Anda di halaman 1dari 16

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM (THE)

Nama Mahasiswa : Maria Sitepu


Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 044627441
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211/HUKUM AGRARIA
Kode/Nama UPBJJ : 17/Jambi
Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1a. Silakan Saudara analisis akibat hukumnya bila agraria dan hukum agraria tidak dikaitkan

dengan administrasi pertanahan.

Menurut saya administrasi pertanahan dapat dinyatakan sebagai usaha dan kegiatan yang

berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan menyangkut segala sesuatu yang berkenaan

dengan tanah dan hak-hak atas tanah dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum dan

tertib pertanahan. Hukum agraria apabila dilihat dari isi aturan hukum adalah hukum yang

mengatur hal yang bertalian dengan tanah. Ini berarti bukan saja menyangkut pengaturan

tentang hubungan hukum antara manusia dengan tanah saja tetapi juga mengatur

penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, dan penyediaan serta pemeliharaan. Setiap kegiatan

badan atau pejabat negara dalam mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

dan penyediaan, serta pemeliharaan tanah tersebut merupakan kegiatan administrasi

pertanahan. Bila agraria dan hukum agraria tidak dikaitkan dengan administrasi pertanahan,

maka dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan yang diinginkan, karena tidak

adanya pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan tanah dan sumber daya alam yang ada.

Selain itu, tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai administrasi pertanahan dapat

menyebabkan terjadinya konflik kepemilikan tanah dan sumber daya alam, sehingga dapat

mengganggu kelancaran proses pembangunan yang sedang berlangsung. Administrasi

Pertanahan harus bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk melaksanakan program-program

pembangunan di satu sisi dan memberikan jaminan kepastian hukum serta memberikan

informasi pertanahan bagi masyarakat di sisi lain sehingga efeknya adalah

kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.


Administrasi pertanahan penting terutama dalam kaitan hukum dikarenakan pada masa

sekarang ini pertanahan menjadi masalah lintas sektoral seperti pengaturan penguasaan tanah,

penatagunaan tanah , pengurusanb hak-hak tanah itu semuanya perlu diatur dan

diadministrasikan supaya tidak melanggar hak individu lainnya.

Tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin terlaksananya

pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun swasta, yaitu:

1. Meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;

2. Meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat;

3. Meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

1b. Menurut analisis Saudara, apakah tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam merupakan

bagian dari hukum agraria

Menurut analisis saya, tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam merupakan bagian dari

hukum agrarian. Tata ruang merupakan perencanaan yang mengatur penggunaan lahan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat dan kepentingan pembangunan, serta memperhatikan prinsip-

prinsip kelestarian lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam merupakan penggunaan sumber

daya alam yang dilakukan secara bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan,

sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembangunan secara

berkesinambungan. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari hukum agrarian karena

merupakan bagian dari pengaturan yang mengatur pemanfaatan tanah dan sumber daya alam

yang ada di dalamnya.


2a. Silakan Saudara analisis akibat hukum apabila masyarakat yang memiliki tanah tetapi tidak

dapat membuktikan adanya sertipikat kepemilikan tanah sebelum berlakunya UUPA!

Alat bukti yang dapat dipakai oleh pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat yang

berkaitan dengan pendaftaran hak pada PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat

menggunakan alat bukti kepemilikan sebelum lahirnya UUPA sebagaimana diatu pada Pasal 24

ayat (1) PP 24/1997, berupa: Grosse akta hak eigendom, Petuk pajak Bumi/Landrete, girik, pipil,

ketitir, dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP 10/1961, Surat keterangan riwayat

tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, atau lain-lain bentuk

alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud Pasal II, Pasal VI, dan

Pasal VII ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, dan alat bukti kepemilikan hak atas tanah setelah

berlakunya UUPA adalah sertifikat, tetapi terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum

bersertifikat dapat dibuktikan dengan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang berkaitan

dengan pendaftaran hak sebagaimana diatur pada Pasal 23 PP 24/1997 tentang Pendaftaran

Tanah, berupa Asli Akta PPAT. Kedua, bentuk perlindungan hukum xiv terhadap pemegang hak

atas tanah yang belum bersertifikat ada dua, yaitu pertama perlindungan hukum preventif adalah

perlindungan hukum yang lebih mengarah untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan

hukum preventif terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat adalah

dengan melakukan pendaftaran tanah. Seseorang yang pendaftaran tanahnya akan menerbitkan

surat tanda bukti hak berupa sertifikat yang diterbitkan oleh BPN.

