Anda di halaman 1dari 16

e-ISSN : 2830-6252

p-ISSN : 2830-6562
JCI, Vol. 2 No. 2 (2022) 26 – 41 | https://doi.org/10.54066/jci.v2i2.241

Jurnal Cakrawala Informasi


Journal Homepage: http://www.itbsemarang.ac.id/sijies/index.php/jci
e-Mail: jci@itbsemarang.ac.id

Perlindungan Hukum Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)


dalam Hukum Positif Indonesia

Jawade Hafidz 1*
Siska Narulita 2
1
Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2
Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi, Institut Teknologi dan Bisnis Semarang

INFO ARTIKEL ABSTRACT


Histori artikel: Online gender-based violence is a form of crime or crime by utilizing
Diterima : 17 Desember 2022 internet technology. Most of these forms of violence are non-
Revisi : 20 Desember 2022 consensual intimate content (NCII) and sexual harassment. The
impact of this act on the victim does not only affect physical health,
Disetujui : 25 Desember 2022
but also psychological. Given the danger of this act, the victim needs
Publikasi : 30 Desember 2022 to get legal protection both in a preventive and repressive manner.
Kata kunci: The writing of this research uses a normative doctrinal/juridical
Gender approach, with research specifications that are descriptive analysis
Hukum in nature. The data used is in the form of secondary data obtained
Hukum Positif through library research, then analyzed qualitatively. The results of
Kekerasan this study indicate that the legal protection for victims of online
Korban gender-based violence (KBGO) in Indonesian positive law is as
stipulated in: (a) Article 27 paragraph (1) Law Number 11 of 2008
Perlindungan Hukum
jo. Law Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic
Legal Protection
Transactions, (b) Article 6 and Article 8 of Law Number 44 of 2008
Positive Law concerning Pornography, and (c) Article 14 of Law Number 12 of
Victims 2022 concerning Crimes of Sexual Violence. Of the three laws, Law
Violence Number 12 of 2022 specifically regulates online gender-based
violence. Law Number 12 of 2022 regulates forms of legal protection
for victims from each stage of the justice system, apart from that there
is also protection for the victim’s family.

ABSTRAK
Kekerasan berbasis gender online merupakan bentuk kejahatan atau
tindak pidana dengan memanfaatkan teknologi internet. Bentuk
kekerasan ini, paling banyak adalah konten intim non-konsensual
(NCII) dan pelecehan seksual. Dampak perbuatan ini bagi korban,
tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik, tetapi juga psikis.

26
* Korespondensi penulis: hafidzjawade@gmail.com
Mengingat berbahayanya perbuatan ini, maka korban Perkembangan teknologi internet tersebut
perlu mendapatkan perlindungan hukum baik secara meningkatkan akses informasi pada masyarakat,
preventif maupun secara represif. Penulisan penelitian sehingga tercipta keterbukaan informasi publik.
ini menggunakan pendekatan doktrinal/yuridis
Hal ini merupakan dampak positif dari adanya
normatif, dengan spesifikasi penelitian bersifat
teknologi internet, yang memudahkan masyarakat
deskriptif analisis. Data yang digunakan berupa data
untuk menerima informasi dan menyebarkan
sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan,
informasi pada publik, akan tetapi teknologi
kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum internet ini juga membawa dampak negatif jika
korban kekerasan berbasis gender online (KBGO) disalahgunakan, seperti dimanfaatkan untuk
dalam hukum positif Indonesia, adalah sebagaimana melakukan tindak pidana.
diatur dalam: (a) Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Potret penyalahgunaan teknologi internet
Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan, terlebih
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, dengan penggunaan media sosial yang dapat
(b) Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44
diakses melalui handphone. Masyarakat akan
Tahun 2008 tentang Pornografi, dan (c) Pasal 14
dengan mudah memposting gambar, video, dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak
konten-konten lainnya di manapun dalam hitungan
Pidana Kekerasan Seksual. Dari ketiga Undang-Undang
detik. Hanya saja, gambar, video dan konten-
tersebut, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 lebih
spesifik mengatur mengenai kekerasan berbasis gender konten yang diposting di media sosial terdapat hal-
online. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 hal yang seharusnya tidak layak untuk
diatur bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi korban diperlihatkan pada khalayak umum, dan bahkan
dari tiap tahapan sistem peradilan, selain itu juga merugikan bagi pihak-pihak tertentu, sehingga
terdapat perlindungan bagi keluarga korban. dunia maya dapat menjadi tempat yang tidak aman
bagi sebagian orang, terutama bagi perempuan dan
PENDAHULUAN anak yang kerap menjadi korban. Bahkan dengan
Era globalisasi yang ditandai dengan semakin luasnya jaringan internet dan kemudahan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakses internet menghadirkan tindak pidana
membawa perubahan yang sangat besar bagi kekerasan dalam bentuk baru yang dikenal dengan
peradaban manusia. Terlebih dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
ditemukannya komputer dan internet membuat Kekerasan berbasis gender online yang
aktivitas manusia menjadi lebih mudah. Jarak dan difasilitasi teknologi, pada dasarnya sama dengan
waktu sudah tidak menjadi persoalan lagi dalam tindakan kekerasan berbasis gender di dunia nyata.
hal berkomunikasi. Setiap orang diberbagai Pelaku tindak kekerasan tersebut memiliki niatan
belahan bumi manapun menjadi mudah terhubung, atau maksud untuk melecehkan korban
baik untuk berkomunikasi maupun untuk berdasarkan gender atau seksual [1]. Korban yang
persebaran informasi, yang membuat dunia paling banyak pada kekerasan berbasis gender
menjadi tanpa batas. online adalah perempuan.

