serupa dengan stroberi. Ruam yang disebut mother yaw ini berwarna kuning dengan
garis merah yang mengelilinginya.Ruam frambusia dapat timbul di area kulit penderita yang terpapar bakteri,
umumnya di kaki. Ruam tersebut tidak terasa sakit, tetapi gatal. Umumnya, mother yaw menghilang dengan
sendirinya setelah 3−6 bulan.

Pada tahap ini, penderita juga dapat mengalami gejala lain, seperti demam, nyeri sendi, dan pembengkakan
kelenjar getah bening.

2. Tahap laten

Pada tahap laten, penderita tidak mengalami gejala, tetapi bakteri tetap ada di dalam tubuh. Tahap ini
muncul pada setiap pergantian tahap. Tahap laten dari primer ke sekunder berlangsung 6–16 minggu. Pada
tahap ini, infeksi masih bisa ditularkan ke orang lain meski penderitanya tidak mengalami gejala. Sementara
itu, tahap laten dari sekunder ke tersier dapat berlangsung selama 5–15 tahun. Pada tahap ini, penderita
tidak mengalami gejala apa pun dan tidak menularkan frambusia kepada orang lain. Namun, jika tidak
ditangani, penderita akan memasuki tahap tersier.

3. Tahap sekunder

Pada tahap sekunder, ruam kulit dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti kaki, lengan, wajah, dan
bokong. Penderita juga dapat memiliki ruam kulit yang terasa nyeri di telapak kaki. Akibatnya, penderita
mulai merasa sulit untuk berjalan dan mengalami perubahan pada gaya berjalan. Kondisi ini sering disebut
dengan crab yaws.Tahap sekunder juga mengakibatkan timbulnya peradangan pada lapisan terluar tulang
(osteoperiostitis) dan pembengkakan jaringan di sekitar tulang jari-jari kaki. Peradangan ini juga dapat
menimbulkan nyeri.

4. Tahap tersier

Jika tidak ditangani, frambusia dapat memasuki tahap tersier. Tahap ini jarang terjadi, yaitu hanya sekitar
10% dari penderita frambusia. Pada tahap tersier, ruam kulit akan muncul dan berkembang sehingga
mengakibatkan kerusakan pada kulit, tulang, dan sendi.

Penderita frambusia pada tahap tersier juga dapat mengalami kerusakan pada wajah yang bisa meliputi
sindrom goundou dan sindrom gangosa.

Sindrom goundou merupakan pembengkakan pada jaringan hidung, dan pembentukan tulang berlebih di
wajah, sedangkan sindrom gangosa merupakan gangguan pada sel saraf di hidung, tenggorokan, serta langit-
langit mulut.

Pencegahan

Belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya frambusia. Meski demikian, ada beberapa langkah
yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya frambusia, yaitu:

 Mencuci tangan secara rutin dengan sabun dan air mengalir


 Menjalani pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
 Menghindari kontak langsung dengan penderita frambusia
 Menjaga kebersihan sanitasi dan lingkungan sekitar
Pastikan untuk segera ke dokter jika Anda kontak dengan penderita frambusia dan mengalami gejala
frambusia.

Anda mungkin juga menyukai