Kajian Hukum Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat Yang Diduduki Seseorang Menurut Pasal 1963

Kuhperdata
1. Peralihan hak atas tanah tanpa sertifikat dapat melalui daluwarsa, dimana cara tersebut tidak

membutuhkan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, namun pihak tergugat dalam suatu

sengketa tanah dapat menunjukkan bahwa dirinya telah mengusahakan dan mengelolah tanah

tersebut dengan baik selama dua puluh sampai tiga puluh tahun.

2. Hak atas tanah tanpa sertifikat menurut daluwarsa dalam pasal 1963 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, menyebut bahwa suatu tanah yang telah diduduki oleh seseorang tanpa adanya

sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, dapat memperoleh hak miliknya atas tanah tersebut

dikarenakan daluwarsa atau lampaunya waktu. Dimana orang tersebut telah mengusahakan,

mengelolah, dan memanfaatkan tanah tersebut dengan baik dalam kurun waktu dua puluh

sampai tiga puluh tahun. Dan jika orang tersebut dengan itikad baik telah memanfaatkan tanah

tersebut selama lebih dari tiga puluh tahun, maka orang tersebut dapat dinyatakan sebagai

pemilik hak atas tanah tanpa harus menunjukkan alas bukti yang sah. Sehingga jika sewaktu-

waktu hak atas tanahnya diklaim oleh pihak lain, maka ia dapat menunjukkan kepada hakim

bahwa dirinyalah yang telah mengusahakan, mengelolah, dan memanfaatkan tanah tersebut

selama kurun waktu tiga puluh tahun. Dan oleh karena itu, ia dapat meminta kepada Pengadilan

Negeri yang mana tanah tersebut merupakan miliknya dan tanah itu berada dalam letak daerah

hukumnya, agar supaya dinyatakan sebagai pemilik sah dari tanah tersebut.

Maka berdasarkan hukum yang berlaku, tanah tersebut dapat dinyatakan tidak sah sebagai hak

milik pribadi atau hak pengelolaan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat yang tersebut juga

tidak memiliki hak untuk menjual, mengambil jaminan, atau memberikan hak atas tanah tersebut

kepada pihak lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat yang memiliki tanah untuk
membuktikan kepemilikan tanahnya dengan cara membuat sertifikat tanah yang sah sebelum

berlakunya UUPA.

2b. Silahkan Saudara analisis, bagaimanakah klasifikasi hak atas tanah bekas hak barat setelah

dilakukan konversi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria!

Dalam UUPA terdapat 3 (tiga) jenis konversi:

· Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah hak barat

· Konversi hak atas tanah, berasal dari hak Indonesia

· Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah bekas Swapraja

Khusus konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdapat 3 (tiga )

hak yang dikonversi ke dalam UUPA, yaitu; Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstall.

Apabila kita cermati arti konversi diatas, bahwa ada suatu peralihan atau perubahan dari hak

tanah tertentu kepada hak tanah yang lain, yaitu perubahan hak lama yang secara yuridis adalah

hak-hak sebelum adanya UUPA menjadi hak-hak baru atas tanah sebagaimana dimaksud dalam

rumusan UUPA, khususnya sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) antara lain hak milik, hak

guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Berikut ini akan diuraiakan landasan hukum

konversi terhadap hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat, sebagaimana diuraikan

dalam ketentuan konversi UUPA seperti:


PASAL I:

(1) Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat

tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang

tersebut dalam Pasal 21.

