Anda di halaman 1dari 263

MODUL 1

MATERI DASAR
KEBIJAKAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

I. DESKRIPSI SINGKAT

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif


dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan. Pada UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam
pasal 47, 59, dan 61 menyatakan tentang penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tradisional.

Saat ini pelayanan kesehatan tradisional semakin diminati masyarakat dan


menjadi salah satu pilihan dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Berbagai
jenis dan cara pengobatan tradisional telah berkembang dengan pesat, baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2014 tentang Pelayanan


Kesehatan Tradisional pasal 75 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan
tradisional dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya, serta tidak bertentangan
dengan norma agama. Terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
integrasi di fasilitas pelayanan kesehatan yang harus dibina dan diawasi oleh
Pemerintah, maka Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan berupa
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2017 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional mendukung upaya promotif,


preventif, kuratif, dan rehabilitatif di fasilitas pelayanan kesehatan, melalui
integrasi pelayanan kesehatan tradisional dengan pelayanan konvensional di
rumah sakit dan puskesmas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
di fasilitas pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun Puskesmas
memerlukan dukungan dari lintas program dan lintas sektor terkait.

48
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional di fasilitas pelayanan
kesehatan harus dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten. Salah satu bentuk
peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan
tradisional adalah melalui pelatihan terstruktur dan terakreditasi. Hal ini sebagai
upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan kepada
masyarakat.

Upaya peningkatan kompetensi bidang kesehatan tradisional yang sudah


dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan meliputi peningkatan kompetensi dalam
pelayanan akupunktur, akupresur, herbal, asuhan mandiri kesehatan tradisional.
Dalam rangka mendukung program prioritas nasional yaitu penurunan stunting
serta untuk mendukung pemantauan tumbuh kembang balita di bawah dua tahun
(Baduta), Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional melakukan upaya
peningkatan kapasitas bidan dalam melakukan pelayanan stimulasi pijat Baduta
di fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan tradisional di fasilitas


pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka perlu
dilakukan pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan tersebut
dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Pemerintah Pusat, Daerah, sampai
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan kebijakan program
pelayanan kesehatan tradisional.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
1. Kebijakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
2. Klasifikasi jenis pelayanan kesehatan tradisional
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi di fasyankes
(Rumah Sakit dan Puskesmas)
49
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 1: KEBIJAKAN PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL:
A. Kebijakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
1. Dasar hukum terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2017

B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai PP No.103


Tahun 2014:
1. Pelayanan kesehatan tradisional empiris
2. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
3. Pelayanan kesehatan tradisional integrasi

C. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi di


Fasyankes (RS dan Puskesmas)

1. Perencanaan pelayanan yankestrad terintegrasi di fasyankes (PKM &


RS)
2. Alur Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi di fasyankes (PKM &
RS)
3. Pedoman/Panduan dan Prosedur Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tradisional integrasi di fasyankes (PKM dan RS)
4. Pencatatan dan Pelaporan pelayanan kesehatan tradisional di fasyankes
(PKM dan RS)

IV. BAHAN BELAJAR


Modul dan bahan tayangan (slide power point).

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1 : Pengkondisian (5 menit)

50
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan pelajaran khusus
yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.
Langkah 2 : Membahas pokok bahasan 1 (25 Menit)
• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1.
Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Tradisional secara singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang regulasi terkait
kesehatan tradisional .
Langkah 3 : Membahas pokok bahasan 2 (25 Menit)
• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 2 tentang
Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional sesuai PP No.103 Tahun
2014.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 2 dan sub pokok bahasan tentang jenis pelayanan
kesehatan tradisional.
Langkah 4 : Membahas pokok bahasan 3 (25 menit)
• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 3 tentang
penyelenggaraan kesehatan tradisional integrasi di puskesmas dan rumah
sakit.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 3 dan sub pokok bahasan tentang penyelenggaraan
kesehatan tradisional integrasi di puskesmas dan rumah sakit.
Langkah 5 : membahas kesimpulan dan penutup (10 menit)
• Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik.

51
• Fasilitator memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Kebijakan penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Tradisional
1. Dasar hukum terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pada pasal 47 ditetapkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan. Penjelasan penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut diuraikan pada pasal 48, yaitu melalui kegiatan:
1) Pelayanan Kesehatan;
2) Pelayanan Kesehatan Tradisional;
3) Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit;
4) Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan;
5) Kesehatan Reproduksi;
6) Keluarga Berencana;
7) Kesehatan Sekolah;
8) Kesehatan Olahraga;
9) Pelayanan Kesehatan pada Bencana;
10) Pelayanan Darah;
11) Kesehatan Gigi dan Mulut;
12) Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan
Pendengaran;
13) Kesehatan Matra;
14) Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan;
15) Pengamanan Makanan dan Minuman;
16) Pengamanan Zat Adiktif; dan/Atau
17) Bedah Mayat.

52
Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa
pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman
dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Pasal 59-61 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional. Pada pasal 59
ayat (1) disebutkan bahwa berdasarkan cara pengobatannya,
pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan ramuan. Penjelasan lebih lanjut
mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional telah
diatur dengan Peraturan Pemerintah No.104 tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional.

Dalam mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional, pemerintah


memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat
dan keamanannya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama seperti yang tersebut pada pasal
59 (2) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pengawasan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional diatur oleh
pemerintah dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan
perlindungan masyarakat, hal ini dijelaskan pada pasal 61.

Pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan


teknologi diatur dalam Pasal 60 ayat (1) bahwa setiap orang yang
melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat

53
dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang
berwenang. Penggunaan alat dan teknologi tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.

Sumber daya manusia, alat dan teknologi hingga tempat


penyelenggara pelayanan kesehatan tradisional harus mendapatkan
izin dari lembaga yang berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut akan mendapatkan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Seperti yang tersebut pada pasal 191 bahwa setiap orang yang tanpa
izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi sehingga mengakibatkan kerugian
harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

b) UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


Pada pasal 11 menjelaskan tentang kualifikasi dan pengelompokan
tenaga kesehatan, yang salah satunya adalah tenaga kesehatan
tradisional. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
Tenaga Kesehatan tradisional terdiri atas tenaga kesehatan tradisional
ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan yang
berpendidikan minimal D3.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2014 tentang Pelayanan


Kesehatan Tradisional
Berdasarkan PP Nomor 103 tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional disebutkan jenis pelayanan kesehatan terbagi
atas pelayanan kesehatan tradisional empiris, pelayanan kesehatan
tradisional komplementer dan pelayanan kesehatan tradisional
integrasi.

54
Pada pasal 2 disebutkan bahwa tujuan pengaturan pelayanan
kesehatan tradisional yaitu:
1) Membangun sistem pelayanan kesehatan tradisional yang
bersinergi dengan pelayanan kesehatan konvensional
2) Membangun sistem Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer yang bersinergi dan dapat berintegrasi dengan
pelayanan kesehatan konvensional di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
3) Memberikan perlindungan kepada masyarakat
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tradisional
5) Memberikan kepastian hukum bagi pengguna dan pemberi
pelayanan kesehatan tradisional

d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Bidan
Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan No.28
Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bahwa
kewenangan bidan dalam melakukan pijat baduta adalah termasuk
kewenangan berdasarkan program pemerintah yang diperoleh bidan
setelah mendapatkan pelatihan.

2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi berdasarkan Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2017
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi adalah suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang mengombinasikan pelayanan kesehatan
konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer,
baik bersifat sebagai pelengkap maupun pengganti dalam keadaan
tertentu. Fasilitas Pelayanan Kesehatan penyelenggara Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi meliputi Rumah Sakit dan Puskesmas.

Pengaturan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi bertujuan untuk:

55
a) terselenggaranya pelayanan kesehatan tradisional komplementer
yang terintegrasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang aman,
bermutu, efektif dan sesuai dengan standar;
b) memberikan acuan bagi tenaga kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi;
c) mewujudkan manajemen yang terpadu dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
d) terlaksananya pembinaan dan pengawasan secara berjenjang oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi dilakukan secara bersama


oleh tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain yang
memiliki SIP untuk pengobatan/perawatan pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan standar profesi,
standar pelayanan kesehatan, dan standar prosedur operasional.

Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi harus dilakukan dengan tata


laksana:
a. pendekatan holistik dengan menelaah dimensi fisik, mental, spiritual,
sosial, dan budaya dari pasien.
b. mengutamakan hubungan dan komunikasi efektif antara tenaga
kesehatan dan pasien;
c. diberikan secara rasional;
d. diselenggarakan atas persetujuan pasien (informed consent);
e. mengutamakan pendekatan alamiah;
f. meningkatkan kemampuan penyembuhan sendiri;
g. pemberian terapi bersifat individual.

Pijat baduta merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan tradisional


yang sudah bisa di integrasikan ke dalam pelayanan kesehatan

56
konvensional. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi dalam pijat
baduta dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah dilatih pijat baduta.

B. Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional


Klasifikasi Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional dijelaskan pada pasal 7
ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2014, yang meliputi:

1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris


Merupakan penerapan pelayanan kesehatan tradisional yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara empiris. Pelayanan kesehatan empiris
dilakukan oleh Penyehat Tradisional (Hattra) dalam rangka upaya promotif
dan preventif. Hattra hanya boleh menerima klien sesuai dengan keilmuan
yang dimilikinya. Jika hattra yang bersangkutan berhalangan, praktik tidak
dapat digantikan oleh penyehat tradisional lainnya. Apabila penyehat
tradisional tidak mampu memberikan pelayanan karena tidak sesuai
dengan keilmuan dan keahlian yang dimilikinya, maka penyehat tradisional
tersebut wajib mengirim kliennya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penyehat tradisional wajib melaporkan secara berkala kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota melalui pusat kesehatan masyarakat setempat,
meliputi :
a. jumlah dan jenis kelamin klien;
b. jenis penyakit;
c. metode; dan
d. cara pelayanan

Berdasarkan Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan


Kesehatan Tradisional Empiris, penyehat tradisional dilarang
menggunakan alat kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran. Alat
dan teknologi tersebut tidak untuk melakukan intervensi tubuh yang
bersifat invasif.

57
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
Merupakan pelayanan kesehatan tradisional dengan menggunakan ilmu
biokultural dan ilmu biomedis yang manfaat dan keamanannya terbukti
secara ilmiah. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer diberikan
oleh tenaga kesehatan tradisional dalam rangka upaya promotif, preventif
kuratif, dan rehabilitatif, dan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan
tradisional (Griya Sehat).

Pemberian pelayanan kesehatan tradisional komplementer harus sesuai


dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional. Jika tenaga kesehatan tradisional berhalangan praktik dapat
digantikan dengan tenaga kesehatan tradisional lain yang memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sama dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria


tertentu dapat diintegrasikan pada fasilitas pelayanan kesehatan, meliputi:
a. mengikuti kaidah-kaidah ilmiah;
b. tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c. tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d. memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
e. meningkatkan kualitas hidup pasien/klien secara fisik, mental, dan
sosial;
f. dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional.

3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.


Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dimanfaatkan
berbagai upaya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan
tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah. Untuk
mencapai hasil pelayanan kesehatan yang optimal, salah satunya

58
dilakukan dengan cara mengintegrasikan pelayanan kesehatan tradisional
dan pelayanan kesehatan konvensional di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan tradisional integrasi dilakukan secara bersama oleh


tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan tradisional untuk
pengobatan/perawatan pasien/klien yang diselenggarakan di fasilitas
pelayanan kesehatan ( Rumah Sakit dan Puskesmas).

Tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain yang


memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi wajib memiliki SIP
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi pada Rumah Sakit dan


Puskesmas dilakukan sesuai dengan alur Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi yang merupakan bagian dari alur Pelayanan
Kesehatan Konvensional.

Pengawasan pelayanan Kesehatan tradisional integrasi dilaksanakan


terhadap tenaga kesehatan pemberi Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi. Sedangkan pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional integrasi dilaksanakan melalui advokasi, sosialisasi, dan
bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi dalam bentuk pemberian
bimbingan, supervisi, konsultasi, penyuluhan kesehatan, pendidikan, dan
pelatihan.

59
C. Tatalaksana Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi di Fasyankes (RS dan Puskesmas)

1. Penetapan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional


Integrasi di Fasyankes (PKM & RS).

Dalam mengoptimalkan perencanaan pelayanan yankestrad terintegrasi


di Fasyankes (PKM & RS), salah satunya upaya yang dilakukan dengan
cara mengintegrasikan pelayanan kesehatan tradisional dengan
pelayanan kesehatan konvensional di fasilitas pelayanan kesehatan, hal
ini sudah diatur dalam Permenkes No.37 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi.

Tata laksana penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional


Integrasi di fasyankes (RS dan Puskesmas) menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional komplementer yang memenuhi kriteria tertentu;
yaitu: terbukti secara ilmiah, dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan

60
pasien, dan memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien secara fisik, mental, dan sosial.
Tata laksana Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi harus dilakukan
dengan pendekatan holistik dengan menelaah dimensi fisik, mental,
spiritual, sosial, dan budaya dari pasien, mengutamakan hubungan dan
komunikasi efektif antara tenaga kesehatan dan pasien, diberikan secara
rasional, diselenggarakan atas persetujuan pasien (informed consent),
dan mengutamakan pendekatan alamiah.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional integrasi di Fasyankes


(PKM dan RS) disusun dengan tahapan sebagai berikut :
- Identifikasi pelayanan kesehatan tradisional yang dibutuhkan di
fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan Puskesmas) berdasarkan hasil
identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat pengguna fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut.
- Kebijakan yang ditetapkan baik oleh Pemerintah Pusat dan Daerah
terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional.

a. Penetapan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional


terintegrasi di rumah sakit.
Penetapan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi pada Rumah
Sakit dilakukan oleh kepala atau direktur Rumah Sakit berdasarkan
rekomendasi komite medik. Rekomendasi Komite Medik berisi:
1) hasil kredensial terhadap staf medis dan tenaga kesehatan
tradisional yang akan melakukan pelayanan kesehatan tradisional
integrasi;
2) jenis dan modalitas pelayanan kesehatan tradisional yang akan
diintegrasikan; dan
3) area klinis/indikasi Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi

Surat Keputusan Penetapan Pelayanan Kesehatan Tradisional


Integrasi oleh kepala atau direktur Rumah Sakit meliputi:

61
1) penetapan jenis dan modalitas pelayanan kesehatan tradisional
komplementer yang diintegrasikan;
2) penetapan standar prosedur operasional Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi;
3) penetapan unit Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi, yang
merupakan tempat Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi
yaitu dapat berupa unit tersendiri, instalasi rawat jalan, atau
berada di bawah instalasi pelayanan kesehatan lainnya. Unit ini
dipimpin dokter yang ditetapkan oleh kepala atau direktur Rumah
Sakit
4) pembentukan dan penetapan tim yang akan memberikan
pelayanan. Tim kesehatan tradisional integrasi bertugas
mengidentifikasi masalah, menentukan langkah terapi selanjutnya,
dan melakukan evaluasi terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional Integrasi yang diberikan kepada pasien. Tim bersifat
ad hoc dan dipimpin oleh dokter yang memahami pelayanan
kesehatan tradisional komplementer. Keanggotaan tim paling
sedikit terdiri atas:
(a) dokter yang memahami konsep pengobatan integratif sebagai
koordinator (case manager)
(b) tenaga kesehatan tradisional profesi (Bila tenaga kesehatan
tradisional profesi belum tersedia, dapat digantikan oleh dokter
yang memiliki kompetensi teknik terapi tradisional
komplementer)
(c) dokter yang memberikan terapi Pelayanan Kesehatan
Konvensional pada pasien sebagai Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP)
(d) penerbitan kewenangan klinik tenaga kesehatan yang
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi.

b. Penetapan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional


terintegrasi di puskesmas.

62
Penetapan pelayanan kesehatan tradisional integrasi pada
Puskesmas dilakukan oleh kepala Puskesmas, setelah mendapatkan
rekomendasi dari tim yang dibentuk oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota yang paling sedikit terdiri atas unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota, organisasi profesi terkait, dan praktisi bidang terkait.
Dinas kesehatan kabupaten/kota juga dapat melibatkan pakar bidang
kesehatan tradisional komplementer atau orang yang memiliki
pengetahuan di bidang kesehatan tradisional.

Penetapan kepala puskesmas harus dilaporkan kepada kepala dinas


kesehatan kabupaten/kota. Surat Keputusan Penetapan kepala
puskesmas paling sedikit memuat:
1) penetapan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi di Puskesmas;
2) jenis dan modalitas pelayanan kesehatan tradisional komplementer
yang akan diintegrasikan; dan
3) pembentukan dan penetapan tim yang akan memberikan
pelayanan. Tim kesehatan tradisional integrasi bersifat ad hoc dan
bertugas mengidentifikasi masalah, menentukan langkah terapi
selanjutnya, dan melakukan evaluasi terhadap Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi yang diberikan kepada pasien. Tim
dipimpin oleh dokter yang memahami pelayanan kesehatan
tradisional komplementer. Keanggotaan tim paling sedikit terdiri
atas:
(a) dokter yang memahami konsep pengobatan integratif sebagai
koordinator (case manager); dan
(b) tenaga kesehatan tradisional profesi. Bila tenaga kesehatan
tradisional profesi belum tersedia, keanggotaan tim kesehatan
tradisional integrasi dapat digantikan oleh tenaga kesehatan
tradisional vokasi.

2. Alur pelayanan kesehatan tradisional Integrasi di Fasyankes


(Puskesmas dan Rumah Sakit) .
63
Alur pelayanan harus tertuang dalam standar prosedur operasional yang
ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Alur pelayanan
harus mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat. Alur
pelayanan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang aman dan
bermutu.

a. Alur Pelayanan Kesehatan Tradisional terintegrasi di Puskesmas


Alur Pelayanan Kesehatan tradisional integrasi di Puskesmas
mengikuti alur pelayanan konvensional yang ditetapkan oleh kepala
Puskesmas.

Keterangan:
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi pada Puskesmas
dilaksanakan setelah pasien melakukan pendaftaran berdasarkan
alur Pelayanan Kesehatan Konvensional, dan mendapatkan
pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Pelayanan Kesehatan
Konvensional oleh Dokter pemberi pelayanan kesehatan. Dokter
pemberi pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan dan
diagnosis dapat memberikan informasi kepada pasien mengenai
pelayanan kesehatan tradisional komplementer sebagai
pelengkap pengobatan/ perawatan yang akan diberikan. Dalam
hal pasien memberikan persetujuan, pelayanan kesehatan

64
selanjutnya dilakukan oleh tim Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi. Bila pasien menolak, Dokter pemberi pelayanan
kesehatan harus melanjutkan pelayanan kesehatan dengan
Pelayanan Kesehatan Konvensional.

b. Alur Pelayanan Kesehatan Tradisional di Rumah Sakit


Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi pada Rumah Sakit
dilakukan sesuai dengan alur Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi yang merupakan bagian dari alur Pelayanan Kesehatan
Konvensional yang ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.

Keterangan:
Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi pada Rumah Sakit
dilaksanakan setelah pasien melakukan pendaftaran berdasarkan
alur Pelayanan Kesehatan Konvesional, dan mendapatkan
pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Pelayanan Kesehatan
Konvensional oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang melakukan
pemeriksaan dan diagnosis dapat memberikan informasi kepada

65
pasien mengenai pelayanan kesehatan tradisional komplementer
sebagai pelengkap pengobatan/ perawatan yang akan diberikan.
Dalam hal pasien memberikan persetujuan,
pengobatan/perawatan selanjutnya dilakukan oleh tim bersama
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). DPJP tetap
sebagai penanggung jawab pasien. Dalam hal pasien menolak,
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus melanjutkan
pengobatan/perawatan dengan Pelayanan Kesehatan
Konvensional.

3. Pedoman/Panduan dan Prosedur Penyelenggaraan pelayanan


Kesehatan Tradisional Integrasi di fasyankes (PKM &RS)

Pedoman/Panduan dan Prosedur Penyelenggaraan pelayanan


Kesehatan Tradisional Integrasi di fasyankes (PKM &RS) meliputi:
a. Pedoman/panduan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Tradisional di fasilitas pelayanan kesehatan
Pedoman/panduan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Tradisional di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah
Sakit) dapat berdiri sendiri atau terintegrasi dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan lainnya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tersebut.
b. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Tradisional di fasilitas pelayanan kesehatan
Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Tradisional di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas
dan Rumah Sakit) disusun oleh fasilitas pelayanan kesehatan (RS dan
Puskesmas), minimal terdiri dari :
1) Puskesmas
• SOP pijat baduta
• SOP pelayanan akupunktur
• SOP pelayanan akupresur
• SOP asuhan mandiri kesehatan tradisional
66
• SOP penyuluhan
• SOP konseling
• SOP pendataan Taman Obat Keluarga (TOGA)
• SOP pencatatan dan pelaporan
-
2) Rumah Sakit
• SOP pijat baduta
• SOP pelayanan akupunktur
• SOP pelayanan akupresur
• SOP penyuluhan
• SOP konseling
• SOP pencatatan dan pelaporan

4. Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kesehatan Tradisional di


fasyankes (PKM & RS)

Setiap tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan tradisional


integrasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melakukan pencatatan
dan pelaporan secara berkala kepada Dinas kesehatan Kabupaten/Kota.
Pelaporan terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan. Pencatatan
dan pelaporan dilakukan sesuai dengan sistem pelaporan yang berlaku di
masing-masing rumah sakit dan Puskesmas.

67
VII. REFERENSI :
1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. PP No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisioal
4. Permenkes No.61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris
5. Permenkes No.37 Tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Integrasi
6. Permenkes No.15 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer
7. Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit
8. Permenkes No.28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan

68
MODUL 1
MATERI INTI
KONSEP DASAR STIMULASI PIJAT BERBASIS BUKTI UNTUK
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BADUTA

I. Deskripsi Singkat
Pada konsep dasar 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), baduta memiliki
suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang. Baduta perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, salah satunya adalah
dengan pelayanan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional
yang diberikan pada baduta antara lain stimulasi pijat baduta.

Pijat merupakan salah satu pengobatan tradisional Indonesia yang telah


dilakukan turun temurun sebagai warisan leluhur, tradisi, dan budaya bangsa
Indonesia. Filosofi pijat pada jaman itu merupakan suatu teknik pemberian
energi pada tubuh dengan tujuan untuk memperlancar peredaran darah dan
menyeimbangkan kerja dari organ-organ tubuh.
Stimulasi pijat baduta merupakan sentuhan alamiah pada baduta berupa
tindakan mengusap, mengurut atau memijat sebagai salah satu bentuk
stimulasi multi modal, yang dilakukan dengan rangsangan visual,
pendengaran, taktil, dan kinestetik sebagai perwujudan rasa cinta kasih
orang tua terhadap bayi.

Pijatan pada baduta mempunyai pengaruh positif terhadap tumbuh kembang


baduta jika tindakan ini dilakukan secara teratur dan lebih baik dilakukan
oleh orang tua dari baduta. Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran
dapat memberikan jaminan kontak tubuh berkelanjutan pada baduta yang
dapat mempertahankan rasa nyaman.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan Umum Pembelajaran

69
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami konsep dasar
stimulasi pijat baduta

B. Tujuan Khusus Pembelajaran


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep pertumbuhan dan perkembangan baduta

2. Menjelaskan Gambaran Umum Pijat

3. Menjelaskan pijat Baduta

4. Menjelaskan manfaat stimulasi

III. Pokok Bahasan dan Sub Bahasan


A. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Baduta:
1. Pengertian 1000 Hari pertama (HPK)
2. Pentingnya 1000 HPK
B. Gambaran Umum Pijat
C. Pengertian Pijat Baduta
D. Pengaruh Stimulasi pijat baduta pada tumbuh kembang

IV. Bahan dan Metode Belajar


A. Bahan Belajar
1. Modul
2. Bahan tayangan (slide power point)
3. Film
4. Panduan penugasan kelompok
5. Komputer
6. LCD Projector
7. Sound System
8. Flip chart
9. Spidol (ATK)

B. Metode Belajar
70
1. Tugas baca modul
2. Curah pendapat
3. Ceramah tanya jawab (CTJ)
4. Penugasan Kelompok

V. Langkah Pembelajaran
Langkah 1 : Pengkondisian (5 menit)
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan pelajaran khusus
yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

Langkah 2 : Membahas pokok bahasan 1 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1. Konsep
konsep pertumbuhan dan perkembangan baduta
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang konsep
pertumbuhan dan perkembangan baduta

Langkah 3 : Membahas pokok bahasan 2 (25 menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 3 tentang
gambaran umum pijat
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang sub pokok bahasan 3 tentang Gambaran Umum Pijat

Langkah 4 : Membahas pokok bahasan 3 (15 menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi pokok bahasan 3 tentang
pengertian pijat baduta

71
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang sub pokok bahasan 3 tentang pijat baduta

Langkah 5 : Membahas pokok bahasan 4 (15 menit )


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi pokok bahasan 5 tentang
pengaruh stimulasi pijat baduta pada tumbuh kembang.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang sub pokok bahasan 5 stimulasi pijat baduta pada tumbuh kembang

Langkah 6 : membahas kesimpulan dan penutup (10 menit)


• Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik.
• Fasilitator memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Pokok Bahasan 1: Konsep Pertumbuhan dan perkembangan Baduta
1. Pengertian 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Semua program kesehatan dilaksanakan berdasarkan siklus hidup. Begitu
juga dengan pendekatan keluarga dalam penerapan pelayanan kesehatan
yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti
bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan
siklus hidup manusia (life cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir
menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia sekolah, remaja,
dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi dewasa tua ata usia
lanjut.
Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan
terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan
kesehatan harus pada keluarga. Pemberian pelayanan kesehatan pada
individu harus dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya.
Upaya mewujudkan Keluarga Sehat menjadi titik awal terwujudnya
masyarakat sehat.

72
Masa 1000 hari pertama terdiri atas 270 hari selama masa kehamilan dan
730 hari pada dua tahun pertama kehidupan. dimana dampak masa periode
ini sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang sehingga disebut sebagai
periode emas.

1000 Hari Pertama Kehidupan adalah masa sejak anak dalam kandungan
sampai seorang anak berusia dua tahun. Fase ini disebut sebagai Periode
Emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat.
Kurang gizi diperiode ini akan mengakibatkan kerusakan atau terhambatnya
pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki dimasa kehidupan selanjutnya.
Cukup gizi selama dalam kandungan akan membuat janin tumbuh dan lahir
sebagai bayi yang sehat kuat dan sempurna dalam tiap fase perkembangan
dan pertumbuhannya.

73
2. Pentingnya 1000 HPK
Masa 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) terdiri atas 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan
mempunyai dampak pada periode emas akan sangat berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak hingga dewasa.

74
Langkah awal supaya anak yang sehat dan cerdas adalah dengan
memenuhi asupan gizi seimbang dan memberikan stimulasi sesuai
dengan tahapan tumbuh kembang janin sejak masa kehamilan.

Setelah lahir, 2 tahun pertama merupakan masa yang sangat penting


dalam pertumbuhan dan perkembangan baduta, pada masa ini perlu
asupan gizi yang seimbang, pemberian imunisasi, kebersihan
lingkungan dan stimulasi yang sesuai tahap perkembangannya.
Stimulasi dilakukan sejak dini dan berulang-ulang supaya sinaps
(hubungan antara sel saraf otak) semakin kuat. Pada fase kehamilan,
perkembangan janin terjadi di setiap trimester kehamilannya,
diantaranya:
a) Trimester 1 (minggu 1-12), pembentukan organ-organ penting
(mata, jantung, ginjal, hati, saluran pencernaan, paru-paru, tulang,
tangan atau lengan, kaki, dan organ tubuh lainnya)
b) Trimester 2 (minggu 13-27), berat janin mulai bertambah, organ
mulai berfungsi
c) Trimester 3 (minggu 28-40), berat janin mulai bertambah dengan
pesat, organ mulai matang
i.

75
Setelah lahir juga tetap harus diperhatikan kebutuhan gizinya karena
sebagian organ masih terus berkembang hingga usia 2 tahun, misalnya
otak. Perkembangan fungsi melihat, mendengar, berbahasa, dan fungsi
kognitif juga mencapai puncaknya pada usia 0-2 tahun.

Asupan gizi yang seimbang, pemberian imunisasi, kebersihan


lingkungan dan stimulasi yang sesuai tahap perkembangannya di 1000
HPK menjadi sangat penting, sebab jika tidak dipenuhi, maka
dampaknya pada perkembangan anak akan bersifat permanen.
Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka
panjang.

Dengan meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil dan anak sejak


dalam kandungan akan didapatkan generasi penerus yang lebih
produktif sehingga dapat memajukan kualitas generasi muda. Sepuluh
pesan inti 1000 HPK yaitu:
a) Makan makanan beraneka ragam selama hamil
b) Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama
kehamilan.
c) Selama kehamilan dan menyusui minum tablet tambah darah
d) Melakukan Inisiasi menyusui dini (IMD)
e) Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
f) Timbang berat badan bayi secara rutin setiap bulan
g) Berikan imunisasi dasar wajib bagi bayi.
h) Lanjutkan pemberian ASI hingga 2 tahun
i) Berikan makan pendamping secara bertahap pada 6 bulan dan
tetap memberikan ASI
j) Memberikan stimulasi pijat untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bayi.

76
2. POKOK BAHASAN 2: GAMBARAN UMUM PIJAT
Di Indonesia pijat telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Pijat
merupakan salah satu pengobatan tradisional Indonesia yang telah
dilakukan turun temurun sebagai warisan leluhur, tradisi dan budaya
bangsa Indonesia.

Teknik pijat di Indonesia merupakan suatu teknik pemberian energi pada


tubuh dengan tujuan untuk memperlancar peredaran darah dan
menyeimbangkan kerja dari organ-organ tubuh. Pijat tradisional Indonesia,
umumnya menggunakan minyak kelapa yang ada kalanya diperkaya
dengan ramuan tradisional khas Indonesia.

Seiring dengan perkembangan pengobatan tradisional di dunia, World


Health Organization (WHO) merekomendasikan negara anggotanya untuk
mengangkat serta mengembangkan pengobatan tradisional masing-masing,
salah satunya dengan memanfaatkan kemampuan alamiah (back to
nature), di antaranya penggunaan metode pijat.

3. POKOK BAHASAN 3: PENGERTIAN PIJAT BADUTA


Pijat adalah teknik perawatan tubuh dengan cara mengusap, menekan,
meremas, menepuk dan menggetarkan menggunakan tangan, kaki tanpa
atau dengan alat bantu lain berujung tumpul pada permukaan tubuh yang
memberikan efek stimulasi, dan relaksasi, melancarkan peredaran darah,
memperlancar peredaran pembuluh limfe (getah bening), mengoptimalkan
dan menguatkan fungsi organ tubuh untuk memelihara kesehatan.

Stimulasi pijat meliputi rangsang taktil, kinestetik, pendengaran dan visual.


Memberikan rasa nyaman, aman, menunjukkan perhatian dan kasih sayang
melalui rangsang taktil. Merangsang penglihatan (visual), perkembangan
sosial dan kognitif bayi dengan cara: menatap mata bayi, mengajak
tersenyum, membalas senyuman. Merangsang pendengaran, perkembangan

77
berbahasa, sosial dan kognitif bayi dengan cara : mengajak berbicara,
menirukan ocehan bayi, memperdengarkan musik, dan lain – lain.
Merangsang perkembangan gerak kasar dan keseimbangan dengan melalui
rangsang kinestetik yaitu bayi mengangkat kepala, dada, miring dan
tengkurap.

Pijat baduta memberikan stimulus pada anak balita dibawah dua tahun
dengan keterampilan tehnik manual yang efektif, dapat mempengaruhi
system saraf, kekebalan tubuh dan hormon.
Stimulasi akan memberikan rasa nyaman, mengurangi atau mengalihkan
rasa nyeri, rasa cemas, dan stress serta dapat memperbaiki respon
kekebalan tubuh, mempengaruhi fungsi saluran cerna penyerapan makanan
menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan berat badan serta dapat
meningkatkan kadar hormon pertumbuhan untuk memacu optimalnya
pertumbuhan dan perkembangan sel otak.

4. POKOK BAHASAN 4: PENGARUH STIMULASI PIJAT BADUTA PADA


TUMBUH KEMBANG
Pada pijat bayi stimulasi yang terjadi meliputi stimulasi taktil, stimulasi
kinestetik, stimulasi pendengaran dan stimulasi visual. Stimulasi tersebut
memberikan kenyamanan dan relaksasi yang diinduksi oleh kontak fisik
antara ibu dan bayi. Sentuhan dan tekanan yang ringan melalui serabut
sensori yang bermielin tebal tipe Aβ dan serabut C. Serabut – serabut
tersebut melintasi korda spinal untuk menuju ganglion nodosa selanjutnya
menuju nukleus traktus solitaries. Dari nukleus traktus solitaries menuju ke
nukleus paraventrikuler dan nukleus supraoptikus di hipotalamus, yang
menghasilkan oksitosin. Oksitosin akan memberikan efek menstimulasi
proses pencernaan dan anabolik sehingga terjadi kenaikan berat badan,
pertumbuhan dan penyembuhan, peningkatan kadar hormon pertumbuhan
seperti insulin like growth factor (IGF-1) dan nerve growth factor (NGF).9

78
Oksitosin dilepaskan tidak hanya sebagai respon terhadap isapan selama
pemberian ASI dan sebagai respon terhadap persalinan, melainkan juga
dilepaskan oleh stimulasi berupa sentuhan, kehangatan, dan usapan. Kadar
oksitosin meningkat di plasma dan di cairan serebrospinal sebagai respon
terhadap stimulus tersebut.37

Relaksasi dan kenyamanan diinduksi oleh sentuhan dan tekanan yang


ringan. Serabut – serabut sensori yang berperan adalah serabut sensori
yang bermielin tebal tipe Aβ dan serabut C konduksi lambat. Aferen kulit
yang berasal dari sisi ventral melintasi korda spinal untuk mencapai area
sensori vagal melalui nucleus traktus solitaries melalui ganglion nodosa.
Kenyamanan dan relaksasi diinduksi oleh kontak fisik antara ibu dan bayi.
Serabut aferen vagal kutaneus yang menonjol pada nucleus traktus
solitarius akan diaktivasi sehingga stimulus sensoris akan mengakibatkan
efek relaksasi dan penurunan aktivitas simpatis. Hal ini menyebabkan
penurunan tekanan darah, peningkatan sirkulasi perifer dan aktivasi sistem
endokrin dari traktus gastrointestinal.36,38

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Guzetta dkk, pijat pada bayi preterm
memengaruhi maturasi visual dan maturasi otak yang dilihat dari
peningkatan aktivitas EEG. Faktor yang memengaruhi maturitas ini karena
adanya peningkatan kadar IGF-1. IGF-1 merupakan asam a mino yang
memacu faktor pertumbuhan yang juga memengaruhi pertumbuhan sistem
saraf. IGF-1 menstimulasi proliferasi dari neuron progenitor, memicu
diferensiasi oligodendrosit, meningkatkan jumlah neuron dan mielinisasi
otak. Perkembangan otak berlangsung secara bertahap. Sel-sel saraf bayi
berproliferasi sejak sebelum lahir kemudian mengalami perubahan berupa
migrasi ( sampai umur sekitar 6 bulan ), differensiasi ( menjadi berbagai
macam sel – sel neuron yang bercabang-cabang), sinaptogenesis (
membentuk hubungan antar sel sejak trimester III sampai umur 4 tahun)
dan mielinisasi ( umur 4-5 tahun). Pematangan fungsi otak tidak semata-

79
mata oleh proses biologis, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh kualitas
pengalaman interaksi dengan lingkungan pengasuhan.

