Anda di halaman 1dari 10

Skenario Kasus

Pasien perempuan, 25 tahun, dibawa ke UGD RSGM setelah mengalami


kecelakaan setengah jam yang lalu. Pasien jatuh dari motor setelah motornya
diserempet motor lainnya. Pasien sempat tidak sadarkan diri untuk beberapa
menit, tidak ada muntah. Saat ini, pasien menjadi susah buka mulut.

1. Apakah ada kegawatdaruratan yang terdapat pada kasus di atas?


Jelaskan.
Kegawatdaruratan merupakan kondisi yang harus ditangani segera
sebelum melakukan anamnesis lengkap serta evaluasi klinis secara intraoral
maupun ekstraoral. Pada kasus di atas, terdapat kegawatdaruratan karena
pasien susah untuk membuka mulut. Hal ini menghalangi jalan pernafasan
sehingga hal tersebut dapat membahayakan pasien.
Pada pasien yang telah mengalami trauma, hal pertama yang harus di
periksa adalah ABCDE yaitu airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure. Langkah pertama adalah airway, breathing, dan circulation yaitu
memastikan jalan napas tidak tertutup, paru-paru dapat melakukan pertukaran
udara dengan baik, serta tidak adanya perdarahan yang perlu pertolongan
pertama. Pemeriksaan airway dan breathing sangat penting karena fraktur
pada tulang wajah dapat memengaruhi kemampuan pasien dalam bernapas,
terutama pada pasien pingsan atau dalam posisi terlentang. Pada kasus di atas,
ketidak mampuan pasien untuk membuka mulut atau terjadinya trismus dapat
menghalangi jalan pernafasan atau menghambat kemungkinan diperlukannya
intubasi melalui mulut. Pada tahap ini, diperlukan juga pemeriksaan tanda
vital seperti pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah.
Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan disabilitas atau kondisi
neurologis pasien. Evaluasi tulang belakang leher (cervical spine) juga harus
dilakukan setelahnya, karena pada banyak kasus gaya penyebab fraktur tulang
wajah sering berdampak pada tulang belakang leher. Kondisi neurologis ini
dapat berasosiasi dengan cedera otak yang dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Pasien yang telah mengalami trauma, walaupun pasien datang tidak dalam
keadaan coma, tingkat kesadaran pasien tetap perlu diperiksa. Berikut adalah
tabel GCS dalam mengevaluasi tingkat kesadaran pasien:
 Membuka Mata
Kriteria Tingkatan Skor
Membuka tanpa stimulus Spontan 4
Setelah rangsangan atau perintah Respon terhadap suara 3
Setelah rangsangan pada ujung Rangsangan terhadap
2
jari tekanan
Tidak membuka mata sama
Tidak ada 1
sekali, tanpa faktor penghalang

Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS) – Membuka mata

 Respon Verbal
Kriteria Tingkatan Skor
Menyebutkan nama, tempat, dan
Orientasi baik 5
tanggal
Orientasi tidak baik tapi
Bingung 4
komunikasi jelas
Kata-kata jelas Kalimat 3
Mengerang Suara 2
Tidak ada suara jelas, tanpa
Tidak ada 1
faktor pengganggu

Tabel 2. Glasgow Coma Scale (GCS) – Respon verbal


 Respon Motorik
Kriteria Tingkatan Skor
Mematuhi dua perintah berbeda Menuruti perintah 6
Mengangkat tangan di atas
clavicula pada rangsangan Melokalisir 5
kepala dan leher
Gerakan melipat siku lengan
dengan cepat, namun gerakan Fleksi normal 4
kurang normal
Gerakan melipat siku lengan,
Fleksi tidak normal 3
namun gerakan tidak normal
Ekstensi melipat siku lengan Ekstensi 2
Tidak ada gerakan lengan /
Tidak ada 1
tungkai, tanpa faktor gangguan

Tabel 3. Glasgow Coma Scale (GCS) – Respon motorik

Langkah terakhir dari pemeriksaan primer adalah exposure yaitu


memeriksa fisik pasien secara keseluruhan. Bagian yang tertutup perlu dibuka
dengan contoh jika pasien dalam kasus masih memakai helm motor, maka
helm tersebut perlu dilepaskan untuk memastikan tidak ada trauma lainnya.

