Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Ynag Maha Esa karena atas
Rahmat dan karuniaNya sehingga Panduan ini dapat diselesaikan sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.
Panduan ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan assesmen dan manajemen
Pelayanan Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada Kabupaten Tana
Toraja.
Panduan ini akan dievaluasi kembali dan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal-
hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Penyusun atas
segala upayanya dan semua pihak yang telah mendukung penyelesaian panduan ini.
Pengertian ............................................................................................................................... 50
A. LATAR BELAKANG
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada
berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar
mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting
karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang
digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan tingkat
pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang sehat
dan berstatus gizi baik. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan
untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam
keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu hal mereka harus
tinggal di suatu institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit.
Otonomi daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah dalam rangka
percepatan pemerataan pembangunan wilayah, menuntut adanya perubahan kebijakan
pembangunan di sektor-sektor tertentu, meliputi pola perencanaan dan pola
pelaksanaan program. Demikian pula peran dan tugas departemen harus beralih dari
sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi dengan memberikan porsi operasional
program kepada daerah. Peran dan tugas Departemen Kesehatan juga beralih dari
sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi dimana tugas pokok dan fungsi
Departemen Kesehatan terutama adalah menyusun standar kebijakan dan standar
program. Sedangkan tugas pokok dan fungsi daerah adalah sebagai pelaksana
operasional program sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu bentuk perubahan sistem pengelolaan program dalam rangka
otonomi daerah adalah perubahan struktur organisasi departemen di tingkat Pusat.
Reorganisasi di lingkungan Departemen Kesehatan telah mengubah pula struktur
unitunit kerjanya, termasuk tugas pokok dan fungsi.Dalam hal ini Departemen
Kesehatan berperan sebagai pengawas, pembina dan regulator, upaya perbaikan gizi
dan pelayanan gizi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual
mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi
secara individu. Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara
langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus
diperhatikan secara individual. Adanya kecenderungan peningkatan kasus penyakit
yang terkait dengan gizi, nutrition related disease pada semua kelompok rentan dari ibu
hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, semakin dirasakan perlunya
penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi dan untuk
mempercepat penyembuhan.
Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut/ gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit
saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, usila tidak sadar dalam
waktu lama, kegagalan fungsi saluran pencernaan dan pasien yang mendapat
kemoterapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier dibeberapa rumah
sakit umum di Jakarta tahun 2000 menunjukkan 20%-60% pasien menderita kurang
gizi pada saat dirawat di rumah sakit.
Oleh karena itu pelayanan gizi di rumah sakit yang merupakan hak setiap
orang, memerlukan adanya sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang
bermutu. Pelayanan gizi yang bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat
proses penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari rawat
sehingga dapat menghemat biaya pengobatan. Keuntungan lain jika pasien cepat
sembuh adalah mereka dapat segera kembali mencari nafkah untuk diri* dan
keluarganya. Hal ini sejalan dengan perkembangan iptek dibidang kesehatan, dimana
telah berkembang terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari asuhan medis,
asuhan keperawatan dan asuhan gizi.
Pedoman pelayanan gizi rumah sakit yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di bidang kesehatan dan
kedokteran serta kondisi di Indonesia saat ini. Sejalan dengan dilaksanakannya
program akreditasi pelayanan gizi di rumah sakit, diharap.kan pedoman ini dapat
menjadi pegangan atau acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan kegiatan pelayanan
gizi sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari :
1. Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap
2. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan
3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian Gizi Terapan
D. BATASAN OPERASIONAL
Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang isi bahasan buku ini,
perlu dibuat batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan gizi rumah
sakit. Batasan operasional di bawah ini merupakan batasan istilah, baik bersumber dari
buku pedoman yang lama maupun dari sumber-sumber lain yang dipandang sesuai
dengan kerangka konsep pelayanan yang terurai dalam buku ini.
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat
jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun
mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan promotif.
2. Pelayanan gizi adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di
institusi kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi kesehatan lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi Klien/pasien. Pelayanan gizi merupakan, upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan kesehatan
pasien.
3. Masyarakat Rumah Sakit adalah sekelompok orang yang berada dalam lingkungan
rumah sakit dan terkait dengan aktifitas rumah sakit, terdiri dari pegawai atau
karyawan, pasien rawat inap, dan pengunjung poliklinik.
4. Terapi gizi medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan penyakit baik akut
maupun kronis atau kondisi luka-luka, serta merupakan suatu penilaian terhadap
kondisi klien/pasien sesuai dengan intervensi yang telah diberikan, agar
klien/pasien serta keluarganya dapat menerapkan rencana diet yang telah disusun.
5. Terapi gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien/ pasien untuk
penyembuhan penyakit sesuai dengan hasil diagnosis, termasuk konseling, baik
sebelum perawatan dalam dan sesudah.perawatan.
6. Terapi dietadalah pelayanan dietetik yang merupakan bagian dari terapi
gizi. Perskripsi diet atau Rencana diet: adalah kebutuhan zat gizi klien/ pasien yang
dihitung berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan kondisi kesehatannya.