Manfaat stimulasi pijat baduta pada ibu adalah sebagai berikut :


1) Mengembangkan komunikasi
2) Mengurangi stress dan tekanan
3) Meningkatkan rangsangan ASI
4) Memahami isyarat bayi
5) Meningkatkan percaya diri
6) Memahami kebutuhan si kecil

80
VII. REFERENSI
1. Agarwal, K.N. Gupta. Ashish. Pushkarna, Ravi. Bhargava, SK et al. Indian
journal of Medical Research. Dec 2000; 112. Health & Medical Collection
pg.212
2. Ganong,W.F(1999). Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Burgess, Carole. Complementary therapies: Guided imagery and infant
massage. Pediatric nursing: Jul 2001: 13,6. Health & Medical Collection:
pg 37
4. Heath Alam and Bainbridge Nicki (2007).Baby massage :Kekuatan
menenangkan dari sentuhan. Jakarta : Dian Jakarta.
5. Lorenz, Lydia; Moyse, Karen; Surguy, Helen.The benefits of baby
massage. Paediatric Nursing; Harrow on the Hill Vol. 17, Iss. 2, (Mar
2005): 15-8.
6. Khuzaiyah, Siti. Peningkatan Keterampilan Ibu dalam Melakukan Pijat Bayi
Melalui Kelas Pijat Bayi Oleh Certified Infant Massage Insstructure (CIMI).
2018. STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta: The 7th University
research Colloqium
7. Gustian, Agus. 2011, Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Liberty.
8. Gutama. 2004. Aspek Gizi dan Stimulasi Pendidikan Anak Dini Usia.
Dalam Prosiding Inovasi Pangan dan Gizi untuk Optimalisasi Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta, IDAI
9. PMK No. 66 Tahun 2014, tentang Pemantauan Pertumbuhan,
Perkembangan , dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak
10. Hurlock, E. B. 2005, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. (Ed. 5). Jakarta: Erlangga.
11. Marimbi, Hanum, 2010, Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi
Dasar Pada Balita, Yogyakarta: Nuha Medika

81
12. Moehji. S 2002, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta: Bharata
Kepmenkes No. 284/MENKES/SK/SK/III/2004 tentang Buku KIA

82
Lampiran 1

PANDUAN DISKUSI KELOMPOK

MATERI INTI 1

KONSEP DASAR STIMULASI PIJAT BERBASIS BUKTI UNTUK


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BADUTA

1. Penugasan Kelompok
Tujuan : peserta mampu memahami konsep dasar stimulasi pijat baduta
berbasis bukti
2. Proses :
A. Fasilitator menyampaikan kepada peserta tentang konsep dasar stimulasi
pijat baduta berbasis bukti (pada saat pemberian materi)
B. Fasilitator meminta kelas dibagi dalam 4 kelompok
C. Fasilitator meminta setiap kelompok mendiskusikan:
1) Kelompok satu memdiskusikan pentingnya kehidupan 1000 HPK ,
dampak bila 1000 HPK tidak terpunuhi dan berikan contohnya
2) Kelompok dua mendiskusikan hubungan stimulasi pijat dengan anatomi,
fisiologi pada tubuh baduta dan contohnya
3) Kelompok tiga mendiskusikan sejarah pijat di Indonesia dan manfaat pijat
dan contohnya
4) Kelompok empat mendiskusikan pengaruh stimulasi pijat baduta pada
tumbuh kembang baduta dan contohnya
3. Fasilitator meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan

83
MODUL 2

MATERI INTI
KONSELING-EDUKASI STIMULASI PIJAT BADUTA KEPADA ORANG TUA
UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK YANG OPTIMAL

I. Deskripsi Singkat
Komunikasi adalah suatu interaksi dimana terdapat dua orang atau lebih yang
sedang membangun atau melakukan pertukaran informasi, satu dengan yang
lain, yang pada akhirnya akan tiba dimana mereka saling memahami dan
mengerti. Salah satu bentuk komunikasi di antaranya adalah konseling.
Konseling adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli pada seseorang
dengan menggunakan metode psikologis dan sebagainya.

Komunikasi yang efektif pada pelaksanaan pijat Baduta sangat diperlukan


sebagai salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut. Oleh
karena itu, bidan sebagai fasilitator dalam stimulasi pijat baduta untuk tumbuh
kembang anak harus mampu menciptakan komunikasi yang efektif dalam
pelaksanaan konseling pijat baduta.

Peningkatan kapasitas bidan dalam stimulasi pijat baduta untuk tumbuh


kembang anak adalah pelatihan bagi bidan agar dapat melakukan stimulasi
melalui pijat baduta. Pada pelatihan ini, prinsipnya adalah meningkatkan
kemampuan bidan untuk memfasilitasi orang tua agar dapat melakukan
stimulasi pijat baduta. Dalam hal ini, fasilitator harus menerapkan teknik
fasilitasi dan bukan mengajari secara satu arah.

Sehubungan dengan hal tersebut, fasilitator harus memiliki pemahaman


tentang prinsip edukasi, peran, fungsi dan kemampuan fasilitator, penggunaan
alat bantu/media yang digunakan untuk edukasi kepada orang tua dalam
melakukan stimulasi tumbuh kembang yang optimal melalui pijat baduta.

84
II. Tujuan Pembelajaran
A. Tujuan Umum Pembelajaran
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan konseling dan
melakukan edukasi kepada orang tua dalam melakukan stimulasi pijat
baduta
B. Tujuan Khusus Pembelajaran
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
3. Menjelaskan konsep konseling-edukasi
4. Melakukan konseling-edukasi

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Menjelaskan konsep konseling-edukasi
1. Pengertian konseling-edukasi
2. Tujuan konseling-edukasi
3. Prinsip konseling-edukasi

B. Melakukan konseling konseling-edukasi


1. Teknik konseling- edukasi
2. Langkah-langkah konseling stimulasi pijat baduta kepada orang tua
untuk tumbuh kembang anak yang optimal

IV. Metode dan media/alat bantu.


A. Metode
1. Tugas baca modul
Tugas baca ini
2. Curah pendapat
3. Ceramah tanya jawab (CTJ)
a. Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan
domain pengetahuan yang lebih banyak mengandalkan pada
kekuatan pelatih dalam menggunakan bahasa verbal dan bahasa
tubuh, sedangkan peserta hanya pasif menerimanya dengan
mengandalkan indera penglihatan dan pendengaran. `

85
b. Kegunaan:
1) Menyajikan pengetahuan dan pandangan
2) Lebih banyak menyentuh domain Kognitif
3) Sebagai pelengkap pada metode pesertaan lain, yang
berfungsi sebagai penjelasan awal dan rangkuman akhir
4. Bermain peran
a. Cara pesertaan dengan sasaran utama terjadinya perubahan pada
domain afektif dengan mengandalkan aspek “emosi” pada diri
peserta melalui perangsangan hampir semua indera penerima.
Pengalaman belajar yang didapat dengan cara melakukan
kegiatan “memerankan/menjadi” figur/sosok orang lain dalam
situasi dan lingkungan tiruan
b. Kegunaan:
1) Melatih peserta untuk dapat merasakan/menghayati berbagai
masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkannya
2) Melatih kesadaran dan kepekaan sosial yang sangat
dibutuhkan dalam dunia kerja nyata, sehingga dapat
memunculkan sikap positif yang tentang fenomena sosial yang
memang ada di sekitarnya
5. Demonstrasi
1. Cara pembelajaran dengan sasaran utama terjadinya perubahan
pada domain psikomotor atau afektif dengan cara memperagakan
suatu proses kegiatan kepada peserta secara nyata dengan
menggunakan alat/benda sesungguhnya dalam situasi yang
sesungguhnya atau tiruan.
2. Kegunaan:
Jika dilanjutkan dengan praktikum akan dapat menstimulir domain
psikomotor dan afektif secara mendalam, tetapi jika tidak
dilanjutkan, hanya akan menstimulir sebatas domain pengetahuan
yang mendalam sedangkan domain afektif relatif dangkal.

86
B. Media dan Alat Bantu
1. Modul
2. Bahan tayangan (slide power point)
3. Panduan bermain peran
4. Laptop/PC
5. LCD Projector
6. Sound System
7. Flip chart
8. Boneka
9. Spidol (ATK)
10. Checklist konseling.
11. Skenario

V. Langkah Pembelajaran
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak Waktu : 4 JPL (T = 1,
P = 3, PL = 0) @ 45 menit. Untuk memudahkan proses pembelajaran,
dilakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1: Pengkondisian peserta (5 menit)


• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan pelajaran khusus
yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

Langkah 2 : Membahas pokok bahasan 1 (20 menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1. Konsep
konseling

87
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang konsep
konseling-edukasi,

Langkah 3 : Membahas pokok bahasan 2 (25 menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 2 Tata
laksana konseling-edukasi
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 2 dan sub pokok bahasan tentang Melakukan
konseling

Langkah 4: memfasilitasi simulasi konseling-edukasi pijat baduta (110 menit)


membahas kesimpulan dan penutup (10 menit)
• Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan
refleksi/umpan balik.
• Fasilitator memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. Uraian Materi


A. POKOK BAHASAN 1: KONSEP KONSELING-EDUKASI
1. Pengertian Konseling – Edukasi
Konseling merupakan suatu proses bantuan secara professional antara
konselor dan klien yang bertujuan membantu individu (klien) dalam
memecahkan masalahnya agar individu dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sesuai dengan potensi atau kemampuan yang ada
pada dirinya (Mulawarman,2017)

Dari pengertian diatas menunjukkan bahwa konseling merupakan


proses komunikasi untuk memberdayakan klien sehingga mampu
mengambil keputusan yang terbaik.

88
Dalam proses konseling komunikator harus memiliki kemampuan
mendengar secara aktif yang bermanfaat untuk dapat memahami
tentang komunikan, keadaan dan permasalahan yang dihadapinya.

Edukasi atau pendidikan secara umum adalah segala upaya yang


direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok,
atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003).

Konseling pijat baduta yaitu suatu proses pertemuan tatap muka


dengan menyampaikan informasi terkait pijat baduta yang tidak
memihak serta memberikan dukungan emosi, agar klien mampu
mengenali keadaan dan masalah yang dihadapinya sehingga dapat
membuat keputusan yang tepat dan mantap bagi dirinya sendiri
dengan kesadarannya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari siapapun.
Atas dasar tersebut, klien bisa bertindak sesuai dengan keputusan
yang telah dipilih secara mantap karena memahami alasan dan
tujuannya dalam melakukan pijat baduta.

2. Tujuan Konseling – edukasi


a. Tujuan konseling antara lain: terjadinya perubahan tingkah laku,
terwujudnya kesehatan mental yang positif , mampu melkukan
pemecahan masalah, terbangunannya pribadi yang efektif, dan
percaya diri mengambil keputusan (Shertzer dan Stone 1981).
Berdasarkan pengertian diatas maka konseling pijat baduta
bertujuan membantu merubah perilaku orang tua, membantu
pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan yang
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan baduta.

b. Tujuan Edukasi proses Edukasi harus dilakukan dengan sepenuh


hati dan kesungguhan, mengandung arti fasilitasi harus
direncanakan dan dipersiapkan secara sungguh-sungguh,

89
memiliki kejelasan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
penggunaan metode dan alat bantu pembelajaran yang
diperlukan untuk mencapai tujuan serta proses
pembelajaran yang berorientasi kepada kebutuhan

3. Prinsip konseling - edukasi


a. Prinsip konseling sebagai berikut:
- Membantu individu agar dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
- Bimbingan hendaknya berfocus pada klien.
- Bimbingan harus luwes
- Melayani individu tanpa membedakan
- Membuat individu menjadi mandiri
- Keputusan diambil oleh klien tanpa ada desakan atau
pemaksaan dari konselor

b. Prinsip Edukasi
Keterampilan edukasi menurut Mubarak tahun 2007 bahwa
terdapat beberapa prinsip pendidikan kesehatan adalah sebagai
berikut:
1) Belajar mengajar berfokus pada klien, pendidikan klien adalah
hubungan klien yang berfokus pada kebutuhan klien yang
spesifik.
2) Belajar mengajar bersifat menyeluruh, dalam memberikan
pendidikan kesehatan harus dipertimbangkan klien secara
kesehatan tidak hanya berfokus pada muatan spesifik saja.
3) Belajar mengajar negosiasi, pentingnya kesehatan dan klien
bersama-sama menentukan apa yang telah diketahui dan apa
yang penting untuk diketahui.
4) Belajar mengajar yang interaktif, adalah suatu proses yang
dinamis dan interaktif yang melibatkan partisipasi dari petugas
kesehatan dan klien.

90
5) Pertimbangan umur dalam pendidikan kesehatan, untuk
menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku
manusia melalui pengajaran sehingga perlu dipertimbangkan
umur klien dan hubungan dengan proses belajar mengajar.

B. POKOK BAHASAN 2. TATALAKSANA KONSELING-EDUKASI


Tatalaksana konseling edukasi pijat baduta merupakan pedoman atau
acuan yang digunakan dalam melaksanakan konseling pijat baduta.
a. Teknik konseling-edukasi
Komunikasi merupakan hal mendasar dan sangat diperlukan dalam
proses konseling. Pertama-tama harus terbentuk hubungan percaya
antara konselor dan klien. Untuk membina hubungan tersebut,
konselor harus melakukan komunikasi yang efektif dengan kliennya.
Teknik konseling meliputi:
1) Teknik mengajukan pertanyaan, yaitu cara dan gaya bertanya
yang digunakan dalam proses konseling
2) Teknik menjadi pendengar aktif, yaitu mendengar dengan
seksama (emphatic, listening, and not just hearing)
3) Teknik melakukan observasi
4) Teknik melakukan refleksi
5) Teknik membantu klien mengambil keputusan
6) Teknik menggunakan media KIE, serta
7) Teknik mengatasi situasi sulit dalam melakukan komunikasi
interpersonal dan konseling

b. Langkah-langkah konseling stimulasi pijat baduta kepada orang tua


untuk tumbuh kembang anak yang optimal

Langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan


konseling pijat baduta yang berkualitas adalah SATU TUJU.

91
SA = Salam (beri salam kepada klien → menciptakan hubungan),
sambut kedatangannya dan berikan perhatian
T = Tanyakan (tanya kepada klien untuk menjajaki pengetahuan,
perasaan, dan kebutuhan klien)
U = Uraikan (uraikan informasi yang relevan/terkait dengan masalah
klien
TU = Bantu (bantu klien untuk memahami masalah serta alternatif
pemecahan masalahnya)
J = Jelaskan (jelaskan lebih rinci konsekuensinya dan keuntungan
dari setiap alternatif pemecahan masalah)
U = Ulangi (ulangi hal – hal penting yang dibahas, serta lakukan
kesepakatan kunjungan ulang klien atau rujuk ke tempat
pelayanan lain bila diperlukan

VII. Referensi
1. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Stimulasi Pijat Anak Bawah
Dua Tahun (Baduta). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Jakarta
2. Kementerian Kesehatan RI. 2017. Kurikulum Training of Trainer (ToT)
Asuhan Mandiri Pemanfaatan Toga dan Akupresur Bagi Fasilitator
Puskesmas. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Jakarta
3. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Modul Pelatihan bagi Pelatih Fasilitator
Kelas Ibu (Kelas Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita). Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta
4. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Pelaksanaan
SDIDTK.Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
5. KB berimbang, kelas ibu, konseling ASI
6. Tumbuh Kembang Anak Bagian Kesehatan Anak FK Universitas Udayana,
dr Soetjiningsih, DSAK, EGC.
7. Arifin, H.M. 1997. Bimbingan konseling. Jakarta: Direkrorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.
8. Daradjat, Zakiyah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Cet.ke-4. Jakarta : Bulan
Bintang.
92
9. Febrini, Deni. 2011. Bimbingan Konseling. Teras: Yogyakarta.
10. Gunarsa, Ny Singgih D. 1976. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: Gunung
Mulia.
11. Kartono, Kartini. 1982. Peranan Keluarga Memandu Anak, Sari Psikologi
Terapan. Jakarta: Rajawali Press.
12. Thalib, M. 1997. Memahami Fitrah Orang tua. Bandung: Baitus Salam.

93
PANDUAN BIDAN
EDUKASI KEPADA ORANG TUA DALAM PRAKTIK STIMULASI PIJAT BADUTA
UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK YANG OPTIMAL

NO PERAN BIDAN KETERANGAN

Ya Tidak
dilakukan dilakukan
1. Bidan mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Menjelaskan tentang pijat baduta
3. Menjelaskan manfaat pijat baduta
Bagi baduta:
1) Mendapatkan perhatian langsung dari orang
tua.
2) Mempererat bonding dengan ibu /orang tua
3) Membantu relaksasi
4) Membuat tidur lebih lelap
5) Menurunkan hormon stress
6) Membantu pengaturan sistem pencernaan.
7) Meningkatkan daya tahan tubuh
8) Membantu mengatasi gangguan tidur
9) Membantu meredakan ketidaknyamanan
Bagi orang tua:
10) Memberikan perhatian spesial dan
mempererat ikatan/bonding
1) Meningkatkan produksi ASI (frekuensi anak
baduta menyusu lebih sering
2) Membantu orang tua mengetahui bahasa
isyarat (non-verbal anak baduta)
3) meningkatkan kepercayaan diri orang tua
4) rasa percaya diri dalam mengasuh baduta

94
5) Meningkatkan komunikasi antara orang tua
dan baduta
6) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam
membantu baduta untuk relaksasi.
7) Meredakan stres orang tua
8) Membuat suasana yang menyenangkan
4. Menjelaskan indikasi pijat baduta:
1) Baduta sehat
2) Baduta dengan riwayat premature
3) Baduta dengan riwayat lahir berat badan
rendah
5. Menjelaskan kontak indikasi pijat baduta:
1) Hindari memijat daerah kepala
2) Hindari pemakaian minyak di sekitar mata dan
selaput lendir
3) Hindari memijat saat baduta sakit
6. Mempersiapkan alat-alat untuk melakukan pijat
baduta:
- Ruang kamar hangat dan tidak berangin
- Matras
- Minyak
- Handuk
- Baju ganti
- Waslap
- Air hangat
7. Mempersiapkan diri (bidan):
1) Cuci tangan, pemijat cuci tangan dengan 5
langkah cuci tangan pakai sabun yang benar:
a) Basahi tangan seluruhya dengan air bersih
mengalir;
b) Gosok sabun ke telapak tangan, punggung
tangan dan sela jari-jari

95
c) Bersihkan bagian bawah kuku-kuku
d) Bilas tangan dengan air bersih mengair
e) Keringkan tangan dengan handuk/tissue
atau keringkan dengan udara/dianginkan
2) Kuku pendek
3) Posisi pemijat senyaman mungkin.
8. Mengajarkan teknik stimulasi pijat baduta pada
bagian:
1) wajah,
2) dada,
3) perut,
4) tangan,
5) kaki
6) punggung.
9. Melakukan evaluasi apakah ibu sudah jelas atau
ada yang akan ditanyakan

96
Lampiran 2

PANDUAN BERMAIN PERAN

MATERI INTI 2

KONSELING - EDUKASI STIMULASI PIJAT BADUTA KEPADA ORANG TUA


UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK YANG OPTIMAL

1. Penugasan Kelompok
Tujuan : peserta mampu melakukan konseling – edukasi pijat baduta.
2. Waktu: 110 menit
3. Skenario:
Tiap kelompok menggambarkan konseling-edukasi pijat baduta dengan
variasi kasus yang sering terjadi di pelayanan kesehatan.
Dalam simulasi terdapat peran bidan, orang tua baduta (ibu, suami atau
keluarga) dan observer.
4. Proses :
1) Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok
2) Masing-masing kelompok berbagi peran sesuai dengan kasus yang
didapatnya
3) Masing-masing kelompok bermain peran sesuai dengan hasil
diskusinya
4) Skenario kasus pada kelompok konseling :
a) Kelompok 1: baduta dengan hasil penimbangan di posyandu berat
badan tidak naik, dengan keluhan tidak mau makan .
b) Kelompok 2: di poli KIA puskesmas seorang ibu mengeluh
anaknya yang berusia 1 tahun rewel dan susah makan.
c) Kelompok 3: bidan saat kunjungan rumah, bertemu dengan ibu
yang mengeluh bayinya rewel dan mau membawa bayi ke dukun
pijat bayi.
d) Kelompok 4: seorang ibu yang baru melahirkan hari ke 2 di rumah
sakit mengeluh bayi menangis terus.
97
e) Kelompok 5: seorang ibu bersama suami datang ke puskesmas
untuk imunisasi bayinya, ibu ingin anaknya dilakukan pijat baduta
di puskesmas tetapi tidak diizinkan oleh suaminya.
f) Kelompok 6: seorang ibu hamil datang mengikuti kelas ibu hamil,
bertanya tentang pijat baduta
g) Waktu simulasi tiap kelompok 10 menit
h) Setiap kelompok memberikan pendapat, klarifikasi dan saran
perbaikan.
5) Fasilitator memberikan feedback kepada peserta yang memerankan
menjadi bidan.

Catatan: perhatikan kecukupan waktu simulasi tiap pasangan

98
MODUL 3
MATERI INTI
PELAYANAN PIJAT BADUTA UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK
DI FASYANKES

I. Deskripsi Singkat
Touch/Stimulasi adalah sentuhan alamiah pada bayi yang dapat berupa
tindakan mengusap, mengurut atau memijat. Pijat merupakan budaya turun
temurun yang sampai sekarang masih sering dilakukan, hanya saja tidak
dilakukan sendiri oleh orang tua tetapi oleh dukun pijat.

Pijatan pada bayi merupakan salah satu bentuk rangsangan/stimulasi yang


meliputi komunikasi verbal, rangsangan visual, pendengaran, taktil, dan
kinestetik sebagai perwujudan rasa cinta kasih orang tua terhadap bayi.
Pijatan berpengaruh positif terhadap tumbuh kembang bayi sehingga
stimulasi pijat seharusnya dilakukan oleh ibu ataupun ayah dari bayi.
Pijat sangat bermanfaat pada bayi antara lain membantu bayi untuk
relaksasi, membuat tidur lebih lelap dan lama, serta membantu mengatasi
gangguan tidur, meningkatkan ikatan/bonding dengan ibu /orang tua,
membantu pengaturan sistim pencernaan, sistim respirasi dan sirkulasi,
membantu meredakan ketidaknyamanan dan menurunkan produksi hormon
stress.

Selain bermanfaat pada bayi, pijat juga bermanfaat pada orang tua yakni
memberikan perhatian spesial, mempererat ikatan / bonding, membantu
orang tua mengetahui bahasa isyarat (non verbal) bayi, membuat rasa
percaya diri dalam mengasuh bayi, meningkatkan komunikasi orang tua dan
bayi, meningkatkan kemampuan orang tua membantu bayi untuk relaksasi,
meredakan stres orang tua dan membuat suasana yang menyenangkan.

Jika pijat ini dilakukan secara teratur, maka sentuhan ini dapat memberikan
banyak manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan baduta, hal ini bisa

99
dicapai secara optimal dengan penatalaksanaan stimulasi pijat yang baik.
Sebelum melakukan pijat perlu dipersiapkan tata laksana pijat meliputi waktu
untuk melakukan stimulasi pijat, persiapan diri pemijat, orang tua dan baduta,
sarana dan prasarana, serta teknik stimulasi pijat.

II. Tujuan Pembelajaran


1. Tujuan Umum Pembelajaran
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan Tatalaksana
Stimulasi Pijat Baduta untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal.
2. Tujuan Khusus Pembelajaran
a. Menjelaskan Konsep stimulasi pijat baduta
b. Menjelaskan Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan
perkembangan sensorineural pada tubuh baduta.
c. Melakukan stimulasi pijat baduta

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan


1. Menjelaskan Konsep stimulasi pijat baduta
a. Pengertian
b. Manfaat
c. Prinsip-prinsip
d. Waktu yang tepat
e. Hal yang perlu diperhatikan

2. Menjelaskan Anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan


perkembangan sensorineural pada tubuh baduta.
a. Taktil
b. Vestibular kinestetik
c. Pendengaran
d. Visual

3. Melakukan stimulasi pijat baduta


100
g. Persiapan pemijatan
h. Persiapan diri (fasilitator dan orang tua)
i. Teknik stimulasi pijat:
1) Stimulasi pijat wajah
2) Stimulasi pijat dada
3) Stimulasi pijat perut
4) Stimulasi pijat tangan
5) Stimulasi pijat kaki
6) Stimulasi pijat punggung
j. Tindakan setelah pemijatan
k. Indikasi stimulasi pijat
l. Kontra indikasi pijat

IV. Metode dan Media / alat bantu


A. Metode
• Tugas baca modul
• Curah pendapat
• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Praktik
B. Media dan Alat Bantu Modul
• Modul
• Bahan tayangan (slide power point)
• Komputer
• LCD Projector
• Sound System
• Flip chart
• Spidol (ATK)
• Matras dan alas
• Boneka
• Baby oil
• Checklist stimulasi pijat baduta
• Set pakaian bayi
• Film/video pijat baduta
101
• Alat:
- Manekin bayi
- sarana dan prasarana
- Matras pijat
- Alas kain
- Mainan
- Ruangan yang kondusif

V. Langkah Pembelajaran
Langkah 1 : Pengkodisian (5 menit)
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan pelajaran khusus
yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

Langkah 2 : Membahas pokok bahasan 1 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1.
Pengertian stimulasi pijat baduta, pentingnya “sentuhan” di masa “Emas”
dan manfaat stimulasi pijat secara singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang Pengertian
stimulasi pijat baduta, pentingnya “sentuhan” di masa “Emas” dan manfaat
stimulasi pijat .

Langkah 3: Membahas pokok bahasan 2 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 2. Prinsip-
prinsip stimulasi pijat baduta secara singkat.

102
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 2 dan sub pokok bahasan tentang Prinsip-prinsip
stimulasi pijat baduta secara singkat.

Langkah 4: Membahas pokok bahasan 3 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 3. waktu
yang tepat untuk melakukan stimulasi pijat baduta secara singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 3 dan sub pokok bahasan tentang waktu yang tepat
untuk melakukan stimulasi pijat baduta

Langkah 5 : Membahas pokok bahasan 4 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 4. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan stimulasi pijat baduta secara
singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 4 dan sub pokok bahasan tentang hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan stimulasi pijat baduta

Langkah 6 : Membahas pokok bahasan 5 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 5.
langkah-langkah stimulasi pijat baduta secara singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 5 dan sub pokok bahasan tentang langkah-langkah
stimulasi pijat baduta.

Langkah 7: Membahas pokok bahasan 6 (220 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 5.
melakukan stimulasi pijat baduta secara singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 6 dan sub pokok bahasan tentang Melakukan
stimulasi pijat baduta

103
Langkah 8 : membahas kesimpulan dan penutup (10 menit)
• Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan
refleksi/umpan balik.
• Fasilitator memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

VI. Uraian Materi


1. Konsep Stimulasi Pijat Baduta
a. Pengertian
Stimulasi pijat merupakan salah satu keterampilan teknik manual yang
efektif memengaruhi sistem saraf, kekebalan, dan hormon. Pijat yang
dilakukan dengan tujuan stimulasi akan memberikan rasa nyaman,
mengurangi atau mengalihkan rasa nyeri, rasa cemas dan stress serta
dapat memperbaiki respon kekebalan tubuh. Stimulasi juga
memengaruhi fungsi saluran cerna penyerapan makanan menjadi
lebih baik dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu peningkatan
kadar hormon pertumbuhan akan memacu optimalnya pertumbuhan
dan perkembangan otak.

b. Manfaat
1) Bagi baduta
a) Mendapatkan perhatian langsung dari orang tua, sekaligus
mendapatkan stimulasi multi sensor (raba, tekan,
pendengaran dan penglihatan)
b) Mempererat ikatan / bonding dengan ibu /orang tua
c) Membantu relaksasi
d) Membuat tidur lebih lelap
e) Menurunkan hormon stress
f) Membantu pengaturan sistem pencernaan yang
mempengaruhi peningkatan berat badan.
g) Meningkatkan daya tahan tubuh

104
h) Membantu mengatasi gangguan tidur
i) Membantu meredakan ketidaknyamanan (kolik, tumbuh gigi).

2) Bagi orang tua dan keluarga


a) Memberikan perhatian spesial dan mempererat
ikatan/bonding
b) Meningkatkan produksi ASI (frekuensi anak baduta menyusu
lebih sering
c) Membantu orang tua mengetahui bahasa isyarat (non-verbal
anak baduta)
d) meningkatkan kepercayaan diri orang tua
e) Rasa percaya diri dalam mengasuh baduta
f) Meningkatkan komunikasi antara orang tua dan baduta
g) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam membantu
baduta untuk relaksasi.
h) Meredakan stres orang tua
i) Membuat suasana yang menyenangkan

c. Prinsip-prinsip
1) Dilakukan pada baduta sehat oleh orang tuanya
2) Usia anak 0-24 bulan
3) Hindari memijat anak dengan paksa
4) Hindari memijat bayi setelah makan atau disusui.
5) Hindari membangunkan bayi hanya untuk dipijat.
6) Hindari memaksakan posisi saat dipijat
7) Selalu memperhatikan respon bayi saat pemijatan

d. Waktu yang tepat untuk melakukan stimulasi pijat baduta


Stimulasi pijat dilakukan sekitar 15 menit dengan pengulangan setiap
gerakan 5-10 kali. Stimulasi pijat diberikan secara rutin 3-5 kali dalam
seminggu. Pada bayi aterm (cukup bulan) maupun prematur (kurang
bulan) yang telah stabil, stimulasi pijat dapat dilakukan kapanpun saat

105
orang tua ingin memulai memijat. Pemijatan sebaiknya dilakukan
dengan teknik yang benar dan dalam suasana yang nyaman.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan stimulasi pijat


baduta
1) Melakukan kontak mata dengan bayi saat pemijatan
2) Mengajak bicara atau menyanyikan lagu sambil memutar musik
lembut agar lebih rileks.
3) Mulai dengan sentuhan ringan dan perlahan, tingkatkan tekanan
pijatan dengan menyesuaikan kenyamanan baduta.
4) Perhatikan isyarat bayi menangis, mengantuk dan kehausan.
5) Menggunakan minyak atau lotion pada kedua tangan pemijat
sebelum memijat.
6) Memandikan/seka bayi setelah pemijatan dengan air hangat.

2. Anatomi dan Fisiologi yang Berhubungan dengan Perkembangan


Sensorineural pada Tubuh Baduta
Pijat bayi merupakan salah satu stimulasi yang mudah dilakukan oleh
orang tua. Stimulasi pijat bayi meliputi stimulasi taktil, stimulasi kinestetik,
stimulasi visual dan stimulasi pendengaran.
a. Taktil
Stimulasi taktil dari indera peraba, reseptor Paccini menerima
rangsang tekanan, reseptor Meissner menerima rangsang sentuhan.

Gambar 1. Reseptor sensoris15


106
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik
tubuh memasuki medula spinalis melalui saraf-saraf spinal pada
radiks dorsalis. Sinyal sensoris akan dibawa melalui salah satu dari
dua jaras sensorik yaitu sistema kolumna dorsalis – lemniskus
medialis atau sistem anterolateral. Kedua sistem ini akan bertemu
pada tingkat talamus, yang akan merangsang nukleus paraventrikuler
dari hipotalamus yang menghasilkan oksitosin.

b. Stimulasi kinestetik
Stimulasi kinestetik adalah salah satu bagian dari sistem sensorik.
Sistem ini berfungsi untuk membantu keseimbangan dan koordinasi
dari gerakan. Pergerakan sendi merupakan bagian dari sistem
kinestetik. Kinestetik penting karena fungsinya untuk keseimbangan
gerak. Komponen kinestetik terdiri dari reseptor yang terdapat pada
sendi dan ligamen. Kita dapat mengetahui dan merasakan bagian
tubuh kita melalui reseptor pada kulit, sendi dan otot. Ada 2 tipe sel
saraf meliputi neuron eferen yang mengirimkan informasi dari otak ke
otot dan neuron aferen yang mengirimkan informasi dari otot ke otak.
17

107
Gambar 2. Jaras sensorik16

c. Stimulasi pendengaran
Stimulasi pendengaran sewaktu pijat bayi antara lain dengan
menirukan suara bayi, memperdengarkan musik. Serabut saraf yang
dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis korti yang
terletak dipusat koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan
akson ke dalam nervus koklearis kemudian ke dalam sistem saraf
pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas menuju ke lobus
temporalis yang merupakan pusat pendengaran.19 Lobus temporalis
merupakan bagian penting dari sistem limbik yang berfungsi untuk
mengatur emosi yaitu amigdala dan hipokampus. Hipokampus
berfungsi dalam mengubah ingatan jangka pendek menjadi ingatan
jangka panjang.20

108
Gambar 3. Sistem vestibulokoklear18

d. Rangsang visual
Rangsang visual sebaiknya obyek yang bergerak dan permukaan di
sekitarnya. Wajah manusia adalah obyek yang paling disukai untuk
menarik perhatian, bentuknya, gerakannya dan suaranya. Tatapan
wajah yang sangat dekat dan bersuara merupakan stimulasi visual,
auditori dan taktil secara bermakna. Sinyal saraf penglihatan
meninggalkan retina melalui nervus optikus. Serabut-serabut dari
setiap traktus optikus berjalan melalui radiasi optikus menuju korteks
penglihatan primer yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis. 21

Gambar 4. Jaras penglihatan22


109
3. Teknik Stimulasi Pijat Baduta
a. Persiapan Pemijatan
1) Sediakan handuk ,baju ganti, air Hangat, waslap dan sabun
2) Ruang kamar hangat dan tidak berangin
3) Menggunakan alas yang rata dan lembut
4) Persiapan pijat baduta (alat, perlengkapan, sarana dan prasarana,
waktu)
5) Persiapan lingkungan (suhu, pencahayaan, kelembaban, ventilasi)

b. Persiapan Diri (Fasilitator dan Orang Tua)


1) Melepas perhiasan, cincin, dan jam tangan
2) Cuci tangan, pemijat cuci tangan dengan 5 langkah cuci tangan
pakai sabun yang benar:
a) Basahi tangan seluruhnya dengan air bersih mengalir;
b) Gosok sabun ke telapak tangan, punggung tangan dan sela
jari-jari;
c) Bersihkan bagian bawah kuku-kuku
d) Bilas tangan dengan air bersih mengair;
e) Keringkan tangan dengan handuk/tissue atau keringkan
dengan udara/dianginkan
3) Kuku pendek saat pemijatan
4) Posisi pemijat senyaman mungkin.

c. Teknik Stimulasi Pijat


A. Stimulasi pijat wajah
1) Usapan muka
Mengusap dengan kasih sayang dimulai dari garis tengah
wajah ke arah telinga.

110
2) Stimulasi pijatan alis
Pijat daerah diatas alis dari tengah ke samping menggunakan
kedua jari.

3) Senyuman
• Pijat di atas mulut anak menggunakan ibu jari dari tengah
ke samping menyusuri tulang pipi seperti senyuman anak.

111
• Pijat di atas dagu mulai dari tengah ke samping menuju ke
arah pipi seolah membuat anak tersenyum

4) Stimulasi pijatan sudut mata (pangkal hidung)

112
Pijat mulai dari kedua sudut mata bagian dalam turun melewati
pangkal hidung, sampai tulang pipi, dengan gerakan memutar
perlahan menggunakan ibu jari atau jari telunjuk.

5) Stimulasi pijatan rahang


Akhiri stimulasi pijatanwajah dengan membuat lingkaran-
lingkaran kecil dibawah telinga, menyusri rahang kearah dagu
secara lembut menggunakan jari.

B. Stimulasi Pijat Dada


1) Stimulasi pijat kupu-kupu
• Letakkan kedua tangan di tengah di atas sampai di
bawah

113
• Gerakkan ke dua telapak tangan di atas sampai bawah
leher kemudian ke samping, ke bawah dan kembali ke
tengah tanpa mengangkat tangan, menyerupai sayap
kupu-kupu.

2) Stimulasi Pijat menyilang


• Letakkan ke dua telapak tangan dikedua sudut
tulang iga bawah.
Gambar 2a

• Pijat menyilang dengan telapak tangan dari pinggang ke


arah bahu dan sebaiknya, secara bergantian kanan dan
kiri.
Gambar 2b

114
C. Stimulasi Pijatan Perut
1) Mengayuh
• Letakkan telapak tangan kanan di perut bagian atas
(bawah tulang iga dan hati)
• Gerakkan telapak tangan kanan dan kiri secara
bergantian seperti mengayuh.

2) Bulan-Matahari
• Pijat dengan telapak tangan kanan, mulai dari perut
kanan, bawah keatas, menuju ke perut kiri atas,
menuju ke kiri bawah searah jarum jam membentuk
lingkaran kecil tidak penuh (gerakan bulan).

115
• Lanjutkan stimulasi pijatan dengan tangan kiri dengan
gerakan memutar, muali dari perut sebelah kanan bawah ke
atas mengikuti arah jarum jam, membentuk lingkaran penuh
(matahari).
• Lakukan gerkakan bulan matahari seara bergantian dan
tidak terputus, Gerakkan ini diulang beberapa kali.

2. Bulan-
2. Bulan- Matahari
Matahari

2. Bulan- Matahari

116
3) Stimulasi pijatan “ I LOVE YOU “
• I : Pijat dengan tiga ujung jari tangan, dari perut kiri atas ke
bawah seperti memntuk huruf I
• LOVE : Pijat dengan tiga ujung jari tangan, dari kanan ke
kiri atas perut, kemudian ke bawah membentuk huruf L
terbalik.
• YOU: Pijat dengan tigaujung bawah ke atas,kemudian ke
perut kiri atas menuju ke bawah, membentuk huruf U
terbalik.

3.

3. Stimulasi Pijatan
“I LOVE YOU”

3. Stimulasi Pijatan
“I LOVE YOU”

117
4) Stimulasi pijatan jari-jari berjalan (seperti bermain piano)
Tekan seluruh bangian dinding perut jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis, bergantianberjalan darisebelah kanan ke kiri
untuk mengeluarkan gelembung-gelembung udara.

5) Gerakkan relaksasi
Akhiri stimulasi pijatan perut dengan mengangkat dan
menekuk ke dua kaki hingga bagian perut, kemudian menekan
pelahan kea rah perut

118
D. Stimulasi Pijatan Tangan
1) Stimulasi pijatan memerah (seperti memerah susu)
• Pegang lengan anak, tangan kanan menggenggam
lengan atas, tangan kiri menggenggam lengan bawah.
• Buat gerakan seperti memerah, dengan menggerakkan
tangan kanan dan kiri ke bawah secara bergantian
dengan berulang-ulang.
• Lakukan gerakkan kebalikan dari yang di atas,
gerakkan dilakukan dari pergelangan tangan ke pengkal
lengan.

2) Stimulasi pijatan menggulung


Gunakan kedua telapak tangan untuk membuat gerakan
seperti menggulung mulai dari pangkal lengan menuju
pergelangan tangan.

119
3) Stimulasi pijatan memeras
Lakukan gerakan memutar dan memeras dengan lembut
dari pangkal lengan ke pergelangan tangan dengan kedua
lengan.

4) Stimulasi pijatan telapak dan punggung tangan.


• Pijat seluruh permukaan telapak tangan mulai dari
pergelangan tangan kejari-jari menggunakan ke dua
ibu jari

120
• Pijat seluruh permukaan punggung tangan mulai dari
pergelangan tangan ke arah jari-jari menggunakan ke
dua ibu jari.

5) Stimulasi pijatan memutar pada telapak dan punggung tangan.