(2) Hak Eigendom kepunyaan pemerintah asing yang dipergunakan untuk keperluan rumah

kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini

menjadi hak pakai tersebut dalam Pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas.

(3) Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga negara yang disamping

kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badanbadan hukum,

yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 sejak mulai

berlakunya Undang-undang ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1)

dengan jangka waktu 20 Tahun.

(4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak

erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya Undang-undang ini

menjadi hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1), yang membebani hak milik yang

bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfacht tersebut diatas, tetapi selama-

lamanya 20 Tahun.

(5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 Pasal ini dibebani dengan hak opstal atau hak

erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom tersebut dan pemegang hak
opstal atau hak erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh

Menteri Agraria.

(6) Hak-hak Hypotheek, Servituut, Vruchtgebruik dan hak-hak lain yang membebani hak

eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna bangunan tersebut dalam ayat (1) dan ayat

(3) pasal ini, sedang hak-hak tersebut menjadi suatu hak menurut Undang-Undang ini.

PASAL III:

(1) Hak Erfpacht untuk perusahaan perkebunan besar, yang ada pada mulai berlakunya Undang-

undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha tersebut dalam Pasal 28 ayat 1 yang akan

berlangsung selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 Tahun

(2) Hak Erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak

saat tersebut hapus dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan yang diadakan

oleh Menteri Agraria.

PASAL V:

Hak Opstall dan hak Erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang

ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) yang

berlangsung selama sisa waktu hak opstall dan erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya.

PASAL VIII:
(1) Terhadap hak-guna-bangunan tersebut dalam Pasal I ayat 3 dan 4, Pasal II ayat 2 dan Pasal V

berlaku ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2.

(2) Terhadap Hak-guna-usaha tersebut Pasal II ayat 2, Pasal III ayat 1 dan 2 dan Pasal IV Ayat 1

berlaku ketentuan dalam Pasal 30 ayat 2.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan mengenai penggolongan konversi hak

atas tanah yang bersumber dari hak barat sebagai berikut:

1) Hak-hak yang dikonversi menjadi hak milik meliputi: hak eigendom atas tanah (Pasal I ayat 1 ).

2) Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna usaha meliputi:

a. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar ( Pasal III ayat 1 )

b. Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar (Pasal IV ayat 1)

3) Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna bangunan meliputi:

a. Hak eigendom kepunyaan orang/ badan hukum asing ( Pasal I ayat 3 ).

b. Hak opstall atau hak erfpacht yang membebani hak eigendom ( Pasal I ayat 4).

c. Hak opstall dan hak erfpacht untuk perumahan ( Pasal V ).


4) Hak-hak yang dikonversi menjadi hak pakai meliputi: hak eigendom kepunyaan pemerintahan

negara asing yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman kepala perwakilan dan

gedung kedutaan ( Pasal I ayat 2 ).

5) Hak-hak yang setelah dikonversi menjadi hapus meliputi: hak erfpacht untuk pertanian kecil (

Pasal III ayat 2 ).

3a. Silakan saudara analisis apakah tanah yang sudah didaftarkan dan bersertipikat dapat

dibatalkan kepemilikannya!

Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah Pasal 1 angka 14 tentang Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun1999 tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

mendefinisikan pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak

atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum

administratif dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang

telah inkracht.

Selain karena alasan administratif, pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi dalam

hal ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan

sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya

putusan pengadilan yang telah inkracht.


3b. Menurut analisis saudara, apakah tanah yang sudah memiliki sertipikat merupakan akta

otentik yang tidak dapat dicabut kepemilikannya!