Preskripsi diet dibuat oleh dokter sedangkan Rencana diet dibuat oleh nutrisionis/
dietisien.
7. Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 (dua) arah
untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku sehingga
membantu klien/ pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakan oleh
nutrisionis/ dietisien.
8. Nutrisionis adalah Seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang
secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional
di bidang pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di masyarakat maupun rumah
sakit, dan unit pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.
9. Dietisien adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
ketrampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman
bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan bekerja di unit pelayanan yang
menyelenggarakan terapi dietetik.
10. Nutrition related disease adalah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
masalah gizi dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.
11. Mutu pelayanan gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai dengan standar dan memuaskan baik kualitas dari petugas
maupun sarana serta prasarana untuk kepentingan klien/ pasien.
E. LANDASAN HUKUM
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan
perundang-undangan yang dipergunakan, adalah sebagai berikut :
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129 / menkes / SK / II /
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan Mutu dan Gizi Pangan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 374 / Menkes / SK / III
/ 2007 tentang Standar Profesi Gizi.
6. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI nomor 849/Menkes/SKB/VIII/2001 dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 35 tahun 2001 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya.
7. Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 23/Kep/M.PAN/4/2001
tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya.
BAB II
KONSEP PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolism
tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.
Sering terjadi kondisi klien/pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan
gizinya. Pengaruh tersebut bisa berjalan timbal balik. Hal tersebut diakibatkan karena tidak
tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang
terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi.
Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat hubungannya dengan penyakit
degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan darah tinggi, penyakit
kanker, memerlukan terapi gizi medis untuk membantu penyembuhannya.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya
harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan seiring dengan
perubahan fungsi organ selama proses penyembuhan. Dengan kata lain, pemberian diet
pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan
status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit, merupakan
tugas dan tanggung-jawab tenaga kesehatan, terutama tenaga yang bergerak di bidang gizi.
A. PELAYANAN GIZI
Kegiatan Pelayanan Gizi dapat dilaksanakan berdasarkan mekanisme berikut ini
GAMBAR 1
MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Penjelasan :
Gambar 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Klien/ pasien rumah sakit
dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1. Pasien Rawat Inap
a. Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaaan fisik,
antropometri, laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan
apakah pasien memerlukan terapi diet atau tidak.
b. Pada tahap intervensi/implementasi
1) Bila tidak memerlukan terapi diet :
a) Pasien dipesankan makanan biasa ke tempat pengolahan makanan.
b) Dari tempat pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan.
Di ruang perawatan makanan disajikan ke pasien.
c) Selama dirawat, pasien mendapatkan penyuluhan mengenai gizi
umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan dan lingkungannya.
d) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium,
dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan
dan asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka
kemungkinan bahwa pasien memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
e) Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan
pulang.
f) Bila memerlukan terapi diit, prosesnya sama dengan bila ia dari
semula memerlukan terapi diet.
2) Bila memerlukan terapi diet :
a) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/ diet, yang
sesuai dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan
nafsu makan.
b) Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan/ konseling gizi agar
diperoleh persesuaian paham tentang dietnya, dan pasien dapat
menerima/ menjalankan diet
c) Diet khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari
tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan.
Di ruang perawatan, makanan khusus disajikan ke pasien.
d) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium,
dan lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan
dan asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka
kemungkinan apakah ia memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
e) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa, proses
selanjutnya sama dengan butir (a).
f) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses
selanjutnya lihat pada butir (b).
g) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat
akan pulang pasien memperoleh penyuluhan/ konseling gizi tentang
penerapan diet di rumah.
h) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien mengikuti proses pelayanan gizi
rawat jalan.
i) Bila tidak, kegiatan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirujuk
ke Puskesmas atau institusi kesehatan lain untuk pembinaan
selanjutnya.
2. Pasien Rawat Jalan
Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan
dokter lainnya, kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.
a. Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi
umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya.
b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk
memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter.
Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut.
B. PENYELENGGARAAN MAKANAN
Bagan berikut menggambarkan urutan kegiatan suatu penyelenggaraan makanan.
Gambar 2
Arus Kerja Penyelenggaraan Makanan
Berdasarkan arus kerja maka macam peralatan yang dibutuhkan sesuai gambar tersebut
di atas adalah :
1. Ruangan penerimaan. Timbangan 100-300 kg, rak bahan makanan beroda, kereta
angkut, alat-alat kecil seperti pembuka botol, penusuk beras, pisau dan sebagainya.
2. Ruang penyimpanan bahan makanan kering dan segar. Timbangan 20-100 kg, rak
bahan makanan, lemari es, freezer.Tempat bahan makanan dari plastic atau
stainless steel.
3. Ruangan persiapan bahan makanan. Meja kerja, meja daging, mesin sayuran,
mesin kelapa, mesin pemotong dan penggiling daging, mixer, blender, timbangan
meja, talenan, bangku kerja, penggiling dari batu, bak cuci.
4. Ruang masak. Ketel uap 10-250 It, tungku masak, oven, penggorengan, mixer,
blender, lemari es, meja pemanas, pemanggang sate, toaster, meja kerja, bak cuci,
kereta dorong, rak alat, bangku, meja pembagi.