27
Kekerasan berbasis gender online timbul Sebelumnya kekerasan berbasis gender online
karena selama masa pandemi sebagian besar diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
aktivitas beralih secara daring dan berpusat di 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
ruang-ruang virtual [2]. Penggunaan media sosial tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
di saat pandemi Covid-19 naik secara signifikan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
tidak hanya orang dewasa yang menjadi aktif Pornografi, akan tetapi dalam penerapannya
dalam menggunakan media sosial, tetapi juga menimbulkan multitafsir. Undang-Undang Nomor
anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di 12 Tahun 2022 merupakan lex specialis yang
depan handphone, komputer bahkan laptop. Hal ini mengatur tentang kekerasan berbasis gender
membuat perubahan gaya hidup, dari konvensional online, diharapkan kehadiran Undang-Undang
menjadi berbasis digital. Perubahan gaya hidup Nomor 12 Tahun 2022 dapat mencegah dan
digital selain memberikan dampak positif, juga menanggulangi tindak pidana kekerasan dalam
menimbulkan dampak negatif seperti bagi praktik bentuk apapun.
kekerasan berbasis gender online [3].
Akibat dari kekerasan berbasis gender TINJAUAN PUSTAKA
online lebih merugikan korban dibandingkan Perlindungan Hukum
dengan kekerasan yang terjadi di dunia nyata, Secara umum, perlindungan berarti
seperti kerugian yang dirasakan secara fisik, mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya,
psikologis, sosial, ekonomi maupun fungsional [4]. sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun
Mirisnya adalah pelaku adalah orang-orang yang benda atau barang. Selain itu, perlindungan juga
terdekat dengan korban, seperti teman, pacar, dan mengandung makna pengayoman yang diberikan
sebagainya, sehingga menimbulkan trauma yang oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah
sangat dalam bagi korban karena kepercayaan yang [5].
dikhianati oleh pelaku. Perlindungan hukum menurut Satjipto
Atas penderitaan dan kerugian yang Raharjo adalah memberikan pengayoman kepada
dialami oleh korban tersebut, maka korban harus hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
mendapatkan perlindungan hukum. Korban perlindungan tersebut diberikan kepada
merupakan pihak yang lemah dan telah dirampas masyarakat agar mereka dapat menikmati semua
hak-haknya dan kepentingannya juga dirugikan. hak-hak yang diberikan oleh hukum, atau dengan
Perlindungan hukum atas korban kekerasan kata lain perlindungan hukum adalah upaya untuk
berbasis gender online dalam hukum positif di mengorganisasikan berbagai kepentingan dalam
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang masyarakat supaya tidak terjadi tubrukan antar
Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana kepentingan, dan dapat menikmati semua hak-hak
Kekerasan Seksual. yang diberikan oleh hukum [5].
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Philipus M. Hadjon, memberikan
termasuk dalam undang-undang yang baru. pengertian perlindungan hukum sebagai

28
perlindungan akan harkat dan martabat, serta fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”.
dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan Korban tidak hanya orang-perorangan atau
hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan kelompok, namun memiliki makna yang lebih luas,
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi termasuk keluarga terdekat si korban yang
suatu hal dari hal lainnya [5]. mengalami penderitaan akibat dari tindak pidana
Hukum memberikan perlindungan kepada tersebut. Adapun pembagian tipologi korban
manusia dalam memenuhi berbagai macam kejahatan, yakni [6]:
kepentingannya, dengan syarat manusia juga harus a. Primary victimization
melindungi kepentingan orang lain. Adapun fungsi Primary victimization adalah korban
dari perlindungan hukum, adalah sebagai berikut individual. Jadi, dalam primary victimization
[5]: yang menjadi korban adalah perorangan,
a. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun bukan kelompok.
untuk membentuk masyarakat yang hendak b. Secondary victimization
dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan Secondary victimization, yaitu korban
bernegara; kelompok atau yang menjadi korban adalah
b. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa; kelompok, misalnya badan hukum.
c. Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga c. Tertiary victimization
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan Tertiary victimization, yaitu pihak yang
dalam kehidupan bernegara dan menjadi korban adalah masyarakat luas.
bermasyarakat; d. Mutual victimization
d. Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap Mutual victimization, yaitu yang menjadi
sikap tindak administrasi negara maupun sikap korban adalah si pelaku sendiri, misalnya
tindak warga apabila terjadi pertentangan pelacuran, perzinahan, dan narkotika.
dalam kehidupan bernegara dan e. No victimization
bermasyarakat; No victimization, yaitu yang dimaksud bukan
e. Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak berarti tidak ada korban, melainkan korban
administrasi negara maupun warga apabila tidak segera dapat diketahui. Misalnya,
terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk konsumen yang tertipu dalam menggunakan
mendapatkan keadilan. suatu hasil produksi.

Korban Kekerasan Berbasis Gender Online


Pengertian korban menurut ketentuan Dalam bahasa Inggris, kekerasan
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun diistilahkan dengan violence. Secara etimologi,
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban violence merupakan gabungan dari “vis” yang
adalah: “Seseorang yang mengalami penderitaan berarti daya atau kekuatan dan “latus” yang berasal