• Pijat seluruh permukaan telapak tangan memulai dari
pergelangan tangan menuju pangkal jari dengan gerakkan
memutar menggunakan ibu jari.

121
• Pijat seluruh permukaan punggung tangan mulai dari
pergelangan tangan menuju pangkal jari dengan gerakan
memutar menggunakan ibu jari.

6) Stimulasi Pijatan pada jari


Pijat lembut setiap jari tangan satu persatu menuju arah ujung
jari dengan gerakan memutar, akhiri gerakan ini dengan tarikan
lembut pada tiap ujung jari.

122
7) Gerak relaksasi
i. Tangan disilangkan
- Pegang pergelangan tangan dan silangkan keduanya di
dada.
- Luruskan kembali kedua tangan ke samping ulang
gerakan ini bergantian berulang-ulang

ii. Diagonal tangan kaki


- Pertemukan ke dua kaki kanan dan ujung tangan kiri di
atas tubuh anak sehingga membentuk garis diagonal.
Tarik kembali kaki kanan dan tangan kiri ke posisi
semula.
- Pertemukan ujung kaki kiri dan ujung kaki kanan bayi di
atas tubuh bayi sehingga membentuk garis diagonal.
Tarik kembali kaki kanan dan kaki kiri ke posisi semula.
Lakukan gerakan dan berulang-ulang.

123
E. Stimulasi Pijat kaki
1) Stimulasi pijat memerah (seperti memerah susu sapi)
• Pegang tungkai dengan tangan kanan menggenggam
tungkai atas tangan kiri menggenggam tungkai bawah.
• Buat gerakkan seperti memerah, dengan menggerakkan
tangan kanan dan kiri ke bawah dari pangkal pada
paha ke tumit secara bergantian dan berulang-ulang.
• Gambar 1ab

124
2) Stimulasi pijat menggulung
Gunakan kedua telapak tangan untuk membuat gerakan
seperti menggulung mulai dari pangkal paha menuju
pergelangan kaki.

3) Stimulasi pijatan memeras


Lakukan gerakan memutar memeras dengan lembut dari
pangkal paha ke pergelangan kaki dengan kedua tangan.

125
4) Stimulasi pijatan telapak kaki dan punggung kaki
i. Pijat seluruh permukaan punggung kaki mulai dari tumit ke
arah jari-jari menggunakan ke dua ibu jari.

4a

ii. Pijat seluruh permukaan punggung kaki mulaidari tumit ke arah


jari-jari menggunakan ke dua ibu jari.

4b

126
5) Stimulasi pijatan pada jari
Pijat lembut setiap jari kaki satu persatu menuju ke arah ujung
jari dengan gerakkan memutar, akhiri ini dengan tarikan lembut
pada setiap ujung hari.

127
6) Gerakkan relaksasi
i. Menyilangkan kaki
- Pegang kedua pergelangan kaki. Silangkan ke aatas,
sehingga mata kaki kanan bagian luar bertemu mata
kaki kiri bagian dalam kemudian dorong ke atas
paha. Kembalikan posisi kaki pada posisi semula.
- Pegang kedua pergelangan kaki. Silangkan ke atas,
sehingga mata kaki kanan bagian dalam bertemu
mata kaki bagian luar kemudian dorong ke arah
paha. Kemudian posisi kaki pada posisi semula.
Gerakkan ini dilakukan bergantian dan berulang-
ulang.

6a

128
ii. Menekuk kaki bergantian.
- Pegang pergelangan kaki kanan dalam posisi kaki
lurus, tekuk perlahan ke arah perut kemudian
kembalikan ke posisi semula.
- Lakukan gerakkan yang sama pada kaki kiri, ulang
secara bergantian beberapa kali.

6b

F. Stimulasi Pijat Punggung


1) Stimulasi pijat maju mundur
- Tengkurap anak melintang di depan pemijat, dengan kepala
di sebelah kiri dan kaki di sebelah kanan pemijat
- Posisi telapak tangan tegak lurus terhadap tulang punggung
anak.
- Lakukan gerakan maju mundur, menggunakan telapak
tangan disepanjang punggung dari leher sampai bokong.

129
2) Stimulasi pijatan meluncur
- Posisi telapak tangan tegak lurus terhadap tulang punggung
bayi.
- Gerakkan telapak tangan lurus dari atas ke bawah, dari leher
sampai bokang.
- Gerakkan dapat dilakukan tangan kanan atau kiri.

3) Stimulasi pijatan mengayuh


- Letakkan telapak tangan kanan tegak lurus terhadap tulang
belakang. Gerakkan telapak tangan kanan ke bawah dengan
tekanan lembut sampai bokong.
- Ulang dengan telapak tangan kiri secara bergantian
beberapa kali

130
4) Stimulasi pijatan melingkar
- Buat gerakkan melingkar di sepanjang otot punggung mulai
dari bahu sampai bokong sebelah kiri dan kanan tulang
belakang, dengan menggunakan ibu jari atau tiga jari (jari
telunjuk, tengah dan jari manis)

5) Stimulasi pijatan menggaruk


Akhiri stimulasi pijatan punggung dengan membuat beberapa
kali belaian memanjang, dari leher menuju bokong, dengan
menggunakan ke lima ujung jari tangan kanan atau kiri.

131
G. Tindakan Setelah Pemijatan
Setelah selesai pemijatan, tunggu 5 menit baru bayi dimandikan
dengan air hangat. Jika pemijatan dilakukan pada malam hari cukup
diseka dengan air hangat.

H. Indikasi stimulasi pijat

1) Bayi sehat
2) Bayi cukup bulan

I. Kontraindikasi

1) Hindari memijat daerah kepala


2) Hindari pemakaian minyak di sekitar mata dan selaput lendir
3) Hindari memijat saat baduta sakit

132
VII. Referensi
1. Pedoman Stimulasi pijat anak bawah dua tahun. Kementerian Kesehatan
RI. 2016
2. Rusmil, Kusnandi. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
3. Institute, Budhi Farmasiners. Buku Modul CPHCT Amazing Mom and
Baby Spa. 2106.
4. Modul UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial.2013.

133
Lampiran 4

PANDUAN SIMULASI

MATERI INTI 3

PELAYANAN PIJAT BADUTA UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK


DI FASYANKES

1. Penugasan Kelompok
Tujuan : peserta mampu melakukan stimulasi pijat baduta
2. Waktu : 6 JPL x 45 menit = 270 menit
3. Fasilitator memperagakan cara melakukan stimulasi pijat baduta, peserta
memperhatikan (pada saat memberikan materi)
4. Fasilitator membagikan boneka, matras, minyak, alas matras, waslap
dan kom plastik (untuk memandikan boneka) pada setiap peserta.
5. Peserta mempraktikkan stimulasi pijat pada boneka, seperti yang
dilakukan oleh fasilitator.
6. Peserta menyampaikan pengalamannya setelah melakukan stimulasi pijat
baduta.
7. Fasilitator menampung pendapat peserta dan memberikan arahan.
8. Fasilitator merangkum tentang stimulasi pijat baduta.

134
PANDUAN BIDAN

PELAYANAN PIJAT BADUTA UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK

DI FASYANKES

NO PERAN BIDAN KETERANGAN

Ya Tidak
dilakukan dilakukan
1. Bidan mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
2. Menjelaskan tentang pijat baduta
3. Menjelaskan manfaat pijat baduta
Bagi baduta:
1) Mendapatkan perhatian langsung dari orang
tua.
2) Mempererat bonding dengan ibu /orang tua
3) Membantu relaksasi
4) Membuat tidur lebih lelap
5) Menurunkan hormon stress
6) Membantu pengaturan sistem pencernaan.
7) Meningkatkan daya tahan tubuh
8) Membantu mengatasi gangguan tidur
9) Membantu meredakan ketidaknyamanan
Bagi orang tua:
9) Memberikan perhatian spesial dan
mempererat ikatan/bonding
10) Meningkatkan produksi ASI (frekuensi anak
baduta menyusu lebih sering
11) Membantu orang tua mengetahui bahasa
isyarat (non-verbal anak baduta)
12) meningkatkan kepercayaan diri orang tua
13) rasa percaya diri dalam mengasuh baduta
135
14) Meningkatkan komunikasi antara orang tua
dan baduta
15) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam
membantu baduta untuk relaksasi.
16) Meredakan stres orang tua
17) Membuat suasana yang menyenangkan
4. Menjelaskan indikasi pijat baduta:
1) Baduta sehat
2) Baduta dengan riwayat premature
3) Baduta dengan riwayat lahir berat badan
rendah
5. Menjelaskan kontak indikasi pijat baduta:
1) Hindari memijat daerah kepala
2) Hindari pemakaian minyak di sekitar mata dan
selaput lendir
3) Hindari memijat saat baduta sakit
6. Mempersiapkan alat-alat untuk melakukan pijat
baduta:
1) Ruang kamar hangat dan tidak berangin
2) Matras
3) Minyak
4) Handuk
5) Baju ganti
6) Waslap
7) Air hangat
7. Mempersiapkan diri (bidan):
1) Cuci tangan, pemijat cuci tangan dengan 5
langkah cuci tangan pakai sabun yang benar:
iii. Basahi tangan seluruhnya dengan air
bersih mengalir;
iv. Gosok sabun ke telapak tangan, punggung
tangan dan sela jari-jari

136
v. Bersihkan bagian bawah kuku-kuku
vi. Bilas tangan dengan air bersih mengair
vii. Keringkan tangan dengan handuk/tissue
atau keringkan dengan udara/dianginkan
2) Kuku pendek
3) Posisi pemijat senyaman mungkin.
8. Mengajarkan teknik stimulasi pijat baduta pada
bagian:
1) wajah,
2) dada,
3) perut,
4) tangan,
5) kaki
6) punggung.
9. Melakukan evaluasi apakah ibu sudah jelas atau
ada yang akan ditanyakan

137
MODUL 4
MATERI INTI
TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN PIJAT BADUTA
DI FASYANKES

I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat. Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 37 tahun 2017 bahwa Pelayanan
Kesehatan Tradisional Integrasi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
mengkombinasikan pelayanan kesehatan konvesional dengan pelayanan
kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat sebagai pelengkap maupun
pengganti dalam keadaan tertentu. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional di Fasilitas Pelayanan Kesehatan saat ini masih berfokus di
Puskesmas dan Rumah Sakit.
Sebagai bentuk kolaborasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional
yang komprehensif maka dilakukan pelayanan stimulasi pijat baduta yang
merupakan salah satu bentuk pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
dan gangguan tumbuh kembang anak.
Sehubungan dengan hal tersebut, modul ini akan membahas tentang
mekanisme tatalaksana penyelenggaraan pelayanan stimulasi pijat baduta di
Puskesmas dan Rumah Sakit.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan tata laksana
penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di Fasyankes.

138
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari peserta mampu :
a. Melakukan Tatalaksana penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di
Fasyankes
b. Menjelaskan Pembinaan pijat baduta
c. Menjelaskan pengawasan pelayanan pijat baduta

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Mekanisme tatalaksana penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di
Fasyankes.
1. Penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di Puskesmas
2. Penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di rumah sakit
3. Alur pelayanan pijat baduta
4. Pencatatan dan pelaporan
B. Tatalaksana penyelenggaraan stimulasi pijat baduta di Fasyankes

IV. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Langkah 1 : Pengkondisian (5 menit)
• Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan pelajaran khusus
yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
• Fasilitator melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab.

Langkah 2 : Membahas pokok bahasan 1 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1.
Mekanisme stimulasi pijat baduta di fasyankes dan jaringannya secara
singkat.

139
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang Mekanisme
stimulasi pijat baduta di fasyankes dan jaringannya

Langkah 3 : Membahas pokok bahasan 2 (25 Menit)


• Fasilitator melanjutkan memberikan uraian materi, pokok bahasan 1.
Mekanisme stimulasi pijat baduta di fasyankes dan jaringannya secara
singkat.
• Fasilitator selanjutnya memberikan kesempatan pada peserta bertanya
tentang pokok bahasan 1 dan sub pokok bahasan tentang Mekanisme
stimulasi pijat baduta di fasyankes dan jaringannya
• Fasilitator melanjutkan uraian bermain peran (formulir bermain peran
terlampir)

Langkah 4 : membahas kesimpulan dan penutup (10 menit)


• Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik.
• Fasilitator memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.

V. BAHAN PEMBELAJARAN
1. Pokok Bahasan 1 : Mekanisme tatalaksana penyelenggaraan pelayanan
pijat baduta di Fasyankes (Puskesmas dan RS)

a. Penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di Puskesmas


Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di
wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat di Puskesmas mencakup perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, pencatatan, dan pelaporan yang dituangkan dalam suatu sistem.

140
Pijat baduta merupakan suatu kegiatan dari pelaksanaan pelayanan
kesehatan tradisional di Puskesmas yang terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan lainnya, di antaranya adalah pelayanan kesehatan keluarga,
pelayanan gizi, pelayanan promosi kesehatan (Promkes), dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas).

Mekanisme penyelenggaraan pelayanan pijat baduta dimulai dari :


1) Perencanaan
Perencanaan kegiatan stimulasi pijat baduta menjadi bagian dalam
perencanaan pelayanan kesehatan tradisional, dimulai dari tahap
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
(RPK).
Penyusunan perencanaan ini berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan
dan harapan masyarakat serta upaya pengembangan (inovasi) untuk
mendukung program prioritas nasional salah satunya adalah
penurunan stunting.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan stimulasi pijat baduta di Puskesmas dapat
dilakukan di dalam dan di luar gedung.
• Pelayanan di dalam gedung yang terintegrasi kegiatan stimulasi
pijat baduta : pelayanan KIA, PONED, pelayanan konseling
terpadu, dan pelayanan kelas ibu balita di Puskesmas.
• Pelayanan di luar gedung yang terintegrasi kegiatan stimulasi pijat
baduta
Pada pelayanan ini terdapat konsep pemberdayaan masyarakat
(individu dan keluarga) serta pemanfaatan Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) yaitu Posyandu pada saat kelas ibu balita.
Pada pelaksanaan kegiatan stimulasi pijat baduta perlu dilakukan
komunikasi dan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
terkait. Bentuk pelaksanaan komunikasi dan koordinasi tersebut
berupa lokakarya mini bulanan dan triwulanan sesuai dengan
Pedoman Manajemen Puskesmas.

141
3) Pemantauan dan pengawasan
Pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pijat baduta di
Puskesmas dilakukan secara rutin sebulan sekali dengan
menggunakan format yang telah ditetapkan.

b. Penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di Rumah Sakit


Rumah Sakit adalah institusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Stimulasi pijat baduta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
tradisional yang terintegrasi dengan pelayanan medik (kesehatan anak),
pelayanan keperawatan dan kebidanan (persalinan) maupun pelayanan
penunjang klinik di rumah sakit (pelayanan kesehatan tradisional).

c. Alur Pelayanan Pijat Baduta :


1) Di Puskesmas
Mekanisme integrasi tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut :

PASIEN DATANG

POLI KIA/ KELAS PEMIJATAN

• Assesment awal; ukur Suhu badan, respirasi, timbang


BB, ukur TB/PB
• Cek status imunisasi, vitamin A

BAYI SAKIT BAYI SEHAT

TERAPI PEMIJATAN ORANG


TUA

OBAT PETUGAS Nilai Perkembangan


KONVENSION anak mengunakan
AL KPSP/Buku KIA
142
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

Tindakan dapat diberikan oleh:

• Tenaga kesehatan dan orang tua yang mendapat pelatihan khusus


stimulasi pijat baduta

2) Rumah Sakit

PASIEN DATANG

PEMERIKSAAN & DIAGNOSA OLEH DOKTER

BAYI SAKIT BAYI SEHAT

TERAPI PEMIJATAN ORANG


TUA

OBAT PETUGAS
KONVENSION
AL

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

Tindakan dapat diberikan oleh:

• Tenaga kesehatan dan orang tua yang mendapat pelatihan


khusus stimulasi pijat baduta

d. Pencatatan dan pelaporan pelayanan stimulasi pijat baduta di Fasilitas


pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit)
143
Sistem pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan stimulasi pijat baduta di
Puskesmas dan Rumah Sakit mengikuti pola pencatatan dan pelaporan
yang berlaku di Puskesmas dan Rumah Sakit.
2. Pembinaan pijat baduta
a. Pengertian pembinaan pijat baduta
Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah
terhadap pelayanan kesehatan tradisiional (pijat Baduta) agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama.
b. Pelaksanaan pembinaan
1) Dalam melakukan pembinaan pelayanan kesehatan tradisiional
(pijat Baduta) terhadap masyarakat dapat dilimpahkan kepada
gubernur, dan /atau bupati/walikota.
2) Tim pelaksana pembinaan pelayanan kesehatan tradisiional (pijat
Baduta) dibentuk oleh masing-masing Dinas Provinsi Kesehatan
Kab/Kota.
3) Waktu pelaksanaan disesuiakan dengan jadwal kegiatan dari
masing-masing Dinas Kesehatan Provinsi / Kab/Kota.
c. Langkah-langkah kegiatan pembinaan pijat baduta
1) Membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan pelayanan
kesehatan tradisional (pijat baduta) di provinsi/ kabupaten/ kota/
puskesmas.
2) Membentuk Tim Pelatih tingkat provinsi/ kabupaten/ kota/
puskesmas.
3) Melakukan evaluasi pelaksanaan pelatihan pelayanan kesehatan
tradisiional (pijat Baduta) Tim Pelatih tingkat Provinsi
/Kabupaten/Kota/Puskesmas.
4) Melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan Tim Pelatih tingkat
Provinsi /Kabupaten/Kota/Puskesmas
5) Melakukan pembinaan kepada kader dan keluarga binaan
6) Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan
tradisiional (pijat Baduta)

144
Upaya pelayanan kesehatan tradisiional (pijat Baduta) adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok,
dan masyarakat.
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisiional
(pijat Baduta) dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif.

3. Pengawasan pelayanan pijat baduta


a. Pengertian pengawasan pijat baduta
1) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Pusat terhadap
pelayanan kesehatan tradisiional (pijat Baduta).
2) Pemerintah Pusat (Menteri) dapat melimpahkan fungsi pengawasan
kepada Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.

b. Pelaksanaan Pengawasan
1) Dalam melakukan pengawasan pelayanan kesehatan tradisiional (pijat
Baduta) terhadap masyarakat dapat dilimpahkan kepada gubernur,
dan /atau bupati/walikota.
2) Tim pelaksana pengawas pelayanan kesehatan tradisiional (pijat
Baduta) dibentuk oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota.
3) Waktu pelaksanaan pengawasan pelayanan kesehatan tradisiional
(pijat Baduta) dilaksanakanan minimal 1 tahun sekali.

c. Tahapan langkah-langkah kegiatan pengawasan pijat baduta


1) Membuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan pelayanan
kesehatan tradisiional (pijat Baduta) di provinsi/kabupaten
Kota/puskesmas
2) Membentuk Tim Pelatih tingkat provinsi /kabupaten/puskesmas.
3) Melakukan pengawasan pelayanan kesehatan tradisiional (pijat
baduta) Tim Pelatih tingkat Provinsi /Kabupaten/Kota/Puskesmas.
4) Melakukan pengawasan kepada kader dan keluarga binaan

145
5) Membuat pencatatan dan pelaporan

VI. REFERENSI

1. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 37 tahun 2017 tentang Pelayanan
kesehatan Tradisional Integrasi.
4. Permenkes No.75 tahun 2014 tentang Puskesmas
5. Permenkes No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Pedoman Stimulasi Pijat Anak Bawah Dua Tahun Kementerian Kesehatan RI
2016.
7. Rusmil, Kusnandi. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Kemenkes RI.

146
Lampiran 6

PANDUAN PENUGASAN SIMULASI

MATERI INTI 4

TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN PIJAT BADUTA


DI FASYANKES

1. Penugasan Kelompok
Tujuan : peserta mampu melakukan tata laksana penyelenggaraan pijat
baduta di Fasyankes.
2. Waktu 2 JPL x 45 menit = 90 menit
3. Fasilitator meminta kelas dibagi 5 kelompok
4. Fasilitator mengatur kelas seperti di ruang pelayanan di puskesmas ada meja
loket pendaftaran, ruang tunggu periksa dan ruang periksa baduta oleh
dokter dan ruang KIA oleh bidan tempat untuk melakukan pijat baduta.
5. Fasilitator menjelaskan setiap kelompok memerankan tatalaksana alur
pelayanan pijat baduta di puskesmas sesuai dengan peran yang telah
ditentukan
6. Fasilitator menjelaskan dalam kelompok ada yang berperan menjadi : baduta
(boneka) , orang tua, petugas loket pendaftaran dan bidan puskesmas serta
dokter puskesmas.
7. Fasilitator menjelaskan skenario:
- Orang tua membawa baduta ke fasilitas pelayanan kesehatan.
- Orang tua mendaftarkan baduta di loket pendaftaran, oleh petugas loket
diarahkan ke ruang dokter.
- Dokter memeriksa baduta, dan berdasarkan diagnosa dokter bahwa
baduta menderita gangguan kesehatan ringan dan disarankan untuk
dilakukan stimulasi pijat baduta memulihkan kesehatan/stamina baduta.
- Orang tua membawa badutanya ke ruang KIA. Di ruang KIA, ibu bidan
melakukan dan mengajarkan stimulasi pijat baduta.

147
8. Fasilitator meminta masing-masing kelompok mendiskusikan tatalaksana
pelayanan pijat baduta yang akan disimulasikan sesuai skenario dan dapat
dikembangkan sesuai kesepakatan kelompok.
9. Selama bermain peran fasilitator meminta kelompok yang lain mengamati
dan setelahnya memberi komentar.
10. Setiap kelompok memperagakan alur pelayanan selama 10 menit.
11. Selama bermain peran fasilitator meminta kelompok yang lain mengamati
dan setelahnya memberikan komentar selama 5 menit.
12. Fasilitator memberikan kesimpulan dengan waktu 10 menit

148
PANDUAN LATIHAN MEMBUAT PENCATATAN PELAPORAN
MATERI 4
TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN PIJAT BADUTA
DI FASYANKES
1. Penugasan Kelompok
Tujuan: peserta mampu melakukan pencatatan dan pelaporan
penyelenggaraan pelayanan pijat baduta di fasyankes.
2. Waktu 1 JPL x 45 menit = 45 menit
3. Fasilitator membagi kelas menjadi 3 kelompok
4. Skenario
1) Kelompok 1: menggambarkan situasi pelayanan di pustu (puskesmas
pembantu), ada yang berperan menjadi ibu membawa balitanya (boneka),
petugas pendaftaran, bidan dan dokter. Ibu ke puskesmas mendaftarkan
baduta yang menderita batuk pilek, petugas loket memberikan pelayanan
yang prima, dokter melakukan assessment terhadap baduta tersebut,
dokter menyarankan dilakukan pijat oleh bidan di ruang KIA. Bidan
melakukan pijat , membuat catatan layanan dan membuat rekapitulasi
setiap bulan.
2) Kelompok 2: menggambarkan situasi di posyandu, ada yang peran
menjadi bidan dan masyarakat. Bidan melakukan KIE pijat baduta dan
mengajarkan teknik pijat baduta ke masyarakat. Bidan membuat
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan melaporkan.
3) Kelompok 3: menggambarkan situasi kerja di kabupaten, ada yang
berperan menjadi bidan puskesmas, bidan kecamatan, bidan pengelola
program kesehatan tradisional. Bidan puskesmas dan bidan kecamatan
melaporkan layanan pijat baduta kepada pengelola program kesehatan
tradisional.
4) Waktu yang diberikan setiap kelompok 10 menit.
5. Fasilitator menyimpulkan alur pelayanan dan laporan mulai dari puskesmas
sampai ke kabupaten dan tingkat pusat dengan waktu 15 menit

149
MODUL 5
MATERI INTI
TEKNIK MELATIH

I. DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini membahas konsep, tugas dan kriteria serta keterampilan


mengajar bagi pelatih atau fasilitator berbekal teori belajar, teori motivasi
dan teori pembelajaran serta membuat analisis pembelajaran dan strategi
pembelajaran dalam bidang peningkatan kapasitas bidan dalam pelayanan
pijat baduta untuk tumbuh kembang anak di fasyankes. Dalam proses
melatih, diperlukan penguasaan dan kesiapan seorang pelatih atas

berbagai aspek yang berperan besar dalam pencapaian tujuan pelatihan.


Oleh karena itu, seorang pelatih diberikan kemampuan antara lain,
menyusun SAP (satuan acara pembelajaran), mendinamisasi dan
memotivasi peserta dalam pengelolaan kelas, membangun komunikasi
interaktif dengan dan antar peserta, memanfaatkan keragaman metode
pembelajaran, menggunakan media dan alat bantu pembelajaran.

Materi teknik melatih ini disusun untuk membekali fasilitator dalam melatih
bidan di fasyankes untuk melakukan pijat baduta untuk tumbuh kembang
anak. Pada akhir proses pembelajaran materi ini, akan diberikan
kesempatan kepada setiap peserta untuk mempraktikkan micro teaching
dalam rangka mengevaluasi pencapaian kemampuan menjadi seorang
pelatih/ fasilitator. Ruang lingkup materi yang akan dibahas pada sesi ini,
meliputi konsep dasar pembelajaran mikro (micro teaching), kompetensi
pelatih dalam teknik melatih pada kegiatan pelatihan, mempraktikkan teknik
melatih melalui pembelajaran mikro (micro teaching).

150
II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan
peningkatan kapasitas bidan dalam pelayanan pijat baduta untuk
tumbuh kembang anak di fasyankes.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa
2. Menyusun Satuan Acara Pembelajaran
3. Menggunakan metode pembelajaran yang efektif
4. Menggunakan media dan alat bantu pembelajaran
5. Melakukan teknik presentasi interaktif proses pembelajaran

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN

A. Model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD)


1. Perubahan paradigma pendidikan
2. Pengertian pedagogi dan andragogi
3. Prinsip-prinsip POD
4. Ruang lingkup, pendekatan, dan tujuan POD
5. Strategi pembelajaran orang dewasa

B. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)


1. Pengertian, manfaat, dan tujuan SAP
2. Langkah-langkah penyusunan SAP

C. Metode pembelajaran
1. Pengertian metode pembelajaran
2. Delapan ragam metode pembelajaran
3. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode
pembelajaran
4. P e n g g u n a a n Metode pembelajaran yang efektif
151
D. Media dan Alat bantu pembelajaran
1. Pengertian dan peran media dan alat bantu
2. Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran

E. Teknik presentasi interaktif


1. Pengertian dan tujuan presentasi interaktif
2. Penghantar sesi pembelajaran
3. Merangkum sesi pembelajaran
4. Teknik tanya jawab
5. Mengelola hubungan interaktif

IV. METODE PEMBELAJARAN

1. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)


2. Diskusi kelompok
3. Praktik Melatih / Micro teaching

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

1. Modul
2. Bahan tayang
3. Laptop/ komputer
4. LCD
5. Sound system
6. Flip chart, papan dan kertas flip chart
7. Whiteboard
8. Spidol (ATK)
9. Panduan diskusi kelompok
10. Lembar penilaian praktik melatih/ micro teaching
11. Alat, boneka, dan matras.
12. Penguji 2 orang setiap kelompok kecil micrco teaching
(Subtansi dan metodologi melatih)

152
VI. BAHAN BELAJAR
- Slide Power Point

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 12 jp @45 menit
untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran
1. Fasilitator menyapa peserta dan memperkenalkan diri
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan
tayang
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan
metode curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk
menjawab

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1 Model pendekatan


pembelajaran orang dewasa (POD)
Penyampaian sub pokok bahasan tentang perubahan paradigma
pendidikan, pengertian pedagogi dan andragogi, prinsip-prinsip POD,
ruang lingkup, pendekatan, dan tujuan POD dengan menggunakan
metode ceramah tanya jawab dan curah pendapat
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang perubahan paradigma pendidikan
dan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa (POD)
menggunakan bahan tayangan, dengan metode ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang pedagogi dan andragogi yaitu
cara pendekatan pembelajaran terhadap anak-anak dan orang
dewasa.
3. Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup pendekatan dan
tujuan pembelajaran orang dewasa (POD) menggunakan bahan
153
tayangan melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.

C. Sesi 3 Pembahasan Pokok Bahasan 2 :

Satuan acara pembelajaran (SAP) Penyampaian sub pokok bahasan


tentang pengertian, manfaat, dan tujuan SAP, langkah-langkah
penyusunan SAP dengan menggunakan metode ceramah tanya
jawab, diskusi kelompok dan latihan menyusun SAP secara individu
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian, manfaat, dan tujuan
satuan acara pembelajaran (SAP) menggunakan bahan tayangan
dengan metode ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang cara penyusunan SAP,
kemudian membimbing peserta untuk mempraktekkan cara
pembuatan SAP sesuai materi yang ada dalam kurikulum pijat baduta
(setiap peserta memberikan materi yang berbeda)

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Metode pembelajaran


Penyampaian sub pokok bahasan tentang pengertian metode
pembelajaran, penerapan ragam metode pembelajaran, keunggulan
dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran, metode
pembelajaran yang efektif. Dengan menggunakan metode ceramah
tanya jawab, curah pendapat, dan role play. Langkah-langkah Proses
Pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang arti dan manfaat dari metode
pembelajaran, menggunakan bahan tayangan dengan metode
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang delapan ragam metode
pembelajaran yang dapat menstimulir domain, kognitif, efektif, dan
psikomotor secara tepat, melalui ceramah, tanya jawab dan

154
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang keunggulan dan kelemahan masing-
masing metode pembelajaran, menggunakan bahan tayangan
melalui ceramah, tanya jawab, dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang metode pembelajaran yang efektif
serta cara memilih metode pembelajaran yang efektif menggunakan
bahan tayangan melalui ceramah, tanya jawab, simulasi, dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.

E. Sesi Pembahasan Pokok Bahasan 4


Pokok bahasan ini memberikan pembelajaran tentang media dan alat
bantu pembelajaran. Penyampaian sub pokok bahasan tentang
pengertian, peran media dan alat bantu, keunggulan dan kelemahan
masing-masing media dan alat bantu, kriteria pemilihan media dan
alat bantu pembelajaran. Metode yang digunakan ceramah tanya
jawab, curah pendapat, dan role play

Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:


1. Fasilitator menjelaskan tentang media dan alat bantu
menggunakan bahan tayangan dengan metode ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang kriteria pemilihan media dan alat
bantu yang efektif melalui ceramah, tanya jawab, simulasi, dan
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang jenis-jenis media dan alat
bantu
pembelajaran yang efektif beserta karakteristiknya menggunakan
bahan tayangan melalui ceramah, tanya jawab, simulasi dan
155
mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
proses pembelajaran.

F. Sesi 6 Pembahasan Pokok Bahasan 5 : Teknik presentasi interaktif


proses pembelajaran
Penyampaian sub pokok bahasan tentang pengertian dan tujuan
presentasi interaktif, penghantar sesi pembelajaran, merangkum sesi
pembelajaran, teknik tanya jawab, mengelola hubungan interaktif.
Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian dan tujuan presentasi
interaktif menggunakan bahan tayangan dengan metode ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang teknik menghantar sesi
pembelajaran, melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
3. Fasilitator menjelaskan tentang teknik merangkum sesi
pembelajaran, menggunakan bahan tayangan melalui ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
4. Fasilitator menjelaskan tentang teknik tanya jawab yang
efektif, menggunakan bahan tayangan melalui ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
5. Fasilitator menjelaskan tentang teknik mengelola hubungan
interaktif, menggunakan bahan tayangan melalui ceramah, tanya
jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.

G. Sesi 7 Kesimpulan dan Penutup


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut:

156
1. Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang
pembahasan materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk
melakukan refleksi/ umpan balik.
2. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif
seluruh peserta

H. Sesi 8 Micro teaching


Peserta dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari
maksimal 9 peserta. Setiap kelompok dinilai oleh 2 penguji subtansi dan
metodologi. Peserta diberi kesempatan untuk melakukan pengajaran
berpedoman pada SAP yang telah dibuat. Praktik teknik melatih dilakukan
selama 30 menit sebagai micro teaching yang terdiri dari 20 menit
penyajian dan 10 menit respon dilakukan / dilaksanakan dalam 3 kelas
yang terpisah. Setelah selesai micro teaching masing-masing peserta
diberikan feedback tentang kekuatan dan perbaikan oleh penguji.

URAIAN MATERI

a. P O K O K B A H A S A N 1 : MODEL PENDEKATAN
PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (POD)
1. Perubahan paradigma pendidikan
Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sadar untuk menghasilkan suatu perubahan menyangkut
pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun nilai-nilai. Belajar
untuk mengetahui (learning to know) dan melakukan (learning to do)
diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang produktif dan
kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to life
together) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang
mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan daya
mengemukakan pendapat/ide.

157
Perubahan paradigma tersebut melandasi perubahan strategi dalam
proses pelatihan. Peserta difasilitasi untuk terlibat dan berperan aktif
selama proses pembelajaran.

Pelatihan diharapkan ada proses aktif peserta dalam menggali


pengetahuan dan keterampilannya sendiri dari pengalaman, bahan
ajar, ataupun referensi lain. Pelatih berperan sebagai narasumber
fasilitator, dan motivator.

2. Pengertian pedagogi dan andragogi


Malcolm Knowles (1970) menguraikan perbedaan antara anak-anak
dan orang dewasa sebagai kerangka model pendekatan pendidikan.
Perbedaan antara kedua pendekatan ini bukan hanya sebatas obyek
pesertanya, tapi juga dalam hal seni bagaimana mendidik.
Pendidikan bagi anak yang dikenal dengan Pedagogi berasal dari
bahasa Yunani, paid (anak-anak) dan agogos (memimpin), dengan
demikian Pedagogi berarti memimpin anak-anak atau suatu ilmu dan
seni mengajar anak-anak. Dalam pedagogi murid atau peserta didik
sepenuhnya menjadi obyek, dalam hal ini: guru menggurui, murid
digurui, guru memilih apa yang akan dipelajari, murid tunduk pada
pilihan tersebut, guru mengevaluasi, murid dievaluasi dan sebagainya.

Andragogi atau pendidikan orang dewasa (POD) berasal dari bahasa


Yunani, andra (orang dewasa) dan agogos (memimpin), perdefinisi
andragogi adalah suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa
belajar. Peserta didik diperlukan sebagai orang dewasa yang
diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk merencanakan arah,
memilih bahan dan materi yang bermanfaat, memikirkan cara terbaik
untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu
mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah fasilitator dan
bukan menggurui. Secara lengkap mengenai bagaimana perbedaan
antara Pedagogi dan Andragogi sebagai berikut:

158
No Faktor Pembeda Pedagogi Andragogi
1. Tingkat kemandirian Dependen pada Independen
orang lain

2. Peran pengalaman Tak banyak berperan Sangat penting


Hidup dalam proses belajar sebagai acuan dan
sumber belajar

3. Kesiapan belajar Tergantung pada guru Tergantung pada


dan kurikulum kebutuhan riil

4. Orientasi belajar Pada materi belajar Pada skill yang


(masa depan) harus dikuasai
(masa kini)

5. Pemanfaatan hasil Kelak mungkin Harus segera


Belajar berguna/ tidak dapat
dimanfaatkan
dalam bekerja

6. Motivasi belajar Ditimbulkan faktor Timbul dari diri


Luar sendiri

7. Iklim belajar Kaku dan formal Santai tetapi saling


menghormati

8. Proses perencanaan Dilakukan oleh guru Dilakukan unit


program belajar diklat bersama user

9. Perumusan tujuan Selalu dilakukan oleh Dilakukan fasilitator


Belajar Guru bersama peserta

10. Analisis kebutuhan Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh


Belajar peserta

11. Sifat materi Teoritis disusun Teoritis praktis


Pelajaran secara linier disusun secara
fleksibel

12. Evaluasi belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh


fasilitator dan
peserta

3. Prinsip-prinsip POD

159
Definisi orang dewasa dalam andragogi adalah menyangkut definisi
dewasa secara sosial dan psikologi. Secara sosial seseorang menjadi
dewasa jika orang tersebut telah mulai melaksanakan peran-peran orang
dewasa seperti peran kerja, peran pasangan (suami-istri), peran orang
tua, peran sebagai warga negara dan lain-lain. Sementara sebagai
psikologis, seseorang menjadi dewasa jika orang tersebut telah memiliki
konsep diri yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya, yaitu
konsep mengatur untuk dirinya sendiri, seperti mengambil keputusan
sendiri.
Menurut Lindeman, konsep POD merupakan pembelajaran yang berpola
non-otoriter lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan
untuk menemukan pengertian pengalaman dan atau pencarian pemikiran
teknik POD adalah bagaimana membuat pembelajaran menjadi selaras
dengan kehidupan nyata.