Pendaftaran tanah yang diadakan oleh pemerintah dalam rangka penerbitan sertifikat

sebagai tanda kepemilikan hak milik (tanah milik), karena sertifikat tanah milik

merupakan jaminan hukum, keperluan perekonomian sosial dan politik bagi

pemegangnya, dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang hak

milik secara otentik dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftarkan

dalam buku tanah. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak milik dapat sebagai jaminan

hak milik atas rumah susun, hak tanggungan, dan macam-macam sertifikat menurut objek

pendaftaran tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Ketentuan mengenai hapusnya hak atas tanah di atur dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menyebutkan bahwa, hak kepemilikan

atas tanah hapus apabila:

A. Tanahnya Jatuh kepada Negara

1. Karena pencabutan hak

Menurut ketentuan Pasal 18 UUPA bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan

bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,

dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-

undang. Ketentuan Pasal 18 UUPA ini selanjutnya dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor

20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.

2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya


Hapusnya hak atas tanah karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ini berhubungan

dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Kepres No. 55/1993), yang dilaksanakan lebih lanjut

dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Permen No.

1/1994), penyerahan sukarela ini menurut Kepres No. 55/1993 sengaja dibuat untuk kepentingan

negara, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah.

3. Karena ditelantarkan

Pengaturan mengenai tanah yang terlantar diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun

1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (PP No. 36/1998). Pasal 3 dan 4

PP No. 36/1998 mengatur mengenai kriteria tanah terlantar yaitu; (i) tanah yang tidak

dimanfaatkan dan/atau dipelihara dengan baik. (ii) tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan

keadaan, sifat atau tujuan dari pemberian haknya tersebut.

4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA

Pasal 21 ayat (3) UUPA mengatur bahwa orang asing yang memperoleh hak milik karena

pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta perkawinan, demikian pula warganegara

Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA ini kehilangan

kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu

tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya

tetap berlangsung.

Kemudian Pasal 26 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa setiap jual-beli, penukaran, penghibahan,

pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau

tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang

di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada

suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu badan-badan hukum yang

dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh

kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut

kembali.

B. Tanahnya musnah

Sebagaimana pemberian, peralihan dan pembebanan Hak Milik yang wajib di daftar dalam buku

tanah, pendaftaran hapusnya hak kepemilikan atas tanah juga wajib untuk dilakukan. Hal ini

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

4a. Silakan Saudara analisis apakah tanah waqaf dapat diubah statusnya demi pengadaan tanah

untuk kepentingan umum.

Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun

1960 , yaitu Pasal 49 :

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan

untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi Badan-
Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan

dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam

Pasal 14 dapat diberikan tanah yang d. Wakaikuasai langsung oelh Negara dengan

hak pakai

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah

Dari ketentuan tersebut terkandung makna bahwa pertanahan yang erat hubungannya dengan

keagamaan dan sosial salah satunya wakaf dilindungi oleh negara yang selanjutnya diatur dalam

PP no 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif

untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah

dana atau kesejahteraan umum menurut Syariah. Perubahan harta benda wakaf adalah

perubahan bentuk harta benda wakaf dari bentuk semula ke bentuk yang lainnya, perubahan

tersebut dapat dengan jalan ditukar, dijual atau dilelang. Berdasarkan UU Nomor: 41 tahun 2004

dan PP Nomor: 42 tahun 2006 perubahan status harta benda wakaf dengan jalan penukaran

dilarang, kecuali dalam kondisi tertentu perubahan atau penukaran harta benda wakaf tersebut

dapat diperbolehkan.

Penukaran harta benda wakaf itu hanya dapat dilakukan dengan izin tertulis dari Menteri, dalam

hal ini Kementerian Agama berdasarkan pertimbangan BWI (Badan Wakaf Indonesia).
4b. Silakan Saudara analisis apakah pembangunan tempat ibadah bagian dari kepentingan umum

yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

Dalam Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

menerangkan bahwa :

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk

pembangunan:

a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi

kereta api;

c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi,

dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

j. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

m. cagar alam dan cagar budaya;


n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk

masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;

q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

Yang dimaksud dengan “fasilitas sosial “digunakan antara lain untuk kepentingan keagamaan

atau beribadah (NOMOR 19 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH

BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pasal 1 huruf L ) sehingga pembangunan

tempat ibadah bagian dari kepentingan umum yang diatur dalam Undang-Undang tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Anda mungkin juga menyukai