29
dari kata “ferre” yang berarti membawa. Jadi, individu berdasarkan gendernya. “Gender-based
violence adalah tindakan yang membawa kekuatan violence is violence that is directed at individuals
untuk melakukan paksaan atau tekanan fisik on the basis of their gender, with women and girls
maupun non-fisik. Pengertian sempit, kekerasan making up the vast majority of victims (though boys
adalah penyerangan fisik terhadap seseorang atau and men can also be the target). It is
serangan penghancuran perasaan yang sangat indiscriminate, cutting across racial, ethnic, class,
keras, kejam dan ganas [7]. Pengertian kekerasan, age, economic, religious and cultural divides.
tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga secara Gender-based violence takes place throughout
mental bahkan secara pasif (pengabaian) [7]. society: in the home, in the community and in state
Kekerasan lebih dilihat dari akibat yang institutions (including prisons, police stations and
ditimbulkannya, baik itu luka atau cacat fisik hospitals)” [8].
hingga kematian, ataukah dampak psikologis, Kekerasan berbasis gender online adalah
emosional dan seksual [8]. kekerasan yang difasilitasi teknologi. Sama seperti
Kata gender berasal dari bahasa Inggris kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak
Kuno, gendre, yang bila ditelusuri, kata itu kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau
dipinjam dari Bangsa Norman di era Perancis lama, maksud melecehkan korban berdasarkan gender
genre yang mengakar dari bahasa Latin, genus. atau seksual. Kekerasan berbasis gender online
Artinya adalah macam, tipe atau jenis. Di dunia juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban
ilmu, seorang seksologis bernama John Money atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan
memperkenalkan istilah gender pada sekitar tahun fisik, seksual dan psikologis, baik secara online
1050-an untuk membedakan dengan jenis kelamin. maupun langsung di dunia nyata saat offline [4].
Selanjutnya istilah gender dipopulerkan oleh para
feminis pada era 1970-an [8]. Gender adalah Hukum Positif
pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab Definisi hukum menurut J. C. T
antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil Simorangkir dan W. Sastropranoto adalah
konstruksi sosial, atau dengan kata lain bahwa peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
gender adalah konstruksi sosial maupun kultural menentukan tingkah laku manusia dalam
yang dilekatkan oleh masyarakat pada laki-laki dan lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-
perempuan [8]. Jadi, gender berbeda dengan jenis badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
kelamin. Gender adalah perbedaan antara laki-laki terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman
jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai tertentu [9].
sosial, budaya dan adat-istiadat [8]. Pengertian hukum positif (ius
Tina Johnson mengemukakan kekerasan constitutum), adalah hukum yang berlaku sekarang
berbasis gender atau Gender Based Violence bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah
(GBV) adalah kekerasan yang dilakukan terhadap tertentu [10]. Hukum positif menurut I. Gede

30
Pantja Astawa adalah kumpulan asas dan kaidah kesimpulan [14]. Deskripsi atau
hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku penggambaran terhadap objek tersebut
dan mengikat secara umum atau khusus, dan mempunyai tujuan memperoleh uraian atau
ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau penjelasan yang bersifat menyeluruh dan
pengadian dalam negara Indonesia [11]. sistematis terkait dengan permasalahan yang
Tujuan hukum adalah ketertiban, mengatur diteliti, dan dari penjelasan tersebut dilakukan
struktur kehidupan sosial dalam suatu masyarakat analisis yang cermat untuk menjawab
tertentu, hukum harus menciptakan suatu tatanan permasalahan yang diteliti.
sosial yang baik, sehingga para anggota 3. Sumber dan Jenis Bahan Hukum
masyarakat sebagai subjek hukum dapat hidup Data yang digunakan dalam penelitian ini
bersama dalam suasana solidaritas yang wajar dan adalah data sekunder. Data sekunder terdiri
saling menghargai sebagai sesama [12]. dari bahan hukum, yakni [15]:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan
METODE PENELITIAN hukum yang mengikat, dan terdiri dari:
Dalam penulisan penelitian ini, penulis 1) Undang-Undang Dasar Negara
menggunakan metode sebagai berikut: Republik Indonesia Tahun 1945;
1. Metode Pendekatan 2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
pendekatan doktrinal/yuridis normatif. Korban;
Pendekatan doktrinal atau yuridis normatif 3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
adalah penelitian hukum yang mengkaji 2008 tentang Pornografi;
hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek 4) 4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19
dan komposisi, lingkup dan materi, Tahun 2016 tentang Informasi dan
konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi Transaksi Elektonik;
pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu 5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
undang-undang, serta bahasa hukum yang 2022 tentang Tindak Pidana
digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan Kekerasan Seksual.
atau implementasinya [13]. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang
2. Spesifikasi Penelitian memberikan penjelasan mengenai bahan
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif hukum primer, antara lain:
analitis, yaitu penelitian yang mempunyai 1) Hasil-hasil penelitian atau pendapat
tujuan untuk menggambarkan atau pakar hukum;
menjelaskan objek yang diteliti melalui data- 2) Jurnal hukum;
data atau sampel yang telah terkumpul, 3) Buku-buku kepustakaan.
kemudian dilakukan analisis dan dibuat

31
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang masyarakat, di situ pula ada kejahatan. Kejahatan
memberikan petunjuk maupun penjelasan sendiri dapat dikatakan sebagai perilaku yang
terhadap bahan hukum primer dan bahan menyimpang atau melanggar hukum, dan bagi
hukum sekunder, yakni: pelakunya dapat dikenai sanksi pidana akibat dari
1) Kamus; perbuatan yang dilakukan oleh karena telah
2) Ensiklopedia. merugikan orang lain.
Kejahatan pun semakin berkembang
4. Metode Pengumpulan Data seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
Sebagaimana data yang digunakan dalam dan teknologi. Salah satunya adalah kejahatan yang
penelitian ini adalah data sekunder, maka menyalahgunakan dan memanfaatkan teknologi
metode pengumpulan data yang digunakan internet dewasa ini adalah kekerasan berbasis
adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan gender online. Kejahatan ini semakin marak terjadi
diperoleh dari membaca buku-buku di Indonesia, dan korban lebih banyak dialami oleh
kepustakaan, di mana sumber data sekunder perempuan.
dapat berupa dokumen-dokumen resmi, karya Kekerasan berbasis gender online ini,
ilmiah, jurnal-jurnal penelitian ilmiah, artikel menurut Komisi Nasional Perempuan termasuk
ilmiah, surat kabar, majalah maupun sumber dalam ranah privat atau personal. Kekerasan
tertulis lain yang ada hubungan dengan objek terhadap perempuan di ranah personal terjadi
penelitian [15]. dalam berbagai jenis, yang menggambarkan
kekerasan yang terjadi kepada korban. Bentuk-
5. Metode Analisis Bahan Hukum bentuk tersebut adalah kekerasan terhadap istri
Data-data yang telah diperoleh melalui studi (KTI), kekerasan dalam pacaran (KdP), kekerasan
kepustakaan, kemudian diolah dan dilakukan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan yang
analisis. Analisis yang dipergunakan dalam dilakukan oleh mantan suami (KMS) dan
penelitian ini adalah analisis data kualitatif, kekerasan mantan pacar (KMP), kekerasan yang
yaitu suatu tata cara penelitian yang terjadi pada pekerja rumah tangga, kekerasan
menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu berbasis gender siber (KBGS) dan ranah personal
data dan bahan-bahan hukum yang diperoleh lainnya [17].
dari penelitian kepustakaan diteliti dan Kekerasan terhadap perempuan dalam
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh [16], dan jenis apapun merupakan bentuk pelanggaran hak
kemudian ditulis dalam bentuk laporan hasil asasi manusia, yang dapat mengakibatkan masalah
penelitian. kesehatan yang mendalam, melemahkan energi,
membahayakan kesehatan fisik maupun non-fisik,
PEMBAHASAN DAN HASIL dan mengikis harga diri. Selain menyebabkan
Kejahatan atau tindak pidana tidak dapat cidera, kekerasan meningkatkan risiko jangka
dilepaskan dari keberadaan masyarakat. Di situ ada panjang perempuan dari sejumlah masalah