Beberapa kunci sukses untuk mengajar orang dewasa menurut Lindeman,


yaitu:
a. Aktivitas POD hendaknya relevan dengan kebutuhan dan kepentingan
peserta belajar sehingga dapat memberikan kepuasan
b. Orientasi orang dewasa dalam belajar adalah terpusat
pada kehidupannya sehingga pengaturan pembelajaran hendaknya
relevan dengan situasi kehidupan
c. Pengalaman merupakan sumber belajar terpenting bagi proses
pembelajaran orang dewasa dengan demikian metode
pembelajarannya adalah “analisis pengalaman”.
d. Orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi
individu yang mampu mengatur dirinya sendiri dengan demikian
peranan pengajar lebih sebagai fasilitator.
e. Adanya perbedaan kepribadian di antara masing-masing individu
peserta belajar antara lain dikarenakan perbedaan usia, latar belakang
pekerjaan, latar belakang pendidikan, status sosial dan lain-lain, maka

160
hendaknya POD dapat menerima keputusan-keputusan yang
mengandung perbedaan tersebut.
Knowles mendapatkan beberapa asumsi model POD yang berbeda
dengan pedagogi, yaitu dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk mengetahui
Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus
mempelajari sesuatu, sehingga tugas utama fasilitator adalah
membantu peserta belajar menjadi sadar akan perlunya mengetahui
bahwa pembelajaran yang akan dijalaninya berguna untuk
meningkatkan kinerjanya atau kualitas hidupnya. Dengan konsep
mengetahui tersebut peserta belajar dapat menemukan kesenjangan
antara kemampuan yang dimiliki saat ini dengan kemampuan yang
seharusnya dimiliki.

b. Konsep diri peserta belajar (pembelajar)


Secara umum orang dewasa memiliki konsep diri bahwa dirinya
mempunyai tanggung jawab atas keputusan yang dibuat sendiri atas
kehidupannya, dengan ciri:
1) Mereka mengembangkan kebutuhan psikilogi yang mendalam
untuk diperhatikan orang lain
2) Mereka akan diperlakukan oleh orang lain sebagai individu
yang mampu bersikap mengatur diri sendiri
3) Mereka akan menolak dan menentang situasi ada orang lain
yang memaksakan kehendaknya

Konsep diri orang dewasa tersebut kadang-kadang tidak selamanya


konsisten, dengan demikian menjadi tugas faslitatorlah untuk
mengembalikan dan mengembangkan konsep diri pembelajar
sebagai orang dewasa yang sesungguhnya.

161
c. Peranan pengalaman peserta belajar

Orang dewasa memasuki kegiatan pembelajaran membawa


pengalaman-pengalaman yang berbeda setiap individunya, hal ini
memberikan implikasi bahwa mereka adalah heterogen. Untuk itu
penekanan dalam proses POD adalah strategi pembelajaran individu
yang lebih mengutamakan teknik menggali pengalaman para peserta,
antara lain dengan cara diskusi kasus dan simulasi.

d. Kesiapan belajar

Penentuan waktu belajar (kapan dan berapa lama) hendaknya


disesuaikan dengan tahap perkembangan orang dewasa dan yang lebih
penting adalah perlu ada rangsangan terjadinya kesiapan belajar melalui
pengenalan-pengenalan terhadap model POD.

e. Orientasi belajar

Orientasi belajar untuk orang dewasa adalah terpusat pada masalah


kehidupan/tugas yang dihadapi. Orang dewasa akan menjadi termotivasi
menggunakan energinya untuk mempelajari sesuatu asalkan mereka
merasa bahwa yang dipelajarinya dapat menolong dirinya dalam
melaksanakan tugas dan dalam menghadapi masalah yang mereka
temui/hadapi. Dengan demikian mereka akan mempelajari pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai baru, pada konteks situasi kehidupan
yang sebenarnya.

f. Motivasi

Motivasi orang dewasa untuk belajar disamping tanggap terhadap


beberapa dorongan eksternal namun dorongan yang lebih kuat adalah
dari internalnya (keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja,
kebanggaan diri, mutu hidup, dll). Semua orang dewasa normal akan
termotivasi untuk tetap tumbuh dan berkembang.

162
4. Ruang lingkup, pendekatan, dan tujuan POD

a. Pendekatan POD

Pendekatan POD lebih berpola non-otoriter atau lebih berpola persuasif,


bersifat informal, yang mengancam dalam proses pembelajarannya.
POD lebih menekankan untuk menemukan pengertian dan pencarian
pemikiran guna merumuskan perilaku yang standar, sehingga tehnik
pembelajarannya adalah bagaimana membuat pembelajaran selaras
dengan permasalahan kehidupan nyata.

b. Ruang lingkup POD

Ruang lingkup POD mencakup pencarian terbaru tentang makna


kehidupan, karena itu POD dimulai dari memberikan perhatian pada
masalah-masalah yang terjadi/ditemukan dalam kehidupannya.

c. Tujuan POD

Tujuan POD adalah untuk membantu peserta belajar sebagai orang


dewasa yang menjalankan peran sosialnya di masyarakat secara
bertanggung jawab yang selalu mengembangkan diri melalui belajar
sepanjang hayat, sehingga diperoleh rasa percaya diri, mempunyai
kemampuan mandiri guna berperan aktif dalam proses pembangunan.
Dengan demikian tujuan POD adalah:
1) Membangkitkan semangat percaya diri dan optimisme.
2) Memberikan kemampuan dan keterampilan untuk berbuat sesuatu.
3) Memberikan kemampuan untuk dapat menerima atau menolak
sesuatu atas dasar standar peraturan atau nilai-nilai atau etika
masyarakat yang dianutnya.

5. Strategi pembelajaran orang dewasa


Menurut Atwi Suparman secara garis besar strategi pembelajaran
mengandung komponen-komponen :
a. Urutan kegiatan pembelajaran yaitu urutan kegiatan pengajar dalam
menyampaikan materi pembelajaran.
163
Secara garis besar urutan kegiatan POD setiap materi pembelajaran
mencakup tiga komponen, yaitu:
1) Pendahuluan, berisi informasi-informasi yang bertujuan untuk
menyiapkan mental atau memotivasi peserta sebelum membahas
substansi.
2) Penyajian informasi, yaitu pemberian informasi atau pengalaman baru
yang merupakan inti dari pembelajaran, secara garis besar terdiri dari
3 langkah, yaitu
• uraian (pemberian konsep baru, masalah dll);
• Contoh (informasi pengalaman pengajar atau peserta atau
lainnya); dan
• Latihan/unjuk kerja untuk menimbulkan partisipasi peserta.
3) Penutup, yaitu pengakhiran dalam pembelajaran dengan
cara memberikan umpan balik dan pengambilan kesimpulan atau
tindak lanjut.
b. Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi
pembelajaran.
Secara garis besar metode-metode pembelajaran yang digunakan pada
POD adalah sebagai berikut ceramah tanya jawab, demonstrasi/
praktikum, diskusi kasus, stimulasi, permainan, seminar, dll.
c. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam memilih media sebaiknya media pembelajaran yang mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1) Dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan atau tidak nampak
oleh mata (misalnya kuman, dll).
2) Dapat menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh di luar
jangkauan ke hadapan peserta.
3) Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit berlangsung cepat,
menjadi lebih sederhana dan sistematis.
4) Menyajikan peristiwa atau benda yang berbahaya melalui film atau
foto sehingga dapat dipelajari oleh peserta.

164
5) Meningkatkan daya tarik materi pelajaran dan perhatian peserta
belajar.
6) Meningkatkan sistematika pengajaran (menggunakan transparan,
grafik, kaset video, infocus dll).
e. Waktu pembelajaran, yaitu waktu yang digunakan pengajar dan peserta
belajar dalam menyelesaikan proses pembelajaran.
f. Waktu pembelajaran orang dewasa yang tidak lama merupakan salah
satu ciri POD. Dengan demikian alokasi waktu untuk masing-masing
mata pelajaran didasarkan pada tujuan pembelajaran tiap-tiap materi.
Manfaatnya adalah bagi para pengajar akan memudahkan untuk
menyusun urutan kegiatan ataupun dalam memilih media pembelajaran.

B. P O K O K B A H A S A N 2 : SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)


1. Pengertian, manfaat dan tujuan SAP
a. Pengertian SAP
SAP atau Satuan Acara Pembelajaran, ada pula yang menyebutnya
dengan Satpel atau Satuan Pelajaran atau Kurikulum Mikro. SAP
merupakan pedoman/panduan yang memberi arah kepada fasilitator
dalam menyajikan materi pembelajaran kepada para peserta dalam kurun
waktu tertentu dengan metode dan alat bantu yg sesuai guna mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Ada berbagai pengertian tentang SAP tersebut, antara lain:
1) SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses
transfer suatu mata ajaran atau materi latihan untuk bidang
kemampuan tertentu yang akan dipaparkan atau dilatihkan kepada
peserta dalam kegiatan pembelajaran.
2) SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata
diklat yang dibuat oleh pelatih. Dengan tersedianya SAP, pelatih akan
memperoleh arah dalam memaparkan materi diklatnya.
3) SAP adalah proses merancang kegiatan pembelajaran dengan
langkah-langkah yang tertata, tepat dan logis guna mencapai tujuan
pembelajaran.

165
b. Manfaat SAP
Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan oleh setiap fasilitator antara lain:
1) Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang
akan berlangsung dan metode-metode untuk mencapai tujuan materi
tersebut.
c. Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses
kegiatan pembelajaran.

2. Langkah-Langkah Penyusunan SAP

a. Sistematika SAP
Komponen-komponen suatu SAP adalah sebagai berikut :
1) Nama Diklat : adalah nama Pelatihan yang akan
difasilitasi setelah TOT.
2) Mata Diklat (Materi) : Diisi Pokok/ Sub Pokok Bahasan
3) Waktu : Dalam Menit atau JPL
4) Deskripsi Singkat : Deskripsi singkat berisi gambaran materi
yang akan disampaikan dan pengalaman
belajar /metode belajar yang digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran
5) Tujuan Materi (TPU dan TPK) : Diambil dari GBPP (Kurikulum)
6) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan: Diambil dari GBPP
7) Kegiatan Pembelajaran : Pembukaan, penyampaian Pokok
Bahasan dan penutup. Termasuk kegiatan
fasilitator dan peserta Diklat selama proses
pembelajaran dan penyampaian pokok
bahasan dan sub pokok bahasan
8) Metode : Cara pembelajaran yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan

166
9) Media dan Alat Bantu : bahan tayang, modul, petunjuk penugasan
dan skenario yang membantu proses
pemahaman dan mempercepat pencapaian
tujuan belajar. Sedangkan alat bantu
merupakan alat dan instrumen yang akan
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan
dan metode pembelajaran.
10) Evaluasi : rencana evaluasi untuk mengukur
pencapaian tujuan pembelajaran /
kompetensi
11) Rujukan : Buku yang digunakan sebagai referensi/
Kepustakaan

b. Teknik penyusunan SAP


Berikut akan diuraikan tentang cara penulisan setiap komponen dalam
SAP, terutama pada komponen-komponen:
1) Tujuan Pembelajaran : umum maupun khusus
a) Tujuan Pembelajaran Umum
Menggambarkan kompetensi atau kemampuan/kecakapan
umum/ keterampilan tertentu yang diharapkan dapat dikuasai
oleh peserta setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran
satu mata diklat/materi.
Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara
lain sebagai berikut:
(1) Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan
tertentu (TPU merupakan gabungan dari beberapa
kompetensi khusus)
(2) Terdiri dari kata kerja operasional (= hasilnya dapat
diukur dan diamati) yang diikuti kata benda (obyek =
keterangan dari perilaku yang akan dicapai), sehingga
rumusan TPU menjadi rasional.

167
(3) Rumusan TPU dapat diambil dari kurikulum, sesuai
dengan tujuan umum dalam garis besar program
pembelajaran (GBPP)
b) Tujuan Pembelajaran Khusus
Merupakan penjabaran lebih lanjut dari TPU yang harus
dicapai atau dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan
suatu kegiatan pembelajaran.
(1) Rumusan TPK memerlukan kriteria bahwa
kompetensi yang harus dicapai harus berorientasi
pada peserta dan dapat diukur.
(2) Rumusan TPK harus mengandung komponen A,B,C
dan D, yang berarti:^Audience (peserta) harus dapat
mengerjakan atau berpenampilan seperti yang
dinyatakan dalam TPK, Behaviour (perilaku) peserta
setelah selesai kegiatan pembelajaran, Condition
(persyaratan) yang harus dipenuhi pada saat paserta
menampilkan perilaku setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Degree (tingkat keberhasilan) peserta
setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Contoh TPK:
Peserta (Audience) dapat melaksanakan asuhan keperawatan
eklampsia (Behaviour) pada pasien eklampsia (Condition) sesuai
dengan standar pelayanan (Degree).
TPK ini terdapat pada rumusan tujuan intrusional khusus yang
merupakan indicator keberhasilan belajar dari setiap mata diklat
yang ada dalam kurikulum.
2) Metode pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat


tergantung dari tujuan/ kompetensi yang ingin dicapai dan sasaran
atau peserta latih, karena pembelajaran yang bertujuan untuk
mencapai pemahaman dan kemampuan melakukan sesuatu tentu
membutuhkan metode pembelajaran yang berbeda. Begitu juga
168
jika tujuan pembelajaran sama tetapi karakter peserta berbeda
membutuhkan metode yang berbeda pula.

Dalam setiap pelatihan perlu digunakan metode yang bervariasi hal


ini bertujuan untuk memenuhi variasi kebutuhan peserta sesuai
dengan gaya belajar, ada yang lebih cepat menangkap, melalui
visual, audio atau kinestetik. Selain hal tersebut beberapa kondisi
yang perlu diperatikan dalam memilih metode yang bervariasi
antara lain mempertimbangkan jumlah waktu yang tersedia, alat
yang tersedia, lokasi pembelajaran, dan kemampuan fasilitator.

3) Alat bantu pembelajaran

Alat bantu dan media pembelajaran sangat dibutuhkan untuk


membantu proses penyerapan informasi, dan mempercepat
pemahaman, sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif dan
efesien. Pemilihan alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, jika tujuan pembelajaran
adalah pemahaman maka alat bantunya: papan tulis/white board
beserta kelengkapannya /LCD sedangkan tujuan pembelajaran
praktik membutuhkan alat bantu dan fasilitas yang sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan misalnya boneka, matras, minyak pijat,
handuk, pakaian dan alat mandi bayi.

4) Kegiatan Pembelajaran

Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta


yang diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan
yang harus dilakukannya (behaviour). Setiap langkah kegiatan
pembelajaran harus ditulis secara berurutan (sequencing)
mulai dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan Pokok dan Sub
Pokok Bahasan yang tertera dalam GBPP.

169
Kegiatan pembelajaran terdiri dari 3 tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan ( opening session)


Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tahap membuka
sesi ini :
• Mengucapkan salam
• Memberi semangat dan memotivasi peserta
• Menyampaikan tujuan pembelajaran
• Melakukan bina suasana, bisa dengan energizer, tepuk
tangan, dll
• Melakukan apersepsi untuk mengajak peserta masuk
dalam materi yang akan disampaikan.
• Alokasi waktu tahap persiapan sebagai pembuka ini sekitar
5-10% dari total waktu.
2. Tahap penyajian
Tahap ini merupakan tahap penyampaian materi, mulai dari
menyampaikan konsep yang abstrak yang dikonkritkan dengan
penalaran, berupa contoh dan dilanjutkan dengan pendalaman
materi melalui penugasan. Maka pada tahap penyajian ini
dirumuskan dengan 3 E (explanation, example, exercise).

Selain 3 E, ada konsep siklus pembelajaran yang dibagi


menjadi 4 keluaran, yaitu;
• Learning: pemaparan
• Deepthning: contoh dan penugasan
• Applying : praktik di Lab atau di lapangan
• Measuring : evaluasi pembelajaran
• Alokasi tahap penyajian sekitar 80-90% dari total waktu.
3. Tahap Penutup ( closing session)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses pembelajaran.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
• Melakukan umpan balik ( evaluasi) pembelajaran untuk
mengukur pemahaman atau keterampilan yang diperoleh
170
peserta sesuai materi yang telah dipelajari mengacu pada
pencapaian tujuan pembelajaran khusus sebagai indicator
keberhasilan belajar.
• Membuat rangkuman dari materi yang sudah dipelajari
untuk memberikan pengulangan dan penegasan terhadap
hal hal penting yang harus diingat peserta.

5) Evaluasi

Untuk menilai hasil pembelajaran, dilakukan evaluasi formatif


(menilai sejauh mana materi pembelajaran dipahami oleh peserta
setelah materi selesai).

Ditetapkan bentuknya, apakah lisan atau tulisan. Kemudian


ditetapkan jenisnya, apakah pilihan/ multiole choice atau essay
sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus.

Setelah ditetapkan bentuk dan jenis evaluasinya, dibuat soal


sebagai butir butir evaluasi, dibuat sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Misalnya jika dalam tujuan khusus sebagai indikator
keberhasilan belajar diharapkan „ peserta mampu menjelaskan
manfaat pijat baduta“ maka butir soalnya:

Jelaskan apa manfaat dari pijat baduta ?

C. POKOK BAHASAN 3 : METODE PEMBELAJARAN


1. Pengertian
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan dalam proses
memberikan materi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai lebih
efektif.

171
Untuk tujuan pemahaman menggunakan metode ceramah, diskusi
sedangkan bila tujuan untuk psikomotor menggunakan metode simulasi,
praktik atau role play.
Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan metode
pembelajaran adalah cara atau alat untuk menciptakan hubungan antara
peserta dan pengajar dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan
pembelajaran (Modul TOT, LAN RI.). Berkaitan dengan hal tersebut maka
dalam bab selanjutnya akan dibahas tentang jenis/ragam metode
pembelajaran secara terinci dan sistematis.
b. Manfaat metode pembelajaran
manfaat metode pembelajaran secara tepat sebagai berikut:
Membantu mempercepat proses pembelajaran
4. Menghilangkan dinding pemisah antara pelatih dan peserta diklat.
5. Menggali dan memanfaatkan potensi peserta diklat
6. Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta.
7. Mempermudah dalam menyerap Informasi.
8. Menimbulkan perasaan “FUN” bagi akan berdampak terhadap motivasi
mengikuti diklat meningkat.
.

172
Latihan
Latihan dipandu oleh Pelatih dengan mengacu
pada hal-hal sebagai berikut :
1. Pelatih memperagakan cara memijat baduta
2. Peserta memperhatikan.
3. Peserta diminta untuk mengerjakan seperti yang
dicontohkan Pelatih.
4. Cek hasil peserta Diklat, berapa jumlah yang jadi dan
mana yang tidak.
5. Pelatih secara pelan memperagakan dengan diikuti
peserta diklat secara pelan-pelan, peserta diklat boleh
menanyakan.
6. Tanyakan pada peserta diklat berapa yang jadi dan
berapa yang tidak.
7. Pelatih secara perlahan membacakan langkah demi
langkah cara memijat baduta.
8. Pelatih membagi peserta diklat kedalam 3 (tiga)
kelompok dengan anggota maksimal 9 (sembilan)
orang dan memberikan penugasan kepada kelompok
untuk mendiskusikan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengapa dalam peragaan pertama banyak yang
tidak sistematis ?
b. Mengapa dalam peragaan terakhir seluruh peserta
bisa sistematis? Jelaskan jawaban saudara.
9. Akhiri sesi ini dengan memberikan kesimpulan
terhadap hasil diskusi kelompok diatas.

173
Rangkuman

Metode adalah cara/teknik untuk mencapai suatu tujuan


tertentu.

metode pembelajaran adalah cara/teknik yang


dipergunakan oleh Pelatih/fasililtator dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan instruksional yang
diharapkan

Kesimpulan :

Manfaat metode pembelajaran dalam proses


pembelajaran adalah
1. Membantu pelatih dalam proses pembelajaran dalam
tujuan mencapai tujuan pembelajaran umum dan
tujuan pembelajaran khusus;
2. Menghilangkan dinding pemisah antara pelatih dan
peserta;
3. Menggali dan memanfaatkan potensi peserta Diklat;
4. Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta;
5. Mempermudah peserta dalam menyerap informasi;
6. Menimbulkan perasaan “FUN” bagi pes berdampak
terhadap motivasi mengikuti diklat meningkat.

174
2. Delapan Ragam Metode Pembelajaran

a. Pendahuluan

Confusius, 1400 tahun yang silam mengungkapkan teori sebagai


berikut:

“Apa yang saya dengar , saya lupa

Apa yang saya lihat, saya ingat

Apa yang saya kerjakan saya paham”

Selanjutnya Mel Silberman dalam 1001, Strategies To Teach Any Sub


konsep ini sebagai berikut :

“Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang


saya lihat, saya ingat sedikit.

Apa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya


mulai mengerti.

Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan


saya kerjakan, saya

dapatkan pengetahuan dan ketrampilan.

Mengacu pada dua konsep diatas menunjukkan bahwa kemampuan


panca indera manusia dalam menyerap informasi mempengaruhi proses
pemahaman terhadap isi pembelajaran. Cara yang digunakan melalui
penglihatan, pendengaran, dan gerak melakukan langsung mempengaruhi
bentuk perubahan yang terjadi setelah proses pembelajaran. Maka dalam
proses pembelajaran diperlukan metode pembelajaran yang variatif agar
seluruh peserta diklat dapat mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena
itu dalam bab ini akan dibahas delapan ragam metode yang sering
digunakan.

175
b. Ragam Metode Pembelajaran

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka berikut ini disajikan beberapa
jenis metode pembelajaran yang dapat menghantarkan peserta diklat
belajar secara aktif sebagai berikut :

1) Metode kuliah (lecture)


2) Metode demonstrasi
3) Kelompok studi kecil (buzz group)
4) Metode diskusi
5) Metode brainstorming (urun pendapat)

6) Metode studi kasus


7) Metode role play (bermain peran)
8) Metode simulasi

Keunggulan dan Kelemahan Masing-Masing Metode Pembelajaran


a. Metode Kuliah (Lecture)
Metode kuliah sering juga disebut dengan metode
ceramah, hal inidisebabkan pelatih yang aktif melakukan
ceramah sedangkan peserta diklat hanya sebagai pendengar
saja. Metode ini memang kurang mengacu pada konsep
belajar aktif, namun demikian dalam modul iniperlu dibahas
karena dalam setiap penggunaan metode yang lain perlu
dikombinasikan dengan metode ceramah, meskipun hanya
ceramah singkat.
Metode kuliah atau lebih akrab disebut dengan metode
ceramah adalah metode pelatihan yang memberikan informasi
pada sejumlah pendengarpada suatu kesempatan. Metode ini
lebih menitik beratkan pada kemampuan individual untuk
mengolah informasi yang diberikan.
1) Kegunaan
(a) Untuk menyajikan pengetahuan, pengalaman dan pandangan
(b) Untuk pendengar terbatas atau sebaliknya
176
(c) Supaya pendengar berpartisipasi, kuliah perlu diikuti
dengan tanya jawab
2) Keuntungan
(a) Mencakup banyak pendengar
(b) Bila disiapkan dapat mendorong diskusi dalam kelompok
(c) Tidak banyak memerlukan peralatan
(d) Membicarakan yang baik dapat membangkitkan perhatian
orang banyak
(e) Penyaji bisa tepat waktu
3) Kelemahan
(a) Tidak mendorong seseorang untuk mengingat semua materi
(b) Penilaian terbatas pada kemampuan pendengar
(c) Partisipasi pendengar terbatas
(d) Tidak ada keseimbangan berpikir antar pembicara dan
pendengar (baca peserta diklat),misalnya perbedaan waktu
mengakibatkan pendengar melamun.
4) Dalam menggunakan metode kuliahdiupayakan
(a) Pendekatan yang positif (manfaatkan informasi yang
diberikan)
(b) Memusatkan perhatian pada topik yang dibicarakan
(c) Mencatat hal-hal yang penting
(d) Membiasakan diri mendengarkan secara efektif
(e) Jangan memberi tanggapan pada kata-kata pembicara
yang emosional
(f) Jangan mengevaluasi sebelum mengerti pada hal-hal
yang disajikan
5) Tahapan Pelaksanaan dan Peranan Pelatih
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penggunaan
metode ini adalah sebagai berikut :
(a) Tahap persiapan :
Pelatih mempersiapkan Satuan Acara Pembelajaran
(SAP), transparency (selayang pandang) sesuai dengan

177
materi yang diberikan atau dengan menggunakan alat bantu
yang lain sepertiflip chart, tabel, gambar, peta dan lain
sebagainya.
6) Tahapan pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut
(a) Cek semua media yang diperlukan
(b) Jelaskan modul materi yang akan dibahas dan kaitannya
dengan tugas pokok dan fungsi bagi peserta serta
manfaatnya bagi peserta diklat
(c) Jelaskan tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus
(d) Jelaskan pokok bahasan dan sub pokok bahasan
(e) Adakah pre test untuk mengetahui kemampuan awal
peserta (kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan tanya jawab)
(f) Mulailah dengan ceramah perpokok bahasan dan sub pokok
bahasan
(g) Adakah tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman
peserta diklat
(h) Akhiri sesi ini dengan mengkaitkan dengan materi berikutnya
dan
(i) apakah relevansinya dengan pokok sajian yang baru saja
dibahas
Mengacu pada tahapan-tahapan pelaksanaan ceramah diatas maka
peranan pelatih sebagai perancang dan pelaksana proses
pembelajaran serta memotifasi peserta Diklat agar mau berpartisipasi
aktif dalam proses pembelajaran. Di dalam pelaksanaannya tentu saja
sangat memperhatikan prinsip-prinsip presentasi lisan yang efektif.

b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang pelatih atau
tim pelatih menunjukan, memperlihatkan suatu proses (Roestiah N.K,Dra.
Strategi belajar mengajar). Misalnya dalam proses pembelajaran “Ragam”
Pelatih memperagakan teknik mengajar yang efektif. Dalam hal ini seluruh

178
peserta diklat dapat melihat, mendengar dan mengamati, mungkin nanti
juga mempraktekkan. Metode demontrasi menekankan pada penjelasan
dan hasil kerja yang ditunjukan oleh pelatih sebagai contoh konkrit
sehingga masalah mudah dipahami atau dihayati.
1) Kegunaan
(a) Pelatihan peningkatan keterampilan dipakai sebagai sarana yang
efektif pada olah karya mengenai hak azasi manusia. Metode ini
untuk mata ajaran yang sifatnya akademis banyak menunjang.
(b) Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta mampu memahami
tentang ketrampilan tertentu dalam hal mengatur atau menyusun
sesuatu.
2) Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungan metode ini adalah :
(a) Lebih menimbulkan minat
(b) Menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur yang masih kabur dan
belum dipahami
(c) Cara yang terbaik untuk mengajarkan keterampilan tertentu
Adapun kelemahan metode ini adalah :
(a) Membutuhkan waktu persiapan
(b) Peralatan mungkin mahal
(c) Sering dilakukan oleh kelompok kecil atau terbatas

179
3) Tahapan pelaksanaan
Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
(a) Tahapan perencanaan
 Menentukan sasaran (objective)
 Membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
 Memilih bentuk demonstrasi
 Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat
 Mencoba peralatan yang akan dipakai
 Apakah tersedia waktu yang cukup untuk menerapkan
pendekatan ini?
(b) Pelaksanaan
 Usahakan semua peserta dapat melihat
 Setiap tahap perlu dijelaskan
 Memberi kesempatan bertanya, diskusi dan praktek
 Adakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan
berhasil atau tidak, bila memungkinkan demonstrasi dapat
diulang kembali.
4) Peranan Pelatih
(a) Perencanaan proses pembelajaran yang dituangkan dalam Satuan
Acara Pembelajaran. Dalam hal ini harus dapat merencanakan
apakah waktu yang dialokasikan sesuai dengan kebutuhan?
Penggunaan metode ini sudah tepat dengan kondisi peserta diklat?
(b) Merencanakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta
system evaluasi yang akan dilaksanakan. Dalam proses
pembelajaran pelatih sebagai pemandu, pembimbing dan
memotivasi peserta diklat agar mau berperan serta dalam proses
pembelajaran. Disamping itu apabila tidak ada narasumber pelatih
berperan sebagai narasumber.

180
c. Kelompok Studi Kecil (Buzz Group)
Kelompok Buzz Group atau lebih sering disebut kelompok lebah
bergumam adalah pemecahan kelompok yang lebih besar. Kelompok ini
biasanya terdiri dari dua atau tiga orang. Anggota kelompok bisa
merupakan pecahan dari kelompok yang lebih besar atau terdiri dari
beberapa orang teman sebangku. Dalam beberapa variasi peserta diklat
boleh memilih anggota kelompoknya sendiri.

1) Keunggulan Buzz Group


(a) Mendorong peserta yang malu-malu
(b) Menciptakan suasana yang menyenangkan
(c) Memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan
(d) Menghemat waktu
(e) Memupuk kepemimpinan
(f) Memungkinkan pengumpulan pendapat
(g) Dapat dipakai bersama metode lainnya
(h) Memberi variasi

2) Kekurangan Buzz Group


(a) Mungkin terjadi pada kelompok yang terdiri dari orang-orang yang
tidak tahu apa-apa
(b) Mungkin berputar-putar
(c) Mungkin ada pemimpin yang lemah
(d) Laporan mungkin tidak tersusun dengan baik
(e) Perlu belajar sebelumnya bila ingin mencapai hasil yang baik
(f) Mungkin terjadi kilk-klik untuk sementara

181
3) Kelompok dan studi kecil (Buzz Group) dapat digunakan
(a) Jika kelompok terlalu besar sehingga tidak memungkinkan setiap
orang berpartisipasi
(b) Ketika mengolah beberapa segi sebuah kelompok
(c) Jika ada anggota kelompok yang lamban dalam mengambil bagian
(d) Jika waktu terbatas
(e) Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok

4) Tahapan Pelaksanaan
(a) Pelatih menjelaskan permasalahan atau topik yang harus dibahas.
Latar belakang serta cara pembahasannya. Kepada peserta diberi
kesempatan untuk bertanya kalau ada yang belum jelas, sebelum
kegiatan berikutnya dimulai.
(b) Setiap peserta diminta untuk memilih pasangannya (duet) dengan
siapa ingin membahas masalah tersebut, atau bisa juga tiga orang
(trio). Mereka bebas memilih pasangannya, seringkali untuk
praktisnya, pasangannya adalah teman di sebelah menyebelah.
(c) Dengan suara yang biasa kalau mereka berbicara, tanpa harus
berbisik-bisik. Secara serentak semua kelompok duet atau trip,
berdiskusi membahas masalah. Ada baiknya satu dua orang dari
peserta diminta menjadi pengamat dan mendengarkan suara yang
ditimbulkan oleh kelompok diskusi secara keseluruhan. Pada saat
ini ada baiknya bila Pelatih merekam dengan tape recorder dan
memperdengarkan kembali suara mereka pada saat
pembahasan.
(d) Pembahasan hasil kelompok kecil. Hasil pembahasan dalam
kelompok duet, trio dikemukakan secara lisan atau tulisan pada
flipchart/papan tulis dan kemudian dibahas satu persatu.
(e) Pada akhirnya kegiatan peserta yang ditugasi melakukan
pengamatan diberi kesempatan untuk menyampaikan
pengamatannya terutama mengenai proses kegiatan buzz group.

182
Pelatih memberikan komentarnya sambil memperdengarkan
kembali hasil rekamannya.

d. Metode Diskusi
Diskusi berasal dari bahasa latin discutio atau discussum yakni “kurang
lebih bertukar sama pikiran dengan” atau membahas sesuatu masalah
dengan mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan keluar
sebaik-baiknya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi
merupakan ajang bertukar pikiran diantara sejumlah orang, membahas
masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur, dan bertujuan untuk
memecahkan masalah secara bersama (A. Mangunhardjana, Pembinaan
Arti dan Metodenya). Metode ini dipakai dalam latihan yang melibatkan
partisipasi aktif, tukar pengalaman dan pendapat peserta pelatihan. Untuk
kegiatan ini anggota kelompok yang ideal adalah 7 s/d 9 orang.
1) Metode ini digunakan untuk :
(a) Menggali pengalaman, ide-ide selama dalam pelatihan
(b) Anggota kelompok saling tukar pikiran
(c) Belajar dengan caranya sendiri berpartisipasi dalam group
(d) Pengembangan diri melalui kerjasama yang terkoordinasi
2) Adapun keuntungan metode ini adalah :
(a) Anggota kelompok berpartisipasi aktif
(b) Mengembangkan tanggung jawab perorangan atau individu
(c) Mengukur konsep, ide, dapat diakui kebenarannya dan dapat
diterapkan
(d) Mengembangkan percaya diri dalam menyajikan pendapat, ide
dan konsep
(e) Ide berkembang, terbuka dan terarah
(f) Memperoleh banyak informasi
(g) Aplikasi hasil diskusi mantap karena ide yang dikemukakan adalah
yang alami.
3) Adapun kelemahannya adalah :
(a) Memakan waktu terlalu banyak

183
(b) Dapat menimbulkan frustasi karena anggota kelompok ingin
segera melihat hasil nyata
(c) Perlu persiapan matang sebelum diskusi
(d) Perlu waktu untuk anggota kelompok pemalu, dan anggota
kelompok yang otokratif untuk belajar bersikap demokratis

Berikut ini disajikan peran yang dimainkan oleh anggota kelompok


diskusi, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota diskusi
sebagai berikut :

1) Pemimpin Diskusi
(a) Persiapan memimpin diskusi
o Menentukan sasaran diskusi (obyektif)
o Menjelaskan topik dengan singkat dan jelas

o Mempertimbangkan kebutuhan kelompok

o Mempersiapkan garis besar daripada diskusi

o Siapkan segala sesuatunya

(b) Cara memimpin diskusi

o Mulai diskusi (tepat waktu)

o Memberikan pengarahan

o Memimpin diskusi

o Membuat ringkasan

(c) Persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi antara lain:
o Memahami topik
o Mengatur waktu secara fleksibel
o Mengembangkan pertanyaan penting sehingga mendorong
anggota kelompok untuk bertukar pikiran
o Menjelaskan sasaran diskusi
o Menyiapkan ringkasan, pokok pikiran dalam garis besar yang
dibagikan sebelum atau saat diskusi
o Menunjukkan narasumber

184
2) Anggota Kelompok
(a) Memberikan sumbangan pikiran secara efektif
(b) Bersifat konstruktif dalam diskusi
(c) Hadir pada waktunya dan memanfaatkan waktu
(d) Memperhatikan ide-ide, sumbangan pikiran anggota kelompok
lainnya
(e) Meminta penjelasan, mencegah kesalahpahaman

3) Langkah-langkah sebagai pedoman pelaksanaan diskusi antara lain


: (a) Pengaturan fasilitas fisik
o Tempat duduk nyaman leluasa
o Penerangan memadai, udara cukup
o Suhu sejuk
o Pengaturan sound system baik
(b) Briefing kepada pembicara
o Latar belakang/komposisi pendengar
o Tingkat pengetahuan pendengar
o Peralatan yang bisa digunakan
o Pengaturan tanya jawab atau diskusi
o Penafsiran daya serap pendengaran.
(c) Briefing kepada pendengar

4) Kata pengantar/topik yang dibicarakan


(a) Kemungkinan tanya jawab atau diskusi
(b) Kemungkinan membagi materi
(c) Kemungkinan tes bagi pendengar

e. Metode Brainstorming (Curah Pendapat)


Metode ini biasanya sering disebut dengan sumbang saran yang
digunakan dalam pemecahan masalah dimana anggota mengusulkan
dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang terpikirkan, tidak
ada kritik-kritik, oleh karena itu evaluasi atas pendapat-pendapat tadi

185
dilakukan kemudian. Metode ini mengundang semua peserta berperan
aktif untuk bertisipasi secara optimal. Kapan metode ini digunakan ?
1) Metode ini digunakan untuk :
(a) Untuk membangkitkan pikiran kreatif
(b) Untuk merangsang partisipatif
(c) Pada waktu mencari kemungkinan pemecahan masalah
(d) Berhubungan dengan metode lainnya
(e) Untuk membangkitkan pendapat baru
(f) Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan kelompok

2) Adapun keuntungan metode ini adalah :


(a) Timbul pendapat baru merangsang semua anggota
untuk mengambil bagian
(b) Menghasilkan reaksi rantai dan pendapat
(c) Tidak menyita waktu
(d) Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil
(e) Tidak perlu pimpinan yang terlalu hebat
(f) Hanya sedikit pengalaman yang diperlukan

3) Sedangkan kelemahan metode ini adalah :


(a) Mudah terlepas dari control
(b) Dilanjutkan dengan evaluasi jika diharapkan efektif
(c) Mungkin sulit membuat anggota tahu bahwa segala
pendapat dapat diterima
(d) Anggota cenderung untuk mengadakan evaluasi segera
setelah satu pendapat diajukan

4) Langkah-langkah pelaksanaan metode ini :


(a) Pemberian informasi dan motivasi
(b) Identifikasi
(c) Klasifikasi
(d) Verifikasi

186
(e) Konklusi/kesepakatan

f. Metode Studi Kasus


Metode ini dipakai bukan untuk menjawab masalah secara cepat dan
tepat, akan tetapi lebih bertujuan untuk menggambarkan penerapan
konsep dan teknik analisis dalam proses pemecahan masalah dan
proses pengambilan keputusan. Pemecahan masalah dalam studi kasus
lebih menekankan kepada alasan logika yang dipergunakan dalam
pemecahan masalah tersebut.

Sementara ahli lain mengatakan bahwa studi kasus digunakan dalam


latihan yang bertujuan pengembangan pengetahuan dan sikap, sebagai
landasan diskusi, analisis dan pengembangan persoalan. Di samping itu
studi kasus dalam proses pembelajaran adalah untuk menyajikan
penjelasan berbagai prinsip dan aplikasi prinsip tersebut ke dalam situasi
tertentu, sehingga pada gilirannya peserta diklat akan mampu
memecahkan masalah dalam situasi yang sama secara lebih baik.
1) Keuntungan
Adapun beberapa keuntungan adalah sebagai berikut
(a) Memberikan wawasan yang luas mengenai prinsip-prinsip
tertentu dan bagaimana pelaksanaannya
(b) Kemungkinan pertukaran pendapat dan mengadakan evaluasi
bersama
(c) Membuka kemungkinan untuk mengadakan perubahan kesiapan
mental
(d) Memungkinkan beberapa alternatif pemecahan masalah

2) Kelemahan metode ini adalah:


(a) Sulit mengukur hal-hal yang sifatnya sikap dan perilaku
(b) Keterbatasan waktu merupakan hambatan untuk berdiskusi
secara tuntas
(c) Dapat menimbulkan frustasi apabila tidak ada pemecahan

187
masalah.

