Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS STRUKTUR KOLOM PADA RUMAH KHUSUS

POLISI DI POLSEK JAMPANG TENGAH BOJONGLOPANG


KECAMATAN JAMPANG TENGAH

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk Kelulusan Program D-3

Oleh;
RADINAL SETYA DARMANSYAH
NIM: 112020049

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK SUKABUMI
2024
LEMBARAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Tugas Akhir ini telah disetujui serta diijinkan untuk disidangkan pada
Sidang Tugas Akhir, dengan Judul :

ANALISIS STRUKTUR KOLOM PADA RUMAH KHUSUS


POLISI DI POLSEK JAMPANG TENGAH BOJONGLOPANG
KECAMATAN JAMPANG TENGAH

Sukabumi, Mei 2024

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hari Wibowo.S.T., M.T Dewi Ayu Sofia, M.Eng


NIDN. 04-180471-01 NIDN. 04-241290-01

Mengetehui,

Ketua Jurusan

Program Studi Teknik Sipil

Haki Yusdinar, ST , M.Si


NIDN. 04-010271-01

i
LEMBARAN PENGUJI TUGAS AKHIR

Tugas Akhir ini telah dipresentasikan dan disidangkan pada tanggal …..
Mei 2024

Sukabumi, Februari 2024

Menyetujui,

Penguji I Penguji II Pembimbing III

- - -

ii
ABSTRAK

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
ridho dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
“Analisis Struktur Kolom Pada Rumah Khusus Polisi di Polsek Jampang
Tengah Bojonglopang Kecamatan Jampang Tengah”.
Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan Tugas Akhir
pada pendidikan Diploma III (D3) Program Studi Teknik Sipil di Politeknik
Sukabumi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat Tugas Akhir ini
2. Bapak Hari Wibowo selaku Pembingbing Tugas Akhir yang selalu
memberikan arahan, motivasi, serta telah membekali ilmu pengetahuan yang
bermanfaat kepada penulis selama proses penyusunan Tugas Akhir ini
berlangsung.
3. Kedua orang tua saya dan keluarga yang senantiasa memberikan curahan kasih
sayangnya, yang telah berjasa tanpa memandang lelah dan letih, merupakan
penyemangat terbesar bagi penulis, yang memberikan dukungan lahir dan
batin, materil, spiritual, dan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
4. Bapak Nonda Muldani, S.T, M.Kom., selaku Direktur Politeknik Sukabumi.
5. Bapak Haki Yusdinar, S.T, M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Studi Teknik
Sipil Politeknik Sukabumi.
6. Ir.Hadi , S.T,. M.T selaku Dosen Pembimbing I atas waktu dan bimbingannya
selama penulis mengerjakan Tugas Akhir.
7. Ruslan Efendi,S.Sn., M.Ds, selaku Dosen Pembimbing II atas waktu dan
bimbingannya selama penulis mengerjakan Tugas Akhir.
8. Seluruh Dosen-dosen Pengajar dan Staff di Program Studi Teknik Sipil
Politeknik Sukabumi, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan.
9. Rekan-rekan Teknik Sipil 2020 yang selalu mengulurkan tangan dan telah

iv
menjadi motivator serta tempat bertukar pikiran dalam penulisan Tugas Akhir
ini.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis


mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, guna
perbaikan dari Tugas Akhir ini. Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis selama ini mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan semua pihak.

Sukabumi, Mei 2024

Penulis

v
DAFTAR ISI

vi
DAFTAR TABEL

vii
DAFTAR GAMBAR

viii
DAFTAR NOTASI
𝜌 = Rasio Penulangan
db = Diameter Nominal Besi
∅ = Diameter Besi Tulangan
M = Momen
e = Eksentrisitas
Pu = Beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas
Pn = Kuat beban aksial nominal dengan eksentrisitas tertentu
fy = Tegangan leleh baja tulangan (Mpa)
fc’ = Kuat tekan beton (Mpa)
Ast = Luas total penampang penulangan memanjang (mm 2)
Ag = Luas kotor penampang lintang kolom (mm 2)
P0 = Kuat tekan aksial nominal atau teoritis tanpa eksentrisitas
Φ = Faktor reduksi kekuatan
Mu = Momen rencana terfaktor
As’ = Tulangan baja tekan
As = Tulangan baja Tarik
Cb = Keadaan keseimbangan regangan
d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan Tarik (mm)
Es = Modulus elastisitas baja
β1 = Faktor reduksi beton
b = Lebar penampang balok
h = Tinggi penampang balok
a = Tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen
d’ = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan (mm)
d’’ = Jarak dari pusat berat plastis ke pusat tulangan Tarik (mm)
ϕP = Kuat rencana
𝜌 = Rasio penulangan
Σ = Penjumlahan nilai
Mn = Momen nominal
∆ = Defleksi kolom

ix
δ = Faktor pembesar momen
k = Faktor Panjang efektif komponen struktur tekan
lu = Panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang
r = Jari-jari putaran (radius of gyration)
M1b = Momen ujung terfaktor pada kolom
Ψ = Kekakuan relative
Mc = Momen rencana yang diperbesar, digunakan hanya untuk merencanakan
komponen struktur tekan beton bertulang.
Pc = beban tekuk Euler
Cm’ = Faktor koreksi
E = Modulus elastisitas beton
I = Momen Inersia
D = Beban Mati
L = Beban Hidup
T = Waktu getar empiris
I = Faktor keutamaan struktur
V = Beban geser dasar nominal statik ekuivalen
R = Faktor reduksi gempa
F1 = Kuat lebih dari beban dan bahan yang terkandung di dalam system
struktur.
μ = Faktor daktilitas struktur bangunan Gedung
Rm = Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh system
struktur yang bersangkutan
C = Faktor respon gempa
n = Banyaknya jumlah Tingkat
ξ = Koefisien untuk membatasi waktu getar struktur
Wt = Berat bangunan
Fi = Beban statik ekuivalen
zi = Ketinggian lantai Tingkat ke-i
q = Beban merata
P = Beban titik terpusat

x
Mab = Momen akhir ab
𝑀 = Momen primer
∆𝑚 = Besarnya momen koreksi akibat adanya pergeseran titik b sejauh δ ab
K = Suatu harga konstanta kekakuan
ma = Disebut momen parsil akibat perputaran sudut θ a
τ = Jumlah momen primer pada titik kumpul
ρ = Jumlah 2 kali angka kekakuan pada tiap titik kumpul
γ = Koefisien kekakuan masing-masing batang
m(0) = Momen parsil titik awal
𝑚.( ) = Momen displacement titik awal
WD = Beban mati
WL = Beban hidup
Wu = Beban terfaktor ultimate
ρmin = Rasion penulangan minimal
ρmaks = Rasion penulangan maksimal
Vu = beban geser pada beton
Smaks = Jarak Sengkang maksimum
Smin = Jarak Sengkang minimum

xi
DAFTAR ISTILAH
Aksial : Menahan Beban Lentur
Balance : Keruntuhan seimbang
Dead Load : Beban tetap/Beban mati
Deform Bar : Tulangan Baja Ulir
Deformasi : Perubahan Bentuk
Deflection : Lendutan
Durabilitas : Daya Tahan/Keawetan
Daktail : Kemampuan berdeformasi
Design Moment : Momen akhir setelah perhitungan gaya-gaya yang
gaya yang bekerja menggunakan metode takabeya.
Displacement : Perletakan momen yang terjadi disetiap tingkat
Eartquake Loads : Beban Gempa
Elastisitas : Mudah Berubah Bentuk
Finishing : Proses penyelesaian
Fixed End Moment : Momen Primer
Freebody : Pendetailan struktur yang dipecah berdasarkan
Ketergantungan fungsi.
Horizontal : Arah bidang ke samping
Inersia : Kelembaman penampang
Live Load : Beban Tidak Tetap / Beban Hidup
Load Cases : Kombinasi Tipe Pembebanan
Momen : Hasil kali gaya dengan jarak
Modulus elastisitas : Perbandingan antara tegangan dan regangan
Plain Bar : Tulangan Polos
Ratio : Satu angka yang dibandingkan dengan angka lain
Respond Spektra : Beban geser Dasar Nominal Gempa
Rigiditas : Kekakuan Beton
Statik Ekuivalen : Total Gaya Geser Rencana Gempa
Slope Deflection : Sudut Kemiringan Lendutan
Shear Force Diagram : Diagram Momen Geser

xii
Ultimate : Total kuat menahan Beban
Vertical : Arah Bidang ke Atas
Wind Load : Beban Angin

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah khusus polisi atau rumah susun rumah adalah rumah khusus yang
diperuntukan untuk rumah dinas bagi anggota polisi. Salah satu nya ialah
Pembangunan Rumah khusus polisi di Polisi Sektor Jampang Tengah
Bojonglopang yang terdiri dari dua lantai ini harus direncanakan dengan . Proses
pembangunan nya harus bisa ditinjau seluruh perencanaan struktur nya salah
satunya perencanaan kolom harus sesuai standar SK SNI T-15-1991-03 dan
PPIUG agar tidak terjadi kegagalan struktur. Perencanaan struktur kolom harus
diperhitungkan dengan teliti, agar mendapat dimensi dan penulangan yang
ekonomis dan kuat menerima beban-beban struktur lainnya.
Studi mengenai perhitungan kolom kontruksi portal telah banyak
dilakukan sebelumnya. Dari hasil beberapa penelitian tersebut dapat dipaparkan,
dalam merencanakan struktur kolom bisa menggunakan dua metode yaitu cross
dan takabeya. Namun untuk perhitungan portal bertingkat banyak, metode cross
ini sudah tidak praktis lagi, karena umpamanya pada portal bertingkat sepuluh,
diperlukan sepuluh macam perhitungan pemberesan momen akibat goyangan pada
masing-masing tingkat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana analisa perhitungan dimensi struktur kolom?
2. Bagaimana pembebanan yang terjadi pada struktur kolom?
3. Bagaimana hasil penulangan analisa struktur kolom pada bangunan rumah
khusus polisi polsek jampang tengah bojonglopang menggunakan metode
takabeya dan aplikasi SAP2000 ?

xv
5

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang disajikan dalam proposal Tugas Akhir ini
adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan perhitungan kolom dilakukan berdasarkan data pada
bangunan rumah khusus polisi sektor jampang tengah Bojonglopang.
2. Perhitungan dilakukan dengan mengambil sample kolom terberat baik
tulangan lateral dan geser.
3. Perhitungan dilakukan dengan metode takabeya yang akan menghasilkan
momen pada setiap batangnya dan Metode aplikasi SAP2000.
4. Perhitungan dimensi dan penulangan struktur kolom dengan menggunakan
standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton SK SNI T-15-1991-03.
5. Perhitungan pembebanan yang bekerja pada strukur kolom dengan
menggunakan standar Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
(PPIUG 1987).
6. Perhitungan distribusi gempa yang terjadi pada struktur kolom dengan
menggunakan standar Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung nomor SNI 03-1726-2002.
1.4 Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil analisis pada struktur kolom pada bangunan
rumah khusus polisi polsek jampang tengah Bojonglopang.
2. Untuk mengetahui kinejra struktur kolom terhadap beban-beban yang
bekerja pada tulangan utama yang digunakan pada struktur kolom pada
bangunan rumah khusus polisi sektor jampang tengah.
3. Untuk menentukan penulangan tulangan geser dan beban-beban yang
bekerja sebagai dasar penulangan pada struktur kolom digunakan metode
takabeya dan metode SAP2000 pada bengunan rumah khusus polisi sektor
jampang tengah Bojonglopang.

5
6

1.4.1 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian Tugas Akhir ini antara lain
sebagai berikut :
1. Dapat dijadikan referensi bagi siapa saja yang membacanya khususnya
bagi mahasiswa yang akan mengambil topik mengenai metode takabeya
dan aplikasi SAP2000.
2. Dapat membantu dalam hal perencanaan terhadap hasil analisa yang
didapat sehingga dapat diketahui kapasitas maksimal yang dipikul oleh
kolom struktur.
3. Dapat dijadikan pengetahuan dan informasi dalam melakukan
pembangunan suatu gedung bertingkat perlu dilakukan perencanaan
sehingga bangunan bisa digunakan dengan aman.
1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1.5.1 Metode Penelitian
Penyusunan tugas akhir dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif
yaitu metode penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis dan
akurat mengenai data-data yang ada dengan cara mengumpulkan dan
mengklasifikasi data yang diperoleh kemudian dianalisis.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
2.5.2 Dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa cara dalam
mengumpulkan data untuk penulisan tugas akhir. Beberapa cara yang
dilakukan antara lain:
1. Metode Bimbingan
Penulis melakukan bimbingan kepada dosen ahli yang terkait mengenai
masalah yang dibahas untuk mendapatkan petunjuk dalam pembuatan tugas
akhir.
2. Library Research atau Kepustakaan
Penulis melakukan studi pustaka terhadap semua sumber informasi dalam
media cetak, baik itu buku-buku atau modul dari mata kuliah yang telah
didapatkan, dan pemanfaatan media internet.
3. Observasi Lapangan

6
7

Penulis melakukan observasi baik secara tanya jawab maupun memperoleh


data yang berhubungan dalam proses analisis.
1.6 Software Penunjang
Berikut merupakan software penunjang yang digunakan dalam analisis struktur
kolom “Rumah Khusus Polisi Polsek Jampang Tengah”
1. autoCAD, Software application used to draft 2 dimensional and 3
dimensional models.
2. SAP 2000, Structural software for building analysis and design.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang yang disertai dengan rumusan masalah,
batasan masalah dengan topik yang dibahas, tujuan dan manfaat yang diperoleh,
metode penelitian yang digunakan, serta sistematika penulisan yang sesuai dengan
ketentuan dari Lembaga Politeknik Sukabumi.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai landasan teori dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku seperti Pertauran Perhitungan Struktur Beton Bertulang
(SK SNI T-15-1991-03), Tata Cara Perhitungan Untuk Bangunan Gedung (SNI
03-2847-2002), Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung
(PPIUG 1983), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung (SNI 03-1726-2002), metode takabeya, dan aplikasi SAP 2000.

BAB III OBJEK KAJIAN

Dalam tugas akhir ini yang dijadikan bahan objek kajian yaitu struktur portal
beton bertulang pada bangunan Rumah Khusus Polsek Jampang Tengah yang
berlokasi di Jalan Raya Bojong Lopang.

