Anda di halaman 1dari 4

Tugas 5 HKI Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Nama : Reza Oktriadi


NIM : 21/489034/HK/22926
Jumlah Kata : 688 Kata

Analisis Perbandingan Perlindungan Hukum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST)
dengan Kekayaan Intelektual Lainnya.

I. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) memberikan
perlindungan hukum terhadap pemegang hak DTLST dibandingkan Kekayaan
Intelektual lainnya?

II. Dasar Hukum


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri

III. Analisis
1. Pengaturan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) memberikan
perlindungan hukum terhadap pemegang hak DTLST dibandingkan Kekayaan
Intelektual lainnya
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, selanjutnya disebut dengan DTLST
merupakan salah satu dari 7 jenis Kekayaan Intelektual yang diakui di Indonesia,
dengan objek pengaturan yang berbeda, serta peraturan perundang-undangan yang
berbeda. Oleh karena itu, untuk kepentingan akademik, pihak-pihak yang belum,
sedang, atau akan menciptakan suatu karya yang dapat diberikan Hak Kekayaan
Intelektual, perlu adanya perbandingan antara DTLST dengan beberapa jenis HKI
lainnya, yakni Hak Cipta, Paten, Desain Industri. Perbandingan antara DTLST
dengan Hak Cipta diperlukan untuk menemukan perbandingan pada aspek
orisinalitas karya untuk memperoleh hak, kemudian perbandingan dengan Paten
didasari karena objek yang dilindungi adalah teknologi, sedangkan perbandingan
dengan Desain Industri disebabkan DTLST dan Desain Industri sama-sama
melindungi sebuah desain1.
Dalam hal ini, indikator perbandingan pertama, yaitu hak moral terhadap
pemegang hak pada DTLST dengan Kekayaan Intelektual lainnya. Pada Pasal 7
dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang DTLST yang
memberikan hak moral dengan kewajiban pencantuman nama pendesain2.
Berbeda halnya dengan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, memberikan hak moral lebih luas karena dapat dialihkan
dengan wasiat dan diakui bahkan setelah Pencipta meninggal dunia3. Perbedaan
ini menimbulkan implikasi yang berpotensi merugikan pemegang hak DTLST
yang berpotensi dirugikan apabila terdapat pihak lain tanpa hubungan hukum
yang melakukan perubahan produk sebagai akibat keterbatasan hak moral pada
UU DTLST tersebut.
Selanjutnya, perbandingan kedua, yaitu mengenai pemberian hak prioritas
antara DTLST dengan Hak Kekayaan Intelektual lainnya, ditinjau dari ketentuan
perlindungan hak DTLST yang telah didaftarkan di luar negeri, tetapi belum
didaftarkan di Indonesia. Kelemahannya, UU DTLST tidak mengatur hak
prioritas tersebut, berbeda dengan Paten berdasarkan Pasal 30 s.d. Pasal 32
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten mengatur tentang
Permohonan dengan Hak Prioritas pada, serta Pasal 16 s.d. Pasal 17
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang juga
mengatur ketentuan yang sama. Dengan perbedaan ini, pemegang hak DTLST
berpotensi dirugikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, terhadap

1
Sudjana, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Dalam Perspektif Perbandingan Hukum Interen,”Journal Unpar 3,
no, 1 (2017): 18.
2
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang DTLST
3
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
perbuatan mendaftarkan hak DTLST milik orang lain yang terdaftar di luar negeri
saja, dengan mendaftarkan DTLST tersebut di Indonesia.

IV. Kesimpulan
1. Melalui kedua perbandingan antara DTLST dengan Hak Cipta, Paten, dan Desain
Industri, yang ditinjau dari pemberian atau pengakuan hak moral kepada
pemegang hak dan pemberian hak prioritas kepada pemegang hak dengan
membandingkan peraturan perundang-undangan terkait, dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa kekurangan dalam pemberian perlindungan hukum yang
diberikan kepada pemegang hak DTLST. Hal tersebut disebabkan kelemahan
substansi perlindungan hak moral yang diberikan kepada pemegang hak DTLST
yang dapat menimbulkan kerugian akibat perubahan orisinalitas produk oleh
pihak yang bertanggung jawab karena hak moral diberikan hanya dalam bentuk
pencantuman nama pendesain. Kemudian, pada indikator pemberian hak prioritas
pada DTLST, UU DTLST tidak mengatur hal tersebut, sehingga berbeda dengan
Paten dan Desain Industri yang mengatur pemberian hak prioritas melalui
peraturan terkait. Dengan demikian, tidak adanya pemberian hak prioritas dapat
menimbulkan kerugian pemegang hak DTLST dalam hal terdapat pihak lain yang
menggunakan DTLST miliknya di Indonesia, sebagai akibat belum
didaftarkannya hak DTLST pendesain di Indonesia, walaupun telah didaftarkan
dan diakui di luar negeri.

V. Rekomendasi
Berdasarkan analisis perbandingan perlindungan hukum antara DTLST dengan
HKI lainnya, terdapat beberapa kekurangan-kekurangan yang ada pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit, khususnya mengenai hak
moral dan hak prioritas. Oleh karena itu, ketentuan mengenai hak moral seharusnya
diberikan lebih spesifik kepada pemegang hak DTLST dalam rangka melindungi
pemegang hak akibat perubahan keorisinalitasan produk oleh pihak-pihak yang tidak
berhak. Kemudian, seharusnya peraturan perundang-undangan a quo mengatur tentang
pemberian hak prioritas dalam rangka melindungi kepemilikan hak DTLST, khususnya
terhadap karya yang sudah terdaftar di luar negeri, tetapi belum terdaftar di Indonesia
untuk melindungi pemegang hak, serta menjaga keaslian DTLST yang berada di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai