Nama Putri Nurfadillah Syahbani dan Yusniar NIM 90400122105, 90400122121 Kelas Akuntansi-D
A. Telaah Kerangka Akuntansi Konvensional
Umumnya akuntansi konvensional tidak memberikan pengakuan eksplisit terhadap dampak lingkungan terkait perusahaan. Sebaliknya, laporan akuntansi konvensional dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan yang berbeda-beda dalam menggunakan informasi tentang kinerja perusahaan. Namun, keberhasilan suatu sistem akuntansi dinilai berdasarkan informasi yang dihasilkan berguna bagi pemangku kepentingan sesuai dengan tujuan mereka. Beberapa pemangku kepentingan sangat peduli dengan dampak lingkungan fisik dari aktivitas korporat, sedangkan pemangku kepentingan lainnya tertarik pada efek moneter oleh dampak lingkungan perusahaan. Oleh karena itu, sistem akuntansi konvensional harus dirancang dengan membedakan pengguna mereka (Bennet et al., 2004). Akuntansi konvensional memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diakui. Sistem ini tidak mampu menciptakan kesejahteraan sosial secara langsung. Selain itu, akuntansi konvensional juga harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi akibat penekanan pada keuntungan investasi yang ditonjolkan dalam informasi akuntansi. Keterbatasan lainnya adalah bahwa akuntansi konvensional didasarkan pada filosofi Barat yang mungkin tidak selalu konsisten dengan nilai-nilai kemanusiaan. Menurut lee parker (1994), krisis di masa depan akan menghadang akuntansi, untuk mengatasi itu diperlukan perubahan fokus menuju penekanan pada akuntabilitas. Akuntansi konvensional yang selama ini berkembang, telah mengakar dalam arah pemikiran dunia bisnis di seluruh dunia. Sejumlah kritik telah ditujukan pada akuntansi konvensional, termasuk metode penilaian biaya historis yang dianggap tidak relevan dalam situasi inflasi, subjektivitas dalam sistem alokasi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu yang merugikan pihak lain, prinsip konservatisme yang dianggap memihak pemegang saham dan merugikan pihak lain, serta perbedaan dalam standar dan perlakuan terhadap transaksi atau pos yang berbeda. Selain itu, landasan filosofis akuntansi konvensional yang mendasar pada pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler, dan liberal serta dominasi kepentingan laba. Landasan filosofis tersebut jelas memengaruhi konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitu laporan keuangan (Muzahid, 2001).
B. Karakteristik Kualitatif Akuntansi Lingkungan
Menurut (Lako, 2018) Informasi akuntansi hijau harus memenuhi karakteristik kualitatif yang telah ditentukan. Karakteristik pertama, Para pengguna informasi akuntansi (users of accounting information) adalah para pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu pihak manajemen, pemegang saham, investor atau pemilik, kreditor, pemasok, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas yang memiliki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan entitas korporasi. Informasi akuntansi hijau pada dasarnya digunakan oleh pihak manajemen sebagai bahan acuan pengambilan keputusan ekonomi dan non-ekonomi. Akuntansi lingkungan harus menggambarkan biaya- biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholder perusahaan. Menurut (Ghozali & Chariri, 2007) perusahaan harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder seperti karyawan, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat dan pihak lain. Salah satu manfaat yang dimaksud adalah memberikan pertanggungjawaban sosial yang dilaporkan kepada stakeholder dalam bentuk laporan terpisah dari laporan keuangan. Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholder-nya, terutama yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, seperti tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain. Salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder adalah dengan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Kedua, kendala (constraint) informasi akuntansi hijau adalah perbandingan keterukuran antara biaya dan manfaatnya (cost-benefit), upaya dan hasilnya (effort-accomplishment), materialitas informasi yang disajikan (materiality) dan pengungkapan informasi akuntansi kuantitatif dan kualitatif secara terintegrasi (integrated disclosure). Keterukuran antara biaya dan manfaat yang dikeluarkan atas akuntansi lingkungan tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan. Dari hasil penelitian (Santoso & Handoko, 2023) ditemukan bahwa semakin banyak biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh perusahaan ternyata masih belum ditemukan pengaruhnya pada kinerja keuangan. Kinerja lingkungan juga ditemukan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan, yang berarti bahwa semakin baik peringkat PROPER yang didapatkan oleh perusahaan, terutama dari sektor aneka industri, dasar dan kimia, serta barang konsumsi, yang terdaftar di BEI belum mampu meningkatkan kinerja keuangannya. Akan tetapi penelitiannya juga menemukan efek lain yaitu semakin besar biaya lingkungan yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan baru akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan jika perusahaan mendapatkan respon baik dari pemangku kepentingan melalui aktivitas tanggung jawab sosial yang dilaksanakan perusahaan. Dalam akuntansi lingkungan, materialitas ditempatkan pada aspek kuantitas dan signifikansi ditempatkan pada aspek kualitas. Dari sudut pandang materialitas, perhatian diberikan kepada dampak kuantitatif dari data yang dinyatakan dalam nilai moneter atau unit fisik. Sedangkan signifikansi berfokus pada kualitas informasi dari sudut pandang pelestarian lingkungan atau dampak masa depan yang dibawanya (Kusumaningtias, 2013). Ketiga, syarat khusus dan pervasif yang dibutuhkan para pemakai informasi akuntansi (users-specific qualities and pervasive criterion) adalah informasi akuntansi yang disajikan kepada para pihak pemakai haruslah dapat dipahami (understandability) dan berguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan ekonomi dan nonekonomi (decision usefulness). Menurut (Utami & Nuraini, 2020) Informasi dalam laporan keuangan perusahaan mempunyai peran yang sangat penting dalam pasar modal, baik bagi investor secara individual maupun bagi pasar secara keseluruhan. Bagi investor, informasi berperan penting dalam mengambil keputusan, sementara pasar memanfaatkan informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru. Kepercayaan investor terhadap kualitas perusahaan akan mempengaruhi dalam penanaman modal dengan jumlah yang banyak. Keempat, kriteria atau syarat utama dalam penyajian informasi akuntansi hijau adalah terintegrasi dan akuntabel, relevan, reliabel, transparan, keterbandingan dan disajikan secara konsisten dari waktu ke waktu. Relevan dalam hal ini akuntansi harus menyajikan informasi yang valid terkait dengan manfaat biaya pelestarian yang dapat memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan stakeholder. Penyajian informasi akuntansi juga harus reliabel atau handal dengan menghilangkan data yang tidak akurat atau bias dan dapat memberikan bantuan dalam membangun kepercayaam stakeholder. Informasi yang dimuat tentunya harus transparan tidak peduli seberapa kompleks kandungan informasinya, sangat perlu untuk mengungkapkan semua hal yang dianggap penting. Kinerja akuntansi dapat dibandingkan dari tahun ke tahun dan juga dapat dibandingkan antarperusahaan yang berbeda di sektor yang sama, ketika metode yang kompleks telah dipilih dan ditetapkan isi dari metode tersebut harus dinyatakan dengan jelas dan teliti agar tidak menghasilkan kesalahpahaman antara stakeholder. Data akuntansi lingkungan harus konsisten dari waktu ke waktu dengan menggunakan tempat, standar, dan metode yang sama persis dengan yang digunakan oleh pihak yang menciptakan data sehingga data dapat diverifikasi dari sudut pandang objektif (Kusumaningtias, 2013). Dengan demikian, penyajian informasi akuntansi hijau harus terintegrasi dan akuntabel, relevan, reliabel, transparan, keterbandingan dan disajikan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mendukung pengambilan keputusan stakeholder dan membangun kepercayaannya.