7
8

BAB IV HASIl DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil perhitungan yang berdasar pada
perumusan masalah yang diambil yaitu mengenai perhitungan kolom struktur
pada bangunan Rumah Khusus Polsek Jampang Tengah Bojong Lopang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan hasil dari
penelitian dan saran sebagi bahan untuk penulisan yang lebih baik kedepannya

8
9

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Beton
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu
pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan
secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan
reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat
halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan
komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton
merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran
dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing,
temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya. [1]

2.1.1 Karakteristk Beton


1. Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan
Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan
N/m² atau MPa (Mega Pascal). Sebelum diberlakukannya sistem SI di
Indonesia, nilai tegangan menggunakan satuan kgf/cm². Kuat tekan beton
umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10-65 MPa. Untuk struktur beton
bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar
17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat
tekan lebih tinggi, berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan
struktur khusus, beton ready-mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa
dan untuk memproduksi beton kuat tekan tinggi tersebut umumnya
dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium. [1]
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata-cara pengujian standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat
dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton
(Ø150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Tata-cara pengujian yang
umumnya dipakai adalah standar ASTM (American Society for Testing

9
10

Material) C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh


tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat
beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak Gambar
2.1, harap dicatat bahwa teganga fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada
saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum pada saat regangan
beton (ε′ ) mencapai nilai ± 0,002.

Gambar 2.1 Tegangan Tekan benda uji beton [1]


Menurut [2] persyaratan perancangan struktur beton berasumsi bahwa
keamanan yang cukup terpenuhi bila dalam keadaan batas diperhitungkan
dengan :
Untuk beton : fc’ = Kuat tekan beton yang diisyaratkan,
Untuk baja : fy = Tegangan leleh yang diisyaratkan untuk tulangan
non prategang.
Tabel 2.1 memberikan nila fc’ dari berbagai mutu beton, sedangkan pada
Tabel 2.2 nilai fy dari bermacam-macam mutu baja.
Tabel 2.1 Kuat tekan beton [2]
Mutu beton fc’ (MPa) fc’ (kg/cm²)
15 15 150
20 20 200
25 25 250
30 30 300
35 35 350

10
11

Mutu baja fy (MPa) fy (kg/cm²)


240 240 2400
400 400 4000

Tabel 2.2 Tegangan leleh baja [2]

Di dalam perkembangannya diberbagai negara, sejalan dengan semakin


berkembangnya penggunaan beton ringan dipandang perlu untuk
menyertakan besaran kerapatan (density) pada penetapan modulus elastisitas
bahan beton. Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5 digunakan
rumus nilai modulus elastisitas beton sebagai berikut :
.
𝐸 = 0,043 𝑤 𝑓𝑐′ (2.1)
Dimana :
𝐸 = Modulus elastisitas beton tekan (MPa),
𝑤 = Berat isi beton (kg/m³),
fc' = Kuat tekan beton (MPa).
Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar
antara 1500 dan 2500 kgf/m³. untuk beton kepadatan normal dengan berat
isi ± 23 kN/m³ dapat digunakan nilai
𝐸 = 4700 𝑓𝑐′ (2.2)
Dimana :
𝐸 = Modulus elastisitas beton tekan (MPa),
fc' = Kuat tekan beton (MPa).

2. Kuat Beton Terhadap Gaya Tarik


Menurut [3] Kekuatan tarik beton relative rendah. Pendekatan yang baik
untuk menghitung kekuatan tarik beton 𝑓 adalah dengan rumus :
0,10 𝑓𝑐′ < 𝑓 < 0,2 𝑓𝑐′ (2.3)
Dimana :

11
12

𝑓 = Kuat tarik beton (MPa),


fc' = Kuat tekan beton (MPa).

Kekuatan tarik lebih sulit diukur dibandingkan dengan kekuatan tekan


karena masalah penjepitan (gripping) pada mesin. Ada sejumlah metode
yang tersedia untuk menguji kekuatan tarik, dan yang paling sering
digunakan adalah tes pembelahan silinder atau tes Brasil.
Untuk batang yang mengalami lentur, yang dipakai dalam desain adalah
besarnya modulus rupture 𝑓 , bukan kekuatan pembelahan-tarik 𝑓 .
Modulus rupture ini diukur dari percobaan balok beton sederhana
berpenampang bujur sangkar 6 in, dan bentangnya 18 in yang diberi beban
pada tiga titik sesuai dengan ASTM C-78. Modulus rupture lebih besar
daripada kekuatan pembelahan-tarik. ACI menspesifikasikan modulus
,
rupture sebesar 7 (𝑓 ) untuk beton berbobot normal.
Beton berbobot ringan hampir selalu mempunyai kekuatan-tarik lebih kecil
dari pada beton berbobot normal. Berikut ini dicantumkan rumus-rumus dari
peraturan untuk beton berbobot ringan.
1) Jika kekuatan pembelahan-tarik 𝑓 ditentukan, maka
,
𝑓 = 1,09 𝑓 ≤ 7,5 (𝑓𝑐′) (2.4)
Dimana :
𝑓 = Modulus rupture,
𝑓 = Kuat tarik beton (MPa),
fc' = Kuat tekan beton (MPa).
2) Jika 𝑓 tidak ditentukan, gunakan faktor 0,75 untuk semua beton
berbobot ringan dan 0,85 untuk beton dengan pasir berbobot ringan.
Interpolasi linier dapat digunakan untuk campuran yang menggunakan
pasir alami dan agregat halus berbobot ringan.

3. Sifat Rangkak
Pada beton yang sedang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan
regangan dan tegangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan.

12
13

Beton menunjukkan sifat elastis murni hanya pada waktu menahan beban
singkat. Sedangkan pada beban tidak singkat, sementara beton mengalami
regangan dan tegangan akibat beban terjadi pula peningkatan regangan
sesuai dengan jangka waktu pembebanan, dan disebut sebagai deformasi
rangkak (creep). Rangkak adalah sifat dimana beton mengalami perubahan
bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya.
Rangkak timbul dengan intensitas yang semakin berkurang untuk selang
waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun berjalan.
Pada umumnya beton dengan mutu tinggi mempunyai tingkat nilai rangkak
yang lebih kecil dibandingkan dengan mutu beton lebih rendah. Besarnya
deformasi rangkak sebanding dengan besarnya beban yang ditahan dan juga
jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak mengakibatkan
dampak langsung terhadap kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan
timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian
mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).

4. Sifat Susut
Susut merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban.
Susut yang terjadi pada beton akan mengakibatkan deformasi yang bersifat
menambah deformasi rangkak. Faktor dari kualitas bahan dasar beton, rasio
terhadap jumlah semen, suhu pada pengerasan, umur beton pada saat beban
bekerja, lama pembebanan, dan nilai tegangan. Ini merupakan faktor yang
mempengaruhi besarnya rangkak dan susut.

2.1.2 Kelas dan Mutu Beton


Material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat.
Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori bangunan yang dibuat yang
harus memenuhi kriteria kontruksi, kekuatan tekan dan keawetan atau durabilitas.
Berdasarkan mutu beton, beton dapat dibedaan menjadi 3 kelas yaitu :
1. Beton Kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural. Untuk
pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya

13
14

dibatasi pada pengawasan ringan yaitu hanya terhadap mutu bahan-bahan,


sedangkan terhadap kekuatan tean tidak diisyaratkan pemeriksaan. Mutu
kelas I dinyatakan dengan B , biasanya digunakan untuk lantai kerja;
2. Beton Kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara
umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus
dilakukan dibawah pimpinan tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-
mutu standar B , K-175, K-22. Pada mutu B , pengawasan mutu hanya
dibatasi pada pengawan terhadap mutu bahan-bahan biasanya digunakan
untuk struktur seperti pondasi, balok, sloof, kolom dan plat;
3. Beton Kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural yang
lebih tinggi dari K-225. Pelaksanaanya memerlukan keahlian khusus dan
harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga-tenaga ahli. Diisyaratkan adanya
laboratorium beton dengan peralatan lengkap serta dilayani oleh tenaga-
tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu.
Biasanya digunakan untuk struktur seperti balok, sloof, kolom. [4]
Adapun pembagian kelas dan mutu beton ini dalat dilihat dari Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kelas dan Mutu Beton [4]
Pengawasan terhadap
𝛔′bk 𝛔′bm
Kelas Mutu Tujuan mutu kekuatan
(kg/cm²) (kg/cm²)
agregat Tekan
Non
I B - - Ringan Tanpa
Struktural
B - - Struktural Sedang Tanpa
II K-175 175 250 Struktural Ketat Kontinu
K-225 225 300 Struktural Ketat Kontinu
III K>225 >225 >300 Struktural Ketat Kontinu

2.2 Baja Tulangan


Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik
dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan
penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan
bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton
yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las

14
15

(wiremesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik


pengelasan.[1]
Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton,
selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang
deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan
secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang yang dipilin
pada proses produksinya. Dalam penggunaanya tulangan polos (BJTP) biasanya
digunakan untuk tulangan geser/begel/sengkang, sedangkan tulangan ulir/deform
(BJTD) digunakan untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang. [1]

Gambar 2.2 Jenis Baja Tulangan [5]


Baja beton dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD.
1. BJ berarti Baja ,
2. TP berarti Tulangan Polos ,
3. TD berarti Tulangan Deformasi (Ulir) .
Angka yang terdapat pada kode tulangan menyatakan batas leleh
karakteristik yang dijamin. Baja beton BJTP 24 dipasok sebagai baja beton polos,
dan bentuk dari baja beton BJTD 40 adalah deform atau dipuntir.[5]
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam
perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus
elastisitas (Es). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur
pengujian sesua SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah
tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan
peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang

15
16

umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal
perhitungan. [1]
Menurut SII 0136-80, dilakukan pengelompokan baja tulangan untuk beton
bertulang seperti tertera pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jenis dan Kelas baja tulangan sesuai SII 0136-80
KUAT TARIK
BATAS MINIMUM
JENIS KELAS SIMBOL MINIMUM
N/mm² (kgf/mm²)
N/mm² (kgf/mm²)
Polos 235 382
1 BJTP24
(24) (39)
294 480
2 BJTP30
(30) (49)
Deform 235 382
1 BJTD24
(24) (39)
294 480
2 BJTD30
(30) (49)

ASTM menggolongkan batang tulangan baja dengan memberi nomor, dari 3


sampai dengan nomor 18 sesuai spesifikasi diameter, luas penampang, dan berat
tiap satuan panjang seperti tertera pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Standar baja tulangan ASTM
Diameter nominal Luas nominal Berat nominal
Nomor Batang
(inch) (mm) (inch²) (mm²) (kg/m)
3 0,375 9,50 0,110 71 0,559
4 0,500 12,7 0,200 129 0,994
5 0,625 15,9 0,310 200 1,552
6 0,750 19,1 0,440 284 2,235
7 0,875 22,2 0,600 387 3,041

Menurut [5] Produk tulangan baja beton sangat bervariasi, untuk itu dalam
pelaksanaan di lapangan diberlakukan beberapa toleransi terhadap penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi. Beberapa toleransi terhadap penyimpangan pada
kondisi baja yang ada di lapangan dalam Tabel 2.6 hingga 2.9.
Tabel 2.6 Penyimpangan yang diizinkan untuk panjang batang [5]
Panjang Toleransi
Minus 0 mm
Di bawah 12 meter
Plus 40 mm
Minus 0 mm
Mulai 12 meter ke atas
plus 50 mm

16
17

Tabel 2.7 Penyimpangan atau toleransi yang diijinkan untuk massa teoritis per
panjang [5]
Diameter (mm) Toleransi (%)
Kurang dari 10 mm ±7%
10 mm – 16 mm ±6%
16 mm – 28 mm ±5%
Lebih dari 28 mm ±4%

Tabel 2.8 Penyimpangan yang diijinkan untuk berat teoritis [5]


Diameter (mm) Toleransi (%)
Kurang dari 10 mm ±6%
10 mm – 16 mm ±5%
16 mm – 28 mm ±4%
Lebih dari 28 mm ±3%

Tabel 2.9 Penyimpangan yang diijinkan dari diameter nominal [5]


Diameter (mm) Toleransi (%) Penyimpangan kebundaran
Sampai dengan 14 mm ± 0,4 mm Maksimum 70% dari batas
16 mm – 25 mm ± 0,5 mm normal.
28 mm – 34 mm ± 0,6 mm
36 mm – 50 mm ± 0,8 mm

2.3 Beton Bertulang


Menurut [6] beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta tulangan
baja, yang bekerja secara bersama-sama untuk memikul beban yang ada. Tulangan
baja akan memberikan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Selain itu,
tulangan baja juga mampu memikul beban tekan.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan
beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% -
15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural
bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan
yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada
bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas,
dimana batang tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik,
sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. [1]

17
18

2.3.1 Spesifikasi Bahan


Bahan yang digunakan dalam pembuatan beton dispesifikasikan sebagai
berikut ini :
1. Semen
Semen adalah yang merupakan salah satu bahan dasar pembuatan beton
tergolong ke dalam jenis semen hidrolis. Jenis semen hidrolis yang banyak
digunakan hingga saat ini adalah merupakan semen Portland yang
dipatenkan di inggris pada tahun 1824 atas nama Josept Aspdin. Semen
Portland adalah material berbentuk bubuk berwarna abu-abu dan banyak
mengandung kalsium dan aluminium silika. Bahan dasar pembuat semen
sebenarnya adalah batu kapur yang mengandung CaO, serta lempung atau
tanah liat yang banyak mengandung SiO₂ dan AI₂O₃. Material-material ini
dicampur dan ditambahkan gips dalam jumlah yang cukup, kemudian
dibakar dalam klinker dan kemudian didinginkan. Gambar 2.3
menunjukkan secara ringkas proses pembuatan semen Portland. Pada
gambar tersebut, material dasar penyusun semen (kapur, silika dan alumina)
diangkut dari lokasi penambangan. Selanjutnya material-material yang
masih dalam bentuk batuan tersebut dihaluskan untuk memecah bongkahan
batu menjadi serpihan yang lebih kecil. Kemudian material-material yang
sudah dihaluskan tadi dimasukkan dan dicampur dalam suatu tungku
berputar dan dibakar pada suhu sekitar 1550°C hingga menjadi bahan yang
disebut dengan istilah klinker. Klinker kemudian didinginkan dan
dihaluskan kembali hingga menjadi berbentuk serbuk. Klinker yang sudah
halus dan dingin itu kemudian diberi bahan tambahan gips atau kalsium
sulfat (CaSO₄) sebanyak kira-kira 2 hingga 4 % sebagai bahan pengontrol
waktu ikat semen. Pada tahap ini dapat pula ditambah dengan kalsium
klorida agar semen cepat mengeras. Selanjutnya tahap akhir dari proses
manufaktur semen adalah tahap kemasan, semen dapat dijual dalam bentuk
kemasan kantong (40 kg atau 50 kg). [6]

18
19

Gambar 2.3 Proses manufaktur semen [6]


Dimana :
1. Penambangan material dasar (kapur, silika dan alumina),
2. Pemecahan batuan dan pencampuran material dasar,
3. Pencampuran dalam tungku berputar,
4. Pembakaran material menjadi klinker,
5. pemberian bahan tambah (CaSO₄, CaCI₂, dll),
6. Kemasan semen.