5. Ruang pencuci dan penyimpanan alat. Bak cuci, rak alat, tempat sampah, lemari.
BAB III
KEGIATAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
A. ASUHAN GIZI
1. Pengertian
Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien.
Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga Terapi Gizi Medik. Pelayanan
kesehatan paripurna seorang pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan, secara
teoritis memerlukan 3 (tiga) jenis asuhan (care) yang pada pelaksanaannya dikenal
sebagai pelayanan (services). Ketiga jenis asuhan tersebut adalah :
a) Asuhan Medik
b) Asuhan Keperawatan
c) Asuhan Gizi
2. Tujuan
Tujuan utama Asuhan Gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien
secara optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun
konseling gizi pada pasien rawat jalan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
kerjasama tim yang terdiri dari unsur terkait untuk melaksanakan urutan kegiatan,
yang dikelompokan menjadi 5 (lima) kegiatan, yaitu :
a. Membuat diagnosis masalah gizi
b. Menentukan kebutuhan terapi gizi. Dalam pelaksanaan asuhan gizi, penentuan
terapi gizi pasien perlu mempertimbangkan 3 (tiga) macam kebutuhan yaitu a)
penggantian (replacement), b) pemeliharaan (maintenance), dan c) penambahan
akibat kehilangan (loss) yang berkelanjutan dan untuk pemulihan jaringan
dengan berpedoman kepada: tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula,
tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu.
c. Memilih dan mempersiapkan bahan/ makanan/ formula khusus ( oral, enteral
dan parenteral ) sesuai kebutuhan.
d. Melaksanakan pemberian makanan.
e. Evaluasi/ pengkajian gizi dan pemantauan.
A.1 Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan
Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari assessment/pengkajian, pemberian diagnosis,
intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada klien/pasien di rawat jalan. Asuhan
gizi rawat jalan pada umumnya berupa kegiatan konseling gizi dan dietetic atau
edukasi/penyuluhan gizi.
a. Konseling Gizi
Konseling gizi dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: proses pencatatan
data pasien; melakukan assesmen gizi dengan pengukuran antropometri pasien;
melakukan anamnesa riwayat makan, riwayat personal, membaca hasil
pemerikasaan lab dan fisik klinis; menetapkan diagnosis gizi; memberikan
intervensi gizi berupa edukasi dan konseling; melakukan monitoring dan
evaluasi; dan pencatatan hasil konseling gizi.
b. Penyuluhan Gizi
Penyuluhan gizi biasanya diltujukan untuk kelompok dan dilaksanakan oleh
ahli gizi dengan menggunakan media berupa food model, leaflet maupun
berbentuk presentasi.
S
t Standar Diit
Golongan Bahan makanan
a 1500 1700 1900 2100 2300
n / penukar
Nasi 4 5 5½ 6 7
d / penukar
Ikan 2 2 2 2 2
a
Daging / penukar 1 1 1 1 1
r
Tempe / penukar 2½ 2½ 3 3 3
Sayuran / penukar A S S S S S
D
Sayuran / penukar B 2 2 2 2 2
i
Buah / penukar 4 4 4 4 4
i
Susu / penukar - - - - -
t
Minyak / penukar 4 4 6 7 7
PENYELENGGARAAN MAKANAN
1. Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan
dan evaluasi.
2. Tujuan
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan
serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya.
3. Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen/pasien
maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien).
Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input)
meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metoda, peralatan; sedangkan standar
proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan menu,
perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan
dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, serta pengolahan
makanan dan pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah
mutu makanan dan kepuasan konsumen.
4. Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi
Bentuk penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Lakipadada menggunakan sistem swakelola. Pada sistem ini, unit gizi bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan, termasuk
dalam penyediaan sumber daya manusia. Kegiatan pengadaan/penyediaan makanan
di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada dimulai dari perencanaan
macam dan jumlah bahan makanan, pengadaan bahan makanan hingga proses
penyediaan makanan matang bagi pasien dan karyawan. Proses kegiatan ini
meliputi :
a. Perencanaan menu
Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan menyusun
hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan
makanan di Instalasi Gizi dengan tujuan agar tersedia siklus menu dan
pedoman menu untuk penderita menurut kelas perawatan. Siklus menu yang
digunakan adalah siklus menu 7 hari dan siklus menu tersebut diganti setiap 6
bulan. Hal tersebut dibentuk untuk mempermudah dalam menafsirkan menu
dalam pemesanan bahan makanan dan pengolahannya.