3) Langkah-langkah pelaksanaan
Apabila pelatih telah menentukan studi kasus sebagai metode dalam
proses pembelajaran, maka beberapa langkah yang disarankan
antara lain:
(a) Pelatih membagi kelompok dengan mengacu pada salah satu
teknik pembagian kelompok, misalnya dengan berhitung 1,2,3
bagi peserta yang memiliki nilai hitungan sama menjadi satu
kelompok, cara lain adalah secara acak dan lain sebagainya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
(b) Pelatih menyajikan suatu problem (kasus yang spesifik), biasanya
secara tertulis. Adapun kriteria penilaian studi kasus yang baik
menurut Prof. Dr. M. Entang, MA adalah sebagai berikut :
o Studi kasus harus realistik, tidak hipotetik (angan-angan)
o Hendaknya menggambarkan konflik
o Kepribadian orang yang terlibat dalam studi kasus hendaknya
dideskripsikan secara jelas
o Data dan fakta yang disajikan hendaknya tidak terlalu terinci
o Pertanyaan yang diajukan hendaknya yang baik dan relevan
o Penulisan, analisis dan pemecahan kasus, hendaknya
didasarkan pada suatu teori, konsep atau prinsip yang jelas
dan terbentuk
o Nama-nama orang yang terlibat disamarkan atau
dirahasiakan.
(c) Pelatih memberikan tugas kepada peserta sebagai berikut:
 Menyarankan pemecahan terbaik berdasarkan fakta yang
diberikan
 Mengajukan usul pemecahan disertai alasannya dan
didiskusikan dengan peserta lain tentang mengapa dan
bagaimana sampai kepada keputusan tersebut

188
 Berbagai pengalaman diantara peserta untuk sampai kepada
kesepakatan tentang pemecahan terbaik.
(d) Setelah diskusi kasus selesai maka fasilitator mengarahkan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
 Apa yang sedang terjadi
 Apa betul ada masalah

) Apa yang menjadi masalah


(a) Apa penyebab masalah
(b) Membahas sebab-sebab masalah
(c) Bahan utama menjadi pembicaraan
(d) Mengapa bahan-bahan penting
(e) Tujuan yang ingin dicapai
(f) Apa yang harus dikerjakan?
(g) Jalur tindakan apa
(h) Realisasi pemecahan
(i) Akibat yang mungkin terjadi dari pemecahan tersebut

g. Metode Role Play (Bermain Peran)


Secara etimologi yang dimaksud bermain peran adalah memainkan
sesuatu peran tertentu sehingga pemain harus mampu berbuat (berbicara
dan bertindak) seperti peran yang sedang dimainkannya.

Sebagai contoh :
Apabila peran yang dimainkan adalah pemimpin yang otoriter maka ia
harus mampu berperilaku sebagai seorang pemimpin yang memiliki ciri-
ciri seorang otoriter, misalnya suka menekan, pemarah, mengintimidasi,
hanya memprioritaskan pekerjaan, tidak memperhatikan hubungan
kemanusiaan dan lain sebagainya.

Oleh karena itu sering dikatakan bahwa bermain peran sangat


miripdengan simulasi, hal ini disebabkan dalam simulasi juga ada

189
kegiatan bermain peran. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert Gilstrap
yang mengatakan bahwa main peran adalah simulasi atau tiruan dari
perilaku orang yang diperankan (Hidayat, Z.A. dan Muhidin T.S. 1980).

Di dalam dunia pendidikan dan pelatihan bermain peran (Role Play)


digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran di hampir semua
jenjang pendidikan dan pelatihan. Role Play merupakan metode
pelatihan untuk menetapkan seseorang pada situasi tertentu, seolah-olah
menggambarkan situasi sebenarnya melalui penokohan meleburkan
dirinya, mengekpresikan sikap-sikap, tindakan-tindakan yang mereka
percaya pada situasi itu. Dengan metode ini peserta yang ditunjuk akan
dengan sukarela memainkan peran tersebut, pemain akan memperoleh
prestasi pemandangan baru, dan mengalami prasangka-prasangka.

1) Adapun keuntungannya adalah sebagai berikut :


(a) Mendorong keterlibatan yang mendalam
(b) Membangkitkan pengertian, prasangka dan persepsi
(c) Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki

2) Kelemahan metode ini adalah sebagai berikut :


(a) Keengganan melakukan peran atau tidak menghayati
(b) Kurang realistis
(c) Dianggap dialog biasa
(d) Kurang memperhatikan peran sendiri dan lebih condong
memperhatikan peran orang lain

3) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran adalah sebagai


berikut :
(a) Identifikasi masalah yang diperankan harus jelas
(b) Peserta harus memahami perannya dan memahami skenario yang
telah diberikan
(c) Harus disadari adanya kebebasan mengemukakan perasaan

190
secara wajar
(d) Dijelaskan kelebihan metode role play dibandingkan metode lain
guna menelaah masalah yang dihadapi

4) Berbicara tentang metode ini maka dapat diklasifikasikan menjadi dua


yaitu :
(a) Telah tersusun (Structured Role Playing)
(b) Secara spontan (Spontaneous Role Playing)

5) Disamping itu dibedakan antara single role play dan multi role play.
Metode ini memungkinkan untuk :
(a) Belajar dengan berbuat
(b) Belajar dengan peniruan
(c) Belajar melalui pengamatan dan umpan balik
(d) Belajar melalui penganalisaan

6) Teknik menerapkan metode bermain peran


Berikut ini disajikan beberapa langkah-langkah dalam pelaksanaan
penerapan metode bermain peran adalah sebagai berikut :
(a) Persiapan
Dalam tahap ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pelatih adalah
memilih situasi/topik, mempersiapkan peralatan yang diperlukan
sesuai dengan situasi yang akan diperankan, menyiapkan lembar
observasi, menentukan pemeran-pemeran serta memberikan
arahan skenario bagi para pemeran.
(b) Pelaksanaan
 Dalam tahap pelaksanaan main peran pelatih berfungsi
sebagai pengamat dan memberikan catatan-catatan sebagai
bahan proses pembelajaran
 Setelah kegiatan main peran selesai maka pelatih memproses
kegiatan dengan menggunakan pendekatan “AKOSA”. Antara
mengajukan pertanyaan-pertanyan :

191
✓ Apa yang sudah dialami?

✓ Bagaimana perasaannya?
✓ Apa yang sedang terjadi?

✓ Bagaimana perasaan pemain?


✓ Mengapa demikian?

✓ Apa yang telah diamati oleh para pengamat?


✓ Manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan bermain peran
tersebut.
7) Penutup
Dalam kegiatan ini dapat diisi dengan evaluasi yang berkaitan dengan
proses bermain peran yang mengacu pada hasil observasi pengamat.
Disamping itu juga merefleksikan pengalaman/penghayatan terhadap
peran yang sedang dimainkan.

8) Review/balikan/Refleksi
Dalam kegiatan ini diisi dengan penjelasan contoh-contoh yang
berkaitan dengan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang berkaitan
dengan pekerjaan sehari-hari. Di samping itu platih menggali manfaat
dan main peran tersebut dikaitkan kehidupan sehari-hari. Di dalam
kegiatan ini juga perlu dikaitkan dengan teori-teori yang telah
dipersiapkan oleh pelatih.

h. Metode Simulasi
Kata “Simulasi” berasal dari bahasa Inggris “Simulation” yang berarti
“Pekerjaan Tiruan atau meniru”. Sebagai contoh simulasi tentang
mengemudikan taksi, simulasi tentang penggunaan IUD dan lain
sebagainya. Dalam kegiatan proses pembelajaran kata “Simulasi” suatu
merupakan metode pembelajaran.
Kegiatan simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta untuk menirukan suatu

192
kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau
yang berkaitan dengan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Misalnya, simulasi penanggulangan bahaya banjir, simulasi sebagai


dokter, simulasi sebagai seorang pemimpin dan lain sebagainya. Metode
simulasi merupakan modifikasi dari metode main peran. Metode ini
peserta diminta untuk memainkan peran tertentu dan diminta untuk
memerankannya. Namun untuk itu mereka diberi petunjuk secara garis
besar saja. Sedangkan dalam peragaan para peserta diberi kebebasan
luas untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasi mereka, agar
latihan lebih realistis.

Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan-peralatan


yangmenggantikan proses, kejadian, atau benda yang sebenarnya.
Metode ini juga digunakan apabila kondisi aslinya tidak dapat dihadirkan.
Metode ini sangat cocok untuk hal-hal yang sifatnya ketrampilan.
Bedanya dengan main peran adalah terletak pada pemakaian metode
ini.

Oleh karenanya metode ini cocok untuk semua tahapan pembelajaran,


pelatihan magang klasikal, memberikan kejadian-kejadian yang analogis,
memungkinkan praktek dengan risiko kecil. Topik-topik yang disajikan
dalam metode ini diantaranya adalah topik yang berkaitan dengan
ketrampilan intelektual, psikomotorik dan sosial yang relevan dengan
kehidupan nyata sehari-hari.
1) Kegunaan
Metode ini digunakan apabila:
(a) Situasi yang sebenarnya tidak dapat dihadirkan karena sesuatu
alasan tertentu seperti alasan administrasi serta alasan lain
(b) Tujuan pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek
keterampilan

193
(c) Memberikan pengalaman kepada peserta diklat agar mengalami
dalam proses pembelajaran sehingga akan lebih mengefektifkan
dalam pross pembelajaran
(d) Apabila ingin membangkitkan motivasi peserta diklat

2) Keuntungan
Menurut Dra. Roesiyah N.K dalam bukunya Strategi Mengajar (dengan
editing redaksi) adalah sebagai berikut :
(a) Menyenangkan peserta diklat
(b) Menggalakan Pelatih untuk mengembangkan kreativitas peserta
(c) Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan yang
sebenarnya
(d) Mengurangi hal-hal yang verbalistik atau abstrak
(e) Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam
(f) Menimbulkan interaksi antar peserta yang memungkinkan
timbulnya keutuhan dan gotong royong serta kekeluargaan
(g) Menimbulkan respon positif dari peserta yang lamban atau kurang
cakap
(h) Menumbuhkan cara berpikir kritis, memungkinkan Pelatih bekerja
dengan tingkat adaptivitas yang berbeda-beda
(i) Memperbanyak kesiapan serta penugasan ketrampilan dalam
proses kognitif atau pengenalan peserta
(j) Peserta memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi, individual
sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa
peserta
(k) Dapat membangkitkan kegairahan belajar peserta, teknik ini
mampu memberikan kesempatan kepada peserta untuk
berkembang maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
(l) Mampu mengarahkan cara peserta belajar, sehingga lebih memiliki
motivasi sendiri
(m) Membantu peserta untuk memperkuat dan menambah
kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri

194
3) Kelemahan
Beberapa kelemahan yang ditampilkan dalam bahasan ini adalah:(a)
Peserta harus siap mental. Dalam arti peserta harus berani dan
berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
(b) Pelatih dan peserta yang sudah biasa dengan perencanaan dan
pengajaran tradisional mungkin akan kecewa apabila diganti
dengan teknik penemuan
(c) Teknik ini lebih mementingkan proses pengertian dan kurang
memperhatikan perkembangan atau pembentukan sikap dan
ketrampilan peserta
(d) Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif
(e) Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat
laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok
(f) Pelatih berkeliling selama kerja kelompok berlangsung, bila perlu
memberi saran dan pertanyaan
(g) Pelatih membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil

4) Tahapan pelaksanaan
Adapun langkah penyajiannya tergambar dalam diagram berikut ini:

Pelatih menyajikan situasi/ memodelkan jika perlu

Tanya Jawab

Pelatih Membagikan Peran

Peserta Menyiapkan Diri

195
Peserta Berstimulasi Pelatih Mengamati
Secara terinci skema tersebut diatas diuraikan sebagai berikut :
(a) Tahap Persiapan
Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pelatih
adalah sebagai berikut:
▪ Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang merupakan rencana
rinci pembelajaran mencakup tujuan materi/topik, kegiatan,
media/alat Bantu dan penilaian.
▪ Menetapkan kemampuan/situasi yang akan disajikan
dalam bentuk simulasi. Misalnya dari 3 tujuan yang ingin
dicapai, satu tujuan akan dicapai melalui simulasi.
▪ Menyusun scenario kegiatan simulasi sehingga jelas
langkah- langkah yang akan ditempuh.
▪ Menyiapkan alat-alat/fasilitas yang dibutuhkan dalam
simulasi. Misalnya ruang kelas dengan perlengkapannya jika
yang disimulasikan adalah ketrampilan mengajar, benda-
benda tiruan sebuah bank, jika yang disimulasikan penataan
ruangan sebuah bank atau tiruan alat-alat penolong
kecelakaan jika yang disimulasikan kemampuan penolong
orang-orang yang mendapat kecelakaan.
▪ Membentuk kelompok-kelompok kecil jika simulasi akan
dilakukan dalam kelompok kecil.
▪ Menyiapkan lembar kerja dan lembar observasi, terutama
jika simulasi akan dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil.
Lembar kerja berisi panduan rinci bagi kelompok-kelomok
dalam melaksanakan simulasi, sedangkan lembar kerja
berisi aspek-aspek yang akan diamati selama simulasi
berlangsung. Lembar observasi dapat digunakan oleh pengajar
atau oleh peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.

196
(b) Tahap Pelaksanaan Simulasi
Dalam tahapan ini pembelajaran dimulai dengan:
o Menjelaskan skenario simulasi diikuti oleh pembagian
kelompok, lembar kerja dan peran dalam kelompok. Setelah
semua peserta paham akan skenario sajian dan peranannya
masing-masing simulasi segera dimulai.
o Kegiatan inti dimulai dengan menyajikan situasi dalam
kehidupan nyata. Misalnya ketika terdengar terjadi
pembobolan disuatu
o bank, wartawan berkerumun menemui pimpinan bank, dengan
mengajukan pertanyaan. Pimpinan bank harus menghadapi
para wartawan. Dalam menyajikan situasi ini dapat diadakan
tanya jawab sehingga setiap siswa siap memahami perannya
dengan tepat.
o Peserta diminta menyiapkan diri untuk memainkan peran yang
menjadi tanggung jawabnya
o Peserta bersimulasi dalam kelompok sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan
o Kegiatan penutupan dapat diisi dengan demonstrasi salah
satu
o kelompok dan kemudian kelompok lain diminta memberi
komentar terhadap demonstrasi tersebut
(c) Tahap Review/Balikan/Tinjauan
Dalam tahapan ini hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
o Setelah simulasi selesai perlu diadakan review umum yang
dipandu oleh instruktur. Review dapat dimulai dengan
meminta peserta menyatakan kesannya tentang penguasaan
yang baru saja dilatihkan, kemudian dilanjutkan dengan
diskusi yang dapat dimulai dengan laporan para pengamat.
o Pada akhir diskusi, pengajar memberikan balikan dan tindak
lanjut sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi.

197
Latihan dipandu oleh pelatih dengan menggunakan
pedoman acuan sebagai berikut:
Pelatih membagi peserta kedalam 8 (delapan) kelompok
dan memberikan penugasan sebagai berikut :

“Dalam kelompok saudara persiapkan untuk


mempraktekkan salah satu metode pembelajaran yang
telah di bahas. Pada waktu kelompok memerankan sebagai
Pelatih yang sedang memandu dengan metode tertentu,
peserta lain bertindak sebagai peserta diklat”.

Adapun pembagian metode yang akan dipraktekkan


adalah sebagai berikut:
• Kelompok satu membahas metode ceramah
• Kelompok dua membahas metode demontrasi
• Kelompok tiga mempersiapkan metode lebih
berguna
• Kelompok empat metode curah pendapat
• Kelompok lima metode seminar
• Kelompok enam metode simulasi
• Kelompok tujuh metode main peran
• Kelompok delapan metode studi kelompok dan
• Kelompok sembilan diskusi
Pelatih mengamati kelompok peserta diklat pada waktu berdiskusi
dan mempersiapkan masing-masing metode yang akan dipersiapkan.
Apabila ada kelompok yang kurang dapat mengaplikasikan metode
yang dimaksud, Pelatih memberikan bimbingan.
Setelah peserta diklat mempraktekkan metode yang telah ditetapkan
maka pelatih memberikan masukan bagi masing-masing kelompok.
Akhiri sesi ini dengan menekankan perlunya pemanfaatan
metode secara baik dan benar.
3. Metode Pembelajaran Yang Efektif

198
a. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode.
Faktor–Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode
pembelajaran Dave Meier dalamThe bukunya “Accelerated Learning“
menjelaskan beberapa prinsip pokok accelerated learning adalah sebagai
berikut :
1) Keterlibatan total pembelajar dalam meningkatkan pembelajaran
2) Belajar bukanlah mengumpulkan informasi secara pasif,
melainkan menciptakan pengetahuan secara aktif
3) Kerjasama diantara pembelajar sangat membantu meningkatkan
hasil belajar
4) Belajar berpusat aktivitas sering berhasil daripada belajar
berpusat presentasi

Belajar berpusat aktivitas dapat dirancang dalam waktu yang jauh lebih
singkat daripada waktu yang diperlukan untuk merancang pengajaran
dengan presentasi. (Dave Meier, 2001).

Accelerated Learning atau pemercepatan belajar adalah filosofi


pembelajaran atau kehidupan yang mengupayakan mekanisasi dan
memanusiakan kembali proses belajar, serta menjadikannya
pengalaman seluruh tubuh, seluruh pikiran dan seluruh pribadi.

Oleh karena itu accelerated learning berusaha membentuk kembali


sebagian besar keyakinan dan praktek, yang membatasi yang diwarisi
dari masa lalu (Dave Meier, 2001, hal. 38).

Mengacu pada pendapat diatas maka agar terjadi percepatan dalam


belajar maka pemilihan metode pembelajaran merupakan faktor yang
dominan dalam rangka mensukseskan hasil pembelajaran yang
efektif. Lalu faktor-faktor apakah yang harus diperhatikan dalam
pemilihan metode pembelajaran ?
b. Faktor–Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih Metode
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode
pembelajaran adalah sebagai berikut :

199
1) Pengajar/Pelatih
Pengetahuan, pengalaman manajerial pelatih serta kepribadian pelatih
merupakan faktor-faktor yang penting dan karenanya perlu pertama-
tama dikemukakan. Secara tegas perlu diutarakan bahwa, pelatih
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang
akan diajarkan serta pengetahuan dan keterampilan dalam
penggunaan metode yang akan dipergunakan dalam proses
pembelajaran.
Di samping itu pelatih harus memiliki kepribadian yang dapat diterima
oleh peserta latihan sehingga jalur-jalur komunikasi yang efektif dapat
diciptakan dengan cepat dan mudah. Kalau kondisi itu terpenuhi, maka
suatu metode yang dipilih dengan tepat dan digunakan dengan baik
akan mempermudah dan mendorong peserta belajar.
Pelatih harus mempunyai tanggung jawab pribadi untuk memilih
metode terbaik untuk tugas pengajarannya. Oleh karena itu ia harus
mampu untuk secara rasional menilai kemampuannya dan berusaha
menggunakan metode-metode yang akhirnya dapat meningkatkan
dan bukannya mengurangi hasil yang diharapkan.
Misalnya, role playing merupakan suatu latihan yang memerlukan
pengetahuan tentang psikologi, pengalaman yang memadai dengan
berbagai jenis permasalahan manusia dalam manajemen serta
kemampuan untuk memberikan reaksi secara cepat dalam diskusi.
Oleh karena itu seorang pelatih yang tidak memiliki kualitas ini, tetapi
mempunyai pemikiran dan pengalaman analisis dalam pemecahan-
pemecahan masalah organisasi, akan cenderung untuk menggunakan
metode studi kasus. Dalam latihan untuk para pelatih diperlukan
adanya dorongan terhadap para pelatih agar lebih banyak
menggunakan berbagai metode.

2) Peserta pelatihan
Dalam pengertian ini metode pengajaran harus terkait dengan :
(a) Tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan peserta
(b) Umur dan pengalaman kerja

200
(c) Lingkungan sosial dan budayanya.
Sebagai contoh dalam program-program latihan yang diperuntukan
bagi peserta supervisor, manager tingkat menengah atau pengusaha
kecil yang hanya mempunyai pendidikan dasar dan telah cukup lama
meninggalkan bangku sekolah.
Maka metode ceramah harus diganti dengan pembicaraan
pembahasan secara ringkas dengan disertai penggunaan alat Bantu
visual sebanyak mungkin, studi kasus yang disederhanakan
hendaknya digunakan dan bukannya yang panjang- panjang dan
kompleks, buku-buku latihan yang khusus susunannya hendaknya
digunakan sebagai pegangan dan bukannya buku pegangan
umumnya.
Dalam kaitan dengan pengalaman praktis peserta, perlu dibedakan
diantara peserta yang masih muda, yang mempunyai sedikit atau tanpa
pengalaman managemen, yang pernah mempelajari
managemen di universitas atau sekolah lainnya, dengan peserta yang
telah berpengalaman praktis, baik karena telah pernah melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen maupun tugas-tugas khusus di berbagai
bidang fungsional.
Bagi kelompok peserta pertama, banyak bahan latihan yang masih
baru dan karenanya akan sulit untuk mengkaitkan proses pengajaran
dan pengalamannya sebelumnya. Namun demikian, peserta ini pada
umumnya bersikap terbuka dan lebih mudah menerima gagasan-
gagasan baru daripada kelompok peserta kedua.
Dalam melatih peserta yang telah berpengalaman, hanya
pengetahuan tambahan saja yang perlu disampakan. Hal ini tidak
hanya dapat dilaksanakan tetapi juga sangat penting untuk
menghubungkan pengajaran dengan pengalaman peserta. Dalam
kelompok seperti ini mungkin saja terjadi bahwa peserta yang telah
berpengalaman menunjukkan sikap lebih tahu.
Kalau hal ini terjadi masalah utama yang dihadapi Pelatih adalah
bagaimana merubah sikap ini dan menyadarkan mereka bahwa
mereka belajar agar mampu melaksanakan tugas dengan lebih baik.

201
Dalam kasus seperti ini Pelatih tidak cukup kalau hanya menjelaskan
tentang metode-metode dan teknik-teknik manajemen yang baru.
Pemberian tugas-tugas praktis pembahasan studi kasus atau latihan
simulasi lebih besar kemungkinannya untuk menyadarkan peserta
bahwa mereka memiliki kelemahan dalam pengetahuan dan
keterampilan dan bahwa latihan mungkin merupakan salah satu
jawaban untuk mengatasi kelemahan ini.
Para manajer berpengalaman mempunyai kemampuan untuk saling
belajar secara langsung, sejauh dapat diciptakan suasana yang tepat
dan metode-metode yang digunakan menunjang proses belajar
semacam ini. Kelompok diskusi, rapat kerja, sindikat, tugas konsultasi
dan proyek praktis yang dilaksanakan oleh sekelompok manager
merupakan upaya yang tepat guna pencapaian tujuan ini. Kerumitan
suatu masalah dapat diperberat oleh faktor-faktor sosial dan budaya di
dalam lingkungan.
Dalam hubungan ini perlu di ingat bahwa kebanyakan dari metode
pengajaran yang partisipatif ini dikembangkan di Amerika Serikat,
suatu negara yang mempunyai karakteristik sosial budaya yang khas.
Adanya motifasi pencapaian yang tinggi, kurangnya penghargaan
terhadap otoritas formal, pemberian prioritas terhadap tindakan
sebelum pemikiran matang, serta masih banyak faktor budaya lainnya
di Amerika Serikat mungkin tidak terdapat di negara dimana metode
pengajaran ini akan diterapkan.

3) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam program-program pendidikan dan latihan
ditentukan oleh adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap dan
ketrampilan, yang selanjutnya menyebabkan perbaikan dalam
pelaksanaan tugas-tugas managerial. Berbagai situasi latihan harus
mempertimbangkan berbagai jenis dan tingkatan pengetahuan, sikap
dan ketrampilan.
Suatu analisa pendahuluan terhadap kebutuhan dapat membantu
penentuan tujuan-tujuan yang seharusnya dimiliki oleh suatu program
tertentu. Selanjutnya metode-metode dapat dipilih dalam kaitan

202
dengan kemampuannya untuk menyampaikan pengetahuan,
mempengaruhi sikap dan pengembangan ketrampilan yang praktis.
Analisa lain yang dapat digunakan untuk menentukan jenis-jenis
metode mana yang paling benar pengaruhnya untuk mempengaruhi
sikap-sikap manajer atau untuk menyampaikan suatu pengetahuan
tertentu. Tingkatan tujuan pembelajaran juga menjadi prioritas utama
dalam menentukan metode pembelajaran. Misalnya tujuan
pembelajaran mampu khusus mendemontrasikan“ sesuatu obyek”
maka metode yang digunakan harus praktek atau demonstrasi.

4) Bidang Pelatihan
Berbagai bidang pelajaran (keuangan, kepegawaian, penelitian
kegiatan managemen umum, dan sebagainya) memiliki ciri-ciri
tersendiri. Misalnya teknik-teknik penelitian operasional didasarkan
pada penggunaan matematika dan statistik secara ekstensif. Bidang ini
biasanya mengajarkan melalui suatu kombinasi ceramah
(Menggunakan alat Bantu audio visual) serta latihan dimana teknik ini
dipraktikan. Latihan ini dapat ditunjang oleh tugas-tugas bacaan.
Dalam kasus tertentu ceramah dapat diganti atau dilengkapi dengan
buku-buku yang telah diprogramkan. Namun yang penting dari segi
tinjauan manajemen bukannya untuk memahami teknik saja tetapi
memahami apabila, dan bagaimana tekhnik ini dapat digunakan
kemampuan ini dapat dikembangkan melalui proyek-proyek
praktis,latihan simulasi, bisnis games, studi kasus dan sebagainya.
Dalam program-program yang ditekankan pada aspek-aspek tingkah
laku dari managemen, komunikasi, kepemimpinan dan motifasi,
metode-metode pengajaran dapat dipilih dan dikombinasikan dengan
cara-cara yang dapat memberikan peserta kesempatan untuk
menganalisa tingkah laku manusia, dan pada saat yang sama dapat
mempengaruhi secara langsung sikap dan tingkah laku peserta sendiri.
Program-program ini menggunakan studi kasus yang bersangkutan
dengan aspek manusia dari perusahaan, bisnis game yang
memberikan tekanan pada komunikasi dan relasi antar peserta, role

203
playing, latihan sensitifitas dan berbagai bentuk lain diskusi kelompok,
penugasan dan latihan.
Dalam hubungan ini hal yang perlu diperhatikan adalah dimungkinkan
untuk memilih beberapa metode, kalau kita ingin menghadapi suatu
bidang atau masalah tertentu. Karena itu analisa suatu balancsheet
dapat diajarkan melalui metode kasus, kombinasi metode studi kasus
dengan role playing.
Ceramah sebagai latihan didalam kelas atau melalui membaca suatu
buku pegangan atau buku yang diprogramkan mengenai bidang ini, hal
ini dimungkinkan karena metode-metode utama bersifat cukup lugas
untuk digunakan mengajar sejumlah bidang yang berbeda-beda.
Ceramah, diskusi dan studi kasus digunakan hampir semua bidang
latihan.
Penggunaan metode-metode partisipatif secara tepat akan banyak
membantu. Misalnya, suatu seminar para manager senior dapat
dimulai dengan studi kasus yang rumit, yang menunjukkan suatu
permasalahan bisnis dari berbagai segi dan menumbuhkan minat
peserta dalam suatu bidang.
Metode dan teknik tertentu yang dipadukan secara tepat dapat
membantu mereka untuk mengambil tindakan yang tepat dalam suatu
situasi yang rumit. Dalam tahap kedua dalam seminar ini dapat
diadakan penelaahan, yang mendalam terhadap bidang, metode dan
teknik tertentu. Tahap ini dapat digunakan untuk memadukan
pengetahuan dan keterampilan keahlian dalam managemen umum
melalui kasus yang rumit lagi, bisnis game atau latihan sejenis atau
kalau mungkin melalui tugas dalam suatu proyek praktis yang
memerlukan pendekatan inter disipliner.
Faktor materi diklat juga sangat menentukan. Apakah sifatnya
pengetahuan, keterampilan atau sikap dan perilaku. Di samping itu
perlu dibedakan pula pengetahuan yang harus diketahui, sebaiknya
diketahui serta baik untuk diketahui.
5) Waktu dan peralatan
Penentuan mengenai metode pengajaran mana yang akan
dipergunakan juga tidak lepas dipengaruhi oleh faktor waktu,

204
keuangan dan faktor-faktor lainnya.
(a) Waktu yang dipergunakan untuk persiapan (yang juga
mempengaruhi biaya peralatan pengajaran) berbeda-beda untuk
berbagai metode latihan. Sebagai pedoman, studi kasus dan
bisnis game yang rumit membutuhkan persiapan yang lama dan
mahal, yang menyangkut pengujiannya dengan para pelatih atau
kelompok pekerjaan (eksperimental) serta mengadakan
perubahan-perubahan yang diperlukan.
(b) Jangka waktu latihan menentukan jenis metode yang akan
digunakan. Lebih lama waktu latihan diselenggarakan, lebih
banyak kemungkinan bahwa pelatih akan menggunakan bisnis
game, kasus yang rumit dan proyek-proyek praktis. Hal ini tidak
berarti bahwa metode partisipatif dihilangkan dari latihan-latihan
jangka pendek. Dalam latihan semacam ini metode-metode yang
akan digunakan adalah yang tidak banyak memakan waktu tetapi
yang mampu menyampaikan meteri latihan secara cepat.
(c) Penentuan waktu dari suatu hari merupakan suatu yang penting
yang mungkin kurang disadari oleh para perencana latihan.
Misalnya pada sore hari (14.00-16.00) sebaiknya diselenggarakan
pertemuan-pertemuan yang menyenangkan dan menarik yang
memerlukan keterlibatan aktif para peserta.
(d) Fasilitas pengajaran mungkin merupakan faktor pembatas di
berbagai lembaga, atau latihan-latihan yang diselenggarakan
diluar lembaga yang digunakan untuk diskusi kelompok atau
ruangan yang digunakan untuk atau ruang sindikat atau
tersedianya alat Bantu audio visual, harus dipertimbangkan
sebelumnya sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan
pada metode yang akan digunakan.
Secara skematis faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
metode pembelajaran tersebut tergambar sebagai berikut :

Sumber : Lembaga Administrasi Negara Learning Functions


and Training Techniques, IBRD/UN Project.

205
c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Faktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan metode


pembelajaran adalah prinsip-prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip
tersebut antara lain sebagai berikut :
1) Tingkat motivasi
Motivasi peserta diklat akan meningkat apabila materi yang disajikan
menarik, lebih menekankan pada penerapan dan menunjukkan nilai
guna yang bermanfaat dalam kehidupannya. Hal ini dapat dicapai
antara lain dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat
menarik perhatian peserta diklat. Guna membangkitkan motivasi
peserta diklat perlu pula memperhatikan prinsip-prinsip Quantum
Learning (Bobbi De Porter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie,
Quantum Teaching, 2000) sebagai berikut :
(a) Segalanya berbicara
(b)Segalanya bertujuan
(c) Pengalaman sebelum memberi nama
(d)Akui setiap usaha
(e)Jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan
2) Keterlibatan Aktif Peserta Diklat
Prinsip keterlibatan aktif mungkin merupakan landasan utama metode
pengajaran partisipatif. Biasanya, lebih dalam keterlibatan, lebih tinggi
motivasi, lebih besar daya retensi peserta dan lebih siap pula mereka
untuk menerapkannya. Namun demikian metode yang dipilih belum
tentu menjamin keterlibatan aktif peserta diklat.
Hal lain yang dapat mempengaruhi antara lain :
Pada pengaturan persiapan studi kasus, gaya kepemimpinan dan
faktor-faktor lainnya. Para peserta mungkin saja bersifat pasif kalau ia
menganggap materi latihan rendah mutunya atau penampilan pelatih
berada dibawah tingkat kemampuannya.
3) Pendekatan perorangan
Pembelajaran akan efektif apabila memperhatikan karakteristik peserta
diklat, oleh karena itu pendekatan perorangan perlu juga diperhatikan.

206
Setiap peserta Diklat memiliki gaya belajar sendiri-sendiri. Gaya belajar
adalah kombinasi bagaimana cara menyerap informasi, mengatur
informasi dan mengolah informasi (Bobbi De Porter, Mark Reardon dan
Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching, 2000).
Dengan memahami gaya belajar peserta diklat akan lebih
meningkatkan motivasi peserta diklat. Bagaimana penyerap informasi
tersebut ada yang menggunakan auditorial, visual dan kinestetik. Oleh
Karena itu rencana latihan secara keseluruhan dan metode pengajaran
yang digunakan harus memberikan kesempatan tidak hanya bekerja
dalam kelompok tim, tetapi juga kesempatan untuk secara perorangan
membaca, berpikir, berlatih dan menerapkan pengetahuan.
Keseluruhannya ini dapat dilaksanakan melalui :
(a) Pemberian tugas wajib secara perorangan (membaca, latihan,
proyek dan sebagainya)
(b) Penggunaan alat bantu pengajaran guna meningkatkan
kemampuan belajar perorangan, misalnya tape magnetic,
(c) Video tape, mesin pengajaran (teaching machines), terminal
komputer yang dapat digunakan oleh perorangan
(d) Pembagian dari pada tugas-tugas dan proyek-proyek kelompok

menjadi tugas perorangan.


(e) Tugas tambahan secara sukarela oleh peserta yang
kemampuannya lebih besar

4) Pengaturan urutan dan struktur


Pengaturan urutan pembelajaran perlu diperhatikan dalam pemilihan
metode pembelajaran. Misalnya sebelum dilakukan studi kasus perlu
terlebih dahulu dilakukan ceramah singkat.

5) Umpan balik
Umpan balik sangat diperlukan dan harus dapat diperoleh dalam
proses belajar, oleh karena itu dalam memberikan umpan balik harus
mengacu pada syarat-syarat memberikan umpan balik yang efisien.
Umpan balik tersebut meliputi :

207
(a) Umpan balik mengenai kemampuan dan tingkah laku seseorang
(sebagaimana yang diamati oleh peserta yang lain, oleh pelatihan
dan oleh peserta sendiri)
(b) Umpan balik mengenai apa yang sebenarnya sudah dipelajari, dan
mengenai kemampuan peserta untuk menerapkanya secara
efektif.

6) Pengalihan (transfer)
Prinsip ini menuntut bahwa pendidikan dan latihan membantu
seseorang untuk mengalihkan (mentransfer) apa yang telah
dipelajarinya kedalam situasi yang sebenarnya. Beberapa metode
pengajaran, seperti ceramah, studi kesusastraan atau diskusi tidak
banyak memperhatikan permasalahan pengalihan ini. Di pihak lain
dalam banyak metode partisipatif unsur pengalihan ini kuat sekali.
Karena alasan ini metode-metode simulasi dan proyek-proyek
penerapan yang praktis dianggap oleh banyak pelatih sebagai metode
yang paling efektif.

Rangkuman
Metode pembelajaran adalah cara/teknik yang dipergunakan oleh
pelatih/fasilitator dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan instruksional
yang diharapkan.
Agar pemilihan metode pembelajaran dapat efektif dan efisien diperlukan
suatu teknik untuk memilih metode pembelajaran tersebut. Teknik tersebut
yang dibahas adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi metode pembelajaran. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Faktor manusia yang meliputi pelatih, peserta diklat serta panitia
penyelenggara dalam artian kesiapan panitia penyelenggara
2) Tujuan pembelajaran, baik tujuan pembelajaran umum maupun tujuan
pembelajaran khusus

208
3) Bidang pembelajaran, pembelajaran yang sifatnya khusus maupun
interdisipliner, baik aspek pengetahuan, keterampilam maupun sikap dan
perilaku
4) Faktor waktu dan peralatan.

Sumber : Lembaga Administrasi Negara Learning Functions and Training


Techniques, IBRD/UN Project.

4. POKOK BAHASAN IV MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN

1. Pengertian dan peran media dan alat bantu pembelajaran


a. Pengertian dan Peranan Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar
mengajar sehingga makna pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas
dan tujuan pendidikan atau pembelajaran dapat tercapai dengan efektif
dan efesien.
Media yang dirancang/dipilih oleh pelatih/fasilitator berguna untuk
mengemas dan menyalurkan pesan/ide agar dapat dengan mudah
diterima oleh pembelajar secara efektif dan efisien. Sedangkan pada saat
yang bersamaan bagi pembelajar media berperan sebagai wahana untuk
memahami/mengeksplorasi pengetahuan, sikap atau keterampilan agar
dapat menangkap isi/ide/pesan yang sedang dibahas. Dengan kata lain
begitu pembelajar menyaksikan/mendapati media yang disajikan, maka
dalam diri pembelajar akan terjadi internalisasi proses pembelajaran.
Berbagai macam media pembelajaran dapat digunakan, pemilihan dan
penggunaannya sangat tergantung pada karakteristik isi pesan/ide dan
domain yang akan disentuh seperti yang tercantum pada tujuan
pembelajaran. Media dengan Isi pesan/ide yang didisain untuk
menggambarkan tahapan pemecahan masalah agar dapat menyentuh
domain kognitif berbeda dengan media yang berisi pesan/ide untuk
menggambarkan tahapan/urutan keterampilan/gerakan tertentu yang
menyentuh domain psikomotor.

