Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota Kendari sebagai salah satu pusat pengembangan pembangunan
nasional di wilayah Indonesia Timur saat ini memiliki potensi yang sangat besar
dalam mewujudkan kepentingan pelaku ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik,
hingga tahun 2017, Kendari memiliki luas wilayah sebesar 295,89 km dan jumlah
penduduk sebesar kurang lebih 359.371 jiwa. Sebagai salah satu ibukota provinsi,
Kendari dituntut mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya yang
semakin modern.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki berbagai macam kebutuhan.
Menurut Maslow (1954), manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkat atau hirarki,
mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi
(aktualisasi diri). Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, Henderson (dalam
Potter dan Perry, 1997) membagi kebutuhan manusia ke dalam 14 komponen,
dimana salah satunya adalah kebutuhan akan rekreasi atau hiburan.
Salah satu media hiburan yang banyak diminati oleh masyarakat ialah
kesenian. Berbicara tentang dunia kesenian tentunya sangatlah luas. Salah satu
bentuk kesenian yang semakin berkembang dewasa ini ialah drama perfilman.
Drama perfilman merupakan wadah bagi masyarakat untuk menikmati
pertunjukan film, di mana penonton mencurahkan segenap perhatian dan
perasaannya kepada gambar hidup yang disaksikan.
Hiburan melalui drama perfilman dipertunjukkan dalam layar lebar, yang
biasanya disediakan dalam sebuah bioskop. Sebuah bioskop dapat berdiri sendiri
berupa gedung bioskop maupun yang berdiri bersama fasilitas-fasilitas lainnya
seperti dalam Mall. Dengan demikian, salah satu kebutuhan masyarakat akan
hiburan dapat dipenuhi melalui sarana gedung bioskop yang berfungsi untuk
menampilkan pertunjukan film.
Bioskop di kota Kendari hingga saat ini terdapat di dua lokasi, yaitu di
Hollywood Square dan Lippo Plaza. Pengadaan bioskop di Hollywood Square,

1
yaitu Hollywood Cinema, dikelola oleh pihak lokal, sehingga masih memiliki
fasilitas yang kurang memadai, baik dari segi penataan di dalam dan di luar teater
maupun gedung secara keseluruhan. Kursi penonton dalam teater dianggap kurang
tinggi sehingga mengganggu pandangan penonton yang ada di belakangnya.
Ruang teater yang tersedia masih minim, yaitu hanya dua buah sehingga tidak
mampu menampung penikmat film dalam jumlah besar sekaligus. Antrian di loket
pembelian tiket pun seringkali sangat panjang karena pembelian tiket hanya dapat
dilakukan on the spot. Secara keseluruhan penataan gedung dianggap kurang
menarik dan kebersihannya masih kurang dijaga. Selain itu, kualitas penayangan
filmnya pun dinilai masih kurang, mulai dari sound system yang digunakan hingga
pengadaan film yang masih minim dan kurang up-to-date.
Dibandingkan dengan Hollywood Cinema, bioskop di Lippo Plaza
memiliki kualitas yang lebih bagus, karena dimiliki oleh Cinemaxx, jaringan
bioskop berskala nasional. Cinemaxx di Lippo Plaza ini sendiri masih tergolong
sangat baru, karena baru diresmikan pada Maret 2017 lalu. Penayangan film di
Cinemaxx lebih bervariasi dan up-to-date, mencakup film-film produksi luar dan
dalam negeri. Selain itu, bioskop ini juga sudah mendukung format digital 3D dan
menggunakan Dolby Digital Sound. Untuk kenyamanan dan kemudahan dalam
membeli tiket dan melihat jadwal serta informasi film, pelanggan dapat
mengaksesnya secara online, baik melalui aplikasi maupun melalui website,
sehingga pelanggan dapat membeli tiket di manapun dan kapanpun tanpa perlu
antri. Selain itu, kebersihan dan fasilitas di dalam dan di luar ruang teater pun
lebih bagus sehingga kenyamanan penonton lebih terjamin.
Jika dilihat dari segi ketersediaannya, untuk populasi penduduk kota
Kendari yang hanya sebesar 359.371 jiwa (BPS Kota Kendari, 2017), mungkin,
total dua buah bioskop sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
untuk menonton film. Namun demikian, ternyata keberadaan kedua bioskop
tersebut masih kurang optimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Lokasi
bioskop Cinemaxx yang berada di dalam Mal mengakibatkan tingginya harga
tiket yang ditawarkan, sehingga hanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
menengah ke atas. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Riri Reza, salah