2. Bahan Agregat
Pada suatu campuran beton normal, agregat menempati 70 hingga 75%
volume beton yang mengeras. Sisanya ditempati oleh pasta semen, air yang
tersisa dari reaksi hidrasi serta rongga udara. Secara umum semakin padat
susunan agregat dalam campuran beton, maka beton yang dihasilkan akan
makin tahan lama dan ekonomis. Oleh karena itu, agar dapat dipadatkan
dengan baik, maka ukuran agregat harus dipilih sedemikian rupa sehingga
memenuhi gradasi yang disarankan. Agregat akan secara umum
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar dan agregat halus.
Agregat yang dapat melalui saringan No. 4 (4,75 mm) dapat diklasifikasikan
sebagai agregat ringan. Sedangkan agregat yang tertahan di saringan No. 4
diklasifikasikan sebagai agregat kasar. [6]

19
20

3. Air
Air merupakan bahan yang penting juga dalam pembuatan suatu campuran
beton. Air yang dicampur dengan semen akan membungkus agregat halus
dan agregat kasar menjadi satu kesatuan. Pencampuran semen dan air akan
menimbulkan suatu reaksi kimia yang disebut dengan istilah reaksi hidrasi.
Dalam pencampuran campuran beton, hendaknya digunakan air yang bersih
yang tidak tercampur dengan kotoran-kotoran kimia yang memungkinkan
timbulnya reaksi sampingan dari reaksi hidrasi. Hampir semua air alami
yang dapat diminum dan tidak memiliki rasa atau bau dapat digunakan
sebagai air pencampuran dalam pembuatan beton. [6]

2.4 Kolom
Kolom adalah salah satu komponen struktur vertikal yang secara khusus
difungsikan untuk memikul beban aksial tekan (dengan atau tanpa adanya momen
lentur) dan memiliki rasio tinggi/panjang terhadap dimensi terkecil sebesar 3 atau
lebih. Kolom memikul beban vertikal yang berasal dari pelat lantai atau atap dan
menyalurkannya ke pondasi. Pada struktur bangunan gedung beton bertulang,
balok, pelat dan kolom dicor secara monolit, sehingga akan menimbulkan momen
lentur pada kolom akibat kondisi tumpuan ujung. [6]

2.4.1 Klasifikasi Kolom


Menurut [6] Secara umum kolom dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori sebagai berikut:
1. Berdasarkan beban yang bekerja, kolom dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Kolom dengan beban aksial, beban kolom dianggap bekerja melalui
pusat penampang kolom;
2) Kolom dengan beban eksentris, beban kolom dianggap bekerja sejarak e
dari pusat penampang kolom. Jarak e dapat diukur terhadap sumbu x atau
y, yang menimbulkan momen terhadap sumbu x ataupun y;

20
21

3) Kolom dengan beban biaksial, beban bekerja pada sembarang titik pada
penampang kolom, sehingga menimbulkan momen terhadap sumbu x dan
y secara simultan.
2. Berdasarkan panjangnya, kolom dapat dibedakan menjadi:
1) Kolom pendek, yaitu jenis kolom yang keruntuhannya diakibatkan oleh
hancurnya beton atau luluhnya tulangan baja di bawah kapasitas ultimit
dari kolom tersebut;
2) Kolom panjang, jenis kolom yang dalam perencanaanya harus
memperhitungkan rasio kelangsungan dan efek tekuk, sehingga
kapasitasnya berkurang dibandingkan dengan kolom pendek.
3. Berdasarkan bentuknya, kolom dapat dibedakan menjadi:
1) Kolom utama, fungsi utamanya menyangga beban utama yang berada
diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3,5
m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak begitu besar, dan
apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3,5 m, maka struktur
bangunan harus dihitung;
2) Kolom praktis, fungsinya membantu kolom utama dan juga sebagai
pengikat dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 m, atau
pada pertemuan pasangan bata (sudut-sudut).
4. Berdasarkan jenis tulangan sengkang yang digunakan, kolom dapat
dibedakan menjadi:
1) Kolom dengan sengkang persegi (dapat juga ditambahkan sengkang
ikat/kait) yang mengikat tulangan memanjang/vertikal dari kolom, dan
disusun dengan jarak tertentu sepanjang tinggi kolom;
2) Kolom dengan sengkang spiral untuk mengikat tulangan memanjang dan
meningkatkan daktilitas kolom. Secara umum tulangan sengkang pada
kolom, baik sengkang persegi maupun spiral berfungsi mencegah tekuk
pada tulangan memanjang dan mencegah pecahnya selimut beton akibat
tekan yang besar.
5. Berdasarkan kekangan dalam arah lateral, kolom dapat menjadi bagian dari
suatu portal yang dikekang terhadap goyangan ataupun juga dapat menjadi

21
22

bagian dari suatu portal bergoyang. Kekangan dalam arah lateral untuk
struktur beton dapat diberikan oleh dinding geser (shear wall). Pada portal
tak bergoyang, kolom memikul gaya gravitasi dan dinding geser memikul
beban lateral. Pada portal bergoyang, kolom memikul seluruh beban
gravitasi dan beban lateral.
6. Berdasarkan materialnya, kolom dapat berupa kolom beton bertulang biasa,
kolom beton prategang, atau kolom komposit (terdiri dari beton dan profil
baja). Kolom beton bertulang dengan tulangan memanjang berupa tulangan
baja merupakan bentuk kolom yang sering dijumpai pada struktur bangunan
gedung.
Bentuk dan susunan tulangan pada kolom dapat diliat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan [1]
2.5 Hubungan Beban Aksial dan Momen
Untuk menjelaskan kesepadanan statika antara beban aksial eksentris
dengan kombinasi beban aksial-momen digunakan Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Hubungan Beban Aksial – Momen – Eksentritas [1]

22
23

Dimana :
𝑃 = Beban aksial terfaktor pada eksentrisitas yang diberikan,
𝑀 = Momen terfaktor pada penampang.
Apabila gaya dari beban 𝑃 bekerja pada penampang kolom berjarak 𝑒
terhadap sumbu seperti terlihat pada Gambar 2.5.a, akibat yang ditimbulkan akan
sama dengan apabila suatu pasangan yang terdiri dari gaya beban aksial 𝑃 pada
sumbu dan momen, 𝑀 = 𝑃 𝑒, bekerja serentak bersama-sama seperti tampak
pada Gambar 2.5.c. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila suatu
pasangan momen rencana 𝑀 dan beban rencana terfaktor 𝑃 bekerja bersama-
sama pada suatu komponen tekan, hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut :
e= (2.5)

Dimana :
e = eksentrisitas gaya terhadap sumbu,
𝑃 = Beban aksial terfaktor pada eksentrisitas yang diberikan,
𝑀 = Momen terfaktor pada penampang.
Untuk suatu penampang tertentu, hubungan tersebut di atas bernilai konstan
dan memberikan variasi kombinasi beban lentur dan beban aksial dalam banyak
cara. Apabila dikehendaki eksentrisitas yang semakin besar, beban aksial 𝑃 harus
berkurang sampai suatu nilai sedemikian rupa sehingga kolom tetap mampu
menopang kedua beban, beban aksial 𝑃 dan momen 𝑃 𝑒. Sudah barang tentu,
besar atau jumlah pengurangan 𝑃 yang diperlukan sebanding dengan peningkatan
besarnya eksentrisitas.
Dengan demikian kekuatan suatu penampang kolom dapat diperhitungkan
terhadap banyak kemungkinan kombinasi pasangan beban aksial dan momen.
Kuat lentur penampang kolom dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan
kuat beban aksial yang berbeda, dengan masing-masing mempunyai pasangan
kuat momen tersendiri. [1]
2.6 Persyaratan Detail Penulangan Kolom
Pembatasan jumlah tulangan komponen balok agar penampang berperilaku
daktail dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk kolom agak sukar karena
beban aksial tekan lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari.

23
24

Jumlah luas penampang tulangan pokok memanjang kolom dibatasi dengan rasio
penulangan 𝜌g antara 0.01 dan 0.08. Penulangan yang lazim dilakukan di antara
1,5% sampa 3% dari luas penampang kolom. Khusus untuk struktur bangunan
berlantai banyak, kadang-kadang penulangan kolom dapat mencapai 4%, namun
disarankan untuk tidak menggunkana nilai lebih dari 4% agar penulangan tidak
berdesakan terutama pada titik pertemuan balok-balok, plat, dengan kolom. Sesuai
dengan SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.9, penulangan pokok memanjang kolom
berpengikat spiral minimum terdiri dari 6 batang, sedangkan untuk kolom
berpengikat sengkang bentuk segi empat atau lingkaran terdiri dari 4 batang, dan
untuk kolom dengan pengikat sengkang berbentuk segitiga minimal terdiri dari 3
batang tulangan.
SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.16.6 menetapkan bahwa jarak bersih antara
batang tulangan pokok memanjang kolom berpengikat sengkang atau spiral tidak
boleh kurang dari 1,5 db atau 40 mm. Persyaratan jarak tersebut juga harus
dipertahankan di tempat-tempat sambungan lewatan batang tulagan. Tabel 2.30
A-40 pada Apendiks A dapat digunakan untuk penetapan jumlah tulangan baja
yang dapat dipasang dalam satu baris, baik untuk kolom persegi maupun bulat.
Tebal minimum selimut beton pelindung tulangan pokok memanjang untuk kolom
berpengikat spiral maupun sengkang dalam SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.16.7.
ayat 1 ditetapkan tidak boleh kurang dari 40 mm.
Persyaratan detail sengkang secara rinci tercantum di dalam pasal 3.16.10
ayat 5. Semua batang tulangan pokok harus dilingkup dengan sengkang dank ait
pengikat lateral, paling sedikit dengan batang D10. Batasan minimum tersebut
diberlakukan untuk kolom dengan tulangan pokok memanjang batang D32 atau
lebih kecil, sedangkan untuk diameter tulangan pokok lebih besar lainnya,
umumnya sengkang tidak kurang dari batang D12, dan untuk kesemuanya tidak
menggunakan ukuran yang lebih besar dari batang D16 (lihat Tabel 2.30a dan
2.30b). Jarak spasi tulangan sengkang p.k.p. tidak lebih dari 16 kali diameter
tulangan pokok memanjang, 48 kali diameter tulangan sengkang, dan dimensi
lateral terkecil (lebar) kolom. Selanjutnya diisyaratkan bahwa tulangan sengkang
atau kait pengikat harus dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga sudut-

24
25

sudutnya tidak dibengkok dengan sudut lebih besar dari 135⁰. Sengkang dan kait
pengikat harus cukup kokoh untuk menopang batang tulangan pokok memanjang,
baik yang letaknya di pojok mauoun di sepanjang sisi arah lateral. Untuk itu
batang tulangan pokok memanjang harus di pasang dengan jarak bersih antaranya
tidak lebih dari 150 mm di sepanjang sisi kolom agar dukungan lateral dapat
berlangsung dengan baik. Gambar 2.6 memberikan pengaturan pemasangan
batang tulangan pokok memanjang, sengkang, dank ait pengikat.

Gambar 2.6 Susunan penulangan kolom tipikal [1]

25
26

Selimut 1,5 Tulangan

LUAS PENAMPANG INTI


LEBAR INTI = KOLOM - 2 x
DIAMETER TULANGAN pokok atau

(LINGKARAN)
40 mm

(SELIMUT)
SPIRAL

JUMLAH BATANG
Diameter Tulangan Pokok
(mm²) 16 18 19 20 22 25 28 29 32 35
D10 220 38013 8 8 7 7 7 6 6 - - -
260 53093 10 9 9 9 8 7 7 7 6 6
300 70686 12 11 11 10 10 9 8 8 7 7
D12 400 125664 16 15 14 14 13 12 11 11 10 9
460 166190 18 17 17 16 15 14 13 13 12 11
500 196350 20 19 18 18 17 16 15 14 13 12
D13 600 282743 24 23 23 22 21 19 18 17 16 15
660 342119 27 26 26 25 24 22 20 20 19 17
700 384845 29 27 26 26 24 23 21 21 19 18
LUAS PENAMPANG INTI
LEBAR INTI = KOLOM - 2 x
DIAMETER TULANGAN

Selimut
(PERSEGI)
SENGKANG

(SELIMUT)

JUMLAH BATANG
Diameter Tulangan Pokok
(mm²) 16 18 19 20 22 25 28 29 32 35
D10 220 48400 8 8 8 8 8 8 4 4 4 4
260 67600 12 12 8 8 8 8 8 8 8 4
300 90000 12 12 12 12 12 8 8 8 8 8
D12 400 160000 20 16 16 16 16 16 12 12 12 12
460 211600 20 20 20 20 20 16 16 16 12 12
500 250000 24 24 20 20 20 20 16 16 16 16
D13 600 360000 28 28 28 28 24 24 20 20 20 16
660 435600 32 32 32 28 28 24 24 24 20 20
700 490000 36 32 32 32 28 28 28 24 24 20
Tabel 2.30 Jumlah maksimum batang tulangan dalam satu baris penulangan
kolom spiral dan persegi [1]