209
Oleh karena itu peranan media sangat besar dalam mencapai tujuan
pembelajaran, karena media yang baik dan sesuai dengan kaidah –
kaidah pemilihan dan penggunaanya dapat memberikan efek
pembelajaran yang optimal dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian dan Peranan Alat Bantu Pembelajaran


Alat bantu pembelajaran adalah seperangkat benda/peralatan yang
digunakan sebagai pelatih/fasilitator dengan tujuan agar dapat
mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan/materi
pembelajarannya kepada pembelajar. Pada alat bantu pembelajaran
pesan yang disampaikan tidak sepenuhnya termuat di dalamnya, dia
hanya berperan sebagai alat bantu yang menyalurkan media yang berisi
pesan, oleh karena itu alat bantu tidak mampu menimbulkan efek interaktif
tanpa ditunjang oleh pelatih/fasilitator. Dengan demikian untuk dapat
berfungsi dengan baik dan menghasilkan efek pembelajaran yang optimal

alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada kecakap pelatih/

fasilitator dalam mengoperasikannya.

Fungsi pokok alat bantu pembelajaran adalah :


1) Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh pelatih
sesuai dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan
pembelajaran
2) Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang
sedang ditangkap oleh pembelajar
3) Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori
pembelajar
4) Meningkatkan minat/gairah pembelajar dalam mengikuti proses
pembelajaran terutama sesi dengan durasi waktu yang lama

Ketepatan pemilihan dan penggunaan alat bantu pembelajaran ini akan


menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena
disamping dapat merangsang indera penglihatan juga indera yang
lainpun ikut dirangsangnya pula dan akan berefek kumulatif.

210
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka keduanya mempunyai
perbedaan sebagai berikut :

Media Pembelajaran Alat Bantu Pembelajaran


 Sarana/wahana yang  Alat yang digunakan
digunakan pelatih/fasilitator pelatih/fasilitator dalam
untuk mengemas ide/pesan membantu
yang akan disampaikan/dibahas memperjelas/mempermudah
dalam proses pembelajaran pesan/materi yang
untuk mencapai tujuan disampaikan
pembelajaran
 Sarana/wahana yang  Alat yang mempermudah
digunakan pembelajar untuk membantu pembelajar untuk
mempelajari/memahami mengerti materi yang
pesan/materi yang terkandung disampaikan oleh
didalamnya (terjadi internalisasi pelatih/fasilitator
proses pembelajaran)
 Media yang dipilih dan  Keberadaan pesan/ide/materi
digunakan sangat tergantung yang disampaikan tidak
pada isi pesan/ide dan tujuan sepenuhnya terkandung
pembelajaran, karena pesan dalam alat yang digunakan
sepenuhnya termuat dalam
media

2. Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran


Penggunaan media dan alat bantu pembelajaran memerlukan kriteria
tertentu, karena jika kurang tepat justru akan menimbulkan efek yang tidak
diinginkan, untuk itu sebelum memilih atau menggunakan media dan alat
bantu tertentu perlu dipikirkan persyaratan pemilihannya sebagai berikut :
a. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
1) Sesuaikan media pembelajaran dengan TPU/TPK yang hendak
dicapai.

211
Sebelum pelatih/fasilitator memutuskan memilih media yang
akandigunakan maka perlu memahami dahulu tujuan pembelajaran
yang akan dicapai, domain apa yang akan distimulir dan seberapa
dalam tingkatannya. Sebagai contoh jika yang akan disentuh domain
affektif dengan tingkat “valuing” pada polio yang gagal”, maka media
program video yang menampilkan rekaman (life) beberapa anak yang
lumpuh di kedua kakinya sedang mengalami kesulitan berjalan akibat
gagal immunisasi polio.
2) Karakteristik kemampuan pembelajar
Latar belakang pendidikan, sosial-budaya dan jenjang
jabatan/pekerjaan sangat mempengaruhi dalam mendisain media
pembelajaran yang akan digunakan. Sebagai contoh jika pembelajar
berlatar belakang pendidikan strata satu atau pejabat eselon, maka
disain media yang akan digunakan berbeda jika pembelajar
berpendidikan SLTA.
3) Sumber daya penunjang yang tersedia
Dalam pemilihan media juga perlu mempertimbangkan aspek
ketersediaan sumber daya yang disediakan oleh penyelenggara
diklat. Sumber daya yang perlu diperhitungkan itu diantaranya biaya
yang dibutuhkan untuk mengadakan media, waktu yang tersedia
untuk memainkan media, ketersediaan ruang untuk memainkan media
dan sarana lain yang dibutuhkan dalam rangka memainkan media itu

b. Kriteria Pemilihan Alat Bantu Pembelajaran


1) Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan TPU/TPK yang hendak
dicapai
Sebelum seorang pelatih memutuskan menggunakan alat bantu apa
yang
akan digunakan, hendaknya memeriksa dahulu TPU/TPK, perhatikan
domain dan kompetensi apa yang diamanatkan oleh TPU/TPK pada
akhir pembelajaran ini. Jika yang diminta hanya sekedar “mengetahui”
[domain kognitif] bantu yang menitik beratkan pada sentuhan indera
penglihatan, misalkan OHP, desktop projector, flip chart, white board

212
dll yang semuanya hanya dapat merangsang idera penglihatan pada
domain kognitif.
Tetapi jika diminta pada akhir pembelajaran adalah “dapat
mendemonstrasikan kembal vena” [domain psikomotor], maka
dipersiapkan adalah seperangkat alat [benda asli/ tiruan] untuk
tindakan menyuntik. Sedangkan jika yang diminta oleh TPU/TPK
adalah “terbentuk terhadap pemberian immunisasi” alat bantu yang
dipilih adalah video tape/VCD atau photo/poster atau slide yang
menampilkan BALITA/bayi yang sedang terkena sakit parah atau
mengalami cacat akibat tidak mendapat immunisasi secara lengkap.
Dengan demikian alat bantu yang digunakan akan berefek positif
terhadap proses pembelajaran dan dapat menyentuh sasaran domain
seperti yang diinginkan oleh TPU/TPK dalam kurikulum.

2) Sesuaikan alat bantu pembelajaran dengan metode yang digunakan


Alat bantu yang akan dipilih hendaknya juga memperhatikan metode
pembelajaran yang akan digunakan, karena hal ini sangat berkaitan
erat. Jika metode yang digunakan adalah tanya jawab, maka alat bantu
yang dipersiapkan cukup OHP/white board atau sejenisnya yang tidak
memerlukan partisipasi aktif dari para pembelajar.
Tetapi jika metode yang akan di demonstrasi/simulasi atau yang
memerlukan partisipasi aktif para pembelajar, maka alat bantu yang
diperlukan haruslah alat bantu yang memungkinkan pembelajar dapat
“melakukan” partisipasi.

3) Menghasilkan efek pembelajaran yang lebih baik.


Alat bantu pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi alat
pembelajaran atau merangkap sebagai “learning material” sedapat mu
tetapi jika tidak memungkinka tiruan” dengan catatan benda di warna
sesuai dengan aslinya, sedangkan ukurannya dapat saja berbeda
dengan benda aslinya tetapi harus mempunyai skala/perbandingan
yang proporsional.

4) Sesuaikan dengan kemampuan pelatih

213
Syarat lain yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan seorang
pelatih dalam mengoperasikan atau menjelaskan alat bantu yang
digunakanya itu, karena jika hal ini diabaikan dapat mengurangi “kr
dihadapan pembelajar. Tetapi jika tak memungkinkan seorang pelatih
dapat dibantu oleh seseorang yang telah “handal” secara detail dalam
menjelaskan alat bantu yang digunakan tersebut.
Secara umum kriteria dalam pemilihan media dan alat bantu
pembelajaran harus memenuhi prinsip efektif dan efisien karena jika
“berlebihan” atau “k menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Sebagai misal jika yang diminta oleh TPU/ TPK adalah“pembelajar
dapat mengetahui sep di Puskesmas X” [domain kognitif diperlukan
cukup dengan white board atau flip chart atau OHP, tidak perlu pelatih
menyiapkan video atau foto yang memuat gambar white board yang ada
di Puskesmas X yang memuat tulisan tentang “sepuluh Sebaliknya jika
yang diminta ole dapat membuat papan informasi yang memuat
sepuluh besar jenis penyakit yang ada di Puskesma psikomotor] , maka
alat bantu yang harus disiapkan oleh pelatih adalah mebuat/ meminjam
papan informasi tersebut [benda asli] atau jika tak memungkinkan
fasilitator dapat merekam secara detail papan informasi tersebut
dengan menggunakan video atau foto sebelum aktifitas pembelajaran
dimulai.

3. Jenis - Jenis Media Dan Alat Bantu Pembelajaran Beserta Karakteristiknya


Berbagai macam kategori pengelompokan jenis media dan alat bantu
pembelajaran, namun secara umum dapat di gambarkan sebagai berikut:
a. Jenis – Jenis Media Pembelajaran
Menurut bentuk penyampaian pesan melalui tulisan, gambar, suara
(audio), visual berbagai jenis media dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Media cetak
Media yang ditulis dan diproduksi sebagai bahan bacaan. Contoh: buku
teks, majalah, buklet, modul hand out dsb.
2) Media grafis
Media yang mengkombinasikan ide, informasi, dan pesan ataupun data
dalam pernyataan naratif dan gambar. Contoh: sketsa, grafik, bagan,

214
diagram, kartun, foto dsb.
3) Media berbantuan komputer
Media yang dibuat dengan mempergunakan komputer atau
dioperasikan dengan komputer.
4) Media audio
Media audio berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya:
program siaran radio, rekaman kaset dan sebagainya.
5) Media visual
Media yang menampilkan pesan rekaman dalam gambar baik yang
bergerak maupun tidak, baik yang bersuara ataupun tidak.
6) Media audiovisual
Media yang dapat menampilkan gambar dan suara pada waktu
bersamaan, seperti: Tayangan film, tayangan tv, tayangan video dan
lain sebagainya.

b. Jenis - Jenis Alat Bantu Pembelajaran Beserta Karakteristiknya


Secara umum alat bantu pembelajaran yang sering digunakan dalam
kegiatan belajar - mengajar dapat dibedakan menjadi 3 [tiga] katagori
sebagai berikut :
1) Alat bantu pembelajaran non projected
Alat bantu ini dalam penggunaannya tidak memerlukan alat lain, tidak
perlu diproyeksikan ke layar proyeksi. Termasuk dalam jenis ini antara
lain :
(a) Buku pelajaran, text book, hand out, work sheet, karakteristik dan
penggunaannya:
▪ Penggunaan alat bantu ini dimaksudkan agar pembelajar
dapat mendalami topik bahasan secara secara mandiri
menurut persepsinya sendiri] sebelum pembahasan oleh
pelatih dimulai dikelas. Untuk itu bahan ini sebaiknya
dibagikan dahulu sebelum kegiatan pembelajaran dimulai
[tugas baca]
▪ Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien
jika menggunakan metode diskusi terpimpin yang dipandu
oleh pelatih

215
▪ Pelatih dengan tegas mempertajam pada hal –hal yang
paling banyak mendapat perdebatan diantara pembelajar
dengan merujuk pada teori dan pengalaman yang pernah ada
selama ini

(b) White board/papan tulis, karakteristik dan cara penggunaannya:


• Point–point bahan ajar dipersiapkan dahulu pada
potongan- potongan kertas kecil sebagai panduan
pelatih agar alurpenyampaiannya beraturan
• Sewaktu menulis di papan dengan posisi
membelakangi pembelajar sedapat mungkin pelatih
jangan sambil berbicara karena dapat menghasilkan
distorsi pendengaran pembelajar
• Mengatur tulisan dipapan sedemikian rupa sehingga
dapat memperjelas alur materi pembelajaran dan tulisan
yang sudah takterpakai hendaknya segera dihapus karena
dapat menggangu pemahaman pembelajar
• Besar tulisan disesuaikan dengan jarak pembelajar yang
terjauh tempat duduknya

(c) Flip chart, karakteristik dan cara penggunaannya :


• Bahan ajar ditulis di flip chart dahulu dan disusun sesuai
dengan urutan penyajian serta diberikan nomor halaman
pada setiap lembarnya
• Jika perlu lembaran yang sudah disajikan dapat
dilepaskan dari standartnya dan ditempelkan di dinding
untuk memperjelas urutan penyajian
• Hindarkan kesan padat tulisan dan besar tulisan
disesuaikan dengan jarak pembelajar yang terjauh tempat
duduknya

(d) Model, karakteristik dan cara penggunaannya :

216
▪ Berupa benda asli atau benda tiruan yang digunakan
sebagai media pembelajaran
▪ Jika benda tiruan warna dan bentuknya harus sesuai
dengan benda aslinya dengan ukuran sama atau
diperkecil/diperbesar dengan skala yang proporsional
▪ Penempatan model hendaknya dapat dilihat oleh
seluruh pembelajar dengan jelas, jika ukuran benda tersebut
relatif kecil hendaknya lebih dari satu, sehingga pembelajar
tidak mengalami kesulitan dalam menangkap pesan yang
disampaikan
▪ Peragaan harus dilakukan dengan langkah yang runtut
dan dengan durasi waktu yang cukup
▪ Beri kesempatan kepada seluruh pembelajar untuk
mengamati, merasakan, meraba dan mencoba
mengoperasikannya

2) Alat bantu pembelajaran projected


Alat bantu ini dalam penggunaannya memerlukan listrik sebagai power
suply, karena perlu diproyeksikan ke layar proyeksi.
Termasuk dalam jenis ini antara lain :
(a) Over head projector, karakteristik dan cara penggunaannya
▪ Bahan ajar [pointers] ditulis di atas transparan yang tidak
terlalu penuh dengan besar tulisan disesuaikan dengan jarak
pembelajar yang terjauh tempat duduknya
▪ Jika terdapat kalimat/kata-kata yang dianggap perlu
mendapat perhatian warna atau model huruf [jenis fontasi]
dapat dibedakan dengan yang lainnya.
▪ Alat bantu ini juga dapat digunakan untuk menyajikan
urutan proses/tahapan kejadian dengan cara menumpuk
beberapa transparan di atasnya secara berurutan. Posisi berdiri
pelatih diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak
menghalangi layar proyektor
▪ Penjelasan terhadap bahan ajar yang tertulis dapat
dilakukan dengan dua cara: jika posisi pelatih berdiri disamping

217
OHP, maka dapat langsung menunjuk tulisan di
transparan dengan menggunakan alat tunjuk [jangan
dengan jari] sedangkan jika pelatih berdiri jauh dari OHP dapat
light” (jangan menunjuk di layar proyektor)

(b) Epidioscope, karakteristik dan cara penggunaannya :


▪ Alat bantu ini dapat digunakan memproyeksikan bahan ajar
yang tertulis di atas kertas dalam bentuk dan warna aslinya.
▪ Biasanya digunakan untuk menyajikan dokumen/bahan ajar
yang tidak mungkin atau tidak sempat dipindahkan pada
transparan.
▪ Alat bantu ini menggunakan lampu proyeksi dengan daya watt
yang tinggi sehingga jika terlalu lama dinyalakan akan dapat
merusak kertas bahan ajar yang diproyeksikan [terbakar]

(c) Slide projector, karakteristik dan cara penggunaannya:


▪ Bahan ajar di foto dan di cetak pada film positif [slide]
dengan bantuan proyektor yang ditampilkan melalui layar
proyektor.
▪ Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar
yang bersifat “dokumentatif”
▪ Untuk menghasilkan gambar tayangan yang baik/jelas alat ini
membutuhkan ruangan yang relatif gelap

3) Alat bantu pembelajaran audio visual


(a) Video tape/VCD, karakteristik dan cara penggunaannya :
▪ Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan
ajar sebuah proses kejadian yang bersifat “life”.
▪ Bahan ajar direkam pada kaset/CD dengan menggunakan
skenario tertentu sehingga alur proses terlihat jelas dan runtut.
▪ Jika direkam pada kaset video jenis VHS dan dengan
menggunakan fasilit penyajian gambar bagian yang dianggap
penting dapat diulang–ulang, dipercepat atau diperlambat [slow

218
motion] secara detail mengamati perubahan wujud suatu
benda.
▪ Layar monitor yang digunakan dapat dihubungkan dengan
desktop proyektor atau televisi. Jika menggunakan televisi
hendaknya dengan ukuran kaca yang lebar [minimal 29 inci]
dengan jumlah yang cukup [satu televisi untuk 6 -10
orang pembelajar]. Alat ini juga dapat menghasilkan suara
[audio] sehingga dapat merangsang indera penglihatan
sekaligus indera pendengaran

(b) Desktop projector, karakteristik dan cara penggunaannya :


▪ Fungsi utama dari alat ini adalah memperbesar tampilan layar
monitor dari video tape, VCD, epidioscope atau komputer.
▪ Jika alat ini dihubungkan dengan komputer yang
mempunyai fasilitas software menggantikan beberapa
alat bantu pemebelajaran tersebut di atas seperti OHP,
slide projector, epidioscope dan video tape/VCD

E. Teknik Presentasi Interaktif Proses Pembelajaran


1. Pengertian dan tujuan presentasi interaktif
a. Pengertian presentasi interaktif
Presentasi interaktif terdiri dari 2 (dua) kata presentasi dan interaktif.
Presentasi, berarti pemaparan atau penyajian, sedangkan interaktif
mengandung saling mempengaruhi secara timbal balik (mutually).
Jadi presentasi interaktif mempunyai makna penyajian timbal
balik/bergantian antara pelatih/fasilitator (penyaji) dan pembelajar yang
saling merespon pembelajaran suatu topik bahasan. Dalam kaitan ini
pembelajar dapat merespon ditengah paparan penyaji dan penyaji dapat
mengembangkan respon pembelajar sepanjang masih dalam koridor
pokok bahasan dan hal ini dapat dilakukan berulang–ulang sampai tuntas.
Kata–kata bijak “Pembelajar kit sampaikan, sementara itu kita perlu
belajar dari apa yang mereka tanyakan” (Andreas–kata bijak Harefa).

219
Melalui kata-kata bijak ini pesan yang ingin disampaikan adalah
pelatih/fasilitator perlu mencermati setiap pertanyaan yang dilontarkan
oleh pembelajar, karena di belakang pertanyaan itu sebenarnya seorang
pelatih/fasilitator dapat mengetahui respon pembelajar terhadap proses
pembelajaran yang sedang difasilitasinya
Dengan kata lain penyajian (stimulus) yang dilakukan pelatih/fasilitator
memperoleh respon dari pembelajar dan respon pembelajar ini (sebagai
stimulus) mengundang respon pelatih/fasilitator. Dengan demikian dalam
presentasi interaktif yang terjadi sebenarnya adalah interaksi stimulus –
respon yang terjadi diantara pelatih/fasilitator dan pembelajar saling
menyajikan dan saling membelajarkan.
Presentasi interaktif

Penyaji Pembelajar

1) Tujuan presentasi interaktif


Pada dasarnya tujuan presentasi interaktif untuk :
(a) Menimbulkan perhatian dan ketertarikan pembelajar terhadap
materi yang disajikan
(b) Merangsang pembelajar berperan serta aktif untuk menemukan
sendiri bagian–bagian topik bahasan yang sesuai dengan
kebutuhan belajarnya
(c) Menggali lebih banyak pendapat dari berbagai pengalaman
sehingga pembahasannya dapat lebih komprehensif
(d) Mengendalikan pelatih/fasilitator yang biasa mendominasi
komunikasi (komunikasi searah).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pelatih/fasilitator dalam menggunakan


pendekatan presentasi interaktif adalah:

220
(a) Waktu
Pelaksanaan presentasi interaktif membutuhkan waktu, apalagi
kalau pokok bahasannya menyangkut isu-isu aktual. Interaksi
yang terjadi harus dijaga masih berada dalam koridor waktu yang
telah ditetapkan. Hal ini menuntut kepiawaian pelatih/fasilitator
dalam mengelola waktu
(b) Keluar dari pokok bahasan
Pada pelaksanaan presentasi interaktif, tidak jarang muncul
pertanyaan menyimpang atau keluar dari alur pokok bahasan.
Apabila pelatih/fasilitator terbawa arus ini, maka suasana
pembelajaran dapat menjurus ke arah yang tidak terkendali karena
melahirkan perdebatan. Kalau sudah demikan tujuan
pembelajaran tidak tercapai, motivasi pembelajar menurun dan
akhirnya kelas tidak bergairah bahkan cenderung tidak kondusif
untuk melanjutkan proses pembelajaran. Untuk itu
pelatih/fasilitator harus tetap memegang kendali dan dapat
menjajikan pembahasan lebih luas akan dilakukan di luar sesi.
(c) Dominasi
Dalam presentasi interaktif, terdapat risiko pembelajar tertentu
mendominasi pertanyaan dan penyampaian tanggapan. Keadaan
demikian harus dicermati dan dicegah, agar kelas tidak terjerumus
ke arah dominasi sehingga mematikan dinamika kelas.
Jika terjadi keadaan demikian, maka yang harus dilakukan
pelatih/fasilitator adalah melemparkannya kepada pembelajar lain
atau dengan halus/anekdot mengembalikan pertanyaan/tanggapan
kepada yang bersangkutan tanpa melibatkan pembelajar lain.
(d) Menangkap dan membulatkan masukan/tanggapan
Dalam menggunakan pendekatan presentasi interaktif,
pelatih/fasilitator harus mampu menangkap dan memberikan
pembulatan terhadap pertanyaan ataupun tanggapan yang
disampaikan oleh pembelajar.
Bahkan jika diperlukan, pembelajar yang bersangkutan diminta
mengulang pertanyaan atau tanggapannya untuk mendapat
persetujuan forum/kelas (menyepakatinya atau menolaknya).

221
2. Penghantar sesi pembelajaran
Beberapa menit pertama setiap sesi penyajian merupakan waktu yang kritis,
seperti yang d menit pertama dari presentasi Anda dapat menentukan
keberhasilan ratusan menit beriku ini mudah dipahami karena pada menit–
menit pertama kemungkinan beberapa pembelajar berfikir berbagai hal yang
tak ada kaitannya dengan materi pembelajaran, atau sebaliknya mereka
berharap yang berlebihan (over estimate) terhadap materi akan dibahas.
Oleh karena itu untuk menjajaginya pelatih/fasilitator harus mampu :
a. Menangkap minat seluruh kelompok pembelajar dan menyiapkan
informasi agar pembelajar dapat berproses secara optimal
b. Membuat pembelajar menyadari harapan pelatih/fasilitator tentang tujuan
pembelajaran yang akan dicapai bersama, sehingga dapat diciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif.
Untuk mewujudkan keadaan tersebut, langkah awal yang harus dilakukan
pelatih/fasilitator sebagai prakondisi menghantar sesi adalah hal–hal
sebagai berikut :
a. Mereview tujuan sesi
Menghantar pokok bahasan dengan meninjau ulang tujuan pembelajaran
(TPU dan TPK) dengan demikian setiap pembelajar akan mengetahui
dengan pasti apa saja pokok bahasan yang akan dipelajari beserta ruang
lingkupnya.
1) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan
Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan, pelatih/fasilitator dapat mengetahui apakah pembelajar
pernah memperoleh pengetahuan yang terkait dengan isi pokok
bahasan dan mengajak pembelajar mau berkontribusi dalam proses
pembahasan.
2) Menghubungkan pokok bahasan dengan a) Materi sebelumnya
Pelatih/fasilitator dapat menanyakan kepada kelas tentang materi

222
yang baru saja selesai dibahas dan mencoba menghubungkan garis
merah antara materi yang baru saja selesai dibahas dengan materi
yang akan dibahas.
Contoh:
. . yang baru saja dibahas adalah materi metode pembelajaran dan
Anda semua sudah menguasainya, maka sekarang saya akan
mengajak Anda untuk membahas materi tentang media
pembelajaran. Kaitan antara kedua materi ini adalah sama–sama
unsur terpenting dalam proses pembelajaran karena media yang
akan digunakan sangat tergantung pada metode pembelajaran yang
akan digunakan. . dst.
b) Pengalaman nyata penyaji (pelatih/fasilitator)
Pada kesempatan ini pelatih/fasilitator dapat mencoba menceritakan
kejadian nyata yang dialami pelatih/fasilitator sekaitan dengan pokok
bahasan yang akan dipelajarinya.
Melalui cara ini diharapkan akan menimbulkan atensi bagi
pembelajar untuk mengikutinya, karena topik yang akan dibahas
adalah kejadian nyata adanya, dan tidak menutup kemungkinan
akan juga dialami pembelajar.
Contoh:
“. . . topik berikutnya adalah mempunyai pengalaman pahit dengan
alat bantu pembelajaran, yaitu ketika memfasilitasi sebuah diklat
yang cukup bergengsi. Masalahnya terl merekam tayangan power
point yang sudah saya siapkan jauh hari sebelumnya tiba–tiba tidak
dapat dibuka pada laptop yang disediakan panitia.
Setelah usut punya usut ternyata kemasukan virus dari laptop itu
yang membuat rusak tayangan saya, dan terpaksa saya harus
menggunakan alat bantu white board dan OHP yang tersedia.
Dengan pengalaman itu apa yang dapat dipetik hikmahnya? . .
.” dst
c) Pengalaman kerja pembelajar
Pada kesempatan ini pelatih/fasilitator dapat mencoba meminta
beberapa pembelajar untuk menceritakan pengalaman kerja yang
ada kaitan dengan pokok bahasan atau salah satu sub pokok

223
bahasan yang akan dipelajarinya. Melalui cara ini diharapkan akan
menimbulkan atensi bagi pembelajar untuk mengikutinya, karena
topik yang akan dibahas.
Contoh:
. . .topik berikutnya adalah konseling klien yang akan menjalani
operasi amputasi kaki. Apakah anda pernah menemukan klien Anda
di rumah sakit yang amat gelisah menghadapinya? Apa yang
mereka katakan atau perbuat? Bagaimana Anda menghadapinya
dan apa yang Anda katakan? . . . . dst
d) Berbagi pengalaman
Pada kesempatan ini prinsipnya hampir sama dengan
menghubungkan pokok bahasan dengan pengalaman kerja
pembelajar pada poin c, hanya saja pada saat pembahasan
pemecahan masalah diminta beberapa orang pembelajar yang
mempunyai pengalaman serupa untuk mengutarakan bagaimana
pemecahannya untuk dijadikan pembanding (komparatif). Dengan
demikian kelas akan tertarik untuk berpartisipasi dan sekaligus
mendapatkan banyak variasi jawaban untuk pemecahan masalah.
3) Menggunakan alat bantu yang sesuai/tepat
Langkah awal yang perlu dilakukan pelatih/fasilitator sebagai
prakondisi menghantar sesi selain hal–hal diatas juga dapat dilakukan
melalui pemaparan dengan menggunakan alat bantu tertentu sesuai
pokok kajian yang ingin ditonjolkan.
Untuk keperluan ini sering digunakan gambar–gambar bersifat
“affirmatif” yang ditayangkan mel diminta untuk menanggapinya secara
bergantian dan penyaji menyimpulkan dan menggiringnya masuk pada
penyajian materi inti (pokok bahasan).
Jika empat langkah diatas dalam mengawali sebuah presentasi
(penyajian) sudah dilakukan tetapi suasana kelas belum juga “bangun”,
maka ada baiknya hal–hal dibawah ini dilakukan untuk merebut atensi
pembelajar :
1) Mengajukan pertanyaan “retorika yang berkaitan dengan topik yang

224
akan dibahas.
Contoh :
“Dalam proses pembelajaran yang difasilitasi seorang pelatih yang
hebat apakah masih memerlukan media dan alat bantu
pembelajaran?”
2) Memberikan definisi yang tidak “ghalib” (tidak bisa) terhadap salah satu
ungkapan yang terkandung dalam topik bahasan
Contoh :
Akronim dari kata DIALOGUE adalah DIA–LO–GUE dalam bahasa
Jakarta: DIA artinya “orang ketiga” sedangkan LO artinya “kamu” dan
GUE artinya “aku”. Jadi jika diartikan sebenarnya adalah : DIA boleh
bicara, LO (kamu) boleh bicara dan GUE (aku) juga boleh bicara.
Pengertiannya hampir mirip dengan sesungguhnya.
3) Mengutip pendapat orang bijak yang dapat menegaskan topik bahasan
Contoh :
“ Audiens kita belajar dari apa yang kita sampaikan, sementara kita
perlu belajar dari apa yang mereka tanyakan ” (Andreas Harefa)
4) Memberikan pertanyaan misterius dengan tujuan agar pembelajar
penasaran dan mengikutinya untuk menemukan jawabannya
Contoh :
“Dimana letak perbedaan yang hakiki antara media pembelajaran dan
alat bantu pembelajaran?”
5) Kemukakan hal–hal yang mendukung ide yang terkandung dalam
pokok bahasan dengan cara :
(a) Latar belakang historis analogi ilmiah
(b) Kesaksian dan komentar para pakar
(c) Pengalaman, inisden, dan peristiwa sejarah yang menakjubkan
atau dramatis/tragis
(d) Contoh–contoh konkrit di sekitar kita
(e) Gunakan fakta dan data statistik
(f) Demonstrasikan/peragaan langsung di depan pembelajar
Untuk meraih kepercayaan forum terhadap kredibilitas pelatih/fasilitator,
maka pada awal menghantar sesi pembelajaran hal yang perlu dihindari:

225
1) Jangan memulainya dengan permintaan maaf karena hal ini akan
mengurangi kepercayaan pembelajar terhadap
kemampuan/kredibilitas pelatih/fasilitator yang akan memfasilitasi
proses pembelajaran.
2) Jangan memberikan hormat yang be penting” yang ada diantara
pembelajar tidak sengaja menempatkan Anda sebagai seorang
pelatih/fasilitator berada pada posisi di bawah, sehingga transaksi
komunikasi pembelajaran yang terbentuk secara vertikal.
3) Jangan katakan betapa sulitnya Anda menyusun materi/bahan
pembelajaran ini karena dapat menurunkan kualitas bahan ajar yang
telah Anda susun
3. Merangkum sesi pembelajaran
Rangkuman digunakan untuk menguatkan isi penyajian dan menyediakan
ruang bagi pembelajar untuk meninjau ulang butir-butir inti penyajian. Pada
umumnya rangkuman dibuat pada setiap akhir presentasi. Apabila pokok
bahasannya kompleks atau terputus oleh waktu istirahat, rangkuman perlu
dibuat secara periodik per pokok bahasan untuk meyakinkan bahwa
pembelajar telah dapat menangkap materi yang disajikan dengan benar.
Syarat rangkuman:
a. Singkat
Rangkuman tidak terlalu banyak sehingga memudahkan setiap
pembelajar mengingatnya
b. Menggambarkan kesatuan butir-butir inti
Rangkuman hendaknya dibuat secara kronologis berupa butir–butir inti
sesuai dengan sekuens pembahasan
c. Melibatkan pembelajar
Rangkuman sebaiknya dilakukan oleh pembelajar secara curah pendapat
yang dipandu oleh pelatih/fasilitator dengan maksud disamping untuk
memperekat daya ingat juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat
penyerapannya
Beberapa teknik merangkum yang dapat digunakan, antara lain :
a. Meminta pembelajar bertanya.
Cara ini memberi kesempatan kepada pembelajar untuk
meyakinkan/mempertegas tentang satu topik yang dirasakan masih ragu-

226
ragu. Jawaban dilakukan oleh forum kelas dan pada kesempatan ini
memungkinkan terjadinya diskusi yang “hidup”–butir terutama yang paling
sulit ditangkap.
b. Bertanya kepada pembelajar
Jika tidak ada pertanyaan yang diajukan oleh pembelajar, maka
pelatih/fasilitator melemparkan pertanyaan kepada pembelajar dimulai
dengan butir-butir yang mudah dan secara gradasi menuju butir-butir
utama/inti pembelajaran. Jika kelas mulai sulit menjawab, maka
pelatih/fasilitator dapat memandu menemukan jawabannya.
c. Melaksanakan latihan atau tes tertulis
Latihan atau tes tertulis memberi kesempatan kepada pembelajar untuk
menampilkan pemahamnnya terhadap materi yang dibahasnya secara
tertulis. Setelah selesai latihan atau tes, gunakan pertanyaan yang sama
sebagai bahan tanya jawab/curah pendapat untuk mendapatkan jawaban
beserta penjelasannya secara tepat.
d. Tanya jawab saling silang antar kelompok pembelajar kelas dibagi dua
kelompok masing–masing merumuskan pertanyaan yang berbeda, contoh
Kelompok I menyusun pertanyaan 3 buah yang berasal dari pokok bahasan
1, 4 dan 6 yang harus dijawab oleh kelompok II sedangkan kelompok II
sisanya yang harus dijawab kelompok I dengan waktu masing–masing 10
menit.

Setelah butir pertanyaan berhasil disusun, maka pelatih/fasilitator bertindak


sebagai moderator memimpin sesi tanya jawab kelompok I dan II. Dengan
pembelajar harus membuka/membaca ulang catatan materi yang baru saja
dibahasnya untuk mencari butir–butir bahasan ketika menyusun pertanyaan
dan sekaligus menjawab pertanyaan. Dengan demikian tanpa sadar mereka
telah berhasil membuat rangkuman secara bermakna dalam waktu singkat.

4. Teknik tanya jawab


Inti dari keberhasilan presentasi interaktif terletak pada dinamika proses
pembelajaran yang tercipta, kualitas dinamika proses pembelajaran terletak

227
pada ketepatan dan keserasian hubungan stimulus–respon (pelatih/fasilitator
dan pembelajar) yang terjadi.
Sedangkan kualitas interaksi stimulus-respon yang terjadi sangat ditentukan
oleh kualitas kesediaan pelatih/fasilitator pada momentum tanya jawab.
Momentum tanya jawab akan produktif jika pelatih/fasilitator menguasai teknik
tanya jawab dengan baik.
Momentum tanya jawab mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda
baik bagi pelatih/fasilitator maupun pembelajar. Bagi pelatih/fasilitator
bertanya kepada pembelajar mempunyai maksud :
a. Menghantar pokok bahasan, bertujuan mengetahui tingkat pemahaman
terhadap materi yang akan dibahas (pre test)
b. Meningkatkan efektivitas ilustrasi penyajian, bertujuan mendapat dukungan
dari forum pembelajaran
c. Mendinamisasi kelas, bertujuan menghidupkan kelas yang lesu dan kurang
tertarik terhadap materi pokok bahasan
d. Mengetahui daya serap kelas, bertujuan mengevaluasi seberapa jauh
materi dapat diserap secara rata–rata kelas sekaligus mengetahui atensi
pembelajar terhadap materi bahasan

Sedangkan bagi pembelajar bertanya kepada pelatih/fasilitator mempunyai


maksud :
a. Mendapatkan informasi tambahan karena pembelajar merasa belum
lengkap
b. Menghilangkan keraguan karena pembelajar masih menyangsikan atas
informasi telah diterimanya
c. Sekedar memberikan komentar atas serentetan pernyataan penyaji
d. Menyatakan sudut pandang yang berbeda, karena menurut keyakinannya
pernyataan penyaji berbeda dengan pengalaman atau pemahamannya
e. Menyatakan dukungannya secara terselubung, artinya pembelajar setuju
dengan pernyataan penyaji karena menurut pemahamn dan
pengalamannya memang begitu adanya

228
f. Memberikan apresiasi terhadap pernyataan penyaji, pembelajar ingin
memberikan penghargaan terhadap pernyataan penyaji yang memang
tepat adanya

Agar kegiatan tanya jawab menjadi momentum produktif maka


pelatih/fasilitator perlu mempunyai kemampuan dalam hal–hal sebagai
berikut:
a. Menyusun dan Mengajukan Pertanyaan
Kemampuan pelatih/fasilitator untuk menyusun dan mengajukan
pertanyaan dalam suatu proses pembelajaran mutlak harus dikuasai agar
mendapatkan jawaban/respon sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu
seorang pelatih/fasilitator harus menguasai prinsip-prinsip umum dalam
menyusun dan mengajukan pertanyaan dengan mengingat empat hal
sebagai berikut ini :
1) Clarity : pertanyaan yang diajukan harus dirumuskan secara jelas, tidak
menimbulkan banyak arti/tafsir, sehingga dengan sekali mendengar
pertanyaan sudah langsung mengerti apa yang dimaksud
2) Simplicity: pertanyaan yang diajukan bersifat sederhana, tidak berupa
kalimat panjang lebar sehingga sulit untuk dapat menangkap inti
pertanyaannya
3) Challenging: pertanyaan yang diajukan bersifat menantang, tidak hanya
sekedar memerlukan jawaban “ya” atau “tidak” melainkan dapat
menimbulkan rangsangan sebagian besar pembelajar ingin ikut
menjawabnya.
4) Specific: pertanyaan yang diajukan bersifat khusus, berkaitan langsung
dengan fokus yang sedang dibahas

b. Jenis Pertanyaan
Salah satu tujuan pengajuan pertanyaan antara lain untuk mendapatkan
jawaban berupa pendapat/gagasan yang bermanfaat, konstruktif dan
analitik. Untuk itu pelatih/fasilitator perlu mempunyai kemampuan dalam
mengembangkan berbagai jenis pertanyaan yang diajukan agar dapat
mencapai tujuannya. Jenis dan tujuan dari pertanyaan itu dapat
digambarkan sebagai berikut :

229
1) Pertanyaan Tertutup (Closed Questions)
Merupakan pertanyaan yang membatasi jawaban. Tujuannya
mendapatkan jawaban sederhana, singkat dan terbatas untuk
mengungkapkan fakta. Pertanyaan tertutup ini umumnya diikuti oleh
pertanyaan lain untuk memperdalam dan menjajaki sesuatu secara
lebih jauh lagi.