2
satu produser film terkenal di Indonesia, bahwa menonton film di bioskop hanya
menjadi konsumsi kelas menengah semata karena lokasi bioskop yang sebagian
besar berada di dalam Mall (Beritasatu.com, 2013). Terbukti bahwa meskipun
telah berdiri bioskop Cinemaxx, masih banyak masyarakat yang memilih untuk
menonton film di Hollywood Cinema. Namun, Hollywood Cinema masih sangat
minim dalam segi fasilitas dan kurang mempertimbangkan aspek kenyamanan
penonton dilihat dari penggunaan kursi penonton yang kurang tepat.
Gencarnya produksi film-film lokal di Indonesia, khususnya kota Kendari
juga menjadi alasan pentingnya pembangunan sebuah gedung bioskop baru di
kota Kendari. Sejak munculnya film berlatar kebudayaan masyarakat
Kendari,tingkat antusiasme warga Kendari untuk menonton film di bioskop
punmeningkat. Melihat fakta tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa
kedepannya akan muncul berbagai film-film lokal Kendari lainnya yang
akansemakin meningkatkan minat menonton masyarakat kota Kendari. Sehingga
padaakhirnya, dibutuhkan sarana yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
kotaKendari dengan baik. Dengan adanya sarana yang memuaskan pun tentunya
akanmengurangi konsumsi masyarakat akan akses film yang tidak legal seperti
DVDbajakan atau melalui website yang pastinya akan merugikan negara
danmengurangi apresiasi masyarakat akan dunia perfilman.
Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa penting untuk membangun suatu
gedung bioskop di kota Kendari yang dapat digunakan oleh masyarakat kota
Kendari untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan yang tentunya
mengutamakan kenyamanan masyarakat. Hal ini didukung oleh hasil survei awal
yang dilakukan oleh penulis melalui penyebaran kuesioner secara online tentang
rencana pembangunan gedung bioskop di Kota Kendari. Dari 132 responden yang
terdiri dari 52 orang laki-laki dan 80 orang perempuan, 116 orang menyetujui
rencana pembangunan tersebut, 14 orang tidak menyetujui, dan 2 orang lainnya
netral. Oleh karena itu, penulis menyusun rencana pembangunan pembangunan
gedung bioskop di Kota KendarI.

3
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah perancangan Gedung Bioskop di Kota Kendari yang layak
secara teknis dan fungsional?
C. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Menyusun konsep dalam perancangan Gedung Bioskop di Kota Kendari
melalui studi komparasi dan analisa data yang diarahkan dan selanjutnya
ditransformasikan ke dalam konsep desain fisik.

2. Sasaran
Mentransformasikan konsep-konsep perencanaan secara praktis ke dalam
satu bentuk visual tata fisik Gedung Bioskop. Adapun konsep-konsep
perencanaannya meliputi:
-Konsep penentuan lokasi
-Konsep penentuan tapak
-Konsep bentuk dan penampilan bangunan
-Konsep tata ruang
-Konsep pengkondisian bangunan
-Konsep utilitas bangunan
-Konsep penentuan sistem struktur

C. Lingkup dan Batasan Pembahasan


1. Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dalam perancangan Gedung Bioskop di Kota
Kendari dilakukan dengan lebih menekankan fungsi bangunan yang bersifat
informatif dan rekreatif.
2. Batasan Pembahasan
Pembahasan ini dibatasi pada perwadahan untuk Gedung Bioskop di Kota
Kendari. Perancangan dilakukan dengan menerapkan beberapa unsur bangunan

4
sesuai dengan disiplin ilmu arsitektur serta disiplin ilmu tertentu yang dianggap
releven dan dapat mendukung tujuan pembahasan.
D. Pola Pembahasan
Pembahasan ini dimulai dari melihat latar belakang mengapa perlu
dilakukan perencanaan dan perancangan Gedung Bioskop di Kota Kendari.
Kemudian diperoleh tujuan, sasaran, dan lingkup pembahasan menggunakan
lingkup metode pembahasan deduktif-deskriptif, melalui kajian pustaka dan
pengamatan langsung. Setelah itu pembahasan kemudian dikaji melalui
pendekatan pada program perencanaan dan perancangan, lalu dirumuskan untuk
memperoleh hasil berupa konsep dan program dasar perencanaan dan
perancangan Gedung Bioskop di Kota Kendari.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalah sebagai berikut:
1.Survey lapangan, dilakukan untuk memperoleh data-data primer, dengan
mengamati secara langsung obyek-obyek di lapangan sebagai studi bandingdan
data dalam penyusunan laporan ini.
2.Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder, dalam hal ini
termasuk studi kepustakaan dan internet.

Anda mungkin juga menyukai