26
27

2.7 Faktor Redaksi Kekuatan φ untuk Kolom


SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.3 ayat 3 memberikan pembatasan tulangan
untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan. Untuk
kuat rencana φP kurang dari nilai terkecil antara 0.10 𝑓𝑐 𝐴 dan φPb, maka rasio
penulangan 𝜌 komponen tidak boleh melampaui nilai 0.75 𝜌 dari penampang
yang mengalami lentur tanpa beban aksial. Untuk komponen yang menahan
lenturan murni, tanpa beban aksial, digunakan faktor reduksi kekuatan φ = 0,80.
Sedangkan pada pembahasan kolom sejauh ini, digunakan faktor reduksi kekuatan
ɸ = 0,70 untuk kolom dengan pengikat spiral, dan ɸ = 0,65 untuk kolom dengan
pengikat sengkang. Kemudian SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.3 ayat 2.2
menetapkan bahwa untuk kolom dengan beban aksial yang semakin mengecil,
nilai ɸ dapat ditingkatkan secara linear sampai 0,80 seharga dengan nilai ɸPn
yang berkurang dari 0,10 fc’ Ag sampai nol. Sebagai pembatasan tambahan adalah
bahwa fy tidak lebih dari 400 Mpa, penulangan simetris, dan 𝛾 tidak kurang dari
0,65. Maka dapat ditemukan persamaan :
∅𝑃 = 0,65𝑃 > 𝑃 (2.6)
Dimana :
𝑃 = kuat beban aksial nominal pada kondisi regangan seimbang,
𝑃 = beban aksial terfaktor pada eksentrisitas yang diberikan.
2.8 Struktur Kolom Langsing
SK SNI T-15-1991-03 menggolongkan komponen struktur tekan menjadi
dua, yaitu komponen struktur pendek dan langsing. Semakin langsing atau
semakin mudah suatu komponen struktur tekan melentur akan mengalami
fenomena tekuk. Untu mencegah tekuk yang tak dikehendaki, diperlukan evaluasi
terhadap reduksi kekuatan yang harus diberikan dalam perhitungan struktur
kolom. Suatu kolom digolongkan langsing apabila dimensi atau ukuran
penampang lintangnya kecil dibandingkan dengan tinggi bebasnya (tinggi yang
tidak ditopang). Kolom langsing yang menahan kombinasi beban aksial dengan
lentur akan mendapatkan momen lentur tambahan (momen sekunder) akibat efek
𝑃 − ∆ dan mengalami deformasi kea rah lateral, dimana P adalah beban aksial dan

27
28

∆ adalah defleksi kolom tertekuk kearah lateral pada penampang yang ditinjau.
Apabila ditinjau suatu kolom langsing yang menahan gaya aksial 𝑃 dengan
eksentrisitas e dan diagram interaksinya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Pengaruh pembesaran momen pada diagram interaksi [1]


Tampak dengan adanya efek tekuk mengakibatkan momen lentur tambahan
𝑃 (∆). Momen lentur tambahan, atau disebut momen sekunder, dengan sendirinya
akan mengakibatkan kapasitas gaya normal turun atau mengecil, dari 𝑃 ′ menjadi
𝑃 . Dengan demikian jumlah momen menjadi 𝑃 𝜃 + 𝑃 (∆), dan selanjutnya
tinjauan kekuatan didasarkan pada momen yang sudah dibesarkan ini. Gaya 𝑃
bekerja dengan eksentrisitas (𝑒 + ∆) sehingga menghasilkan 𝑀 dan nilai
banding 𝑀 terhadap 𝑀 disebut 𝛿, atau faktor pembesaran momen
(magnification factor). Dengan demikian, mirip dengan yang berlaku pada analisis
struktur baja, SK SNI T-15-1991-03 memberikan analisis perkiraan dengan
didasarkan pada faktor pembesaran momen 𝛿 sebagai suatu evaluasi pendekatan.
Tingkat kelangsingan suatu struktur kolom diungkapkan sebagai rasio
kelangsingan adalah :

(2.7)

Dimana :
k = Faktor panjang efektif komponen struktur tekan,
ℓ𝑢 = Panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang,
r = Jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang komponen
struktur tekan = √I / A ; ditetapkan 0,30h dimana h ukuran dimensi
kolom persegi pada arah bekerjanya momen; atau 0,25D, dimana D

28
29

adalah diameter kolom bulat (SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.11


ayat 3).
Sebelum melangkah untuk memperhitungkan momen rencana yang
diperbesar akibat dari kelangsingan, sudah barang tentu harus dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kelangsingan suatu
komponen struktur tekan harus diperhitungkan atau dapat diabaikan, SK SNI T-
15-1991-03 pasal 3.3.11 ayat 4 memberikan ketentuan bahwa untuk komponen
struktur tekan dengan pengaku lateral, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila
rasio kelangsingan memenuhi :

< 34 − 12 (2.8)

Dimana :
k = Faktor panjang efektif komponen struktur tekan,
ℓ𝑢 = Panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang,
r = Jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang.
Dimana 𝑀 dan 𝑀 adalah momen-momen ujung terfaktor pada kolom
yang posisinya berlawanan. Momen-momen tersebut terjadi akibat beban yang
tidak menimbulkan goyangan ke samping yang besar, dihitung dengan analisis
struktur elastis. Momen 𝑀 adalah momen ujung terfaktor yang lebih besar dan
selalu positif. Sedangkan momen 𝑀 bernilai negatif apabila komponen kolom
terlentur dan lengkungan ganda, dan positif apabila terlentur dalam lengkungan
tunggal. Untuk komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak
disokong untuk tertahan kearah samping, efek kelangsingan dapat diabaikan
apabila memenuhi :

< 22 (2.9)

Dimana :
k = Faktor panjang efektif komponen struktur tekan,
ℓ𝑢 = Panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang,
r = Jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang.

29
30

Panjang efektif 𝑘ℓ𝑢 diperlukan sebagai panjang modifikasi kolom untuk


memperhitungkan efek tahanan ujung yang bukan sendi. Faktor panjang efektif
tahanan ujung k bervariasi antara nilai 0,50-2,0 tergantung kondisinya, untuk
keadaan tipikal adalah sebagai berikut nilai-nilai berikut ini :
1. Kedua ujung sendi, tidak tergerak lateral k = 1,0
2. Kedua ujung jepit k = 0,50
3. Satu ujung jepit, ujung lain bebas k = 2,0
4. Kedua ujung jepit, ada gerak lateral k = 1,0
Untuk kolom yang merupakan komponen rangka yang dikenal sebagai
portal balok – kolom, tahanan ujungnya terletak di antara kondisi sendi dan jepit
dengan nilai k diantara 0,75-0,90. Untuk kolom kaku tertahan plat lantai, nilai k
berkisar di antara 0,9-1,0. [1]
Faktor k diperhitungkan sebagai fungsi dari kekuan relatif 𝜓 dari kolom
terhadap balok-balok pada pertemuan diujung-ujung kolom. Kekakuan relatif 𝜓
adalah nilai banding antara jumlah kekuan kolom dibagi dengan panjang kolom,
dan jumlah kekakuan balok dibagi dengan panjang balok. Nilai-nilai faktor
panjang efektif k tersebut ditunjukkan dalam hubungan garis nomogram atau
grafik alignment, seperti Gambar 2.8.
Jika kekuatan relatif pada masing-masing ujung kolom A dan B sudah
didapt, yaitu 𝜓𝐴 dan 𝜓𝐵, hubungkan kedua nilai tersebut dengan suatu garis lurus
yang akan memotong garis skala nilai k yang berada ditengah. Untuk ujung kolom
berupa sendi nilai 𝜓 = ∞, sedangkan ujung jepit nilai 𝜓 = 0. Dalam hal ini
dibedakan antara skala struktur yang ditopang terhadap gerakan lateral dan tanpa
menopang. Pada bahan beton bernilai E bervariasi sesuai dengan mutu beton dan
strata pembebanan yang bekerja, dan nilai momen inersia juga bervariasi sesuai
dengan tingkat retak dan rasio penulangan terpasang. [1]
Dalam struktur beton bertulang, untuk bertahan terhadap pergerakan
menyamping dikenal berbagai cara. Sebagai contoh menggunakan ruang inti pusat
kaku (core) penahan geser yang direncanakan mampu menahan beban lateral dan
juga gerakan lateral akibat kondisi pembebanan yang tidak simetris, pada struktur
bangunan gedung biasanya lalu dimanfaatkan juga sebagai ruang kebutuhan. [1]

30
27

(a) kolom dengan pengaku (b) Kolom tanpa pengaku


Gambar 2.8 Nomogram Faktor Panjang Efektif [1]

27
28

Perencanaan komponen struktur tekan dengan menggunakan cara perkiraan


momen yang diperbesar dapat digunakan apabila nilai rasio kelangsingan <

100. Apabila nilai > 100, maka perencanaan harus menggunakan analisis

struktur orde kedua yang cukup rumit karena harus memperhitungkan efek
defleksi dan menggunakan reduksi modulus tangen beton, yang akan lebih
terjamin ketepatannya apabila menggunakan alat bantu komputer untuk
memecahkan sekumpulan persamaan secara stimulant. Akan tetapi hal demikian
jarang terjadi karena umumnya nilai batas atas maksimum rasio kelangsingan
kolom struktur bangunan beton bertulang kurang lebih adalah 70. [1]

Gambar 2.9 Grafik Eksentrisitas dan Tulangan Simetris [2]


29

SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.11 ayat 5 menetapkan bahwa perencanaan


komponen struktur tekan beton bertulang dilakukan dengan menggunakan beban
aksial Pu yang didapat dari analisis rangka elastis dan momen rencana yang sudah
dibesarkan 𝑀 ′ yang didefinisikan sebagai berikut :
𝑀 =𝛿 𝑀 +𝛿 𝑀 (2.12)
Dimana :
Indeks 2 = Menunjuk kepada yang terbesar dari kedua momen ujung
komponen tekan,
Indeks b = Menyatakan dengan pengaku atau besar momen-momen dihasilkan
dari goyangan lateral yang tidak besar,
Indeks s = Menyatakan momen yang berhubungan dengan goyangan,
𝑀 = Momen rencana yang diperbesar, digunakan hanya untuk
merencanakan komponen struktur tekan beton bertulang,
𝛿 = Faktor pembesar momen, diuraikan sebagai berikut :
𝛿 = Faktor pembesar untuk portal dengan pengaku yang mencerminkan
pengaruh dari kelengkungan di antara kedua ujung komponen
tekan dengan momen adalah akibat beban vertical atau beban
gravitasi,
𝑀 = Momen terfaktor terbesar pada ujung komponen tekan akibat dari
beban yang tidak menyebabkan goyangan besar, momen akibat
dari gaya vertical atau gravitasi, dihitung dengan analisis portal
elastik,
𝑀 = Momen terfaktor terbesar yang tidak terjadi dimana pun di
sepanjang komponen struktur tekan akibat dari beban yang
menyebabkan goyangan lateral besar, dihitung dengan analisis
portal elastik.
Untuk rangka struktur yang menggunakan pengaku terhadap goyangan
kearah lateral, misalnya menggunakan dinding geser, momen yang diperhitungkan
hanyalah 𝑀 dan faktor pembesar 𝛿 adalah 1,0. Pada umumnya, apabila defleksi

lateral bangunan tidak melampaui , struktur rangka dianggap berpangku.

Faktor 𝛿 dan 𝛿 adalah pembesar momen yang secara empiris dapat


ditentukan sebagai berikut :
30

𝛿 = ≥ 1,0 (2.13)
ɸ

Dimana :
𝛿 = Faktor pembesar untuk portal dengan pengaku yang mencerminkan
pengaruh dari kelengkungan di antara kedua ujung komponen
tekan dengan momen adalah akibat beban vertical atau beban
gravitasi,
𝐶 = Faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan
diagram momen merata ekivalen,
𝑃 = Beban aksial terfaktor pada eksentrisitas yang diberikan,
𝑃 = Beban tekuk Euler.

𝛿 = ∑ ≥ 1,0 (2.14)
ɸ∑

Dimana :
𝛿 = Faktor pembesar untuk portal dengan pengaku yang mencerminkan
pengaruh dari kelengkungan di antara kedua ujung komponen
tekan dengan momen adalah akibat beban vertical atau beban
gravitasi,
𝑃 = Beban aksial terfaktor pada eksentrisitas yang diberikan,
𝑃 = Beban tekuk Euler.
Dimana Pc adalah beban tekuk Euler,
²
𝑃 = (2.15)
( ℓ )²

Dimana :
𝑃 = Beban tekuk Euler,
EI = Kekakuan lentur komponen struktur tekan,
k = Faktor panjang efektif komponen struktur tekan,
ℓ𝑢 = Panjang komponen struktur tekan yang tidak ditopang,
r = Jari-jari putaran (radius of gyration) potongan lintang.
Untuk komponen struktur ditopang tertahan kearah samping (berpangku)
dan tanpa beban transversal pada dukungan.

𝐶 = 0.60 + 0.40 ≥ 0.40 (2.16)

Dimana :
31

𝐶 = Faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan


diagram momen merata ekivalen,
𝑀 = Nilai yang lebih kecil dari momen ujung terfaktor pada komponen
struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan ke
samping berarti, dihitung dengan analisis rangka elastis
kovensional, positif bila komponen struktur melentur dalam
kelengkungan tunggal, negatif bila melentur dalam kelengkungan
ganda,
𝑀 = Nilai yang lebih besar dari momen ujung terfaktor pada komponen
struktur tekan akibat beban yang tidak menimbulkan goyangan
kesamping yang berarti, dihitung dengan analisis rangka elastis
konvensional.

Dimana 𝑀 ≥ 𝑀 sedangkan untuk kelengkungan tunggal > 0.

Apabila hasil dari analisis struktur menunjukkan bahwa di kedua ujung tidak
terdapat momen, rasio diambil sama dengan satu. Sedangkan apabila

eksentrisitas ujung yang didapat kurang dari (15+0.03h) mm, momen ujung yang
didapat dari perhitungan boleh digunakan untuk menentukan rasio .

Apabila perhitungan menunjukkan bahwa kedua ujung komponen struktur


kolom, baik pengaku maupun tidak, tidak dapat momen atau eksentrisitas ujung
kurang dari (15+0.03h) mm, maka 𝑀 harus didasarkan pada eksentrisitas
minimum (15+0.03h) mm terhadap setiap sumbu utama secara terpisah. Untuk
komponen struktur lainnya, 𝐶 ditentukan sama dengan 1,0.
Didalam ungkapan Pc, pasal 3.3.11 ayat 5.2, memberikan ketentuan untuk
memperhitungkan EI apabila memperhitungkan dampak sifat nonelatik beton,
retak, dan rangkak untuk pembebanan jangka panjang, maka nilai EI
diperhitungkan sama dengan balok terlentur tanpa beban aksial :

𝐸𝐼 = (2.17)

Untuk komponen kolom bertulang sedikit (𝜌 ≤ 3%) dapat dihitung secara


konservatif,
32

𝐸𝐼 = , ( )
(2.18)

Dimana :
𝐸 = Modulus elastisitas beton,
𝐸 = Modulus elastisitas baja tulangan,
𝐼 = Momen inersia beton kotor (penulangan diabaikan) terhadap
sumbu berat penampang,
𝐼 = Momen inersia terhadap sumbu pusat penampang komponen
struktur,
𝛽 = Bagian dari momen rencana yang dianggap memberikan kontribusi
tetap terhadap deformasi, biasanya ditentukan sebagai nilai
banding dari momen beban mati terfaktor maksimum, nilainya
selalu positif.