32
kesehatan lainnya, termasuk nyeri kronis, cacat terhadap perempuan dalam ranah digital, yaitu
fisik, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan [20]:
alkohol, serta depresi [18] hingga kematian. 1. Hacking (peretasan), yakni menggunakan
Kekerasan berbasis gender merupakan teknologi untuk mendapatkan akses ilegal;
sebuah fenomena gunung es. Kasus yang 2. Impersonation, yakni menggunakan identitas
terlaporkan dan tercatat jumlahnya jauh lebih korban untuk mendapatkan akses informasi
sedikit daripada jumlah kejadian yang privat, mempermalukan atau melecehkan
sesungguhnya. Beberapa faktor yang korban;
menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya adalah 3. Surveillance/tracking, yakni menggunakan
penyintas takut melapor, tidak tahu ke mana harus teknologi untuk menguntit seseorang;
melapor, merasa aib, atau pelaku kerap 4. Harassment/spamming, yakni menghubungi,
mengancam atau bahkan tinggal bersama penyintas mengancam, mengganggu orang secara terus-
[19]. menerus untuk menakut-nakuti korban;
Menurut Association for Progressive 5. Recruitment, yakni menggunakan teknologi
Communications (APC), kekerasan berbasis untuk mengelabui korban untuk terlibat berada
gender online adalah kekerasan berbasis gender dalam lingkaran kekerasan, perdagangan,
yang dilakukan didukung atau diperparah, penipuan;
sebagian atau seluruhnya, dengan menggunakan 6. Malicious distribution, yakni penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti teknologi untuk memanipulasi dan
ponsel, internet, platform media sosial, dan e-mail mendistribusikan konten yang ilegal atau yang
[20]. memiliki muatan merendahkan.
Laporan United Nations Human Rights
Council (UNHRC) pada bulan April 2013, dari the Bentuk kekerasan lain yang popular, yakni
Working Group on the Issue of Discrimination revenge porn yang juga disebut non-consensual
Against Women in Law and in Practice, pornography (tindakan memasang konten foto atau
menyebutkan bahwa internet telah menjadi tempat video intim orang lain dengan tujuan untuk
terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik melecehkan orang tersebut, ataupun bertujuan
dalam bentuk pornografi, program permainan untuk menimbulkan kesulitan di dunia nyata) serta
komputer (games) yang seksis dan pelanggaran hak sexting (tindakan memasang konten foto telanjang
atas privasi, termasuk mengenai pelecehan seksual dan mengirimkannya melalui pesan teks) [20].
yang di dalamnya termasuk ancaman perkosaan Berbagai bentuk kejahatan kekerasan
berkelompok (gang rape) [20]. berbasis gender online, maka penyebaran konten
Laporan UN Broadband Commission pada intim tanpa persetujuan korban atau non-
September 2015, yang berjudul Cyber Violence consensual intimate images (NCII) yang paling
Against Women and Girls: A-world wide Wake Up sering dialami oleh korban, terutama perempuan,
Call, menyebutkan ada 6 (enam) bentuk kekerasan selanjutnya adalah kejahatan seksual atau

