Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan industri yang semakin maju dan kompetitif menuntut para


pelaku bisnis untuk merumuskan gagasan-gagasan baru serta melakukan
penyesuaian yang bersifat kontinu. Keraguan untuk berinovasi serta kekakuan dalam
beradaptasi akan membuat perusahaan mana pun berisiko mengalami kegagalan.
Hal tersebut dapat dilihat dari tumbangnya Nokia yang dulu pernah dijuluki The
Mobile Phone Giant atau Si Raksasa Telepon Seluler (Ng, 2022).

Dalam industri kuliner khususnya, ada beragam cara agar perusahaan dapat
survive dan stand-out dari persaingan bisnis, di antaranya fokus pada bauran
pemasaran, migrasi ke dimensi digital, agresif dalam differentiation and positioning,
serta selalu menjunjung tinggi kualitas.

Drucker (1985) menjelaskan bahwa kualitas dalam suatu produk atau jasa
bukanlah apa yang diberikan penjual; tetapi adalah apa yang pelanggan dapatkan
dan bersedia untuk membayar. Apa yang membuat suatu produk atau jasa
'berkualitas' tidak didasarkan pada seberapa sulit membuatnya atau apakah itu
menghabiskan banyak uang atau tidak, seperti yang biasanya diyakini oleh
produsen. Pelanggan hanya membayar untuk apa yang berguna dan memberi nilai
pada mereka.

Agar suatu bisnis dapat survive di dalam persaingan, kualitas harus


dipertahankan di setiap level. Setiap produk, jasa, proses, tugas, tindakan, atau
keputusan dalam suatu organisasi dapat dinilai dari segi kualitas. Oleh karena itu,
manajemen mutu memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan kinerja
perusahaan. Kualitas juga merupakan kunci utama untuk memenangkan persaingan
yang berkaitan dengan hubungan pelanggan (customer relationships), yaitu untuk
menjaminkan pengalaman terbaik bagi pelanggan. Perusahaan dapat menerapkan
serangkaian prosedur untuk memastikan produk atau jasa mereka memenuhi standar
kualitas tertinggi dan bekerja secara optimal. Tujuan akhirnya adalah untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan dan mendorong pertumbuhan bisnis.

Salah satu standar kualitas selain rasa dan harga yang dapat dijanjikan industri
kuliner adalah perihal kebersihan, baik itu kebersihan pada produk-produknya
maupun kebersihan pada pekerja. Kebersihan personal pekerja atau personal
hygiene menjadi krusial untuk mencegah makanan agar tidak tercemar dan
menyebabkan keracunan makanan. Meninjau statistik yang tersedia, CDC
memperkirakan bahwa setiap tahun 48 juta orang sakit karena penyakit bawaan
makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan 3.000 meninggal karena keracunan
makanan. Dengan mengingat hal ini, memastikan bahwa makanan aman untuk
dikonsumsi merupakan bagian paling penting dari proses penyiapan makanan dalam
usaha kuliner.

Ada beberapa prinsip mengenai personal hygiene yang harus selalu diingat
oleh pekerja dalam industri kuliner, yaitu: untuk selalu mencuci tangan; menjaga
kesehatan agar tidak menularkan penyakit ke makanan; memiliki kemampuan dan
pengetahuan mengenai tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi keamanan
penyelenggaraan makanan; serta mengadakan pelatihan secara terus menerus
mengenai penyelenggaraan makanan.

Selain personal hygiene, kualitas pekerja juga memainkan peran penting agar
suatu bisnis dapat memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan. Ada banyak
dimensi yang bisa digunakan untuk menilai kualitas bekerja para pekerja, di
antaranya produktivitas, disiplin, kompentensi, motivasi, dan yang baru-baru ini
banyak menjadi pertimbangan masyarakat kelas pekerja, work-life balance.
Seringkali, pekerjaan lebih diutamakan daripada hal lain dalam hidup seorang
pekerja. Keinginan pekerja untuk sukses secara profesional dapat mendorong
mereka untuk mengesampingkan kesejahteraan hidup mereka sendiri. Namun,
menciptakan keseimbangan kehidupan kerja yang harmonis atau integrasi kehidupan
kerja sangat penting, untuk meningkatkan tidak hanya kesejahteraan fisik,
emosional, dan mental, tetapi juga penting untuk karier.

Singkatnya, work-life balance adalah keadaan keseimbangan di mana


seseorang sama-sama memprioritaskan tuntutan karir dan tuntutan kehidupan
pribadinya. Beberapa alasan umum yang menyebabkan buruknya work-life balance
meliputi: peningkatan tanggung jawab di tempat kerja; jam kerja lebih lama;
meningkatnya tanggung jawab di rumah; atau memiliki anak.

Work-life balance yang baik, menurut Chris Chancey, pakar karir dan CEO
Amplio Recruiting, memiliki banyak efek positif, termasuk berkurangnya stres,
risiko kelelahan yang lebih rendah, dan rasa kesejahteraan yang lebih baik. Ini tidak
hanya menguntungkan karyawan tetapi juga pemberi kerja.

Chancey menyatakan bahwa pemberi kerja yang berkomitmen untuk


menyediakan lingkungan yang mendukung work-life balance bagi karyawannya
dapat menghemat biaya, mengalami lebih sedikit kasus ketidakhadiran, dan
menikmati tenaga kerja yang lebih setia dan produktif. Pengusaha yang menawarkan
opsi sebagai telecommuting atau jadwal kerja yang fleksibel dapat membantu
karyawan memiliki work-life balance yang lebih baik.

Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk


meneliti dan menganalisa lebih dalam tentang pengaruh personal hygiene dan work-
life balance terhadap mutu pelayanan. Penelitian ini bertajuk: “Pengaruh Personal
Hygiene dan Work-Life Balance terhadap Mutu Pelayanan.”

Anda mungkin juga menyukai