Dalam pembuatan siklus menu diatas dipertimbangkan kecukupan gizi yang
berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada berdasarkan standar
kecukupan gizi, jumlah pasien yang dilayani, jumlah pegawai yang ada di
Instalasi Gizi, jumlah peralatan dapur yang tersedia, faktor musim dan iklim
serta anggaran yang tersedia.
b. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah suatu proses untuk
menetapkan jumlah, macam dan kualitas bahan makanan yang diperlukan
dalam kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kegiatan pengadaan
makanan. Perencanaan bahan makanan direncanakan oleh Koordinator Unit
Logistik. Perencanaan bahan makanan menggunakan metode konsumsi harian
dengan buffer stock 10%.
c. Penyediaan/pembelian bahan makanan
Penyediaan/pembelian bahan makanan adalah suatu proses penyediaan
bahan makanan melalui prosedur dan peraturan yang berlaku. Pembelian bahan
makanan basah dilaksanakan setiap hari. Sedangkan bahan makanan kering
dilaksanakan pemesanan setiap 30 hari sekali.
d. Penerimaan bahan makanan
Penerimaan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan memeriksa,
meneliti, mencatat, memutuskan dan melaporkan waktu penerimaan bahan
makanan, macam dan jumlah serta spesifikasi bahan makanan menurut
permintaan/pemesanan dari Bon Permintaan Bahan Makanan yang dibuat oleh
Instalasi Gizi. Penerimaan bahan makanan dilaksanakan secara harian,
mingguan ataupun bulanan sesuai dengan kontrak pembelian bahan makanan.
Pengecekan bahan makanan dilakukan oleh bagian logistik gizi dan tim komisi
rumah sakit.
e. Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan yang
meliputi masuknya bahan makanan, penyimpanan bahan makanan serta
penyaluran bahan makanan. Di Instalasi Gizi, bahan makanan yang disimpan
adalah bahan makanan yang dipergunakan esok hari serta penyimpanan pada
hari Minggu dan hari libur. Bahan makanan yang disimpan pada gudang
persiapan meliputi beras, gula pasir, kacang hijau, minyak goreng, telur, teh,
garam, tepung maizena, susu bubuk, margarine sedangkan bahan makanan
basah disimpan di cooling cel yaitu sayuran dan racikan bumbu-bumbu.
f. Persiapan dan pengolahan bahan makanan
Persiapan bahan makanan adalah proses mengupas, menyiangi,
memotong, mencuci dan lain-lain. Pengolahan bahan makanan adalah suatu
proses kegiatan terhadap bahan makanan yang telah dipersiapkan dan bumbu-
bumbu yang dipergunakan untuk diperlakukan sesuai dengan menu. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan dan nilai cerna bahan
makanan.
g. Penyaluran makanan (Distribusi)
Penyaluran makanan adalah suatu proses kegiatan yang mencakup
pembagian makanan dan penyampaian makanan kepada penderita berdasarkan
bon permintaan dari masing-masing ruangan. Penyaluran/distribusi makanan
kepada pederita dilakukan dengan cara desentralisasi dan sentralisasi. Waktu
pembagian makanan kepada pasien sebagai berikut :
6) Makan pagi : 06.00 – 07.00 WIB
7) Snack pagi : 10.00 WIB
8) Makan siang : 11.30 – 13.00 WIB
9) Snack sore : 15.00 WIB
10) Makan sore : 16.30 – 18.00 WIB
h. Pendistribusian Makanan
1) Pengertian
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan
sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani
(makanan biasa maupun makanan khusus)
2) Tujuan
Konsumen mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku
3) Prasyarat :
a) Tersedianya standar pemberian makanan rumah sakit, menyangkut
standar penyediaan energi dan zat gizi lainnya serta dietetika.
b) Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit.
c) Adanya peraturan pengambilan makanan.
d) Adanya bon permintaan makanan.
e) Tersedianya makanan sesuai ketentuan diet pasien / kebutuhan
konsumen.
f) Tersedianya peralatan makan.
g) Tersedianya sarana pendistribusian makanan.
h) Tersedianya tenaga pramusaji.
i) Adanya jadwal pendistribusian makanan di Instalasi Gizi.
4) Macam Penyaluran Makanan
Sistem penyaluran yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang
disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan
perlengkapan yang ada. Terdapat 3 (tiga) sistem penyaluran makanan yang
biasa dilaksanakan di rumah sakit, yaitu sistem yang dipusatkan
(sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan
kombinasiantara sentralisasi dengan desentralisasi.
a) Penyaluran makanan yang dipusatkan.
Cara ini lazim disebut dengan cara distribusi "sentralisasi". Dengan
ketentuan ini, makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di
tempat pengolahan makanan.
b) Penyaluran makanan yang tidak dipusatkan.
Cara ini lazim disebut dengan sistem distribusi "desentralisasi".
Makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke ruang perawatan
pasien, dalam jumlah banyak/besar, untuk selanjutnya disajikan dalam
alat makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan.
c) Penyaluran makanan kombinasi.
Penyaluran makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian
makanan ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari
tempat produksi (dapur), dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah
besar, pendistribusiannya dilaksanakan setelah sampai di ruang
perawatan.
Masing-masing cara distribusi tersebut mempunyai keuntungan dan
kelemahan sebagai berikut:
Keuntungan Cara Sentralisasi
Tenaga lebih hemat, sehingga lebih menghemat biaya dan pengawasan.
Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti.
Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit
kemungkinan kesalahan pemberian makanan.
Ruangan pasien terhindar dari keributan pada waktu pembagian makanan
serta bau masakan.
Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan Cara Sentralisasi
Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih
banyak (tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak).
Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta
pemeliharaan.
Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin.
Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat
perjalanan dari dapur utama ke ruang perawatan pasien.
Keuntungan Cara Desentralisasi
Tidak memerlukan tempat yang luas, peralatan makan yang ada di dapur
ruangan tidak banyak.