33
kekerasan/pelecehan seksual yang dilakukan Kejahatan seksual merupakan kejahatan
secara online. terhadap hak asasi manusia yang berakibat sama
Sebagian besar kekerasan berbasis gender beratnya bagi orang dewasa maupun anak-anak
online terhubungan dengan apa yang disebut yang menjadi korbannya. Kejahatan seksual
dengan seksualitas. Seksualitas adalah adalah termasuk ke dalam kategori kejahatan berat
tentang bagaimana seseorang mengalami, terhadap kemanusiaan karena kejahatan tersebut
menghayati dan mengekspresikan diri sebagai berdampak terhadap kondisi fisik, psikologis dan
makhluk seksual, bagaimana seseorang berpikir, sosial korban. Secara fisik, kejahatan seksual dapat
merasa dan bertindak berdasarkan posisinya menyebabkan mulai taraf luka ringan, luka berat,
sebagai makhluk seksual menyangkut berbagai cacat permanen, bahkan kematian. Dari aspek
dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, psikologis, kejahatan seksual berdampak pada
sosial, perilaku dan kultural [21]. Seksualitas terganggunya ketenangan jiwa korban yang antara
berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa lain dapat terlihat dalam bentuk gejala sulit tidur,
tentang diri mereka dan bagaimana mereka ketakutan apabila melihat orang dengan ciri-ciri
mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada tertentu yang mirip pelaku, sulit makan, gangguan
lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, buang air besar dan buang air kecil, histeria,
seperti sentuhan, pelukan, melalui perilaku yang gangguan makan, depresi, menurunnya
lebih halus (seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, kemampuan belajar, sampai pada gejala
berpakaian, dan perbendaharaan kata), dan munculnya keinginan dan usaha untuk bunuh diri.
sebagainya [22]. Secara sosial, para korban kejahatan seksual juga
Seksualitas merupakan bagian penting dari akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan
perkembangan peradaban manusia. Sebagai bagian lingkungannya, terutama apabila lingkungan
penting dari perkembangan peradaban umat memberi stigma negatif terhadap korban kejahatan
manusia, seksualitas telah dipandang sebagai hal seksual [8].
yang suci dalam berbagai ajaran agama dan Berikut dapat disajikan data jumlah aduan
kepercayaan masyarakat [23]. Sebagaimana dan jenis kasus kekerasan berbasis gender online
konsep yin dan yang, arti penting seksualitas dalam sepanjang tahun 2021:
perkembangan peradaban umat manusia ternyata
tidak bisa dilepaskan dari aspek yang dalam
masyarakat disebut sebagai aspek negatif, di mana
seksualitas disimpangkan sedemikian rupa
sehingga tidak sejalan dengan fitrah atau makna
hakiki dari seksualitas yang sejati [23], seperti
adanya kejahatan seksual yang terjadi di
masyarakat.
Gambar 1. Jumlah Aduan KBGO Selain NCII
Selama 2021 [24]
34
SAFEnet mencatat bahwa terdapat 14 sebagai manusia. Hukum yang ada dalam
(empat belas) bentuk kekerasan berbasis gender masyarakat dan wajib dipatuhi tidak akan memiliki
online yang dilaporkan sepanjang 2021, antara lain makna apa-apa tanpa didukung moral yang baik
penyebaran konten intim non-konsensual (NCII), dari manusianya [12].
pengancaman, doxing, cyberflashing, flaming, Sebagaimana Indonesia yang telah
impersonasi, morphing, outing, pelanggaran mendasarkan dirinya sebagai negara hukum, yakni
privasi, pelecehan seksual, perusakan reputasi, disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
phishing, pengawasan, serta aduan tentang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
penggunaan Undang-Undang Informasi dan bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum”,
Transaksi Elektronik. Jumlah aduan untuk NCII maka segala tindakah dan perbuatan setiap anggota
ada 508 aduan (75%), lalu 150 aduan lainnya masyarakat dan para penyelenggara harus
dalam bentuk-bentuk lain, dan 19 aduan yang tidak berdasarkan atas hukum. Paham negara hukum
teridentifikasi [25]. berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan negara
Kekerasan berbasis gender online sangat harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan
berdampak buruk bagi korban, diantaranya adalah adil [26].
masalah kesehatan atau fisik, gangguan psikologis Perlindungan hukum terhadap korban
seperti depresi dan munculnya keinginan untuk kekerasan berbasis gender online merupakan
bunuh diri, bahkan tidak jarang korban harus amanat dari konstitusi Pasal 28B ayat (2) Undang-
menghadapi pemecatan dari instansi kerjanya Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
karena konten intimnya yang tersebar di media 1945, yang menyatakan bahwa: “Setiap anak
sosial. Tentunya, korban menjadi sangat malu, berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
sangat ketakutan dan trauma untuk berinteraksi berkembang serta berhak atas perlindungan dari
dengan orang lain, belum lagi stigma buruk dari kekerasan dan diskriminasi”. Negara dan
masyarakat terhadap korban yang harusnya pemerintah mempunyai kewajiban konstitusional
dilindungi. untuk memberikan perlindungan bagi seluruh
Perbuatan pelaku kekerasan berbasis warga negara Indonesia, sebagaimana amanat
gender online merupakan bentuk perilaku tidak Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
bermoral, menyimpang dan melanggar hukum. Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa:
Dalam menjalankan kehidupannya, manusia “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
menjadikan moral sebagai landasan dalam pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
berperilaku, agar dalam menjalankan jawab negara, terutama pemerintah”, sehingga di
kehidupannya manusia tidak keluar dari hukum sini perlindungan korban tercakup di dalamnya
yang ada. Kekuatan moral akan menjadi kontrol dengan masalah perlindungan hak asasi manusia
yang kuat tidak hanya bagi manusia untuk dalam sistem struktural yang ada [27].
bertingkah laku, tetapi juga dalam menciptakan Perlindungan hukum yang diberikan
keadilan umtuk mencapai hak dan kewajiban kepada korban tindak kejahatan merupakan bagian