2.9 Kekuatan Geser Vc Yang Disumbangkan Oleh Beton


Menurut [2] Untuk gelagar yang hanya dibebani gaya geser dan lentur
ditetapkan bahwa, pada retakan (geser), kekuatan geser Vc yang disumbangkan
oleh beton ditentukan dari kekuatan geser nominal Vu yang saling mempengaruhi
dan momen Mu yang terjadi. Dari sejumlah percobaan yang diturunkan secara
statistik, ternyata terdapat hubungan yang ditetapkan menurut persamaan dibawah
ini :

= 0,14 + 17,1 ≤ 0,3 (2.20)

Persamaan tersebut memberi ukuran untuk harga Vc yaitu kekuatan geser


nominal yang disumbangkan oleh beton. Tanpa dengan yang disumbangkan oleh
tulangan yang berarti tanpa Vs’ bentuknya menjadi Vu = Φ Vc. Kemudian rumus
tersebut diturunkan sebagai berikut :

= 0,14 + 17,1 (2.21)

Atau sebagai

𝑉 = 0,14 𝐹′ + 122 𝑏 𝑑 (2.22)

Pada SK SNI T15-1991-03 rumus ini dijumpai kembali dalam bentuk

𝑉 = 𝐹′ + 122 . 𝑏 𝑑 ≤ 0,3 𝐹 . 𝑏 𝑑 (2.23)


33

Dalam rumus ini


𝐹′ = Nilai kekuatan Tarik beton, dimana pengaruh mutu beton terhadap
Vc dapat ditetapkan,
𝑏 = Lebar badan balok T atau L dan b untuk lebar balok yang
berpenampang persegi,
𝑑 = Tinggi efektif balok,
𝜌 = Ratio tulangan;
Untuk balok T atau L : 𝜌 =

Untuk balok Persegi : 𝜌 =


𝑉 𝑑 = Nilai kelangsingan struktur dan dalam pemakaian rumus (2.23),
𝑀 nilai ini tidak boleh lebih besar dari pada 1.
Mu dan Vu sebagai momen serta gaya lintang pada penampang yang ditinjau
dan besarnya telah dikalikan dengan faktor beban. Sedangkan 𝜌 atau 𝜌 adalah
tulangan yang ada pada penampang setempat.
2.10 Perhitungan Tulangan
2.10.1 Tulangan Tekan dan Tarik
Menurut SK SNI T 15-1991-03 syarat d’<0.15d menyatakan tulangan akan
meleleh. Ini berarti bahwa penggunaan mutu baja fy = 240 MPa akan
menampilkan tulangan leleh pada tulangan tekan. Pemakaian mutu baja fy = 400
MPa merupakan suatu hal yang wajar untuk d ≥ 400 mm. penurunan perhitungan
tulangan tekan akan dilakukan dengan menganggap 𝜎 = 𝑓𝑦 dalam contoh-
contoh, anggapan ini harus di periksa untuk menentukan jumlah tulangan yang
perlu, total momen lentur yang dilawan akan di pisahkan dalam dua bagian :
𝑀 + 𝑀
Dimana :
𝑀 = Momen lentur yang dapat di lawan oleh 𝑝 dan berkaitan
dengan lengan momen dalam jumlah Tarik yang sesuai adalah
𝐴 = 𝜌 . 𝑏𝑑,
𝑀 = Momen sisa yang pada dasarnya harus dilawan baik oleh tulangan
tarik atau tekan yang sama banyaknya, lengan momen dalam yang
hubungan dengan ini sama dengan (d – d’).
34

Jumlah tulangan Tarik tambahan 𝐴 sama dengan jumlah tulangan tekan 𝐴 ,


yaitu :
𝐴 = (2.24)
( )

Dimana :
𝐴 = Tulangan tekan,
𝑀 − 𝑀 = Total momen lentur yang dilawan,
𝐹 = Mutu baja,
(d-d’) = Lengan momen dalam.
Jumlah tulangan tarik tambahan
𝐴 = 𝐴 + 𝐴 = 𝜌 . 𝑏𝑑 + (2.25)
( )

Dimana :
𝐴 = Tulangan tarik tambahan,
𝐴 = Jumlah tarikan,
𝜌 . 𝑏𝑑 = Momen lentur yang dapat dilawan,p
𝑀 − 𝑀 = Total momen lentur yang dilawan,
𝐹 = Mutu baja,
(d-d’) = Lengan momen dalam.

2.10.2 Tulangan Geser


Sesuai dengan SK SNI T 15-1991-03 pasal 3.4.5 menyatakan bahwa
tulangan geser dapat berupa sengkang vertikal ataupun tulangan rangkap di
kombinasikan dengan batang uang di bengkok.
Bila sistem rangka ini analogikan sebagai balok beton maka batang vertikal
dari sistem rangka tersebut sesuai dengan sengkang dari sebuah balok beton.
Sengkang ini mengalami gaya tarik, gaya yang harus dilawan 𝑉 adalah
sambungan dari tegangan pada kekuatan geser nominal.
Luas penampang sengkang yang di perlukan pada pembebanan tersebut
adalah :
𝐴 = (2.26)

Dimana :
35

𝐴 = Tulangan sengkang,
𝑉 = Sumbangan dari kekuatan tegangan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja.
Karena jarak ke pusat sengkang pada skema ini dianggap z, maka luas
penampang yang di perlukan per satuan panjang adalah :
= (2.27)

Dimana :
𝐴 = Tulangan sengkang,
𝑉 = Sumbangan dari kekuatan tegangan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja,
z = Jarak pusat ke pusat sengkang.
Besar kekuatan geser nominal yang di sumbangkan oleh beton adalah :
𝑉 = 𝜙 𝑉 . 𝑏𝑑 (2.28)
Dimana :
𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi.
Dengan demikian, yang harus dilawan oleh sengkang adalah :
𝜙𝑉 = 𝑉 − 𝜙𝑉 = (𝑉 − 𝜙𝑉 ). 𝑏𝑑 (2.29)
Dimana :
𝑉 = Sumbangan dari kekuatan tegangan geser nominal,
𝑉 = Beban terbagi rata,
𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi.
Luas penampang sengkang per satuan panjang adalah :
( ).
= (2.30)

𝐴 = Tulangan sengkang,
z = Jarak pusat ke pusat sengkang
36

𝑉 = Beban terbagi rata,


𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi.
Luas tulangan penampang sengkang sepanjang y adalah :
. ( ).
= (2.31)

Dimana :
𝐴 = Tulangan sengkang,
z = Jarak pusat ke pusat sengkang
𝑉 = Beban terbagi rata,
𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi,
y = Jarak.
Pada rumus ini 𝑉 konstan dalam jarak y, pada beban yang terbagi rata 𝑉
berkelakuan linier sehingga bentuk distribusi 𝑉 berupa linier pula. Rumus luas
total penampang sengkang adalah :
( ).
𝐴 = (2.32)

Dimana :
𝐴 = Tulangan sengkang,
z = Jarak pusat ke pusat sengkang
𝑉 = Beban terbagi rata,
𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi,
y = Jarak.
Dimana situasi ini, jarak antara sengkang harus diatur sesuai dengan 𝑉 atau
𝑉 umumnya rumus yang berlaku untuk tulangan sengkang adalah :
37

( ) .
𝐴 = (2.33)

Dimana :
𝐴 = Tulangan sengkang,
z = Jarak pusat ke pusat sengkang
𝑉 = Beban terbagi rata,
𝑉 = Kekuatan geser nominal,
𝜙 = Faktor reduksi kekuatan,
𝐹 = Mutu baja,
𝑏𝑑 = Lebar dan tinggi,
y = Jarak.

2.10.3 Tegangan Ijin Kolom


Menurut [2] Perencanaan beton bertulang terhadap gaya lintang ternyata
sesuai dengan lentur murni juga karena yang menentukan adalah perilaku struktur
dalam stadium keruntuhan.
Tegangan geser bergantung pada :
1. Jumlah tulangan memanjang yang ada;
2. Bentuk busur tekan untuk gelagar yang pendek “pendek dan lebar” lain
dari pada gelagar yang “ramping”, antara lain akibat dari perbandingan ;

3. Ukuran daerah tekan, demikian pula dengan besar momen dan kualitas
beton yang digunakan.
SK SNI T15-1991-03 Bab 3.4 menguraikan pengaruh-pengaruh tersebut
serta teknik memperhitungkannya. Pasala 3.4.1.1 menetapkan bahwa gaya lintang
yang bekerja pada penampang yang ditinjau harus direncanakan sehingga
𝑉 ≤ 𝑉 (2.34)
Dimana :
𝑉 = Beban terbagi rata,
𝑉 = Kekuatan geser nominal ditambah sumbangan dari kekuatan
tegangan geser nominal
Menurut [2] tegangan dalam plat beton tidak boleh melebihi ketentuan
berikut ini :
38

1. Lentur = 0,45 𝑓′𝑐 (2.35)


= 0,45 x 20 MPa = 9,00 MPa (90 Kg/m²)
2. Geser
Geser yang hanya dipikul oleh plat beton :
V = 𝑓′𝑐/ 11 (2.36)
Dimana :
V = Plat beton,
f’c = Kekuatan maximum.

V = = 0,35 MPa

Geser maksimum yang dipikul oleh plat beton dan tulangan adalah sebagai
berikut :
√ √
Geser = V + = 0,35 + = 0.83 MPa (2.37)

Perletakan pada daerah yang dimuati :


0,30 𝑓 𝑐 = 4,5 MPa (2.38)
Secara umum besarnya tegangan geser V yang berlaku adalah :
.
𝑉= (2.39)
.

Dimana :
V = Gaya lintang,
s = Momen statis,
b = Lebar balok,
I = Momen inersia penampang.
Tegangan tarik pada tulangan fs tidak boleh melebihi kekuatan ketentuan
dibawah ini :
1. Tulangan fy 300 ←→ fs = 140 MPa
2. Tulangan fy 400 ←→ fs = 170 MPa
3. Tulangan lentur, diameter 10 mm atau kurang, untuk plat satu arah bentang
4 m ←→ fs = 0,5 fy = 0,5 x 240 = 120 MPa. Tetapi tidak boleh > 120 MPa.
2.11 Perencanaan Tulangan Sengkang
Menurut [2] Langkah-langkah dalam perencanaan tulangan sengkang adalah
sebagai berikut :
39

1. Untuk seluruh tumpuan


𝑉 = 𝑁 = 𝑘𝑁 (2.40)

2. Tumpuan diantara dua beban


𝑉 = 1,15. 𝑁 = 𝑘𝑁 (2.41)

3. Lentur tanpa beban aksial

𝑉 = 𝑓𝑐 . 𝑏𝑤. 𝑑 (2.42)

4. 𝜙𝑉 = 0,6. 𝑉 (2.43)
𝜙 𝑉 = 𝑘𝑁/𝑚 (2.44)

Jika hasil akhir 𝑉 < 𝜙 𝑉 . Maka tidak perlu diberi tulangan geser, diberi

tulangan praktis dan jika hasilnya 𝑉 > 𝜙 𝑉 , harus diberi tulangan geser

ditempat dukungan

5. 𝑉 = − 𝑉 (2.45)

𝑉
𝑉 =0 →
𝑉
6. 𝑉 =𝑉 − (𝑑. 𝑉 ) (2.46)
. . .
𝑠 = dan 𝑠 = (2.47)

7. Menggambarkan detail tulangan sesuai dengan hasil analisa

2.12 Perencanaan Dimensi Kolom


Dalam mendimensikan kolom secara umum perhitungan untuk menentukan
dimensi kolom dapat digunakan rumus sebagai berikut :
𝑏 = Nilai minimum 𝑏
( )
ℎ = (2.48)

h tergantung jumlah lantai pada bangunan (1 s/d 5 lantai)


40

2.13 Perhitungan Pembebanan


Dalam merencanakan struktur bangunan bertingkat, harus direncanakan
agar struktur mampu menahan beban-beban yang bekerja pada struktur. Beban
adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara pasti
besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya
merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Selain itu, pada umumnya
penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban
yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur pada umumnya memerlukan asumsi
dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah
diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi
beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut.[6]
Beban-beban yang bekerja pada struktur dihitung menurut [7] dan [8].
Beban-beban tersebut adalah :
2.13.1 Beban Mati (qd)
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
Menurut [8] untuk merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat
sendiri bahan bangunan dan komponen Gedung. Berikut merupakan tabel beban
berat beban sendiri:
Tabel 2.31 Berat sendiri bahan bangunan [8]
Bahan Bangunan Berat
Beton Bertulang 25,0 kN/m³
Beton Prategang 25,5 kN/m³
Beton 24,0 kN/m³
Batu Pasangan 23,5 kN/m³
Baja 77,0 kN/m³
Besi Tuang 71,0 kN/m³
Besi Tempa 75,5 kN/m³
Timbal 111,0 kN/m³
Dinding Batu Bata 17 kN/m³
Penutup Lantai 24 kN/m³
Timbunan Tanah Padat 17,2 kN/m³
Kerikil Dipadatkan 20,0 kN/m³
Aspal Beton 22,0 kN/m³
Lapisan Beraspal 22,0 kN/m³
41

Air Murni 9,8 kN/m³


Pasir Basah 18,4 kN/m³
Pasir Kering 17,2 kN/m³
Lempung Lepas 12,5 kN/m³
Kayu Ringan 7,8 kN/m³

Tabel 2.32 Berat sendiri komponen gedung [7]


Komponen bangunan/ gedung Berat
Adukan per cm tebal :
 Dari semen 21 kg/ m2
 Dari kapur, semen merah, atau 17 kg/ m2
tras
Dinding pasangan bata merah :
 Satu bata 450 kg/ m2
 Setengah bata 250 kg/ m2
Dinding pasangan batako berlubang
 Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/ m2
 Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/ m2
Dinding pasangan batako tanpa lubang
 Tebal dinding 15 cm
 Tebal dinding 10 cm 300 kg/ m2
200 kg/ m2
Langit-langit dan dinding (termasuk
rusuk-rusuk tanpa penggantung langit-
langit atau pengaku) :
 Semen asbes (eternit dan bahan 11 kg/ m2
lain sejenis)
 Kaca dengan tebal 3-5 mm 10 kg/ m2
Penggantung langit-langit 7 kg/ m2
Penutup atap genting dengan reng dan 50 kg/ m2
usuk/ kaso per m2 bidang atap
Penutup lantai dari ubin semen portland, 11 kg/ m2
traso dan beton, tanpa adukan, per cm
tebal