2. Pada kasus di atas apa saja kemungkinan diagnosisnya? Jelaskan dengan


detail.
Berdasarkan kasus dalam skenario, pasien mengalami kesulitan dalam
membuka mulut setelah kecelakaan motor. Kemungkinan diagnosis pada
kasus di atas yaitu fraktur mandibula. Fraktur mandibular dapat disebabkan
oleh kecelakaan motor atau perkelahian fisik. Pasien dengan fraktur
mandibula dapat mengalami perubahan oklusi, adanya pembengkakan, rasa
sakit ketika menelan atau berbicara, kehilangan gigi, peradarahan pada
jaringan periodonsium, rasa baal pada bibir bawah, trismus, dan sublingual
hematoma. Berdasarkan tipe fraktur mandibula menurut tingkat cedera pada
fraktur, kemungkinan diagnosis pada kasus yaitu:
1. Fraktur simple atau tertutup yaitu transeksi komplit tulang dengan
fragmentasi minimal pada lokasi fraktur. Fraktur ini tidak melibatkan
luka terbuka pada lingkungan luar seperti kulit, mukosa, atau membran
periodontal.
2. Fraktur kominutif, merupakan fraktur dimana tulang yang mengalami
fraktur terbagi menjadi beberapa segmen. Fraktur ini biasanya
disebabkan oleh luka tembakan atau kecelakaan.
3. Fraktur compound atau terbuka, yaitu fraktur dengan luka terbuka
yang melibatkan kulit, mukosa, atau membran periodontal yang
berhubungan dengan fraktur tulang.

Gambar 1. Tipe fraktur mandibular (Simpel, kominutif, compound)


Berdasarkan lokasi anatomi dari mandibula, fraktur mandibular terbagi
menjadi beberapa jenis (Gambar 2).

Gambar 2. Distribusi frekuensi lokasi anatomi fraktur mandibula


Kemungkinan diagnosis pada kasus di atas yaitu:
1. Fraktur korpus mandibula
Fraktur korpus mandibula dapat disebabkan oleh kecelakaan motor
dan perkelahian fisik. Pasien dengan fraktur korpus mandibular
mengalami gejala klinis seperti adanya edema/ pembengkakan,
keterbatasan pada saat membuka mulut, asimetri wajah, adanya rasa
sakit dan dapat terjadi maloklusi.
2. Fraktur kondilus
Fraktur kondilus dapat disebabkan oleh tekanan tidak langsung
yang disalurkan kepada kondil mandibula yang dapat disebabkan oleh
faktor eksternal seperti trauma fisik, kecelakaan mobil, jatuh pada saat
berolahraga. Pasien dengan fraktur pada kondil dapat mengalami rasa
sakit, pergerakan mandibula yang terbatas, spasme otot dan deviasi
mandibular, maloklusi, dan perubahan patologis pada TMJ.
3. Fraktur prosesus koronideus
Fraktur koronoid dapat disebabkan oleh kecelakaan pada lalu lintas
pada jalan dengan kecepatan tinggi, jatuh dan perkelahian fisik. Pasien
dengan fraktur koronoi dapat mengalami keterbatasan dalam membuka
mulut dan adanya rasa sakit.
4. Fraktur ramus mandibula
Insidensi dari kasus fraktur ramus mandibula sangat rendah. Fraktur
ramus mandibular disebabkan oleh kecelakaan, aktivitas fisik, fraktur
patologis. Pasien dengan fraktur ramus mandibula dapat mengalami
pembengkakan, spasme otot, maloklusi, sublingual hematoma,
ekimosis, trismus dan adanya rasa sakit.
5. Fraktur angulus mandibula
Fraktur angulus mandibula dapat disebabkan oleh kecelakaan motor
dan perkelahian. Pasien dengan fraktur angulus mandibula dapat
mengalami perubahan oklusi, adanya rasa sakit dan pembengkakan,
paresthesia, keterbatasan dalam membuka mulut, wajah asimetri,
hematoma, dan adanya krepitasi pada palpasi.
6. Fraktur simfisis mandibular
Fraktur simfisis mandibula dapat disebabkan oleh kecelakaan motor
Pasien dengan fraktur simfisis mandibular dapat mengalami
keterbatasan dalam membuka mulut karena adanya rasa sakit dan
spasme otot, perdarahan.

3. Apakah penatalaksanaan yang tepat pada kasus di atas?


4. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan
penatalaksanaan yang adekuat?

Komplikasi pada perawatan

1. Infeksi
Menurunnya resistensi lokal dan umum pada pasien dapat
menjadi predisposisi dari infeksi. Pasien dengan fraktur patologis,
kelemahan pasien, penyakit diabetes, terapi steroid lebih rentan
terhadap infeksi.
2. Kerusakan Syaraf
Kerusakan akibat pemberian obat anastesi pada saat melakukan
neuropraxia atau neurotemesis pada bagian inferior dari syaraf alveolar
menjadi komplikasi yang paling sering terjadi. Kerusakan syaraf
terjadi pada saat dilakukannya penetrasi obat anastesi menggunakan
jarum.
3. Tergesernya gigi dan benda asing yang tidak pada tempatnya
Gigi maupun serpihan benda asing atau dari jaringan sekitar
bisa saja tertelan oleh pasien. Pemeriksaan radiografi pada bagian dada
perlu dilakukan, bronchoscopy juga bisa dilakukan jika diperlukan.
Benda asing seperti pecahan kaca dan pecahan dari gigi bisa terbenam
di mukosa bibir. Dua hal ini perlu diperiksa dengan seksama dan
dibuang dari mulut pasien.
4. Pulpitis
5. Komplikasi jaringan gingiva dan jaringan periodontal