Makanan dapat dihangatkan kembali sebelum dihidangkan ke pasien.
Makanan dapat disajikan lebih rapi dan baik serta dengan porsi yang
sesuai kebutuhan pasien.
Kelemahan Cara Desentralisasi
Memerlukan tenaga lebih banyak di ruangan dan pengawasan secara
menyeluruh agak sulit.
Makanan dapat rusak bila petugas lupa untuk menghangatkan kembali.
Besar porsi sukar diawasi, khususnya bagi pasien yang menjalankan diet.
Pengawasan harus lebih banyak dilakukan.
Ruangan pasien dapat terganggu oleh keributan pembagian makanan
serta ban masakan.
B. KEBUTUHAN TENAGA
Saat ini formulasi untuk menghitung kebutuhan tenaga gizi di rumah sakit masih dalam
proses penyusunan. Kebutuhan tenaga gizi dapat dihitung menggunakan formulasi
berdasarkan beban kerja atau disebut Workload Indicator Staffing Need (WISN). Angka
kebutuhan tenaga ISN maupun gizi ini dapat dihitung oleh masing-masing unit
pelayanan gizi di rumah sakit masing-masing. Namun demikian, berdasarkan Permenkes
RI No. 30 Tahun 2019 dan Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan
Standar Ketenagaan Minimal, terdapat beberapa kategori tenaga untuk tiap kelas rumah
sakit, seperti terlihat pada Tabel-Tabel di bawah ini.
Sedangkan berdasarkan PGRS kebutuhan tenaga gizi berdasarkan kelas rumah sakit
2. Kursus-kursus.
Tujuan :
Mempersiapkan pegawai untuk menjadi tenaga professional yang handal
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan, baik
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keilmuan. Keikutsertaan dalam
kursuskursus tertentu, baik itu dietetik, kuliner, terapi gizi medik,
manajemen gizi, dan lain-lain, diharapkan juga dapat mengubah perilaku
positif yang dapat
meningkatkan citra pelayanan gizi di unit kerja masing-masing.
Ruang persiapan
Ruang pencucian
peralatan
R. penyajian Makanan
C. Sarana Fisik
1) Letak tempat penyelenggaraan makanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai letak tempat penyelenggaraan
makanan suatu rumah sakit, antara lain :
a) Mudah dicapai dari semua ruang perawatan, agar pelayanan dapat diberikan
dengan baik dan merata untuk semua pasien.
b) Kebisingan dan keributan di pengolahan tidak mengganggu ruangan lain di
sekitarnya.
c) Mudah dicapai kendaraan darai luar, untuk memudahkan pengiriman bahan
makanan sehingga perlu mempunyai jalan langsung dari luar.
d) Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah, kamar jenazah, ruang cuci
(laundry) dan lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan.
e) Mendapat udara dan sinar yang cukup.
2) Bangunan
Belum ada standar yang tetap untuk sebuah tempat pengolahan makanan, akan
tetapi disarankan luas bangunan adalah 1-2 m per tempat tidur. Dalam
merencanakan luas bangunan pengolahan makanan harus dipertimbangkan
kebutuhan bangunan pada saat ini, serta kemungkinan perluasan sarana pelayanan
kesehatan di masa mendatang. Setelah menentukan besar atau luas ruangan
kemudian direncanakan sususnan ruangan dan peralatan yang akan digunakan,
sesuai dengan arus kerja dan macam pelayanan yang akan diberikan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu bangunan instalasi/unit pelayanan
gizi yaitu : tipe rumah sakit, macam pelayanan dan macam menu, jumlah fasilitas
yang diinginkan, kebutuhan biaya, arus kerja dan susunan ruangan, serta macam
dan jumlah tenaga yang digunakan.
3) Konstruksi
Beberapa persyaratan mengenai konstruksi tempat pengolahan makanan :
a) Lantai : harus kuat, mudah dibersihkan, tiadk membahayakan/tiak licin, tidak
menyerap air, tahan terhadap asam dan tidak memberikan suara keras.
Beberapa macam bahan dapat digunakan seperti bata keras, teraso tegel, dsb.
b) Dinding : harus halus, mudah dibersihkan, dapat memantulkan cahaya yang
cukup bagi ruangan, dan tahan terhadap cairan. Semua kabel dan pipa atau
instalasi pipa uap harus berada dalam keadaan terbungkus atau tertanam dalam
lantai atau dinding.
c) Langit-langit : harus bertutup, dilengkapi dengan bahan peredam suara untuk
bagian tertentu dan disediakan cerobong asap. Langit-langit dapat diberi warna
agar serasi dengan warna dinding. Jarak antara lantai dengan langit-langit harus
tinggi agar uadara panas dapat bersirkulasi dengan baik.
d) Penerangan dan ventilasi : harus cukup, baik penerangan langsung maupun
penerangan listrik, sebaiknya berkekuatan minimal 200 lux. Ventilasi harus
cukup sehingga dapat mengeluarkan asap, bau makanan, bau uap lemak, bau
air, dan panas, untuk itu dapat digunakan “exhause fan” pada tempat tertentu.