35
dari bentuk perlindungan masyarakat, yang secara 1. Asas manfaat
langsung dapat diwujudkan dalam berbagai Perlindungan korban tidak hanya
bentuk, diantaranya melalui pemberian restitusi ditujukan bagi tercapainya kemanfaatan, baik
dan kompensasi [6], maupun perlindungan secara materiil maupun spiritual bagi korban
tidak langsung dalam hal penjatuhan sanksi pidana kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi
terjadap pelaku tindak pidana. Adapun makna masyarakat secara luas, khususnya dalam
perlindungan bagi korban, yaitu [6]: upaya mengurangi jumlah tindak pidana serta
1. Perlindungan hukum untuk tidak menjadi menciptakan ketertiban masyarakat.
korban tindak pidana (berarti perlindungan hak 2. Asas keadilan
asasi manusia atau kepentingan hukum Penerapan asas keadilan dalam upaya
seseorang); melindungi korban kejahatan tidak bersifat
2. Perlindungan untuk memperoleh mutlak karena hal ini dibatasi oleh rasa
jaminan/santunan hukum atas keadilan yang harus juga diberikan kepada
penderitaan/kerugian orang yang telah menjadi pelaku kejahatan.
korban tindak pidana (identik dengan 3. Asas keseimbangan
penyantunan korban). Bentuk santunan itu Kepentingan manusia untuk
dapat berupa pemulihan nama baik memulihkan keseimbangan tatanan
(rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin masyarakat yang terganggu menuju pada
(antara lain dengan pemanfaatan), pemberian keadaan yang semula (restitutio in integrum),
ganti rugi (restitusi, kompensasi, asas keseimbangan memperoleh tempat yang
jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan penting dalam upaya pemulihan hak-hak
sebagainya. korban.
Kepentingan atau hak korban yang 4. Asas kepastian hukum.
dirampas oleh pelaku tindak pidana harus Asas ini dapat memberikan dasar
dikembalikan, di sisi lain pelaku juga harus pijakan hukum yang kuat bagi aparat penegak
mempertanggungjawabkan perbuatannya karena hukum pada saat melaksanakan tugasnya
perbuatannya telah merugikan korban, sehingga dalam upaya memberikan perlindungan hukum
pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya pada korban kejahatan.
kembali. Hukum mengakomodir hal tersebut,
sehingga antara kerugian korban dan tanggung Hukum adalah untuk manusia, maka
jawab pelaku harus seimbang dan adil. pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus
Perlindungan hukum terhadap korban memberikan manfaat atau kegunaan bagi
kejahatan juga mengandung adanya asas-asas, masyarakat [7]. Terkait dengan tindak pidana
yaitu [6]: kekerasan berbasis gender online, maka selain
memberikan perlindungan atas hak-hak dan
kepentingan korban, maka hukum juga harus

36
memberikan sanksi yang tepat kepada pelaku perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
tindak pidana, selain menimbulkan efek jera tetapi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
juga harus dapat memperbaiki pelaku untuk dapat Sangat diperlukan rambu-rambu untuk mengatur
berbuat lebih baik lagi dan diterima keberadaannya tata perilaku pribadi seseorang, agar tetap serasi
kembali oleh masyarakat. dan seimbang dalam mewujudkan cita-cita
Hukum berfungsi sebagai pelindungan ketentraman dan ketertiban masyarakat [12].
kepentingan manusia, agar kepentingan manusia Banyaknya produk peraturan perundang-
terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara undangan di Indonesia, maka selayaknya negara
profesional. Hukum yang telah dilanggar harus Indonesia ini menempatkan perempuan dan anak
ditegakkan melalui penegakan hukum [5]. Salah pada prioritas utama untuk memperoleh
satu hukum yang berperan penting dalam mengatur perlindungan. Perlindungan itu baik dari segi
masyarakat dan memberikan perlindungan bagi yuridis maupun non-yuridis [7]. Perlindungan
korban tindak pidana maupun pelaku tindak pidana yuridis, yakni ada ketentuan sanksi pidana bagi
adalah hukum pidana. Hukum pidana diakui pelaku tindak pidana (perlindungan secara tidak
sebagai hukum yang memberikan sanksi. Sanksi langsung) dan perlindungan non-yurisi dalam
tersebut diberikan kepada seseorang atau beberapa bentuk restitusi atau ganti kerugian bagi pihak
orang yang mengancam kehidupan sosial. Dalam korban (perlindungan secara langsung bagi
hal ini, hukum pidana memberikan perlindungan korban). Perlindungan hukum sendiri, dapat
terhadap masyarakat dari perbuatan melanggar dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut
hukum. Adanya sanksi dan perlindungan [7]:
dimaksud, diharapkan membawa kerukunan dalam 1. Perlindungan hukum preventif
kehidupan masyarakat. Bagi yang dikenakan Perlindungan yang diberikan oleh
sanksi pidana akan menjadikan proses pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
menjalankan sanksi tersebut sebagai pembelajaran sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini
atau efek jera untuk menjadikan orang dapat terdapat dalam peraturan perundang-undangan
diterima kembali dalam masyarakat, maka tujuan dengan maksud untuk mencegah suatu
dari hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa pelanggaran serta memberikan rambu-rambu
keadilan [12]. atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
Kepentingan dalam penyelenggaraan kewajiban.
ketertiban masyarakat sangat dibutuhkan dalam 2. Perlindungan hukum represif
menghadapi dinamika perilaku antara kepentingan Perlindungan hukum represif
orang dengan orang lainnya atau kepentingan merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
orang dengan lingkungannya. Apabila kepentingan seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan
hukum telah memberikan hak dan kewajiban yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa
kepada setiap orang, maka hukum pidana akan atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
menjadi penjaga, agar masyarakat tidak melakukan