2.13.2 Beban Hidup (ql)


Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan keadaannya serta tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. [7]
Khusus pada atap kedalaman beban hidup dapat termasuk beban yang
berasal dari air hujan, akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi
kinetik) butiran air. Beban yang digunakan mengacu pada standar PPPURG 1989
42

yaitu sebesar 100 kg/ m² (berdasarkan dari pasal 2.1.2.2 tentang beban pada atap
gedung poin 1).
Berdasarkan [7] beban hidup pada lantai gedung dicantumkan pada Tabel
2.33 berikut ini :
Tabel 2.33 Beban hidup pada lantai gedung [7]
Beban Hidup Pada Lantai Gedung Berat
a) Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam b 200 kg/m
b) Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, 250 kg/m
asrama dan rumah sakit
c) Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang
lain dari pada yang disebut dalam a s/d e, seperti masjid, gereja, 400 kg/m
ruang pangelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton
dengan tempat duduk tetap
d) Tangga, bodres tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/m
e) Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c,d,e,f, dan g 250 kg/m

2.13.3 Beban Angin (W)


Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang
ditinjau. Besarnya tekanan tersebut dinyatakan dalam kg/m², dengan mengalikan
tekanan tiup dengan koefisien-koeifisien angin. Tekanan tiup harus diambil
minimal 25 kg/m², namun jika tekanan tiup dilaut dan ditepi laut sampai sejauh 5
km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m², karena didaerah tersebut
kemungkinan menghasilkan tiupan angin yang besar. [7]
Tekanan tiup (P) harus diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :
²
𝑃= (𝐾𝑔/𝑚²) (2.49)

Dimana :
P = Tekanan tiup
V = Kecepatan angin (m/s)
Untuk kecepatan angin harus ditentukan oleh instansi yang berwenang
Sedangkan koefisien angin pada gedung tertutup, untuk bidang bidang luar
koefisien ( + berarti tekanan dan – berarti isapan ) adalah sebagai berikut :
1. Dinding vertikal
1) Di pihak angin : + 0,9
43

2) Di belakang angin : - 0,4


3) Sejajar dengan arah angin : - 0,4
2. Atap segitiga dengan sudut kemiringan 𝛼
1) Di pihak angin : 𝛼 < 65 ° ( 0,02 𝛼 – 0,4 )
65° < 𝛼 < 90° + 0,9
2) Di belakang angin, untuk semua 𝛼 : - 0,4
Pada gedung tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari 16
meter, dengan lantai dan dinding yang memberikan kekakuan yang cukup,
struktur utama tidak perlu diperhitungkan terhadao beban angin, kecualu apabila
perbandingan antara tinggi dan lebar bangunan itu menyebabkan di perlukan
peninjauan beban angin itu.
2.13.4 Beban Gempa (E)
Beban gempa ialah semua beban ekiuvalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.
Berdasarkan suatu analisa dinamik, diartikan bahwa beban gempa adalah gaya-
gaya di dalam struktur yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa. [9]
Terdapat beberapa tahap dalam menentukan beban gempa pada suatu
gedung bertingkat antara lain :
1. Menentukan faktor keutamaan (I)
Pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I)
menurut tabel berikut dan kemudian diaplikasikan pada persamaan berikut :
I= I × I (2.50)
Dimana :
I = Faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa
berkaitan dengan penyesuain probilitas terjadinya gempa
selama umur rencana dari gedung,
I = Faktor keutamaan untuk menyesuaikan umur rencana dari
gedung tersebut
Faktor-faktor keutamaan I , I dan I ditetapkan menurut Tabel 2.34
Tabel 2.34 Faktor keutamaan (I) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Faktor keutamaan
Kategori gedung
I I1 I2
44

Gedung umum seperti untuk penghunian perniagaan dan 1.0 1.0 1.0
perkantoran
Monument dan bangunan monumental 1.0 1.6 1.6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi 1.4 1.0 1.6
air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan
dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
Gedung untuk penyimpanan bahan berbahaya seperti gas, 1.6 1.0 1.6
produk minyak bumi, asam, bahan beracun
Cerobong, tangki diatas menara 1.5 1.0 1.5

2. Wilayah Kegempaan
Berdasarkan [9] Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa
seperti ditunjukan dalam Gambar 2.9, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah
dengan kegempaan paling tinggi.

Gambar 2.30 Peta Zona Wilayah Gempa di Indonesia [9]


Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan
dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan prioda ulang 500 tahun.
3. Menentukan koefisien gempa (C)
Berdasarkan zona wilayah gempa diatas kota Sukabumi berada wilayah
gempa 4. Maka dapat ditentukan dari grafik respon spectrum gempa rencana
berdasarkan wilayah 4 sebagai berikut :
45

Gambar 2.31 Grafik Respon Spectrum Gempa Rencana [9]


Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan waktu
(T) getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Untuk T=0 nilai C
tersebut menjadi sama dengan Ao, di mana Ao merupakan percepatan puncak
muka tanah. Dengan menetapkan percepatan respons maksimum Am sebesar :
𝐴𝑚 = 2.5 𝐴𝑜 (2.51)
Dimana :
Am = Percepatan respons maksimum,
Ao = Percepatan puncak muka tanah.
Faktor Respons Gempa C ditentukan oleh persamaan-persamaan sebagai berikut :
1) Untuk T < Tc : 𝐶 = 𝐴𝑚 (2.52)

2) Untuk T > Tc : 𝐶 = (2.53)

Menurut [8] nilai-nilai Am dan Ar untuk masing-masing Wilayah Gempa


dan masing-masing jenis tanah ditunjukkan oleh Tabel 2.35.
Tabel 2.35 Spektrum Respons Gempa Rencana [9]
Wilayah Tanah Keras T𝒄 = Tanah Sedang T𝒄 = Tanah Lunak T𝒄 = 1
Gempa 0,5 det 0,6 det det
Am Ar Am Ar Am Ar
1 0,10 0,05 0,13 0,08 0,20 0,20
2 0,30 0,15 0,38 0,23 0,50 0,50
3 0,45 0,23 0,55 0,33 0,75 0,75
4 0,60 0,30 0,70 0,42 0,85 0,85
5 0,70 0,35 0,83 0,50 0,90 0,90
6 0,83 0,42 0,90 0,54 0,95 0,95
46

4. Menentukan Faktor Reduksi Gempa (R)


Pembebanan Gempa akibat pengaruh Gempa Rencana system struktur
gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang berbeda, faktor
reduksi gempa repsentatif dari struktur gedung itu untuk arah pembebanan gempa
tersebut. Berikut tabel faktor reduksi gempa maksimum :
Tabel 2.36 Faktor Reduksi Gempar (R) [9]
Sistem dan subsistem
Uraian sistem pemikul beban gempa μm Rₘ F
struktur gedung
Subsistem tunggal 1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8
(subsistem struktur 2. Rangka terbuka beton bertulang 2,8 8,5 2,8
bidang yang membentuk 3. Rangka terbuka beton bertulang
struktur gedung secara dengan balok beton pratekan 3,3 5,5 2,8
keseluruhan) (bergantung pada indeks baja total)
4. Dinding geser beton bertulang
4,0 6,5 2,8
berangkai daktail penuh
5. Dinding geser beton bertulang
3,3 5,5 2,8
kantilever daktail parsial
5. Menentukan beban gempa nominal statik ekivalen
Dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
V=C. . W𝑡 (2.54)

Dimana :
V = Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekivalen akibat
pengaruh gempa rencana,
C = Faktor respons gempa,
I = Faktor keutamaan,
R = Faktor reduksi gempa,
W = Berat total struktur.
6. menentukan Distribusi Gaya Geser Gempa
Distribusi gaya geser gempa tiap lantai dapat diperhitungkan dengan
menggunakan persamaan berikut ini :
.
Fᵢ .𝑉 (2.55)
.

Dimana :
V = Beban (gaya) geser dasar nominal statik ekivalen akibat
pengaruh gempa rencana,
𝐹 = Beban gempa nominal statik ekivalen, pada lantai tingkat ke-1,
47

wi = Berat lantai tingkat ke-I,


hi = Tinggi lantai tingkat ke-I.

2.13.5 Beban Kombinasi


Ketidakpastian berkaitan dengan besar beban mati pada struktur lebih kecil
daripada ketidakpastian sesuai dengan beban hidup. Hal tersebut dapat
menimbulkan perbedaan dari besar faktor-faktor beban. Menurut [7] menentukan
nilai-nilai 𝛾𝑞 sebagai berikut :
1. Untuk beban mati : 𝛾𝐷 = 1,2
2. Untuk beban hidup : 𝛾𝐿 = 1,6
Persamaan beban yang diberikan adalah 𝑈 = 1,2 𝐷 + 1,6 𝐿
Menurut [3] pembebanan yang digunakan dalam penginputan data pada
SAP2000 digunakan persamaan pembebanan berikut :
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L
3. 1,2 D + 1,5 S + (0,5 L atau 0,8 W)
4. 1,2 D + 1,3 W + 0,5 L
5. 1,2 D + 1,5 E + (0,5 L atau 0,2 S)
6. 0,9 D – (1,3 W atau 1,5 E)
Dimana :
U = Kuat perlu untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan
faktor beban atau momen dan gaya dalam yang berhubungan
dengannya,
D = Beban mati, atau momem dan gaya dalam yang berhubungan
dengannya,
L = Beban hidup, atau momem dan gaya dalam yang berhubungan
dengannya,
S = Beban salju, atau momem dan gaya dalam yang berhubungan
dengannya,
W = Beban angin, atau momem dan gaya dalam yang berhubungan
dengannya,
E = Beban gempa. atau momem dan gaya dalam yang berhubungan
48

dengannya,
2.13.6 Analisa Pembebanan dengan Metode Amplop
Metode amplop merupakan metode pelimpahan beban merata pada balok
struktur berupa amplop yang terdiri dari 2 jenis bentuk plat yaitu segitiga dan
trapesium. Beban plat yang terdistribusi dalam bentuk segitiga ataupun trapesium
diekivalenkan menjadi beban merata. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
perhitungan gaya-gaya dalam pada balok tersebut.

Gambar 2.32 Metode Amplop [2]


1. Beban merata ekivalen segitiga

Gambar 2.33 Beban merata ekivalen pada bidang segitiga [2]


Mmaks = 𝑞 𝑙𝑥³ (2.56)

q ek = 𝑞 𝑙𝑥 (2.57)

Dimana :
q = Berat/beban struktur,
lx = Panjang/tinggi bidang segitiga,
q ek = Beban merata ekivalen.
2. Beban merata ekivalen trapesium
49

Gambar 2.34 Beban merata ekivalen pada bidang trapesium [2]


Mmaks = . 𝑞 𝑒𝑘. 𝑙² (2.58)

q ek = 𝑞 ( 𝑥 − . ) (2.59)

Dimana :
q = Berat/beban struktur,
L = Panjang bidang trapesium,
x = Tinggi bidang trapezium,
q ek = Beban merata ekivalen.

2.14 Perhitungan Analisa Struktur


Analisis struktur dengan metode distribusi momen pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Hardy Cross (1933) dalam bukunya yang berjudul
“Analysis of Continous Frames by Distributing Fixed End Moments” dan
disebarkan oleh para ilmuan lainnya. Sebagai penghargaan metode distribusi
momen juga dikenal dengan metode Cross. Metode distribusi momen ini
digunakan dalam analisis struktur balok dan portal statis tak tentu.
Sebelum masuk pada perhitungan momen primer, dilakukan perhitungan
untuk menetapkan angka-angka kekakuan pada balok dan kolom dengan
menggunakan persamaan. Untuk mendapatkan angka kekakuan batang diperlukan
nilai inersia batang pada masing-masing balok dan kolom. Perhitungan nilai
inersia batang ditunjukan oleh persamaan sebagai berikut :
𝐼= × 𝑏ℎ = (𝑚 ) (2.60)

Dimana :
50

I = Inersia batang,
b = Lebar dari masing-masing dimensi struktur,
h = Tinggi/panjang dari masing-masing dimensi struktur.
Perhitungan kekakuan batang ditunjukan oleh persamaan sebagai berikut :
𝐾= (2.61)

Dimana :
K = Kekakuan batang,
E = Elastisitas bahan struktur,
I = Inersia batang,
L = Panjang dari masing-masing struktur.

2.14.1 Momen Primer (M)


Momen Primer merupakan momen yang terjadi pada ujung batang sebagai
akibat dari beban-beban yang bekerja disepanjang batang. Momen primer sering
disebut momen jepit. Besarnya momen primer sama dengan momen jepit (momen
reaksi) dengan tanda atau arah yang berlawanan (momen jepit atau momen reaksi
merupakan kebalikan dari momen primer disebut juga dengan momen
perlawanan)
Sesuai perjanjian untuk momen jika tanda positif (+) atau yang searah
dengan jarum jam, sebaliknya tanda positif (-) yang berlawanan dengan arah
jarum jam. Dalam perencanaan bangunan gedung momen sering digunakan sesuai
Tabel 2.37 sebagai berikut :
Tabel 2.37 Momen Primer [11]
Balok 2 perletakan jepit-jepit penampang konstan

No Beban simetris Harga MAB dan MBA

MAB =
1.
-MBA =
51

MAB =
2.
-MBA =

2.14.2 Perhitungan Analisa Struktur Metode Takabeya


Pada perhitungan kontruksi portal, telah kita kenal suatu metode yang cukup
popular, yaitu metode dari Prof. Hardy Cross yang mendasarkan pada prinsip
distribusi dan induksi momen.
Untuk suatu perhitungan portal bertingat banyak, metode cross ini sudah
tidak praktis lagi, karena umpamanya pada portal bertingkat sepuluh, diperlukan
sepuluh macam perhitungan pemberesan momen akibat goyangan pada masing-
masing tingkat ditambah satu macam pemberesan momen akibat muatan luar,
belum lagi pemecahan sepuluh persamaan bilangan akibat goyangan dan muatan
luar tersebut.[10]
Prinsip utama metode Takabeya ini pada tiap-tiap titik kumpulnya hanya
memerlukan suatu momen parsial untuk pemberesan momen. Pada dasarnya
didalam perhitungan konstruksi portal, perhitungan didasarkan atas anggapan-
anggapan bahwa :
1. Deformasi yang diakibatkan oleh gaya tekan atau tarik dan gaya geser
dalam diabaikan;
2. Hubungan antara balok dan kolom adalah kaku sempurna.
Sesuai dengan anggapan tersebut, pada titik kumpul dimana balok dan
kolom berpotongan, batang-batang (balok dan kolom) ini dipengaruhi oleh
perubahan yang sebanding dengan perputaran dan pergeseran sudut, dimana
momen-momen lentur dari ujung-ujung batang dinyatakan sebagai fungsi dari
perputaran sudut dan pergeseran sudut relatif dari satu ujung batang terhadap
ujung batang yang lain. [10]
Dapat dilihat contohnya yaitu pada Gambar 2.35 dimana ujung b bergeser
sejauh 𝛿 relatif terhadap titik a. 𝑀 dan 𝛿𝑀 dapat dinyatakan sebagai fungsi
dari perputaran dan pergeseran sudut, yang akan diturunkan sebagai berikut :
52