Ventilasi harus dapat mengatur pergantian udara sehingga ruanagn tidak terasa
panas, tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding, atau
langit-langit.
D. Alur Kerja
Alur kerja yang dimaksud adalah urut-urutan kegiatan kerja dalam memproses bahan
makanan menjadi hidangan, meliputi kegiatan dari penerimaan bahan makanan,
persiapan, pemasakan, pembagian/distribusi makanan.
Yang perlu diperhatikan adalah :
1) Pekerjaan sedapat mungkin dilakukan searah atau satu jurusan
2) Pekerjaan dapat lancar sehinga energy dan waktu dapat dihemat
3) Bahan makanan tidak dibiarkan lama sebelum diproses
4) Jarak yang ditempuh pekerja sependek mungkin dan tidak bolak-balik
5) Ruang dan alat dapat dipakai seefektif mungkin
6) Biaya produksi dapat ditekan
BAB VI
SANITASI MAKANAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. SANITASI MAKANAN
1. Pengertian
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik
beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan
mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan,
pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada konsumen (Direktorat Hygiene dan Sanitasi, Ditjen
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).
Salah satu kegiatan dari Sanitasi makanan adalah penyehatan makanan dan
minuman. Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman. Faktor-faktor
tersebut berasal dari proses penanganan makanan, minuman, lingkungan dan
orangnya; sehingga makanan dan minuman yang disajikan rumah sakit tidak
menjadi mats rantai penularan penyakit.
2. Tujuan
Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit ditujukan
untuk :
a. Tersedianya makanan yang berkualitas balk dan aman bagi kesehatan
konsumen.
b. Menurunnya kejadian resiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan
melalui makanan.
c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.
3. Pelaksanaan Sanitasi Makanan dalam penyelenggaraan makanan
a. Ruang Pengolahan (Dapur)
1) Tersedianya fasilitas kamar toilet khusus bagi pegawai dapur, locker untuk
tempat menyimpan pakaian kerja dan ruang untuk ganti pakaian.
2) Ruang dalam dapur harus bersih, tersedia tempat sampah sementara yang
diberi kantong plastik yang kemudian dibuang dengan plastiknya ke tempat
pengumpulan sampah diluar. Diluar ruangan dapur terdapat fasilitas tempat
pengumpulan sampah yang tertutup.
b. Bangunan
1) Pintu-pintu tempat ruang persiapan dan masak harus dibuat
membuka/menutup sendiri (self closing door), dilengkapi peralatan anti
lalat seperti kasa, tirai, pintu rangkap, dll.
2) Fasilitas Cuci Tangan
a) Terletak diluar ruang ganti pakaian, wc/ kamar mandi
b) Tersedia air yang mengalir
c) Tersedia sabun cair antiseptik dan tissu pengering
d) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat, anti karat dan
permukaan halus
3) Saluran limbah, sebagai pembuangan limbah pengolahan makanan yang
aman dari binatang pengganggu
c. Sarana dan Peralatan untuk pelaksanaan sanitasi makanan.
1) Air Bersih
Tersedia air yang bersih dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan dan
memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 01/ Birhukmas/ J/
1975. Standar mutu air tersebut, meliputi :
a) Standar bersih, yaitu suhu, warna, bau dan rasa
b) Standar biologi, yaitu kuman-kuman parasit, kumankuman pathogen,
dan bakteri E. coli.
c) Standar kimiawi, yaitu derajat keasaman (pH) jumlah zat padat dan
bahan-bahan kimia lainnya.
d) Standar radio aktif meliputi benda-benda radio aktif yang mungkin
terkandung dalam air.
2) Alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus tertutup
sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaannya harus dan mudah
dibersihkan.
3) Rak-rak penyimpanan bahan makanan/makanan harus mudah dipindah
pindahkan dengan menggunakan roda-roda penggerak untuk kepentingan
proses pembersihan.
4) Peralatan yang kontak dengan makanan, harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) Permukaan utuh (tidak cacat), dan mudah dibersihkan
b) Lapisan permukaan tidak mudah rusak akibat dalam asam/ basa, atau
garam-garaman yang lazim dijumpai dalam makanan.
c) Tidak terbuat dari logam berat yang dapat menimbulkan keracunan,
misalnya : timah hitam (Pb), Arsenium (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Cadmium (Cd) dan Antimony (Stibium).
d) Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus bertutup.
4. Prinsip Penyehatan Makanan Dalam Penyelenggaraan Makanan
Prinsip penyehatan makanan menggunakan tehnik HACCP (Hazard Analysis
Critical control point) meliputi bahan makanan, penjamah makanan dan cara kerja
yang dilakukan serta upaya pengendalian pertumbuhan kuman berbahaya.
a. Bahan Makanan (Sumber, Mutu, Cara Penanganan)
1) Sumber bahan makanan
Harus diketahui asal lokasinya secara pasti, tidak tercemar dari sampah atau
pupuk yang dipakai, bebas dari insektisida, peptisida atau bahan kimia
lainnya.
2) Mutu bahan makanan
Harus dipilih bahan makanan yang bermutu baik, yaitu bahan makanan
segar, yang aman, utuh, baik dan bergizi, misalnya : utuh, tidak
berlubang/berulat, besar dan bentuk seragam, tidak busuk, tidak kotor dan
tidak layu, cukup masak/ matang (untuk buah).