C. Komponen-komponen Laporan Akuntansi Lingkungan
Menurut (Lako, 2018) secara umum, elemen-elemen Laporan Akuntansi Hijau atau Laporan Keuangan Hijau tidak jauh berbeda dengan elemen-elemen laporan keuangan dalam akuntansi keuangan konvensional yang selama ini menjadi basis dan digunakan dalam IAS-IFRS dan SAK, yaitu aset, liabilitas atau kewajiban, ekuitas pemilik, pendapatan, biaya dan laba. Namun ada beberapa perbedaan didalamnya yang membedakan akuntansi hijau dengan akuntansi konvensional. Pertama, Dalam struktur aset sebuah entitas yang melaksanakan aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan (TJSLP), CSR dan green business akan muncul akun-akun baru seperti aset sumber daya alam, investasi sosial dan lingkungan, investasi hijau atau investasi CSR di bawah kelompok aset tetap. Meskipun demikian, menetapkan nilai ke akun-akun seperti investasi hijau atau investasi sosial di lingkungan menjadi tantangan karena sulit untuk menentukan dengan pasti nilai ekonomis dari manfaat lingkungan atau sosial yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan yang mengakui biaya aktivitas sosial lingkungan sebagai beban periodik. Menurut (Adawia, 2022) dari hasil penelitiannya, ada beberapa biaya lingkungan yang dapat dicatat sebagai aset dengan akun investasi lingkungan. Sebagai contoh, biaya pengolahan limbah, CSR, dan studi kelayakan lingkungan. Biaya-biaya ini dapat dicatat sebagai investasi karena kepastian timbal baliknya dimasa yang akan datang. Namun permasalahan timbal balik dimasa mendatang yang akan didapatkan perusahaan, masih bersifat tidak pasti hal ini karena pengakuannya berdasarkan dalam satu periode berjalan sehingga keseluruhan dananya harus diakui dalam periode tersebut. Hal ini membuat perhitungan manfaat investasi yang diperkirakan dua atau tiga tahun kedepan menjadi tidak relevan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan pemilihan investasi yang memiliki periode pengembalian cepat. Seperti, investasi dalam teknologi efisiensi energi atau pengelolaan limbah yang memberikan hasil yang lebih cepat. Korporasi juga dapat berkolaborasi dengan pihak eksternal seperti pemerintah, organisasi non-profit atau institusi akademisi. Hal ini dapat membantu dalam mendapatkan akses ke sumber daya tambahan atau pembiayaan yang dapat mempercepat pengembalian investasi. Kedua, dalam struktur akun liabilitas sosial dan liabilitas lingkungan yang bersifat kontinjen (contingent social and environment liability). Kewajiban tersebut muncul sebagai tanggung jawab atas kerugian ekonomi yang dialami masyarakat dan negara akibat kerusakan lingkungan atau pencemaran air, udara atau tanah yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan. Akun ini biasanya diakui oleh korporasi yang bergerak di bidang pertambangan. Dalam (Spitzer, 1995) perusahaan akan mengakui liabilitas sebagai kontinjensi ketika kejadiannya bergantung pada peristiwa masa depan. Maka dari itu, biaya yang dianggap sebagai kewajiban kontijensi tidak dipahami sebagai biaya riil melainkan sebagai biaya yang mungkin terjadi di masa depan (Ramos, 2015). Ketiga, akun donasi CSR yang muncul karena manajemen atas permintaan dari pemilik atau pemegang saham memperlakukan sejumlah program CSR dan pengorbanan sumberdaya ekonomi entitas untuk melaksanakan CSR tersebut sebagai perbuatan amal atau kasih kepada sesama (masyarakat) yang miskin, lemah, difabel dan tersingkir. Bersifat amal-kasih maka informasinya tidak diwartakan kepada publik maka secara ekonomi, pengorbanan sumber daya ekonomi untuk CSR tersebut dinilai tidak akan mendatangkan manfaat ekonomi dan non-ekonomi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dari perspektif Akuntansi Hijau, pengorbanan tersebut