Gambar 2.35 Fungsi dari perputaran dan pergeseran sudut


Keadaan pada Gambar 2.36 dapat diuraikan dari Super-Posisi pada dua keadaan
berikut :

𝜓𝑎𝑏 = (2.62)

Gambar 2.36 Super-Posisi dari Gambar 2.35


Dari super-posisi tersebut dapat dituliskan :
𝑀 = ∆𝑚 + M
𝑀 = ∆𝑚 + M (2.63)
Dimana :
𝑀 𝑑𝑎𝑛 𝑀 = Besarnya momen primer (fixed end moment) dari
keadaan kedua ujung balok terjepit,
M 𝑑𝑎𝑛 M = Besarnya momen akhir (design moment),
∆𝑚 𝑑𝑎𝑛 ∆ 𝑚 = Besarnya momen koreksi akibat adanya
pergeseran titik b sejauh δab.
Perjanjian tanda untuk momen-momen adalah ditinjau terhadap ujung
batang, dinyatakan positif bila searah jarum jam dan sebaliknya. Besarnya
53

momen-momen koreksi Δmab dan Δmba dapat diturunkan berdasarkan prinsip


persamaan perputaran sudut sebagai berikut :
1. 𝜃 𝑎 = 𝜔𝑎 + 𝜓𝑎𝑏
2. 𝜃 𝑏 = 𝜔𝑏 + 𝜓𝑎𝑏
ℓ ℓ
𝜃𝑎 = + − + 𝜓𝑎𝑏 … × 2

ℓ ℓ
𝜃𝑏 = + − + 𝜓𝑎𝑏 +


2𝜃 + 𝜃 = + 3𝜓𝑎𝑏 (2.64)

∆𝑚 = 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏

∆𝑚 = 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏 … 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑜𝑔𝑖 (2.65)


Bila dinyatakan : = 𝐾 (2.66)


Maka :∆𝑚 = 2𝐸𝐾 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏


:∆𝑚 = 2𝐸𝐾 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏 (2.67)
Dari persamaan (2.62) dan (2.66) diperoleh :
𝑀 = 2𝐸𝐾 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏 + M
𝑀 = 2𝐸𝐾 2𝜃 + 𝜃 − 3𝜓𝑎𝑏 + M (2.68)
Persamaan (2.67) oleh Takabeya disederhanakan menjadi :
𝑀 = 𝐾 {2𝑚 + 𝑚 + 𝑚 } + M
𝑀 = 𝐾 {2𝑚 + 𝑚 + 𝑚 } + M (2.69)
Bila : 𝑚 = 2𝐸𝐾𝜃 : 𝑚 = 2𝐸𝐾𝜃
:𝑚 = −6𝐸𝐾𝜓𝑎𝑏 : 𝑘 = (2.70)

Dimana :
K = suatu harga konstanta kekakuan (bukan faktor kekakuan
seperti 𝐾 ). K berdimensi m³ ditentukan sembarang,
sehingga m dan 𝑚 berdimensi sebagai momen yaitu ton
meter,
𝑚 = disebut momen parsial akibat perputaran sudut θa,
54

selanjutnya disebut momen rotasi di titik a,


𝑚 = disebut momen parsial akibat perputaran sudut θb,
selanjutnya disebut momen rotasi di titik b,
𝑚 = disebut momen parsial akibat pergeseran titik b relatif
terhadap titik a sejauh δab, selanjutnya disebut momen
displacement dari batang a-b.
Persamaan (2.70) tersebut adalah persamaan dasar yang akan digunakan
untuk menurunkan rumus-rumus pada metode Takabeya.
2.14.3 Portal Dengan Titik Kumpul Yang Bergoyang
Portal dengan titik kumpul yang bergoyang dimaksudkan bahwa pada
masing-masing titik kumpul disamping terjadi perputaran sudut, juga terjadi
pergeseran (pergoyangan).
Didalam metode takabeya ini, untuk perhitungan portal dengan titik kumpul
yang bergoyang, rumus-rumus umum hanya dapat diturunkan untuk konstruksi
portal dengan pergoyangan satu arah, dan pada umumnya memang konstruksi
portal bertingkat mempunyai bentuk yang pergoyangannya satu arah yaitu arah
horizontal saja. Juga dalam penurunan rumus-rumus yang berlaku umum pada
metode ini, beban-beban horizontal dianggap bekerja pada regel-regel. [10]
Penurunan rumus-rumus dalam keadaan umum menggunakan persamaan
dasar (2.70) :
𝑀 = 𝐾 {2𝑚 + 𝑚 + 𝑚 } + M
𝑀 = 𝐾 {2𝑚 + 𝑚 + 𝑚 } + M
Dimana : 𝑚 = 2𝐸𝐾𝜃 : 𝑚 = 2𝐸𝐾𝜃
:𝑚 = −6𝐸𝐾𝜓𝑎𝑏 : 𝑘 =
Kab = faktor kekakuan berdimensi m3
K = konstanta kekakuan berdimensi m3 ditentukan sebarang
kab = angka kekauan, setelah faktor kekakuan Kab dibagi dengan
konstanta K, hingga kab tak berdimensi lagi
ma & mb = masing-masing momen rotasi yang diakibatkan oleh θa & θb
mab momen displacement yang diakibatkan oleh ψab, ma , mb dan
m ab berdimensi ton meter.
55

Ditinjau portal bertingkat dengan beban-beban horizontal yang bekerja pada


regel-regel dan beban vertikal yang bekerja pada balok-balok dengan tempat
sebarang seperti Gambar 2.36.

Gambar 2.36 Portal Bertingkat Dengan Beban-Beban Yang Bekerja Pada Regel
Momen-momen displacement pada masing-masing tingkat :
Tingkat ke-I -> m1A = m2B = m3C = mIII = -6 E K ψ3 (2.71)
Tingkat ke-II -> m16 = m23 = m34 = mII = -6 E K ψ2 (2.72)
Tingkat ke-III -> m67 = m58 = mI = -6 E K ψ3 (2.73)

Pada titik kumpul (5) :


M54 = K54 { 2 m5 + m4 } + M54
M56 = K56 { 2 m5 + m6 } + M56
M58 = K58 { 2 m5 + m8 + m58 } (2.74)
M52 = K52 { 2 m5 + m2 + m52 }

Keseimbangan pada titik kumpul (5) : ∑ M5 = 0,


M54 + M56 + M58 + M52 = 0 (2.75)

Dari persamaan-persamaan (2.74) dan (2.75) diperoleh :


𝑘
𝑘 M54
2 m5 + {k56}{m6} + {m4}{k54} + =0 (2.76)
𝑘 M56
𝑘 {k52} {m2 +
M
56

Jika :
𝑘
𝑘 M54
2m5 = ρ5 ; dan = τ5
𝑘
𝑘 M56

maka persamaan (2.77) dapat dituliskan menjadi :


{-k58} {m8 + M58}
m5 ρ5 = - τ5 + {-k56} {m6} + {m4} {-γ54} (2.77)
{-k52} {m2 + M52}
atau :

{-γ58} {m8 + MI}


m5 = - + {-γ56} {m6} + {m4} {-γ54} (2.78)
{-γ52} {m2 +
M
dimana : γ58 = ; γ56 = ;

γ54 = ; γ52 = ; (2.79)

Persamaan (2.77) tersebut diatas disebut persamaan momen rotasi, dimana


langkah perhitungan untuk momen rotasi ini pertama-tama dengan menganggap
pada titik-titik kumpul yang lain belum terjadi perputaraan sudut maupun
pergeseran sudut, sehingga :
m2 = m4 = m6 = m8 = 0 dan m52 = m58 = 0
dengan demikian persamaan (2.80) menjadi :
( )
𝑚 = − (2.80)

Sementara dengan jalan yang sama pada titik-titik kumpul yang lainnya juga
dapat diperoleh :
( )
𝑚 = − (2.81)

indeks r adalah nomor titik kumpul.


Selanjutnya untuk menentukan momen akibat displacement, diambil
freebody-freebody pada masing-masing tingkat sehingga rumus-rumus momen
displacement tersebut dapat diturunkan.
57

Diambil keseimbangan pada freebody masing-masing kolom tingkat ke-III


(paling atas) sebagai berikut :

H7 H8
W
M76 M85

M67 M58

H7 H8
W
H6 H5 H4

M61 M52 M43

M16 M25 M34

H6 H5 H4

Gambar 2.37 Freebody [10]


1. Freebody 7-8 : ∑ H=0  W1 = H7 + H8 (2.82)
M
2. Freebody 6-7 : ∑ M7 = 0  + h1 H7 = 0 (2.83)
M
M
3. Freebody 5-8 : ∑ M8 = 0  + h1 H8 = 0 (2.84)
M
Dari persamaan-persamaan (2.82), (2.83) dan (2.84) didapat :
M M
+ + h1 {W1}= 0 (2.85)
M M
Bila diisikan harga-harga dari persamaan dasar (2.86), maka :
M67 = k67 { 2 m6 + m7 + m67 }
M76 = k67 { 2 m7 + m6 + m67 }
+
M
= 3 k67 { m6 + m7 }+ 2 k67 m (2.86)
M
M
= 3 k58 { m5 + m8 }+ 2 k58 mI (2.87)
M
Dari persamaan-persamaan (2.86) dan (2.87), maka pada persamaan (2.88)
dapat dituliskan menjadi :
[ 3 k67 { m6 + m7} + 2 k67 mI ] + [ 3 k58 { m5 + m8} + 2 k58 mI ] = -h1{W1}
atau :
k
2mI = -h1{W1} + {-3 k67} { m6 + m7 }
k
58

+ {-3 k58} { m5 + m8 } (2.89)


jika :
k
2 = TI dan, = t67 (2.90)
k
maka persamaan (2.91) dapat dituliskan menjadi :

mI = - + {-t67} { m6 + m7 }

+ {-t58} { m5 + m8 } (2.91)

Persamaan (2.91) tersebut diatas disebut persamaan momen displacement pada


tingkat ke-III (paling atas). Langkah perhitungan untuk momen displacement ini
dilakukan pertama-tama dengan menganggap pada titik-titik kumpul belum terjadi
perputaran sudut, hingga persamaan (2.92) menjadi :
( )
𝑚 = − (2.92)

Selanjutnya untuk tingkat ke-II dapat diturunkan persamaan-persamaan


momen displacement sebagai berikut :
Tinjau freebody-freebody pada tingkat ke-II, freebody 4-5-6 (balok) ∑H = 0,
diperoleh :
H7 + H8 + W2 = H6 + H5 + H4
H7 + W1 + W2 = H6 + H5 + H4 (2.93)

Jumlah keseimbangan momen pada freebody kolom-kolom 1-6, 2-5, dan 3-


4, yaitu :
[∑ M6 = 0] + [∑ M5 =0] + [∑ M4 = 0 ] (2.94)
dimasukan persamaan (2.95), akan memberikan :
M M M
+ + h2 {H6 + H5 +H4} = 0 (2.95)
M M M
atau dari persamaan (2.96),
M M M
+ + h2 {W1 + W2 } = 0 (2.96)
M M M
59

maka persamaan (2.97) tersebut memberikan :


[3 k16 {m1 + m6} + 2 k16 mII ] + [3 k25 {m2 + m5} + 2 k25 mII ]
+ [3 k34 {m3 + m4} + 2 k34 mII ] = h2 {W1 + W2} (2.97)
atau :
𝑘
2 mII 𝑘 = -h2 {W1 + W2} + {-3 k16} { m1 + m6 }
𝑘
+ {-3 k25} { m2 + m5 } (2.98)
+ {-3 k34} { m3 + m4 }
jika :
𝑘
2 𝑘 = TII , = t16 , = t25 , = (2.99)
𝑘

maka persamaan (2.100) dapat dituliskan menjadi :


mII = -h2 {W1 + W2} + {-t16} { m1 + m6 } (2.100)
TII + {-t25} { m2 + m5 }
+ {-t34} { m3 + m4 }

Langkah perhitungan untuk momen displacement pada tingkat ke-II ini,


pertama-tama dengan menganggap pada titik-titik kumpul belum terjadi
perputaraan sudut (m1 = m2 = m3 = m4 = m5 = m6 = 0), sehingga persamaan
(2.101) menjadi :
( ) { }
𝑚 = − (2.101)
( )
Dengan jalan yang sama pada setiap tingkat dapat diturunkan harga-harga 𝑚 ,
( )
begitu juga harga-harga 𝑚 pada setiap titik kumpul. Selanjutnya langkah
( ) ( )
perhitungan dilakukan dengan mensibtitusikan harga 𝑚 dan 𝑚 tersebut
kedalam persamaan-persamaan momen rotasi dan momen displacement seperti
yang akan ditunjukan sebagai berikut :
( ) ( ) ( )
𝑚 =- + {-γ58} {𝑚 +𝑚 } (2.102)
( )
+ {-γ54} {𝑚 }
60

( )
+ {-γ56} {𝑚 }
( ) ( )
+ {-γ52} {𝑚 +𝑚 }
( ) ( ) ( )
=𝑚 +{-γ58} {𝑚 +𝑚 } (2.103)
( )
+ {-γ54} {𝑚 }
( )
+ {-γ56} {𝑚 }
( ) ( )
+ {-γ52} {𝑚 +𝑚 }
( ) { } ( ) ( )
𝑚 = − + {-t67} { 𝑚 +𝑚 } (2.104)
( ) ( )
+ {-t58} { 𝑚 +𝑚 }
( ) ( ) ( )
= 𝑚 + {-t67} { 𝑚 +𝑚 }
( ) ( )
+ {-t58} { 𝑚 +𝑚 } …dan seterusnya
Secara umum persamaan momen displacement dapat dituliskan sebagai berikut :

W a b e
mR hR taA ka tbB kb teE ke

A B E

Gambar 2.38 Momen displascement secara umum [10]


∑ 𝑚 𝑚
mR = - + {-taA} 𝑚 + {-tbB} 𝑚
𝑚
+ ………….. + {-teE} 𝑚 (2.105)

dimana :
TR = 2 { kaA + kbB + ……..+ keE}

taA = ; ……….. ; teE =


61

Dalam menghitung momen persil, setelah menetapkan harga 𝑚( )

menggunakan persamaan (2.105). selanjutnya menentukan harga-harga lainnya


pada masing-masing titik kumpul sebagai berikut :
𝜏 = 𝑀 + 𝑀 + ⋯ = 𝑡𝑚 (2.106)
𝜌 = 2(𝐾 + 𝐾 + ⋯ ) (2.107)

𝛾= (2.108)

Untuk perhitungan masing-masing tingkat, dilakukan penetapan harga-harga


𝑚( )
menggunakan persamaan (2.108) dan harga lain dengan persamaan sebagai
berikut :
𝑇 = 2(𝐾 + 𝐾 + ⋯ ) (2.109)
𝑡= (2.110)

Momen lain yang perlu dilakukan dalam perhitungan konstruksi portal


adalah momen desain dengan persamaan :
𝑀 = 𝐾 2𝑚( )
+ 𝑚( )
= 𝑡𝑚 (2.111)
∆𝑀 = ∑𝑀 = 0 𝑡𝑚 (2.112)
Perhitungan momen perletakan dengan persamaan :
𝑀 = 𝐾 𝑚( )
+ 𝑚( )
= 𝑡𝑚 (2.113)
Kontrol ∑𝐻 = 0
𝐻 + 𝐻 + 𝐻 +⋯− 𝑊 − 𝑊 −⋯ = 0 (2.114)

2.15 Perhitungan Analisa Struktur Metode Aplikasi SAP200


SAP2000 Merupakan software analisis struktur yang dibuat oleh CSI
(Computers and Structures, Inc.), perusahaan asal Amerika Serikat. SAP2000
berfungsi untuk menganalisa semua jenis desain struktur 2D sampai 3D, sampai
geometri yang dimodelkan berbasis object praktikal dan intuitif untuk
menyederhanakan proses engineering.
Analisis secara garis besar, terpisah dalam dua tahap yaitu :
1. Tahap analisis : Berisi pemodelan struktur, pendefinisian properties
materials, dimensi penampang, jenis pembebanan dan kombinasi sampai
pada menganalisa gaya-gaya dalam struktur.
62

1) Memilih model struktur.