37
Ketika ruang siber menjadi medium atau korban dalam hal korban adalah orang yang
ranah terjadinya kekerasan berbasis gender, maka pertama kali mengirim foto/video asusila, dengan
pengaturan tentang perbuatan tersebut harus demikian Pasal tersebut dapat
merujuk pada konsep mendasar tentang kekerasan mengkriminalisasikan korban kekerasan berbasis
berbasis gender yang bertujuan untuk melindungi gender online, sehingga dapat berdampak pada
perempuan maupun kelompok rentan yang keadaan psikis korban. Sebagai contoh adalah pada
mengalami diskriminasi berbasis gender [20]. kasus Baiq Nuril. Kasus tersebut diawali ketika
Bentuk perlindungan hukum preventif, seorang oknum kepala sekolah menceritakan
yakni adanya keberadaan peraturan perundang- pengalaman seksualnya kepada Baiq Nuril. Merasa
undangan yang mengatur mengenai kekerasan itu sebagai pelecehan, sehingga Baiq Nuril
berbasis gender online itu sendiri, sehingga dengan merekamnya. Seorang rekan Nuril bernama
adanya undang-undang yang mengatur kekerasan menyalin rekaman pembicaraan tersebut, dan
berbasis gender online, maka orang akan bertindak rekaman tersebut tersebar luas. Oknum kepala
hati-hati untuk berbuat dan bertindak, terutama sekolah tersebut melaporkan Baiq Nuril dengan
dalam menggunakan internet. Perlindungan hukum Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 Undang-Undang
represif, yakni adanya sanksi pidana bagi pelaku Nomor 11 Tahun 2008.
kekerasan berbasis gender online, sehingga Selanjutnya, adalah Undang-Undang
menimbulkan efek jera bagi pelaku dan dapat Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, akan
memulihkan kerugian korban. tetapi Undang-Undang ini inkonsisten dalam
Sebelumnya, mengenai kekerasan berbasis penanganan kasus kekerasan berbasis gender
gender online digunakan Pasal 27 ayat (1) Undang- online. Disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang
Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang- Nomor 44 Tahun 2008, bahwa: “Setiap orang
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan
dan Transaksi Elektonik untuk menjerat pelaku dirinya menjadi objek atau model yang
tindak pidana. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang mengandung muatan pornografi”. Di sisi lain,
Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
19 Tahun 2016, menyatakan bahwa: “Setiap orang Nomor 44 Tahun 2008 menyatakan bahwa: “Yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dimaksud dengan ‘membuat’ adalah tidak
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen sendiri”, kemudian Pasal 6 Undang-Undang
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar Nomor 44 Tahun 2008 menyatakan bahwa: “Setiap
kesusilaan”. orang dilarang memperdengarkan,
Pasal 27 ayat (1) ayat (1) Undang-Undang mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor menyimpan produk pornografi sebagaimana
19 Tahun 2016 dapat menjerat pelaku tindak dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang
pidana, akan tetapi di sisi lain juga dapat menjerat diberi kewenangan oleh peraturan perundang-

38
undangan”. Berdasarkan Pasal-pasal tersebut, di c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan
satu sisi terdapat pengecualian larangan pembuatan menggunakan sistem elektronik terhadap
konten pornografi apabila ditujukan untuk dirinya orang yang menjadi obyek dalam
sendiri, akan tetapi terdapat kemungkinan bagi informasi/dokumen elektronik untuk tujuan
pemeran video/foto tersebut juga turut terjerat seksual.
hukuman. Atas dasar hal tersebut, Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 belum memberikan Pidana karena melakukan kekerasan
kepastian hukum, karena korban dapat seksual berbasis elektronik, adalah penjara paling
dikriminalisasikan. lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Selanjutnya disebutkan di dalam Pasal 14
Seksual memberikan harapan dan kepastian hukum ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022,
bagi penegakan hukum terhadap kejahatan atau yakni:
tindak pidana kekerasan berbasis gender online, Dalam hal perbuatan sebagaimana
terutama Undang-Undang tersebut dapat dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:
memberikan perlindungan hukum terhadap korban. a. untuk melakukan pemerasan atau
Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, pengancaman, memaksa; atau
kekerasan berbasis gender online termasuk dalam b. menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang
bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yakni supaya melakukan, membiarkan dilakukan,
kekerasan seksual berbasis elektronik, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan
sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 4 ayat (1) pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
huruf i. dan/atau denda paling banyak
Perbuatan yang termasuk dalam kekerasan Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
berbasis gender online, diatur dalam Pasal 14 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, yakni: Kekerasan seksual berbasis elektronik
Setiap orang yang tanpa hak: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
gambar atau tangkapan layar yang bermuatan merupakan delik aduan, kecuali korban adalah
seksual di luar kehendak atau tanpa anak atau penyandang disabilitas. Apabila
persetqjuan orang yang menjadi objek perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
perekaman atau gambar atau tangkapan layar; ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang
b. mentransmisikan informasi elektronik Nomor 12 Tahun 2022 dilakukan demi
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan kepentingan umum atau untuk pembelaan atas
seksual di luar kehendak penerima yang dirinya sendiri dari tindak pidana kekerasan
ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau seksual, maka tidak dapat dipidana. Selanjutnya
dalam hal korban kekerasan seksual berbasis

39
elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 menangani perkara tindak pidana kekerasan
ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang seksual, terutama kekerasan berbasis gender
Nomor 12 Tahun 2022 merupakan anak atau online, sehingga Undang-Undang ini dapat
penyandang disabilitas, meskipun adanya mencegah dan menanggulangi tindakan-tindakan
kehendak atau persetujuan korban, tetap tidak kekerasan baik berbasis online maupun offline,
menghapuskan tuntutan pidana. serta memberikann jaminan hukum serta
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 perlindungan komprehensif terhadap korban
dapat dikatakan telah memberikan perlindungan kekerasan seksual pada umumnya.
bagi korban kekerasan berbasis gender online,
seperti adanya pendampingan bagi korban yang KESIMPULAN
disebutkan dalam Pasal 26 ayat (1) Undang- Perlindungan hukum korban kekerasan
Undang Nomor 12 Tahun 2022, yang menyatakan berbasis gender online (KBGO) dalam hukum
bahwa: “Korban dapat didampingi oleh positif Indonesia, sebagaimana diatur dalam: (1)
pendamping pada semua tingkat pemeriksaan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11
dalam proses peradilan”. Bentuk perlindungan Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun
korban lainnya adalah berupa perlindungan 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik,
sementara kepada korban, seperti pembatasan (2) Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44
gerak pelaku oleh Kepolisian, baik yang bertujuan Tahun 2008 tentang Pornografi, dan (3) Pasal 14
untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang
dan waktu tertentu maupun pembatasan hak Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dari ketiga
tertentu dari pelaku (Pasal 42), permintaan Undang-Undang tersebut, Undang-Undang Nomor
perlindungan kepada LPSK oleh Kepolisian (Pasal 12 Tahun 2022 lebih spesifik mengatur mengenai
43), maupun kerjasama dengan pihak UPTD PPA kekerasan berbasis gender online. Dalam Undang-
(Pasal 44), bahkan penghapusan konten yang Undang Nomor 12 Tahun 2022 diatur bentuk-
diupload yang melibatkan korban (Pasal 46 dan bentuk perlindungan hukum bagi korban dari tiap
Pasal 47). Korban juga memiliki hak-hak tahapan sistem peradilan, selain itu juga terdapat
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 66 perlindungan bagi keluarga korban. Harmonisasi
sampai dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor perundang-undangan sangat perlu dilakukan,
12 Tahun 2022, di antaranya adalah hak mengingat terdapat substansi dalam peraturan
penanganan, hak atas perlindungan dan hak atas perundang-undangan yang mengatur mengenai
pemulihan. Korban juga mendapatkan restitusi kekerasan berbasis gender online yang saling
(Pasal 30). Begitu pula dengan hak keluarga korban bertentangan, sehingga dengan harmonisasi
yang diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang tersebut dapat memberikan kepastian hukum tidak
Nomor 12 Tahun 2022. hanya bagi korban, tetapi juga bagi para penegak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 hukum dan masyarakat.
sangat diharapkan dapat berlaku efektif dalam