3) Cara penanganan bahan makanan, harus memperhatikan cara penanganan
yang tepat dan balk, misalnya dengan menggunakan kemasan yang
memenuhi syarat, memperhatikan pengangkutan yang layak, dsb.
c. Prosedur Kerja
Kontaminasi makanan atau kontaminasi ulang dapat disebabkan oleh
perilaku si penjamah makanan selama berkerja. Hal ini disebabkan karena
pegawai tidak bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada.Contoh bekerja
sesuai prosedur, misainya : sehabis bekerja, pegawai harus mencuci alat (panic
sebagaimana mestinya dan alat tersebut langsung ditaruh dalam rak
penyimpanan alat. Bila panci tersebut akan dipakai lagi pegawai harus yakin
bahwa panci tersebut bersih. Bila kotor dengan sendirinya pegawai akan
mencuci dulu sebelum digunakan.
d. Upaya Pengendalian
Upaya pengendalian faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kuman
pada makanan dan minuman, dapat dilakukan dengan pemantauan titik-titik
rawan pada jalur penanganan makanan dan minuman yang diperkirakan
memudahkan timbulnya bakteri dan fungi.Titik-titik rawan dalam proses
penanganan makanan dan minuman adalah :
1) Proses pembersihan makanan.
Pada proses ini hendaknya tidak ada makanan dan minuman yang
membusuk setelah proses pembersihan bahan.
2) Proses persiapan bahan makanan. Pada proses ini hendaknya :
a) Tersedia air bersih yang cukup.
b) Kran-kran air dan saluran ruangan persiapan dalam keadaan bersih.
c) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang kuat dan
mudah dibersihkan/dilapisi kantong plastik.
3) Proses penyimpanan
Proses ini tidak akan mengalami kerawanan bila
a) Bahan mentah disimpan dalam ruangan/tempat yang terpisah dari
ruang makanan terolah yang suhunya diatur sesuai dengan yang
seharusnya
b) Penyimpanan makanan terolah :
Bahan mentah disimpan dalam ruangan/ tempat yang terpisah dari
ruang makanan terolah yang suhunya diatur sesuai dengan yang
seharusnya.
Penyimpanan makanan terolah yang tidak tepat membusuk dan
dalam
keadaan tertutup, dilakukan pada suhu 10 °C.
Penyimpanan makanan terolah yang cepat membusuk disimpan
pada suhu 4°C selama 6 jam, jika >6 jam harus disimpan pada suhu
–5 °C sampai –1°C.
4) Proses pemasakan dan penghangatan makanan
Untuk kepentingan pengolahan biasanya bahan makanan diproses
dengan bantuan panas sesuai dengan teknik/cara pemasakannya,
sehingga tidak memungkinkan kuman tumbuh dan berkembang biak
5) Proses pembersihan ruang dan pencucian alat masak
a) Pembersihan ruang dilakukan segera setelah proses
pekerjaan/penanganan selesai yang sesuai dengan prosedurnya.
Proses pembersihan meliputi ruang, lantai dan langit-langit.
b) Pencucian alat masak dilakukan setiap kali selesai masak,
dengan langkah sebagai berikut : membuang sisa makanan yang
melekat pada alat, bila perlu direndam dengan air panas,
disabun, dibilas dengan air / air panas dan dikeringkan.
6) Proses pengangkutan makanan ke ruangan.
Alat pengangkut makanan-minuman yang dipakai dilengkapi dengan
tutup untuk menghindari debu diluar gedung dapur. Alat dibersihkan
secara periodik.
7) Proses penyajian makanan di ruang rawat.
Alat-alat makan yang akan dipakai untuk menyajikan makanan
harus dalam keadaan bersih (sudah dicuci dengan sabun/
desinfektan dan dibilas/direbus dengan air papas).
Tidak ada tanda-tanda vektor (lalat, lipas, tikus), ataupun bekas
jejaknya di ruangan dapur.
Penyajian makanan kepada pasien harus dalam keadaan tertutup.
5. Pengawasan Sanitasi Dalam Penyelenggaraan Makanan Meliputi :
a) Penjamah makanan, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan dan usap
dubur/kulit secara berkala.
b) Bahan makanan dan makanan meliputi pemeriksaan kualitas bahan makanan
dan makanan melalui berbagai uji, pest-control serta penilaian kualitas makanan
melalui metode HACCP
c) Peralatan dengan melakukan uji sanitasi peralatan misalnya : uji usap meja
kerja, peralatan masak, dsb.
d) Lingkungan dengan melakukan uji sanitasi lingkungan misalnya : uji sanitasi
lantai, dinding, dll.
B. KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kegiatan yang
berkaitan erat dengan kejadian yang disebabkan oleh kelalaian petugas, yang dapat
mengakibatkan kontaminasi bakteri terhadap makanan. Kondisi yang dapat
mengurangi bahaya dan terjadinya kecelakaan dalam proses penyelenggaraan makanan
antara lain karena pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur,
tempat kerja yang aman dan terjamin kebersihannya, istirahat yang cukup. Kecelakaan
tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya terjadi dengan tiba-tiba dan tidak
direncanakan ataupun tidak diharapkan, serta dapat menyebabkan kerusakan pada alat-
alat, makanan dan "melukai" karyawan/ pegawai.
1. Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus
diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan
kerja petugas ataupun kelalaian/ kesengajaan.
2. Tujuan
Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja Tahun 1970, Syarat-syarat
keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi perlindungan pada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar /
radiasi, suara dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, balk fisik/
psikis, keracunan, infeksi dan penularan
i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
j. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
k. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang
m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
n. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. Mencegah terkena aliran listrik
p. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/pegawai yang berkerja pada
penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit.
3. Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup :
1. Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
2. Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat
dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
3. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang
praktis.
4. Penerapan dan ventilasi yang cukup .memenuhi syarat.
5. Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan
terciptanya kebiasaan kerja yang balk oleh pegawai.
c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari
pegawai.
d. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan. Dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja,
karena kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam.
e. Maintenance (Perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap
dalam kondisi yang layak pakai.
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
g. Adanya fasilitas/peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang
cukup.
h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
A. PENGERTIAN
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar
pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman,
standar, peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai
tujuan yang diharapkan.
Pengawasan bertujuan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan
kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Selain itu
pengawasan bertujuan untuk membina aparatur negara yang bersih dan berwibawa.
2. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan pembetulan atau
perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah yang ditetapkan. Pengertian
pengawasan dan pengendalian hamper sama. Perbedaannya jika pengawasan
mempunyai dasar hukum dan tindakan administratif, sedangkan pengendalian
tidak. Pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan kegiatan dapat
tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna, dilaksanakan sesuai dengan rencana,
pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pengawasan dan pengendalian (Wasdal) merupakan unsur penting yang harus
dilakukan dalam proses manajemen.
3. Evaluasi / Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini
bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan
kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.
Melalui penilaian, pengelola dapat memperbaiki rencana yang lalu bila perlu,
ataupun membuat rencana program yang baru.
Pada kegiatan evaluasi, tekanan penilaian dilakukan terhadap masukan, proses,
luaran, dampak untuk menilai relevansi kecukupan, kesesuaian dan kegunaan.
Dalam hal ini diutamakan luaran atau hasil yang dicapai.
B. BENTUK-BENTUK PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan
pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu,
untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit
maupun
untuk pengambilan keputusan. Pencatatan ini dilakukan pada setiap langkah
kegiatan yang dilakukan. Pelaporan dilakukan berkala sesuai dengan kebutuhan
Rumah Sakit.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Instalasi Gizi
a. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan
1. Formulir pemesanan bahan makanan harian
2. Pencatatan bahan makanan yang diterima oleh bagian gudang instalasi gizi
pada hari itu.
3. Pencatatan sisa bahan makanan (harian/bulanan), meliputi bahan makanan
basah dan bahan makanan kering (kartu stok)
4. Pencatatan data permintaan/ pemesanan bahan makanan berdasarkan bon-
bon pemesanan dari masing-masing unit kerja.
b. Pencatatan dan Pelaporan Tentang Penyelenggaraan Makanan
1. Buku laporan pasien baru/yang berdiet khusus.
2. Buku laporan pasien baru makanan biasa.
3. Buku laporan pergantian/pertukaran diet pasien.
4. Formulir pedoman masak
c. Pencatatan dan Pelaporan Tentang Perlengkapan Peralatan Instalasi Gizi
1. Membuat kartu inventaris peralatan masak.
2. Membuat kartu inventaris peralatan makan.
3. Membuat kartu inventaris peralatan kantor.
4. Buku besar tentang peralatan keseluruhan (untuk simpan pinjam).
5. Laporan jumlah pasien pada pagi hari setiap harinya.
6. Laporan jumlah petugas yang dilayani Instalasi Gizi (misalnya ekstra
fooding untuk pegawai di ruang rontgen, dll)
d. Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap
1. Buku catatan harian pasien tentang perkembangan diet, termasuk catatan
makanan sisa yang tidak dihabiskan.
2. Formulir permintaan makanan untuk pasien baru.
3. Formulir pembatalan makanan untuk pasien pulang.
4. Formulir perubahan diet
5. Formulir permintaan makan pagi, siang dan sore.
2. Pengawasan Standar Porsi
a. Untuk bahan makanan (padat) pengawasan porsi dilakukan dengan
penimbangan.
b. Untuk bahan makanan yang cair atau setengah cair seperti susu dan bumbu
dipakai gelas ukuran/liter matt, sendok ukuran atau alat ukur lain yang sudah
distandarisasi atau bila perlu ditimbang.
c. Untuk pemotongan bentuk bahan makanan yang sesuai untuk jenis hidangan,
dapat dipakai alat-alat pemotong atau dipotong menurut petunjuk.
d. Untuk memudahkan persiapan sayuran dapat diukur dengan kontainer/panci
yang standar dan bentuk sama.
e. Untuk mendapatkan porsi yang tetap (tidak berubah-ubah) harus digunakan
standar porsi dan standar resep
BAB VII
PENUTUP