2) Penentuan sifat-sifat material dan penampang (material properties and
section).
3) Mendefinisikan beban dan kombinasi pembebanan (load and
combinations).
1. Load patern.
2. Kombinasi pembebanan dengan scale factor kombinasi 1 (1,2 beban
mati), kombinasi 2 (1,2 beban mati + 1,6 beban hidup), dan kombinasi
3 (1,2 beban mati + 1,6 beban hidup + 0,9 beban gempa).
4) Menentukan kondisi perletakan.
5) Menetapkan jenis frame pada struktur.
6) Memasukan pembebanan pada frame struktur.
1. Beban merata yang bekerja.
2. Beban terpusat yang bekerja.
3. Beban gempa yang bekerja.
7) Dalam penyelesaian portal 2D ini, analisis akan dibatasi hanya pada XZ
plane (DOF arah sumbu globagl X dan Z).
8) Perhitungan dimulai.
9) Menampilkan momen yang bekerja.
10) Menampilkan gaya geser yang bekerja.
2. Tahap desain : untuk menetukan parameter desain (desain beton bertulang,
desain baja, desain alumunium dan lain-lain) dan peraturan menjadi acuan
desain.
1) Menentukan peraturan yang digunakan sebagai acuan pada struktur beton
bertulang : pilih kode ACI 318-05/IBC2003.
2) Menentukan kombinasi pembebanan yang akan digunakan.
3) Menentukan desain beton.
63

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Data Teknis Objek Kajian
Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, objek kajian yang dibahas adalah
analisis kolom beton pada Pembangunan Rumah Khusus Polsek Jampang Tengah
Bojonglopang Kec.Jampang, Kab.Sukabumi. Pada pelaksanaan proyek
konstruksi, khususnya konstruksi bangunan tersebut, pekerjaan struktur kolom
merupakan salah satu elemen pekerjaan struktur yang penting untuk
diperhitungkan perencanaannya. Dari beberapa pilihan struktur kolom yang ada,
dipilih portal AS-9 dengan gambar dan data seperti dibawah ini :

Gambar 3.1 Denah Balok Portal AS-9


1. Type bangunan : Rumah Toko (3 lantai)
2. Letak bangunan : Jl. Suryakencana Cikole Kota Sukabumi
3. Zona gempa : Sukabumi (zona 4)
4. Panjang bangunan : 4000 cm
5. Lebar bangunan : 1050 cm
6. Tinggi lantai 1 : 415 cm

63
64

7. Tinggi lantai 2 : 375 cm


8. Mutu beton (fc) : K-250
9. Mutu baja (fy) : 240 MPa
10. Dimensi Sloof S1 : 20 x 30 cm
11. Dimensi Sloos S2 : 15 x 25 cm
12. Dimensi Kolom K1 : 25 x 35 cm
13. Dimensi Kolom K2 : 20 x 25 cm
14. Dimensi Kolom K3 : 15 x 25 cm
15. Dimensi Balok B-1 : 25 x 45 cm
16. Dimensi Balok B-2 : 20 x 35 cm
17. Dimensi Balok B-3 (Tangga) : 20 x 30 cm
18. Dimensi RB-1 : 15 x 20 cm
19. Dimensi Balok Lintel : 15 x 20 cm
20. Jarak Antar Kolom (Arah X) : 425 cm
21. Jarak Antar Kolom (Arah Y) : 550 cm
22. Tebal Plat : 12 cm
3.2 Lokasi Kajian
Lokasi kajian yang akan di bahas dalam laporan Tugas Akhir ini adalah
Pembangunan Rumah Khusus Polisi Sektor Jampang Tengah Bojonglopang
Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi.
3.3 Langkah Perhitungan
Adapun Langkah-langkah penyusunan perhitungfan penelitian yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
65

Mulai

Studi Literatur Studi Lapangan

Data Lapangan
Menganalisis Dimensi Balok
1. Dimensi Balok
2. Dimensi Kolom
Menganalisis Pembebanan 3. Dimensi Plat

Analisa Struktur

Metode Takabeya Metode SAP 2000

Hasil : Membuat Pemodelan Portal

1. Momen Input :
2. Gaya Lintang Material
3. Gaya Normal Beban (Hidup, Mati, Gempa)

Kombinasi

RUN

Hasil M, Maks, dan D

Menghitung Tulangan
1. Tumpuan
2. Lapangan Kesimpulan

3. Geser Hasil

Selesai

Gambar 3.2 Metodologi Analisis


66

3.3.1 Menghitung Dimensi


1. Dimensi Sloof
Menghitung Tinggi (h)
Menghitung lebar (b)
2. Dimensi Balok
Menghitung Tinggi Balok (h)
Menghitung Lebar Balok (b)
3. Dimensi Kolom
Menghitung Lebar Kolom
Menghitung Tinggi Kolom
4. Tebal Plat
3.3.2 Analisis Pembebanan
1. Pembebanan Plat Lantai
Plat Lantai = t x L x Bj beton
Spesi = t x L x Bj campuran
Keramik = t x L x Bj keramik
Plafond dan Penggantung = t x L x Bj Plafond
2. Beban Balok Sendiri = b x h x Bj beton
3. Beban Hidup = 250 kg/m2
4. Menghitung beban dengan metode amplop
Eqivalen Segitiga
Eqivalen Travesium
Beban Terfaktor
3.3.3 Menghitung Beban Gempa
Berat Sloof
Berat Kolom
Berat Balok
Berat Plat
Berat Dinding +
Total Beban
67

Beban – beban tersebut dijumlahkan berdasarkan jumlah lantai, yaitu dari


lantai satu sampai dengan lantai seterusnya.
3.3.4 Menghitung Gaya Geser Akibat Gempa
1. Menentukan Nilai I
2. Menentukan nilai C berdasarkana wilayah kegempaan dan grafik
3. Menentukan beban gempa nominal statik ekivalen
4. Menentukan distribusi gaya geser gempa
3.3.5 Perhitungan Analisa Struktur Metode Takabeya
1. Menetapkan angka-angka kekakuan masing-masing kolom
2. Menghitung Momen-momen Primer (kN/m)
Berdasarkan Tabel 2.111 berapa
3. Mencari momen rotasi dan momen displacement :
a. Menetapkan harga-harga τ, ρ, γ, dan m(0)
1) Menetapkan harga τ pada setiap titik kumpul
2) Menetapkan harga ρ pada setiap titik kumpul
3) Menetapkan harga γ pada setiap titik kumpul
4) Menetapkan harga m(0) pada setiap titik kumpul
b. Menetapkan harga-harga T, t dan 𝑚 pada masing-masing tingkat
1) Menetapkan harga T pada masing-masing Tingkat
2) Menetapkan harga t pada masing-masing t
3) Menetapkan harga-harga 𝑚 pada masing masing tingkat
4. Pemberesan momen-momen parsil, dimulai dari pemberesan momen rotasi
lebih dulu dalam satu Langkah/putaran, kemudian pemberesan momen
displacement pada Langkah yang bersangkutan dengan momen rotasi,
yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Langkah ke-1, Pemberesan momen rotasi Langkah ke-1, pemberesan
momen displacement Langkah ke-1
b. Langkah ke-2, Pemberesan momen rotasi Langkah ke-2, pemberesan
momen displacement Langkah ke-2
c. Langkah ke-n, Pemberesan momen rotasi Langkah ke-n, pemberesan
momen displacement Langkah ke-n
68

d. Dengan catatan bahwa pada setiap pemberesan momen rotasi selalu


diikut sertakan harga-harga momen displacement Dimana titik kumpul
tersebut terletak.
5. Perhitungan Momen Design
6. Perhitungan Momem Perletakan
7. Analisa gaya-gaya Batang yang bekerja
a. Mencari reaksi vertical dan horizontal
b. Analisa freebody setiap batang untuk mendapatkan reaksi perletakan
8. Mencari gaya normal dan gaya geser yang bekerja
3.3.6 Menghitung Analisa Struktur Metode SAP 2000
Data yang diinput pada program SAP2000 yaitu sebagai berikut:
1. Material
a. Beton
Nama material : Beton K-225
Material type : Concrete
Weight per unit volume : 24
Modulus elasticity : 21409520
Poison’s Ratio, U : 0,17
Coefficient of Thermal Expansion, A : 1,0 e-5
Specified Concrete Compressive Strenght : 20750
b. Besi polos
Nama material : Besi polos
Material type : Rebar
Minimum yield stress, fy : 240000
c. Besi Ulir
Nama material : Besi Ulir
Material type : Rebar
Minimum yield stress, fy : 390000
2. Dimensi struktur
Data yang dimasukan berdasarkan data elemen struktur yang terdapat pada
bangunan tersebut.
69

3. Memasukan load pattern


Load pattern name : Beban mati, beban hidup, beban gempa
4. Memasukan Beban Merata hidup dan mati
5. Memasukan Beban Terpusat hidup dan mati
6. Memasukan Beban Gempa
7. Memasukan Kombinasi Beban
a. Kombinasi 1 : Beban mati, scale factor 1,2
b. Kombinasi 2 : Beban mati, scale factor 1,2
Beban hidup, scale factor 1,6
c. Kombinasi 3 : Beban mati, scale factor 1,2
Beban hidup, scale factor 1,6
Beban gempa, scale factor 0,9
8. Melakukan run system
9. Melakukan cek struktur
10. Melakukan print out data
3.3.7 Analisis Kolom Beton
1. Menentukan Kelangsingan Kolom Persegi
a. Menentukan jari-jari putaran r = 0,30 h (…..mm)
b. K ditentukan berdasarkan jenis perletakannya dan 𝑙𝑢 merupakan
Panjang kolom
c. > 22 (jika nilainya lebih dari 22, maka kelangsingan

diperhitungkan lanjut ke point 4, jika tidak langsung keperhitungan


pemeriksaan kolom).
d. Momen Inersia Penampang Ig = 1/12 bh3 (m4)
e. Modulus elastisitas beton Ec = 4700 𝑓 𝑐 (Mpa)

,
f. EI =

Dimana,
Ec = Modulus elastisitas beton
Ig = Momen inersia beton kotor (penulangan diabaikan)
70

,
𝛽𝑑 =
( , , )

𝐷 = Beban Mati
𝐿 = Beban Hidup

g. Menentukan beban tekuk Euler Pc =


( )

h. Menentukan faktor pembesar momen secara empiris


𝛿 =

Dimana,
Cm = faktor koreksi (kolom tanpa pengaku nilainya 1,0)
Pu = Beban rencana aksial terfaktor
i. Menghitung Momen rencana yang diperbesar
Mc = 𝛿 𝑀 (….mm)
2. Perhitungan Pemeriksaan Kolom Persegi
a. Mencari Beban aksial terfaktor (Pu)
Pu merupakan keseluruhan beban yang berda diatas kolom ditambah
dengan setengah beban bentang kanan dan setengah beban bentang kiri.
b. Mencari eksentrisitas kolom
e= (…..mm)

c. Menentukan penulangan
Syarat penulangan 𝜌 < 𝜌< 𝜌
𝜌
𝜌
K
𝜌
Luas Tulangan (AS)
d. Pemeriksaan Pu terhadap beban seimbang ϕ 𝑃
Mencari nilai d
Mencari nilai Cb
Mencari nilai ab
Mencari nilai fs’
71

Mencari nilai Pnb


ϕ𝑃 = 0,65 Pnb > Pu (…..kN)
e. Pemeriksaan kekuatan penampang

Mencari nilai m =
,

Mencari nilai Pn
Mencari nilai ϕ 𝑃 = 0,65 𝑃 > 0,1 𝐴g fc (… . . 𝑘𝑁)
f. Pemeriksaan tegangan pada tulangan tekan
Mencari nilai a
Mencari nilai c
Mencari nilai fs’
g. Merencanakan Sengkang
Vu = ½ x Nu = ……………kN (untuk seluruh tumpuan)
Vu = 1,15 x Nu x ½ = …… kN (tumpuan diantara dua beban)
Vc = 𝑓𝑐′ 𝑥 𝑥 𝑏𝑤. 𝑑 (Lentur tanpa aksial)

𝜙 𝑉𝑐 = (tidak perlu diberi tulangan geser, diberi tulangan praktis)

Vu < 𝜙 𝑉𝑐 (tidak perlu diberi tulangan geser, diberi tulangan praktis)

Vu > 𝜙 𝑉𝑐 (tidak perlu diberi tulangan geser, diberi tulangan praktis)

Vsperlu = − 𝑉𝑐

= 0→

Vs = Vsperlu – (d.Vskritis)
. . .
Smaks = dan Smin =

h. Menggambar detail tulangan dari hasil analisa

Anda mungkin juga menyukai