40
DAFTAR PUSTAKA [16] S. Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.
Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.
[1] E. Kusuma and N. S. Arum, “Sebuah
[17] Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Panduan Memahami dan Menyikapi
Perempuan, Perempuan dalam Himpitan
Kekerasan Berbasis Gender Online,” 2019.
Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual,
https://safenet.or.id.
Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan
[2] C. Juditha, “Kekerasan Berbasis Gender
Keterbatasan Penanganan di Tengah
Online di Masa Pandemi: Eksploitasi Seks
Covid-19, Catatan Kekerasan terhadap
Daring pada Remaja di Kota Manado,
Perempuan Tahun 2020. Jakarta: Komisi
Online Gender-Based Violence in A
Nasional Anti Kekerasan terhadap
Pandemic: Online Sex Exploitation on
Perempuan, 2021.
Adolescent in Manado City,” J. Pekommas,
[18] A. Purwanti, Kekerasan Berbasis Gender.
vol. 7, no. 1–12, 2022.
Yogyakarta: Bildung, 2020.
[3] B. Arianto, “Media Sosial sebagai Ruang
[19] Konsorsium Locally Led Disaster
Baru Kekerasan Berbasis Gender Online di
Preparedness and Protection (LLDPP) Plan
Indonesia,” PERSEPSI Commun. J., vol. 4,
Indonesia, “Buku Saku Pencegahan dan
no. 2, pp. 129–141, 2021.
Penanganan Kekerasan Berbasis Gender
[4] I. Ningtyas, “Kekerasan Berbasis Gender
dalam Situasi Darurat Bencana,” 2022.
Online (KBGO),” 2020.
https://plan-international.or.id.
https://www.perintis.or.id.
[20] M. Rahmawati and N. Saputri, “Jauh
[5] T. Sudrajat and E. Wijaya, Perlindungan
Panggang dari Api; Menilik Kerangka
Hukum terhadap Tindakan Pemerintah.
Hukum Kekerasan Berbasis Gender Online
Jakarta: Sinar Grafika, 2020.
di Indonesia, SAFEnet,” 2022.
[6] Marlina and A. Zuliah, Hak Restitusi
https://awaskbgo.id.
terhadap Korban Tindak Pidana
[21] F. P. Utami and S. M. Ayu, Buku Ajar
Perdagangan Orang. Bandung: Refika
Kesehatan Reproduksi Remaja.
Aditama, 2015.
Yogyakarta: Peminatan Kesehatan
[7] M. Gultom, Perlindungan Hukum terhadap
Reproduksi Program Studi Ilmu Kesehatan
Anak dan Perempuan, Kumpulan Makalah-
Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Makalah Seminar. Bandung: Refika
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan,
Aditama, 2013.
2018.
[8] S. Irianto and L. I. Nurtjahjo, Perempuan
[22] dkk Lestari, Made Diah, Bahan Ajar
dan Anak dalam Hukum & Persidangan.
Psikologi Seksual. Denpasar, Bali: Program
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
2020.
Universitas Udayana, 2016.
[9] F. M. Wantu, Pengantar Ilmu Hukum.
[23] A. Wijaya and W. P. Ananta, Darurat
Gorontalo: Reviva Cendekia, 2015.
Kejahatan Seksual. Jakarta: Sinar Grafika,
[10] Y. Marpi, Ilmu Hukum; Suatu Pengantar.
2016.
Tasikmalaya: Zona Media Mandiri, 2020.
[24] S. Voice, “Lawan KBGO yang Merajalela,
[11] I. G. P. Astawa, Dinamika Hukum dan Ilmu
Peran Aparat Penegak Hukum Perlu
Perundang-Undangan di Indonesia.
Ditingkatkan,” 2022. https://safenet.or.id.
Bandung: Alumni, 2008.
[25] dkk Sanjaya, A. Ryan, “Laporan Situasi
[12] O. Yanto, Negara Hukum; Kepastian,
Hak-hak Digital Indonesia 2021; Pandemi
Keadilan dan Kemanfaatan Hukum dalam
Memang Terkendali, tapi Represi Digital
Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Terus Berlanjut, Southeast Asia Freedom of
Bandung: Pustaka Reka Cipta (PRC), 2020.
Expression Network (SAFEnet),” 2021.
[13] A. Purwati, Metode Penelitian Hukum;
https://awaskbgo.id.
Teori & Praktek. Surabaya: Jakad Media
[26] S. E. Hardum, Perdagangan Manusia
Publishing, 2020.
Berkedok Pengiriman TKI. Yogyakarta:
[14] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif
Ar-Ruzz Media, 2016.
Kualitatif dan R&D, Cetakan Kedelapan.
[27] C. M. I. S, Perlindungan Korban, Suatu
Bandung: Alfabeta, 2009.
Perspektif Viktimologi dan Kriminologi.
[15] D. P. Rahayu and Sulaiman, Metode
Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Penelitian Hukum. Yogyakarta: Thafa
2019.
Media, 2020.
41

Anda mungkin juga menyukai