2) Pertanyaan Menduga-duga (Presumptive Questions)


Merupakan pertanyaan yang mengandung adanya dugaan tertentu
terhadap pihak yang ditanya, dimana jawaban yang diharapkan
merupakan bagian dari yang dipertanyakan
Contoh :
Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan prinsip pembelajaran
yang bernuansa “learning” dan Apakah Anda sependapat dengan
pendekatan tersebut?
Dalam pertanyaan di atas, pihak penanya menduga atau
mengasumsikan bahwa pihak yang ditanya "seolah-olah"/“diduga”
sering menggunakan pendekatan itu.

3) Pertanyaan Mengarahkan (Leading Questions)


Suatu pertanyaan yang jawabannya telah diarahkan atau dikehendaki
oleh penanya atau jawaban untuk pertanyaan ini sudah diketahui oleh
penanya.
Contoh :
Dapatkah Anda menyebutkan 5 “core values” tenaga kesehatan yang
telah di resmikan Menkes pada akhir – akhir ini ?

4) Pertanyaan Terbuka (Open Questions)


Pertanyaan yang memberi kesempatan dan kebebasan bagi
pembelajar dalam memberikan jawaban, gagasan, pendapat,
komentar dan sebagainya. Pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk
mengungkapkan gagasan yang bersifat analitis, kreatif dan sekaligus

230
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kedalaman pemahaman.
Contoh:
 Apa yang mendasari Anda mengatakan metode Role Playing dapat
meningkatkan peran aktif pembelajar?
 Mengapa dalam pemilihan alat bantu pembelajaran harus juga
memperhatikan metode yang akan digunakan?

5) Pertanyaan Hipotetik (Hypothetical Questions)


Merupakan jenis pertanyaan yang mengarahkan dan memancing
jawaban pada timbulnya praduga.
Contoh:
 Apa yang terjadi jika seluruh diklat bidang kesehatan telah
terakreditasi sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No. 725 tahun
2003?

6) Pertanyaan Menyelidik (Probing Questions )


Merupakan pertanyaan yang bersifat "menyelidik" untuk memenuhi
rasa ingin tahu atau memperoleh jawaban lebih jauh dan mendalam
atas jawaban yang telah disampaikan. Biasanya digunakan untuk
menindak lanjuti pertanyaan sebelumnya dan umumnya pertanyaan
bersifat tertutup.
Contoh:
 Setujukah Anda dengan kebijakan pemerintah melalui Kepmenkes
No. 725 tahun 2003 yang mengharuskan seluruh pelatihan bidang
kesehatan terakreditasi? dilanjutkan dengan pertanyaan “menyidik”.
 Jika anda setuju. Mengapa?
 Dapat dilanjutkan lagi dengan pertanyaan lebih dalam :
Apa keuntungan kebijakan tersebut bagi unit kerja Anda?

Disamping berbagai jenis pertanyaan seperti di atas masih ada lagi


jenis pertanyaan dengan kategori lain yang perlu diketahui oleh
pelatih/fasilitator :
1) Pertanyaan Ingatan :

231
Sejak kapan Anda menjadi tenaga pelatih pada diklat teknis program
kesehatan di unit kerja Anda?Adakah kesulitan yang Anda dialami?
2) Pertanyaan Pengamatan :
Dalam teori perkembangan kelompok, apa yang terjadi pada saat
kelompok memasuki tahapan “storming”?
Apakah anda menarik disana?
3) Pertanyaan Analitis :
Mengapa pada setiap proses pembelajaran selalu diperlukan
penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif?
4) Pertanyaan Perbandingan :
Diantara metode simulasi dan role playing, metode pembelajaran
mana yang dapat menyentuh domain psikomotor lebih banyak
5) Pertanyaan Proyektif :
Apa yang akan terjadi tenaga pelatih teknis program dilembagakan
menjadi jabatan fungsional ?

Apapun juga jenis pertanyaan yang akan dipakai sebaiknya


pergunakan kata tanya: APA, SIAPA, DIMANA, KAPAN, BAGAIMANA
dan MENGAPA dengan panduan :
) Untuk mengungkap fakta pergunakan : Apa, Siapa, Kapan dan
Dimana

) Untuk mengungkap ide, pendapat atau gagasan yang berhubungan


dengan proses, kerangka pikir dan fakta lain pergunakan : Mengapa
dan Bagaimana.

c. Teknik Bertanya
Teknik bertanya merupakan kemampuan yang penting agar kegiatan
tanya-jawab menjadi momentum produktiv, karena jika keliru dalam cara
memberikan/melempar pertanyaan, maka yang terjadi justru sebaliknya.
Dalam hal teknik bertanya pelatih/fasilitator perlu mempunyai kemampuan
dalam hal sebagai berikut :
1) Pertanyaan untuk umum (over head questions)

232
Pertanyaan ini ditujukan untuk kelas, dengan harapan ada beberapa
volunteer yang bersedia menjawab. Tujuan pertanyaan ini jika
pelatih/fasilitator menginginkan klarifikasi, penjajakan, pendapat kelas
tentang suatu topik yang berkaitan dengan pokok bahasan yang
sedang dibahas.
Teknik bertanya seperti ini berpotensi didominasi oleh volenteer
tertentu karena mungkin dia yang paling berani menjawab, sedangkan
yang lain tidak menjawab belum tentu tidak mengetahui jawabannya,
melainkan lebih banyak disebabkan kurang berani mengungkapkan
pendapat.
Untuk menghindarinya pelatih/fasilitator dapat memberikan komentar
“saya ingin yang wajah baru menja dari deretan bangku sebelah kiri
dan tengah, ingat ya semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam proses pembelajaran ini”
2) Pertanyaan dengan sasaran (target Questions) pertanyaan ditujukan
pada seseorang dengan tujuan :
(a) Pelatih/fasilitator memerlukan dukungan atas butir-butir bahasan
yang dirasakan sulit untuk menjelaskannya, untuk itu perlu bantuan
pembelajar yang selama ini telah dikenal dan dianggap mampu
menjawabnya atau isi pertanyaannya berhubungan erat dengan
bidang tugasnya sehari–hari.
(b) Menegor secara halus kepada anggota kelas yang sedang asyik
mengobrol/kurang perhatian, ataupun yang sedang mengantuk,
dengan harapan yang bersangkutan sadar akan kekeliruannya.

Teknik yang digunakan dalam memberikan pertanyaan untuk point 1) dan


2) di atas dapat dilakukan sebagai berikut :
 Untuk point 1) :
Lontarkan pertanyaannya sesaat, lalu sebut nama pembelajar yang
diinginkan untuk menjawabnya atau tunjuk pembelajar yang memang
memberi isyarat dapat menjawabnya
 Untuk point 2) :
Sebutkan namanya sesaat,kemudian lontarkan pertanyaannya.

233
d. Teknik Menanggapi Jawaban
Selain teknik bertanya kemampuan menanggapi jawaban yang baik juga
harus dikuasai oleh seorang pelatih/fasilitator. Jawaban atas pertanyaan
yang dilontarkan pelatih/fasilitator maupun dari sesama pembelajar akan
mempunyai kemungkinan:
1) Jawaban benar secara keseluruhan, maka lakukan hal berikut:
(a) Ulangi jawabannya untuk penguatan agar yang lainnya ikut
memahami
(b) Berikan reward secukupnya untuk pertanyaan yang dijawab dengan
sekali benar
(c) Berikan reward yang besar untuk pertanyaan yang sulit dijawab
dengan benar (setelah dijawab berkali–kali oleh banyak orang baru
benar)

2) Jawaban tidak benar atau sebagian benar, maka lakukan hal berikut:
(a) Jangan dikritik tapi bimbinglah untuk menemukan jawabannya,
tetapi jika tidak juga berhasil maka lemparkan pertanyaanya
kepada yang lain untuk membantu menjawabnya.
(b) Jika hal ini gagal juga, maka kelas dipandu dengan cara curah
pendapat untuk menemukan jawabannya, setelah terjawab perlu
diklarifikasi (disempurnakan) oleh pelatih/fasilitator agar dapat
diadopsi secara umum

3) Pembelajar yang diberi pertanyaan tidak mau menjawab (diam), maka


lakukan hal berikut :
(a) Turunkan tingkat kesulitan atau sederhanakan kalimat
pertanyaannya, tetapi jika tidak mau menjawab juga, maka ulangi
pertanyaannya lalu lemparkan ke pembelajar lain untuk
menjawabnya.
(b) Setelah terjawab (benar atau salah) coba sekali kembalikan
kepada pembelajar yang tak mau menjawab tadi untuk
menanggapinya “jaw salah” Kemungkinan. yang terjadi :

Jika dia menyatakan jawaban itu ”salah”, maka yang benar

234
seperti apa ? setelah menjawab cek silang dengan penjawab
pertama dan pancing untuk diskusi agar dapat menghilangkan
”sifat diamnya” itu.

Jika dia menyatakan jawaban itu “benar” (padahal jawaban
temannya tadi salah) maka hal ini dapat dilemparkan lagi ke
pembelajar yang lain “apakah benar jawaban itu benar”, setelah
terjawab cek silang dengan pembelajar yang tak mau menjawab
tadi dan pancing untuk diskusi agar dapat menghilangkan ”sifat
diamnya” itu. Dalam kasus ini jawaban benar atau salah tidak
lagi menjadi penting, yang penting “sipendiam” ini harus
bersedia ikut aktif berproses

Jika tidak mau menjawab juga, maka berikan anekdot yang
menyegarkan sebagai “punishment”

e. Teknik Menghadapi Situasi Sulit


Dalam presentasi interaktif hampir dipastikan ruang tanya jawab selalu
terbuka lebar karena memang sifatnya yang “interaktif” harus memberi
peluang terjadinya “stimulus–respon” seluas–seluasnya seperti yang
diinginkan dalam proses pembelajaran yang bernuansa “learner center”
membutuhkan seorang pelatih/faslitator yang handal dalam menghadapi
situasi seperti itu.
Hal seperti diatas terkadang masih diperberat lagi jika harus menghadapi
pembelajar sebagai individu–individu yang “matang” sedangkan iklim
pembelajar tercipta karena kegagalan tahapan proses sebelumnya.
Oleh karena itu dibawah ini beberapa strategi yang masih perlu
dikembangkan untuk menghadapi situasi sulit dalam proses pembelajaran
1) Ketika pertanyaan yang diajukan tidak tepat momennya
Jika hal ini terjadi maka dengan halus pelatih/fasilitator dapat
mengatakan bahwa saat ini sedang tidak membahas hal itu, nanti
mungkin dapat dicarikan waktunya tersendiri agar kita dapat bebas
membahasnya.
2) Ketika penanya justru “mempresentasikan” tandingan
Untuk kejadian ini yang harus dilakukan pelatih/fasilitator :

235
(a) Tanyakan kepada pembelajar lain apakah waktunya terganggu?
(b) Pelatih/fasilitator dengan halus dapat memotongnya dan
menanyakan inti pertanyaannya yang mana?
(c) Mempersilahkan diskusinya dilanjutkan nanti saja jika sesi ini
selesai
3) Ketika pertanyaan diajukan secara beruntun
Jika hal ini terjadi, maka pelatih/fasilitator dapat meminta
pertanyaannya satu persatu saja atau pilih mana pertanyaan yang perlu
dijawab
4) Ketika pertanyaannya bersifat hipotesis atau pengandaian Untuk
menanggapinya pelatih/fasilitator dapat meminta agar pertanyaannya
yang aktual saja karena faktor waktu yang sempit atau katakan
jawabanya kita cari di text book saja
5) Ketika pertanyaan berdasarkan pada asumsi yang keliru
6) Jika hal ini terjadi maka pelatih/faslitator dapat meluruskan dasar
pemikiran (asumsi) yang digunakan itu dan bersama–sama penanya
dapat meluruskan pertanyaannya
7) Ketika pertanyaan cenderung menyerang pribadi pelatih/fasilitator.
Untuk hal ini pelatih/faslitator melontarkan kembali pertanyaan itu
kepada forum kelas atau dijawab dengan anekdot dan katakan nanti
akan dijawab di forum lainnya
8) Ketika tidak ada pertanyaan yang diajukan sama sekali Hal yang harus
dilakukan pelatih/faslitator adalah melempar pertanyaan dimulai yang
mudah dijawab kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan yang sulit dan
ketika terjawab jawaban itu dapat dilempar kembali kepada yang lain
untuk di tanggapi demikian seterusnya, sehingga menjadi dinamis

5. Mengelola hubungan interaktif


Pelatih/fasilitator bukanlah satu-satunya orang yang harus melakukan
komunikasi karena dalam proses pembelajaran dengan pola interaktif
pelatih/fasilitator harus dapat memfasilitasi komunikasi interaktif yang efektif.
Interaktif yang dimaksud adalah keadaan yang memungkinkan terjadinya
interaksi antar sumber belajar. Secara nyata interaksi yang terjadi adalah

236
terciptanya stimulus-respon antara pelatih/fasilitator dengan pembelajar,
antar pembelajar, dan antara pembelajar/fasilitator dengan sarana
pembelajaran.
Berikut ini beberapa strategi untuk mengelola hubungan interaktif yang
berguna bagi pelatih/fasilitator agar dapat mempertahankan suasana
kondusif sampai akhir sesi.
a. Menyesuaikan diri dengan pembelajar yang menjadi pendengar.
Sesuatu yang menurut pelatih/fasilitator sudah jelas tetapi mungkin
mempunyai arti yang sama sekali berbeda, atau boleh jadi sama sekali
tidak dapat dimengerti secara keseluruhan oleh para pembelajar.
Hal ini karena setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Sehingga mereka dapat mempunyai pemahaman
yang berbeda-beda terhadap kata-kata, tanda-tanda dan gerak-gerik atau
ekspresi wajah pelatih/fasilitator.
Alternatif berikut merupakan kiat yang dapat dipakai untuk mengurangi
distorsi pemahaman yang berbeda beda tersebut :
1) Bahasa yang digunakan pelatih/fasilitator
Pastikan bahwa istilah-istilah yang dipergunakan adalah istilah-istilah
yang sudah umum di telinga pembelajar.
Hindari penggunaan istilah-istilah teknik yang hanya umum digunakan
oleh suatu profesi atau bidang studi tertentu.
Sebaiknya tidak menggunakan istilah asing bila sudah ada istilah
bahasa Indonesia. Kesalahpahaman dapat terjadi karena hal tersebut.
2) Berbicara secara efektif
Tidak hanya isi kata-kata yang ditangkap oleh pembelajar, tetapi juga
akan dirasakan bagaimana cara penyampaiannya yang dapat
tercermin pada intonasi, ekspresi wajah, sikap dan gerakan tubuh
lainnya. Oleh karena itu pelatih/fasilitator perlu menyadari hal ini jika
tidak ingin terjadi distorsi pemahaman.
Untuk mengurangi kebosanan dan penyegaran dapat juga digunakan
kosa kata yang berwarna-warni atau yang tidak biasa tetapi tanpa
merubah makna dan diselingi humor atau anekdot yang menyegarkan
sepanjang masih terkait dengan topik bahasan.
3) Gaya dan Penampilan

237
Penampilan dan gaya seorang pelatih/fasilitator termasuk salah satu
aspek yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran walaupun tidak
langsung. Karena jika kurang sesuai dengan keadaan pembelajar akan
timbul citra yang kurang baik dan hal ini akan berpengaruh pada
interaksi antara pelatih/fasilitator dan pembelajar.
Tidak ada ukuran secara pasti harus seperti apa penampilan dan gaya
yang paling tepat, tetapi yang terbaik penampilan dan gaya seorang
pelatih/fasilitator adalah yang dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan/karakteristik pembelajar yang biasanya dapat diketahui dari
jenis pelatihan, tingkat pendidikan dan tingkat eselon para pembelajar.
Dari kesemuanya itu yang paling penting bagi pelatih/fasilitator mampu
bersikap setara, bersahabat dan hangat. Jika penampilan dan gaya
pelatih/fasilitator terlalu mewah akan membuat pembelajar tidak
berdaya karena terdapat jarak dan mereka merasa takut atau
sebaliknya jika tampilan dan gaya pelatih/fasilitator yang kurang
meyakinkan (terlalu sederhana) membuat pembelajar merendahkan
(under estimate).

b. Mendengar secara efektif


Mendengar (listening) itu mudah tetapi mendengarkan (hearing) ternyata
tidaklah mudah. Pada umumnya ketika seseorang sedang berbicara
dengan kita, yang terjadi adalah kita tidak sedang mendengarkannya
dengan serius, karena biasanya kita tengah sibuk mempersiapkan
jawaban apa yang akan seorang pelatih/fasilitator yang sedang
memfasilitasi proses pembelajaran hendaknya dapat menjadi pendengar
yang efektif, untuk itu perlu berlatih agar proses komunikasi menjadi
produktiv.
Langkah–langkah yang dapat digunakan berlatih agar dapat menjadi
pendengar yang efektif :
1) Temukan beberapa area minat pembicara ketika transaksi komunikasi
itu terjadi;
2) Nilailah isinya, bukan cara menyampaikannya;
3)Tahan keinginan untuk menjawab sebelum paham betul apa yang
diutarakan lawan bicara;

238
4) Dengarkan dan temukan ide (isu inti) yang diutarakannya;
5) Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu pemahaman
dan memperdalam mengenai apa yang sedang dipikirkan dan
dirasakan lawan bicara ;
6) Bersikaplah toleran pada gangguan yang ada pada pembicara saat dia
mengutarakan ide/gagasan;
7) Bukalah pikiran dengan mempertimbangkan perbedaan sudut pandang
walaupun tajam adanya;
8) Usahakan agar tidak dengan segera melakukan evaluasi tentang apa
yang sedang dikatakan, kecuali jika lawan bicara telah mengutarakan
kesimpulan akhir

c. Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran sedang


berlangsung.
Ketika proses pembelajaran sedang berlangsung pelatih/fasilitator
hendaknya tetap waspada/peka terhadap signal–signal (verbal & non
verbal) yang dimunculkan oleh para pembelajar oleh karena adanya
beberapa sebab yang mungkin tanpa disadari oleh pelatih/fasilitator yang
tengah sibuk “bermain” ikut. ini adalah beberapa catatan
pengalamanpenulis ketika memfasilitasi proses pembelajaran
1) Pembelajar terlihat resah dengan sering berpindah tempat,
berdiri, mendehem, bercakap-cakap tentang hal lain. Jika hal ini
terjadi maka
yang harus dipikirkan ada beberapa kemungkinan (1) jam
pembelajaran sudah habis, (2) pelatih/fasilitator membosankan
atau bicaranya terlalu tinggi (sulit dimengerti), atau (3)
pembelajar merasa lelah perlu energizer.
2) Suasana kelas terjadi keheningan. Suasana kelas yang hening
t idak selamanya positif untuk itu pastikan apakah mereka
kelihatan serius mengikuti atau apatis, suasana hening dapat juga
diakibatkan karena pembelajaran “takut” sehingga tegang dan
keadaan ini membuat pembelajar merasa tersiksa. Jika yang
terjadi adalah apatis biasanya disebabkan proses pembelajaran
yang tidak menarik, materi bahasannya tidak menarik, media/alat

239
bantu yang digunakan tidak menarik/terlalu sederhana. Tetapi jika
keheningan yang terjadi karena pembelajar tegang/takut,
kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah penampilan dan
gaya pelatih/fasilitator yang “menyeramkan” menyerupai pejabat
teras sehingga pembelajar secara psikologis merasa ada
pembatas (barier) antara pelatih/fasilitator dengan pembelajar.
3) Pembelajar lebih banyak menatap pada pelatih/fasilitator
ketika berbicara. Hal ini kemungkinan besar pembelajar tertarik
dengan menunjukkan atensinya dalam mengikuti pembahasan
materi.
4) Ekspresi wajah, gerak tubuh dan suara
Pelatih/fasilitator yang berdiri dikelas menjadi pusat perhatian
pembelajar dan agar proses interaksi berhasil secara optimal
hal–hal seperti dibawah ini perlu diperhatikan :
(a) Ekspresi wajah: Usahakan terkesan ramah dan senang
berada di tengah–tengah pembelajar untuk memfasilitasi
materi. Kontak mata dengan pembelajar secara
bergantian keseluruh ruangan tanpa terkesan menyelidik
perlu dilakukan secara periodik
(b) Gerak tubuh: Posisi tubuh berdiri harus dapat dilihat oleh
seluruh pembelajar tetapi juga harus mudah mengontrol alat
bantu/media pembelajaran. Sesekali dapat juga bergerak
mendekati pembelajar
yang mengajukan pertanyaan atau kearah pembelajar yang
kurang menaruh minat (atensi rendah).
(c) Posisi kaki berdiri tegak jarak antar dua kaki 20–25 cm, dan
jangan bertumpu pada satu kaki karena terkesan santai.
Hindarkan menggerak–gerakan anggota badan tanpa
ada tujuan yang
mendukung pembahasan, demikian juga tangan jangan
memegang–megang benda yang tak ada kaitannya dengan
topik bahasan.
(d) Suara: Volume tidak terlalu keras, menggunakan nada
(intonasi) sedang, nada yang tinggi terkesan marah

240
sedangkan nada rendah terkesan malas. Atur kecepatan
bicara agar artikulasinya dapat ditangkap dengan jelas.

241
VII. Referensi
1. Andreas Harefa: 2003. Pengantar Presentasi Efektif, Gramedia. Jakarta
2. Colin Rose dan Malcom J. Nicholl: 1997. Accelerated Learning for the
21stcenturi, Delacorte Press, New York
3. DePorter Bobbi dan Mike Hernachi : 1992. Quantum Learning, Dell
Publishing, New York
4. J. Soenardi: 2002 Teknik Presentasi Interaktif, Pusdiklat Kesehatan
5. Prola WJ: 2002. Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran,
6. Pusdiklat Kesehatan: 2001. Landasan Pembelajaran
7. Berorientasi Pembelajar Pusdiklat Kesehatan: 2001 Teknologi
Pembelajaran
8. Rick Sulivan et all: 2001. Leadership Training Skill, Baltimore.
JHPIEGO Corporation
9. Rinni Yudhi Pratiwi: 2005. Memfasilitasi Proses Pembelajaran.
Pusdiklat Kesehatan & Direktorat Epim – Kesma

242
VIII. Lampiran
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)
Pelatihan .....................................................................................

Judul Mata Pelatihan :


...........................................................
Waktu Pertemuan/jam :
..........................................................

A. Tujuan :
1. Tujuan Pembelajaran Umum :
2. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah Pembelajaran ini
diharapkan peserta mampu:
a. ...........................................
b. ...........................................
B. Pokok Bahasan :
C. Sub Pokok Bahasan : a. ............................................
b. ............................................
c. ............................................
D. Kegiatan Belajar Mengajar :

Tahap Media dan Estimasi


Kegiatan Kegiatan Pelatih Kegiatan Peserta Metode AVA Waktu

Pendahuluan  …………………….  ………………………. .............. ............ ....

Penyajian  …………………….  ………………………


Materi
………. ………. ....

Penutup  …………………….  ………………………


………. ………. ....

E. Evaluasi : ………………………………………………
F. Referensi : a. ………………………………………………
b. ………………………………………………
c. .................................................................
,………………… 2020

Pembimbing, Peserta Diklat,


……………………. …………………..

243
MATERI PENUNJANG 1

BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pada pelatihan yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta latih
dengan peserta latihnya dan antara peserta latih dengan panitia biasanya belum
saling mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan
latar belakang sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda.

Pertama kali berada dalam kelas, terlihat suasana kebekuan (freezing)


menyelimuti pikiran peserta. Adakalanya perhatian peserta belum fokus pada
pelatihan, atensi mereka masih terpecah mengingat keluarga yang ditinggal dan
tuntutan pekerjaan di tempat tugas. Demikian pula dengan pandangan terhadap
panitia, adakalanya peserta latih segan berkomunikasi dengan panitia, kecuali
terkait dengan masalah administrasi serta hal-hal yang bersifat resmi. Kondisi
seperti itu akan menguras sebahagian enersi, yang jelas konsentrasi terhadap
kesiapan menerima materi pelatihan belum fokus. Pada keadaan ekstrim, dapat
terjadi apa yang disebut dengan “ prustration gestures “, yaitu sikap dan gerak
gerik peserta latih yang konfrontasi, yang ditandai dengan menggaruk-garuk
belakang leher, napas tersengal, mengetok-ngetok meja, bercanda dengan
teman dan sering tidak masuk kelas serta pulang sebelum pelatihan berakhir.

Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling
percaya, terbuka di kalangan peserta latih, tetapi saling menghargai, kemudian
dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsentrasi menerima pelajaran serta
menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi
kegiatan pelatihan.

Salah satu upaya pembelajaran menjadi kondusif, adalah pemberian materi


building learning commitment (BLC) diawal pelatihan, yaitu metode belajar
mengajar dengan pencairan kelas (unfreezing), kemudian disusul dengan
permainan yang menggiring peserta mengenal dirinya, dan mengenal teman
temannya, menyadari dan mengingat kembali hakekat nilai yang baik, untuk
kemudian menyepakai norma kelas serta memilih pengurus kelas sehingga
tercipta komitmen kelas dalam mewujutkan proses belajar yang efektif.

244
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu mengaplikasikan konsep
Building Learning Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Peserta mampu:
1. Menampilkan suasana kelas yang akrab dan membaur
2. Mengenal dirinya dan orang lain
3. Menyadari dan memilih nilai yang baik dalam pembelajaran yang efektif
4. Berpegang teguh pada norma kelas dalam proses pembelajaran
5. Menyatakan setuju dengan kontrol kolektif
6. Menyepakati pengurus kelas

III. POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASA


A. Menampilkan suasana kelas yang akrab dan membaur
1. Pengertian BLC
2. Pencairan kelas
B. Mengenal dirinya dan orang lain
C. Menyadari dan memilih nilai yang baik dalam pembelajaran yang efektif
D. Berpegang teguh pada norma kelas dalam proses pembelajaran
E. Menyatakan setuju dengan kontrol kolektif
F. Menyepakati pengurus kelas

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, panduan permainan.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 3 JP @ 45menit, untuk
memudahkan proses pembelajaran dilakukan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:

Langkah 1. Penyiapan proses pembelajaran (15 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
• Memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
• Menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan hangat
• Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.

245
• Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang BLC dengan metode
curah pendapat.
• Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC dan
menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari BLC.
• Menyampaikan alur proses pelatihan yang akan dilalui selama pelatihan.

2. Kegiatan Peserta
• Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan
• Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
• Memperkenalkan diri dan asal institusinya.

Langkah 2 : Review kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
• Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
masih belum jelas
• Memberikan jawaban/menjelaskan lebih detail jika ada pertanyaan yang
diajukan oleh peserta.
2. Kegiatan Peserta
• Mendengar, mencatat, dan mempersiapkan diri mengikuti games yang
akan dimainkan
• Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami
• Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.

Langkah 3 : Pendalaman kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
• Meminta kelas dibagi menjadi beberpa kelompok (4 kelompok) dan setiap
kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok, yaitu membahas
harapan, kekhawatiran dan solusi nya di masing-masing kelompok
• Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
• Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil diskusi untuk
dipresentasikan
• Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi.
2. Kegiatan Peserta
• Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
• Mendengar, mencatat, dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum
jelas kepada fasilitator
• Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan oleh
fasilitator dan menuliskan hasil diskusi pada kertas flipchart untuk
dipresentasikan.

246
Langkah 4 : Penyajian dan pembahasan hasil diskusi kelompok
1. Kegiatan Fasilitator
• Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari
hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya
• Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
• Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi
• Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dimengerti
jawabannya
• Merangkum hasil diskusi
• Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua kelas dan
sekretarisnya, yang akan memimpin proses membuat komitmen
pembelajaran melalui norma-norma kelas yang disepakati bersama-sama
beserta pembuatan kontrol kolektifnya.
2. Kegiatan Peserta
• Mengikuti proses penyajian kelas
• Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator
• Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing-
masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik
• Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat
kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran
beserta kontrol kolektif yang disepakati bersama.

Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil BLC (10 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
• Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran
• Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang sudah
disepakati bersama peserta
• Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan permohonan
maaf serta memberikan apresiasi dengan ucapan terima kasih kepada
peserta.
2. Kegiatan Peserta
• Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil proses kegiatan
membangun komitmen pembelajaran
• Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang telah dibuat
• Membalas salam fasilitator.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1. Suasana kelas yang akrab dan membaur
a. Pengertian BLC
b. Pencairan kelas

247
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering peserta menunjukkan suasana
kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan
pilihan prioritas dala kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan
karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan/persyaratan.
Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan
merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan
kejenuhan yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu
dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing).

Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harpaan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya.
Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis.
Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada
proses pembelajaran selanjutnya.

Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul


institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan
menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta
berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta
paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta
yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh
peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan
dirinya.

Pokok Bahasan 2. Mengenal Diri Sendiri Dan Orang Lain


Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar. Fasilitator
meminta semua peserta duduk di kursi dan salah satu di antaranya duduk di
tengah lingkaran. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-
aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk, misalnya dengan
menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan
terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut
menggambarkan suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan
tahap awal dari suatu pembentukan kelompok.

Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju
batik dan lain-lain. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15 menit,
tergantung situasi dan kondisi. Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan
perasaannya dalam permainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang

248
diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersamasama peserta, agar
terjadi proses yang dinamis.

Pokok Bahasan 3 Norma / nilai-nilai harapan


Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai
Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang, kemudian
menjelaskan tugas kelompok tersebut. Masing-masing kelompok akan
menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam mencapai
harapan tersebut. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan masalah)
untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang akan
terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap
individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan
kelompok.

Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan peserta


dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila
ada. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran
dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati
bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok maka
disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris
yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-
norma kelas yang akan disepakati bersama. Peserta difasilitasi sedemikian rupa
agar semua berperan aktif dan memberikan komitmennya untuk metaati norma
kelas tersebut.

Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang


dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah
disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya
dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen
belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas (peserta
pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa
yang menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat
menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas, karena
dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik
dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan
kelas secara keseluruhan.

Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya untuk
mencapai harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran.
Dalam hal ini harapan peserta adalah kehendak/keinginan untuk memperoleh
atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh
atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran.
Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan

249
untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan
terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan
untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan.
Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses
pembelajaran berakhir.

Pokok Bahasan 4 Komitmen nilai kelas

Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/permainan,


penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk
mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif.
Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,
sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol
kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan
dinamis. Keberhasilan atau ketidak berhasilan proses BLC akan berpengaruh
pada proses pembelajaran selanjutnya.

Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran


yang akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga
dengan demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan
tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang
dilaksanakan pada pelatihan tersebut.

Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam
perilaku kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma adalah
gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya
dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok
pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/
fasilitator dan panitia).

Pokok Bahasan 5 Kontrol Efektif dalam Pelaksanaan Norma Kelas


Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang
sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau
melanggar norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun menjadi
lebih kuat. Tuliskan hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh
semua peserta. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam
melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati
kelas. Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara
agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam

250
Lampiran 7
bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak
ditaati atau dilanggar.

Pokok Bahasan 6 Pemilihan pengurus kelas


Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya,
saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga
tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang kondusif.

Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil
pembelajaran selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi
yang terkait dengan BLC. Fasilitator meminta peserta untuk berdiri membentuk
lingkaran sambil berpegangan tangan, dan mengucapkan ikrar bersama untuk
mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah disepakati. Dan untuk
mengakhiri sesi diminta kepada peserta secara bersama-sama untuk bertepuk
tangan. Fasilitator mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling
bersalaman.

VII. REFERENSI
A. Depkes RI, PusdiklatKesehatan, Kumpulan Games dan Energizer, Jakarta,
2004.
B. Munir, Baderel, DinamikaKelompok,Penerapannya Dalam Laboratorium
Perilaku,Jakarta, 2001.
C. LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika
Kelompok, Jakarta:2010

251
MATERI PENUNJANG 1BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

Langkah 1. Penyiapan proses pembelajaran (15 menit)

1. Kegiatan Fasilitator
• Menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan
hangat
• Apabila belum pernah menyampaikan sesidi kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi
tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
• Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang BLC dengan metode
curah pendapat.
• Menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam BLC dan
menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus dari BLC.
• Menyampaikan alur proses pelatihan yang akan dilalui selama pelatihan.
2. Kegiatan Peserta
• Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan
• Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
• Memperkenalkan diri dan asal institusinya.

Langkah 2 : Review kegiatan BLC


1. Kegiatan Fasilitator
• Menjelaskan petunjuk kegiatan-kegiatan (games) yang akan dimainkan
• Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang masih belum jelas
• Memberikan jawaban/menjelaskan lebih detail jika ada pertanyaan yang
diajukan oleh peserta.
2. Kegiatan Peserta
• Mendengar, mencatat, dan mempersiapkan diri mengikuti games yang
akan dimainkan
• Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami
• Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.

252
Langkah 3 : Pendalaman kegiatan BLC
1. Kegiatan Fasilitator
• Meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (4 kelompok) dan
setiap kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok, yaitu
membahas harapan, kekhawatiran dan solusi nya di masing-masing
kelompok
• Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
• Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil diskusi untuk
dipresentasikan
2. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi.
3. Kegiatan Peserta
• Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris, dan penyaji
• Mendengar, mencatat, dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum
jelas kepada fasilitator
• Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan oleh
fasilitator dan menuliskan hasil diskusi pada kertas flipchart untuk
dipresentasikan.

Langkah 4 : Penyajian dan pembahasan hasil diskusi kelompok


1. Kegiatan Fasilitator
• Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari
hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya
• Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
• Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi
• Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum
dimengerti jawabannya
• Merangkum hasil diskusi
• Meminta perwakilan kelas untuk menunjuk seorang ketua kelas dan
sekretarisnya, yang akan memimpin proses membuat komitmen
pembelajaran melalui norma-norma kelas yang disepakati bersama-
sama beserta pembuatan kontrol kolektifnya.
2. Kegiatan Peserta

253
• Mengikuti proses penyajian kelas
• Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator
• Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing-
masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik
• Ketua dan sekretaris kelas secara bersama dengan peserta membuat
kesepakatan (norma) kelas sebagai bentuk komitmen pembelajaran
beserta kontrol kolektif yang disepakati bersama.

Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil BLC (10 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
• Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
kegiatan membangun komitmen pembelajaran
• Menyimpulkan dan memperjelas norma-norma kelas yang sudah
disepakati bersama peserta
• Mengakhiri kegiatan BLC dengan mengucapkan salam dan permohonan
maaf serta memberikan apresiasi dengan ucapan terima kasih kepada
peserta.
2. Kegiatan Peserta
• Bersama fasilitator merangkum poin-poin penting dari hasil proses
kegiatan membangun komitmen pembelajaran
• Mendengar dan menyepakati hasil dari norma kelas yang telah dibuat
• Membalas salam fasilitator.

254
MODUL 2
MATERI PENUNJANG
ANTI KORUPSI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1)
penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya
dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun
Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang
dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui
pemahaman terhadapkonsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang
selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja.Agar muatan tentang anti
korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para PNS
di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul anti korupsi
sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A.Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Anti Korupsi di
lungkungan tempat kerja.

255
B.Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan:
1. Konsep anti korupsi
2. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi
3. Pendidikan Budaya Anti Korupsi
4. Tata cara Pelaporan dugaan pelanggaran TPK
5. Gratifikasi

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Konsep Anti Korupsi
1. Definisi korupsi
2. Ciri-ciri korupsi
3. Bentuk/jenis korupsi
4. Tingkatan korupsi
5. Faktor penyebab korupsi
6. Dasar hukum tentang korupsi
B. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
1. Nilai-nilai upaya pencegahan korupsi
2. Upaya pemberantasan korupsi
3. Strategi komunikasi anti korupsi
C. Pendidikan Budaya Anti Korupsi
1. Pendidikan budaya anti korupsi
2. Nilai-nilai korupsi
3. Prinsip-prinsip anti korupsi
4. Dampak yang diharapkan dari penerapan pendidikan budaya anti korupsi
D. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi
1. Laporan
2. Pengaduan
3. Peran serta
E. Gratifikasi
1. Pengertian Gratifikasi
2. Landasan Hukum Gratifikasi
3. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi
4. Contoh Gratifikasi
5. Sanksi Gratifikasi

256
IV. BAHAN BELAJAR
Modul dan bahan tayangan (slide power point)

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
Langkah 1
Pengkondisian Peserta
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang
akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2
Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan
dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator
menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah
pendapat.

Langkah 3
Latihan Kasus
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi
2. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri
dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3
kelompok
3. Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok
4. Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok
lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai
penyanggah.
5. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil
untuk tiap jenis kasus

Langkah 4
Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.

257
3. Fasilitator membuat kesimpulan.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Konsep Korupsi
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali
mengenal tata kelola administrasi.Pada kebanyakan kasus korupsi yang
dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari
kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan.Korupsi juga sering dikaitkan
pemaknaannya dengan politik.
Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah
memahami pengertian korupsi itu sendiri.Pada bagian ini dibahas mengenai
pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar.
1. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”(Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960).Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa
Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk
keperluan pribadi”.

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa


(Muhammad Ali: 1998):
a. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
b. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
c. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik
dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah
kekuasaan jabatan.