bisa diakui, dicatat dan dilaporkan dalam akun donasi CSR sebagai pengurang nilai ekuitas pemilik. Penelitian (Pyo & Lee, 2013) menemukan bahwa perusahaan yang aktif dalam kegiatan CSR melalui donasi cenderung memiliki laba yang lebih berkualitas. Artinya, mereka memiliki akumulasi pengeluaran yang lebih terkendali, yang menunjukkan bahwa manajer cenderung menggunakan sedikit kebijakan diskresioner dalam melaporkan laba perusahaan. Selain itu, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang lebih tinggi, yang mengindikasikan bahwa mereka melaporkan laba dengan cara yang lebih hati-hati. Hal ini menunjukkan bahwa melaporkan donasi csr dan menerbitkan laporan secara sukarela dapat menjadi indikator bahwa perusahaan tersebut beroperasi dengan transparan dan bertanggung jawab, yang kemungkinan besar berdampak positif pada kualitas laba mereka. Keempat, akun biaya baru seperti biaya sosial dan biaya lingkungan, yang bersifat periodik atau temporer. Secara umum, struktur biaya dalam konstruksi laporan kinerja laba-rugi dari akuntansi hijau meliputi biaya produksi, biaya operasional, biaya sosial dan lingkungan, dan biaya lainnya. Akun ini kebanyakan diakui oleh korporasi yang ada berbanding terbalik dengan akun investasi tadi. Respon dari profesi akuntansi terhadap pengorbanan sumberdaya dan upaya untuk kegiatan go green cenderung konservatif. Begitu pula dengan tanggapan terhadap berbagai manfaat ekonomi dan non-ekonomi dari kegiatan go green yang juga tergolong konservatif. Pengorbanan dan upaya yang dilakukan untuk mendorong ekonomi hijau dan bisnis ramah lingkungan sering kali hanya dianggap sebagai beban periodik yang mengurangi laba dan ekuitas pemilik, padahal seharusnya dianggap sebagai investasi hijau yang meningkatkan nilai aset hijau perusahaan tanpa mengurangi laba. Selain itu, manfaat ekonomi dan non-ekonomi dari kegiatan go green sering kali diabaikan dan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari pendapatan korporasi, padahal seharusnya diakui sebagai pendapatan hijau. Kurangnya pengakuan ini mengakibatkan informasi akuntansi yang disampaikan kepada para pemangku kepentingan menjadi kurang reliabel dan relevan serta cenderung menyesatkan (Lako, 2017).
D. Konsep dan Prinsip Green Accounting
Green accounting merupakan mekanisme yang digunakan untuk mengendalikan efek negatif aktivitas operasional perusahaan terhadap lingkungan. Hal ini dilakukan dengan identifikasi, pengakuan, pencatatan, dan analisis transaksi yang berdampak terhadap lingkungan. Implementasinya membantu meningkatkan transparansi atas kegiatan operasional yang berdampak positif terhadap lingkungan, serta mendukung strategi responsif terhadap isu lingkungan untuk menciptakan citra positif perusahaan dan komitmen terhadap lingkungan. Dalam penelitian (Deswanto, 2022) memberikan kontribusi dalam mengembangkan konsep green accounting mencakup dukungan terhadap tujuan strategis perusahaan dalam mencapai perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan berdampak positif pada lingkungan melalui penilaian biaya dan manfaat lingkungan, pemisahan dan klasifikasi berbagai biaya atau investasi yang berdampak pada lingkungan, serta menghubungkan sumber daya fisik dengan informasi keuangan lingkungan. Menurut (Lako, 2018), ada beberapa prinsip yang dapat dipertimbangkan akuntansi dalam proses praktik Akuntansi Hijau. Prinsip pertama adalah prinsip keberlanjutan atau kelestarian, yang menekankan pada pengakuan dan pengukuran nilai serta pelaporan informasi terkait dengan dampak keuangan, sosial, dan lingkungan. Kedua, prinsip pengakuan aset (asset recognition). Pengorbanan sumberdaya dapat diakui sebagai pengorbanan investasi apabila pengorbanan tersebut dinilai dapat memberikan manfaat ekonomi dan nonekonomi yang cukup pasti di masa sekarang maupun di masa datang. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut maka pengorbanan tersebut diakui sebagai beban periodik. Ketiga, prinsip pengakuan kewajiban diakui ketika entitas korporasi diwajibkan oleh pemerintah atau pihak lain untuk mengganti biaya kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat akibat aktivitas operasi korporasi. Keempat, prinsip matching dalam pengukuran nilai antara biaya manfaat dan upaya dalam pertanggungjawaban sosial dan lingkungan dengan menimbang manfaat ekonomi dan non-ekonomi dari pengorbanan. Kelima, prinsip proses akuntansi terintegrasi yang menyatakan bahwa proses akuntansi harus memadukan obyek-obyek, transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa keuangan/ekonomi, sosial dan lingkungan secara sistematis dan terintegrasi dalam satu paket pelaporan sehingga para pemakai dapat memperoleh informasi akuntansi yang lengkap, utuh, relevan dan handal untuk pengambilan keputusan. Prinsip terakhir adalah prinsip pelaporan dan pengungkapan informasi akuntansi yang terintegrasi yang menekankan pentingnya pelaporan dan pengungkapan informasi akuntansi yang lengkap dan terintegrasi terkait dengan aspek keuangan, sosial dan lingkungan baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk memperkuat transparansi lingkungan dan tanggung jawab perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Adawia, P. R. (2022). Determinan Green Accounting dan Implikasinya Terhadap Nilai Perusahaan Peraih Penghargaan Green Industry Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2015-2020. Disertasi. Bennet, M., Bouma, J. J., & Wolters, T. (2004). Enviromental Management Accounting. In Informational and Institusional Developments. United States of America: Kluwer Academic. Deswanto, V. (2022). Literature Review : Green Accounting Era 4 .0 Menuju Society 5.0. Jurnal Riset Akuntansi Dan Manajemen, 11(2), 42–48. Ghozali, I., & Chariri, A. (2007). Teori Akuntansi (3rd ed.). Badan Penerbit UNDIP. Kusumaningtias, R. (2013). Green Accounting, Mengapa dan Bagaimana? Proceeding Seminar Nasional Dan Call For Papers Sancall 2013, 1–13. Lako, A. (2017). Krisis Ekologi dan Urgensi Tata kelola Bisnis Dan Akuntansi Hijau. Akuntansi Indonesia, 60–64. http://repository.unika.ac.id/id/eprint/25626 Lako, A. (2018). Rerangka Konseptual Akuntansi Hijau. In Guru Besar Akuntansi Hijau, Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang; Pengurus IAI-KAPd Seksi Corporate Governance & CSR (pp. 1– 15). Muzahid, M. (2001). KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI KONVENSIONAL DAN AKUNTANSI SYARIAH. 1–15. Pyo, G., & Lee, H.-Y. (2013). The Association Between Corporate Social Responsibility Activities And Earnings Quality : Evidence From Donations And Voluntary Issuance Of CSR Reports. The Journal of Applied Business Research, 29, 945–962. Ramos, M. (2015). Environmental Akuntansi (pp. 1–38). Repositori institusional de la Universitat Jaume I. Santoso, V., & Handoko, J. (2023). Pengaruh Akuntansi Hijau dan Kinerja Lingkungan terhadap Kinerja Keuangan Dengan Tanggung Jawab Sosial sebagai Pemediasi. Jurnal Nominal Barometer Riset Akuntansi Dan Manajemen, 12, 84–101. Spitzer, M. (1995). Pengantar Pengantar Lingkungan Lingkungan Akuntansi Akuntansi Alat Manajemen : Alat Manajemen : Konsep dan Istilah Utama. Program Desain Badan Perlindungan Lingkungan AS Untuk Lingkungan Proyek Akuntansi Lingkungan. Utami, R. D., & Nuraini, A. (2020). Pengaruh Penerapan Green Accounting Dan Perputaran Total Aset Terhadap Profitabilitas: Studi Empiris Pada Perusahaan Tambang Asing di Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 8(2).