Draft Skripsi Bab 2
Draft Skripsi Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
Cara kematian dapat didefinisikan sebagai bagaimana penyebab kematian itu terjadi.
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai alami, pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan, atau tidak dapat ditentukan. Sebagaimana mekanisme kematian dapat
mempunyai banyak penyebab dan penyebab kematian mempunyai banyak mekanisme,
suatu penyebab kematian juga dapat mempunyai banyak cara. Seseorang dapat
meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian), akibat luka tembak di
jantung (penyebab kematian), dengan cara kematiannya adalah pembunuhan (ada yang
menembak), bunuh diri (mereka menembak diri sendiri), kecelakaan (senjata jatuh dan
terlepas), atau tidak dapat ditentukan (kita tidak yakin apa yang terjadi).14
Selain dari penyebab kematian yang telah ditetapkan dari ICD, para ahli forensik di
Tiongkok juga menetapkan empat jenis penyebab kematian lainnya untuk diterapkan
dalam praktik forensik, sehingga semua faktor penyebab yang terkait dengan kematian
telah dibagi menjadi delapan jenis secara total. Empat jenis penyebab kematian lainnya
telah ditetapkan sebagai penyebab kematian induktif, penyebab kematian gabungan,
penyebab kematian sinergis, dan faktor yang tidak relevan.19
Penyebab kematian gabungan didefinisikan sebagai dua atau lebih faktor yang
terjadi bersamaan seperti penyakit, cedera, atau toksikosis, dimana hanya salah satu
saja sudah dapat menyebabkan kematian individu secara terpisah. Terjadinya dua atau
lebih faktor secara bersamaan tersebut hanya kebetulan, dan tidak ada hubungan
sebab akibat di antara keduanya. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut disebut juga
sebagai koordinat penyebab kematian. Terdapat tiga kemungkinan kombinasi kondisi
yang dapat menjadi penyebab kematian gabungan; kombinasi cedera-cedera, seperti
nygma jantung dan laserasi batang otak; kombinasi cedera-penyakit, seperti laserasi
batang otak dan perdarahan akibat tukak lambung yang pecah; kombinasi penyakit-
penyakit, seperti pendarahan otak hipertensi dan infark miokard PJK.19
Faktor yang tidak relevan didefinisikan sebagai penyakit atau cedera independen
lainnya yang mengakibatkan atau berkontribusi terhadap kematian. Sebagai contoh,
seorang pasien tunarungu menderita pankreatitis nekrotikans hemoragik akut dan
meninggal mendadak karena makan dan minum berlebihan. Dalam kasus ini,
pankreatitis nekrotikans hemoragik akut dianggap sebagai penyebab utama dan
penyebab langsung kematian, dan makan serta minum berlebihan dianggap sebagai
penyebab kematian induktif. Adapun ketulian merupakan faktor yang tidak relevan
dalam kejadian tersebut. Dalam analisis forensik penyebab kematian, faktor yang
tidak relevan dan penyebab kematian harus dibedakan dengan benar. Faktor yang
tidak relevan adalah kondisi kebetulan yang tidak ada kaitannya dengan akibat yang
fatal, dan tidak berperan dalam mekanisme kematian. Namun kontribusi penyebab
kematian dapat mempercepat proses kematian karena dampak negatifnya, meskipun
tidak ada hubungan sebab akibat dengan penyakit atau cedera yang menyebabkan
kematian secara langsung.19
ICD merupakan alat penting dalam sistem informasi kesehatan, yang memungkinkan
penggunaan kembali data untuk analisis epidemiologi, alokasi sumber daya, penelitian,
dan penggunaan di tingkat individu seperti dokumentasi kesehatan dan pendukung
keputusan. Ini memberikan informasi rinci di luar kategori statistik melalui
pengidentifikasi unik, memungkinkan pencatatan dan pelaporan penyakit langka, temuan
khusus, dan obat-obatan individual. ICD menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah
kesehatan ke dalam kode alfanumerik untuk penyimpanan, pengambilan, dan analisis. Ini
berfungsi sebagai standar internasional untuk analisis epidemiologi umum dan
manajemen kesehatan, termasuk kejadian penyakit, prevalensi, dan pemeriksaan masalah
kesehatan dalam kaitannya dengan variabel lain. Selama 150 tahun terakhir, ICD telah
berevolusi dari daftar penyebab kematian menjadi sistem klasifikasi yang komprehensif,
dengan desain berbasis ontologi ICD-11 yang memungkinkan integrasi penuh
terminologi dan klasifikasi. ICD digunakan secara global oleh berbagai pengguna,
termasuk dokter, perawat, peneliti, dan pekerja teknologi informasi kesehatan, untuk
mengalokasikan sumber daya kesehatan dan melakukan studi mengenai aspek keuangan
sistem kesehatan. Ini mencakup kerangka informasi terperinci untuk memilih kumpulan
kode yang sesuai dan memastikan konsistensi dengan versi ICD sebelumnya,
memfasilitasi pencatatan, klasifikasi, dan penggunaan data dalam berbagai judul yang
ditemukan dalam catatan dan dokumen kesehatan.
Dalam konteks pasien yang meninggal dunia selama perawatan, semua catatan
kesehatan pasien tersebut akan didokumentasikan dalam rekam medis. Proses
pengumpulan riwayat kesehatan dan keluhan pasien dilakukan melalui anamnesis oleh
tenaga kesehatan. Kegiatan anamnesis melibatkan wawancara pasien atau keluarganya
untuk mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan pasien di masa lalu maupun
status kesehatan pasien saat ini.
Penentuan penyebab dasar kematian di rumah sakit dilakukan oleh dokter yang
merawat pasien melalui berbagai tahapan pelayanan yang diterima pasien di rumah sakit,
dimulai dengan melakukan anamnesis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan pasien. Penyebab dasar kematian yang
ditentukan dari upaya tersebut dapat berupa satu kondisi atau beberapa kondisi. Di rumah
sakit, dokter memeriksa seluruh riwayat kesehatan pasien hingga saat kematiannya,
pendekatan tersebut bertujuan untuk menghasilkan sertifikat kematian yang lengkap dan
akurat. Penentuan urutan penyebab kematian juga memerlukan pengetahuan tentang
jangka waktu penyakit atau kondisi yang dialami pasien, untuk menetapkan urutan
diagnosis awal hingga kematian pasien secara akurat.
Apabila seorang pasien meninggal dunia di luar rumah sakit, penetapan penyebab
dasar kematian dilakukan oleh puskesmas. Karena data riwayat kesehatan untuk pasien
yang meninggal di luar rumah sakit yang tersedia cenderung lebih terbatas, akan
dilakukan metode alternatif untuk menentukan penyebab kematian dalam bentuk autopsi
verbal. Autopsi verbal adalah suatu bentuk wawancara yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan kepada anggota keluarga pasien yang meninggal untuk mengumpulkan data
riwayat kesehatan yang komprehensif. Tujuan dari dilakukannya autopsi verbal adalah
untuk memudahkan petugas kesehatan, seperti dokter di puskesmas, dalam
mengidentifikasi penyebab kematian yang relevan.
Apabila seorang pasien meninggal di rumah sakit, maka penyebab kematiannya harus
dilaporkan, baik secara internal maupun eksternal. Pelaporan internal akan digunakan
oleh rumah sakit untuk menginformasikan keputusan kebijakan mengenai pengelolaan
penyakit serupa pada pasien lain. Sebagai contoh, selama pandemi, banyak kematian
dilaporkan akibat COVID-19, dan dengan laporan ini, rumah sakit dapat meningkatkan
layanannya, termasuk penyediaan obat-obatan, alat diagnostik, ruang isolasi, serta tenaga
layanan kesehatan, untuk mengurangi angka kematian masyarakat. Untuk pelaporan
eksternal, laporan kematian disampaikan kepada dinas kesehatan di tingkat kabupaten,
kota, provinsi, dan nasional, serta lembaga terkait lainnya. Sebagai contoh, jika banyak
kematian di suatu wilayah disebabkan oleh prevalensi diabetes yang tinggi, data tersebut
dapat digunakan untuk menentukan kebijakan penyediaan obat diabetes, layanan
perawatan luka bagi pasien diabetes, dan program edukasi diabetes di masyarakat.21
Gambar 2.1 Alur pengumpulan dan pemanfaatan laporan kematian
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010
Format sertifikat kematian yang direkomendasikan oleh WHO terdiri dari dua bagian:
Bagian I digunakan untuk penyakit atau kondisi yang merupakan bagian dari
rangkaian kejadian yang mengarah langsung pada kematian.
Bagian II digunakan untuk kondisi yang tidak termasuk dalam Bagian I namun
keberadaannya berkontribusi terhadap kematian.
Bagian I dari serrtifikat kematian memiliki 3-4 baris, tergantung pada peraturan tiap
instansi, untuk mencatat urutan kejadian yang menyebabkan kematian. Apabila terdapat
dua atau lebih penyebab kematian yang perlu dicatat, maka petugas yang mengisi
sertifikat tersebut harus mencatat urutan kejadian yang menyebabkan kematian, dengan
masing-masing kejadian pada baris tersendiri. Penyebab langsung kematian ditulis pada
baris pertama, diikuti penyebab kematian perantara, dan terakhir penyebab dasar
kematian pada baris terakhir yang digunakan.
Oleh sebab itu sertifikat yang lengkap berisi informasi sebagai berikut:
A. penyebab langsung
B. penyebab antara dari A
C. penyebab antara dari B
D. penyebab dasar dari C
Dalam format sertifikat tersebut, hubungan sebab dan akibat pada Bagian I
meliputi baris a, b, c, dan d. Urutan penyebab kematian ditulis sesuai aturan pada
Bagian I dan Bagian II.
Berikut contoh sertifikat kematian dari rumah sakit yang memiliki sedikit
perbedaan. Pada sertifikat di bawah ini, Bagian I mempunyai 3 baris yaitu a, b, dan c.
Jumlah barisnya berbeda, namun prinsipnya tetap sama; Bagian I digunakan untuk
menuliskan urutan penyebab kematian.
Gambar 2.3 Formulir Sertifikat Kematian
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010
Kategori kedua mencakup kematian yang terkait dengan anestesi, baik lokal maupun
umum. Sebagian besar kematian yang terkait dengan anestesi disebabkan oleh kesalahan
manusia, dengan masalah yang paling umum adalah terkait dengan ventilasi. Kematian
intra-operatif bisa disebabkan oleh kesalahan sederhana seperti memasukkan selang
intubasi ke esofagus. Mungkin terdapat extubasi yang tidak terdeteksi, pemutusan pasien
dari ventilator, ventilasi yang tidak memadai, reaksi alergi terhadap agen anestesi, atau
kontaminasi pada gas yang diberikan. Dalam beberapa kasus, akibat kesalahan
tercampurnya gas dalam kemasan, gas yang diberikan pada pasien salah. Pasien juga
dapat mengembangkan hipertermia maligna, hal ini umumnya terkait dengan
penggunaan anestesi halogen dan suksinilkolin. Individu biasanya memiliki
kecenderungan genetik, tetapi kondisi ini mungkin tidak terjadi pada setiap kali diberikan
anestesi. Gejala awal hipertermia maligna umumnya ditandai dengan peningkatan cepat
suhu tubuh, takikardia, aritmia, dan kekakuan otot rangka. Pasien kemudian dapat
mengalami koagulopati intravaskular diseminata, kelainan elektrolit seperti hiperkalemia,
dan rhabdomyolysis.
Kategori ketiga mencakup kematian yang terkait dengan pemberian obat yang salah
atau pengobatan yang tepat dengan dosis yang salah. Pemberian obat yang tidak tepat
dapat menimbulkan reaksi alergi. Hal ini sering terlewatkan kecuali bila dilakukan
analisis toksikologi. Selain pemberian obat, pemberian darah yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan kematian, hal ini umumnya diakibatkan pemberian golongan darah yang
salah, sehingga menimbulkan reaksi transfusi darah.
Kategori keempat mencakup kematian yang disebabkan oleh gangguan mekanis yang
tidak disengaja pada organ vital. Mungkin terdapat perforasi arteri koroner selama
angioplasti atau angiografi, ataupun perforasi uterus yang tidak diketahui selama
kuretase. Pada individu dengan perlengketan perikardial yang luas, prosedur yang
melibatkan pembelahan tulang dada di bagian tengah terkadang dapat mengakibatkan
perforasi jantung. Sejumlah besar kematian terjadi selama kateterisasi pembuluh darah.
Kateter telah melubangi vena cava, atrium dan ventrikel kanan, serta arteri pulmonalis.
Gangguan mekanis pada pembuluh darah selama pembedahan dapat mengakibatkan
masuknya udara ke dalam sistem pembuluh darah. Hal ini paling sering terjadi selama
prosedur laminektomi dan sistem saraf pusat.14
Angka kematian perioperatif dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi
komorbiditas terkait, dan faktor bedah. Faktor usia ekstrim yaitu pada lansia dan bayi
memunculkan tantangan besar dalam anestesi dan pembedahan. Pasien lanjut usia
memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas pasca operasi tertinggi karena berkurangnya
kapasitas fungsional organ dan memiliki penyakit komorbid seperti hipertensi yang
sudah ada sebelumnya, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, dan gagal ginjal.24
Demikian pula, pada populasi anak-anak, terdapat angka kematian perioperatif yang
lebih tinggi pada neonatus dan bayi dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua.
Faktor kondisi komorbiditas terkait adalah kondisi medis/bedah yang sudah ada
sebelumnya selain dari jenis pembedahan yang sedang dilakukan. Penilaian American
Society of Anaesthesiologists (ASA) adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk
menilai risiko yang ada. Pasien dengan ASA derajat III dan seterusnya mempunyai risiko
lebih tinggi mengalami komplikasi perioperatif dan kematian. Sebagai contoh, pasien
dengan ASA derajat III memiliki angka kematian 1,8% dibandingkan dengan 9,4% pada
pasien derajat V. Selain kondisi komorbiditas, faktor risiko kematian perioperatif lainnya
adalah terkait dengan lokasi pembedahan. Pembedahan aorta, toraks, atau perut bagian
atas merupakan prosedur bedah dengan risiko tertinggi bahkan pada pasien sehat.
Demikian pula, prosedur bedah darurat, jantung, dan saraf lebih berisiko dibandingkan
dengan pembedahan lainnya.25
Kematian perioperatif dapat disebabkan oleh penyebab anestesi dan penyebab bedah.
Penyebab anestesi mencakup pemberian dosis obat yang berlebihan, pelabelan obat yang
salah, pemberian obat yang tidak disengaja melalui rute yang salah, kurangnya
pengalaman, dan kesalahan saat proses intubasi. Penyebab anestesi dapat terjadi akibat
kesalahan manusia (human error) yang dilakukan oleh ahli anestesi. Seorang ahli
anestesi yang sedang dalam keadaan stress atau berada dalam tekanan psikologis besar
akan lebih rentan untuk melakukan kesalahan yang fatal. Hipersensitivitas terhadap
inhalasi, agen induksi, atau pelemas otot dapat menyebabkan aritmia/henti jantung.
Berbagai kesalahan manusia seperti kegagalan laringoskopi, pemberian campuran
hipoksia secara tidak sengaja akibat persilangan pipa, kerusakan peralatan, pipa tertekuk,
rangsangan vagal selama intubasi yang menyebabkan obstruksi glottis, dan
laringospasme/bronkospasme juga dapat terjadi selama dan/atau setelah
anestesi/prosedur bedah karena beberapa faktor. Terkadang, pasien tidak menyampaikan
dengan benar atau menyembunyikan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya atau
kondisi ini diabaikan oleh ahli anestesi/ahli bedah. Dalam beberapa kasus, seorang ahli
anestesi melakukan kesalahan karena dia harus bekerja di tempat yang tidak dilengkapi
peralatan lengkap, atau dia tidak sepenuhnya terbiasa dengan lingkungannya.26