Komplikasi pasca perawatan

1. Malunion
Malunion dapat terjadi oleh karena metode fiksasi yang tidak
tepat, pengambilan dini alat immobilisasi, terdapat jaringan yang
terperangkap di dalam fragmen, dan sebagainya. Pada malunion,
bagian tulang yang fraktur telah menyatu namun susunannya tidak
tepat sehingga dapat menyebabkan asimetri wajah.
2. Delayed union
Penyatuan tulang yang terlambat dapat terjadi akibat faktor
lokal seperti adanya infeksi atau faktur umum seperti osteoporosis atau
defisiensi nutrisi.
3. Nonunion
Nonunion terjadi karena penyembuhan tulang (bone healing)
tidak teerjadi pada daerah fraktur. Pasien dapat merasakan sakit dan
mobilitas pada daerah fraktur. Secara radiografis, sclerosis atau
pembulatan pada tepi tulang dapat terlihat. Kondisi ini disebut sebagai
‘eburnation’. Hal ini terjadi karena:
i. Infeksi di situs fraktur.
ii. Imobilisasi fraktur yang tidak adekuat.
iii. Unsatisfactory approximation dengan jaringan yang
terperangkap
iv. Kehilangan tulang dan jaringan lunak yang cukup banyak
v. Adanya kelainan patologis pada tulang seperti tumor
vi. Adanya penyakit seperti osteoporosis, defisiensi nutrisi, dan
kelainan metabolisme kalsium.
Gambar 3. Nonunion pada fraktur mandibula oleh karena
adanya jaringan lunak yang terperangkap di antara fragmen
fraktur
4. Cedera pada syaraf
Fraktur yang melibatkan ramus dan angulus mandibula dapat
menyebabkan gangguan sensorik syaraf. Hal ini tergantung pada
derajat perpindahan fraktur.
5. Sekuestrasi tulang
6. Traumatic myositis ossificans, namun jarang terjadi
7. Ada bekas luka (scar)
Daftar Pustaka

1. Hupp JR, III Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery. 6th ed. Missouri: Elsevier; 2014. p. 491.
2. Pickrell BB, Serebrakian AT, Maricevich RS. Mandible fractures. Semin Plast
Surg. 2017;31(2):100-107.
3. Waterhouse C. The Glasgow Coma Scale and other neurological observations.
Nurs Stand R Coll Nurs G B 1987. 2005 May 27;19(33):55–64; quiz 66–7.
4. Olate S, de Assis AF, Pozzer L, Cavalieri-Pereira L, Asprino L, de Moraes M.
Pattern and treatment of mandible body fracture. Int J Burns Trauma 2013;
3: 164–168.
5. Valiati R, Ibrahim D, Abreu MER et al. The treatment of condylar fractures:
to open or not to open? A critical review of this controversy. Int J Med Sci
2008; 5: 313–318.
6. Kale T, Aggarwal V, Kotrashetti S, Balihallimath L, Singh A. Mandibular
Coronoid Fractures, How Rare? The Journal of Contemporary Dental
Practice 2015; 16: 222–226.
7. Kale T, Kotrashetti S, Louis A, Lingaraj J, Sarvesh B. Mandibular ramus
fractures: a rarity. The journal of contemporary dental practice 2013; 14: 39–
42.
8. Kanta MK, Kumar SR, Harish BV, Raja AT. Rare mandibular ramus fracture.
Annals of Maxillofacial Surgery 2018; 8: 171.
9. Monnazzi MS, Gabrielli MAC, Gabrielli MFR, Trivellato AE. Mandibular
angle fractures: a comparative study between one- and two-plate fixation.
Dental Traumatology 2017; 33: 121–125.
10. Priya Vellore K, Gadipelly S, Dutta B, Reddy VB, Ram S, Parsa A.
Circummandibular Wiring of Symphysis Fracture in a Five-Year-Old Child.
Case Reports in Dentistry. 2013.
11. Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. Oral and Maxillofacial Surgery. Chichester:
John Wiley and Sons Ltd; 2014.
12. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi: Jaypee Brothers,
Medical Publishers Pvt. Limited; 2016:400-402

Anda mungkin juga menyukai