258
2. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
a. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
b. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
c. berhubungan dengan kekuasaan/kewenangan tertentu;
d. berlindung di balik pembenaran hukum;
e. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
f. mengkhianati kepercayaan

3. Jenis/Bentuk Korupsi
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK:
2006).
frif
No. Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
1. Kerugian Keuangan Negara
• Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
• Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

2. Suap Menyuap
• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
• Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ....
karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya;
• Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-
dukan tersebut;

3. Penggelapan Dalam Jabatan


⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau

259
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-
nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;

4. Pemerasan
⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bu-kan merupakan utang;

5. Perbuatan Curang
⚫ Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

⚫ Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan


bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;

6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan


Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

4. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini:
a. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material
baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini
merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling
banyak terjadi di Indonesia
b. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dan merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur
kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga

260
struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan
keuntungan materi.
c. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
• Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
• Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat
yang diterimanya adalah koruptor.
• Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
• Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi.

5. Faktor Penyebab Korupsi


Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu
diketahui faktor penyebab korupsi.Secara umum ada dua penyebab
korupsi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


a. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai
make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti
pemerintahan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau
tidak menggunakan kesempatan.
c. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
d. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
e. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan
korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas
dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
f. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi:
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan
atau setidaknya diringankan hukumannya.
h. Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap
biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain,
asal kepentingannya sendiri terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia


mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu
pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan

261
korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.

a. Aspek Individu Pelaku Korupsi


Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang
kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk
kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup
konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran
agama kurang diterapkan secara benar.
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian
bersama.Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan
ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya
masing-masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif
terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku
konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi,
tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena
terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah di
satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi
masyarakat miskin pada sisi lainnya.

b. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya
keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar,
sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan
hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang
terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara
kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan
korupsi.Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk
membuka praktik korupsi kepada publik.

c. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada


Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut
menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang
kondusif untuk melakukan korupsi.
Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya atau
kebiasaan dalam organisasinya secara langsung maupun tidak langsung
telah menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya,
organisasi bahkan orang lain.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan
berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa
hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam
pemberantasan korupsi.

262
d. Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk
Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan
korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang
sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan
pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk
melakukan tindakan korupsi.Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana
yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak dilakukan oleh
pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan.Tetapi korupsi dalam
artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum
profesional bahkan termasuk advokat.
Lemahnya tata kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak
korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang
dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang
masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak
saja telah menurunkan kualitas kehidupan bangsa dan bernegara, tetapi
juga telah banyak memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan
terjadinya lost generation bagi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah,
beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai
yang ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi
kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja
dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada
akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good governance.
Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good governance, maka
perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan
sistem birokrasi tersebut.
Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau
sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya
korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena
dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korupsi, pada berbagai
birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah.

6. Dasar Hukum tentang Korupsi


Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;

263
c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
d. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3851);
e. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah
diubah dengan UU no. 20 Th. 2001.

Pokok Bahasan 2
B. Konsep Anti Korupsi
1. Definisi Anti korupsi
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan.Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan
perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan
manusianya (moral dan kesejahteraan).
2. Nilai- nilai Anti Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-
prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Berikut ini adalah
uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
a. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan
dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya
kerja sangat-lah diperlukan.Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang
yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika
pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup
kerja maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu
untuk mempercayai pegawai tersebut.
Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap

264
pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain
itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun
kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari
pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak
pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka
pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan
tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk
karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai.

b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan
dan menghiraukan (Sugono: 2008).Nilai kepedulian sangat penting bagi
seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat.
Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki
rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia
kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja.
Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada
di dunia kerja.Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di
kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai
dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja,
terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan
efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja.
pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di
antaranya adalah dengan menciptakan sikap tidak berbuat curang atau
tidak jujur.Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan
ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali
kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai
tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun
kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan yang
disebabkan tindakan tercela tersebut.

c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa
depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan
mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut
pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan
usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

265
d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono,2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik
kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin.Hidup disiplin tidak berarti
harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi
pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk
dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik
dalam lingkup kerja maupun sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang
lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan
baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di
dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada
pekerjaan.

e. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono, 2008).
Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah
lulus dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam
sebuah lembaga yang bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih
baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai
yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan
sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat
diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang
lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil
melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung
jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain
terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan
dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan
yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab
tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan
menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab
juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.

f. Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan.Kata ”kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan
jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan,

266
keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah
penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang
lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa
menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan
percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai
bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan
semakin optimum.
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang
sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak
berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para
pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan.

g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat disekitarnya.Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai mengenyam masa pekerjaannya. Dengan
gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros,
hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan
semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan
sebaliknya.
Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana
ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama
pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan
sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya
lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari
keinginan yang berlebihan.

h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan.Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.Nilai keberanian dapat
dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan
dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung
jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan
oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya
program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang
berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan.

267
i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai
dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil
dan benar.

3. Prinsip-prinsip Anti Korupsi


Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor
internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi
yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol
kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.

Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi:


a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main
baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik
pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga
(Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor
bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang
digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban
(answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik, 2005). Selain
itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada
kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang
diharapkan (Pierre,2007).Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah
seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan
mengharapkan kinerja (Prasojo, 2005).
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya,
antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas
keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas
politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus
dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan
dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan.Evaluasi
atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.

b. Transparansi
Transparansi adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah
transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan
korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk

268
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh
proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling
sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk
saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan,
keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat
berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan:
2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses
penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4)
proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.
1) Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi)
terhadap kinerja anggaran.
2) Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
3) Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan)
dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara
teknis.
4) Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih
khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat
sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.
5) Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara
administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-
kerja pembangunan.

Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat


melaksanakan kegiatannya agar lebih baik.Setelah pembahasan prinsip ini,
pegawai sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/
organisasi/institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip
transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.

c. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran.Prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari
lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi,

269
kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan
tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah
adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas
value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di
dunia kerja.Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan
kepegawaian harus dilakukan secara wajar.Demikian pula dalam
menyusun laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh
tanggung-jawab.

d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.Pembahasan
mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan
memahami kebijakan anti korupsi.Kebijakan ini berperan untuk mengatur
tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara
dan masyarakat.Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan
undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-
undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif
apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan
korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-
aktor penegak kebijakan yaitu kementerian, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,
pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum
atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan
menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

e. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan.Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas
mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating

270
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika
pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi.Kontrol
kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan
dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol
kebijakan berupa oposisi.

Pokok Bahasan 3
C. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis.Praktiknya bisa berlangsung
dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-
hari.Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian
korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk
mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan
prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan bahwa
upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-
beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum
pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas
korupsi.
Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum
untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan.Kita memiliki
lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan
tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan.Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas
korupsi.Namun korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan
pesat.Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah
ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuh suburkan korupsi
yang terjadi di Indonesia.Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal
penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat
penting untuk mencegah korupsi.Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang
tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang
masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama.

Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini
meliputi reformasi terhadap:
✓ sistem
✓ kelembagaan maupun pejabat publiknya
✓ ruang untuk korupi harus diperkecil
✓ transparansi dan akuntabilitas serta
✓ akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus

271
ditingkatkan

Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara.
Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk
melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi.
1. Upaya Pencegahan Korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004).
a) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh
di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman.Peran
lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain
antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan
pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC: 2004).

Indonesia sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk


memberantas korupsi.Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang
masih harus diperbaiki dari kinerja KPK yang merupakan lembaga
independen anti-korupsi yang ada di Indonesia?Ada beberapa negara yang
tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti KPK
Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat
rendah.Mengapa?Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya
telah berfungsi dengan baik dan aparat penegak hukumnya bekerja dengan
penuh integritas.

Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap


imparsial (tidak memihak), jujur dan adil.Banyak kasus korupsi yang tidak
terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat
buruk.Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih
dapat dimaklumi.Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak
hukum harus ditingkatkan.Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak

272
mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will)
untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara
korupsi.Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti
Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa
lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi
yang melibatkan pejabat tinggi.

Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk
mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya
korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap dalam
rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya
yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk
mengurangi risiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau
kinerja Pemerintah Daerah.Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat.Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di
Jakarta.Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah,
kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi
berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan
korupsi

Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang


menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir
(result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan
motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu
diberi insentif yang sifatnya positif.Pujian dari atasan, penghargaan, bonus
atau jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

b) Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information).Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat
(termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah yang memengaruhi hajat hidup orang
banyak.Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat
kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang
dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public awareness atau kesadaran
serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan
masyarakat adalah salah satu bagian.

273
c) Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan
pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang
dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian
masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan
setelah selesai menjabat.
Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan
pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi
korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka.
Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan
memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran tersebut.Untuk itu harus
dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat
untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari
upaya memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan


melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi
di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis),
melakukan seminar dan diskusi

Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk
korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media
kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti
korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil
negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam
mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana
bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi.

Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan


mudah dan bertanggungjawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex. Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan
“pencemaran nama baik” tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang
melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi
dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu. Pers yang bebas
adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang
diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi.
Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas

274
perilaku pejabat publik.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan
memberantas korupsi.Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil
society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja.Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak
bermunculan.Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk
melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya


korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor
eksternal.

Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri


pribadi atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan
atau sistem.Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan
dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor
penyebab korupsi tersebut.Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat
tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu.Nilai-nilai
anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan
keadilan.

Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi.Untuk mencegah
terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap
individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu
akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan
dalam suatu organisasi/ institusi/ masyarakat.Oleh karena itu hubungan
antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.

2. Upaya Pemberantasan Korupsi


Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara.Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak
hanya kronis tapi juga akut.Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara
secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek
bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi

275
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai
pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau
beroperasi.Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap
negara atau organisasi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan


memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum


(pidana) saja dalam memberantas korupsi.

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas


korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang
seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah
melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun
berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah
korupsi maupun untuk menghukum pelakunya

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga


serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya
tidak ada? Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu
sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal,
karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi
kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya
memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut
menumbuhsuburkan praktik korupsi.

3. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK)


a. Adanya Regulasi
KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi Komunikasi
Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013
- Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas
kantor
- Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi
- Workshop/pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi
dengan topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan
keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus
- Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab)
berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi
- Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat whistle
blower dan justice collaborator

276
b. Perbaikan Sistem
- Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau
pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari
jerat hukum.
- Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan
efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi
birokrasi.
- Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara
untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan
pribadi.
- Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian
sanksi secara tegas.
- Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
- Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human
error.

c. Perbaikan Manusianya (Sumber Daya Manusia/SDM)


KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini.Berdasarkan
studi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga
dalam menanamkan nilai anti korupsi. Berdasarkan kajian yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam proses
pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak pertama yang bisa
menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan.
"Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti
korupsi ke anak.Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin
mantap.KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika
seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri,
penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah
dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai dan cerdas, sangat susah
menanamkan nilai anti korupsi karena mereka sudah punya pemahaman
sendiri.
• Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan
peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama
berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya
dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela,
mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi,
mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk
melawan korupsi.
• Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak korupsi
karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu

277
mempersenjatai/memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda,
2003).
• Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti
korupsi.
• Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
• Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang
memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi
teladan.

4. Cara Penanggulangan Korupsi


Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan
dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang
jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan
perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan
atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku
pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan,
penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan
sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan
dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi.
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang
berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka
aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini
pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya.

Pokok Bahasan 4

D. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi


Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat
ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita
binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.
Pengertian Laporan/Pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24
dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1
angka 24 KUHAP)
Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut

278
hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)
1. Laporan
Dari pengertian diatas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di
lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini Kementerian Kesehatan melalui
Inspektorat Jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana
korupsi.
Mekanisme Pelaporan :
a. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat
Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor
dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan
hasilnya penanganan.
b. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.

2. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi
(money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian
Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
(APTLHP).Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money
dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku
pada Inspektorat Jenderal.
Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:
a. Tindakan administratif;
b. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
c. Tindakan perbuatan pidana;
d. Tindakan pidana;
e. Perbaikan manajemen.

3. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya

279
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik
terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan
adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan
permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan
dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

4. Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa
hal penting yang perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan
dalam:
a. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
b. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalahmengandung informasi
atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga
mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara.

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan


masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik
yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai
politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat
disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat,
media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kementerian
Kesehatan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan secara
langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara
langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan
Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus
ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima.

280
5. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka
melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan
masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk
penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
134/Menkes/SK/III/2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat
Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang
anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit
Eselon I di Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh
Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian
Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan kewenangan masing-
masing.
Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi
pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan pengarsipan.
Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi
atau memberi jawaban, dan penyaluran/penerusan kepada unit terkait yang
berwenang menangani.Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan
pengaduan masyarakat tercantum dalam Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

6. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis.Walaupun peraturan
yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi
untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka
pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan
atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/Lembaga/Komisi Negara
dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk
secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang
disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.

281
b. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang
nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu,
identitas terlapor, dan inti pengaduan.
c. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan
diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu
pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

Pokok Bahasan 5

E. GRATIFIKASI
1. Pengertian Gratifikasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan
kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi
menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau
Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah
uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni:
• Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang
lelang;
• Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya
ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya;
• Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda
perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya;
• Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon
ijin yang sudah dilayani.
• Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-
honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam SK
yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll);
Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya,
pernikahan, khitanan, dll).

282
Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-
momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari
besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang
tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun
2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri
dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.
Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1):
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek
hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu:
a. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 ; dan
b. Undang-undang No 20 Tahun 2001
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
Subyek Hukum terdiri dari(1) Penyelenggara Negara, dan (2) Pegawai
Negeri
Penyelenggara negara meliputipejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negarapada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya dalam
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana,
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,

283
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau
upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara
atau rakyat
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas

3. Gratifikasi Dikatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara negara atau
pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri
tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian
hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan
berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.
Bentuknya:
Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas,
dalam bentuk barang, uang, fasilitas.

4. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
• Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
• Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
• Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
• Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
• Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
• Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
• Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
• Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena

284
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan
si pemberi.

5. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang :
1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau
8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

285
Pokok Bahasan 6 Kasus-Kasus Korupsi

Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat


penegak hukum karena diduga sarat dengan praktik korupsi. Mulai dari kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun
kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat
penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat
rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan
dokter. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam
pengadaan barang dengan menggunakan metode penunjukkan langsung yang
tidak sesuai dengan ketentuan.
Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan
khususnya tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin).
Banyak kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan
jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil
yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif.Kegiatan lainnya yang juga menjadi
perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari,
pengurangan jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga sangat
penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang diusulkan dengan rencana
program yang sudah disusun selama lima tahun.
Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang
dan jasa yang merupakan kasus terbanyak. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
pemerintahan merupakan salah satu sektor yang rentan penyimpangan.Kasus
yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70 persennya terkait dengan pengadaan
barang dan jasa.Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya
korupsi.Salah satunya dalam bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan
nepotisme. Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya
penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan terhadap
keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga menimbulkan kerugian
negara yang sangat besar.
Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek
normatif/regulasi maupun teknis.Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut
tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja
menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ. Sistem
pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah/LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah
belum sepenuhnya berfungsi dengan baik.Sehingga sangat dimungkinkan
terjadinya penyimpangan.Sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini
berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif
mampu mencegah terjadinya korupsi.Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres,
masih memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk
melakukan korupsi di setiap tahapannya.Kelemahan tersebut terbukti dengan

286
begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Dalam laporan
tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi kasus
terbesar yang ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di beberapa
kementerian dan di daerah.
Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya:
1. Kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran
2. Kemahalan harga versus kewajaran harga
3. Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan
fisik
4. Kekurangan kualitas

287
VII. REFERENSI

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik
3. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2008
5. Permenpan Nomor 5 tahun 2009
6. Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.
7. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat
8. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang
Kesehatan
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi
10. Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan
bagi Dunia Pendidikan
11. KPK, Buku Saku Gratifikasi

288
MODUL 3

MATERI PENUNJANG

RENCANA TINDAK LANJUT

I. DESKRIPSI SINGKAT

Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap&perilaku dan psikomotor terkait
dengan substansi materi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya
menerapkan kompetensi tersebut ditempat kerja peserta latih. Seluruh
kompetensi yang diperoleh dalam dalam kelas, akan mubazir jika tidak
diimplementasikan di tempat kerja. Segera setelah peserta latih tiba di instansi
asal, mereka dibeban itu gas dan tanggungjawab yang tertunda selama
meninggalkan pelatihan, lalu kemudian, mereka sibuk mengerjakan tugas
tersebut. Sementara berkas–berkas pelatihan mungkin sajater abaikan dan bisa
jadi terlupakan.

Untuk mengantisipasi kemunginan terjadinya masalah tersebut, rencana tindak


lanjut (RTL) perlu disiapkan sebagai salah satu materi pelatihan penunjang
sehingga mempunyai dampak positif bagi peningkatan metode kerja dan ethos
kerja mantan peserta latih untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
Selanjutnya dampak ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
ditanah air kita.

RTL berupa rumusan (item–item) rencana kegiatan terkait pelatihan harus


dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih masih menyadari masih
ada tugas tambahan yang harus dikerjakan setelah bertugas kembali ditempat
kerjanya.

Rencana kegiatan paska pelatihan harus dirumuskan secara seksana, dengan


mempertimbangkan kesiapan sarana prasarana, SDM dan biaya ditempat tugas
serta metode pendekatan yang perlu ditempuh agar rumusan RTL dapat
direalisir sebagamana mestinya.

289
Masing-masing jenis kegiatan dalam RTL dijabarkan kedalam variable tujuan,
sasaran, cara melaksanakan, tempat dan waktu, pelaksana, sumber biaya dan
indokator keberhasilan sehingga terlihat suatu perencanaan yang selektif,
perioritas dan realistis.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut
(RTL) fasilitasi pijat baduta.
B. Tujuan pembelajaran khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian RTL
2. Menjelaskan ciri-ciri RTL
3. Menjelaskan tujuan penyusunan RTL
4. Menjelaskan ruang lingkup RTL
5. Menyusun RTL

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Pengertian RTL
2. Ciri-ciri RTL
3. Tujuan penyusunan RTL
4. Ruang lingkup RTL
5. Penyusunan RTL

IV. BAHAN BELAJAR


Modul, bahan tayang, dan panduan latihan.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jp (1 jp teori, 1 jp
praktik) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
A. Sesi 1 Pengkondisian
Langkah proses pembelajaran

290
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Fasilitator
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan dan waktu yang disediakan untuk
menyampaikan materi ini.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan dengan menggunakan bahan tayang.
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas dengan metode
curah pendapat atau meminta beberapa peserta untuk menjawab

B. Sesi 2 Pembahasan Pokok Bahasan 1: Konsep RTL


Penyampaian sub pokok bahasan tentang pengertian dan ruang lingkup RTL.
Langkah Proses Pembelajaransebagaiberikut:
1. Fasilitator menjelaskan tentang pengertian RTL dengan metode ceramah,
Tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraks
idalam proses pembelajaran.
2. Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup RTL dengan metode
ceramah, Tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

C. Sesi3 Pembahasan Pokok Bahasan 2 Langkah-langkah penyusunan RTL


Langkah Proses Pembelajaran sebagai berikut
Fasilitator menjelaskan tentang langkah-langkah penyusunan RTL dengan
metode ceramah, Tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
sertaberinteraksidalam proses pembelajaran.

D. Sesi 4 Pembahasan Pokok Bahasan 3: Penyusunan RTL


Langkah Proses Pembelajaransebagaiberikut:
Fasilitator menjelaskan tentang penyusunan RTL dengan metode ceramah,
Tanya jawab, latihan dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.

291
E. Sesi 5 Kesimpulan dan Penutup
Langkah Proses Pembelajaransebagaiberikut:
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan
materi ini dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan
balik. Dilanjutkan dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh
peserta.

VI. URAIAN MATERI


A. Konsep RTL
Proses diklat merupakan suatu proses yang sistematis dan
berkesinambungan. Kegiatan tersebut dimulai dengan Analisis Kebutuhan
Pelatihan, Penentuan Tujuan Pelatihan, Rancang Bangun Program Pelatihan,
Pelaksanaan Pelatihan serta Evaluasi Pelatihan. Oleh karena itu seorang
pengelola (fasilitator) pelatihan dituntut memiliki kompetensi dalam bidang
tersebut. Disamping itu pengelola pelatihan dituntut selalu mengembangkan
organisasinya agar mencapai visi dan misi organisasi secara optimal. Untuk
itu maka wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan dalam bidang
membuat perencanaan tindak lanjut perlu mendapat prioritas. Hal ini
dimaksudkan agar peserta memahami dengan jelas arah dan tujuan pelatihan
yang telah dijalaninya.

B. Pengertian RTL
Rencana tindak lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen yang menjelaskan
tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, setibanya peserta di wilayah
kerja masing masing dengan memperhitungkan hal-hal yang telah ditetapkan
berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. RTL merupakan sebuah
rencana kerja yang dibuat secara individual oleh peserta diklat yang berisi
tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini
dibuat setelah peserta pelatihan mengikuti seluruh mata diklat yang telah
diberikan.

292
C. Ruang Lingkup
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan
teori-teori yang telah diberikan dalam pelatihan ini dengan pengalaman
peserta latih. Perpaduan antara teori dan pengalaman ini merupakan salah
satu metode untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman peserta diklat
akan teori-teori yang telah diberikan selama pelatihan, sehingga tujuan
pembelajaran khusus akan tercapai secara maksimal.

Rencana tindak lanjut sangat diperlukan bagi Peserta pelatihan, Widyaiswara


dan penyelenggara Diklat. Hal ini disebabkan Rencana Tindak Lanjut
merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat oleh individual yang berisi
tentang rencana unit organisasi diklat yang menjadi tugas dan wewenangnya.
Didalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada
struktur/sistematika rencana tindak lanjut tertentu seperti yang telah
disepakati dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu RTL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


a. Sederhana dan spesifik
Sederhana artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL
hendaknya mudah dilaksanakan, yakni metodenya sederhana, dibuat
mudah dilakukan dan tidak mewah (biaya pengadaan atau pelaksanaan
kegitannya tidak mahal) sehingga penerapannya tidak menimbulkan
kesulitan bagi pelaksana atau tidak menimbulkan kecemburuan dari
lingkungan sendiri atau masyarakat.
Spesifik artinya rencana kegiatannya tidak mengambang, tapi bersifat
khusus. Kegiatan spesifik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan
pokok, misalnya pada diagnosis penyakit sebagai kegiatan pokoknya,
maka kegiatan spesifiknya kegiatan sepertianamnese, pemeriksaan klinis,
konfirmasi laboratorium dan lain-lain.
b. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun/meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %,
rate & ratio.

293
Misalnya sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional
ditempat kerja dilakukan terhadap seluruh atau 5 orang petugas
puskesmas.
c. Achievable
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan,
maka tujuan kegiatan akan dapat dicapai. Misalnya sosialisasi kegiatan
asuhan mandiri dengan kesehatan tradisional ramuan dan akupresur
ditempat kerja bertujuan agar setiap tenaga di puskesmas juga memiliki
kompetensi yang sejenis yaitu mampu melakukan asuhan mandiri
kesehatan tradisional dan mereka diharapkan juga mampu melakukan
sosialisasi kepada kader, menggantikan petugas yang dilatih apabila yang
bersangkutan berhalangan.
d. Relevant
Relevant artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan
kompetensi pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih
ditempat kerja.
Sosialisasi kegiatan asuhan mandiri kesehatan tradisional ditempat kerja
adalah kompetensi diklat mantan peserta latih yang diharapkan diterapkan
ditempat kerja dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi.
e. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam RTL tepat
waktunya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

Tujuan RTL adalah agar peserta latih/institusi memiliki acuan dalam


menindak lanjuti suatu kegiatan pelatihan.
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :
- Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
- Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
- Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
- Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
- Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan
- Menetapkan siapa pelaksana atau penanggung jawab dari setiap kegiatan
- Menetapkan besar biaya dan sumbernya.

294
D. Langkah-langkah Penyusunan RTL
Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
• Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang
akan dilaksanakan (apa/what).
• Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
• Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
• Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan
setiap kegiatan (bagaimana/how).
• Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when),
dan tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan
(tempat/where).
• Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap
kegiatan. (How much)
• Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung
jawab kepada siapa (siapa/who).

Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan kegiatan apa yang
diperlukan.
2. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang
baik adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan
yang direncanakan.

295
4. Cara Metode
yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan
yang telah ditentukan dapat tercapai.
5. Waktu dan Tempat
Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan
dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi
dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam
persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan
evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya
menunjukkan lokasi atau alamat kegiatan akan dilaksanakan
6. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.Akan tetapi perencanaan anggaran
harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana,
artinya tidak mengada-ada.Perhatikan/ pertimbangkan juga kegiatan yang
memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan
kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah
uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai
dari awal sampai selesai.
7. Pelaksana/penanggung jawab
yaitu personal/tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan.
Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
8. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan.

E. Penyusunan RTL
Cara penyusunan RTL
Sebagaimana telah dikemukakan dalam pokok bahasan “pengertian RTL“
yakni terdapat 2 jenis RTL, pertama RTL pada saat Pelatihan dan yang
kedua RTL resmi paska pelatihan.

296
Perumusan RTL pada saat Pelatihan.
Perumusan RTL pada saat Pelatihan dilakukan pada sesi terakhir di dalam
kelas dipandu oleh fasilitator. RTL dirumuskan dengan cara berdiskusi
(kelompok dibagi menurut instansi sejenis atau perpropinsi). RTL dirumuskan
menurut format standarsebagaiberikut:

No Jenis Tujuan Sasaran Cara Tim Tempat Waktu Biaya Penanggung


Kegiatan kegiatan kegiatan pelaksanaan pelaksana jawab
1

dst

1. Cara penentuan jenis rencana kegiatan,


Dalam menentukan rencana kegiatan, dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Identifikasi masalah ditempat kantor anda, yang dengan melihat
kesenjangan antara capaian dengan target/tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu dengan melihat laporan tahunan atau profil
kesehatan.
b) Tetapkan masalah prioritas. Jika masalah prioritas dalam tidak
dicantumkan laporan atau profil tersebut, maka tetapkan masalah
prioritas (masalah urgen, serius, dan perkembangannya memburuk),
dengan cara memberi nilai/bobot pada setiap masalah yang
diidentifikasi, kemudian tentukan pada score paling tinggi (inilah
masalah prioritas)
c) Tentukan penyebab masalah prioritas yang dikarenakan kealpaan
kompetensi SDM dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mantan
peserta latih.
d) Pilih rencana kegiatan yang dapat ditanggulangi atau diminimalisir
dengan penerapan kompetensi diklat mantan peserta latih
e) Rancang tahapan rencana kegiatan penerapan kompetensi yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh

297
untuk penerapan kompertensi baru disuatu instansi baru, tahapan
kegiatannya antara lain :
a. Sosialisasi kompetensi/keterampilan baru kepada atasan, teman
sekerja dan pimpinan intansi.
b. Pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang rencana
kegiatan seperti ruangan khusus, perangkat keras (komputer dan
asesorisnya) serta perangkat lunak yang diperlukan.
c. Pelaksanaan pelatihan sejenis atau pelatihan teknis terkait
transfer of competency.
d. Evaluasi penerapan kompetensi mantan peserta latih .
f) Usulkan rencana kegiatan terpilih dalam diskusi kelompok
Rumusan rencana kegiatan yang dihasilkan akan banyak dalam suatu
diskusi kelompok, karena kreasi kegiatan yang muncul dalam diskusi
dilatar belakangi kondisi dan situasi yang berbeda, seperti komitmen
pimpinan instansi serta kesiapan daya dukung tenaga dan sarana &
prasarana yang tersedia.
2. Cara penetapan tujuan kegiatan,
Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat dicapai dan dalam waktu
tertentu. Kondisi atau keadaan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan
yang direncanakan dikaitkan dengan harapan setelah kegiatan tersebut
dilaksanakan. Biasanya keinginan yang ingin dicapai dalam suatu
kegiatan cukup dinyatakan dalam capaian indikator proses. Misalnya
tujuan pelaksanaan pelatihan sejenis (kompetensi mantan peserta latih),
bertujuan seluruh agar bidan puskesmas terampil memberikan pelayanan
pijat baduta.
3. Cara penetapan metode/cara pelaksanaan kegiatan,
Metode/cara pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana kegiatan tersebut
dilaksanakan. MisalnyaJika jenis kegiatan sosialisasi, maka cara
pelaksanaannya dengan pertemuan/tatap muka.
4. Cara penetapan tim pelaksana,
Penetapan timpelaksana dengan dilakukan menginventarisir kalangan
structural dan staf terkait jenis kegiatan yang direncanakan. Keikutsertaan
dalam tim pelaksana ini sangat sensitive karena berhubungan dengan
kesejahteraan dan keadilan, Dengan demikian pemilihan tim pelaksana

298
sebaiknya dikonsultasikan denganatasan dan pimpinan institusi. Hal
penting yang perlu diperhatikan mengajukan tim pelaksana ini adalah
kemampuan, dedikasi dan kerjasama.
5. Cara penetapan tempat,
Prinsip fefektifitas dalam arti tempat yang dipilih memiliki daya dukung
yang optimal dalam penyelenggaraan kegiatan, serta efisien dan hemat
sesuai dengan alokasi biaya agar tidak menimbulkan keresahan.
6. Cara penetapan waktu pelaksanaan,
Tetapkan waktu yang memastikan bahwa seluruh pejabat danstaf yang
terlibat, hadir dan berkontribusi maksimal dalam penyelenggaraan
kegiatan. Untuk itu perlu penjajakan dan konfirmasi sebelumnya.
Penetapan waktu yang baik adalah dengan dilengkapi dengan tanggal
pelaksanaan yang fit, dan diinformasikan selumnya, sehingga
memastikan tim pelaksana dapat bertugas sebagaimana mestinya.
7. Cara perkiraan alokasi biaya,
Rancanganbiayaharus logis dan realitis, sesuai item-item kegiatan yang
dibutuhkan. pos–pos pengeluaran mengacu pada daftar harga yang
ditetapkan fihak yang berwenang.
Rumusan kegiatan ad.a sampai dengan ad.h diusulkan dalam diskusi
kelompok, untuk dimasukkan dalam format standar. RTL bentuk format
standar ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun RTL
resmi pasca pelatihan secara individual.

Perumusan RTL resmi paska pelatihan


Cara perumusan RTL ini sama dengan perumusan RTL dalam bentuk narasi
(variabelnya diurut dari atas ke bawah /tidak lagi berbentuk tabel).
Selanjutnya dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan lain sesuai dengan
kondisi dan situasi instansi tempat kerja sebagai berikut :
1. Konfirmasikan hasil identifikasi masalah, penetapan masalah prioritas,
penyebab masalah sampai dengan penetapan usulan rencana telah anda
lakukan dengan atasan anda (lihat perumusan RTL dikelas).
2. Catat saran atasan dan teman-teman sekerja serta masukan RTL resmi
paska pelatihan
3. Susun RTL Resmi Paska Pelatihan, dengan sistematika sebagai berikut

299
a. Cover, Daftar Isi.
b. Latar belakang,(Kemukakan peraturan perundang-undangan yang
melandasi pelaksanaan rencana kegiatan yang anda usulkan,
kemudian uraikan masalah prioritas terkait dengan pelaksanaan
tupoksi anda, serta peran kompetensi anda untuk menanggulangi
dan meminimalisir masalah prioritas tersebut).
c. Tujuan kegiatan,
d. Sasaran,
e. Metodologi/cara pelaksanaan kegiatan,

RTL kelompok dikelas

dengan cara penyusunan


Cara perumusannya sama
f. Tim pelaksana,
g. Waktu
h. Tempat
i. Biaya/ sumber dana
j. Penanggungjawab
k. Lampiran
(lampirkan instrumen pendukung materi)
4. Laporkan kepada atasan sebagai pertanggungan jawab pelaksanaan
tugas mengikuti pelatihan

300
VII. REFERENSI

1. BPP-SDM Kesehatan; Rencana Tindak Lanjut; Modul TOT NAPZA,


Pusdiklat SDM Kesehatan; Jakarta; 2009
2. Ditjen PP & PL, Depkes RI; Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveilance;
Subdit Surveilans; Jakarta; 2008
3. ----------------------------------; Modul–1, Perencanaan Pengendalian Penyakit
Kanker; Direktorat PTM; Jakarta; 2007
4. Departemen Kesehatan RI; Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul
Pelatihan Berorientasi Pembelajaran ; Pusdiklatkes-BPPSDM; Jakarta; 2004
5. Indonesian-Australian Spesialist Project (IA-STP); Metode Pelatihan Bagi
Tenaga Pelatih, Rencana Aksi; Jakarta; 2010

VIII. LAMPIRAN
Panduan latihan

301
Lampiran : Panduan Latihan RTL

Pedoman Penyusunan RTL

Peserta dibagi kelompok menurut asal tempat tugas masing-masing. Masing-masing


bidan menyusun RTL, yang mencakup aspek :
a. Jenis kegiatan
b. Tujuan
c. Sasaran (orang dan lokasi)
d. Cara/ metode
e. Waktu dan tempat
f. Sumber dana
g. Penanggung jawab
h. Indikator keberhasilan

No Kegiatan Tujuan Sasaran Cara/ Waktu & Sumber Penanggung Indikator


Metode Tempat dana jawab keberhasilan
1

dst

302
LEMBARAN PRAKTIK
PENINGKATAN KAPASITAS BIDAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
DALAM PIJAT BADUTA UNTUK TUMBUH KEMBANG ANAK

Petunjuk Penilaian:
1. Tulis nama peserta :
2. Tanggal Ujian :
3. Penguji mengisi angka sesuai dengan hasil penilai pada kolom yang ada
4. Hasil akhir : jumlah nilai dibagi sembilan

NO PERAN BIDAN NILAI

TIDAK TIDAK CUKUP MEMUASKAN


DILAKUKAN MEMUASKAN MEMUASKAN
0 10-69 70- 84 85-100
1. Bidan mengucapkan
salam dan
memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tentang
pijat baduta
3. Menjelaskan manfaat
pijat baduta
Bagi baduta:
1) Mendapatkan
perhatian langsung
dari orang tua.
2) Mempererat
bonding dengan ibu
/orang tua
3) Membantu relaksasi
4) Membuat tidur
lebih lelap
5) Menurunkan
hormon stress
6) Membantu
pengaturan sistem

303
pencernaan.
7) Meningkatkan daya
tahan tubuh
8) Membantu
mengatasi
gangguan tidur
9) Membantu
meredakan ketidak
nyamanan
Bagi orang tua:
1) Memberikan
perhatian spesial
dan mempererat
ikatan/bonding
2) Meningkatkan
produksi ASI
3) Membantu orang tua
mengetahui bahasa
isyarat
4) Meningkatkan
Kepercayaan Diri
Orang tua
5) Meningkatkan
komunikasi
antaraorang tua dan
baduta
6) Meningkatkan
kemampuan orang
tua dalammembantu
baduta untuk
relaksasi.
7) Meredakan stres
orang tua

304
4. Menjelaskan indikasi
pijat baduta, dilakukan
untuk:
1) Baduta sehat
2) Baduta dengan
riwayat premature
3) Baduta dengan
riwayat lahir berat
badan rendah
5. Menjelaskan kontak
indikasi pijat baduta:
1) Hindari memijat
daerah kepala
2) Hindari pemakaian
minyak di sekitar
mata dan selaput
lendir
3) Hindari memijat saat
baduta sakit
6. Mempersiapkan alat-alat
untuk melakukan pijat
baduta baduta:
1) Ruang kamar hangat
dan tidak berangin
2) Matras
3) Minyak
4) Handuk
5) Bajuganti
6) Waslap
7) Air hangat
7. Mempersiapkan diri
(bidan):
1) Cuci tangan, pemijat

305
cuci tangan dengan
5 langkah cuci
tangan pakai sabun
yang benar:
- Basahi tangan
seluruhya dengan
air bersih
mengalir;
- Gosok sabun ke
telapak tangan,
punggung tangan
dan sela jari-jari;
- Bersihkan bagian
bawah kuku-kuku
- Bilas tangan
dengan air bersih
mengair
- Keringkan tangan
dengan
handuk/tissue
atau keringkan
dengan
udara/dianginkan
2) Kuku pendek
3) Posisi pemijat
senyaman mungkin.
8. Mengajarkan teknik
stimulasi pijat baduta
pada bagian:
1) wajah,
2) dada,
3) perut,
4) tangan,

306
5) kaki
6) punggung.
9. Melakukan evaluasi
apakah ibu sudah jelas
atau ada yang akan
ditanyakan

Nilai: Jumlah nilai : 9 = …

Nama Penguji :

TandaTangan :

307
TIM PENYUSUN

Penasihat:
Dr. IGM Wirabrata,Apt, M.Kes.

Penanggung Jawab:
dr.Ady Iswadi Thomas, MARS

Tim Penyusun:
Dr.dr.Ina Rosalina, Sp.A(K), M.Kes
Dr.Fitri Hartanto,Sp.A(K)
Dr.dr.Ina Yuniati,Dipl.M,M.Sc
dr.Gita Swisari,MKM
Sri Purwaningsih, SKM, M.Kes
Haryani, SKM,MHSM
dr. Agus Kamal Purba, MPH
dr.Nurindah, MKM
Saudatina Arum, SKM,MKM
Telly Verawati,SKM,M.Kes
dr Zahida, M.Kes
dr. Ina Farhaniah,Sp.Ak
Yustina Herlin E, SKM,M.Kes
Fitri Astuti, S,Kp.Ners
Haryka Fitri Perdana, SKM, MKM
Sinta Karolina, S.Farm, Apt
Janaditya Adhipurusa, SKM

Editor:
Anjelia Tri Retta Ginting, S.Ikom
Richard Richardo, S.Kom

308

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai